Kelompok :2
2. Ike Susanti
260110160047
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS PADJADJARAN
2017
I. Tujuan
1.1. Menentukan mutu ekstrak bahan baku obat tradisional dengan metode
penetapan kadar abu, kadar abu tidak larut asam, dan penentuan bobot jenis
1.2. Menentukan kadar flavonoid ekstrak dengan metode kolorimetri
aluminium klorida
1.3. Menguji adanya kandungan kuersetin dalam ekstrak dengan metode KLT
II. Prinsip
2.1 Kadar Abu Total
Penetapan kadar abu total dilakukan dengna pemijaran terhadap 2
gram sampel pada suhu 600o C hingga bobot abu pijaran konstan (Depkes
RI, 2000).
2.2 Kadar Abu Tak Larut Asam
Abu yang diperoleh dari penetapan abu tak larut dalam asam kuat
terhadap berat ekstrak, dinyatakan dalam %b/b (Depkes RI, 2000).
2.3 Bobot Jenis
Densitas suatu bahan didefinisikan sebagai rasio massa per unit
volume (Rivai, 2013).
2.4 Kolorimetri
Kuersetin akan bereaksi dengan AlCl3 membentuk kompleks warna.
Hasil warna dari pencampuran ekstrak uji dengan AlCl3 dibandingkan
dengan warna kompleks kuersetin dengan AlCl3 (Chang,2002).
2.5 Spektrofotometri
Senyawa satu dengan lainnya memiliki daya serap gelombang cahaya
berbeda-beda, sehingga dapat diidentifikasi dengan menembakkan sinar
tampak dan melihat absorbansi senyawa terhadap sinar tersebut
(Adeeyinwo, 2013).
2.6 KLT
Setiap senyawa memiliki kepolaran yang berbeda-beda, dengan eluen
yang tepat, senyawa-senyawa dapat terpisah dan diidentifikasi dalam KLT
(Abidin, 2011).
Alumunium klorida (AlCl3) akan terionisasi menjadi Al3+ dan Cl-. Ion Al
kemudian akan membentuk kompleks dengan gugus keto pada C4 kuersetin dan
gugus hidroksi pada C3 atau C5 yang bertetangga dari senyawa golongan flavon
atau flavonol
(Azizah, et al. 2014)
5.2 Bahan
5.2.1 AlCl3
5.2.2 Amonia
5.2.3 Aquadest
5.2.4 Asam asetat
5.2.5 Ekstrak kental bahan baku obat tradisional ( Ekstrak daun jambu biji)
5.2.6 Etanol
5.2.7 HCl 2 N
5.2.8 Kuersetin
5.2.9 N-butanol
5.2.10 Natrium asetat
VI. Metode
6.1 Parameter Non-Spesifik
6.1.1 Pembuatan HCl 2N
Diambil 33,3 ml HCl 36% dan dimasukkan ke dalam beaker lalu di add
dengan aquades hingga 200 ml.
= x 100% = 0,2992 %
V1 = = 61,979 ml
b. Kerapatan Ekstrak 5%
• Bobot pikno kosong = 13,1650 gr
• Bobot pikno + ekstrak 5% = 22,76599 gr
• Bobot ekstrak 5% = 9,6009 gr
• Volume ektrak 5% = 10 ml
c. Kerapatan Ekstrak 10 %
• Bobot pikno kosong = 13,1650 gr
• Bobot pikno + ekstrak 10 % = 23,2539 gr
• Bobot ekstrak 10 % = 10,0889 gr
• Volume air = 10 ml
Kurva Baku
0.8
0.7 y = 0.0712x - 0.1717
R² = 0.9972
0.6
0.5
Axis Title
0.4
Series1
0.3
Linear (Series1)
0.2
0.1
0
0.0 5.0 10.0 15.0
Axis Title
y = 0,0712 x – 0,1717
0,4730 = 0,0712 x – 0,1717
x = 9,0548 ppm
F= x 100%
= x 100%
= 2,2569%
Penentuan Pola KLT
Jarak tempuh pelarut = 6 cm
Jarak tempuh kuersetin = 5,6 cm
Jarak tempuh karutan sampel ekstrak daun jambu biji = 5,6 cm
Rf ekstrak = = = 0,93
Rf kuersetin = = = 0,93
VIII. Pembahasan
Pada praktikum kali ini telah dilakukan pemeriksaan mutu ekstrak bahan
baku obat tradisional. Ekstrak adalah sebuah sediaan kental yang didapatkan
dari mengekstraksi senyawa aktif dari simplisia dengan menggunakan pelarut
yang sesuai. Ekstrak yang digunakan dalam praktikum kali ini adalah ekstrak
kental dari daun jambu biji. Ekstrak yang baik adalah ekstrak yang memenuhi
persyaratan- persyaratan parameter ekstrak. Parameter ekstrak sendiri terbagi
menjadi dua, yaitu parameter spesifik dan non spesifik.
