Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN LENGKAP

FARMAKOGNOSI ANALITIK

“Penetapan Kadar Sari Dalam Pelarut Dan Susut Pengeringan

Pada Rimpang Kunyit (Curcuma domestica.)”

OLEH :

KELOMPOK V

STIFA TRANSFER A 2020

ASISTEN :Riskawati, S.Farm

LABORATORIUM BIOLOGI FARMASI

SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI MAKASSAR

MAKASSAR

2022
BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang


Indonesia kaya akan sumber bahan obat alam dan tradisional yang
secara turun temurun telah digunakan sebagai ramuan obat tradisional.
Pengobatan tradisional dengan tanaman obat diharapkan dapat
dimanfaatkan dalam pembangunan kesehatan masyarakat. Sekarang ini
pemerintah tengah menggalakkan pengobatan kembali alam (back to nature)
(Wijayakusuma,1999).
Pengembangan obat tradisional diusahakan agar dapat sejalan
denganpengobatan modern. Menteri Kesehatan Republik Indonesia
mendukung pengembangan obat tradisional, yaitu fitofarmaka, yang berarti
diperlukan adanya pengendalian mutu simplisia yang akan digunakan untuk
bahan baku obat atau sediaan galenik (BPOM, 2005; Tjitrosoepomo, 1994).
Salah satu cara untuk mengendalikan mutu simplisia adalah dengan
melakukan standarisasi simplisia. Standarisasi simplisia mempunyai
pengertian bahwa simplisia yang digunakan untuk obat sebagai bahan baku
harus memenuhi persy aratan tertentu. Parameter mutu simplisia meliputi
susut pengeringan, kadar air, kadar abu total, kadar abu tidak larut asam,
kadar sari larut air dan kadar sari larut etanol (Depkes, 2000).
Oleh karena itu, pada percobaan ini akan dilakukan pengujian
parameter spesifik dan non spesifik yaitu penetapan kadar sari larut air dan
etanol serta penetapan kadar susut pengeringan pada batang brotowali
Tinospora crispa (L.) Miers. Penetapan kadar sari larut air dan etanol
dilakukan untuk memberikan gambaran awal jumlah senyawa yang dapat
tersaring dengan pelarut air dan etanol dari suatu simplisia. Sedangkan
penetapan susut pengeringan dilakukan dengan tujuan untuk memberikan
batasan maksimal mengenai besarnya senyawa yang hilang pada saat
proses pengeringan (Depkes RI, 2000).
I.2 Maksud dan Tujuan Percobaan
I.2.1 Maksud Percobaan
Adapun maksud dari percobaan ini adalah untuk memahami cara
menentukan kadar sari larut air dan etanol serta susut pengeringan pada
simplisia dan ekstrak rimpang kunyit (Curcuma domestica Val).

