Kelompok C2-1
4.1 Hasil..................................................................................................................17
4.2 Pembahasan......................................................................................................18
LAMPIRAN.................................................................................................................23
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................25
BAB I
PENDAHULUAN
1
dan Wila (2012) juga menambahkan bahwa tumbuhan lain yang bersifat antibakteri
terhadap E.coli karena mengandung tanin dan alkaloid adalah daun jambu biji yang
merupakan satu ordo dengan delima (ordo Myrtales).
Pada praktikum kali ini, delima akan dibuat menjadi sediaan Dekokta (Dekok). Delima
dibuat sediaan dekok karena kita menggunakan kulit buah delima yang kering. Kulit buah
delima kering merupakan salah satu bagian berupa bahan keras. Oleh sebab itu dibuat sediaan
dekok yang cocok untuk simplisia berupa bahan keras. Sedangkan infusa dibuat untuk bahan
simplisia berupa simplisia sediaan yang lunak.
1.3 Tujuan
1) Mengetahui cara pembuatan dekok yang baik dan benar.
2) Mengetahui apakah ada senyawa yang diinginkan dari sediaan dekok yang ada.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
Buah delima memiliki biji yang sangat banyak dan kecil-kecil, satu buah delima rata-
rata memiliki kurang lebih 600 biji. Bijinya berbentuk bulat panjang yang bersegi-segi
agak pipih dan keras, dengan susunan yang tidak beraturan. Biji-biji tersebut berada
dalam selaput seperti spons yang berasa pahit. Delima kaya dengan mineral, seperti
kalium, tembaga, magnesium, fosfor, seng dan selenium. Besi juga ada tetapi dalam
jumlah kecil. Buah ini merupakan sumber vitamin C, K, dan asam pantotenat dalam
jumlah besar, tetapi vitamin E, thiamin dan riboflavin dalam jumlah kecil (Sasongkawati,
2013). Berikut adalah taksonomi dari buah delima :
Kerajaan : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Subkelas : Rosidae
Ordo : Myrtales
Famili : Lythraceae
Genus : Punica
Spesies : P. granatum
Nama Binomial : Punica granatum L.
Sinonim : Punica malus, Linnaeus 1758
(Dirk Budka, 2013)
Batang tanaman delima berbentuk kayu ranting yang bersegi, dan percabangan
banyak tetapi lemah. Pada ketiak daunnya, terdapat duri dan warnanya coklat.
Daunnya tunggal dengan tangkai yang pendek dan letaknya berkelompok. Daun
delima memiliki bentuk yang lonjong dengan pangkal yang lancip, ujung tumpul, tepi
4
rata, pertulangan menyirip, dan permukaan mengkilap. Panjang daun bisa mencapai
1-9 cm dengan lebar 0,5-2,5 cm (Savitri, 2008).
5
diperlukan. Makin tinggi asupan antioksidan eksogenus, makin tinggi pula status
antioksidan endogenus. Diperlukan konsumsi bahan makanan yang kaya akan
komponen antioksidan dalam tubuh sehingga mampu menekan kerusakan sel yang
berlebihan dan mempertahankan status antioksidan seluler (Harborne and Wiliam,
2001; Buhler and Miranda, 2000).
Bagian dari buah delima yang dapat dimakan (kurang lebih 50% dari berat
total buah) terdiri dari 80% jus dan 20% biji. Jus segar dari buah delima mengandung
85% air, 10% gula dan 1,5% pektin, asam askorbat, dan flavonoid polifenol (Eibond,
2004). Kandungan polifenol dalam jus delima tergantung dari jenis atau varietasnya
yang sebagian besar terdiri dari antosianin, katekin, ellagic tannis, gallic dan ellagic
acid. Polifenol komplek bersifat sebagai antioksidan yang dapat diserap dalam tubuh
manusia. Selain polifenol, jus delima juga mengandung vitamin C yang bersifat
sebagai antioksidan (Buhler and Miranda, 2000; Ignarro et al., 2006).
Menurut Duke (2010) kandungan kulit buah delima merah yang mempunyai
efek farmakologis dapat dilihat pada tabel berikut:
Tanaman delima (Punica granatum L.) pada kulit buah mengandung alkaloid
pelletierine, granatin, betulic acid, ursolic acid, isoquercitrin, resin, triterpenoid,
kalsium oksalat dan pati. Kulit akar dan kulit kayu mengandung sekitar 20%
elligatanin, dan 0,5% - 1% senyawa alkaloid. Daun mengandung alkaloid, tannin,
kalsium oksalat, lemak, sulfur, peroksidase. Jus buah mengandung asam sitrat, asam
6
galat, glukosa, fruktosa, maltose, vitamin (A dan C), mineral dan tannin (Utami,
2008).
