Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PRAKTIKUM FITOKIMIA

“EKSTRAKSI DENGAN METODE ULTRASONIKASI”

Dosen Penanggung Jawab : Indah Yulia Ningsih, S.Farm., M.Farm., Apt.

Disusun oleh:
Kelompok C2-2
Rindi Valent Sabatines 172210101054
Novia Paramitha 172210101105
Nimas Putri Ariyanti B 172210101119
Yenika Ayumega Dianatri 172210101120
Syahdan Nur Prayogo 172210101147
Kristia Cesaria Destianti 172210101149
Ima Zahrotul Awwaliyah 172210101151
Adelia Nadyana Arief P 1722101011153
Ema Prastiwi Refayani 172210101157
Putri Wulan Suciyanti 172210101158
Erna Putri Iliyin 172210101160
Nilam Ardiningtyas 172210101162

LABORATORIUM BIOLOGI FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS JEMBER

2019
DAFTAR ISI ............................................................................................. Error! Bookmark not defined.
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................................................... iii
1.1 Latar Belakang .............................................................................................................................. iii
1.2 Rumusan Masalah ....................................................................................................................... iii
1.3 Tujuan Praktikum ...................................................................................................................... iii
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................................................... iv
2.1 Jambu Biji .................................................................................................................................... iv
2.1.1 Taksonomi Tanaman ........................................................................................................... iv
2.1.2 Manfaat Daun Jambu Biji ................................................................................................... iv
2.2. Macam-Macam Simplisia ........................................................................................................... v
2.3. Ekstraksi .................................................................................................................................... vii
2.3.1. Maserasi .............................................................................................................................. vii
2.3.2. Infusi ................................................................................................................................... viii
2.3.3. Pemasakan ......................................................................................................................... viii
2.3.4. Dekoksi ............................................................................................................................... viii
2.3.5. Perkolasi ............................................................................................................................. viii
2.3.6. Ekstrasi kontinyu dengan pemanasan (sokhletasi) .......................................................... ix
2.3.7. Ekstraksi dengan alkohol teknis secara fermentasi .......................................................... x
2.3.8. Ekstraksi kontinyu secara lawan arah .............................................................................. xi
2.4 Cairan Penyari ............................................................................................................................ xi
2.5. Rendemen................................................................................................................................... xii
BAB. III PROSEDUR KERJA .......................................................................................................... xiii
3.1. Alat dan Bahan:........................................................................................................................ xiii
3.2 Prosedur kerja ........................................................................................................................... xiii
BAB. IV HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................................................ xiv
4.1 Hasil pengamatan ...................................................................................................................... xiv
4.2 Pembahasan ............................................................................................................................... xiv
BAB. V PENUTUP ............................................................................................................................. xvii
5.1. Kesimpulan .............................................................................................................................. xvii
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................................ xviii
LAMPIRAN .......................................................................................................................................... xx
BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Tumbuhan memiliki banyak komponen kimia yang dibutuhkan oleh keperluan hidup
manusia, baik untuk digunakan untuk keperluan industri maupun bahan obat-obatan. Salah
satu cara untuk mengambil komponen kimia yang dibutuhkan adalah ekstraksi. Ekstraksi
sendiri merupakan proses penarikan suatu zat dengan pelarut sehingga zat tersebut terpisah
dari serbuk/simpilisia dan larut dalam pelarut yang sesuai.

Tujuan ekstraksi adalah memisahkan suatu komponen dari campurannya dengan


menggunakan cairan penyari. Prinsip dasar ekstraksi ialah peristiwa pemindahan massa yang
mana zat aktif berada di dalam sel ditarik oleh cairan penyari sehingga terjadi larutan zat aktif
dalam cairan penyari tersebut. Bahan ekstraksi yang telah tercampur dengan pelarut yang
telah menembus kapiler-kapiler dalam suatu bahan padat dan melarutkan ekstrak larutan
dengan konsentrasi lebih tinggi dibagian dalam bahan ekstraksi dan terjadi difusi yang
memacu keseimbangan konsentrasi larutan dengan larutan di luar bahan

Ekstraksi dapat dilakukan dengan berbagai macam cara. Secara garis besar, ekstraksi
terdiri dari dua macam yaitu ekstraksi cara dingin dan ekstraksi cara panas. Ekstraksi cara
dingin merupakan metode yang tidak melibatkan proses pemanasan selama proses ekstraksi.
Metode ekstraksi cara dingin ada dua, yaitu maserasi dan perkolasi. Sedangkan ekstraksi cara
panas merupakan ekstraksi yang melibatkan panas dalam prosesnya. Cara ekstraksi panas
misalnya : refluks, soxhlet, dan digesti

Daun jambu biji digunakan sebagai sumber antioksidan alami, karena di dalam daun
jambu biji terkandung tanin dimana tanin merupakan senyawa polifenol yang berfungsi
sebagai antioksidan. Keseluruhan bagian dari tumbuhan jambu biji memiliki efek
farmakologis yang dapat berguna bagi kesehatan. Hanya saja kandungan zat aktif dan
khasiatnya berbeda-beda. Pada bagian daun, terdapat empat jenis flavonoid yang berkhasiat
sebagai antibakteri dan juga kandungan zat aktif lainnya yang memiliki aktivitas farmakologis
seperti antiinflamasi, analgesik, dan antioksidan. Untuk mendapatkan senyaawa-senyawa
yang memiliki manfaat tersebut maka perlu dilakukan ekstraksi dari daun jambu biji.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana cara memperoleh ekstrak dengan metode maserasi digesti?
2. Bagaimana prinsip kerja ekstraksi metode maserasi digesti?

