Anda di halaman 1dari 51

LAPORAN PRAKTIKUM FITOKIMIA

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Fitokimia

IDENTIFIKASI SENYAWA ALKALOID DAUN SIRSAK (Annona


muricata)

Disusun oleh

Kelompok 4

2A Farmasi

31118001 Ervina Novitasi


31118023 Willa Aryanti
31118024 Yulia Rahmawati
31118041 Indah Alvina Damayanti
31118047 Muhammad Lutfi Sya’bani

PROGRAM STUDI S1 FARMASI

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

BAKTI TUNAS HUSADA TASIKMALAYA

2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat ALLAH SWT yang telah memberikan


rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan laporan
praktikum yang berjudul Identifikasi senyawa alkaloid Daun Sirsak
(Annona muricata L) ini tepat pada waktunya.
Adapun tujuan dari penulisan laporan ini adalah untuk memenuhi
salah satu tugas akhir dari mata kuliah Fitokimia. Selain itu laporan ini
juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang senyawa yang berada
pada Daun Sirsak (Annona muricata L)
Kami mengucapkan terimakasih pada Ibu Vera Nurviana, M.Farm.
yang telah memberikan tugas laporan praktikum ini sehingga kami dapat
menambah wawasan sesuai dengan bidang studi yang kami tekuni.
Kami menyadari laporan yang kami tulis ini masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan kami
natikan demi kesempurnaan laporan ini.

Tasikmalaya, 17 Mei 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................ ii

DAFTAR ISI............................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN........................................................................... 5

A. Latar Belakang................................................................................. 5
B. Tujuan.............................................................................................. 6

BAB II DASAR TEORI............................................................................. 8

A. Identifikasi Makroskopik dan Mikroskopik Daun Sirsak................ 8


B. Ekstraksi Simplisia Daun Sirsak...................................................... 9
C. Pemekatan Ekstrak dan Skrining Fitokimia..................................... 10
D. Ekstrak Cair-Cair............................................................................. 11
E. Pemantauan Ekstrak Metode KLTP................................................. 13
F. Pemantauan Fraksi........................................................................... 14
G. Kromatografi Kolom........................................................................ 15
H. Isolasi Senyawa Aktif metode KLTP............................................... 16
I. Uji Kemurnian Isolat........................................................................ 17
J. Identifikasi Isolat Metode UV-Vis dan IR....................................... 19

BAB III METODE PENELITIAN........................................................... 20

A. Alat dan Bahan................................................................................. 20


B. Prosedur Kerja.................................................................................. 20
1. Identifikasi Makroskopik dan Mikroskopik Daun Sirsak.......... 20
2. Ekstraksi Simplisia Daun Sirsak................................................ 21
3. Pemekatan Ekstrak dan Skrining Fitokimia............................... 21
4. Ekstrak Cair-Cair....................................................................... 23
5. Pemantauan Ekstrak Metode KLTP........................................... 24
6. Pemantauan Fraksi..................................................................... 24
7. Kromatografi Kolom.................................................................. 25
8. Isolasi Senyawa Aktif metode KLTP......................................... 25
9. Uji Kemurnian Isolat.................................................................. 25
10. Identifikasi Isolat Metode UV-Vis dan IR................................. 26

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN................................................... 28

A. Identifikasi Makroskopik dan Mikroskopik Daun Sirsak................ 28


B. Ekstraksi Simplisia Daun Sirsak...................................................... 29
C. Pemekatan Ekstrak dan Skrining Fitokimia..................................... 30
D. Ekstrak Cair-Cair............................................................................. 32
E. Pemantauan Ekstrak Metode KLTP................................................. 33

iii
F. Pemantauan Fraksi........................................................................... 36
G. Kromatografi Kolom........................................................................ 37
H. Isolasi Senyawa Aktif metode KLTP............................................... 38
I. Uji Kemurnian Isolat........................................................................ 39
J. Identifikasi Isolat Metode UV-Vis dan IR....................................... 40

BAB V KESIMPULAN............................................................................. 43

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

iv
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Pengembangan obat tradisional diusahakan agar dapat sejalan


dengan pengobatan modern. Salah satu cara untuk mengendalikan mutu
simplisia adalah dengan melakuka strandarisai simplisia. Standarisai
simplisia mempunyai pengertian bahwa simplisia yang digunaka untuk
obat sebagai bahan baku harus memenuhi persyaratan tertentu.

Tumbuhan menghasilkan bermacam-macam golongan senyawa


organic yang melimpah yang sebagian besar dari senyawa itu tidak
Nampak secara langsung dalam pertumbuhan dan perkembangan
tumbuhan tersebut. Zat-zat kimia ini secara sederhana dirujuk sebagai
senyawametabolit sekunder yang keberadaanya terbatas pada spesies
tertentu dalam kingdom tumbuhan. Senyawa-senyawa yang tergolong ke
dalam kelompok metabolit sekunder ini antara lain alkaloid, flavonoid,
kuinon, tannin, dan minyak atsiri.

Salah satu tanaman obat yang ada di Indonesia adalah Sirsak


(Annona muricata L.) sirsak merupakan tumbuhan dengan berbagai
macam manfaat bagi kesehatan bai dagin buah, daun maupun bijinya
memiliki kandungan kimia yang bermanfaat untuk pengobatan, antara lain
sebagai antibakteri, antivirus, antioksidan, antijamur, antiparasit,
antihipertensi, antistress, dan menyehatkn sistem saraf. Daging buahnya
mengandung senyawa tannin, fitosterol, kalsium oksalat, alkaloid murisin,
monotetrahidrofuran aasetogenin, seperti anomurisin A dan B,
gigantetrosin A, dan lain – lain.

Alkaloid merupakan senyawa metabolit sekunder yang paling


banyak jumlah strukturnya. Senyawa ini banyak terdapat di dalam
tumbuhan dan tersebar di seluruh bagiannya, terutama dibagian daun dan
batang. Tumbuhan berbunga merupakan sumber terbesar senyawa
alkaloid. Salah satu tumbuhan tersebut adalah family Annonaceae,

5
khususnya pada genus Annona. Alkaloid yang ditemukan umumnya
termasuk ke dalam kelompok isokuinolina pada tumbuhan Annona
sericea.

Ekstraksi senyawa alkaloid dilakukan dengan menggunakan


metode maserasi, metode ini dipilih karena pengerjaan dan peralatan yang
digunakan sederhana dan mudah diperoleh maseratnya, serta proses
perendaman yang cukup lama diharapkan dapat menarik lebih cukup lama
diharapkan dapat menarik lebih banyak zat aktif yang terkandung di dalam
simplisia. Tahap selanjutnya yaitu idetifikasi dengan menggunakan
pereaksi umum alkaloid dan KLTP.

B. TUJUAN
1. Mengetahui karakterisasi daun sirsak (Annona muricata L. ) secara
makroskopik dan mikroskopik
2. Mampu melakukan ekstraksi dengan metode maserasi untuk
mengambil suatu senyawa dari simplisia daun sirsak
3. Dapat melakukan pemekatan ekstrak dari suatu simplisia tumbuhan
obat
4. Mengetahui kandungan kimia daun sirsak (Annona Mucirata L)
dengan pendekatan skrining fitokimia
5. Melakukan pemisahan metabolit sekunder dari ekstrak tumbuhan obat
dengan metode ekstraksi cair-cair
6. Mengetahui cara pemisahan senyawa dengan metode ekstraksi cair-
cair
7. Mampu menjelaskan mekanisme terjadi pada kromatografi lapis tipis
( KLT ) dan kromatografi kertas ( KKT )
8. Mampu menjelaskan mekanisme yang terjadi pada KLT.
9. Mampu melakukan pemantaun fraksi dengan metode KLT.
10. Mampu menyiapkan dan memasang alat untuk kromatografi kolom
11. Mampu melakukan dan memahami fraksinasi dengan metode
kromatografi kolom

6
12. Untuk memisahkan senyaw aktif dalam fraksinasi Daun Sirsak
(Annona Mucirata L) menggunakan metode kromatografi Lapis Tipis
Preparatif.
13. Mengetahui metode uji kemurnian dengan KLT dua dimensi dan KLT
tiga kali pengembangan
14. Dapat melakukan uji kemurnian dengan metode KLT dua dimensi dan
KLT 3 kali pengembangan
15. Dapat mengetahui proses untuk mengidentifikasi isolate dengan
metode spektropotometri UV Vis dan ir
16. Dapat mengidentifikasi isolate

7
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Identifikasi Makroskopik dan Mikroskopik Daun Sirsak


Sirsak (Annona muricata L. ) merupakan tumbuhan dengan
berbagai macam manfaat bagi kesehatan baik daging buah, daun maupun
bijinya memiliki kandungan kimia yang bermanfaat untuk pengobatan,
antara lain sebagai antibakteri, antivirus, antioksidan, anti jamur, anti
parasite, amtihipertensi, antistres, dan menyehatkan system saraf. Sirsak
termasuk tanaman tahunan. Nama sirsak berasal dari bahasa Belanda yaitu
Zuurzak yang berarti kantung yang asam. Sirsak diklasifikasikan menjadi :

Kingdom Plantae
Divisi Spermatophyte
Sub Divisi Angiospermae
Kelas Dicotyledonae
Ordo Polycarpiceae
Family Annonaceae
Genus Annona
Spesies Annona muricata Linn.
Morfologi dari daun sirsak adalah berbentuk bulat dan panjang,
dengan bentuk daun menyirip dengan ujung daun meruncing, permukaan
daun mengkilap, serta berwarna hijau muda sampai hijau tua. Terdapat
banyak putik didalam satu bunga sehingga diberi nama bunga berpistil
majemuk, sebagian bunga terdapat dalam lingkaran dan sebagian lagi
membentuk spiral atau terpencar, tersusun secara hemisklis. Daun sirsak
mengandung alkaloid, tannin dan beberapa kandungan kimia lainnya
termasuk Annoceous acetogenesis. Acetogenesis merupakan senyawa
yang memilki potensi sitotoksik. Senyawa sitotoksik adalah senyawa yang
dapat bersifat toksik untuk menghambat dan menghentikan pertumbuhan
sel kanker (Mardiana, 2011).