I.2.2 Tujuan Percobaan


Adapun maksud dari percobaan ini adalah untuk mengetahui
caramenentukan kadar sari larut air dan etanol serta susut pengeringan pada
simplisia dan ekstrak rimpang kunyit (Curcuma domestica Val).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Teori Umum
Penetapan kadar sari adalah kuantitatif untuk jumlah kandungan
senyawa dalam senyawa yang dapat tersari dalam pelarut tertentu
penetapam ini dapat dilakukan dengan dua cara yaitu kadar sari yang larut
dalam air dan kadar sari yang larut dalam etanol. Kedua cara ini didasarkan
pada kelarutan senyawa yang terkandung dalam simplisia (Djarwis, 2004).
Kadar sari berhubungan dengan potensinya tumbuh mikroorganisme
dapat menurunkan daya tahan. Parameter ini juga dapat menggambarkan
besaran potensi degradasinya senyawa akibat proses hidrolisis atau
degradasi karena mikroorganisme dengan air sebagai pendukungnya
(Pramono,2010). Penetapan kadar sari yang larut dalam air dimaksudkan
untuk mengetahui jumlah senyawa yang dapat tersari dengan air dari suatu
simplisia. Penetapan kadar sari yang larut dalam etanol dimaksudkan untuk
mengetahui jumlah senyawa yang dapat tersari dengan etanol dari suatu
simplisia (Handayani dkk, 2017).
Ada beberapa teknik isolasi senyawa bahan alam yang umum
digunakan seperti maserasi, perkolasi dan ekstraksi kontinu, tetapi pada
praktikum ini yang digunakan adalah maserasi. Maserasi merupakan metode
perendaman sampel dengan pelarut organic, umumnya digunakan dengan
molekul relatif kecil dari perlakuan pada temperatur ruangan, akan mudah
pelarut terdistribusi kedalam sel tumbuhan. Metode ini sangat
menguntungkan karena pengaruh suhu dapat dihindari, suhu yang tinggi
kemungkinan mengakibatkan terdrgradasinya senyawa-senyawa metabolit
sekunder pemilihan pelarut yang digunakan untuk maserasi akan
memberikan pemilihan pelarut yang digunakan untuk maserasi akan
memberikan efektivitas yang tinggi dengan memperhatikan kelarutan
senyawa bahan alam dalam pelarut akibat kontak langsung dan waktu yang
cukup lama dengan sampel (Djarwis, 2004).
Susut pengeringan merupakan kadar bagian yang mudah menguap
dari suatu zat, kecuali dinyatakan lain. Sebanyak 1 gram sampai 2 gram zat
ditetapkan pada temperatur 1050C selama 30 menit atau sampel mendingin
dalam keadaan tertutup didalam desikator hingga suhu kamar jika suhu lebur
zat lebih rendah dari suhu penetapan, penyaringan dilakukan pada suhu
antara 50C dan 100C dibawah suhu leburnya selama 1 jam sampai 2 jam,
kemudian pada penetapan selama waktu yang diinginkan atau hingga bobot
tetap (Anonim, 1979).
Tujuan dari susut pengeringan adalah untuk memberikan batas
maksimal (rentang) besarnya senyawa yang hilang selama proses
pengeringan, nilai atau rentang yang diperbolehkan terkait dengan
kemurniaan dan kontaminasi (Agoes,2007)
Adapun rumus yang digunakan untuk menghitun kadar sari dan susut
pengeringan yaitu;
a. Rumus kadar sari larut air
( )
%

