FARMAKOGNOSI ANALITIK
OLEH :
KELOMPOK V
MAKASSAR
2022
BAB I
PENDAHULUAN
( )
%
= 10%
Susut pengeringan setelah oven 2 jam
( )
%
( )
%
= 12%
=10%
=14%
IV.2 Pembahasan
Simplisia sebagai suatu bahan yang akan mengalami proses lanjutan atau
langsung dikonsumsi harus memiliki standarisasi. Hal ini penting sebagai
acuan mengenai segala sesuatu mengenai cara penggunaan simplisia.
Karena simplisia yang berasal dari bahan alam biasanya memiliki
keragaman, terutama dalam kandungan zat aktifnya. Sehingga agar
didapatkan mutu dan kualitas yang sama pada semua konsumen, standar
pengguna simplisia sangat diperlukan.
Standarisasi merupakan hal yang penting untuk simplisia dan ekstrak yang
akan digunakan atau dikonsumsi. Parameter standar merupakan suatu
metode standarisasi untuk menjaga kualitas dari suatu simplisia maupun
ekstrak. Parameter standar meliputi, parameter standar spesifik dan
parameter standar non spesifik, yang diujikan terhadap simplisia dan ekstrak.
Salah satu parameter standar spesifik untuk pengujian standar simplisia
adalah penetapan kadar sari pelarut tertentu dan salah satu parameter
standar non spesifik untuk pengujian standar simplisia adalah susut
pengeringan.
Susut pengeringan adalah pengukuran sisa zat setelah pengeringan pada
suhu 1050C selama 30 menit atau sampai berat konstan, dan dinyatakan
sebagai nilai persen. Pemanasan dilakukan menggunakan oven tujuannya
agar air yang terkandung dalam suatu bahan akan menguap bila bahan
tersebut dipanaskan pada suhu 105˚C selama waktu tertentu (Anonim, 2012).
Tujuannya untuk meberikan batasan maksimal tentang besarnya senyawa
yang hilang pada proses penegringan. Nilai susut pengeringan jika tidak
dinyatakan lain adalah kurang dari 10%.
Dalam penentuan persen susut pengeringan terlebih dahulu ditentukan
bobot konstan dari kurs porselen dengan memanaskannya dalam oven pada
suhu 1050C selama 30 menit, setelah itu dilakukan beberapa kali
penimbangan sehingga tidak lagi terjadi perubahan bobot dari kurs. Simplisia
yang telah ditimbang sebanyak 1 g dimasukkan kedalam kurs, lalu ditutup
menggunakan penutup kurs. Pengeringan dilakukan dengan memasukkan
cawan yang berisi simplisia ke dalam oven pada suhu 1050C selama 30
menit. Terakhir setelah pengeringan berlangsung dilakukan penimbangan
selama beberapa kali sehingga didapatkan bobot yang konstan. Hasil
penetapan kadar air simplisia memenuhi persyaratan parameter yang
ditetapkan oleh Materia Medika Indonesia Edisi IV, kadar air yang diperoleh
pada simplisia batang brotowali yaitu 10%. Kadar air yang tinggi dapat
menjadi media yang baik untuk pertumbuhan jamur (Pasaribu et all., 2012),
serta memicu terjadinya reaksi enzimatik pada simplisia yang dapat
menyebabkan terjadinya degradasi kandungan kimia yang ada di dalam
simplisia (Dirjen POM, 1995).
Kadar sari larut air dan etanol merupakan pengujian untuk penetapan
jumlah kandungan senyawa yang dapat terlarut dalam air (kadar sari larut air)
dan kandungan senyawa yang dapat terlarut salam etanol (kadar sari larut
etanol) (Dirjem POM, 2000). Metode penetapan kadar sari digunakan untuk
menentukan jumlah senyawa aktif yang terektraksi dalam pelarut dari
sejumlah simplisia. Penentuan kadarsari juga dilakukan untuk melihat hasil
dari ekstraksi, sehingga dapat terlihat pelarut yang cocok untuk dapat
mengekstraksi senyawa tertentu. Prinsip dari ekstraksi didasarkan pada
distribusi zat terlarut dengan perbandingan tertentu antara campuran dua
pelarut yang tidak saling campur (Ibrahim, 2009).
Pada penetapan kadar sari larut air, simplisia terlebih dahulu dimaserasi
selama ± 24 jam dengan air:kloroform sebanyak 20 mL, sedangkan pada
penentuan kadar sari larut etanol, simplisia terlebih dahulu dimaserasi
selama ± 24 jam dengan etanol (95%). Hal ini bertujuan agar zat aktif yang
ada pada simplisia dapat terekstraksi dan tertarik oleh pelarut tersebut.