B. Ekstraksi Simplisia Daun Sirsak

8
Ekstraksi adalah pemisahan satu atau beberapa bahan dari suatu
padatan atau cairan dengan bantuan pelarut. Ekstraksi juga merupakan
proses pemisahan satu atau lebih komponen dari suatu campuran homogen
menggunakan pelarut cair (solven) sebagai separating agen. Pemisahan
terjadi atas dasar kemampuan larut yang berbeda dari komponen-
komponen dalam campuran.

Metode ekstraksi yang digunakan yaitu dengan menggunakan


pelarut cara dingin atau disebut maserasi. Maserasi adalah proses
pengekstrakan simplisia dengan menggunakan pelarut dengan beberapa
kali pengocokan atau pengadukan pada temperature ruangan. Secara
teknologi termasuk ekstraksi dengan prinsip metode pencapaian
konsentrasi pada keseimbangan. Maserasi kinetic berarti dilakukan
pengadukan yang kontinu. Remsorasi berarti dilakukan pengulangan
penambahan pelarut setelah dilakukan penyaringan maserasi pertama dan
seterusnya.

Menurut Mc Cabe (1999) dalam Muhiedin (2008), ekstraksi dapat


dibedakan menjadi dua cara berdasarkan wujud bahannya yaitu :

1. Ekstraksi padat-cair, digunakan untuk melarutkan zat yang dapat larut


dari campurannya dengan zat padat yang yang tidak dapat larut.
2. Ekstraksi cair-cair, digunakan untuk memisahkan dua zat cair yang
saling bercampur, dengan menggunakan pelarut yang dapat melarutkan
salah satu zat.
Pada tanaman, alkaloid merupakan salah satu metabolisme
sekunder yang terdapat pada tumbuhan, yang biasa dijumpai pada bagian
daun, ranting, biji, da kulit batang. Alkaloid mempunyai efek dalam
bidang kesehatan berupa pemicu sistem syaraf, menaikkan tekanan darah,
mengurangi rasa sakit,antimikroba, obat penenang, obat penyakit jantung,
dan lain-lain (simbala,2009). Pada tanaman ini , alkaloid ditemukan dalam
bentuk garam yang larut dalam air seperti sitrat, malat, mekonat,
tartat,isobutirat, benzoat atau kadang-kadang kombinasi dengan tanin.

9
C. Pemekatan Ekstrak dan Skrining Fitokimia
Ektraksi didasarkan pada perpindahan masa komponen zat padat
kedalam pelarut dimana perpindahan mulai terjadi pada lapisan antar
muka, kemudian berdifusi kedalam pelarut dan setelah pelarut diuapkan
maka zat aktifnya akan diperoleh. Tujuan dari ektraksi yaitu untuk
menarik komponen kimia yang terdapat dalam simplisia.(Adrian.2000)
Skrining fitokimia merupakan tahap pendahuluan dalam suatu
penelitian yang bertujuan untuk memberikan gambaran tentang golongan
senyawa yang terkandung dalam tanaman yang sering di teliti. Metode
skrining fitokimia dilakukan dengan melihat reaksi pengujian warna
dengan menggunakan suatu pereaksi warna. Hal terpenting dalam proses
skrining fitokimia adalah pemilihan pelarut dan metode ektraaksi
(kkristianti.2008)
Pada metode pemekatan ektrak dan skrining fitokimia daun sirsak
(Annona Mucirata L) menggunakan senyawa alkaloid. Alkaloid adalah
senyawa metabolit sekunder yang dalam struktur molekulnya terdapat
atom nitrogen (umumnya heterosiklik). Adanya pasangan dalam atom
nitrogen ini menyebabkkan alkaloid dapat membentuk kompleks yang
tidak larut dengan logam, logam berat. Fenomena ini merupakan dasar
bagi reaksi pengenalan adanya alkaloid dalam simplisia tumbuhan obat.
Umumnya alkaloid bersifat basa karena adanya pasangan electron
bebas pada atom nitrogennya (teori asam basa lewis). Dalam tumbuhan,
biasanya alkaloid ini merupakan dasar bagi cara isolasi maupun
pengenalannya. Pengenalann alkaloid didasarkan pada kemampuannya
membentuk senyawa kompleks tidak larut dengan pereaksi pereaksi yang
mengandung logam berat,misalnya pereaksi mayer (mengandung kalium
ioda dan reaksi (II) klorida , pereksi Dragendorf (mengandung bismuth
subnitrat(I Klorida). Alkaloid dengan pereaksi mayer akan memberikan
endapan berwarna putih, sedangkan dengan pereaksi Dragendorf akan
memberikan endapan jingga coklat. Walaupun reaksi pengenalan alkaloid
dengan kedua pereaksi tersebut merupakan reaksi pengenalan umum,
tetapi beberapa senyawa non alkaloid juga dapat mengendap dengan

10
pereaksi pereaksi tersebut diatas, misalnya protein, kumarin, α- piron,
hidroksi flavon, serta tannin. Reaksi pengenalan palsu menjadi perhatian,
selain adanya reaksi positif palsu, dengan metode ini senyawa alkaloid
kuartener dalam simplisia tidak dapat diubah menjadi alkaloid bentuk
besar dan akan tetap tinggal dalam sel, sehingga tidak dapat dikenali
dengan metode pengendapan oleh pereaksi pereaksi tersebut diatas.
Keadaan seperti inni disebut sebagai reaksi negative palsu (true false
negative).

D. Ekstrak Cair-Cair
Ektraksi cair-cair yaitu proses pemisahan senyawa alam sampel
menggunakan dua pelarut yang tidak saling campur. Solut dipisahkan dari
cairan pembawa (diluen0 menggunakan solven cair. Campuran diluen dan
solven ini adalah heterogen (immiscibe, tidak saling campur), jika
dipisahkan akan terdapat 2 fase yaitu fase diluen (rafinat) dan fase solven
(ekstraktan). Fase rafinat berisi residu atau sisa slut, sedangkan pada fase
ekstraktan berisi solute dan solven. Ekstraksi cair-cair terutama digunakan,
bila pemisahan campuran dengan cara destilasi tidak mungkin dilakukan
(misalya karena pembentukan azeotrop atau karena kepekaannya terhadap
panas) atau tidak ekonomis.
Pemisahan zat-zat terlarut antara dua pelarut yang tidak saling
campur anatar lain menggunakan alat corong pisah. Ekstraksi cair-cair
selalu terdiri atas sedikitnya dua tahap, yaitu pencampuran secara intensif
antara kedua pelarut (rafinat dan ekstraktan), dan pemisahan kedua fase
cair itu sesempurna mungkin.
Pada saat pencampuran terjadi perpindhn massa, yaitu solute
meninggalkan pelarut yang pertama (rafinat) dan masuk ke dalam pelarut
kedua (ekstraktan). Sampel akan terpratisi atau terdistribusi ke dalam
kedua pelarut berdasarkan kepolarannya. Perbedaan konsentrasi solute di
antara kedua pelarut merupakan pendorong terjadinya ekstraksi. Agar
terjadi perpindahan masa yang baik berarti performasi ekstraksi yang besar
haruslah dusahakan agar terjadi bidang kontak yang seluas mungkin

11
diantara kedua cairan tersebut. Untuk itu salah satu cairan distribusikan
menjadi tetestetes kecil (misalnya dengan pengocokan). Pendistribusian ini
tidak boleh terlalu jauh karena akan menyebabkan terbentuknya emulsi
yang sukar atau tidak dapat dipisah lagi.
Pada saat pemisahaan, cairan yang telah terdistribusi menjadi tetes-
tetes harus menyatu kembali menjadi sebuah fasa homogeny dan
berdasarka perbedaan kerapatan yang cukup besar dapat dipisahkan dari
cairan yang lain. Pad pengerjaan, setelah pemisahan selesai campuran
pelarut didiamkan sampai terjadi pemisahan sempurna perbandingan
konsentrasi sampel (komponen) pada kedua pelarut menjadi konstan dan
dapat diekspresikan sebagai konstanta kesetimbangan yang dinyatakan
dengan koefisien distribusi atau koefisien partisi, Kp.
Fraksinasi merupakan suatu prosedur yang digunakan untuk
memisahkan golongan utama memisahkan golongan utama kandungan
yang satu dari kandungan golongan utama yang lainnya. Fraksinasi
merupakan prosedur pemiahan komponen-komponen berdasarkan
perbedaan kepolaran tergantung dari jenis senyawa yang terkandung
dalam tumbuhan. Macam proses fraksinasi diantaranya sebagai berikut
1. Proses Fraksinasi Kering
Fraaksinasi kering adalah suatu proses fraksinasi yang didasarkan pada
berat mlekul dan komposisi dari suatu material. Proses ini lebih murah
dibandingkan dengan proses yang lain, namun hasil kemurnian
fraksinasinya rendah
2. Proses Fraksinasi Basah
Fraksinasi basah adalah suatu proses roses fraksinasi dengan
menggunakan zat pemasah atau disebut juga proses Hydrophilization
atau detergent proses. Hasil fraksi dari proses ini sama dengan
fraksinasi kering.
3. Proes Fraksinasi menggunakan solven
Solven Fractionatio ini adalah suatu proses fraksinasi dengan
menggunakan pelarut. Proes fraksinasi ini lebih mahal dibandingan
dengan proses fraksinasi lainny akrena menggunakan bahan pelarut.

12
4. Proses Frkasinasi dengan Pengembunan
Proses dengan pengembunan merupakan suatu proses frkasinasi yang
didasarkan pada titik didih dari suatu zat/bahan sehingga dihasilkan
suatu produk dengn kemurnian yang tinggi. Frkasinasi pengembunan
ini membutuhkan biaya yang cukup tinggi namun proses produksi
lebih ceat dan kemurniannya lebih tinggi.

