Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN PRAKTIKUM ANALISIS FARMASI

SEMESTER GANJIL 2017 – 2018

Pengujian Parameter Ekstrak Daun Jambu Biji (Psidium guajava)

Hari / Jam Praktikum : Rabu, 13.00 – 16.00

Tanggal Praktikum : 8 dan 15 November 2017

Kelompok :2

Asisten : 1. Deti Dewantisari

2. Ike Susanti

SAQILA ALIFA RAMADHAN

260110160047

LABORATORIUM ANALISIS FARMASI DAN KIMIA MEDISINAL

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS PADJADJARAN

2017
I. Tujuan
1.1. Menentukan mutu ekstrak bahan baku obat tradisional dengan metode
penetapan kadar abu, kadar abu tidak larut asam, dan penentuan bobot jenis
1.2. Menentukan kadar flavonoid ekstrak dengan metode kolorimetri
aluminium klorida
1.3. Menguji adanya kandungan kuersetin dalam ekstrak dengan metode KLT

II. Prinsip
2.1 Kadar Abu Total
Penetapan kadar abu total dilakukan dengna pemijaran terhadap 2
gram sampel pada suhu 600o C hingga bobot abu pijaran konstan (Depkes
RI, 2000).
2.2 Kadar Abu Tak Larut Asam
Abu yang diperoleh dari penetapan abu tak larut dalam asam kuat
terhadap berat ekstrak, dinyatakan dalam %b/b (Depkes RI, 2000).
2.3 Bobot Jenis
Densitas suatu bahan didefinisikan sebagai rasio massa per unit
volume (Rivai, 2013).
2.4 Kolorimetri
Kuersetin akan bereaksi dengan AlCl3 membentuk kompleks warna.
Hasil warna dari pencampuran ekstrak uji dengan AlCl3 dibandingkan
dengan warna kompleks kuersetin dengan AlCl3 (Chang,2002).
2.5 Spektrofotometri
Senyawa satu dengan lainnya memiliki daya serap gelombang cahaya
berbeda-beda, sehingga dapat diidentifikasi dengan menembakkan sinar
tampak dan melihat absorbansi senyawa terhadap sinar tersebut
(Adeeyinwo, 2013).
2.6 KLT
Setiap senyawa memiliki kepolaran yang berbeda-beda, dengan eluen
yang tepat, senyawa-senyawa dapat terpisah dan diidentifikasi dalam KLT
(Abidin, 2011).

III. Mekanisme Reaksi


3.1 AlCl3 dengan Kuersetin

Alumunium klorida (AlCl3) akan terionisasi menjadi Al3+ dan Cl-. Ion Al
kemudian akan membentuk kompleks dengan gugus keto pada C4 kuersetin dan
gugus hidroksi pada C3 atau C5 yang bertetangga dari senyawa golongan flavon
atau flavonol
(Azizah, et al. 2014)

