Anda di halaman 1dari 6

ABSTRAK

Indonesia merupakan negara yang memiliki berbagai macam tanaman obat. Salah satu jenis
tumbuhan obat yang sering digunakan untuk tanaman obat Indonesia adalah negara yang
memiliki berbagai macam tumbuhan obat. Salah satu jenis tumbuhan obat yang sering
dimanfaatkan untuk pengobatan adalah rimpang kunyit.Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui Rimpang kunyit mengandung senyawa alkaloid, tanin danflavonoid

Kunyit (Curcuma domestica Val.) merupakan tanaman tradisional Indonesia yang


banyak dimanfaatkan dalam berbagai bidang. Ekstrak kunyit diketahui memiliki aktivitas
antibakteri dimana khasiat obat pada kunyit berasal dari senyawa kurkuminoid yang
mayoritas terdiri atas kurkumin.Kromatografi Lapis Tipis (KLT) dan profil Kromatografi Cair
Kinerja Tinggi (KCKT) digunakan sebagai uji identifikasi untuk mengetahui komponen kimia
rimpang kunyit

Kunyit merupakan salah satu tanaman obat tradisional.Pengetahuan tentang cara untuk
menghasilkan simplisia yang lebih baik.menggunakan beberapa suhu dibawah sinar matahari
dan alat oven

Di dalam kunyit terdapat kurkuminoid dengan kandungan utama berupa kurkumin. Pada
penelitian sebelumnya telah dibuat alat ukur kadar kurkuminoid portabel. Sebelum kadar
kurkumin diukur, kunyit harus diekstrak dahulu

Standardisasi dilakukan dengan pengujian pada simplisia dan ekstrak rimpang kunyit.
Standardisasi dilakukan untuk menjamin mutu bahan obat tradisional dan persyaratan terhadap
reprodusibilitas terhadap kualitas farmasetik maupun terapetik. Parameter yang digunakan adalah
makroskopik, mikroskopik, uji kadar abu total, uji kadar abu tidak larut asam, uji kadar sari larut
air, uji kadar sari larut etanol, susut pengeringan, dan skrining fitokimia secara kualitatif.

PENDAHULUAN
Obat tradisional merupakan ramuan campuran dari bahan-bahan yang bersumber
dari tumbuhan, hewan, mineral, ataupun sediaan galenik, atau campuran ramuan
tersebut digunakan sebagai pengobatan secara turun-temurun didasarkan atas pengalaman.
Pengobatan secara tradisional saat ini mulai mendapatkan perhatian masyarakat, dimana
dipercaya bahwa obat yang berasal dari tanaman atau sering disebut sebagai obat herbal aman
digunakan tanpa adanya takaran dosis yang pasti (Supriyatna dkk, 2014), serta mudah dijangkau
oleh masyarakat. Tanaman yang selalu menjadi andalan sebagai pengobatan tradisional salah
satu diantaranya adalah rimpang kunyit. Rimpang kunyit dapat dimanfaatkan sebagai obat
tradisional.Rimpang kunyit memiliki kandungan kimia yaitu zat warna kuning yang disebut
kurkuminoid. Kurkuminoid dapat bersifat sebagai antioksidan, dimana dapat mencegah
kerusakan sel-sel yang diakibatkan radikal bebas. Selain itu kurkuminoid juga dapat
menjadi anti inflamasi (Winarto dan Tim Lentera, 2004)..
Standardisasi terdiri dari proses analisis kimiawi yang mengacu pada data farmakologis,
serta analisis fisik dan mikrobiologi yang didasarkan kriteria toksikologi yang
terstandardisasi pada ekstrak bahan alam(Saefudin et al., 2011). Penentuan standard
harus didasarkan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku. Proses standardisasi
harus dilakukan dengan berbagai macam metode pengujian (Parwata, 2017).
Standardisasi harus dilakukan untuk menjamin mutu suatu bahan baku obat tradisional untuk
dijadikan sediaan dan syarat dapat terjadinyareprodusibilitas terhadap kualitas sediaan
maupun efek terapinya.Standardisasi didasarkan pada senyawa aktif, ataupun senyawa
penandanya jika senyawa aktif masih belum teridentifikasi atau masih diduga. Standardisasi
dilakukan secarafisika, kimia, dan biologi (Purwata, 2017).
Pada penelitian kali ini digunakan ekstrak etanol rimpang kunyit untuk
distandardisasi. Standardisasi dilakukan berdasarkan parameter yang terdapat di standar
Farmakope Herbal Indonesia (2008) pada simplisia dan ekstrak dengan menggunakan parameter
yaitu; susut pengeringan, penetapan kadar abu total, kadar abu tidak larut asam, kadar sari larut
air, kadar air, kadar sari larut etanol, dan skrining fitokimia.

