Anda di halaman 1dari 17

Makalah

FARMAKOGNOSI
TEKNIK PENYARIAN INFUS, DEKOK, MASERASI DAN
MODIFIKASINYA

Oleh
Kelompok 3

1. Mutiara J. Dalili (821319049)


2. Jihan Salsabila Rachman (821319053)
3. Syaadilla S. Bunta (821319071)
4. Andi Fani Ryanti (821319066)
5. Anzaly Farni Amalia Khantohe (821319067)
6. Putri Lestari Febriani (821319069)

JURUSAN FARMASI
FAKULTAS OLAHRAGA DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
2020
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha ESA yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah ini.
Makalah ini kami tulis dengan bahasa sederhana bertujuan agar mudah
dipahami oleh pembaca. Kami berterima kasih kepada semua pihak yang ikut
membantu hingga selesainya makalah ini. Adapun makalah yang akan kami
presentasikan pada kesempatan kali ini mengenai  materi Teknik Penyarian Infus,
Dekok, Maserasi dan Modifikasinya.
Dengan demikian Insya Allah makna dan tujuan makalah ini akan
tersalurkan. Akan tetapi, tidak menutup kemungkinan dalam makalah ini masih
terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu, diharapkan baik bagi dosen
pembimbing maupun pembaca untuk memberi kritik dan saran yang membangun
demi perbaikan dan kelengkapan makalah ini. Atas perhatian para pembaca, kami
ucapkan terima kasih.
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Gorontalo, Januari 2021

Kelompok 3

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................1
1.1 Latar Belakang...........................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah......................................................................................2
1.3 Tujuan Penulisan........................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN .......................................................................................3
2.1 Pengertian...................................................................................................3
2.2 Infus...........................................................................................................3
2.3 Dekok.........................................................................................................3
2.4 Maserasi.....................................................................................................3
BAB III PENUTUP................................................................................................11
3.1 Kesimpulan.............................................................................................11
3.2 Saran........................................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pemanfaatan tumbuhan sebagai obat tradisional masih selalu digunakan
masyarakat Indonesia terutama di daerah pedesaan yang masih kaya dengan
keanekaragaman tumbuhannya (I Wayan, 2004).
Sejak ribuan tahun yang lalu, obat dan pengobatan tradisional sudah ada di
Indonesia, jauh sebelum pelayanan kesehatan formal dengan obat-obatan
modernnya dikenal masyarakat (Wijayakusuma, 2002).
Berdasarkan perkiraan World Health Organization (WHO), lebih dari 80%
penduduk negara-negara berkembang tergantung pada obat tradisional untuk
mengatasi masalah kesehatan (Khanna et al, 2001).
Penyarian adalah kegiatan penarikan zat yang dapat laraut dari bahan yang
tidak dapat larut dengan pelarut cair. Simplisia yang disari mengandungzat aktif
yang dapta larut dan zat yang tidak dapat larut seperti serat karbohidrat, protein,
dan lain-lain. Proses pemisahan suatu campuran dapat dilakukan dengan berbagai
metode. Metode pemisahan yang dipilih bergantung pada fasa komponen
penyusun campuran. Suatu campuran dapat berupa campuran homogen (satu fasa)
atau campuran heterogen (lebih dari satu fasa).
Cara penarikan kandungan kimia obat dalam tanaman sangat menentukan
senyawa apa saja yang akan berada dalam ekstrak. Pemilihan cara ekstraksi yang
salah menyebabkan hilangnya ata berkurangnya senyawa kimia berkhasiat yang
diinginkan. Pemahaman tentang sifat zat-zat kimia yang ada dalam tanaman
mutlak diperlukan untuk mendukung pemilihan cara ekstraksi.
Cara ekstraksi sangat beragam, disesuaikan dengan sifat simplisia,
kandungan kimia di dalamnya dan ketersediaan alat ekstraksi. Dalam praktikum
ini akan dilakukan ekstraksi dengan cara panas dan cara dingin yaitu infuse,
dekok, rebusan, dan maserasi. Infuse, dekok, dan rebusan merupakan sediaan
galenika dan cara ekstraksi yang sering diaplikasikan di masyarakat. Sedangkan
maserasi merupakan cara ekstraksi yang sering diaplikasikan dalam penelitian
pendahuluan khasiat tanaman obat.