Ketika penentuan kadar sari larut air, simplisia ditambahkan kloroform
terlebih dahulu, penambahan kloroform tersebut bertujuan sebagai zat
antimikroba atau sebagai pengawet. Karena apabila pada saat maserasi
hanya air saja, mungkin ekstraknya akan rusak karena air merupakan media
yang baik untuk pertumbuhan mikroba atau dikhawatirkan terjadi proses
hidrolisis yang akan merusak ekstrak sehingga menurunkan mutu dan
kualitas dari ekstrak tersebut. Sementara pada penentuan kadar sari larut
etanol tidak ditambahkan kloroform, karena etanol sudah memilki sifat
antibakteri jadi tidak perlu ditambahkan kloroform. Lalau dilakukan
pengadukan selama 6 jam menggunakan magnetic stirrer dan didiamkan
selama 18 jam, lalu disaring dan filtrat diuapkan dan dipanaskan didalam
oven dengan suhu 1050C selama 30 menit hingga didapatkan bobot konstan.
Didapatkan kadar sari larut air adalah sebesar 10% dan kadar sari larut
dalam etanol sebesar 14%.
Dapat disimpulkan bahwa kandungan sari larut dalam etanol simplisia
batang brotowali lebih tinggi daripada kadar sari larut air, ini berarti senyawa
kimia yang terlarut atau tersari dalam etanol lebih banyak dibandingkan
dengan air, dan pada percobaan susut pengeringan hasil yang didapatkan
tidak sesuai dengan persyaratan (didapatkan bobot tetap dengan kadar susut
pengeringan tidak lebih dari 0,25%).
BAB V
PENUTUP
V.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil yang didapatkan, disimpulkan bahwa penentuan
kadar sari larut air dan etanol serta susut pengeringan pada simplisia dan
ekstrak batang brotowali Tinospora crispa (L.) Miers dapat dilakukan dengan
cara gravimetri.
V.2 Saran
V.2,1 Saran untuk Dosen
Sebaiknya pada saat proses praktikum bapak/ibu dosen dapat hadir.
V.2.1 Saran untuk Asisten
Sangat diharapkan hadir dalam mengawasi pada saat praktikum
berlangsung agar tiap kelompok dapat memiliki pendamping asisten agar
meminimalisisr terjadinya kesalahan pada praktikum.
v.3.1 Saran untuk Lab
saran untuk lab agar alat dan bahan dilengkapi.
DAFTAR PUSTAKA
BPOM RI. 2005. Peraturan Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan
Republik Indonesia Nomor HK 00.05.41.1384 tentang Kriteria dan Tata
Laksana Pendaftaran Obat Tradisional, Obat Herbal Terstandar dan
Fitofarmaka.Kepala BPOM, Jakarta.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2000. Parameter Standar Umum
Ekstrak Tumbuhan Obat. Direktorat Jenderal Pengawas Obat dan
Makanan, Jakarta.
Dirjen POM. 1995. Material Medika Indonesia. Jilid VI. Jakarta: Departemen
Kesehatan Republik Indonesia.
Dirjen POM. 2000. Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat.
Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Hariana, A. H., 2013. 262 Tumbuhan Obat dan Khasiatnya. Jakarta : Penerbit
Swadaya.
Ibrahim. 2009. Ekstraksi. Bandung: Sekolah Farmasi Institut Teknologi
Bandung.
Musdalifa., Maming, R., Dini, I .2014. Isolasi dan Identifikasi Senyawa
MetabolitSekunder Ekstrak Metanol Batang Brotowali (Tinospora
crispa Linn) Jurnal Chemica Vol. 15(2): 105 – 113
Pasaribu, F., Sitorus, P., dan Bahri, S. 2012. “Uji Ekstrak Etanol Kulit Buah
Manggis (Garcinia mangostana L.) Terhadap Penurunan Kadar
Glukosa Darah”. Jurnal Of Pharmaceutics and Pharmacology. Vol.1(1).
Permadi A. 2008. Membuat Kebun Tanaman Obat. Jakarta : Pustaka
Bunda
Tjitrosoepomo, G. 1994. Taksonomi Tumbuhan Obat-Obatan. Gadjah Mada
University Press, Yogyakarta. 421-423.
Wijayakusuma, H.M.H. 1999. Tanaman Berkhasiat Obat di Indonesia. Jilid 1.
Prestasi Insan Indonesia, Jakarta. 8-15.
Fannia Kusuma Dewi, Novian Wildan Rosyidi, Sisi Cahyati 2017. Manfaat
Kunyit (Curcuma long) Dalam Farmasi. Progam Studi Pendidikan
Biologi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas
Maret, Surakarta, Indonesia
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan
Ilmu Pengetahuan dan Teknologi MIG Crop. (2013).. Pengaruh
Ketinggian Tempat terhadap Pertumbuhan Kunyit.
http://www.ristek.go.id/ (Diakses 18 Mei 2018)