Tentang aktivitas antioksidan buah delima antara lain yaitu, pameran antivirus,
antioksidan, antidiabetik, antidiare, anti kanker dan aktivitas antiproliferatif (Dkhil et
al, 2013), ekstrak buah delima selektif menghambat pertumbuhan sel-sel kanker
payudara, prostat dan usus (Adhami et al, 2009), dan efek aterosklerotik yang telah
dikonfirmasi (Weerakkody et al, 2012)
Kulit delima memiliki kandungan alkaloid dan flavonoid yang mempunyai
aktivitas antimikroba terhadap Candida albicans. Menurut penelitian Jurenka, yang
bertanggung jawab menghambat pertumbuhan Candida albicans adalah komponen
tannin. Huang et al. menyatakan bahwa mekanisme antifungal yang dimiliki tannin
adalah karena kemampuannya menghambat sintesis chytin yang digunakan untuk
pembentukan dinding sel pada jamur.Menurut Field dan Lettinga, kemampuan
inhibisi sintesis chytin yang dimiliki oleh tannin ini disebabkan karena besarnya daya
polimerasi yang terdapat pada gugus hyroxyl di cicin B dalam struktur kimia tannin.
Ekstraksi merupakan kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut sehingga
terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair. Ekstraksi bisa dilakukan
dengan berbagai metode yang sesuai dengan sifat dan tujuan ekstraksi. Terdapat beberapa
metode ekstraksi, antara lain :
1. Maserasi
Proses penyarian senyawa kimia secara sederhana dengan cara merendam simplisia
atau tumbuhan pada suhu kamar dengan menggunakan pelarut yang sesuai sehingga
bahan menjadi lunak dan larut.
2. Perkolasi
Proses penyarian simplisia dengan jalan melewatkan pelarut yang sesuai secara
lambat pada simplisia dalam suatu percolator.
3. Digestasi
Proses penyarian yang sama seperti maserasi dengan menggunakan pemanasan pada
suhu 30oC – 40oC.
4. Infusa
Sediaan cair yang dibuat dengan menyari simplisia nabati dengan air pada suhu 90 oC
selama 15 menit.
5. Dekokta
Suatu proses penyarian yang hampir sama dengan infusa, perbedaannya pada dekokta
digunakan pemanasan selama 30 menit pada suhu 90oC.
7
6. Sokletasi
Proses ekstrasi dengan cara menggunakan alat soklet.
Terdapat beberapa kelebihan dan kekurangan dari metode infundasi, antara lain :
a. Kelebihan :
- Unit alat yang dipakai sederhana
- Biaya operasional relatif rendah
b. Kekurangan :
- Zat-zat yang tertarik kemungkinan sebagian akan mengendap kembali,
apabila kelarutannya sudah mulai mendingin ( lewat jenuh )
8
- Hilangnya zat-zat atsiri
- Adanya zat-zatyang tidak tahan terhadap pemanasan lama, disamping itu
pula simplisia yang mengandung zat-zat albumin tentunya akan
menggumpal dan menyulitkan dalam penarikan zat-zat yang berkhasiat
tersebut.
2.4 Metode Analisis Senyawa Marker dalam Ekstrak
Senyawa penanda merupakan senyawa yang terdapat dalam bahan alam dan
dideteksi untuk keperluan khusus (contoh untuk tujuan identifikasi atau standardisasi)
melalui penelitian. Senyawa atau zat penanda juga dapat dipakai untuk menandai atau
sebagai senyawa identitas suatu simplisia tanaman tertentu. Untuk memenuhi syarat ini,
zat atau senyawa tersebut tidak dimiliki oleh simplisia tanaman lain (Sutrisno, 1986).
Adapun syarat-syarat senyawa penanda adalah bersifat khas, mempunyai struktur kimia
yang jelas, dapat diukur kadarnya dengan metode analisis yang biasa digunakan, bersifat
stabil, tersedia dan dapat diisolasi. Senyawa penanda tidak selalu senyawa aktif tetapi
dapat juga senyawa khas untuk bahan tertentu.
Metode yang dapat digunakan untuk analisis senyawa marker sebagai berikut :
9
b) Kromatografi Cair-Spektrometri Massa (LC-MS)
LC-MS adalah teknik kimia analisis yang menggabungkan kemampuan
pemisahan fisik dari kromatografi cair dengan kemampuan analisis massa
spektrometri massa. LC-MS adalah teknik yang banyak digunakan untuk berbagai
aplikasi yang memiliki sensifitas dan spesifitas sangat tinggi. Pada umumnya
aplikasinya berorientasi pada deteksi dan identifikasi potensi spesifik bahan kimia
terhadap bahan kimia lainnya (dalam campuran yang kompleks).