1
1.2 Rumusan Masalah
Beberapa masalah yang dibahas dalam makalah ini, diantaranya :
1. Apa pengertian infus, dekok dan maserasi?
2. Bagaimana teknik penyarian infus, dekok, maserasi?
3. Bagaimana modifikasi penyarian infus, dekok, maserasi?
1.3 Tujuan Penulisan
Adapun tujuan umum membuat makalah ini adalah untuk memenuhi salah
satu tugas mata kuliah Farmakognosi dan beberapa tujuan khususnya yaitu :
1. Mahasiswa mampu mengetahui perbedaan infundasi, dekoktasi, dan
maserasi.
2. Mahasiswa mampu memahami penyarian simplisia dengan cara infus,
dekok, dan maserasi.
3. Mahasiswa mampu memahami hal-hal yang harus diperhatikan dalam
menyari simplisia secara infus, dekok, dan maserasi.

2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
Penyarian merupakan peristiwa massa zat aktif yang semula berada
didalam sel, ditarik oleh cairan penyari sehingga terjadi larutan zat aktif dalam
penyari tersebut. (UIT Makassar, 2012).
Penyarian adalah peristiwa memindahkan zat aktif yang semula di
dalam  sel ditarik oleh cairan penyanyi sehingga zat aktif larut dalam cairan
penyari (Ansel, 2009).
2.1.1 Infus
Infus atau rebusan obat adalah sedian air yang dibuat dengan mengextraksi
simplicia nabati  dengan air suhu 90° C selama 15 menit, yang mana extraksinya dilakukan
secara infundasi (Ansel, 2009).
Infus merupakan sediaan cair pada suhu 90 0 C selama 15 menit . hal-hal
yang harus diperhatikan dalam membuat cairan infuse adalah jumlah simplisia,
derajat halus simplisia, banyaknya air ekstrak, serta cara menyari (Syamsuni,
2006).
Infundasi merupakan metode penyarian dengan cara menyari simplisia
dalam air pada suhu 90OC selama 15 menit. Infundasi merupakan penyarian yang
umum dilakukan untuk menyari zat kandungan aktif yang larut dalam air dari
bahan-bahan nabati. Penyarian dengan metode ini menghasilkan sari/ekstrak yang
tidak stabil dan mudah tercemar oleh kuman dan kapang. Oleh sebab itu, sari yang
diperoleh dengan cara ini tidak boleh disimpan lebih dari 24 jam. Umumnya infus
selalu dibuat dari simplisia yang mempunyai jaringan lunak,yang mengandung
minyak atsiri,dan zat-zat yang tidak tahan pemanasan lama (Dirjen POM, 1979).
Infus merupakan sediaan yang dihasilkan dengan cara infundasi. Biasanya
berupa cairan yang langsung diminum sekaligus atau diminum dua atau tiga kali
pada hari yang sama. Ketentuan pembuatan infuse dalam farmakope yaitu satu
bagian simplisia untuk 10 bagian infus atau infus 10%. Bila simplisia tidak
mengandung zat yang berkhasiat keras. Bila simplisia memiliki zat yang
berkhasiat keras, maka ketentuan ini tidak berlaku (Dirjen POM, 1979).