1.3 Tujuan Praktikum


1. Mahasiswa dapat mengetahui cara memperoleh ekstrak dengan metode maserasi digesti

2. Mahasiswa dapat mengetahui prinsip kerja ekstraksi metode maserasi digesti


BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Jambu Biji


Tumbuhan jambu biji (Psidium guajava) atau sering disebut juga jambu batu, jambu
siki dan jambu klutuk merupakan tumbuhan tropis yang berasal dari Amerika tengah banyak
ditanam sebagai tumbuhan buah-buahan yang tumbuh pada ketinggian dibawah 1.200 m di
atas permukaan laut. Jambu biji merupakan tanaman perdu bercabang banyak, tingginya dapat
mencapai 3-10 m. Umumnya umur tanaman jambu biji sekitar 30-40 tahun.

Gambar 2.1. Tanaman Jambu Biji

2.1.1 Taksonomi Tanaman


Jika diklasifikasikan tanaman jambu biji termasuk jenis tanaman berkeping dua.
Adapun taksonomi tumbuhan jambu biji adalah sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Subkingdom : Tracheobionta

Subdivisi : Angiospermae

Divisi : Spermatophyta

Kelas : Magnoliopsida

Ordo : Myrtales

Famili : Myrtaceae

Genus : Psidium

Spesies : Psidium guajava L. (Soedarya, 2009)

2.1.2 Manfaat Daun Jambu Biji


Daun jambu biji telah digunakan untuk tujuan pengobatan di beberapa kebudayaan
selama ribuan tahun. Dalam penelitian yang telah dilakukan, daun jambu biji memiliki
kandungan yang banyak bermanfaat bagi tubuh kita. Daun jambu biji memiliki kandungan
flavonoid yang sangat tinggi, terutama quercetin. Kandungan lain pada daun jambu biji antara
lain saponin, minyak atsiri, tanin, dan alkaloid.

Daun jambu biji ternyata memiliki khasiat tersendiri bagi tubuh kita, baik untuk
kesehatan ataupun untuk obat penyakit tertentu. Dalam penelitian yang telah dilakukan
ternyata daun jambu biji memiliki kandungan yang banyak bermanfaat bagi tubuh kita.
Diantaranya, anti inflamasi, anti mutagenik, anti mikroba dan analgesik.

Pada umumnya daun jambu biji (P. Guajava L.) digunakan untuk pengobatan seperti
diare akut dan kronis, perut kembung pada bayi dan anak, kadar kolesterol darah meninggi,
sering buang air kecil, luka, sariawan, larutan kumur atau sakit gigi dan demam berdarah.