E. Pemantauan Ekstrak Metode KLTP


Kromatografi adalah suatu cara pemisahan dimana komponen-
komponen yang dipisahkan didistribusikan antara 2 fase, salah satunya
adalah fase diam ( Stasioner phase ) dan yang lainnya adalah fase gerak
( Mobile Phase ). Pada KLT dan KKT fase diamnya berupa lapisan tipis
dan fase geraknya mengalir karna kerja kapiler. Hanya saja antara KLT
dan KKT berbeda dalam sifat dan fungsi fase diamnya. Dalam
kromatografi kertas fasa diam didukung oleh suatu zat padat berupa bubuk
selulosa. Fasa diam merupakan zat cair yaitu molekul H₂O yang teradsopsi
dalam selulosa kertas. Pada KLT, Fase diam berupa lapisan tipis bahan
padat yang melekat pada permukaan penyangga datar, biasanya terbuat
dari kaca atau logam. Fase diam yang digunakan biasanya berupa lapisan
silikagel atau alumina. Lapisan fase diam dapat melekat pada permukaan
plat klt dengan bantuan pengikat seperti kalsium sulfat dan amilum. Fasa
gerak paa KLT dan KKT dapat berupa campuran pelarut-pelarut organic
yang akan mendorong senyawa untuk bergerak disepanjang kapiler.
Prinsip dasar pemisahan pada KKT adalah partisi multiplikatif
senyawa antara dua cairan yang saling tidak bercampur. Jadi partisi suatu
senyawa terjadi antara kompleks selulosa-air dan fasa mobil yang
melewatinya berupa pelarut organic yang sudah dijenuhkan dengan air
atau campuran pelarut. Pada KLT pemisah senyawa terjadi karena
perbedaan daya serap senyawa terhadap adsorben dan kelarutannya dalam
cairan pengelusi. Mekanisme pemisahan pada KLT sering disebut sebagai
mekanisme adsorpsi

13
Secara umum KLT dan KKT dilakukan dengan menotolkan larutan
yang berisi sejumlah komponen pada jarak 0,5 sampai 1 cm dari tepi
kertas. Setelah kertas, maka bagian bawah kertas diceplukan dalam larutan
fase gerak atau pengambang ( developing solution )
Analisis kualitatif pada KLT dan KKT dilakukan dengan cara
menghitung harga Retention Factor ( RF ). Nilai RF dapat ditentukan
dengan cara :
Jarak Rambat Bercak
Rf =
Jark Rambat Fase Gerak

F. Pemantauan Fraksi

Kromatografi adalah suatu cara pemisahan dimana komponen –


komponen yang dipisahkan didistribusikan antara dua fase, salah satunya
yang merupakan fase diam (stationer phase) dan yang lainnya ialah fase
gerak (mobile phase). Prinsip dasar pada pemisahan KLT adalah
pemisahan senyawa yang terjadi karena perbedaan daya serap senyawa
terhadap adsorben dan kelarutannya dalam cairan pengelusi.

Prinsip penampakan bercak noda pada KLT yaitu sebagai berikut :

a. UV 254 nm
Pada UV 254 nm, lempeng akan berfluoresensi sedangkan sampel akan
tampak berwarna gelap. Penampakan noda pada lampu UV 254 nm adalah
karena adanya daya interaksi antara sinar UV dengan indicator fluoresensi,
seperti timah cadmium sulfide, yang terdapat pada lempeng.
b. UV 366 nm
Pada UV 366 nm, noda akan berfluoresensi dan lempeng berwarna gelap.
Penampakan noda pada lampu UV 366 nm adalah karena adanya daya
interaksi antara sinar UV dengan gugus kromofor yang terikat oleh
auksokrom yang ada pada noda tersebut.
c. Pereaksi semprot
Pereaksi semprot untuk identifikasi senyawa secara universal maka
menggunakan H2SO4 10% sedangkan apabila ingin mengetahui senyawa

14
tertentu maka menggunakan pereaksi semprot sesuai dengan senyawa
yang ditentukan.
Sedangkan fraksinasi merupakan metode yang memisahkan
golongan senyawa berdasarkan kepolaran. Senyawa yang bersifat polar
akan masuk ke pelarut polar yaitu air, senyawa yang bersifat semipolar
akan masuk ke pelarut semipolar yaitu etil asetat, dan senyawa yang
bersifat nonpolar akan masuk ke pelarut nonpolar yaitu n-heksan.

G. Kromatografi Kolom
Kromatografi kolom adalah sistem kromatografi yang
menggunakan kolom sebagai alat untuk memisahkan komponen-
komponen dalam campuran. Alat tersebut merupakan pipa gelas yang
dilengkapi dengan suatu keran dibagian bawah kolam untuk
mengendalikan aliran zat cair.
Pemisahan kromatografi kolom adsorbsi didasarkan pada adsorbdi
komponen-komponen campuran dengan afinitas berbeda-beda terhadap
permukaan fase diam. Kromatografi kolom adsorbsi termask pada
pemisahan cair-padat, substrat bertindak padat bertindak sebagai fase diam
yang sifatnya tidak larut dalam zat cair. Fase geraknya berupa pelarut yang
akan berkompetisi dengan molekul-molekul komponen yang akan
dipisahkan untuk teradsorbsi pada permukaan fase diam sehingga
menimbulkan proses dinamis. Keduanya secara bergantian tertahan
beberapa saat dipertemukan fase diam dan masuk kembali pada fase gerak.
Molekul moleku kompoe yang afinitasnya besar terhadap fase diam akan
tertahan lebih lama didalam kolom
Fase diam yang biasa digunakan pada kromatografi kolom
diantaranya adalah silika, alumina, selulosa dan sephadex. Penyiapan fase
diam dapat dilakukan dalam keadaan kering atau dibuat seperti bubur
dalam pelarut. Pengisian dilakukan degan bantuan batang pemanfat atau
pengaduk untuk memapatkan adsorben. Pada bagian dasar kolom
dimasukan gelas wool sebagai penyaring untuk mencegah penyumbatan.
Pengisian harus dilakuka secara hatihati dan sepadat mungkin agar rata

15
sehingga terhndar dari gelembung-gelembung udahara. Untuk membantu
homogenitas pengepakan biasanya setelah kolom diisi divibrasi diketok-
ketok atau dijatuhkan lemah pada plat kayu.
Pada percobaan terdapat 2 cara yaitu cara basah dan cara kering
pada cara basah adsorben dicampur dengan pelarut, kemudian campuran
dicampurkan kedalam kolom. Keuntungan dari metode ini adalah
gelembung udara dapat dihilangkan dari kolom, sedangkan cara kering
lebih mudah tapi dapat menimbulkan adanya gelembung udara dalam
kolom.

H. Isolasi Senyawa Aktif metode KLTP


Salah satu metode pemisahan yang memerlukan pembiayaan
paling murah dan memakai peralatan yang paling dasar adalah
kromatografi lapis tipis preparatif (KLTP). KLTP bersama-sama dengan
kromagtografi kolom terbuka, masih dijumpai dlam sebagian besar
publikasi mengenai isolasi bahan alam, terutama laboratorium yang tidak
di lengkapi dengan cara pemisahan modern.
Plat KLTP dapat dibuat sendiri atau dibeli sendiri di pasaran yang
sudah berlapis penyerap. Membuat plat KLTP sendiri lebih
menguntungkan karena kekebalan dan susunan lapisan dapat kita atur
sendiri. KLTP dilakukan dengan menggunakan lapisan fase diam yang
lebih tebal (0,5 – 1mm) dibandingkan lapisan pada plat KLT untuk analitik
(0,10 – 0,25). Senyawa-senyawa yang sudah terpisahkan pada plat KLTP
dapat diperoleh kembali dengan mengerok penjerap di tempat yang sesuai
pada plat yang telah dikembangkan dan dilarutkan dalam pelarut.

Cara pembuatan silika gel pada kaca :

Bersihkan dulu kaca dengan aseton supaya bebas lemak. Buat


bubuk silika gel 25 gr dalam 50 ml air suling , dengan dikocok keras-keras
dalam labu erlenmayer. Tuangkan bubur kedalam alat (tabung) lalu cepat
cepat dibalik diatas kaca pertama , kemudian cepat-cepat diratakan pada

16
kaca berikutnya sampai dengan kaca terakhir. Diamkan lapisan mengering
di udara 10-20 menit lalu panaskan dalam oven 100-200C selama 1-2 jam.

KLTP klasik mempunyai beberapa kekurangan, kekurangan yang


utama adalah pengambilan senyawa dari plat yang dilanjutkan dengan
pengekstrakan dari penyarap. Jika senyawa beracun harus dikerok dari
pelat dapat menimbulkan masalah yang serius. Kekurangan yang lainnya
adalah jangka waaktu yang diperlukan untuk pemisahan serta adanya
pencemar dan sisa dari plat sendiri setelah pengekstrakan pita yang
mengandung senyawa yang dipisahkan dengan pelarut.

Untuk mengatasi beberapa masalah tersebut, beberapa pendekatan


yang melibatkan kromatografi klasik dengan aliran fase gerak yang
dipercepat dengan gaya sentrifugal telah dicoba, pada prinsip kromatografi
sentrifugal adalah kromatografi klasik dengan aliran fase gerak yang
dipercepat oleh gaya sentrifugal. Hanya saja daya pisah pada KLT
sentrifugal lebih jelek dari pada daya pisah KLTP, tetapi konarsi kerja
sederhana dan pemisah dapat berlangsung lebih cepat keuntungan
utamanya jika dibandingkan dengan KLTP adalah tidak perlu dilakukan
pengerikan lapisan senyawa dari plat.

I. Uji Kemurnian Isolat


Prinsip KLT dua dimensi dan KLT 3 kali pegembangan adalah
adsorpsi dengan plat silica gel G 254 sebagai fase diam dan beberapa
perbandingan eluen dengan tingkat kepolaran tertentu sebagai fase
geraknya. Penggunaan fase gerak degan polariitas yang meningkat
berguna untuk memastikan adanya senyawa tunggal dalam sampel. Proses
elusi pada KLT dua dimensi bertujuan untuk memperpanjang jarak
lintasan noda Dua sistem fase gerak yang berbeda kepolarannya dapat
digunakan secara berurutan sehingga kemungkinan untuk melakukan
pemisahan analit yang tingkat kepolarannya hamper sama.
KLT dua dimensi dilakukan dengan menggunakan penotolan
sampel disalah satu sudut plat KLT selanjutnya diangkat dari chamber
yang berisi eluen pertama. Plat KLT selanjutnya diangkat dari chamber