IV. Teori Dasar


Ekstrak adalah sediaan kental yang diperoleh dengan mengekstraksi zat
aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan menggunakan
pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan
massa atau serbuk yang tersisa diperlukan sedemikian rupa sehingga memenuhi
baku yang telah ditetapkan (Depkes RI, 1995).
Standarisasi ekstrak tumbuhan obat di Indonesia merupakan salah satu
tahapan penting dalam pengembangan obat asli Indonesia. Ekstrak tumbuhan
obat dapat berupa bahan awal, bahan antara dan produk jadi. Ekstrak sebagai
bahan awal dianalogikan sebagai bahan baku yang dengan teknologi fitofarmasi
dapat diproses menjadi produk jadi. Ekstrak sebagai bahan antara merupakan
bahan yang dapat diproses menjadi produk jadi, fraksi – fraksi, isolat senyawa
tunggal, atau sebagai campuran dengan ekstrak lain. Adapun jika sebagai
produk jadi yang berada dalam sediaan siap digunakan, baik dalam bentuk
kapsul, tablet, pil maupun sediaan topikal lainnya (Arifin, 2006).
Ekstrak sebagai bahan dan produk kefarmasian yang berasal dari simplisia
harus memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan untuk dapat menjadi obat
herbal terstandar atau obat fitofarmaka. Salah satu parameter mutu ekstrak
secara kimia adalah kandungan senyawa aktif simplisia tersebut. Selain itu,
parameter non spesifik juga diperlukan untuk mengetahui mutu ekstrak (Azizah,
2013).
Uji parameter spesifik kadar total golongan kandungan kimia bertujuan
untuk memberikan informasi kadar kandungan golongan kimia sebagai
parameter mutu ekstrak dalam kaitannya dengan efek farmakologis (DepKes RI,
2000).
Parameter non-spesifik berfokus pada aspek kimia, mikrobiologi dan fisis
yang akan mempengaruhi keamanan konsumen dan stabilitas. Meliputi, kadar
air, cemaran logam berat, alfatoksin, kadar abu, bobot jenis dan lain sebagainya
(Solihah, 2015).
Karakterisasi ekstrak terdiri dari karakterisasi non spesifik yang meliputi
penetapan bobot jenis, kadar air, kadar sisa pelarut, kadar abu. Sedangkan
karakterisasi spesifik mencakup pemeriksaan senyawa yang terlarut dalam
pelarut air dan etanol, pola kromatogram dengan cara KLT- densitometri.
Pemeriksaan golongan kimia ekstrak dan penetapan kadar menggunakan
spektrofotometer UV (Arifin, 2006).
Penentuan kadar abu total dimaksudkan untuk menentukan baik tidaknya
suatu proses pengolahan ekstrak dan untuk mengetahui jenis bahan yang
digunakan dan penentuan abu total dapat juga berguna untuk parameter nilai
gizi bahan makanan (Sudarmadji, 2003).
Abu adalah zat organik sisa hasil pembakaran suatu bahan organik. Kadar
abu ada hubungannya dengan mineral suatu bahan. Mineral yang terdapat dalam
suatu bahan dapat merupakan dua macam garam, yaitu garam organik dan
garam anorganik. Yang termasuk garam organik misalnya garam-garam asam
malat, oksalat, asetat, pektat. Sedangkan garam anorganik antara lain dalam
bentuk garam fosfat, karbonat, klorida, sulfat, nitrat. Selain kedua garam
tersebut, kadang-kadang mineral berbentuk sebagai senyawa kompleks yang
bersifat organis. Apabila akan ditentukan jumlah mineralnya dalam bentuk
aslinta sangatlah sulit, oleh karena itu biasanya dilakukan dengan menentukan
sisa pembakaran garam mineral tersebut yang dikenal dengan pengabuan
(Sudarmaji, 2003).
Kandungan abu dan komposisinya tergantung pada macam bahan dan cara
pengabuannya. Kadar abu ada hubungannya dengan mineral suatu bahan.
Mineral yang terdapat dalam suatu bahan dapat merupakan dua macam garam
berdasarkan) yaitu :
1. Garam-garam organik, misalnya garam dari asa, malat, oxalate, asetat pektat
dan lain-lain.
2. Garam-garam anorganik, misalnya phospat, carbonat, chloride, sulfat nitrat
dan logam alkali (Sudarmaji, 2003).
Kadar abu tidak larut asam adalah garam-garam klorida yang tidak larut
asam yang sebagian adalah garam-garam logam berat dan silika. kadar abu tidak
larut asam tinggi menunjukkan adanya kontaminasi residu mineral atau logam
yang tidak dapat larut dalam asam pada suatu produk seperti siliki yang
ditemukan di alam sebagai kuarsa, pasir dan baru (Diharmi, 2011).
Bobot jenis adalah perbandingan bobot zat di udara pada suhu 25o C
terhadap bobot air dengan volume dan suhu yang sama. Bobot jenis suatu zat
adalah hasil yang diperoleh dengan membagi bobot zat dengan bobot air dalam
piknometer, kecuali dinyatakan lain dalam monografi, keduanya ditetapkan
pada suhu 25o C (Depkes RI, 2000).
Parameter Bobot jenis ekstrak merupakan parameter yang
mengindikasikan spesifikasi ekstrak uji. Parameter ini penting, karena bobot
jenis ekstrak tergantung pada jumlah serta jenis komponen atau zat yang larut
didalamnya (Ditjen POM, 2000).
Perlu dikembangkan metode standardisasi sediaan obat tradisional, salah
satunya adalah dengan penetapan kadar salah satu kandungan senyawa aktif
dalam sediaan obat tradisional (Cahyanta, 2016).
Penentuan flavonoid total dalam ekstrak dilakukan untuk mengetahui
prosentase kandungan flavonoid total dalam ekstrak menggunakan metode
kolorimetri aluminium klorida dengan pengukuran absorbansi secara
spektrofotometri (Cahyanta, 2016).
Spektrum flavonoid biasanya ditentukan dalam larutan dengan pelarut
metanol atau etanol. Spektrum khas flavonoid terdiri atas dua maksimal pada
rentang 230-295 nm (pita II) dan 300-560 nm (pita I) (Neldawati, 2013).
Di dalam isolasi senyawa, kromatografi sangat penting dan fundamental
untuk identifikasi, deteksi pemisahan, deteksi optimasi fase gerak, deteksi
kemurnian, dll. KLT akan memvisualkan senyawa-senyawa yang terkandung
dalam bahan sehingga bisa diketahui sifat-sifatnya terutama polaritas (Saifudin,
2014).