2.2. Macam-Macam Simplisia


Pengertian simplisia menurut Departemen Kesehatan RI adalah bahan alami yang
digunakan untuk obat dan belum mengalami perubahan proses apa pun, dan kecuali
dinyatakan lain umumnya berupa bahan yang telah Dikeringkan (Dapertemen kesehatan RI
:1989). Simplisia adalah bahan alam yang telah dikeringkan yang digunakan untuk
pengobatan dan belum mengalami pengolahan, kecuali dinyatakan lain suhu pengeringan
tidak lebih dari 60oC (BPOM, 2014).
Simplisia adalah bentuk jamak dari simpleks yang berasal dari kata simple, yang
berarti satu atau sederhana. Istilah simplisia dipakai untuk menyebut bahan-bahan obat alam
yang masih berada dalam wujud aslinya atau belum mengalami perubahan bentuk.
Departemen Kesehatan RI membuat batasan tentang simplisia sebagai berikut: simplisia
adalah bahan alami yang digunakan untuk obat dan belum mengalami perubahan proses
apapun, dan kecuali dinyatakan lain umumnya berupa bahan yang telah dikeringkan
(Gunawan, 2004: 9).
Secara umum pemberian nama atau penyebutan simplisia didasarkan atas gabungan
nama spesies diikuti dengan nama bagian tanaman. Sebagai contoh, merica dengan nama
spesies Piperis albimaka nama simplisianya disebut Piperis albi fructus. Fructus menunjukkan
nama bagian tanaman yang digunakan yaitu buahnya (Gunawan, 2004: 9).
Simplisia dibagi menjadi tiga golongan, yaitu :
1. Simplisia Nabati
Simplisia nabati adalah simplisia yang dapat berupa tanaman utuh, bagian tanaman, eksudat
tanaman, atau gabungan antara ketiganya, misalnya Datura Folium dan Piperis nigri Fructus.
Eksudat tanaman adalah isi sel yang secara spontan keluar dari tanaman atau dengan cara
tertentu sengaja dikeluarkan dari selnya. Eksudat tanaman dapat berupa zat-zat atau bahan-
bahan nabati lainnya yang dengan cara tertentu dipisahkan/diisolasi dari tanamannya.
2. Simplisia Hewani
Simplisia hewani adalah simplisia yang dapat berupa hewan utuh atau zat-zat berguna yang
dihasilkan oleh hewan dan belum berupa bahan kimia murni, misalnya minyak ikan (Oleum
iecoris asselli) dan madu (Mel depuratum).
3. Simplisia Pelikan atau Mineral
Simplisia yang aman dan berkhasiat adalah simplisia yang tidak mengandung bahaya
kimia, mikrobiologis, dan bahaya fisik, serta mengandung zat aktif yang berkhasiat. Ciri
simplisia yang baik adalah dalam kondisi kering (kadar air < 10%), untuk simplisia daun, bila
diremas bergemerisik dan berubah menjadi serpihan, simplisia bunga bila diremas
bergemerisik dan berubah menjadi serpihan atau mudah dipatahkan, dan simplisia buah dan
rimpang (irisan) bila diremas mudah dipatahkan. Ciri lain simplisia yang baik adalah tidak
berjamur, dan berbau khas menyerupai bahan segarnya (Herawati, Nuraida, dan Sumarto,
2012).
Proses pemanenan dan preparasi simplisia merupakan proses yang menentukan mutu
simplisia dalam berbagai artian, yaitu komposisi senyawa kandungan, kontminasi dan
stabilitas bahan. Namun demikian simplisia sebagai produk olahan, variasi senyawa
kandungan dapat di perkecil, diatur atau dikonstankan (Depkes RI, 2000).
Dalam hal simplisia sebagai bahan baku dan produk siap konsumsi langsung dapat
dipertimbangkan 3 konsep untuk menyusun parameter standar umum:
1. Simplisia sebagai bahan kefarmasian seharusnya memenuhi 3 parameter mutu umum
suatu bahan (material), yaitu kebenaran jenis (identifikasi), kemurnian (bebas dari
kontaminasi kimia dan biologis) serta aturan penstabilan (wadah, penyimpanan dan
transportasi).
2. Simplisia sebagai bahan dan produk konsumsi manusia sebagai obat tetap diupayakan
memenuhi 3 paradigma produk kefarmasian, yaitu Quality–Safety-Efficacy (mutuaman-
manfaat).
3. Simplisia sebagai bahan dengan kandungan kimia yang bertanggung jawab terhadap
respon biologis harus mempunyai spesifikasi kimia, yaitu informasi komposisi (jenis dan
kadar ) senyawa kandungan. (Depkes RI, 2000).
Standarisasi suatu simplisia tidak lain pemenuhan terhadap persyaratan sebagai bahan
dan penetapan nilai berbagai parameter dari produk seperti yang ditetapkan sebelumnya.
Standarisasi simplisia mempunyai pengertian bahwa simplisia yang akan digunakan yang
tercantum dalam monografi terbitan resmi Departemen Kesehatan (Materia Medika
Indonesia). Sedangkan sebagai produk yang langsung dikonsumsi (serbuk jamu dsb.) masih
harus memenuhi persyaratan produk kefarmasian sesuai dengan peraturan yang berlaku.
(Depkes RI, 2000).
Pada umumnya pembuatan simplisia melalui tahapan sebagai berikut:
1. Pengumpulan bahan baku: kualitas bahan baku simplisia sangat dipengaruhi beberapa
faktor, seperti : umur tumbuhan atau bagian tumbuhan pada waktu panen, bagian tumbuhan,
waktu panen dan lingkungan tempat tumbuh.
2. Sortasi basah: Sortasi basah dilakukan untuk memisahkan kotoran-kotoran atau bahan asing
lainnya setelah dilakukan pencucian dan perajangan.
3. Pencucian: dilakukan untuk menghilangkan tanah dan pengotoran lainnya yang melekat
pada bahan simplisia. Pencucian dilakukan dengan air bersih.
4. Perajangan
5. Pengeringan: mendapatkan simplisia yang tidak mudah rusak, sehingga dapat disimpan
dalam waktu yang lebih lama. Dengan mengurangi kadar air dan menghentikan reaksi
enzimatik akan dicegah penurunan mutu atau perusakan simplisia.
6. Sortasi kering: tujuannya untuk memisahkan benda-benda asing seperti bagian-bagian
tanaman yang tidak diinginkan dan pengotoran-pengotoran lain yang masih ada dan tertinggal
pada simplisia kering.
7. Pengepakan
8. Penyimpanan dan pemeriksaan mutu (Depkes, 1985).

Serbuk dari simplisia memiliki beberapa persyaratan yaitu:


1. Kadar air. Tidak lebih dari 10 %.
2. Angka lempeng total. Tidak lebih dari 10
3. Angka kapang dan khamir. Tidak lebih dari 10
4. Mikroba patogen. Negatif.
5. Aflatoksin. Tidak lebih dari 30 bpj.
Untuk penggunaan bahan tambahan seperti pengawet, serbuk dengan bahan baku
simplisia dilarang ditambahkan bahan pengawet. Wadah dan penyimpanan untuk serbuk
simplisia ialah dalam wadah tertutup baik; disimpan pada suhu kamar, ditempat kering dan
terlindung dari sinar matahari (DepKes RI, 1994).

2.3. Ekstraksi
Tujuan dari suatu proses ekstraksi adalah untuk memperoleh suatu bahan aktif yang
tidak diketahui, memperoleh suatu bahan aktif yang sudah diketahui, memperoleh
sekelompok senyawa yang struktur sejenis, memperoleh semua metabolit sekunder dari suatu
bagian tanaman dengan spesies tertentu, mengidentifikasi semua metabolit sekunder yang
terdapat dalam suatu mahluk hidup sebagai penanda kimia atau kajian metabolisme.

Teknik ekstraksi yang ideal adalah teknik ekstraksi yang mampu mengekstraksi bahan
aktif yang diinginkan sebanyak mungkin, cepat, mudah dilakukan, murah, ramah lingkungan
dan hasil yang diperoleh selalu konsisten jika dilakukan berulang-ulang. Adapun teknik
ekstraksi konvensional antara lain, adalah:

2.3.1. Maserasi
Maserasi dilakukan dengan melakukan perendaman bagian tanaman secara utuh atau
yang sudah digiling kasar dengan pelarut dalam bejana tertutup pada suhu kamar selama
sekurang-kurangnya 3 hari dengan pengadukan berkali-kali sampai semua bagian tanaman
yang dapat larut melarut dalam cairan pelarut. Keuntungan proses maserasi diantaranya
adalah bahwa bagian tanaman yang akan diekstraksi tidak harus dalam wujud serbuk yang
halus, tidak diperlukan keahlian khusus dan lebih sedikit kehilangan alkohol sebagai pelarut
seperti pada proses perkolasi atau sokhletasi. Sedangkan kerugian proses maserasi adalah
perlunya dilakukan penggojogan/pengadukan, pengepresan dan penyaringan, terjadinya residu
pelarut di dalam ampas, serta mutu produk akhir yang tidak konsisten.
2.3.2. Infusi
Infusi dibuat dengan maserasi bagian tanaman dengan air dingin atau air mendidih
dalam jangka waktu yang pendek. Pemilihan suhu infus tergantung pada ketahanan senyawa
bahan aktif yang selanjutnya segera digunakan sebagai obat cair. Hasil infus tidak bisa
digunakan dalam jangka waktu yang lama karena tidak menggunakan bahan pengawet.
Namun pada beberapa kasus, hasil infusi (larutan infus) dipekatkan lagi dengan pendidihan
untk mengurangi kadar airnya dan ditambah sedikit alkohol sebagai pengawet.

2.3.3. Pemasakan
Proses pemasakan merupakan proses maserasi yang dilakukan dengan pemanasan
secara perlahan-lahan selama proses dekantasi. Proses ini dilakukan jika bahan aktif dalam
bagian tanaman tidak mengalami kerusakan oleh pemanasan hingga mencapai suhu di atas
suhu kamar. Dengan penggunaan sedikit panas, maka efisiensi pelarut dalam mengekstrak
bahan aktif dapat meningkat.

2.3.4. Dekoksi
Pada proses dekoksi, bagian tanaman yang berupa batang, kulit kayu, cabang, ranting,
rimpang atau akar direbus dalam air mendidih dengan volume dan selama waktu tertentu
kemudian didinginkan dan ditekan atau disaring untuk memisahkan cairan ekstrak dari
ampasnya. Proses ini sesuai untuk mengekstrak bahan bioaktif yang dapat larut dalam air dan
tahan terhadap panas. Ekstrak Ayurveda yang disebut quath atau kawath diperoleh melalui
proses dekoksi. Rasio antara massa bagian tanaman dengan volume air biasanypea 1:4 atau
1:16. Selama proses perebusan terjadi penguapan air perebus secara terusmenerus, sehingga
volume cairan ekstrak yang diperoleh biasanya hanya seperempat dari volume semula.
Ekstrak yang pekat ini selanjutnya disaring dan segera digunakan atau diproses lebih lanjut.

2.3.5. Perkolasi
Perkolasi merupakan teknik yang paling sering digunakan untuk mengekstrak bahan
aktif dari bagian tanaman dalam penyediaan tinktur dan ekstrak cair. Sebuah perkolator,
biasanya berupa silinder yang sempit dan panjang dengan kedua ujungnya berbentuk kerucut
yang terbuka. Bagian tanaman yang akan diekstrak dibasahi dengan sejumlah pelarut yang
sesuai dan dibiarkan selama kurang lebih 4 jam dalam tangki tertutup. Selanjutnya, bagian
tanaman ini dimasukkan ke dalam perkolator dan bagian atas perkolator ditutup. Sejumlah
pelarut biasanya ditambahkan hingga membentuk lapisan tipis di bagian tanaman yang akan
dieskstrak. Bagian tanaman ini dibiarkan mengalami maserasi selama 24 jam dalam
perkolator tertutup. Setelah itu, cairan hasil perkolasi dibiarkan keluar dari perkolator dengan
membuka bagian pengeluaran (tutup bawah) perkolator. Sejumlah pelarut ditambahkan lagi
(seperti membilas) sesuai dengan kebutuhan hingga cairan ekstrak yang diperoleh menjadi
kurang lebih tiga per empat dari volume yang diinginkan dalam produk akhir. Ampas
ditekan/dipress, dan cairan yang diperoleh ditambahkan ke dalam cairan ekstrak. Selanjutnya,
sejumlah pelarut ditambahkan lagi ke dalam cairan ekstrak untuk memeperoleh ekstrak
dengan volume yang diinginkan. Campuran ekstrak yang diperoleh dijernihkan dengan
penyaringan atau sedimentasi dengan dilanjutkan dengan dekantasi.

2.3.6. Ekstrasi kontinyu dengan pemanasan (sokhletasi)


Pada teknik ekstraksi ini, bagian tanaman yang sudah digiling halus dimasukkan ke
dalam kantong berpori (thimble) yang terbuat dari kertas saring yang kuat dan dimasukkan ke
dalam alat sokhlet untuk dilakukan ekstraksi. Pelarut yang ada dalam labu akan dipanaskan
dan uapnya akan mengembun pada kondenser.

Embunan pelarut ini akan merayap turun menuju kantong berpori yang berisi bagian
tanaman yang akan diekstrak. Kontak antara embunan pelarut dan bagian tanaman ini
menyebabkan bahan aktif terekstraksi. Ketika ketinggian cairan dalam tempat ekstraksi
meningkat hingga mencaapai puncak kapiler maka cairan dalam tempat ekstraksi akan
tersedot mengalir ke labu selanjutnya.