b. Rumus kadar sari larut etanol


( )
%

c. Rumus susut pengeringan


( )
%
II.2 URAIAN TANAMAN
Dalam taksonomi tumbuhan, kunyit dikelompokkan sebagai berikut
(Winarto, 2004) :
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Sub-divisi : Angiospermae
Kelas : Monocotyledonae
Ordo : Zingiberales
Family : Zingiberaceae
Genus : Curcuma
Spesies : Curcuma domestica Val
Morfologi Kunyit dapat tumbuh mulai dari dataran rendah. yaitu 0-240
meter di atas permukaan laut. Namun masih mungkin tumbuh pada
ketinggian sampai 2000 meter di atas permukaan laut. Untuk pertumbuhan
optimal adalah sekitar 45 mdpl. Jadi. kunyit dapat tumbuh. diberbagai
ketinggian tempat yang berbeda namun faktor lingkungan masih
mempengaruhi pertumbuhannya. (Diakses, 2018)
Khasiat Kunyit (Curcuma domestica Val) komponen utama biologis aktif
kunyit adalah kurkumin. Penelitian telah menunjukkan bahwa kurkumin
memiliki antioksidan kuat, penyembuhan luka, dan sifat anti-inflamasi, yang
mungkin terbukti menjadi terapi terhadap jerawat. (Dewi,dkk. 2017).
II.3 Uraian Bahan
a. Aquadest(FI III, 1979)
Nama Resmi : Aqua destilata
Nama Lain : Aquadest
RM/BM : H2O/18,02
Rumus Struktur : H-O-H
Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau,tidak
berasa.Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik.
Kegunaan : Sebagi pelarut
b. Kloroform (FI III, 1979)
Nama resmi : CHOLOROFORNUM
Nama lain : Kloroform
Rumus molekul/BM : CHCl3/ 119,38
Pemerian : Cairan, mudah menguap, tidak berwarna;bau
khas; rasa manis dan membakar
Kelarutan : larut dalam lebih kurang 200 bagianair;mudah
larut dalam etanol mutlak p,dalam minyak atsiri
dan dalam minyaklemak
Penyimpanan : dalam wadah tertutup baik, bersumbat kaca,
terlindung dari cahaya
c. Alkohol (FI III, 1979)
Nama resmi : Aethanolum
Nama lain : Alkohol, etanol, ethyl alkohol
Rumus molekul : C2H6O
Berat molekul : 46,07
Pemerian : Cairan tidak berwarna, jernih, mudah menguap
dan mudah bergerak; bau khas rasa
panas,mudah terbakar dan memberikan nyala
biruyang tidak berasap.
Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air, dalam kloroform P dan
dalam eter P
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat, terhindar dari
cahaya, ditempat sejuk jauh dari nyala api.
Kegunaan : Sebagai zat tambahan, juga dapat membunuhkuman.
BAB III
METODE KERJA
III.1 Alat dan Bahan
III.1.1 Alat
Adapun alat yang digunakan pada praktikum kali in erlenmeyer bertutup,
magnetik stirrer, cawan penguap, krus porselin, oven , eksikator
III.1.2 Bahan
Adapun bahan yang digunakan pada praktikum kali yaitu serbuk
simplisia (rimpang kunyit), air - kloroform, etanol 95%, kertas saring
III.1.3 Waktu dan Tempat pelaksanaan
Praktikum dimulai pada bulan april tahun 2020 bertempat di laboratorium
Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi Makassar.
III.2 Cara Kerja
III.2.1 Penetapan kadar sari larut air
1. Sejumlah 1 g serbuk sinplisia (w1) disari selama 24 jam dengan 20 ml
air-kloroform LP (2,5 ml kloroform dalam 1000 ml air), menggunakan
erlenmeyer bertutup sambil berkali-kali dikocok selama 6 jam pertama
kemudian dibiarkan selama 18jam, kemudian disaring
2. Diuapkan filtrar hingga kering dalam cawan penguap yang telah ditara
(w0), residu dipanaskan pada suhu 105°c hingga bobot tetap (w2)
3. Dihitung kadar persen senyawa yang larut dalam air terhadap berat
simplisia awal
III.2.2 Penetapan kadar sari larut etanol
1. Sejumlah 1 f simplisia dimaserasi selama 24 jam dengan 20 ml etanol
95% menggunakan erlenmeyer bertutup sampai berkali - kali dikocol
selama 6 jam pertama dan kemudian dibiarkan selama 18 jam.
2. Disaring cepat dengan menghindari penguapan etanol, kemudian diuapkan
hingga kering dalam cawam penguap yang telah ditara, residu dipanaskan
pada suhu 105°c hingga bobot konstan.
3. Dihitung kadar dalam persen senyawa yang larut dalam etanol 95%
terhadap berat simplisia awal.
III.2.3 Penentuan susut pengeringan
1. Sebanyak 1 g simplisia ditimbang seksama dan dimasukkan kedalam krus
porselen bertutup yang sebelumnya telah dipanaskan pada suhu 105°c
selama 30 menit dan telah ditara.
2. Simplisia diratakan dalam krus porselen dengan menggoyangkan krus
hingga merata. Masukkan dalam oven, buka tutup krus, panaskan pada
temperatur 100°c sampai 105°c.
3. Lakukan penimbangan setiap 1 jam hingga diperoleh bobot konstan/tetap.
Sebelum ditimbang dinginkan krus dalam eksikator.
4. Dihitung nilai susut pengering simplisia
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
IV.1 Hasil
IV.1.1 Hasil Penimbangan
1. Susut Pengeringan