17
dan eluen dibiarkan menguap. Kemudian dimasukan kedalam chamber
yang berisi eluen kedua sehingga pengebangan yang pertama isolate
diakatakan murni apabila bercak hasil pengembangan 1 dan 2 hanya
menghasilkan 1 bercak.
Uji kemurnian dengan KLT tiga kali pengembangan dilakukan
dengan cara menotolkan sampel pada bagian bawah plat KLT. Penotolan
sampel dapat berupa titik atau pita. Pengembangan sampel dilakukan
dengan cara menaik. Elusi pada KLT tiga kali pengembangan dilakukan
menggunakan eluen yang tingkat kepolarannya semakin meningkat. Pada
elusi pertama plat dimasukan ke dalam chamber yang berisi eluen yang
sifat kepolarannya paling rendah. Setelah eluen mencapai batas akhir
pengembangan, plat diangkat dan eluen dibiarkan menguap. Plat
selanjutnya dikembangkan lagi dengan sistem eluen kedua yang sifatnya
lebih polar dibandingkan dengan eluen pertama. Demikian selanjutnya
dikembangkan dengan eluen ketiga yang difatnya paling polar. Apabila
hasil pengembangan dengan ketiga sistem eluen hanya diperoleh satu
bercak maka sampel dapat dikatakan murni.
Isolat yang murni selanjutnya dapat diidentifikasi lebih lanjut
untuk karakterisisasi strkturnya dengan menggunakan instrument.
Beberapa instrument yang biasa digunakan untuk karakterisasi isolate dari
bahan alam diantaranya spektrofotometri UV Vis, Spektrofotometri IR,
Spektrofotmetri massa dan spektrofotometri resonansi magnet inti.
KLT 2 arah atau 2 dimensi ini bertujuan untuk meningkatkan
resolusi sampel ketika komponen-komponen solute mempunyai
karakteristik kimiayang hamper saa, karena nilai Rf juga hampir sama.
Selain itu 2 sistem fase gerak yang sangat berbeda dapat digunakan secara
berurutan sehomhha memungkinkan untuk melakukan pemisahan analit
yang mempunyai tingkat polaritas yang bebeda. Sampel ditotolkan pada
lempeng lalu dikembangkan dengan satu sistem fase gerakk sehingga
campuran terpisah menurt jalur yang sejajar dengan salah satu sisi.
Lempeng diangkat, dikeringkan dan diputar 90 derajat, da diletakan dalam
chamber yang berisi elue kedua sehingga bercak yang terpisah pada

18
pengembangan pertama terletak dibagian bawah sepenjang plat lalu
dikromatografi lagi.

J. Identifikasi Isolat Metode UV-Vis dan IR


Identifikasi isolate bertujuan untuk karakterisasi struktur dengan
menggunakan instrumen identifikasi isolat ini proses dari isolat yang
murni dimana isolat yang murni ini dengan uji kemurnian, metode uji
kemurnian ini dengan KLT dua dimensi dan KLT tiga kali pengembangan.
KLT dua dimensi dilakukan dengan melakukan penotolan sampel salah
satu sudut plat KLT dan mengembangkannya sebagaimana biasa dengan
eluen pertama . sedangkan KLT tiga kali pengembangan dilakukan dengan
cara menotolkan sampel pada bagian bawah plat KLT dimana penotolan
sampel dapat berupa titik atau pita.
Identifikasi isolate ini ada beberapa instrument yang bisa
digunakan untuk karakterisasi isolasi dari bahan alam diantaranya :
1. Spektrofotometri uv-vis adalah alat untuk mengukur transmitan
atau absorban suatu sampel sebagai fungsi panjang gelombang
2. Spektrofotometri infra merah
3. Spektrofotometri masa
4. Spektrofotometri sensonarisi magnet inti

Identifikasi isolate menggunakan metode spektrofotometri uv-vis


dan infra red in dilakukan setelah uji kemurnian kemudian dilakukan
pengujian spektrofotometri uv-vis dan selanjutnya spektrofotometri infa
red dengan metode ini dapat menghasilkan aktivitas tinggi tergantung pada
senyawanya.

19
BAB III

METODE PENELITIAN

A. ALAT DAN BAHAN

Alat Bahan
Gelas ukur Simplisia Daun Sirsak
Gelas Kimia Aquadest
Tabung reaksi Etanol 96%
Objek Glass HCl 2N
Cover Glass Kloroform
Pipet tetes Pereaksi Mayer
Spatula Periaksi Dragendorf
Statif Amil Alkohol
Botol Kaca Logam Mg
Klem HCl 5N
Maserator Pereaksi FeCl3
Kertas saring Gelatin 1%
Mortir dan Stamper Eter
Corong Pereaksi anisaldehid asam sulfat
Kaki Tiga Alkohol
Kawat kasa Ekstrak Kental Daun sirsak
Lampu spirtus N heksan
Neraca Analitik Etil Asetat
Corong pisah H2SO4 10%
Plat KLT Fraksi Daun Sirsak
Chamber Silika Gel
Kolom Pasir
Vial
Pipa Kapiler
Oven
Spektrofotometri UV Vis
Spektrofotometri IR
Penyemprot DPPH
Batang pengaduk
Sinar UV
Kapas Bebas lemak

B. PROSEDUR KERJA
1. Identifikasi Makroskopik dan Mikroskopik Daun Sirsak
a. Identifikasi secara makroskopik
 Menyiapkan serbuk simplisia yang akan diidentifikasi.
 Amati organoleptic dari simplisia.
 Catat hasil yang didapat.
b. Identifikasi secara mikroskopik

20
 Siapkan alat dan bahan.
 Ambil sedikit simplisia daun sirsak.
 Letakkan diatas objek glass, kemudian diberi sedikit pereaksi dan
tutup dengan cover glass.
 Amati dibawah mikroskop.
2. Ekstraksi Simplisia Daun Sirsak
- Masukkan serbuk simplisia daun sirsak ke dalam toples, lalu
tambahkan pelarut etanol 96% sampai simplisia tersebut terendam
dan pelarut melebihi simplisia tersebut 1-2 cm. Setelah itu di aduk
- Setelah tercampu biarkan selama 4x24 jam dengan setiap hari
penggantian pelarut dan sesekali diaduk. Jangan lupa ditutup
dengan pelastik wrap
- Setelah selama 1x24 jam, filtratnya diambil dan dimasukkan ke
dalam botol kaca
- Sedangkan residunya dimasukkan kembali kedalam gelas kaca.
Dan ditambahkan dengan pelarut yang baru
- Setelah itu kembali kelangkah no.2
- lakukan sebanyak empat kali pengulangan

3. Pemekatan Ekstrak dan Skrining Fitokimia


a. Pemekatan ektrak cair pada simplisia daun sirsak
- Simplisia diuapkan dengan waterbath hingga didapat ektrak kental
- Atau bisa dengan evavorator
b. Skrining fitokimia Alkaloid
- Simplisia dimasukan dengan ammonia encer, gerus dalam mortir.
- Tambah beberapa ml kloroform sambil terus di gerus
- Saring, ambil filtratnya
- Filtrate dikocok dengan HCl
- Lapisan asam dipisahkkan dibagi menjadi 3 bagian
- Tetesi dengan blangko dan lar. Pereaksi Mayer
- Amati ada tidaknya endapan warna putih.
c. Skrining senyawa flavonoid

21
- Simplisia dipanaskan dengan campuran logam Mg kemudian HCl
5N
- Saring
- Filtrat warna merah yang dapat ditarik amil alcohol (+) Flavonoid
- Untuk lebih memudahkan lar percobaan blangko
d. Skrining senyawa Tanin dan polifenol
- Gerus simplisia
- Panaskan diatas penagas air
- Saring
- Sebagian kecil filtrat ditetesi lar. Pereaksi FeCl3
- Warna biru hitam (+) tannin dan polifenol dalam sebagian
- Filtrate diisi dengan penambahan lar. Gelatin 1%
- Endapan putih (+) tanin
e. Skrining senyawa saponin
- Simplisia+ aquadest dipanaskan
- Saring
- Filtrat yang dingin kocok selama kurang lebih 20 detik
- Pembentukan busa sekurang kurangnya 1 cm + peristem selama
beberapa menit dan tidak hilang pada penambahan 1 tetes HCl
f. Skrining senyawa mono dan seskuiterpenoid
- Simplisia disari dengan eter
- Sari eter diuapkan sampai kering
- Pada residu diteteskan pereaksi anilaldehid as. Sulfat vanilum as.
Sulfat
- Terebentuk warna (+) monoterpenoid dan seskuiterpenoid
- 2g serbuk simplisia
- Tambahkan 10 ml pelarut petrolameter
- Pasang corong yang telah dilapisi kapas yang telah dibasahi air
- Panaskan selama 20 menit, dinginkan
- Saring dengan kertas saring
- Filtrate diuapkan pada cawan penguap
- Residu dilarutkan dengan alcohol 1 ml

22
- Saring
- Filtrate diuapkan di cawan uap
- Residu bau aromatic (+) adanya senyawa golongan minyak atsiri
g. Skrining fitokimia steroid dan triterpenoid
- Simplisia disari dengan eter
- Residu diisi pereaksi liberman buchard
- Ungu (+) triterpenoiid hijau biru (+) steroid
h. Skrining senyawa kuinon
- Simplisia digerus
- Aquadest panaskan
- Saring
- Filtrate ditetesi lar. NaOHH
- (+) kuinon terbentuk warna kuning sampai merah
i. Skrining senyawa Kumarin
- 2 gram simplisia
- Tambahkan 10 ml pelarut kloroform
- Pasang corong yang telah dilapisi kapas
- Panaskan 10 menit diatas penagas air dinginkan
- Saring dengan kertas saring
- Filtrat diuapkan dicawan sampai kering
- Sisa (+) air panas 10 ml, dinginkan
- Masukan dalam tabng reaksi
- Tambahkan 0,5 ml lar ammonia (NH4OH) 10%

4. Ekstrak Cair-Cair
- Masukan ekstrak kental ke dalam corong pisah
- Masukn 100 ml aquadest
- Kocok secara horizontal
- Tambahkan 100 ml N-Heksan
- Kocok kembali sesekali buka tutup untuk mengeluarkaan gas
- Diamkan 24 jam
- Kemudian terbentuk pemisahan air dan n-heksan. Pisahkan fraksi
n-hekasan

23
- Lakukan 3x pengulangan dengan penambahan n-heksan 100 ml.
- Setelah pemisahan n-heksan selesai masukan fraksi air kedalam
corong pisah
- Tambahan 100 ml etil asetat
- Kocok secara horizontal
- Diamkan 24 jam
- Kemudia terbentuk pemisahan air dan etil asetat. Pisahka fraksi etil
asetat
- Lakukan 3x pengulangan
- Dan didapat 3 fraksi air, n-heksan dan etil asetat.
- Pekatkan semua farksi yang didapat.