Proses ini berlangsung secara terus-menerus (kontinyu) dan dijalankan sampai tetesan
pelarut dari pipa kapiler tidak lagi meninggalkan residu ketika diuapkan. Keuntungan dari
proses ini jika dibandingkan dengan proses-proses yang telah dijelaskan sebelumnya adalah
dapat mengekstrak bahan aktif dengan lebih banyak walaupun menggunakan pelarut yang
lebih sedikit. Hal ini sangat menguntungkan jika ditinjau dari segi kebutuhan energi, waktu
dan ekonomi. Pada skala kecil, proses ini hanya dijalankan secara batch. Namun, proses ini
akan lebih ekonomis jika dioperasikan secara kontinyu dengan skala menengah atau besar.
Beberapa keuntungan ekstraksi sokhletasi adalah sampel bagian tanaman
terusmenerus berkontak dengan embunan pelarut segar yang turun dari kondenser sehingga
selalu mengubah kesetimbangan dan memepercepat perpindahan massa bahan aktif, suhu
ekstraksi cenderung tinggi karena panas yang diberikan pada labu destilasi akan mencapai
sebagian ruang ekstraksi, tidak memerlukan penyaringan setelah tahap leaching, kapasitas alat
ekstraksi dapat ditingkatkan dengan melakukan ekstraksi secara kontinyu atau paralel karena
harga peralatannya cukup murah, dan bahkan mampu mengekstraksi sampel yang jauh lebih
banyak jika dibandingkan dengan teknik ekstraksi yang baru, peralatan dan pengoperasian
alatnya sederhana sehingga hanya memerlukan sedikit latihan untuk mengoperasikan alat
ekstraksi dengan baik, ekstraksi sohlet tidak bergantung pada bagian tanaman yang akan
diekstrak. Kelemahan ekstraksi dengan sokhlet ini adalah jika dibandingkan dengan teknik
ekstraksi yang lain maka teknik ekstraksi ini memerlukan ekstraksi yang panjang dan pelarut
yang banyak. Hal ini menyebabkan timbulnya biaya tambahan utnuk membuang/mengolah
sisa pelarut dan kemungkinan terjadinya pencemaran lingkungan. Karena sampel diekstraksi
pada titik didih pelarut dalam jangka waktu yang cukup lama, maka bahan aktif yang tidak
tahan panas dapat mengalami dekomposisi. Alat ekstraksi sokhlet tidak mempunyai pengaduk
untuk mempercepat proses ekstraksi. Penguapan/pemekatan ekstrak perlu dilakukan karena
ekstraksi dengan sokhlet menggunakan pelarut dalam jumlah besar. Teknik ekstraksi ini juga
dibatasi oleh selektivitas pelarut dan susah dioperasikan secara otomatis.

2.3.7. Ekstraksi dengan alkohol teknis secara fermentasi


Beberapa bahan obat Aryuveda, seperti asava dan arista dibuat dengan teknik
fermentasi dalam mengekstrak bahan aktifnya. Ekstraksi dilakukan dengan merendam bagian
tanaman baik dalam bentuk serbuk atau dekoksi selama waktu tertentu sehingga terjadi
fermentasi dan pembentukan alkohol secara insitu. Pada saat bersamaan, juga terjadi ekstraksi
bahan aktif dari bagian tanaman tersebut. Alkohol yang terbentuk juga berfungsi sebagai
pengawet. Jika fermentasi dilakukan dalam bejana dari tanah liat, maka bejana tersebut
sebaiknya bukan yang baru atau bejana tersebut harus pernah digunakan terlebih dahulu untuk
merebus air. Dalam skala besar, tong kayu, ceret porselin atau tangki dari logam digunakan
sebagai pengganti bejana dari tanah liat. Dalam Aryuveda, teknik ekstraksi ini belum
dibakukan. Namun dengan perkembangan teknologi fermentasi yang semakin mutakhir,
teknik ekstraksi ini dapat dibakukan dalam produksi bahan aktif dari tanaman obat.

2.3.8. Ekstraksi kontinyu secara lawan arah


Dalam ekstraksi secara lawan arah, maka bagian tanaman yang akan diekstrak dan
masih segar dihancurkan dengan mesin pencabik bergigi untuk membentuk luluhan (slurry).
Bahan dalam bentuk slurry ini kemudian digerakkan ke satu arah dalam suatu ekstraktor
berbentuk silinder sehingga berkontak dengan pelarut. Semakin jauh bahan ini bergerak, maka
semakin pekat ekstrak yang diperoleh. Ekstrak dengan kepekatan tertentu akan keluar dari
salah satu ujung ekstraktor, sedangkan ampas akan keluar pada ujung yang lainnya. Ekstraksi
total dapat terjadi jika jumlah bahan, pelarut dan laju alir pelarutnya dioptimalkan. Proses ini
sangat efisien, hanya memerlukan waktu yang singkat dan tidak beresiko terhadap suhu
tinggi. Beberapa keuntungan dari ekstraksi ini adalah setiap unit massa bagian tanaman dapat
diekstrak dengan pelarut yang lebih sedikit jika dibandingkan dengan teknik ekstraksi
maserasi, dekoksi dan perkolasi; teknik ini pada umumnya dilakukan pada suhu kamar
sehingga meminimalkan bahan aktif yang rentan terhadap panas terpapar secara langsung
dengan panas; penggilingan bahan tanaman dilakukan dalam keadaan basah, sehingga panas
yang timbul selama penumbukan/pemecahan diambil oleh air yang terkandung di dalamnya.
Hal ini juga meminimalkan bahan aktif yang rentan terhadap panas terpapar oleh panas secara
langsung; teknik ekstraksi ini dipandang lebih efisien jika dibandingkan dengan ekstraksi
dengan perlakuan panas secara kontinyu.

2.4 Cairan Penyari


Dalam memilih pelarut yang akan dipakai harus diperhatikan sifat kandungan kimia
(metabolit sekunder) yang akan diekstraksi. Sifat yang penting adalah sifat kepolaran, dapat
dilihat dari gugus polar senyawa tersebut yaitu gugus OH, COOH. Senyawa polar lebih
mudah larut dalam pelarut polar, dan senyawa non polar akan lebih mudah larut dalam pelarut
non polar. Derajat kepolaran tergantung kepada ketetapan dielektrik, makin besar tetapan
dielektrik makin polar pelarut tersebut (Ditjen POM, 1992).