Keuntungan dari LC-MS yaitu dapat menganalisis lebih luas berbagai
komponen, seperti senyawa termal labil, polaritas tinggi atau bermassa molekul
tinggi, bahkan juga protein. Senyawa dipisahkan atas dasar interaksi relatif dengan
lapisan kimia partikel-partikel (fase diam) dan elusi pelarut melalui kolom (fase
gerak). Komponen elusi dari kolom kromatografi kemudian diteruskan ke
spectrometer massa melalui antarmuka khusus.
c) Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
Kromatografi adalah suatu teknik pemisahan fisik campuran komponen dalam
suatu ekstrak berdasarkan perbedaan migrasi atau perpindahan dari komponen-
komponen senyawa diantara dua fase yaitu fase diam(cair atau padat) dan fase gerak
(gas atau cair) (Depkes, 1995). Kromatografi adalah metode pemisahan berdasarkan
perbedaan distribusi komponen diantara fase gerak dan fase diam. Dalam
Kromatografi Lapis Tipis, terjadi persaingan antara prosespenyerapan yang cenderung
menempelkan senyawa dalam fasa diam dan proses pelarutan yang cenderung
membawa dalam fasa gerak (Shellard, 1975).
Salah satu metode analisis kromatografi adalah kromatografi lapis tipis yang
digunakan dalam praktikum kali ini. Kromatografi lapis tipis (KLT) digunakan untuk
memisahkan campuran komponen dengan menggunakan fase diam serbuk halus
(silica gel, kieselguhr, aluminium oksida aktif), yang dilapiskan dengan ketebalan
tertentu secara merata di atas lempeng logam. Prinsip KLT berdasarkan adsorbsi yaitu
penyerapan pada pemukaan dan partisi yaitu penyebaran atau kemampuan suatu zat
dalam larutan untuk berpisah kedalam pelarut yang digunakan. Pemisahan pada KLT
didasarkan padasifat polaritas senyawa. Senyawa yang kepolarannya hampir sama
dengan fasa geraknyaakan tereluasi terlebih dahulu dibandingkan dengan senyawa
yang kepolarannya berbeda dari fasa geraknya.
Campuran yang akan dipisah berupa larutan yang ditotolkan, baik noda ataupun
pita. Plat KLT dimasukkan ke dalam bejana tertutup rapat yang berisi
10
larutanpengembang atau eluen yang cocok (fase gerak). Pemisahan terjadi selama
perambatan kapiler (pengembangan). Pendeteksian noda hasil pemisahan dapat
dilakukan dengan beberapacara. Untuk senyawa tidak berwarna, diamati dengan sinar
ultraviolet. Beberapa senyawa organik dapat berfluoresensi jika disinari ultraviolet
gelombang pendek (254 nm) atau gelombang panjang (366 nm). Namun, jika senyawa
masih tidak dapat dideteksi maka disemprot dengan reagen penampak noda
tertentubaik tanpa atau dengan pemanasan.
Identifikasi kulitatif pada KLT ditentukan dengan menghitung nilai Rf. Rf (faktor
retensi) adalah ukuran kecepatan migrasi suatu senyawa. Nilai Rf didefinisikan
sebagai jarak yang ditempuh oleh komponen dibagi dengan jarak yang ditempuh oleh
eluen. Nilai Rf sangat karakterisitik untuk senyawa tertentu pada eluen tertentu
sehingga dapat digunakan untuk mengidentifikasi senyawa dalam sampel (ekstrak).
Senyawa dengan Rf lebih besar mempunyai kepolaran yang rendah, begitu juga
sebaliknya. Hal tersebut disebabkan fase diam yang bersifat polar. Senyawa yang
lebih polar akan tertahan kuat pada fase diam, sehingga menghasilkan nilai Rf yang
rendah. Nilai Rf yang baik berkisar antara 0,2-0,8. Jika Rf terlalu tinggi, maka
kepolaran eluen harus dikurangi, dan sebaliknya (Ewing, 1985). Pada gugus-gugus
besar dari senyawa-senyawa yang susunannya mirip,harga Rf akan saling berdekatan
(Sastrohamidjojo, 2002).