5. Pemantauan Ekstrak Metode KLTP


- Aktivasi plat dengan oven pada sushu 105°
- Lakukan penjenuhan dengan kertas saring sampai terbasahi semua oleh
eluen
- Totolkan ekstrak pada garis batas bawah
- Masukkan plat klt yang sudah ditotolkan ekstraksi ke dalam
chamber yang berisi eluen dan amati sampai eluen mendekati batas
atas
- Penampakan bercak spesifik semprotkan penampak bercak
universal, kemudian spesifik
- Amati warna yang timbul dan hitung nilai RF nya

6. Pemantauan Fraksi
- Aktivasi plat KLT dengan menggunakan oven pada suhu 105°C
selama 30 menit.
- Lalu siapkan chamber dan langsung buat fase gerak didalam
chamber dengan menggunakan n-heksan dan etil asetat
perbandingan 7:3.
- Masukkan kertas saring pada proses penjenuuhan chamber, simpan
dibagian belakang dinding chamber sampai eluen naik keatas
(kertas saring terbasahi semua).

24
- Lalu plat KLT yang telah diaktivasi diberi garis bawah dan atas
dengan jarak 0,5 – 1 cm setelah itu totolkan fraksi n-heksan, etil
asetat dan air.
- Plat KLT yang telah ditotoli dimasukkan kedalam chamber jenuh
dan ditutup. Tunggu sampai eluen naik pada plat KLT hingga batas
atas.
- Amati bercak yang terbentuk.
- Jika ingin melihat bercak lebih jelas harus menggunakan
UV254/366.

7. Kromatografi Kolom
- Siapkan set kolom kromatografi dan sumbat dengan kapas
- Masukan kapas yang sudah dibahasi dengan eluen kedalam kolom
- Masukkan pasir yang sudah dibasahi dengan eluen
- Masukkan bubur yang berisi silika gel yang telah bersatu dengan
hasil fraksi
- Lalu penambahan eluen
- Screw clam ditutup
- Proses elusi dilakukan secara bertingkat dimulai dari pelarut non
polar
- Setekah itu dilakukan KLT preparatif

8. Isolasi Senyawa Aktif metode KLTP


- Larutkan fraksi dengan eluen
- Lalu proses penjenuhan chamber dengan memasukan eluen &
simpan kertas saring
- Totolkan fraksi yang sudah dilarutkan pada plat KLTP
- Masukan plat pada chamber
- Biarkan sampai terjadi elusi
- Kerok bagian target senyawa yang diidentifikasi

9. Uji Kemurnian Isolat


- Siapkan 3 chamber yang berisi 3 eluen berbeda, masing-masing n-
heksan, etil asetat, dan air.

25
- Masukan kertak saring dan lihat sampai eluen naik ke atas kertas
saring
- Isolat dilarutkan dengan air dan etanol menggunaka pipa kapiler
- Lalu totolkan isolat pada plat KLT yang sudah di aktivasi
- Masukan plat KLT ke dalam chamber ke 1 eluen non polar yaitu n
heksan dan tunggu hingga adanya bercak
- Selanjutnya masukan plat pada chamber ke 2 eluen semi polar
yaitu etil setat dan amati
- Lalu masukan pada chamber ke 3 berisi air
- Amati becak dengan sinar UV
- Lakukan penyemprotan dengan DPPH
- Tentukan bercak tunggal nya

10. Identifikasi Isolat Metode UV-Vis dan IR


a. Menggunakan Spektrofotometri UV-VIS
- Masukkan isolate hasil sentrifugasi kedalam kuvet 1
- Masukkan Kloroform kedalam kuvet 2
- Masukkan kedua kuvet kedalam spektrofotometri UV-VIS
- Menentukan panjang gelombang dan absorbansi dan isolate
b. Menggunakan Spektrofotometri IR
- Padat ( Nujol mul )
 Isolat digerus
 Tambahkan nujol agar dan terbentuk pasta
 Masukkan beberapa tetes pasta kedalam
spektrofotometri IR, lalu plat ditempatkan dalam tempat
sampel
 Isolat di analisa dalam spektrofotometri
- Pelet kBr
 Isolat padat ditambah bubuk kBr murni aduk ad
homogeny
 Campuran diletakkan dicetakan dan ditekan

26
 Campuran hasil cetakan ditempatkan dalam tempat
sampel spektrofotometri IR
 Isolat dianalisi dalam spektrofotometri IR
- Cair
 Letakkan isolate diantara dua plat kBr atau plat NaCl
untuk membuat film tipis
 Letakkan plat dalam tempat sampel
 Isolate dianalisis dalam spektrofotometri IR

27
BAB IV

HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

A. Identifikasi Makroskopik dan Mikroskopik Daun Sirsak

Gambar Gambar

Keterangan : Rambut penutup

Keterangan : Pembuluh kayu

Keterangan : Stomata tipe anomositik

Keterangan : Jaringan palisade

Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan dari uji makroskopik


dapat dilihat bahwa daun sirsak yang sudah dikeringkan memiki warna

28
hijau kecoklatan pada permukaan daun di atas dan coklat pada permukaan
daun di bawah. Bentuk daun jorong, bentuk permukaan daun berkerut,
bentuk tepi daun rata, susunan tulang daun yang menyirip serta
organoleptic serbuk daunnya memiliki warna hijau kecoklatan, rasa agak
kelat dan berbau khas aromatic. Sedangkan pada uji mikroskopik pada
perbesaran 400x diperoleh fragmen rambut penutup, pembuluh kayu,
stomata tipe anomositik, dan jaringan palisade. Pada fragmen yang
diperoleh dari percobaan ini lebih sedikit jumlahnya dibandingkan literatur
yang terdapat tujuh fragmen.

B. Ekstraksi Simplisia Daun Sirsak


1. Jumlah serbuk simplisia yang digunakan untuk maserasi sebanyak :
500 gram
2. Jumlah pelarut (etanol 96%) yang digunakan untuk maserasi : 7,5 Liter
3. Jumlah ekstrak etanol yang didapat : 6.9 Liter
4. Jumlah ekstrak kental : 26 gram
Bobot Ekstrak kental
Rendemen = x 100%
Bobot simplisia
26
Rendemen = x 100% = 5,2 %
500
Ekstraksi alkaloid dari daun sirsak dilakukan dengan metode maserasi
karena pengerjaannya lebih mudah dan peralatan yang digunakan
sederhana, serta proses maserasi sangat menguntungkan dalam ekstraksi
senyawa bahan alam karena dengan perendaman sampel tumbuhan akan
terjadi pemecahan dinding dan membran sel akibat perbedaan tekanan
antara didalam dan diluar sel, sehingga metabolit sekunder yang ada dalam
sitoplasma akan terlarut dalam pelarut organik dan ekstraksi senyawa akan
sempurna. Penggunaan etanol 96% sebagai pelarut adalah karena etanol
96% dapat bertindak sebagai pelarut dan pengawet sehingga zat yang
dinginkan dapat terekstraksi serta tahan lama dan tidak mudah ditumbuhi
jamur.

29
Proses maserasi 500 gram serbuk daun sirsak dilakukan selama 4 hari dan
sehari sekali sampel diaduk sehingga sampel bagian bawah berada pada
bagian atas. Jumlah pelarut yang digunakan pada maserasi ini sebanyak
7,5 Liter. Dan didapatkan hasil ekstraksi cair sebanyak 6,9 Liter, dan nilai
rendemen 5,2%

C. Pemekatan Ekstrak dan Skrining Fitokimia


Skrining Fitokimia dari ekstrak serbuk simplisia daun sirsak (Annona
Mucirata L)

NO. Golongan senyawa simplisia Literatur


1. Alkaloid (+) P. Dragendorf (+)
2. Flavonoid (+) (+)
3. Tanin (-) (+)
4. Kuinon (+) (+)
5. Triterpenoid (-) (-)
6. Steroid (+) hiijau (+)
7. Saponin (-) (-)
8. Mono dan Seskuiterpenoid (+) merah (+)
9. Polifenol (+) (+)
Skrining Fitokimia dari ektrak kental daun sirsak (Annona
Mucirata L)

NO. Golongan senyawa Ekstrak kental Literatur


1. Alkaloid (+) Dragendorf (+)
2. Flavonoid (+) (+)
3. Tanin (-) (+)
4. Kuinon (+) (+)
5. Triterpenoid (-) (-)
6. Steroid (+) Hijau (+)
7. Saponin (-) (-)
8. Mono dan Seskuiterpenoid (+) Ungu (+)
kemerahan
9. Polifenol (+) (+)
Pada praktikum kali ini yaitu tentang pemekatan ekstrak dan
skrining fitokimia pada daun sirsak (Annona Mucirata L). Pertama hasil
maserasi simplisia diuapkan dengan waterbath hingga didapat ektrak
kental atau bisa dengan rotary vacum evavorator. Hasil dari ekstrak kental
kemudian di uji dengan metode skrining fitokimia.

30
Skrining fitokimia dilakukan untuk memberikan gambaran tentang
golongan senyawa yang terkandung dalam ekstrak. Hasil pemeriksaan
skrining fitokimia ektrak etanol daun sirsak (Annona Mucirata L)
menunjukan adanya kandungan senyawa senyawa metabolit sekunder
berupa: Alkaloid, Flavonoid, Kuinon, Steroid, Mono dan Seskuiterpenoid
dan Polifenol.

Pada uji alkaloid dengan pereaksi dragendorf nitrogen pada


alkaloid akan membentuk ikatan kovalen koordinat dengan K+ yang
merupakan ion logam sehingga terbentuk endapan putih. Pada uji
Flavonoid terbentuk warna kuning jingga menunjukan positif adanya
flavonoid yang disebabkan oleh logam Mg dan HCl pekat mereduksi inti
benzopiron yang terdapat pada struktur flavonoid sehingga terbentuk
perubahan warna menjadi merah jingga. Pada uji tanin, seharusnya terjadi
perubahan warna menjadi hijau kehitaman disebabkan oleh reaksi
penambahan FeCl3 dengan salah satu gugus hidroksil yang ada pada
senyawa tannin terkondensasi. Pada uji kuinon (+) terbentuk warna kuning
sampai merah ketika ditetesi lar. NaOH. Pada uji triterpenoid (-) tidak
terbentuk warna ungu ketika residu diisi pereaksi liberman buchard. Pada
uji steroid dalam percobaan ini memberikan warna hijau – biru setelah
penambahan pereaksi liberman buchard. Pada uji saponin ditandai dengan
adanya busa yang menetap pada ekstrak yang dicampur dengan aquadest,
namun pada percobaan kami tidak terdapat busa sihingga(-) saponin. Pada
uji mono & seskuiterpenoid (+) terbentuk warna merah ketika ditetesi
pereaksi anilaldehid as. Sulfat vanilum as. Sulfat. Pada polifenol terbentuk
warna biru hitam ketika ditetesi lar pereaksi FeCl3 dengan demikian maka
(+) polifenol.