KLT menggunakan fase stasioner berupa lapisan tipis suatu adsorben,


misalnya gel silika dilapiskan pada pelat dan fase mobilnya adalah berupa
campuran pelarut. Sampel diaplikasikan pada pelat kemudian pelat diberdirikan
dengan ujung bawah dengan pelarut. Ketika pelarut naik akibat aksi kapiler
pada adsorben, komponen sampel terbawa dengan kecepatan yang berbeda,
dapat dilihat sebagai deretan titik-titik setelah pelatnya dikeringkan atau
diwarnai atau dilihat di bawah cahaya UV (Sumawinata, 2002).
Uji parameter spesifik pola kromatografi bertujuan untuk memberikan
gambaran awal komposisi kandungan kimia berdasarkan pola kromatogram
(DepKes RI, 2000).
Spektofotometer UV-Vis dapat digunakan untuk analisis kuantitatif dalam
penentuan jumlah flavonoid yang terdapat dalam ekstrak metanol (Carbonaro,
2005).

V. Alat dan Bahan


5.1 Alat
5.1.1 Chamber KLT
5.1.2 Gelas kimia
5.1.3 Gelas ukur
5.1.4 Kertas saring
5.1.5 Kertas saring bebas abu
5.1.6 Kurs
5.1.7 Neraca analitik
5.1.8 Oven
5.1.9 Penangas air
5.1.10 Piknometer
5.1.11 Pipet
5.1.12 Silika gel
5.1.13 Spektrofotometer UV-Vis
5.1.14 Stirrer

5.2 Bahan
5.2.1 AlCl3
5.2.2 Amonia
5.2.3 Aquadest
5.2.4 Asam asetat
5.2.5 Ekstrak kental bahan baku obat tradisional ( Ekstrak daun jambu biji)
5.2.6 Etanol
5.2.7 HCl 2 N
5.2.8 Kuersetin
5.2.9 N-butanol
5.2.10 Natrium asetat

VI. Metode
6.1 Parameter Non-Spesifik
6.1.1 Pembuatan HCl 2N
Diambil 33,3 ml HCl 36% dan dimasukkan ke dalam beaker lalu di add
dengan aquades hingga 200 ml.

6.1.2 Penentuan kadar abu


Pertama ditimbang 2 gram ekstrak, ekstrak dimasukkan ke dalam kurs
yang telah di tara. Kemudian, simplisia dipijarkan perlahan dengan
menaikkan suhu secara bertahap hingga 600 ± 25o C sampai dengan
abu bebas karbon. Lalu, abu didinginkan di dalam desikator lalu
ditimbang berat nya hingga konstan. Kadar abu dihitung dalam persen
terhadap berat sampel awal.

6.1.3 Penentuan Kadar abu tidak larut asam


Abu dari hasil pengujian penetapan kadar abu total ditambahkan
dengan HCl 2 N sebanyak 25 ml lalu dipanaskan selama 5 menit.
Bagian yang tidak larut dalam asam disaring dengan menggunakan
kertas saring bebas abu. Kemudian, filtrat yang tidak larut dicuci
dengan air panas dan disaring kembali. Bagian yang tetap tidak larut di
pijarkan di dalam kurs yang telaah di tara di dalam tanur. Kemudian
ditimbang beratnya hingga konstan. Dihitung kadar abu yang tidak larut
asam dalam persen terhadap berat sampel.

6.1.4 Penentuan bobot jenis


Ditimbang piknometer kosong yang telah dicuci bersih dan
dikeringkan. Piknometer kemudian diisi dengan aquadest hingga penuh
kemudian ditimbang. Lalu, piknometer di cuci dan diisi dengan
pengenceran ekstrak 5% (0,5 gram ekstrak dilarutkan dalam 10 ml
etanol 70%) lalu ditimbang kembali dan dicatat hasil penimbangannya.
Piknometer kembali dikosongkan lalu diisi dengan pengenceran ekstrak
10% (1 gram ekstrak dilarutkan dalam 10 ml etanol 70%) kemudian
ditimbang dan dicatat hasil penimbangannya.

6.2 Parameter Spesifik


6.2.1 Pembuatan larutan uji ekstrak
Ditimbang ekstrak sebanyak 1 gram dan dilarutkan dalam 25 ml etanol
95%. Larutan ekstrak diaduk selama 2 jam menggunakan mechanical
stirrer kecepatan 200 rpm. Filtrat kemudian disaring dan hasil filtrat di-
add etanol hingga 25 ml.

6.2.2 Pembuatan larutan stok kuersetin 200 ppm


Ditimbang kuersetin baku sebanyak 20 mg dan dilarutkan dalam 100
ml etanol 96%.