3
Infus harus mempunyai derajat halus menurut Dirjen POM (1979), diantaranya :
1. Serbuk (5/8)        : Akar manis, daun sirih
2. Serbuk (8/10)      : Kelimbat
3. Serbuk (10/22)    : Laos, temulawak, jahe
4. Serbuk (22/60)    : Kulit kina
5. Serbuk (85/120) : Daun digitalis           
Infus dibuat dengan empat cara menurut UIT Makassar (2012) yaitu :
1. Membasahi bahan baku dengan air sebanyak 2x bobotnya (untuk bunga air
yang digunakan sebanyak 4x bobot bahan).
2. Bahan baku ditambah dengan air dan dipanaskan selama 15 menit
(dihitung mulai suhu dalam panic mencapai 90º C) pada suhu 90º-98º C, sambil
sesekali diaduk.
3. Untuk memindahkan penyarian kadang-kadang perlu ditambahkan bahan
kimia, misalnya asam sitrat untuk infuse kina, kalium atau natrium karbonat untuk
infuse kelembak.
4. Penyaringan dilakukan pada saat cairan masih panas melalui kain flannel.
Untuk mencukupi volume, ditambahkan air mendidih melalui ampasnya.
2.1.2 Dekok
Dekok adalah infus pada waktu yang lebih lama (≥30 menit) dan
temperatur sampai titik didih air (Ditjen POM, 2000).
Dekok adalah perebusan simplisia halus dicampur dengan air bersuhu
kamar atau dengan air bersuhu > 90⁰C sambil diaduk berulang-ulang dalam
pemanasan air selama 30 menit (Ditjen POM, 2000).
Dekok merupakan sediaan yang dihasilkan dengan cara dekoktasi yaitu
sediaan cair yang dibuat dengan cara mengekstrasikan bahan nabati dengan
pelarut air (pelarut berair/polar) pada suhu 90⁰C selama 30 menit, terhitung
setelah panic bagian bawah mulai mendidih (Dirjen POM, 1995).
Perbedaan dengan infus hanya terletak pada lamanya ekstraksi yaitu infuse
15 menit dan dekok 30 menit. Ekstraksi yang lebih lama pada simplisia tertentu
dapat meningkatkan kualitas ekstrak, namun hal tersebut tidak berlaku umum.
Penentuan apakah suatu simplisia lebih baik dibuat infuse atau dekok perlu

4
penelitian lebih lanjut, namun ada panduan dasar menurut Tim Penyusun (2013)
yang dapat dipertimbangkan, yaitu :

Infus Dekok
Untuk bahan-bahan dasar yang Untuk bahan-bahan dasar yang keras
lunak
Untuk bahan-bahan dasar yang zat- Untuk bahan-bahan dasar yang zat-zat
zat bagiannya tidak cukup tahan bagiannya sangat tahan pemanasan
pemanasan
Untuk bahan-bahan dasar dengan Untuk bahan-bahan dasar tanpa minyak
minyak yang mudah menguap yang mudah menguap
Untuk bahan-bahan dasar yang
banyak mengandung zat tepung

Untuk membuat infus dan dekok ditentukan oleh sifat dari bahan atau
sampel. Yang pada bahan-bahan tidak terdapat minyak atsiri, dan pada bahan-
bahan dimana bagian-bagiannya tahan terhadap penghangatan (Tim Penyusun,
2013).
Perbedaan infus dan dekok menurut Tim Penyusun (2013) antara lain :
Hal yang membedakan Infus Dekok
Suhu 90-98ºC 90-98ºC
Waktu ekstraksi 15 menit (dari 30 menit (dari suhu
suhu mencapai mencapai 90ºC)
90ºC)
Hasil akhir ekstrak ditambahkan ditambahkan pelarut
pelarut sampai sampai 100 bagian
100 bagian
Sumber panas penangas air penangas air

2.2.3 Maserasi
Maserasi istilah aslinya adalah macerare (bahasa latin, artinya
merendam) : adalah sediaan cair yang dibuat dengan cara mengekstraksi bahan