Hasil penapisan fitokimia ektrak daun sirsak menyatakan bahwa


daun sirsak mengandung Alkaloid, Flavonoid, Kuinon, Steroid, Mono dan
Seskuiterpenoid dan Polifenol. Komposisi kandungan senyawa kimia dari
suatu tanaman dapat mempengaruhi aktivitas biologis dari tanaman
tersebut.

31
D. Ekstrak Cair-Cair

Shif Pelarut Volume Filtrat Berat Fraksi


1. N-Heksan 195 ml 5,92 gram
2. Etil Asetat 194 ml 2,76 gram
3. Air 100 ml 1,2 gram
Pada tabel hasil pengamatn ekstrak cair-cair merupakan hasil
fraksinasi setiap pelarut setelah berbagai erlakuan yang telah dilakukan
pada praktkum kemudian dihitung berat fraksinya setelah dievaporasi pada
evaporator. Fraksinasi sendiri bertujuan untuk melakukan pemisahan
senyawa berdasarkan tingkat kepolarannya sehingga jumlah senyawa
dapat dipisahkan menjadi beberapa fraksi yang berbeda. Dalam
pelaksanaan praktikum fraksinas dilakukan secara bertingkat, dimulai dari
penarikan senyawa dengan menggunakan pelarut non polar, lalu pelarut
semi polar dan terakhir dengan senyawa polar. Berdasarkan dari data tabel
diatas kita dapat mengetahui jika perolehan berat filtrate nheksan dan juga
etil asetat diperoleh cukup banyak. Hal tersebut terjadi karena titik didih
etil asetat dan n heksan terbilang cukup rendah. Berbeda dengan air
diperoleh praksi sedikit karena titik didihnya tinggi.
Pada saat pelaksanaan praktikum berat jenis senyawa
mempengaruhi posisi filtrate saat dilaksanakan perlakuan. Pada pelaksaan
semua ekstrak yang telah ditambahkan aquadest memiliki berat jenis yang
lebih berat disbanding dengan kedua pelarut lainnya yaitu n heksan dan
etil asetat.
Senyawa yang digunakan pada praktikum yatu pelarut non polar
yaitu n heksan. N-heksan adaah suatu hidrokarbo dengan rumus kimia
C6H14, yaitu suatu alkane dengan enam atom karbon N-heksan memiliki
titik didih antara 50 dan 70 derajat celcius. Heksana adalah sebuah
senyawa hidrokarbon alkane dengan rumus kimia C6H14. Awaan heks
merujuk pada enam atom karbon yang terdapt pada heksana dan akhiran
ana berasal dari alkane, yang merujuk pada ikatan tunggal yang
menghubungkan atom-atom karbon tersebut. Pelarut semi polar yang
digunakan yaitu etil asetat. Etil asetat merupakan salah satu jeni solven
atau pelarut yan memiliki rumus CH3COOC2H5. Cairan jernih tak

32
berwarna dan berbau harum atau aroma buah ini mempunyai kemurnian
99,8% dengan kadungan impuritasnya berupa air maksimal 0,1% dan
etanol maksimal 0,1%, serta larut dalam alcohol dan mempunyai titik
didih sebesar 77 derajat celcius dengan berat jenis 0,8945 gr/ml.
Sedangkan untuk pelarut polar yang digunakan yaitu air dengan rumus
H2O. Titik didihnya adalah 100 derajat celcius dan massa jenisnya 997
kg/m3.
Zat yang memiliki titik didih lebih rendah akan menguap lebih
dulu. Metode ini termasuk sebagai unit operasi kimia jenis perpindahan
massa. Penerapan proses ini didasarkan pada teori bahwa pada suatu
larutan, masing – masing komponen akan menguap pada titik didihnya.
Zat cair yang mendidih jika dipanaskan terus – menerus akan berubah
menjadi uap. Banyaknya kalor yang diperlukan untuk mengubah zat caiir
menjadi uap seluruhnya pada titik didihnya disebut kalor uap.
Bila zat yang dilarutkan tidak mudah menguap maka yang
menguap adalah pelarutnya, sehingga adanya zat terlarut menyebabkan
partikel pelarut yang menguap menjadi berkurang akibatnya terjadi
penurunan tekanan uap. Jadi, dengan adanya zat terlarut menyebabkan
penurunan tekanan uap. Dengan kata lain tekanan uap larutan lebih rendah
disbanding tekanan uap pelarut murninya. Penurunan tekanan uap yang
terjadi meruakan selisih dari tekanan uap jenuh pelarut murni dengan
tekanan uap larutan. Tekanan uap larutan ideal dapat dihitung berdasarkan
suatu larutan melakukan tekanan yang sama dengan fraksi mol kali
tekanan uap dari komponen. Beberapa sifat larutan bergantung pada sifat
khusus dari zat terlarutnya. Dengan kata lain, pengaruh yang dapat diamati
tentang larutan tersebut bergantung pada sifat alamiah zat terlarutnya.

E. Pemantauan Ekstrak Metode KLTP


Tabel hasil pengolahan simplisia dan ekstraksi

Jumlah sampel Cairan Waktu Hasil Hasil Hasil


yang digunakan Penyari Maserasi rotavapor Ekstrak

33
kental
100 g 1200 5 Hari 900 mL 300 mL 13
mL

Hasil Identifikasi Alkaloid Secara Kromatografi Lapis Tipis

Larutan Sampel Lampu UV Pereaksi Harga Rf


Dragendroff
Ekstrak + Etanol Noda tidak Jingga 0,76
tampak

Ekstraksi alkaloid dari daun sirsak dilakukan dengan metode


maserasi karena pengerjaannya lebih mudah dan peralatan yang digunakan
sederhana. serta proses maserasi sangat menguntungkan dalam ekstraksi
senyawa bahan alam karena dengan perendaman sampel tumbuhan akan
terjadi pemecahan dinding dan membran sel akibat perbedaan tekanan
antara didalam dan diluar sel, sehingga metabolit sekunder yang ada dalam
sitoplasma akan terlarut dalam pelarut organik dan ekstraksi senyawa akan
sempurna. Penggunaan etanol 96% sebagai pelarut adalah karena etanol
96% dapat bertindak sebagai pelarut dan pengawet sehingga zat yang
dinginkan dapat terekstraksi serta tahan lama dan tidak mudah ditumbuhi
jamur. Proses maserasi 100 gram serbuk daun sirsak dilakukan selama 5
hari dan sehari sekali sampel diaduk sehingga sampel bagian bawah
berada pada bagian atas, maserat yang diperoleh kemudian diuapkan
dengan rotavapor kemudian diuapkan kembali diatas tangas air sampai di
dapatkan ekstrak kental.
Selanjutnya untuk reaksi identifikasi alkaloid dibuat 2 larutan uji,
larutan pertama ekstrak diencerkan dengan air kemudian ditambahkan 1
mL HCl 2N dan pada larutan kedua ditambahkan 9 mL HCl 2N .
Penambahan HCL 2N dimaksudkan untuk menarik senyawa alkaloid
dalam ekstrak karena alkaloid bersifat basa maka dengan penambahan
asam seperti HCl akan terbentuk garam, sehingga alkaloid akan terpisah
dengan komponen-komponen lain dari sel tumbuhan yang ikut terekstrak
dengan mendistribusikannya ke fasa asam. Setelah itu dilakukan

34
pemanasan selama 2 menit di atas penangas air kemudian didinginkan lalu
saring kemudian dipipet tiga tetes filtrat dan dimasukkan dalam tabung
reaksi selanjutnya direaksikan dengan pereaksi Mayer terjadi kekeruhan
tetapi tidak terbentuk endapan, hal ini dikarenakan tidak semua alkaloid
bereaksi dengan pereaksi Mayer. Pengendapan yang terjadi tergantung
pada jenis alkaloidnya.
Setelah itu diambil kembali tiga tetes filtrat direaksikan dengan
pereaksi Bouchardat terbentuk endapan berwarna coklat kehitaman yang
menandakan adanya alkaloid, akan tetapi karena semua senyawa yang
mengandung unsur nitrogen dapat bereaksi dengan pereaksi Bouchardat
maka dilakukan identifikasi dengan Kromatografi Lapis Tipis. Proses
identifikasi menggunakan kromatografi lapis tipis menggunakan eluen etil
asetat : metanol : air dengan perbandingan 16 : 1: 2 tujuan dipilihnya tiga
pelarut tersebut karena masing-masing pelarut memiliki kepolaran yang
berbeda sehingga senyawasenyawa dengan kepolaran yang berbeda dapat
terpisahkan dengan eluen tersebut. Deteksi bercak dengan menggunakan
sinar UV 254 nm. Pada UV 254 nm, lempeng akan berflouresensi
sedangkan sampel akan tampak berwarna gelap.
Hasil setelah dilihat di bawah sinar UV 254 nm noda atau bercak
tidak tampak, dikarenakan tidak semua noda atau bercak yang
menandakan adanya alkaloid bisa dilihat dengan UV 254 nm oleh karena
itu lempeng disemprot dengan pereaksi Dragendorff untuk menampakkan
noda atau bercaknya. Setelah lempeng disemprot dengan pereaksi
dragendorff terdapat bercak berwarna jingga yang dapat dilihat secara
langsung. Bercak berwarna jingga ini menandakan adanya senyawa
golongan alkaloid pada daun sirsak. Harga Rf yang didapatkan setelah
dihitung adalah 0,76.
Berdasarkan Harborne (1987) nilai Rf 0,76 tidak masuk dalam
kisaran 12 alkaloid yang paling umum yaitu 0,07 – 0,62 namun dengan
melihat hasil identifikasi dengan pereaksi kimia dan kromatografi lapis
tipis dapat dinyatakan bahwa daun sirsak mengandung senyawa alkaloid.