1. Jamu
Obat Herbal Terstandar adalah obat tradisional yang telah teruji berkhasiat
secara pra-klinis (terhadap hewan percobaan), lolos uji toksisitas akut maupun kronis,
11
terdiri dari bahan yang terstandar (Seperti ekstrak yang memenuhi parameter mutu),
serta dibuat dengan cara higienis. Contoh : Tolak angin
3. Fitofarmaka
Fitofarmaka adalah obat tradisional yang telah teruji khasiatnya melalui uji
pra-klinis (pada hewan percobaan) dan uji klinis (pada manusia), serta terbukti aman
melalui uji toksisitas, bahan baku terstandar, serta diproduksi secara higienis,
bermutu, sesuai dengan standar yang ditetapkan. Contoh : Cursil.
Dekokta dalam bahasa latin disebut dekoktum, merupakan sediaan cair yang dibuat
dengan cara mengekstraksi bahan nabati dengan pelarut air. Prinsip ekstraksi sebagai
berikut:
1. Pelarut air dipanaskan pada suhu 90 derajat Celsius selama 30 menit. Suhu ini
dihitung setelah panci bagian bawah mulai mendidih.
2. Takaran air umumnya 10 kali bahan herba. Misalnya 10 gram bahan herba dipanaskan
kedalam 100 ml air.
3. Ketika dipanaskan, sesekali diaduk, setelah selesai dapat diperas dan disaring
4. Dekokta hanya bisa digunakan tidak lebih dari 48 jam.
Pembuatan dekokta hampir sama dengan metode infusa herbal, hanya saja
dekokta memerlukan waktu pemanasan selama 30 menit. Biasanya dekokta
12
menggunakan plearut yang lebih sesuai untuk mengekstrak zat aktif herba. Adapun
zat pelarut yang bisa bercampur dengan air, yaitu:
1. Pelarut polar, merupakan air ataupun larutan yang berasal dari herba itu sendiri.
2. Pelarut non polar, merupakan pelarut yang tidak bisa bercampur dengan air, seperti
aseton, etil asetat.
Sebenarnya metode infusa dan dekokta menggunakan pelarut polar dan non polar.
Tetapi dekokta memerlukan waktu pemanasan yang lebih lama, karena berkaitan dengan
bahan nabati yang keras. Misalnya kulit kayu (korteks), ranting/kayu (lignum), akar
(radiks), batang, kulit buah (perikarpium), dan biji (semen). Disimpulkan bahwa, metode
infusa ditujukan untuk bahan herba yang lunak dan dekokta untuk bahan nabati yang
keras. Sebelum membuat dekokta, sebaiknya memahami setiap bahan nabati, diantaranya
bahan yang keras, bahan tanpa minyak atsiri, dan bagian nabati yang tahan terhadap
pemanasan. Contoh resep dekokta sebagai berikut:
Iris-iris 250-300 gram akar alang-alang, atau 10 persen dari volume air.
Dipanaskan pada suhu 90 derajat Celsius selama 30 menit, terhitung ketika dasar
panci mulai mendidih.
Sekali-kali diaduk, saring dan peras selagi panas dengan kain flannel.
Dekokta diminum 2 kali sehari pada pagi dan sore hari.
Dekokta harus dibuat setiap dua hari sekali, dan digunakan tidak lebih dari 48 jam.
2.6 Evaluasi Sediaan Dekok
Pada setiap pembuatan suatu sediaan di perlukan adanya evaluasi sediaan yang
bertujuan untuk mengetahui apakah sedian yang sudah di buat sudah sesuai dengan
persyaratan sediaan yang baik. Oleh karea itu, pada pembuatan sediaan dekok inidi
perlukan juga evaluasi sediaan. Beberapa evaluasi sediaan yang harus di lakukan dalam
pembuatan sediaan dekok yaitu:
a. Organoleptis
Evaluasi organoleptis yang menggunakan panca indra, mulai dari bau warna dan
bentuk, rasa sediaan (Anonim,2008)
b. pH
Evaluasi pH sediaan yaitu dengan diukur pH
c. Densitas
Bobot jenis (densitas) zat cair adalah suatu besaran yang menyatakan
perbandingan antaramassa (g) dengan volume (ml), satuan bobot jenis adalah g/ml.
13
penentuan bobot jenis sangat penting diketahui oleh seorang calon farmasis, karena
dengan mengetahui bobot jenis kita dapat mengetahui kemurnian dari suatu sediaan.
Evaluasi densitas sediaan ini menggunakan alat piknometer yang dilengkapi dengan
termometer (Anonim,2008).
d. Viskositas
Viskositas atau kekentalan adalah suatu sifat cairan yang berhubungan erat
dengan hambatan untuk mengalir. Sedangkan Viskositas kinematik adalah ukuran
bagi sifat hambatan bagi cairan. Viskositas kinematis ini dipengaruhi oleh gravitasi.