6.2.3 Pembuatan kurva baku


Dibuat serangkaian larutan kuersetin dalam etanol dengan konsentrasi
40, 60, 80, 100, dan 120 ppm. Kemudian dari masing-masing larutan,
diambil 0,5 ml dan dicampur dengan 1,5 ml etanol 95%; 0,1 ml
Alumunium klorida 10%; 0,1 ml Natrium asetat 1M, dan aquadest 2,8
ml. campuran diinkubasi selama 30 menit dalam suhu kamar kemudian
diukur serapan dengan spektrofotometer UV-Vis pada panjang
gelombang 438 nm. Setelah didapat data absorban pada kelima
konsentrasi, dibuat kurva baku standar.

6.2.4 Penentuan jumlah flavonoid dari larutan uji ekstrak


Diambil sejumlah 1 ml ekstrak etanol sampel kemudian dilarutkan
dalam 10 ml etanol 95%. Kemudian dari larutan yang telah diencerkan,
diambil 0,5 ml dan dicampur dengan 1,5 ml etanol 95%; 0,1 ml
Alumunium klorida 10%; 0,1 ml Natrium asetat 1M; dan 2,8 ml
aquadest. Diinkubasi selama 30 menit dalam suhu kamar kemudian
diukur serapan dengan spektrofotometer UV-Vis pada panjang
gelombang 438 nm. Diukur jumlah flavonoid dengan metode
kolorimetri alumunion klorida.

6.2.5 Pengujian kualitatif kandungan kuersetin dalam ekstrak


Ditotolkan larutan ekstrak dan baku kuersetin masing-masing 1 cm di
atas plat KLT. Fase gerak 20 ml dikembangkan dalam chamber dengan
komposisi campuran N-Butanol : Asam asetat : air (4:1:5). Setelah
chamber jenuh, plat dikembangkan dalam chamber. Plat kemudian
dikeringkan dan dilihat di bawah sinar UV 254 dan 366.

VII. Hasil dan Perhitungan


Tabel 7.1 Hasil Uji Parameter Non-Spesifik Ekstrak
No. Perlakuan Hasil
1. Penentuan kadar abu total Didapatkan kadar abu total ekstrak
daun jambu biji adalah 0,2992%
2. Pembuatan larutan ekstrak 5% Diperoleh larutan ekstrak 5% dan
dan 10% dalam etanol 70% 10% masing – masing sebanyak
15 ml
3. Penentuan bobot jenis ekstrak Didapatkan bobot jenis ekstrak
5% adalah 0,922 dan bobot jenis
ekstrak 10% adalah 0,968

 Perhitungan Kadar Abu Total


• Penimbangan ekstrak (m) = 2,0052 gram
• Bobot kurs kosong (Co) = 41,593 gram
• Bobot kurs ekstrak (Ct) = 41,599 gram
• Kadar abu total = x 100%

= x 100% = 0,2992 %

 Pengenceran Etanol 70%


V1 x N1 = V2 x N2
V1 x 0,96 = 85 x 0,7

V1 = = 61,979 ml

 Perhitungan Bobot Jenis


a. Kerapatan air
• Bobot pikno kosong = 13,1650 gr
• Bobot pikno + air = 23,5826 gr
• Bobot air = 10,4176 gr
• Volume air = 10 ml

• Kerapatan air = = = 1,04175 ⁄

b. Kerapatan Ekstrak 5%
• Bobot pikno kosong = 13,1650 gr
• Bobot pikno + ekstrak 5% = 22,76599 gr
• Bobot ekstrak 5% = 9,6009 gr
• Volume ektrak 5% = 10 ml

• Kerapatan ekstrak 5% = = =0,96009 ⁄

c. Kerapatan Ekstrak 10 %
• Bobot pikno kosong = 13,1650 gr
• Bobot pikno + ekstrak 10 % = 23,2539 gr
• Bobot ekstrak 10 % = 10,0889 gr
• Volume air = 10 ml