35
F. Pemantauan Fraksi
Identifikasi secara kromatografi lapis tipis (KLT) dilakukan untuk
mengetahui isi kandungan senyawa kimia dan menetapkan kebenaran yang
terdapat pada ekstrak etanol daun sirsak dan masing-masing fraksinya.
Senyawa yang diidentifikasi adalah alkaloid. Campuran yang akan
dipisahkan berupa larutan, ditotolkan pada pelat berupa bercak. Setelah
pelat ditotolkan, ditaruh dalam bejana tertutup rapat yang fase gerak.
Pemisahan terjadi selama perambatan kapiler. Hasil pemeriksaan yang
diperoleh diidentifikasi dibawah sinar UV (254 dan 366 nm) ditandai
dengan ada atau tidaknya fluoresensi. Apabila ingin melihat bercak
senyawa secara spesifik seperti pada senyawa alkaloid maka harus
menggunakan penampak bercak/noda dengan pereaksi Dragendorff. Jika
timbul warna coklat atau jingga setelah penyemprotan pereaksi
Dragendorff menunjukkan adanya alkaloid. Bila tanpa pereaksi kimia, di
bawah sinar UV 366 nm, alkaloid akan berfluoresensi biru, biru-hijau atau
ungu dan pada UV 254 nm terjadi peredaman coklat kehitaman (Depkes
1989).
Berdasarkan literatur diperoleh hasil pemantauan fraksi dengan metode
KLT yaitu sebagai berikut:

Hasil Identifikasi KLT


Senyawa Ekstrak Fraksi n-heksan Fraksi etil Fraksi air
asetat
Alkaloid + + + -
Keterangan :

(+) : mengandung senyawa

(-) : tidak mengandung senyawa

Hasil identifikasi kandungan senyawa kimia ekstrak dan fraksi


daun sirsak secara kromatografi lapis tipis menunjukkan positif
mengandung senyawa alkaloid. Hasil menunjukkan positif pada sampel
ekstak daun sirsak, fraksi n-heksan dan fraksi etil asetat. Dimana terlihat
dibawah sinar UV 254 nm terjadi peredaman coklat kehitaman sedangkan

36
pada UV 366 nm. terlihat jelas berfluoresensi biru. Namun pada literatur
penelitian ini hanya menguji senyawa alkaloid dengan spektro UV 254 dan
366 nm saja tidak dengan pereaksi Dragendorff.

G. Kromatografi Kolom

Fraksi Eluen Rendeman (%)


A N-Heksan –CHCl3 (10:90) 8`76
B 100% CHCl3 5.24
C CHCl3-EA (50:50) 7.89
D CHCl3-MeOH (90:10) 17.17
E CHCl3- MeOH (80:10) 6.04
F CHCl3- MeOH (80:20) 5.93

Ekstrak alkaloid total dipisahkan komponen-komponennya dengan


kromatografi kolom, dihasilkan 6 fraksi dengan rendemen bobot dalam
setiap fraksi. Fraksi-fraksi tersebut selanjutnya diuji fitokimia terhadap
alkaloidnya dengan menyemprotkan pereaksi Wagner pada kromatogram
hasil KLT. Fraksi yang didapati positif alkaloid adalah fraksi D (0.1628 g).
Keterpisahan komponen alkaloid fraksi D tersebut di dalam eluen CHCl3-
MeOH (9:1) belum baik. Hal ini terlihat dari munculnya noda dengan pola
memanjang seperti tampak pada kromatogram (Gambar 4A). Oleh karena
itu, dicari eluen lain yang menghasilkan keterpisahan antar komponen
lebih baik. Eluen terbaik yang diperoleh adalah CHCl3-MeOH (85:15),
yang menghasilkan 6 noda pada kromatogram KLT-nya (Gambar 4B).
Fraksi D selanjutnya dipisahkan dengan KLT preparatif menggunakan
eluen terbaik tersebut.

H. Isolasi Senyawa Aktif metode KLTP

No Isolate Eluen Nilai Rf


Warna bercak
Uv 254 Uv 366
1. KKK N-heksan :air 7:3 0,94118 Hijau Ungu
2. KCV N-heksan :air 7:3 0,76471 Hijau Ungu
Kromatografi adalah teknik pemisahan campuran berdasarkan
perbedaaan kecepatan perambatan komponen dalam medium tertentu.
Pada kromatografi, komponen komponennya akan dipisahkan antara dua

37
fase yaitu fase diam dan fase gerak. Fase diama akan menahan komponen
campuran sedangkan fase gerak akan melarutkan zat komponen campuran
sedangkan fase gerak akan melarutkan zat komponen campuran.
Komponen yang mudah tertahan pada fase diam akan tertinggal,
sedangkan komponen yang mudah larut dalam fase gerak akan bergerak
lebih cepat.
Pemisahan suatu senyawa dari senyawa lain dalam suatu ekstrak,
dimana senyawa-senyawa itu akan terpartisi sesuai tingkat kepolarannya,
Dimana fase diam yang digunakan adalah bubuk silika kasar yang
dimampatkan pada kolom yang terlebih dahulu di masukkan kapas untuk
mencegah silikanya turun, dan digunakan kertas saring agar proses partisi
dapat berjalan baik dan lebih selektif Karen lewat pori-pori penggunaan
perbandingan eluen tertentu berguna untuk mempartisi ekstrak dan
digunakan dari yang paling non polar lalu paling polar agar proses
pemisahan lebih baik dan di bantu dengan bantuan gaya gravitasi.
Adapun maksud dari praktikum ini adalah untuk mengetahui cara
dan identifikasi senyawa aktiif dari fraksi Lamtoro (Leucaena
leucocephala Lmenggunakan kromatografi lapis tipis preparative.
Sedangkan tujuan dari praktikum ini adalah untuk melakukan pemisahan
senyawa aktif dari fraksi Lamtoro (Leucaena leucocephala Lmenggunakan
kromatografi lapis tipis preparative.
Cara kerja dari praktikum ini yaitu, Disiapkan alat dan bahan yang
akan di gunakan kemudian dimasukkan lempeng yang telah  di totol dalam
chamber yang berisi eluen. Diamati eluen yang naik sampai batas tanda,
kemudian diamati pada lampu UV 254 nm dan 366 nm kemudian
disemprot dengan DPPH.
Pada praktikum KLTP digunakan 2 hasil jenis fraksi yaitu fraksi
dari hasil KKK dan KCV. Dimana fraksi KKK yang diambil itu fraksi
berwarna Hijau sedangkan pada KCV fraksi yang diambil yaitu yang
berwarna kuning. Tujuannya untuk membandingkan fraksi yang mana
paling Nampak noda untuk dikerok. Dimana hasil yang diperoleh yaitu
fraksi dari KCV yang paling baik atau paling bagus, karena bercak pita

38
yang terbentuk terbentuknya beberapa pita pada lempeng KLTP dimana
pita yang akankeruk pada lempeng adalah pita yang memiliki warna yang
lebih kuning berlatar ungu yang dapat disebut sebagai fraksi aktif,.

I. Uji Kemurnian Isolat

Warna Jumlah Noda Rf


Kuning 1 panjang 0,422
Kecoklatan 1 panjang 0,422
Coklat 1 panjang 0,333
Kehitaman
KLT 2 arah atau 2 dimensi ini bertujuan untuk meningkatkan
resolusi sampel ketika komponen-komponen solute mempunyai
karakteristik kimia yang hampir sama, karenanya nilai Rf juga hampir
sama sebagaimana dalam asam-asam amino. Selain itu, 2 sistem fase gerak
yang sangat berbeda dapat digunakan secara berurutan sehingga
memungkinkan untuk melakukan pemisahan analit yang mempunyai
tingkat polaritas yang berbeda

Adapun identifikasi bercak yang dilakukan pada pegujian


Kromatografi lapis tipis multi eluen dan dua dimensi yaitu :

Pada UV 254 nm, lempeng akan berflouresensi sedangkan sampel


akan tampak berwarna gelap. Penampakan noda pada lampu UV 254 nm
adalah karena adanya daya interaksi antara sinar UV dengan indikator
fluoresensi yang terdapat pada lempeng.Fluoresensi cahaya yang tampak
merupakan emisi cahaya yang dipancarkan oleh komponen tersebut ketika
elektron yang tereksitasi dari tingkat energi dasar ke tingkat energi yang
lebih tinggi kemudian kembali ke keadaan semula sambil melepaskan
energi.

Pada UV 366 nm noda akan berflouresensi dan lempeng akan


berwarna gelap. Penampakan noda pada lampu UV 366 nm adalah karena
adanya daya interaksi antara sinar UV dengan gugus kromofor yang terikat
oleh auksokrom yang ada pada noda tersebut.Fluoresensi cahaya yang
tampak merupakan emisi cahaya yang dipancarkan oleh komponen

39
tersebut ketika elektron yang tereksitasi dari tingkat energi dasar ke tingkat
energi yang lebih tinggi kemudian kembali ke keadaan semula sambil
melepaskan energi.Sehingga noda yang tampak pada lampu UV 366
terlihat terang karena silika gel yang digunakan tidak berfluororesensi
pada sinar UV 366 nm.

Berdasarkan percobaan dapat disimpulkan bahwa daun johar


(cassia siamea) didapatkan hasil pada KLT multi eluen terdapat noda yaitu
pada UV 366 danuntuk KLT dua dimensi terdapat noda pada UV 254.

Analisa kemurnian terhadap isolat dilakukan dengan cara KLT dua


dimensi dengan menggunakan silika gel GF254 dengan perbandingan fasa
gerak nheksan : air 7:3 dengan nilai Rf yang diperoleh dari masing-masing
perbandingan. Uji Fitokimia menunjukkan bahwa ekstrak mengandung
senyawa metabolit sekunder yaitu merupakan golongan senyawa alkaloid.