Evaluasi viskositas kinematika bertujuan untuk mengukur viskositas sediaan dengan
menggunakan alat viskometer. (Anonim,2008)
e. Volume Sedimentasi
Volume sedimentasi (F) adalah perbandingan dari volume endapan yang
terjadi (Vu) terhadap volume awal dari suspense sebelum pengendapan (Vu) setelah
suspensi di diamkan. Evaluasi volume sedimentasi dengan gelas ukur (Anonim,2008).
f. Ukuran partikel
Ukuran partikel erat hubungannya dengan luas penampangpartikel tersebut
serta daya tekan ke atas dari cairan itu. Hubungan antara ukuran partikel merupakan
perbandingan terbalik dengan luas penampangnya. Sedangkan antar luas penampang
dengan daya tekan ke atas merupakan hubungan linier. Artinya semakin besar ukuran
partikel maka semakin sempit luas peyerapan (Anonim,2008)
g. Uji kandungan kimia dengan KLT
Evaluasi kandungan kimia dengan KLT ini bertujuan untuk mengetahui
kandungan kimia apayang ada dalam sediaan tersebut. Alat-alat yang diperlukan
untuk evaluasi kandungan kimia dengan KLT yaitu plat KLT, chamber, pipa kapiler,
sinar UV (Anonim, 2008).
14
BAB III
METODE
Panci Infus diangkat dan dekok diserkai ke dalam beaker glass dengan bantuan kain
Fase gerak dimasukkan ke dalam chamber yang tutupnya diberi vaseline (tertutup
rapat) dan ditunggu hingga jenuh
Sampel (hasil dekok) dan pembanding (asam galat 0,1% dalam aquadest) ditotolkan
pada lempeng KLT
Dimasukkan lempeng KLT dalam eluen yang sudah jenuh dengan posisi yang tegak
lurus
Dilihat noda yang dihasilkan pada lempeng KLT menggunakan lampu UV Vis
16
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
4.1.1 Hasil Organoleptis
Dari hasil pengamatan organoleptis yaitu dengan mengamati bentuk, warna, bau, dan rasa
didapatkan hasil sebagai berikut :
Warna Coklat Tua
Bentuk Larutan/ cairan, terdapat endapan jika sediaan
didiamkan.
Bau Bau khas simplisia
Rasa Pahit, getir
Skema Kromatografi
Nilai Rf
Rf C2-1 2,3 cm
=0,2875
8 cm
17
Rf Asam galat 2,7 cm
=0,3375
8 cm
Rf C2-2 2,4 cm
=0,3
8 cm
Dari hasil yang didapatkan warna noda hitam menunjukkan adanya polifenol, nilai rf c2-1
dengan c2-2 memiliki hasil yang hampir sama maka senyawa tersebut dapat dikatakan
memiliki karakteristik yang hampir mirip (Lipsy,2010) . Noda yang berekor bisa jadi
disebabkan karena konsentrasi sampel yang terlalu tinggi.
4.2 Pembahasan
Buah delima (Punica granatum) merupakan salah satu sumber antioksidan dari
tumbuh-tumbuhan dengan kandungan polifenol dan antosianin yang cukup tinggi. Pigmen
antosianin bertanggung jawab untuk warna merah, ungu dan biru dari buah, sayuran dan
bunga. Antosianin merupakan salah satu antioksidan kuat yang mampu mencegah berbagai
kerusakan akibat stress oksidatif sehingga mampu melindungi sel dari radikal bebas.
18
diglucoside, pelargonidin 3-glucoside dan 3,5 diglucoside. Rasa kesat pada buah delima
disebabkan oleh kandungan flavonoid (golongan polifenol) yang tinggi. Salah satu peran dari
flavonoid yang penting adalah sebagai antioksidan. Flavonoid dapat menstabilkan senyawa
oksigen reaktif yang dapat mengurangi kerusakan yang diakibatkan radikal bebas.
Buah delima juga kaya akan fitosterol. Fitosterol merupakan komponen biokimia
yang mempunyai fungsi berlawanan dengan kolesterol bila dikonsumsi manusia. Selain itu,
fitosterol juga tahan terhadap oksidasi, sehingga dapat digolongkan antioksidan pangan. Kulit
delima putih memiliki kandungan alkaloid dan flavonoid yang mempunyai aktivitas
antimikroba terhadap Candida albicans. Kemudian yang bertanggung jawab menghambat
pertumbuhan Candida albicans adalah komponen tannin.