• Kerapatan ekstrak 10% = = =1,00889 ⁄

d. Bobot jenis esktrak 5% = = = 0,922

e. Bobot jenis ekstrak 10% = = = 0,968

Tabel 7.2 Hasil Uji Parameter Spesifik Ekstrak

No. Perlakuan Hasil


1. Pembuatan larutan uji ekstrak Diperoleh filtrat dari ekstrak daun
jambu biji sebanyak 25 ml
2. Pembuatan larutan stok kuersetin Diperoleh larutan stok kuersetin
dengan konsentrasi 200 ppm
3. Pembuatan kurva baku Diperoleh absorbansi dari berbagai
konsentrasi kuersetin. Dan
didapatkan persamaan kurva baku
standar adalah
y = 0,0712x – 0,1717 ; R2 = 0,9972
4. Penentuan jumlah flavonoid dari Diperoleh kadar flavonoid total
larutan uji ekstrak dalam ekstrak daun jambu biji
adalah 2,2637%
5. Pengujian kualitatif kandungan Didapatkan :
kuersetin dalam ekstrak Nilai Rf sampel = 0,93
Nilai Rf kuersetin = 0,93
 Pengenceran larutan baku kuersetin
• 4 ppm
V1 . ppm1 = V2 . ppm2
0,5 . 40 =5 . ppm2
ppm2 = 4 ppm
• 6 ppm
V1 . ppm1 = V2 . ppm2
0,5 . 60 =5 . ppm2
ppm2 = 6 ppm
• 8 ppm
V1 . ppm1 = V2 . ppm2
0,5 . 80 =5 . ppm2
ppm2 = 8 ppm
• 10 ppm
V1 . ppm1 = V2 . ppm2
0,5 . 100 =5 . ppm2
ppm2 = 10 ppm
• 12 ppm
V1 . ppm1 = V2 . ppm2
0,5 . 120 =5 . ppm2
ppm2 = 12 ppm
 Pembuatan Kurva Baku
Konsentrasi (ppm)[x] Absorbansi [y] Absorbansi rata2
4.0 0,1178 0,1178 0,1181 0,1179
6.0 0,2388 0,2389 0,2388 0,2388
8.0 0,4143 0,4142 0,4148 0,4141
10.0 0,5383 0,5390 0,5390 0,5388
12.0 0,6797 0,6799 0,6806 0,6800

Kurva Baku
0.8
0.7 y = 0.0712x - 0.1717
R² = 0.9972
0.6
0.5
Axis Title

0.4
Series1
0.3
Linear (Series1)
0.2
0.1
0
0.0 5.0 10.0 15.0
Axis Title

 Penentuian Jumlah Flavonoid Total Ekstrak Daun Jambu Biji


Panjang gelombang = 430 nm = A1 = 0,4732
A2 = 0,4730
A3 = 0,4739
Absorbansi rata – rata = = 0,4730

y = 0,0712 x – 0,1717
0,4730 = 0,0712 x – 0,1717
x = 9,0548 ppm
F= x 100%

= x 100%

= 2,2569%
 Penentuan Pola KLT
Jarak tempuh pelarut = 6 cm
Jarak tempuh kuersetin = 5,6 cm
Jarak tempuh karutan sampel ekstrak daun jambu biji = 5,6 cm