Berat kurs kosong +isi seteah


Berat kurs
Sampel oven
kosong
1 jam 2 jam

Rimpang kunyit 42,96 gram 43,86 gram 43,84 gram

2. kadar sari pelarut

Berat cawan kosong


Uraian Berat cawan kosong
+isi seteah oven

Kadar Sari Larut Air 54,40 gram 54,50 gram

Kadar Sari Larut Etanol 36,30 gram 36,16 gram

IV.1.2 Hasil Perhitungan


1. Susut Pengeringan
Susut pengeringan setelah oven 1 jam
( )
%

( )
%

= 10%
Susut pengeringan setelah oven 2 jam
( )
%

( )
%

= 12%

Rata rata susut pengeringan

2. kadar sari pelarut


a. Kadar Sari Larut Air
( )
%

=10%

b. Kadar Sari Larut Etanol


( )
%

=14%
IV.2 Pembahasan
Simplisia sebagai suatu bahan yang akan mengalami proses lanjutan atau
langsung dikonsumsi harus memiliki standarisasi. Hal ini penting sebagai
acuan mengenai segala sesuatu mengenai cara penggunaan simplisia.
Karena simplisia yang berasal dari bahan alam biasanya memiliki
keragaman, terutama dalam kandungan zat aktifnya. Sehingga agar
didapatkan mutu dan kualitas yang sama pada semua konsumen, standar
pengguna simplisia sangat diperlukan.
Standarisasi merupakan hal yang penting untuk simplisia dan ekstrak yang
akan digunakan atau dikonsumsi. Parameter standar merupakan suatu
metode standarisasi untuk menjaga kualitas dari suatu simplisia maupun
ekstrak. Parameter standar meliputi, parameter standar spesifik dan
parameter standar non spesifik, yang diujikan terhadap simplisia dan ekstrak.
Salah satu parameter standar spesifik untuk pengujian standar simplisia
adalah penetapan kadar sari pelarut tertentu dan salah satu parameter
standar non spesifik untuk pengujian standar simplisia adalah susut
pengeringan.
Susut pengeringan adalah pengukuran sisa zat setelah pengeringan pada
suhu 1050C selama 30 menit atau sampai berat konstan, dan dinyatakan
sebagai nilai persen. Pemanasan dilakukan menggunakan oven tujuannya
agar air yang terkandung dalam suatu bahan akan menguap bila bahan
tersebut dipanaskan pada suhu 105˚C selama waktu tertentu (Anonim, 2012).
Tujuannya untuk meberikan batasan maksimal tentang besarnya senyawa
yang hilang pada proses penegringan. Nilai susut pengeringan jika tidak
dinyatakan lain adalah kurang dari 10%.
Dalam penentuan persen susut pengeringan terlebih dahulu ditentukan
bobot konstan dari kurs porselen dengan memanaskannya dalam oven pada
suhu 1050C selama 30 menit, setelah itu dilakukan beberapa kali
penimbangan sehingga tidak lagi terjadi perubahan bobot dari kurs. Simplisia
yang telah ditimbang sebanyak 1 g dimasukkan kedalam kurs, lalu ditutup
menggunakan penutup kurs. Pengeringan dilakukan dengan memasukkan
cawan yang berisi simplisia ke dalam oven pada suhu 1050C selama 30
menit. Terakhir setelah pengeringan berlangsung dilakukan penimbangan
selama beberapa kali sehingga didapatkan bobot yang konstan. Hasil
penetapan kadar air simplisia memenuhi persyaratan parameter yang
ditetapkan oleh Materia Medika Indonesia Edisi IV, kadar air yang diperoleh
pada simplisia batang brotowali yaitu 10%. Kadar air yang tinggi dapat
menjadi media yang baik untuk pertumbuhan jamur (Pasaribu et all., 2012),
serta memicu terjadinya reaksi enzimatik pada simplisia yang dapat
menyebabkan terjadinya degradasi kandungan kimia yang ada di dalam
simplisia (Dirjen POM, 1995).
Kadar sari larut air dan etanol merupakan pengujian untuk penetapan
jumlah kandungan senyawa yang dapat terlarut dalam air (kadar sari larut air)
dan kandungan senyawa yang dapat terlarut salam etanol (kadar sari larut
etanol) (Dirjem POM, 2000). Metode penetapan kadar sari digunakan untuk
menentukan jumlah senyawa aktif yang terektraksi dalam pelarut dari
sejumlah simplisia. Penentuan kadarsari juga dilakukan untuk melihat hasil
dari ekstraksi, sehingga dapat terlihat pelarut yang cocok untuk dapat
mengekstraksi senyawa tertentu. Prinsip dari ekstraksi didasarkan pada
distribusi zat terlarut dengan perbandingan tertentu antara campuran dua
pelarut yang tidak saling campur (Ibrahim, 2009).
Pada penetapan kadar sari larut air, simplisia terlebih dahulu dimaserasi
selama ± 24 jam dengan air:kloroform sebanyak 20 mL, sedangkan pada
penentuan kadar sari larut etanol, simplisia terlebih dahulu dimaserasi