Indonesia sangat kaya dengan berbagairagam tanaman obat atau obat. Saat ini industri
tanaman obat tradisional telah berkembang pesatdi Indonesia. Kunyit atau kunir (Curcuma longa
Linn. syn. Curcuma domestica Val.), adalah salahsatu tanaman biofarmaka anggota famili
Zingiberaceae yang berasal dari Asia Tenggarayang tersebar ke Malaysia, Indonesia, .Rimpang
kunyit mengandung minyakasiri dengan senyawanya antara lain fellandrene,sabinene, sineol,
borneol, zingiberene, curcumene,turmeron, kamfene, kamfor, seskuiterpene, asamkafrilat, asam
methoksisinamat, tolilmetil karbinol.Selain itu rimpang kunyit juga mengandung
tepung dan zat warna yang mengandung alkaloidkurkumin (Mateblowski, 1991). Senyawa aktif
kunyit terdiri dari kurkumin (1,7-bis(4-hidroksi-3-metoksifenil)-1E,6Eheptadiene-3,5-dione atau
diferuloyl metan), thiosianat, nitrat, klorida dansulfat, pati dan tanin, saponin, terpenoid,
polipeptida dan lektin.obat herbal yang berguna untuk menjaga kesehatan dan
merawat kecantikan. Kunyit juga telah banyak dimanfaatkan dalam berbagai
bidang, diantaranya sebagaianti inflamatori, anti oksidan, anti alergi, anti
kanker, anti mikroba, dan antifungi (Jain et al., 2007)Khasiat obat pada kunyit berasal
dari senyawa kurkuminoid yang mayoritas terdiri atas kurkumin.Berdasarkan
penelitian secara ilmiah telah banyak dilaporkan aktivitas kurkumin, antara lain
sebagai antioksidan, antiinflamasi, antibakteri dan antikanke (Guenther,
1987).

Di dalam kunyit terdapat kurkuminoid dengan kandungan utama berupa kurkumin yang
berwarna merah jingga. Kurkumin merupakan senyawa berwarna kuning yang ditemukan dalam
rimpang kunyit (Curcuma domestica Val.) yang mengandung kurkumin, desmetoksikurkumin,
dan bisdesmetoksikurkumin, yang ketiganya disebut kurkuminoid

Pemanfaatan senyawa pada rimpang kunyit sebagai antibakteri telah diteliti dan
dilakukan pengujian oleh Pangemanan dkk, 2016 yang menunjukkan bahwa ekstrak etanol
rimpang kunyit dengan metode maserasi menggunakan pelarut etanol 95% memiliki
aktivitas antibakteri terhadap pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus dan
Pseudomonas sp.Metode pengujian aktivitas antibakteri yang akan digunakan dalam penelitian
ini adalah metode pengujian antibakteri secara difusi in vitro untuk mengetahui potensi ekstrak
rimpang kunyit sebagai pengobatan antibakteri pada kulit

METODE
Kegiatan dilakukan melalui beberapa tahap.
 Tahap pertama adalah pemilihan bahan baku.
Bahan dalam pembuatan simplisia kunyit adalahrimpang kunyit dari daerah Gunungpati dari
hasilpanen. Rimpang diambil yang berukuran besar danberumur 9 - 12 bulan, segar dan tidak
busuk.
 Tahap kedua adalah melakukan pencuciansimplisia untuk menghilangkan kotoran dan
mengurangi mikroba yang menempel padarimpang kunyit. Pencucian dilakukan beberapa
kali.
 Tahap berikutnya adalah penimbanganbahan dilakukan pada tahap awal untuk
mengetahui bobot bahan yang akan digunakan.Selanjutnya dilakukan perajangan secara
membujur ataupun melintang.
 Perajangandilakukan untuk memperoleh ketebalan yang
memudahkan proses pengeringan dan seragam
 .Pengirisan terlalu tebal membuat bahan tidak
mudah kering dan lebih cepat terkontaminasi olehmikrobia sehingga mempengaruhi kualitas.
Jikaterlalu tipis akan mudah patah dan mengurangikandungan bahan aktif.
 Tahap pemanasan dan pengeringandilakukan menggunakan cahaya matahari .