Rf ekstrak = = = 0,93

Rf kuersetin = = = 0,93

VIII. Pembahasan
Pada praktikum kali ini telah dilakukan pemeriksaan mutu ekstrak bahan
baku obat tradisional. Ekstrak adalah sebuah sediaan kental yang didapatkan
dari mengekstraksi senyawa aktif dari simplisia dengan menggunakan pelarut
yang sesuai. Ekstrak yang digunakan dalam praktikum kali ini adalah ekstrak
kental dari daun jambu biji. Ekstrak yang baik adalah ekstrak yang memenuhi
persyaratan- persyaratan parameter ekstrak. Parameter ekstrak sendiri terbagi
menjadi dua, yaitu parameter spesifik dan non spesifik.
Parameter spesifik merupakan parameter yang sedapat mungkin disusun
hanya dimiliki oleh ekstrak tanaman yang bersangkutan. Persyaratan spesifik
satu ekstrak akan berbeda dengan ekstrak lain karena sifatnya yang khas.
Parameter spesifik meliputi identitas ekstrak, organoleptis, senyawa terlarut
dalam pelarut tertentu, pola kromatografi, dan kandungan senyawa kimia dalam
ekstrak .Parameter non spesifik merupakan pengujian fisika, kimia dan
mikrobiologi yang dilakukan terhadap ekstrak yang dilakukan untuk menjamin
mutu ekstrak. Pengujian parameter non spesifik bersifat universal berbeda
dengan parameter spesifik yang bersifat khusus. Parameter nonspeksifik
meliputi susut pengeringan, parameter bobot jenis, kadar air, kadar abu, sisa
pelarut, residu pestisida, cemaran logam berat, cemaran mikroba.
Dalam pengujian parameter ekstrak, pengujian yang pertama kali
dilakukan adalah pengujian parameter non spesifik yaitu pengujian kadar abu
total. Penetapan kadar abu total bertujuan memberikan gambaran kandungan
mineral internal dan eksternal dalam simplisia, mulai dari proses awal sampai
terbentuknya ekstrak. Kadar abu diperiksa untuk menetapkan tingkat
pengotoran oleh logam-logam dan silikat.
Dalam penetapan kadar abu total, hal yang pertama kali dilakukan adalah
memasukkan 2 gram ekstrak ke dalam kurs yang telah di tara sebelumnya dan
telah memiliki berat yang konstan. Kurs yang konstan ditandai dengan
perbedaan penimbangan yang perbedaannya tidak lebih dari 0,0002 gr. Setelah
ekstrak kental sebanyak 2 gram masuk ke dalam kurs. Kurs kemudian
dipijarkan di dalam tanur dalam suhu 600oC.
Tanur atau muffle furnace merupakan alat yang biasa digunakan untuk
mengabukan suatu benda. Pada praktikum kali ini alasan pemilihan tanur
dibandingkan dengan oven sebagai alat untuk melakukan kadar abu ialah suhu
yang mampu dicapai oleh tanur lebih tinggi daripada oven. Dimana untuk
mengabukan senyawa yang ada pada kurs, membutuhkan suhu yang tinggi
Akan tetapi, apabila oven digunakan sebagai alat untuk mengabukan senyawa-
senyawa organik. Maka, membutuhkan waktu yang lebih lama untuk
menaikkan temperatur menjadi diatas 200 derajat celcius. Oleh karena itu,
dipilihlah tanur yang memiliki fungsi yang berkaitan untuk mengabukan suatu
benda.
Di dalam tanur, semua senyawa organic akan menguap dan terdenaturasi
menjadi abu sedangkan senyawa – senyawa anorganik (dengan BM lebih tinggi
dari senyawa organic) akan langsung menjadi abu. Setelah itu, dilakukan
pendinginan dengan menggunakan desikator. Desikator merupakan tempat
bahan yang bersifat higroskopis sehingga jika abu diletakkan dalam desikator,
maka tidak akan ada air yang tertinggal dalam abu dan tidak mengganggu hasil
penimbangan. Setelah dilakukan penetapan kadar abu total, didapatkan kadar
abu total dari ekstrak daun jambu biji sebesar 0,299%, dimana angka ini
memenuhi syarat kadar abu total ekstrak daun jambu biji yang tertera dalam
farmakope herbal Indonesia yaitu tidak lebih dari 0,8%. Hal ini menunjukkan
bahwa ekstrak yang diuji memiliki angka pengotor logam dan silikat yang
rendah.
Setelah dilakukan pengujian kadar abu total, dilakukan pengujian bobot
jenis ekstrak. Parameter bobot jenis ekstrak merupakan parameter yang
mengindikasikan spesifikasi ekstrak uji. Parameter ini penting, karena bobot
jenis ekstrak tergantung pada jumlah serta jenis komponen atau zat yang larut di
dalamnya
Dalam perobaan ini ektstrak harus dilakukan pengenceran menjadi 5% dan
10%. Pengenceran ekstrak dilakukan dengan menggunakan etanol, etanol
dipilih karena merupakan pelarut yang sesuai bagi ekstrak. Setelah dilakukan
pengenceran, ditimbang piknometer kosong. Piknometer yang akan ditimbang
harus dibersihkan terlebih dahulu agar beratnya tidak terganggu dengan
pengotor lain. Selain itu, piknometer juga tidak dianjurkan untuk disentuh
langsung oleh kulit tanpa perantara. hal ini dikarenakan tangan manusia
mengandung protein dan kotoran yang dikhawatirkan dapat mempengaruhi
bobot piknometer. Setelah berat piknometer kosong ditimbang, ditimbang berat
piknometer dengan air. Setelah itu barulah piknometer diisi dengan pengenceran
ekstrak dan ditimbang. Bobot jenis ekstrak 5% yaitu 0,922 dan ekstrak 10%
yaitu 0,968 sesuai dengan syarat kurang dari 1 sehingga dapat dikatakan mutu
ekstrak daun jambu biji telah memenuhi persyaratan mutu ekstrak.
Setelah pengujian parameter non spesifik selesai dilakukan, selanjutnya
dilakukan pengujian parameter spesifik ekstrak. Pengujian spesifik dilakukan
secara kualitatif yaitu dengan membandingkan pola kromatografi dari ekstrak
dengan kuersetin dan secara kuantitatif dengan mengukur kadar total flavonoid
dalam ekstrak.
Pengujian spesifik dilakukan dengan melihat kadar flavonoid dalam
ekstrak karena flavonoid terdapat pada semua bagian tumbuhan termasuk daun,
akar kayu, kulit tepung sari, nektar, bunga, buah dan biji. hanya sedikit saja
catatan yang melaporkan adanya flavonoid pada hewan. Kadar flavonoid dan
senyawa fenolik lain di dalam tanaman berbeda-beda di antara setiap bagian,
jaringan, dan umur tanaman, serta dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi, yaitu temperatur, sinar UV, sinar tampak,
nutrisi, ketersediaan air, dan kadar CO2 pada atmosfer.