selama ± 24 jam dengan etanol (95%). Hal ini bertujuan agar zat aktif yang
ada pada simplisia dapat terekstraksi dan tertarik oleh pelarut tersebut.
Ketika penentuan kadar sari larut air, simplisia ditambahkan kloroform
terlebih dahulu, penambahan kloroform tersebut bertujuan sebagai zat
antimikroba atau sebagai pengawet. Karena apabila pada saat maserasi
hanya air saja, mungkin ekstraknya akan rusak karena air merupakan media
yang baik untuk pertumbuhan mikroba atau dikhawatirkan terjadi proses
hidrolisis yang akan merusak ekstrak sehingga menurunkan mutu dan
kualitas dari ekstrak tersebut. Sementara pada penentuan kadar sari larut
etanol tidak ditambahkan kloroform, karena etanol sudah memilki sifat
antibakteri jadi tidak perlu ditambahkan kloroform. Lalau dilakukan
pengadukan selama 6 jam menggunakan magnetic stirrer dan didiamkan
selama 18 jam, lalu disaring dan filtrat diuapkan dan dipanaskan didalam
oven dengan suhu 1050C selama 30 menit hingga didapatkan bobot konstan.
Didapatkan kadar sari larut air adalah sebesar 10% dan kadar sari larut
dalam etanol sebesar 14%.
Dapat disimpulkan bahwa kandungan sari larut dalam etanol simplisia
batang brotowali lebih tinggi daripada kadar sari larut air, ini berarti senyawa
kimia yang terlarut atau tersari dalam etanol lebih banyak dibandingkan
dengan air, dan pada percobaan susut pengeringan hasil yang didapatkan
tidak sesuai dengan persyaratan (didapatkan bobot tetap dengan kadar susut
pengeringan tidak lebih dari 0,25%).
BAB V
PENUTUP
V.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil yang didapatkan, disimpulkan bahwa penentuan
kadar sari larut air dan etanol serta susut pengeringan pada simplisia dan
ekstrak batang brotowali Tinospora crispa (L.) Miers dapat dilakukan dengan
cara gravimetri.
V.2 Saran
V.2,1 Saran untuk Dosen
Sebaiknya pada saat proses praktikum bapak/ibu dosen dapat hadir.
V.2.1 Saran untuk Asisten
Sangat diharapkan hadir dalam mengawasi pada saat praktikum
berlangsung agar tiap kelompok dapat memiliki pendamping asisten agar
meminimalisisr terjadinya kesalahan pada praktikum.
v.3.1 Saran untuk Lab
saran untuk lab agar alat dan bahan dilengkapi.
DAFTAR PUSTAKA
BPOM RI. 2005. Peraturan Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan
Republik Indonesia Nomor HK 00.05.41.1384 tentang Kriteria dan Tata
Laksana Pendaftaran Obat Tradisional, Obat Herbal Terstandar dan
Fitofarmaka.Kepala BPOM, Jakarta.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2000. Parameter Standar Umum
Ekstrak Tumbuhan Obat. Direktorat Jenderal Pengawas Obat dan
Makanan, Jakarta.
Dirjen POM. 1995. Material Medika Indonesia. Jilid VI. Jakarta: Departemen
Kesehatan Republik Indonesia.
Dirjen POM. 2000. Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat.
Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Hariana, A. H., 2013. 262 Tumbuhan Obat dan Khasiatnya. Jakarta : Penerbit
Swadaya.
Ibrahim. 2009. Ekstraksi. Bandung: Sekolah Farmasi Institut Teknologi
Bandung.
Musdalifa., Maming, R., Dini, I .2014. Isolasi dan Identifikasi Senyawa
MetabolitSekunder Ekstrak Metanol Batang Brotowali (Tinospora
crispa Linn) Jurnal Chemica Vol. 15(2): 105 – 113
Pasaribu, F., Sitorus, P., dan Bahri, S. 2012. “Uji Ekstrak Etanol Kulit Buah
Manggis (Garcinia mangostana L.) Terhadap Penurunan Kadar
Glukosa Darah”. Jurnal Of Pharmaceutics and Pharmacology. Vol.1(1).
Permadi A. 2008. Membuat Kebun Tanaman Obat. Jakarta : Pustaka
Bunda
Tjitrosoepomo, G. 1994. Taksonomi Tumbuhan Obat-Obatan. Gadjah Mada
University Press, Yogyakarta. 421-423.
Wijayakusuma, H.M.H. 1999. Tanaman Berkhasiat Obat di Indonesia. Jilid 1.
Prestasi Insan Indonesia, Jakarta. 8-15.
Fannia Kusuma Dewi, Novian Wildan Rosyidi, Sisi Cahyati 2017. Manfaat
Kunyit (Curcuma long) Dalam Farmasi. Progam Studi Pendidikan
Biologi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas
Maret, Surakarta, Indonesia
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan
Ilmu Pengetahuan dan Teknologi MIG Crop. (2013).. Pengaruh
Ketinggian Tempat terhadap Pertumbuhan Kunyit.
http://www.ristek.go.id/ (Diakses 18 Mei 2018)

Anda mungkin juga menyukai