Parameter spesifik merupakan parameter yang sedapat mungkin disusun
hanya dimiliki oleh ekstrak tanaman yang bersangkutan. Persyaratan spesifik
satu ekstrak akan berbeda dengan ekstrak lain karena sifatnya yang khas.
Parameter spesifik meliputi identitas ekstrak, organoleptis, senyawa terlarut
dalam pelarut tertentu, pola kromatografi, dan kandungan senyawa kimia dalam
ekstrak .Parameter non spesifik merupakan pengujian fisika, kimia dan
mikrobiologi yang dilakukan terhadap ekstrak yang dilakukan untuk menjamin
mutu ekstrak. Pengujian parameter non spesifik bersifat universal berbeda
dengan parameter spesifik yang bersifat khusus. Parameter nonspeksifik
meliputi susut pengeringan, parameter bobot jenis, kadar air, kadar abu, sisa
pelarut, residu pestisida, cemaran logam berat, cemaran mikroba.
Dalam pengujian parameter ekstrak, pengujian yang pertama kali
dilakukan adalah pengujian parameter non spesifik yaitu pengujian kadar abu
total. Penetapan kadar abu total bertujuan memberikan gambaran kandungan
mineral internal dan eksternal dalam simplisia, mulai dari proses awal sampai
terbentuknya ekstrak. Kadar abu diperiksa untuk menetapkan tingkat
pengotoran oleh logam-logam dan silikat.
Dalam penetapan kadar abu total, hal yang pertama kali dilakukan adalah
memasukkan 2 gram ekstrak ke dalam kurs yang telah di tara sebelumnya dan
telah memiliki berat yang konstan. Kurs yang konstan ditandai dengan
perbedaan penimbangan yang perbedaannya tidak lebih dari 0,0002 gr. Setelah
ekstrak kental sebanyak 2 gram masuk ke dalam kurs. Kurs kemudian
dipijarkan di dalam tanur dalam suhu 600oC.
Tanur atau muffle furnace merupakan alat yang biasa digunakan untuk
mengabukan suatu benda. Pada praktikum kali ini alasan pemilihan tanur
dibandingkan dengan oven sebagai alat untuk melakukan kadar abu ialah suhu
yang mampu dicapai oleh tanur lebih tinggi daripada oven. Dimana untuk
mengabukan senyawa yang ada pada kurs, membutuhkan suhu yang tinggi
Akan tetapi, apabila oven digunakan sebagai alat untuk mengabukan senyawa-
senyawa organik. Maka, membutuhkan waktu yang lebih lama untuk
menaikkan temperatur menjadi diatas 200 derajat celcius. Oleh karena itu,
dipilihlah tanur yang memiliki fungsi yang berkaitan untuk mengabukan suatu
benda.
Di dalam tanur, semua senyawa organic akan menguap dan terdenaturasi
menjadi abu sedangkan senyawa – senyawa anorganik (dengan BM lebih tinggi
dari senyawa organic) akan langsung menjadi abu. Setelah itu, dilakukan
pendinginan dengan menggunakan desikator. Desikator merupakan tempat
bahan yang bersifat higroskopis sehingga jika abu diletakkan dalam desikator,
maka tidak akan ada air yang tertinggal dalam abu dan tidak mengganggu hasil
penimbangan. Setelah dilakukan penetapan kadar abu total, didapatkan kadar
abu total dari ekstrak daun jambu biji sebesar 0,299%, dimana angka ini
memenuhi syarat kadar abu total ekstrak daun jambu biji yang tertera dalam
farmakope herbal Indonesia yaitu tidak lebih dari 0,8%. Hal ini menunjukkan
bahwa ekstrak yang diuji memiliki angka pengotor logam dan silikat yang
rendah.
Setelah dilakukan pengujian kadar abu total, dilakukan pengujian bobot
jenis ekstrak. Parameter bobot jenis ekstrak merupakan parameter yang
mengindikasikan spesifikasi ekstrak uji. Parameter ini penting, karena bobot
jenis ekstrak tergantung pada jumlah serta jenis komponen atau zat yang larut di
dalamnya
Dalam perobaan ini ektstrak harus dilakukan pengenceran menjadi 5% dan
10%. Pengenceran ekstrak dilakukan dengan menggunakan etanol, etanol
dipilih karena merupakan pelarut yang sesuai bagi ekstrak. Setelah dilakukan
pengenceran, ditimbang piknometer kosong. Piknometer yang akan ditimbang
harus dibersihkan terlebih dahulu agar beratnya tidak terganggu dengan
pengotor lain. Selain itu, piknometer juga tidak dianjurkan untuk disentuh
langsung oleh kulit tanpa perantara. hal ini dikarenakan tangan manusia
mengandung protein dan kotoran yang dikhawatirkan dapat mempengaruhi
bobot piknometer. Setelah berat piknometer kosong ditimbang, ditimbang berat
piknometer dengan air. Setelah itu barulah piknometer diisi dengan pengenceran
ekstrak dan ditimbang. Bobot jenis ekstrak 5% yaitu 0,922 dan ekstrak 10%
yaitu 0,968 sesuai dengan syarat kurang dari 1 sehingga dapat dikatakan mutu
ekstrak daun jambu biji telah memenuhi persyaratan mutu ekstrak.