Delima telah lama dimanfaatkan buahnya untuk dikonsumsi dan beberapa bagian dari
tanaman delima dimanfaatkan sebagai obat berbagai penyakit. Semua bagian tanaman
bersifat antivirus dan antibakteri. Sebagai anti bakteri, beberapa senyawa fitokimia
dilaporkan dapat menghambat pertumbuhan bakteri penyebab penyakit. Salah satunya adalah
kandungan ellagitanin dari tanaman Delima yang terutama terdapat dalam bagian kulit
buahnya (Henriette’s Herbal., 2000). Selain ellagitanin, kulit buah delima juga mengandung
flavonoid, triterpenes dan phenol yang terbukti memiliki efek antibakteri terhadap
Escherichia coli (Supayang, dkk., 2005). Aksi farmakologi dan fitokimia sebagian besar
komponen buah delima di duga memiliki aplikasi klinis untuk terapi dan pencegahan
terhadap kanker dan penyakit lain yang disebabkan oleh reaksi antiinflamasi kronis (Lansky
dan Newman, 2007)
Penelitian terkait kulit buah delima Punica granatum L) yang kaya akan manfaat
tersebut diharapkan terus dilanjutkan sehingga dapat berpotensi untuk menghasilkan produk
herbal yang terstandar dan berkualitas. Hal tersebut akan meningkatkan kapasitas bahan obat
herbal asli Indonesia dan pemanfaatannya sebagai obat herbal alternatif dalam pengobatan
pasien. Langkah awal yang perlu dilakukan dan telah diaplikasikan pada praktikum kali ini
yaitu melakukan ekstraksi atau penyarian untuk penarikan kandungan kimia yang banyak tadi
sehingga yang dapat larut sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut
cair. Menurut Acuan Sediaan Herbal (BPOM RI, 2010), dalam penyarian bahan berkhasiat
yang terdapat dalam bahan tumbuhan obat, derajat kehalusan merupakan hal yang terpenting.
Semakin halus simplisia, maka proses dekok tidak efektif karena simplisia akan mengapung.
Begitupula sebaliknya, semakin kasar derajat kehalusannya, proses dekokta juga kurang
19
efektf karena kandungan yang diambil kurang efektif akibat kecilnya luas penampang yang
kontak dengan solvent. Namun, derajat kehalusan bukan merupakan faktor tunggal yang
mempengaruhi proses pelepasan bahan berkhasiat, tetapi jumlah dan sifat alami dari bahan
pendamping/metabolit primer lain yang terdapat dalam bahan obat juga memegang peranan
penting.
Berdasarkan metode kerja yang telah dipaparkan, maka pembuatan dekokta dengan
mencampur simplisia dengan derajat halus yang sesuai dan perbandingan yang sesuai, yaitu
100 bagian dekok harus dipergunakan 10 bagian dari bahan dasar atau simplisia (10%).
Proses penyarian dilakukan dalam panci dengan air secukupnya, panaskan diatas tangas air
selama 30 menit terhitung mulai suhu 900C sambil sekali-sekali diaduk. Serkai selagi panas
melalui kain flanel, tambahkan air panas secukupnya melalui ampas hingga diperoleh volume
dekok yang dikehendaki. Hasil dekokta yang didapatkan ialah berupa larutan berwarna
coklat tua, memiliki bau khas simplisia, dan memiliki rasa pahit. Hal ini sesuai dengan yang
diharapkan. Apabila warna dekok kurang gelap, maka ekstrak yang didapat kurang sempurna.
Sebaliknya, jika berwarna coklat pekat, maka ekstraksi berjalan dengan sempurna.
Dalam upaya menghasilkan produk obat herbal yang terstandar tersebut maka
dilakukan suatu proses standarisasi yang digunakan untuk mengetahui kebenaran senyawa
kimia secara kualitatif dan kuantitatif. Pada praktikum ini jga telah dilakukan analisis kulitatif
dengan menggunakan metode kromatografi lapis tipis (KLT). Deteksi bercak KLT dapat
diihat secara fisika pada lampu UV 256 nm dan secara kimia dengan menggunakan pereaksi
semprot. Pada lampu UV 254 nm, lempeng akan berfluorosensi sedangkan sampel akan
tampak berwarna gelap hitam. Penampakan noda pada lampu UV 254 nm adalah karena
adanya daya interaksi antara sinar UV dengan indikator fluorosensi yang terdapat pada
lempeng. Fluorosensi cahaya yang tampak merupakan emisi cahaya yang dipancarkan oleh
komponen tersebut ketika elektron yang tereksitasi dari tingkat energi dasar ke tingkat energi
yang lebih tinggi kemudian kembali ke keadaan semula sambal melepaskan energi. Analisis