 Pembuatan serbuk simplisia


 Uji Makroskopis
 Uji Mikroskopis
 Susut Pengeringan
 Kadar Abu Total
 Kadar Abu Tidak Larut Asam
 Kadar Sari Larut Air
 Kadar Sari Larut Etanol
 Pembuatan Ekstrak
 Kadar Abu Total Ekstrak
 Kadar Abu Tidak Larut Asam

HASIL DAN PEMBAHASAN


Hasil penetapan makroskopis dan mikroskopis simplisia rimpang kunyit (Curcuma domestica Val.) dapat
dilihat pada tabel 1 dan tabel 2. Pengamatan makroskopis dan mikroskopis dari simplisia rimpang kunyit
telah sesuai dengan karakteristik organoleptis dan mikroskopis dari simplisia Curcuma domestica yang
tertuang dalam FHI.
Standardisasi simplisia rimpang kunyit terdiri dari uji makroskopik dan mikroskopik, uji kadar abu, susut
pengeringan, penetapan kadar sari larut air, kadar abu tidak larut asam, dan penetapan kadar sari larut
etanol. Penyiapan simplisa dilakukan dengan memotong dan membersihakn rimpang kunyit, selanjutnya
rimpang kunyit di oven dengan suhu 1050C untuk membuatnya kering dan lebih mudah diserbukkan.
Pembuatan serbuk simplisia dapat memperkecil ukuran dari rimpang kunyit sehingga akan dapat
meningkatkan luas permukaan rimpang kunyit dan akan mengoptimalkan proses ekstraksi. Pada uji
kadar abu total, didapatkan kadar abu total sebesar 5,42%. Dimana persyaratannya adalah kurang dari
8,5%. Pada uji kadar abu tidak larut asam didapatkan 0,69%, dimana persyaratannya adalah kurang dari
0,9%. Untuk kadar sari larut air didapatkan 15,2% dan larut etanolnya sebesar 49,9%. Dimana,
persyaratan kadar sari larut air simplisia rimpang kunyit adalah tidak kurang dari 11,5% dan larut etanol
tidak kurang dari 11,4%

Pada standardisasi simplisia didapatkan bahwa serbuk simplisa rimpang kunyit memenuhi persyaratan

Pada ektrak rimpang kunyit yang diperoleh, kadar abu tidak larut asam tidak memenuhi dari
persyaratan. Hal ini menyatakan bahwa ekstrak tidak dapat digunakan untuk selanjutnya dibuat menjadi
sediaan. Hal ini kemungkinan terjadi saat sedang pembuatan ekstrak, terdapat pengotor seperti pasir
dan silika yang ikut mengontaminasi, sehingga menyebabkan kemurnian ekstrak berkurang dan kadar
abu tidak larut asam ekstrak belum memenuhi persyaratan.

KESIMPULAN
Standardisasi rimpang kunyit yang dilakukan pada penelitian ini menunjukkan bahwa simplisia telah
memenuhi persyaratan makroskopis, mikroskopis, susut pengeringan, kadar sari larut air, kadar sari
larut etanol, kadar abu total dan kadar abu larut asam telah memenuhi persyaratan. Pada ekstrak
rimpang kunyit, uji kadar air tidak dilakukan, pada pengujian kadar abu total, ekstrak memenuhi standar,
sedangkan pada pengujian kadar abu tidak larut asam, diperoleh hasil dimana ekstrak tidak memenuhi
standar sehingga perlu dilakukan uji pemastian kembali terhadap ekstrak yang digunakan.

Anda mungkin juga menyukai