5
nabati yaitu direndam menggunakan pelarut bukan air (pelarut non polar) atau
setengah air, misalnya etanol encer, selama periode waktu tertebtu sesuai dengan
aturan dalam buku resmi kefarmasian (Dirjen POM, 1995).
Maserasi merupakan cara ekstraksi yang sederhana. Istilah maceration
berasal dari bahasa latin macere, yang artinya “merendam”. Jadi maserasi dapat
diartikan sebagai proses dimana obat yang sudah halus memungkinkan untuk
direndam dalam menstruum sampai meresap dan melunakkan susunan sel,
sehingga zat-zat yang mudah larut akan melarut (Ansel, 1989).
Maserasi merupakan cara penyarian yang sederhana. Maserasi dilakukan
dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari. Cairan penyari
akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat
aktif, zat aktif akan larut dan karena adanya perbedan konsentrasi antara larutan
zat aktif di dalam sel dengan yang di luar sel, maka larutan yang terpekat didesak
keluar. Peristiwa tersebut berulang sehingga terjadi keseimbangan konsentrasi
antara larutan di luar sel dan di dalam sel (Depkes RI, 1986).
Maserasi adalah sediaan cair yang dibuat dengan cara mengekstraksi
bahan nabati yaitu direndam menggunakan pelarut bukan air (pelarut nonpolar)
atau setengah air, misalnya etanol encer, selama periode waktu tertentu sesuai
dengan aturan dalam buku resmi kefarmasian (Depkes RI, 1995).
Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia dengan menggunakan
pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada tenperatur
ruangan (kamar). Maserasi bertujuan untuk menarik zat-zat berkhasiat yang tahan
pemanasan maupun yang tidak tahan pemanasan. Secara teknologi maserasi
termasuk ekstraksi dengan prinsip metode pencapaian konsentrasi pada
kesetimbangan. Maserasi dilakukan dengan beberapa kali pengocokan atau
pengadukan pada temperatur ruangan atau kamar (Depkes RI, 2000).
Maserasi merupakan cara ekstraksi yang paling sederhana. Dasar dari
maserasi adalah melarutnya bahan kandungan simplisia dari sel yang rusak, yang
terbentuk pada saat pengahalusan, ekstraksi (difusi) bahan kandungan dari sel
yang masih utuh. Setelah selesai waktu maserasi, artinya kesetimbangan antara
bahan yang diekstraksi pada bagian dalam sel dengan masuk kedalam cairan, telah

6
tercapai maka proses difusi segera berakhir. Selama maserasi atau proses
perendaman dilakukan pengocokan berulang-ulang. Upaya ini menjamin
kesetimbangan konsentrasi bahan ekstraksi yang lebih cepat di dalam cairan.
Sedangkan keadaan diam selama maserasi menyebabkan turunnya perpindahan
bahan aktif. Secara teoritis pada suatu maserasi tidak memungkinkan terjadinya
ekstraksi absolut. Semakin besar perbandingan simplisia terhadap cairan
pengekstraksi, akan semakin banyak hasil yang diperoleh (Voigh, 1994).
a. Prinsip
Prinsip maserasi adalah ekstraksi zat aktif yang dilakukan dengan cara
merendam serbuk dalam pelarut yang sesuai selama beberapa hari pada
temperatur kamar terlindung dari cahaya, pelarut akan masuk ke dalam sel dari
tanaman melewati dinding sel. Isi sel akan larut karena adanya perbedaan
konsentrasi antara larutan di dalam sel dengan di luar sel. Larutan yang
konsentrasinya tinggi akan terdesak keluar dan diganti oleh pelarut dengan
konsentrasi rendah (proses difusi). Peristiwa tersebut berulang sampai terjadi
keseimbangan konsentrasi antara larutan di luar sel dan di dalam sel. Selama
proses maserasi (biasanya berkisar 2-14 hari) dilakukan pengadukan atau
pengocokkan dan penggantian pelarut setiap hari. Pengocokkan memungkinkan
pelarut segar mengalir berulang-ulang masuk ke seluruh permukaan simplisia
yang sudah halus. Endapan yang diperoleh dipisahkan dan filtratnya dipekatkan
(Ansel, 1989).
Maserasi biasanya dilakukan pada temperatur 15º - 20º C dalam waktu
selama 3 hari sampai bahan-bahan yang larut, melarut (Ansel, 1989).
Pada umumnya maserasi dilakukan dengan cara 10 bagian simplisia
dengan derajat kehalusan yang cocok, dimasukkan kedalam bejana kemudian
dituangi dengan 75 bagian cairan penyari, ditutup dan dibiarkan selama 5 hari
terlindung dari cahaya, sambil berulang-ulang diaduk. Setelah 5 hari diserkai,
ampas diperas. Pada ampas ditambahkan cairan penyari secukupnya, diaduk dan
diserkai sehingga diperoleh seluruh sari sebanyak 100 bagian. Bejana ditutup,
dibiarkan ditempat sejuk, terlindung dari cahaya, selama 2 hari kemudian endapan
dipisahkan.