Syarat-syarat pelarut adalah sebagai berikut (Ditjen POM, 1992):

1. Kapasitas besar
2. Selektif
3. Volabilitas cukup rendah (kemudahan menguap/titik didihnya cukup rendah) Cara
memperoleh penguapannya adalah dengan cara penguapan diatas penangas air dengan
wadah lebar pada temperature 60oC, destilasi, dan penyulingan vakum.
4. Harus dapat diregenerasi
5. Relative tidak mahal
6. Non toksik, non korosif, tidak memberikan kontaminasi serius dalam keadaan uap
7. Viskositas cukup rendah
Salah satu pelarut universal adalah etanol. Etanol memiliki nama lain yaitu etil alkohol
dengan rumus kimia 𝐶2 𝐻6 𝑂. Etanol dapat bercampur praktis dengan air dan pelarut organik.
2.5. Rendemen
Rendemen merupakan suatu nilai penting dalam pembuatan produk. Rendemen adalah
perbandingan berat kering produk yang dihasilkan dengan berat bahan baku (Yuniarifin,
Bintoro, dan Suwarastuti, 2006). Rendemen ekstrak dihitung berdasarkan perbandingan berat
akhir (berat ekstrak yang dihasilkan) dengan berat awal (berat biomassa sel yang digunakan)
dikalikan 100% (Sani et al, 2014).
Hasil rendemen ekstrak dapat dihitung dengan rumus :

𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑒𝑘𝑠𝑡𝑟𝑎𝑘 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑝𝑒𝑟𝑜𝑙𝑒ℎ (𝑔𝑟𝑎𝑚)


% 𝑅𝑒𝑛𝑑𝑒𝑚𝑒𝑛 = 𝑥 100%
𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑠𝑖𝑚𝑝𝑙𝑖𝑠𝑖𝑎 𝑠𝑒𝑏𝑒𝑙𝑢𝑚 𝑑𝑖𝑒𝑘𝑠𝑡𝑟𝑎𝑘𝑠𝑖 (𝑔𝑟𝑎𝑚)

Nilai rendemen juga berkaitan dengan banyaknya kandungan bioaktif yang terkandung pada
tumbuhan yang akan diekstraksi. Senyawa bioaktif merupakan senyawa yang terkandung
dalam tubuh hewan maupun tumbuhan. Semakin tinggi nilai rendemen yang dihasilkan
menandakan nilai ekstrak yang dihasilkan semakin banyak. Sejalan dengan Nurhayati et al.
(2009) yang menyatakan bahwa nilai rendemen yang tinggi menunjukkan banyaknya
komponen bioaktif yang terkandung di dalamnya. Semakin besar rendemen yang dihasilkan,
maka semakin efisien perlakuan yang diterapkan dengan tidak mengesampingkan sifat-sifat
lain.
Rendemen suatu ekstrak dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain yaitu
metode ekstraksi yang digunakan, ukuran partikel sampel, kondisi dan waktu penyimpanan,
lama waktu ekstraksi, perbandingan jumlah sampel terhadap jumlah pelarut yang digunakan
dan jenis pelarut yang digunakan (Salamah, 2002).
Metode ekstraksi yang dipilih dapat mempengaruhi besarnya rendemen karena adanya
perbedaan perlakuan dari masing-masing metode seperti adanya perbedaan suhu, jenis
pelarut, dan lama ekstraksi. Semakin lama waktu ekstraksi, semakin tinggi rendemen yang
diperoleh, karena kesempatan bereaksi antara bahan dengan pelarut semakin lama sehingga
proses penetrasi pelarut kedalam sel simplisia semakin baik yang menyebabkan semakin
banyak senyawa yang berdifusi keluar sel (Mardina, 2011).
BAB. III PROSEDUR KERJA
3.1. Alat dan Bahan:

• Alat:

- Penguap putar (rotary evaporator)

- Penangas air

- Corong Buchner

- Shaker incubator

- Erlenmeyer

• Bahan:

- Etanol 96%

- Simplisia daun jambu biji

3.2 Prosedur kerja

25 gram serbuk kering dimasukkan ke dalam Erlenmeyer, ditambahkan etanol 96%


sebanyak 7,5 kali bobot serbuk kemudian diaduk

Dimasukkan kedalam shaker incubator

Diekstrak dengan metode digesti pada suhu 500 C kecepatan 100 rpm selama 1 jam

Disaring filtrat dari ampas dengan corong buchner

Filtrate diuapkan dengan penguap putar (rotary evaporator) dengan penangas air
hingga diperoleh ekstrak kental
BAB. IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil pengamatan
PENGAMATAN HASIL PERHITUNGAN

Bobot serbuk 25 gram

Volume etanol 96% 187,5 ml

Volume saringan 139 ml

Bobot setelah vaporasi 4,76 gram

% rendemen 19,04 %

Perhitungan :

 Volume etanol 96% = 25 g X 7 ½

= 187,5 ml

 Bobot setelah vaporasi


Gelas ekstrak + ekstrak = 98,84 g
Gelas ekstrak = 94,08 g +
4,76 g

 % rendemen = berat akhir/berat awal X 100%

= 4,76 g / 25 g X 100%

= 19,04 %

4.2 Pembahasan
Ekstraksi adalah proses pemisahan satu atau lebih komponen suatu campuran homogeny
menggunakan pelarut cair atau solven sebagat sparating agent (Aditya.2015). Sedangkan
ekstrak adalah sediaan kering, kental, atau cair dibuat dengan menyari simplisia nabati atau
hewani menurut cara yang cocok, diluar pengaruh cahaya matahari langsung. Ekstrak kering
harus mudah digerus menjadi serbuk.(farmakope Indonesia edisi 3.1979)