J. Identifikasi Isolat Metode UV-Vis dan IR

Bilangan Gelombang (cm-1)


N Isolat Pustak Pustaka Pustaka Pusta Bentuk Kemungki
O a (Satrohami (Creswell, ka Pita nan Gugus
(Santi, d 2005 (Lusi Fungsi
2010) jojo,1997; ana,
Silverstein 2009
et al., 1991)
1 3421,48 3425,3 3400-3450 3100-3500 3350 Tajam N-H Uluran
2 2923,88; 2927,7; 2800-3000 2700-3000 2960; Tajam C-H alifatik
2852,52 2854,5 1730-1850 1650-1900 2870 Tajam (CH3)
3 1745,46 1735,8
4 1710,74 1500-1675 Lemah C=O
5 1618,17;
1542,95 1300-1475 Tajam C=C
6 1460,01
7 1072,35 650-1000 Tajam C-H (CH2)
8 960,48 1050 Lemah C-N
879,48 Regangan

40
850,55 C-H
777,26 aromatik
721,33
651,89

Spektrum inframerah senyawa isolat ditunjukkan dalam Gambar 2


dan interpretasi spektrum inframerah (gelombang, bentuk pita, intensitas,
dan penempatan gugus terkait) dipaparkan pada Tabel 3.
Dari data spektrum Inframerah pada Gambar 2 memperlihatkan
bahwa senyawa yang diperoleh menunjukkan serapan pada bilangan
gelombang 3421,48 cm-1 dengan serapan tajam dan intesitas kuat yang
diduga serapan uluran dari gugus N-H. Dugaan ini diperkuat dengan
munculnya serapan pada bilangan gelombang 1072,35 cm-1 yang
merupakan serapan untuk gugus fungsi C-N tak terkonjugasi dalam amina
sekunder yang mendukung adanya gugus N-H sekunder. Gugus C-H
alifatik muncul pada daerah bilangan gelombang 2923,88 dan 2852,52
cm1 dengan intensitas tajam dan kuat, Serapan ini juga muncul pada
daerah bilangan gelombang 1460,01 cm-1 yang merupakan tekukan dari
C-H. Pita tajam dengan intensitas kuat didaerah bilangan gelombang
1745,46, dan 1710, 74 cm-1 menunjukkan adanya regangan gugus C=O.
Pita serapan pada bilangan gelombang 1618,17 dan 1542 cm-1, tajam tapi
lemah menunjukkan adanya regangan C=C. Dugaan ini diperkuat dengan
adanya serapan pada bilangan gelombang 960,48 cm-1, 879,48cm-1,
850,55 cm-1, 777,26 cm-1, 721, 33 cm-1, 651,89 cm-1 yang menunjukkan
adanya tekukan C-H aromatik,
Senyawa isolat diduga memiliki karakteristik gugus fungsi ikatan
rangkap terkonyugasi, N-H, C-H, C=C, C-N, C=O, =C-H aromatik yang
strukturnya tidak beda jauh dengan karakteristik dari senyawa alkaloid
indol seperti triptofan yang memiliki gugus aromatik, serta gugus C=O di
luar struktur induknya.

41
42
BAB V

KESIMPULAN

Daun sirsak (Annonae muricatae Folium) memiliki fragmen pengenal pada


mikroskopis serbuk daun sirsak adalah rambut penutup, pembuluh kayu, stomata
tipe anomositik dan jaringan palisade. Dan untuk pengamatan makroskopik
didapatkan hasil daun sirsak berwarna hijau kecoklatan pada permukaan daun di
atas dan coklat pada permukaan daun di bawah, bentuk daun jorong, bentuk
permukaan daun berkerut, bentuk tepi daun rata, susunan tulang daun yang
menyirip serta organoleptic serbuk daunnya memiliki warna hijau kecoklatan, rasa
agak kelat dan berbau khas aromatic.

Dari praktikum menggunakan serbuk simplisia daun sirsak (annona


muricata L) sebanyak 500 gram, dan dilakukan ekstraksi dengan metode maserasi
menggunakan pelarut etanol 96% sebanyak 7,5 Liter, dan didapatkan hasil
ekstraksi cair sebanyak 6,9 Liter. Kesimpulan pada skrining fitokimia daun sirsak
bahwa pemekatan ekstrak simplisia daun sirsak menggunakan waterbath ataupun
bisa menggunakan rotary evavorator dan Hasil penapisan fitokimia ektrak daun
sirsak menyatakan bahwa daun sirsak mengandung Alkaloid, Flavonoid, Kuinon,
Steroid, Mono dan Seskuiterpenoid dan Polifenol.

Pada proses fraksinasi titik didih merupakan hal yang sangat


mempengaruhi perolehan filtrate. Dapat diketahui jika penarikan senyawa dengan
menggunkan etil asetat dapat diperoleh hasil berupa filtrate setelah dilakukan
penguapan. Begitu pula dengan n-heksan dikarenaka titik didih yang cukup
rendah dan hamper sama dengan etil asetat maka pada proses penguapan dapat
diperolehnya hasil berupa filtrat. Alkaloid pada daun sirsak (Annona muricata L.)
dapat diidentifikasi dengan cara mereaksikan dengan pereaksi Bouchardat dan
kromatografi lapis tipis. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa
daun sirsak (Annona muricata L.) mengandung senyawa alkaloid

Dari hasil pemantauan fraksi dengan metode KLT diperoleh hasil positif
alkaloid pada fraksi n-heksan dan fraksi etil asetat yang terlihat pada sinar UV 254
nm terjadi peredaman coklat kehitaman sedangkan pada UV 366 nm. terlihat jelas

43
berfluoresensi biru. Pemisahan komponen alkaloid dengan metode kromatografi
kolom dan KLT preparatif menghasilkan 3 noda alkaloid (D3 ; D4; D5). Dari
hasil praktikum yang telah dilakukan, dapat disimpulkan kromatografi lapis tipis
preparatif  nilai Rf pada fraksi 1 yaitu 0,94118 cm dan nilai Rf untuk fraksi 2
yaitu 0,76471 cm.

Pada hasil uji kemurnia isolate diketahui bahwa ekstrak mengandung


senyawa alkaloid dari adanya bercak pada klat dengan metode 2 dimensi 3x
pengembangan. Hasil analisis spektroskopi UV-Vis dan Inframerah (IR) diduga
bahwa isolat merupakan senyawa golongan alkaloid jenis alkaloid indol, yang
mempunyai serapan imina atau diena terkonyugasi transisi π→π* pada panjang
gelombang 237,5 nm pada pita II, dan adanya indikasi n→π* dari elektron n
menyendiri pada aom N dengan panjang gelombang 282,5 nm pada pita I serta
memiliki karakteristik gugus fungsi N-H, C-H, C-N, C=C, C=O, C-H aromatik.

44
DAFTAR PUSTAKA

Adewole, S. O., Ezekiel, A., Martins, C. 2006. Morphological Changes

Hypoglycemic Effects of Annona muricata Linn (Annonaceae) Leaf

Aqueous Extract on Pancreatic B-Cells of Streptozotocin-Treated Diabetic


Rats. African Journal of Biomedical Research

Andrisa, R. 2012. Karakterisasi Simplisia, Skrining Fitokimia dan Uji Aktivitas

Antibakteri Dari Ekstrak Etanol, Fraksi Etil Asetat dan n-Heksana Daun

Sirsak (Annona muricata L.). Skripsi. Medan: Universitas Sumatera Utara.

Anonim, 2014, ”Penuntun dan Buku Kerja Praktikum Fitokimia 2”,  Fakultas

Farmasi. Universitas Muslim Indonesia. Makasar

Ardianti Khusnul Khotimah. 2016. Pengaruh Pemberian Fraksi n-Heksan, Etil

Asetat dan Air Dari Ekstrak Daun Sirsak (Annona muricata L.) Terhadap

Kadar Gula Darah Mencit yang Diinduksi Aloksan. [Skripsi]. Fakultas

Farmasi Universitas Setia Budi. Surakarta.

Bobsaid, Fitri Amalia . 2018 . Review Jurnal : Identifikasi Alkaloid pada Daun

Sirsak (Annona Muricata L.). Jurusan Teknik Industri . Universitas

Trisakti, Jakarta

Dalimartha., Setiawan. 2009. Atlas Tumbuhan Obat Indonesia Jilid 6. Jakarta:

Pustaka Bunda

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1989. Materia Medika Indonesia.

Jilid V. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia


Harbone, J. B. 1987.Metode Fitokimia. Terjemahan dari Phytochemical Method,

oleh Kosasih Padmawinata dan Iwang Sudiro. Penertbit ITB Bandung.

Heftmann, E. 2003. Steroids Dalam Kromatografi, Fundamentals and Aplication,

45
Amsterdam.

Hendayana, Sumar.1994.”Kimia Analitik Instrumentasi IKIP Semarang Press:

Semarang.

Ibnu, dkk. 2005, "Flora untuk Sekolah di Indonesia”, PT. PradnyaParamita,

Jakarta.

Idrus, Rifki Brahmono. Nurhayati Bialang. La Alio. Isolasi dan Karakterisasi

Senyawa Alkaloid dari biji Tumbuhan Sirsak (Annona muricata Linn).

Jurusan Pendidikan Kimia Fakultas MIPA Universitas Negeri Gorontalo .

Kennedy, John.1990.”Analytical Chemistry Principles”. Sounders College

Publishing:New York.a

Muhiedin, Fuad.2008. Efesiensi Proses Ekstraksi Oleoresin Lada Hitam Dengan

Metode Ekstraksi Multi Tahap.Malang:Universitas Brawijaya

Simbala,H.E.L,.2009. Analisis Senyawa Alkaloid Beberapa Jenis Tumbuhan Obat

Sebagai Bahan Aktif Fitofarmaka. Pasific Journal. Vol.1(4):489-94

Thompson, E. B. 1985. Drug Bioscreening. Graceway Publishing Company.

America

Yanti, Mella.2014. Isolasi Dan Identifikasi Senyawa Alkaloid Dalam Ekstrak

Daun Sirsak Hutan (Annona glabra). Institut Pertanian Bogor: Bogor

46
LAMPIRAN

Daun sirsak kering


Serbuk daun sirsak

Pembuluh kayu
Rambut penutup

Stomata tipe anomositik Jaringan palisade

Ekstraksi Simplisia Daun Sirsak

Gambar Keterangan
Proses memasukkan simplisia ke dalam toples kaca

47
Proses menambahkan eluen ke dalam toples kaca yang
berisi simplisia serbuk

Hasil ketika simplisia dengan eluennya telah tercampur


semua

Proses pemisahan antara residu dengan filtrate

Skrining fitokimia dari ekstrak serbuk simplisia daun sirsak

Steroid (+) Saponin (-) Tanin (-) Polifenol (+)

48
Kuinon (+) Flavonoid (+) Dragendorf (+)
Skrining fitokimia dari ekstrak kental daun sirsak

Mayer (-) Dragendorf (+) Steroid (+) hijau Monoterpenoid


(+) ungu
kemerahan

Polifenol (+) Flavonoid (+) Kuinon (+) Tanin (-)

Saponin (-)
Ekstrak Cair-cair

49
Pemantauan Fraksi

Kromatografi Kolom

50
Identifikasi Isolat

51

Anda mungkin juga menyukai