ini dilakukan untuk mengetahui komponen kimia pada tumbuhan terhadap cairan dari proses
sekai ektrak padat dekokta. Sampel diencerkan dengan aquades kemudian ditotolkan pada
pelat KLT dan dielusi dengan fase gerak kloroform:metanol:air (61:32:7). Pada praktikum,
digunakan asam galat sebagai larutan standar karena merupakan salah satu fenol alami dan
stabil, serta relatif murah disbanding lainnya. Asam galat termasuk dalam senyawa fenolik
turunan asam hidroksibenzoat yang tergolong asam fenol sederhana. Asam galat menjadi
20
pilihan sebagai standar ketersediaan substansi yang stabil dan murni (Ahmad, Aktsar
Roskiana, dkk., 2015)
Selain itu, nilai Rf juga ditentukan. Nilai Rf dapat dijadikan bukti dalam identifikasi
senyawa. Bila nilai Rf memiliki nilai yang sama maka senyawa tersebut dapat dikatakan
memiliki karakteristik yang sama atau mirip dengan pembandingnya. Nilai Rf merupakan
perbandingan jarak yang ditempuh eluen dan fase gerak pada plat KLT. Nilai Rf digunakan
sebagai nilai perbandingan relatif antar sampel. Senyawa yang memiliki Rf yang lebih besar
berarti memiliki kepolaran yang rendah, begitu juga sebaliknya. Jika Rf terlalu tinggi, maka
kepolaran eluen harus dikurangi. Sebaliknya jika Rf terlalu rendah maka kepolaran
eluen harus ditambah. Rf yang baik yang menunjukkan pemisahan yang cukup baik adalah
berkisar antara 0,2-0,8. Pada praktikum kali ini telah didaptkan Rf sampel 1 sebesar 0,2875,
Rf sampel 2 sebesar 0,3 dan Rf standar sebesar 0,3375. Bila dilihat antara sampel dan
standar nilai Rfnya tidak berbada jauh, sehingga nilai Rf pada percobaan telah memasuki
rentang Rf yang baik dan sampel dapat dikatakan memiliki karakteristik yang sama atau
mirip dengan strandar yaitu asam galat yang termasuk senyawa fenolik.
Proses skrining selanjutnya yaitu dengan penyemprotan dengan FeCl3, karena interaksi
ikatan kovalen koordinasi logam Fe3+ sebagai atom pusat yang mengikat pasangan eleckron
bebas atom O pada posisi 4’ dan 5’ dihidroksi untuk membentuk ligan yang akan membentuk
warna. Adanya gugus fenol pada senyawa fenolik speerti asam galat yang bereaksi dengan
FeCl3 yang akan menghasilkan perubahan warna noda menjadi coklat kehitaman. Reaksi ini
terjadi melalui mekanisme dimana FeCl3 akan berikatan dengan gugus hidroksil pada fenol,
sementara atom klor dan hidrogen yang terlepas akan membentuk HCl. Sesuai dengan
penellitian Harbone, 1987, sampel akan positif mengandung fenol jika noda berwarna hijau,
merah, ungu, biru, atau hitam yang kuat. Sehingga pada praktikum kali ini benar bahwasanya
kulit (Punica granatum L) positif mengandung asam galat sesuai literatur dan standar asam
galat, sedangkan kelompok senyawa senyawa fenolik lain seperti seperti flavonoid, tannin, dan
terpenoid perlu dilakukan uji lebih spesifik.
21
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang didapatkan pada praktikum kali ini diantaranya adalah:
Berdasarkan literatur, kulit buah delima memiliki banyak kandungan dan khasiat yang
berbeda-beda, yaitu: (1) pelletierene sebagai antihelmintes; (2) granatin sebagai
hepatotoksik dan antioksidan, betulic acid sebagai antihelmintes, antibacterial,
antikanker, antiinflamasi, antimalarial, antiviral; (3) ursolic acid sebagai analgesic,
antiarthritis, antibacterial, antioksidan, antikanker; (4) eligatanin sebagai antialergik
dan antioksidan; (5) casuarin sebagai antioksidan; (6) ellagic acid sebagai antikanker,
antikatarak, antiseptic, antiviral, antioksidan; (7) friedelin sebagai antiinflamasi,
diuretik; (8) isopelletierine midriasis, laksatif; (9) punicalalgin sebagai antioksidan
(Duke, 2010).
Dalam pembuatan obat herbal terstandar pelu diperhatikan bahwa derajat kehalusan
simplisia merupakan hal yang dapat mempengaruhi pada proses penarikan zat
metabolit pada saat proses pembuatan dekok.
Warna dekok yang dihasilkan sudah sesuai, yaitu berwana coklat tua yang
menunjukkan banyak senyawa yang terekstrasi atau dekok semakin pekat.