Saat melakukan ekstraksi pemilihan solven merupakan hal yang paling penting dan
mempengaruhi dalam proses ekstraksi. Solven harus sesuai dan dapat menarik zat yang
diinginkan dalam suatu simplisia. Sehingga perlu adanya pemahaman mengenai karakteristik
dari solven dan zat yang akan diekstraksi. Menurut (Aditya.2015) solven yang dipilih harus
memiliki sifat :

 Sedikit mempunyai kelarutan yang besar dalam solven, tetapi solven dapat atau tidak
melarutkan diluen
 Tidak mudah menguap saat ekstraksi
 Mudah dipisahkan dari solute sehingga dapat dipergunakan kembali
 Tersedia dan tidak mahal

Ada 3 macam-macam ekstraksi :

1. Maserasi : merupakan cara yang sederhana yang hanya dilakukan dengan cara
merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari.

Maserasi dapat dimodifikasi menjadi beberapa metode :

 Digesti : cara maserasi dengan menggunakan pemanasan lemah, yaitu pada


suhu 40-50⁰C. cara maserasi ini hanya dapat dilakukan untuk simplisia yang
zat aktifnya tahan terhadap pemanasan.
 Maserasi dengan mesin pengaduk : penggunaan mesin pengaduk berputas
terus menerus selama 6-24 jam
 Remaserasi : cairan penyari dibagi menjadi 2, seluruh serbuk simplisia
dimaserasi dengan cairan penyari pertama, sesudah diendap-tuangkan dan
diperas, ampas dimaserasi lagi dengan cairan penyari kedua
 Maserasi melingkar : maserasi dapat diperbaiki dengan mengusahakan agar
cairan penyari selalu bergerak dan menyebar. Dengan cara ini penyari selalu
mengalir kembali secara berkesinambungan melaluiserbuk simplisia dan
melarutkan zat aktifnya.
2. Perkolasi : cara penyarian yang dilakukan dengan mengalirkan cairan penyari melalui
serbuk simplisia yang telah dibasahi.
3. Soxhlet : ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru yang umumnya dilakukan
dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinu dengan jumlah pelarut relative
konstan dengan adanya pendingin baik

Berdasarkan praktikum kemarin kelompok C2.2 melakukan ektraksi dengan metode


digesti dengan cara menimbang serbuk daun jambu biji dimasukkan Erlenmeyer lalu
ditambahkan etanol 96% sebanyak 7 ½ kali bobot serbuk dan diaduk. Lalu dimasukkan
shaker incubator dengan suhun 50⁰C selama 1 jam. Setelah itu filtrate disaring dari ampasnya
dengan corong Buchner, uapkan filtrate dengan rotary evaporator. Dan didapatkan bobot
ekstrak sebesar 4,76 gram dan % rendemen 19,04 % sedangkan % rendemen C2.1 sebesar
19,07%.
Dari hasil diatas dapat diketahui bahwa metode ekstraksi digesti dan ekstraksi
ultrasonikasi memberikan hasil %rendemen atau hasil ekstraksi yang tidak jauh berbeda.
Adapun sfaktor-faktor yang mempengaruhi hasil ekstraksi adalah jumlah pelarut yang
digunakan, semakin sedikit pelarut yang digunakan maka semakin cepat pelarut akan
mengalami kejenuhan, atau pelarut yang digunakan banyak.
Adapun kelebihan dari ekstraksi dengan metode digesti adalah :
 Kekentalan pelarut berkurang yang dapat mengakibatkan berkurangnya lapisan-
lapisan batas.
 Daya melarutkan cairan penyari akan meningkat sehingga pemanasan tersebut
mempunyai pengaruh yang sama dengan pengadukan.
 Koefisien difusi berbanding lurus dengan suhu absolute dan berbanding terbalik
dengan kekentalan, sehingga kenaikan suhu akan perpengaruh terhadap kecepatan
difusi. Umumnya kelarutan zat aktif akan meningkat bila suhu dinaikkan.
 Jika cairan penyari mudah menguap pada suhu yang digunakan maka perlu dilengkapi
dengan pendingin yang baiksehingga cairan akan menguap kembali ke bejana.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh kanenia et al.2011 tentang jambu buji
didapatkan hasil tes skrinning fitokimia sebagai berikut :

SENYAWA TEST SERBUK EKSTRAK


FITOKIMIA ETANOL

Alkaloid Dragendroft + +

Mayer + ++

Wagner + +++

Flavonoid Reagen alkali + +

Tannin FeCl₃ +++ +

Fenobatanin HCl - -

Triterpen H₂SO₄ + ++

Steroid Liebermann- + -
burchard
saponin Test buih + +++
Kardiak glikosida Killer- killanni +++ -
Keterangan :

 - : tidak ada
 + : rendah
 ++ : sedang
 +++ : tinggi

Sehingga dapat disimpulkan menurut literature jambu biji mengandung senyawa


alkaloid, flavonoid, tannin, triterpen, steroid, saponin, dan kardiak glikosida.
BAB. V PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Pada praktikum kali telah dilakukan dua metode ekstraksi terhadap simplisia serbuk
daun jambu biji (Psidium guajava) dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh perbedaan
metode ekstraksi terhadap rendemen yang dihasilkan. Persentase hasil rendemen yang
didapatkan dari ekstraksi metode digesti yaitu sebesar 19,04%. Jika dibandingkan dengan
metode ultrasonik dengan rendemen sebesar 19,07%, hasil yang didapatkan tidak berbeda
secara signifikan karena kedua metode sebenarnya memiliki prinsip kerja yang hampir
sama.
DAFTAR PUSTAKA