Pengujian pertama yang dilakukan adalah pengecekkan kadar flavonoid


dalam ekstrak sebagai kuersetin. Untuk melakukan percobaan ini, dibuat terlebih
dahulu baku kuersetin dalam berbagai konsentrasi. Hal ini bertujuan untuk
mendapatkan grafik yang nantinya akan ditentukan persamaan regresi. Persamaan
regresi dapat digunakan untuk menghitung konsentrasi. Prinsip percobaan ini
adalah Hukum Lambert Beer dimana absorbansi berbanding lurus dengan
konsentrasi. Metode yang digunakan pada percobaan kali ini adalah metode
spektrofotometri UV yang berdasar pada prinsip kolorimetri. Pada metode ini,
reaksi antara AlCl3 dan gugus keton C-4 dan gugus hidroksil C-3 atau C-5 dari
flavon dan flavonol akan menghasilkan senyawa kompleks. Absorbans dari warna
yang terbentuk diukur dengan spektrofotometer UV. Kadar kuersetin dihitung
sebagai kadar flavonoid total dalam sampel. Prinsip spektrofotometri adalah
semakin tinggi energi yang dibutuhkan untuk memecahkan ikatan senyawa,
semakin rendah panjang gelombang yang dibutuhkan.
Pengukuran absorbansi dilakukan pada panjang gelombang maksimum 438
nm. Dipilih panjang gelombang 438 nm karena pada panjang gelombang tersebut,
kompleks warna biru yang terbentuk antara kuersetin dengan AlCl3 dapat diamati
dengan jelas. Absorbansi maksimum digunakan untuk meminimalisir kesalahan
pengujian, karena absorbansi maksimum untuk setiap senyawa berbeda (ciri
khas).
Hasil yang di dapatkan pada pengukuran kadar flavonoid dalam ekstrak
adalah ekstrak daun jambu biji mengadung flavonoid dalam bentuk kuersetin
sebanyak 2,2637% yang memenuhi syarat mutu ekstrak pada Farmakope Herbal
Indonesia yaitu kadar flavonoid total ekstrak daun jambu biji tidak kurang dari
1,40%.
Setelah itu, dilakukan pengujian KLT untuk membandingkan pola
kromatorafi dari sampel dan kuersetin dengan tujuan memastikan adanya
kuersetin di dalam sampel ekstrak. Prinsip kromatografi lapis tipis adalah jarak
antara titik awal dan titik akhir (baku dan sampel) ketika dilewatkan pada fase
gerak. Fase gerak pada percobaan ini adalah n- butanol, asam asetat, dan air
(4:1:5). Sebelum dimulai, chamber dijenuhkan terlebih dahulu tujuannya adalah
agar suasana di seluru bagian chamber sama.
Nilai Rf pada percobaan ini tidak dapat ditentukan karena kepolaran ekstrak
dan kepolaran fase gerak sama yang menyebabkan ekstrak larut dalam fase gerak
(tidak terbawa) dan tidak memilik jarak awal dan akhir. Setelah chamber jenuh,
silica gel yang sudah di totol dengan sampel ekstrak dan kuersetin di masukkan
ke dalam chamber dan ditunggu hingga kedua totolan naik terbawa oleh fase
gerak. Setelah itu, dilihat si bawah sinar UV pada panjang gelombang 254 dan
366nm. Hasil yang didapatkan adalah Rf ekstrak yaitu 0,93 dan Rf kuersetin
yaitu 0,93 yang menunjukkan bahwa ekstrak daun jambu biji mengandung
kuersetin

IX. Simpulan
9.1 Dapat ditentukan mutu ekstrak bahan baku obat tradisional yaitu ekstrak
daun jambu biji dengan metode kadar abu total yaitu 0,299% yang sesuai
dengan persyaratan Farmakope Herbal Indonesia yaitu tidak lebih dari
0,8% dan metode penentuan bobot jenis ekstrak 5% yaitu 0,922 dan ekstrak
10% yaitu 0,968 sesuai dengan syarat kurang dari 1 sehingga dapat
dikatakan mutu ekstrak daun jambu biji telah memenuhi persyaratan mutu
ekstrak.
9.2 Dapat ditentukan kadar flavonoid total ekstrak sebagai kuersetin dengan
metode kolorimetri AlCl3 yaitu sebesar 2,2637% yang memenuhi syarat
mutu ekstrak pada Farmakope Herbal Indonesia yaitu kadar flavonoid total
ekstrak daun jambu biji tidak kurang dari 1,40%.
9.3 Dapat diuji kandungan kuersetin dalam ekstrak dengan metode KLT
menggunakan fasa gerak n-butanol: asam asetat : air (4:5:1) dan fasa diam
silica gel dengan Rf ekstrak yaitu 0,93 dan Rf kuersetin yaitu 0,93 yang
menunjukkan bahwa ekstrak daun jambu biji mengandung kuersetin
DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Z. 2011. Analisis Pengukuran Kadar Larutan Temulawak Menggunakan


Metode TLC. Available at http://digilib.its.ac.id/ [diakses tanggal 20
November 2017].