Berdasarkan hasil analisis KLT, Rf sampel 1 sebesar 0,2875, Rf sampel 2 sebesar 0,3
dan Rf standar sebesar 0,3375. Nilai Rf tersebut tidak berbada jauh, sehingga nilai Rf
pada percobaan telah memasuki rentang Rf yang baik dan sampel dapat dikatakan
memiliki karakteristik yang sama atau mirip dengan strandar yaitu asam galat yang
termasuk senyawa fenolik.
Hasil reaksi dengan FeCl3 menunjukkan warna noda hitam dimana artinya dekok
mengandung senyawa fenolik lain seperti seperti flavonoid, tannin, dan terpenoid.
B. Saran
Disarankan untuk menutup panci dan sesekali pengadukan ketika pemanasan,
terutama untuk simplisia yang mengandung minyak atsiri agar tidak hilang kandungan
minyak atsiri pada dekok yang dibuat.
22
Lampiran 1. Dokumentasi Praktikum
Pemanasan dan Pembuatan fase gerak Dekok yang sudah Air panas untuk
pengukuran suhu klt dipanaskan 30 menit serkai dekok
dekok
Proses serkai dekok Memeras dekok yang Menuangkan dekok Proses penotolan
sudah diserkai pada botol yang dekok pada fase
sudah dikalibrasi diam
23
Pengecekan noda Proses eluasi KLT Hasil eluasi KLT Analisis dengan
setelah penotolan densitometer
24
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, Aktsar Roskiana., Juwita, Siti Afrianty Daniya Ratulangi1, Abdul Malik. 2015.
Penetapan Kadar Fenolik dan Flavonoid Total Ekstrak Metanol Buah dan Daun
Patikala (Etlingera elatior (Jack)R.M.SM). Pharm Sci Res ISSN 2407-2354. Volume 2.
No.1, 1-9
Akter, S., Sarker. A., Hossain. M.S. 2013. Antidiarrhoeal Activity of Rind of Punica
Granatum: International Current Pharmaceutical Journal. 2 (5): 101-103.
Anonim. 1995. Farmakope Indonesia IV. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik
Indonesia.
Ansel, H. C., Pengantar Bentuk sediaan Farmasi, edisi 4, diterjemahkan oleh Farida Ibrahim,
Penerbit UI press, Jakarta, 1989.
Djamal, R., Prinsip-Prinsip bekerja Dalam Bidang Kimia Bahan Alam, Fakultas Matematika
dan Ilmu Pengetahuan Alam, Padang, 1990.
Duke, J.A. 2010. Handbook of Medical Herbs, Second Edition, ISBN: 978-
0849312847 CRC Press LLC,
25
Harbone,J.B dan Wiliam C.A, 2001, Anthocyanins and other Flavonoids. The Royal Society
of Chemistry. Nat Prod Rep. 18 : 310-333.
Ismail, Tariq., Sestili, Piero., Akhtar, Saeed. 2012. Pomegranate Peel and Fruit Extracts: A
Review of Potential Anti-inflammatory and Anti-infective Effects. Journal Of
Ethnopharmacology.
Lansky EP, Newman RA. 2007. Punica granatum (pomegranate) and its potential for
prevention and treatment of inflammation and cancer. J Ethnopharmacol.
Lansky, E., &Halim, A (2009). Oxidative stress in liver tissue of rat induced by chronic
systemic hypoxia. Makara kesehatan, Vol. 13, No 1, 34-435
Prihantoro, Teguh., Indra, Rasjad., Sumarno. 2006. Efek Antibakteri Ekstrak Kulit Buah
Delima (Punica granatum) Terhadap Shigella Dysentriae Secara In Vitro. Jurnal
Kedokteran Brawijaya. Vol. XXII. No. 03. FK UB : Malang.
Shellard, E.J. 1975. Quantitative Paper and Thin Layer Chromatography. New York:
Academic Press.
Sudjijo, 2014. Sekilas Tanaman Delima Dan Manfaatnya. Solok Sumatra Barat: Balai
Penelitian Tanaman Buah Tropika.
26
Supayang Voravuthikunchai, Treechada Shirirak, Surasak Limsuwan, Thanomjit
Supawita,Tetsuya Iida, Takehi Honda. Inhibitory Effects Of Active Compounds From
Punica Granatum Pericarp On Verototoxin Production By Enterohemorrhagic
Escherichia. 2005. Coli157:H7. (online) ( http:/jhs.pharm.or.jp/51(5)/51_590.pdf ,
diakses tanggal 14 Maret 2020).
Syamsu hidayat, S. dan Hutapea, R. 2001. Inventaris Tanaman Obat Indonesia. Jakarta:
Depkes RI.
Voigt, R., Buku Pelajaran Teknologi Farmasi, edisi ke-5, UGM Press, Yogyakarta, 1995.
27
28