Ansel, H.C., 1989, Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, diterjemahkan oleh Farida
Ibrahim, Asmanizar, Iis Aisyah, Edisi keempat, 255-271, 607-608, 700, Jakarta, UI
Press.
Atun, Sri. 2014. Metode Isolasi dan Identifikasi Struktur Senyawa Organik Bahan Alam.
Jurnal konservasi cagar budaya borobudur. 8 (2), 53-61
Dewanti TW, Wulan SN, Indira NC. 2005. Aktivitas Antioksidan dan Antibakteri Produk
Kering, Instan dan Effervescent dari Buah Mahkota Dewa[Phaleria macrocarpa
(Scheff.) Boerl.Jurnal Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya, vol. 6, no. 1, hh.
29-36.
Dinata A. 2009. AtasiJentik DBD dengan Kulit
Jengkol.
http://arda.studentsblog.undip.ac.id/2009/10/18/atasi-jentik-dbd-dengan-kulit-
jengkol.
Diakses tanggal 9 September 2019.
Endah, R. D., Sperisa, D., Adrian, N., Paryanto, 2007. “Pengaruh Kondisi Fermentasi
terhadap Yield Etanol Pada Pembuatan Bioetanol Dari Pati Garut”, Gema Teknik.

Hardiningtyas, S.D. 2009. Aktivitas antibakteri ekstrak karang lunak Sarcophyton sp yang
difragmentasi dan tidak difragmentasi di perairan Pulau Pramuka, Kepulauan
Seribu, Skripsi, Bogor:Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan
Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor
Kartikawati SM. 2004. Pemanfaatan sumberdaya tumbuhan obat masyarakat Dayak
Meratus di Kawasan Hutan Pegunungan Meratus, Kabupaten Hulu Sungai Tengah.
[tesis]. Bogor: Institut Pertanian Bogor
Keil, F. J. 2007. Modeling of Process Intensification. In Alupului, A., Ioan Calinescu, and
Vasile Lavric. 2009. Ultrasonic Vs. Microwave Extraction Intensification of Active
Principles From Medicinal Plants. AIDIC Conference Series, Vol. 9 2009 page 1-8.
Kementrian Kesehatan RI. 2009. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 261/MENKES/SK/IV/2009 Tentang Farmakope Herbal Indonesia Edisi
Pertama. Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia
Khopkar, S.M. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. Terjemahan A. Saptoraharjo. UI Press:
Jakarta.
Mardina, P. Pengaruh Kecepatan Putar Pengaduk dan Waktu Operasi pada Ekstraksi
Tannin dari Mahkota Dewa. Jurnal Kimia. 2011; 5(2): 125-132.
Nurhayati, T., Aryanti, D., dan Nurjanah. 2009. Kajian Awal Potensi Ekstrak Spons
Sebagai Antioksidan. Jurnal Kelautan Nasional. 2:43-51
Nohong. 2009. Skrining Fitokimia Tumbuhan Ophiopogon Jaburan Lodd dari Kabupaten
Kolaka Provinsi Sulawesi Tenggara. Jurnal Pembelajaran Sains. 5(2): 172-178.

Parimin, 2005. Jambu Biji. Budi Daya dan Ragam Pemanfaatannya. Penebar Swadaya,
Jakarta
Salamah, N. Aktivitas Antioksidan Ekstrak Metanol Daun Kelengkeng (Euphoria longan
(L) Steud.) dengan Metode Penangkapan Radikal 2,2’- Difenil-1-Pikrilhidrazil.
Pharmaciana. 2015; 5(1): 25-34.

Santana, C.M., Z.S. Ferrera, M.E.T. Padron, and J.J.S. Rodriquez. 2009. Methodologies for
The Extraction of Phenolic Compounds from Enviromental Samples : New
Approaches. Molecules. Vol. 14. Hal. 298-320.

Sarker, Satyajit D., Zahid Latif, & Alexander I. Gray (Ed). (2006). Natural Products
Isolation. Totowa : Humana Press.

Setyaningsih, D. 2006. Aplikasi Proses Pengeringan Vanili Termodifikasi untuk


Menghasilkan Ekstrak Vanili Berkadar Vanilin Tinggi dan Pengembangan Produk
Berbasis Vanili. Laporan Penelitian. Bogor : Institut Pertanian Bogor.

Siregar, M. 1988. Dasar-dasar Kimia Organik. Jakarta: Departemen


Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Proyek
Pengembangan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan Jakarta.

Sudarmadji, Slamet, H.Bambang, Suhardi. 2003. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian.
Liberty. Yogyakarta.
LAMPIRAN

Ditimbang 25 gram serbuk Ditambahkan etanol 96% Dimasukkan ke dalam shaker


simplisia daun jambu biji sebanyak 7 ½ kali bobot inkubator pada suhu 50°C
dimasukkan ke dalam serbuk dan diaduk dengan kecepatan 100 rpm
erlenmeyer selama 1 jam

Corong Buchner dikondisikan Disaring filtrat dari ampas Filtrat yang dihasilkan setelah
agar vakum sehingga dapat dengan corong Buchner penyaringan dengan corong
menyaring filtrat dengan Buchner
maksimal
Pemasangan corong Pemasangan corong untuk Filtrat diuapkan dengan
yangberisikan filtrat menampung pelarut yang penguap putar (rotary
telah diuapkan evaporator) dilanjutkan dengan
penangas air hingga diperoleh
ekstrak kental

Diperoleh hasil ekstrak kental


setelah diuapkan dengan
rotary evaporator

Anda mungkin juga menyukai