7
b. Cara Kerja
1. 10 bagian simplisia dengan derajat halus yang cocok dimasukkan kedalam
bejana, lalu dituangi 75 bagian cairan penyari, ditutup dan dibiarkan
selama 5 hari terlindung dari cahaya, sambil berulang-ulang diaduk
2. Setelah 5 hari, sari diserkai, ampas diperas
3. Ampas ditambah cairan penyari secukupnya, diaduk dan diserkai, sampai
diperoleh seluruh sari sebanyak 100 bagian
4. Setelah itu, sari dipekatkan dengan cara diuapkan pada tekanan rendah dan
suhu 50°C hingga konsentrasi yang dikehendaki.
c. Keuntungan (Depkes RI, 2000; Depkes RI, 1995)
Keuntungan metode maserasi adalah :
1. Alat yang dipakai sederhana, hanya dibutuhkan bejana perendam.
2. Biaya operasionalnya relatif rendah.
3. Prosesnya relatif hemat penyari.
4. Tanpa pemanasan.
5. Proses maserasi ini menguntungkan dalam isolasi bahan alam karena
selama proses perendaman sampel akan terjadi proses pemecahan dinding
dan membran sel akibat perbedaan tekanan antara di dalam dan di luar
selnya sehingga metabolit sekunder yang ada dalam sitoplasma akan
terlarut dalam pelarut organik dan senyawa akan terekstraksi sempurna
karena dapat diatur lama perendaman yang dilakukan.
d. Kelemahan (Depkes RI, 2000; Depkes RI, 1995)
1. Proses penyarian tidak sempurna, karena zat aktifnya hanya mampu
terekstraksi sebesar 50% saja
2. Prosesnya lama, butuh waktu beberapa hari.
3. Penyariannya kurang sempurna (dapat terjadi kejenuhan cairan penyari
sehingga kandungan kimia yang tersari terbatas).
e. Metode Ekstraksi Maserasi (Sudjadi, 1986)
Maserasi termasuk metode ekstraksi cara dingin. Metode ini artinya tidak
ada proses pemanasan selama proses ekstraksi berlangsung, tujuannya untuk

8
menghindari rusaknya senyawa yang dimaksud akibat proses pemanasan.
Maserasi dapat dilakukan modifikasi, seperti :
1. Digesti
Digesti adalah cara maserasi dengan menggunakan pemanasan lemah,
yaitu pada suhu 40º - 50ºC. Cara maserasi ini hanya dapat dilakukan untuk
simplisia yang zat aktifnya tahan terhadap pemanasan. Dengan pemanasan akan
diperoleh keuntungan antara lain :
a. Kekentalan pelarut berkurang, yang dapat mengakibatkan berkurangnya
lapisan-lapisan batas.
b. Daya melarutkan cairan penyari akan meningkat, sehingga pemanasan
tersebut mempunyai pengaruh yang sama dengan pengadukan.
c. Koefisien difusi berbanding lurus dengan suhu absolut dan berbanding
terbalik dengan kekentalan, hingga kenaikan suhu akan berpengaruh pada
kecepatan difusi. Umumnya kelarutan zat aktif akan meningkat bila suhu
dinaikkan.
2. Maserasi dengan mesin pengaduk
Dengan penggunaan mesin pengaduk yang berputar terus-menerus, waktu
proses maserasi dapat dipersingkat menjadi 6 sampai 24 jam.
3. Remaserasi
Cairan penyari dibagi dua, seluruh serbuk simplisia dimaserasi dengan
cairan penyari pertama, sesudah diendap, dituangkan dan diperas, ampas
dimaserasi lagi dengan cairan penyari yang kedua.
4. Maserasi melingkar
Maserasi dapat diperbaiki dengan mengusahakan agar cairan penyari
selalu bergerak dan menyebar. Dengan cara ini penyari selalu mengalir kembali
secara berkesinambungan melalui serbuk simplisia dan melarutkan zat aktifnya.
Keuntungan cara ini :

a. Aliran cairan penyari mengurangi lapisan batas.