Adeeyinwo, C.E., Okorie, N.N., dan Idowu, G.O. 2013. Basic Calibration of
UV/Visible Spectrophotometer. International Journal of Science and
Technology. Vol 2(3): 247-251

Arifin, H. 2006. Standarisasi Ekstrak Etanol Daun Eugenia Cumini. Jurnal Sains
Teknologi Farmasi. Vol 2 (11): 88-92.

Azizah, B dan Salamah . 2013. Standarisasi Paraeter Non Spesifik dan Perbandingan
Kurkumin Ekstrak Etanol dan Ekstrak Terpurifikasi Rimpang Kunyit. Jurnal
Ilmiah Kefarmasian. Vol 3 (1) : 21-30.

Azizah, Dyah Nur, dkk. 2014. Penetapan Kadar Flavonoid Metode AlCl3 pada
Ekstrak Metanol Kulit Buah Kakao (Theobroma cacao L.) Kartika Jurnal
Ilmiah Farmasi, 2 (2), 45-49 .

Cahyanta, Agung Nur. 2016. Penetapan Kadar Flavonoid Total Ekstrak Daun Pare
Metode Kompleks Kolori dengan Pengukuran Absorbansi secara
Spektrofotometri. Jurnal Ilmiah Farmasi. Vol. 5 (1) : 58-61.

Carbonaro and Grant. 2005. Absorption of Quercetin and Rutin in Rat Small
Intestine. Annals Nutrition and Metabolism. Vol. 49 (3) : 178-182.

Chang, C., Yang. M., Wen, H & Chern, J., 2002, Estimation of Total Flavonoid
Content in Propolis by Two Complementary Colorimetric Methods. Journal of
Food and Drug Analysis, Vol 10(3): 178-182.
Depkes RI. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan
Republik Indonesia.

Depkes RI. 2000. Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Jakarta:
Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Diharmi, A., Fardiaz., dan Hermawati. 2011. Karakteristik karagenan Hasil Isolasi
Alga merah dari Perairan Semenanjung Madura. Jurnal Perikanan dan
Kelautan. Vol 16 (1) : 117-124.

Ditjen POM. 2000. Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Jakarta:
Agromedia Pustaka.

Neldawati, Ratnawulan dan Gusnedi. 2013. Analisis Nilai Absorbansi dalam


Penentuan Kadar Flavonoid untuk Berbagai Jenis Daun Tanaman Obat. Pillar
of Physics. Vol. 2 : 76-83.

Rivai. 2013. Pengaruh Perbandingan Pelarut Etanol-Air terhadap Kadar Senyawa


Fenolat Total dan Daya Antioksidan dari Ekstrak Daun Sirsak. Jurnal Sains
dan Teknologi Farmasi. Vol. 18 (1) : 35-42.

Saifudin, Aziz. 2014. Senyawa Alam Metabolit Sekunder Teori, Konsep dan Teknik
Pemurnian. Yogyakarta : Deepublish.

Solihah, I. 2015. Standarisasi. Tersedia online di http://www.standarisasi/wp-


content/upload/2015/02/standarisasi-obat-bahan-alam.pdf [Diakses pada 7
November 2017].

Sudarmadji. 2003. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Yogyakarta: Liberty.

Sumawinata, Narlan. 2002. Seranai Istilah Kedokteran Gigi Inggris-Indonesia.


Jakarta : EGC.
LAMPIRAN

No. Perlakuan Hasil Foto


1. Penentuan kadar abu total Kadar abu total ekstrak
0,299%
2. Penentuan bobot jenis Bobot jenis ekstrak 5%
ekstrak yaitu 0,922 dan ekstrak
10% yaitu 0,968

3. Pembuatan larutan uji Diperoleh filtrat dari


ekstrak ekstrak daun jambu biji
sebanyak 25 ml
4. Pembuatan larutan kuersetin Didapatkan kuersetin
dengan berbagai
konsentrasi

5. Pengujian kualitatif Didapatkan :


kandungan kuersetin dalam Nilai Rf sampel = 0,93
ekstrak Nilai Rf kuersetin =
0,93

Anda mungkin juga menyukai