Setelah pengujian parameter non spesifik selesai dilakukan, selanjutnya
dilakukan pengujian parameter spesifik ekstrak. Pengujian spesifik dilakukan
secara kualitatif yaitu dengan membandingkan pola kromatografi dari ekstrak
dengan kuersetin dan secara kuantitatif dengan mengukur kadar total flavonoid
dalam ekstrak.
Pengujian spesifik dilakukan dengan melihat kadar flavonoid dalam
ekstrak karena flavonoid terdapat pada semua bagian tumbuhan termasuk daun,
akar kayu, kulit tepung sari, nektar, bunga, buah dan biji. hanya sedikit saja
catatan yang melaporkan adanya flavonoid pada hewan. Kadar flavonoid dan
senyawa fenolik lain di dalam tanaman berbeda-beda di antara setiap bagian,
jaringan, dan umur tanaman, serta dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi, yaitu temperatur, sinar UV, sinar tampak,
nutrisi, ketersediaan air, dan kadar CO2 pada atmosfer.
IX. Simpulan
9.1 Dapat ditentukan mutu ekstrak bahan baku obat tradisional yaitu ekstrak
daun jambu biji dengan metode kadar abu total yaitu 0,299% yang sesuai
dengan persyaratan Farmakope Herbal Indonesia yaitu tidak lebih dari
0,8% dan metode penentuan bobot jenis ekstrak 5% yaitu 0,922 dan ekstrak
10% yaitu 0,968 sesuai dengan syarat kurang dari 1 sehingga dapat
dikatakan mutu ekstrak daun jambu biji telah memenuhi persyaratan mutu
ekstrak.
9.2 Dapat ditentukan kadar flavonoid total ekstrak sebagai kuersetin dengan
metode kolorimetri AlCl3 yaitu sebesar 2,2637% yang memenuhi syarat
mutu ekstrak pada Farmakope Herbal Indonesia yaitu kadar flavonoid total
ekstrak daun jambu biji tidak kurang dari 1,40%.
9.3 Dapat diuji kandungan kuersetin dalam ekstrak dengan metode KLT
menggunakan fasa gerak n-butanol: asam asetat : air (4:5:1) dan fasa diam
silica gel dengan Rf ekstrak yaitu 0,93 dan Rf kuersetin yaitu 0,93 yang
menunjukkan bahwa ekstrak daun jambu biji mengandung kuersetin
DAFTAR PUSTAKA
Adeeyinwo, C.E., Okorie, N.N., dan Idowu, G.O. 2013. Basic Calibration of
UV/Visible Spectrophotometer. International Journal of Science and
Technology. Vol 2(3): 247-251
Arifin, H. 2006. Standarisasi Ekstrak Etanol Daun Eugenia Cumini. Jurnal Sains
Teknologi Farmasi. Vol 2 (11): 88-92.
Azizah, B dan Salamah . 2013. Standarisasi Paraeter Non Spesifik dan Perbandingan
Kurkumin Ekstrak Etanol dan Ekstrak Terpurifikasi Rimpang Kunyit. Jurnal
Ilmiah Kefarmasian. Vol 3 (1) : 21-30.
Azizah, Dyah Nur, dkk. 2014. Penetapan Kadar Flavonoid Metode AlCl3 pada
Ekstrak Metanol Kulit Buah Kakao (Theobroma cacao L.) Kartika Jurnal
Ilmiah Farmasi, 2 (2), 45-49 .
Cahyanta, Agung Nur. 2016. Penetapan Kadar Flavonoid Total Ekstrak Daun Pare
Metode Kompleks Kolori dengan Pengukuran Absorbansi secara
Spektrofotometri. Jurnal Ilmiah Farmasi. Vol. 5 (1) : 58-61.
Carbonaro and Grant. 2005. Absorption of Quercetin and Rutin in Rat Small
Intestine. Annals Nutrition and Metabolism. Vol. 49 (3) : 178-182.
Chang, C., Yang. M., Wen, H & Chern, J., 2002, Estimation of Total Flavonoid
Content in Propolis by Two Complementary Colorimetric Methods. Journal of
Food and Drug Analysis, Vol 10(3): 178-182.
Depkes RI. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan
Republik Indonesia.
Depkes RI. 2000. Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Jakarta:
Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Diharmi, A., Fardiaz., dan Hermawati. 2011. Karakteristik karagenan Hasil Isolasi
Alga merah dari Perairan Semenanjung Madura. Jurnal Perikanan dan
Kelautan. Vol 16 (1) : 117-124.
Ditjen POM. 2000. Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Jakarta:
Agromedia Pustaka.
Saifudin, Aziz. 2014. Senyawa Alam Metabolit Sekunder Teori, Konsep dan Teknik
Pemurnian. Yogyakarta : Deepublish.