9
b. Cairan penyari akan didistribusikan secara seragam, sehingga akan
memperkecil kepekatan setempat.
c. Waktu yang diperlukan lebih pendek.
5. Maserasi melingkar bertingkat
Pada maserasi melingkar penyarian tidak dapat dilaksanakan secara
sempurna, karena pemindahan massa akan berhenti bila keseimbangan telah
terjadi. Masalah ini dapat diatas dengan maserasi melingkar bertingkat.

2.2.3 Gambar Alat Maserasi

f. Pelarut yang Digunakan dalam Metode Maserasi


Ekstraksi tergantung pada tekstur dan kandungan bahan dalam tumbuhan.
Senyawa / kandungan dalam tumbuhan memiliki kelarutan yang berbeda-beda
dalam pelarut yang berbeda. Pelarut-pelarut yang biasa digunakan antara lain
kloroform, eter, alkohol, methanol, etanol, dan etilasetat. Ekstraksi iasanya
dilakukan secara bertahap dimulai dengan pelarut yang nonpolar (kloroform atau
n-heksana), semipolar (etilasetat atau dietil eter), dan pelarut polar (methanol atau
etanol) (Harbone, 1996).

10
Pelarut yang dapat digunakan untuk ekstraksi harus memenuhi dua syarat,
yaitu pelarut tersebut harus merupakan pelarut yang terbaik untuk bahan yang
diekstraksi dan pelarut tersebut harus terpisah dengan cepat setelah pengocokkan.
Cairan penyari yang biasa digunakan dalam metode maserasi dapat berupa
air, etanol, air-etanol, atau pelarut lain. Bila cairan penyari digunakan air maka
untuk mencegah timbulnya kapang, dapat ditambahkan bahan pengawet, yang
diberikan pada awal penyarian (Depkes RI, 1986).

11
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Infus atau rebusan obat adalah sedian air yang dibuat dengan mengextraksi
simplisia nabati  dengan air suhu 90° C selama 15 menit, yang mana extraksinya dilakukan
secara infundasi sedangkan dekok adalah perebusan simplisia halus dicampur dengan
air bersuhu kamar atau dengan air bersuhu > 90⁰C sambil diaduk berulang-ulang
dalam pemanasan air selama 30 menit dan maserasi adalah proses dimana obat
yang sudah halus memungkinkan untuk direndam dalam menstruum sampai
meresap dan melunakkan susunan sel, sehingga zat-zat yang mudah larut akan
melarut
2. Penyarian simplisia dengan cara infus, dekok, dan maserasi.
3 Hal-hal yang harus diperhatikan dalam menyari simplisia secara infus,
dekok, dan maserasi.
3.2 Saran
Diharapkan kepada para pembaca agar dalam pembuatan tugas selanjutnya
dapat lebih baik lagi karena kami akui masih banyak kekurangan dalam
penyusunan makalah ini.

12
13
DAFTAR PUSTAKA
Ansel. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, Edisi 4. Jakarta : UI-press.

Depkes RI. 1986. Sedian Galenik. Jakarta : Depkes RI.

Depkes RI. 1995. Farmakope Indonesia Edisi V. Jakarta : Depkes RI.

Departemen Kesehatan RI. 2000. Paramater Standar Umum Ekstrak Tumbuhan


Obat. Jakarta. Diktorat Jendral POM-Depkes RI.

Harbone, J. B. 1987. Metode Fitokimia. Bandung : Penerbit ITB.

Tim Penyusun, Serial Buku Ajar Farmasi Fitokimia, Politeknik Kesehatan


Kementrian Kesehatan Jakarta II, 2013

Tim Penyusun, Buku Panduan Praktikum Fitokimia, Politeknik Kesehatan


Kementrian Kesehatan Jakarta II, 2013

Tim Penyusun. 2011. Penuntun Praktikum Fitokimia I. Manado : F.MIPA Unsrat.

Tim Penyusun, Serial Buku Ajar Farmasi Fitokimia, Politeknik Kesehatan


Kementrian Kesehatan Jakarta II, 2013

Tim Penyusun, Buku Panduan Praktikum Fitokimia, Politeknik Kesehatan


Kementrian Kesehatan Jakarta II, 2013

Voight, R. 1994. Buku pelajaran teknologi farmasi edisi V. Yogyakarta:


Universitas Gajah Mada Pres.

Anda mungkin juga menyukai