Anda di halaman 1dari 14

Tugas Pendahuluan

FARMAKOGNOSI
“STANDARISASI OBAT HERBAL”

OLEH :

Nama : ANGGELINA NOVALIA KAMASI


NIM : 821319108
Kelompok : III (Tiga)
Kelas : C-D3 Farmasi 2019
Asisten :1. Yudistira muhadi S.Farm
2. Abdulah walangadi S.Farm

LABORATORIUM BAHAN ALAM


JURUSAN FARMASI
FAKULTAS OLAHRAGA DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
2020
Maping I

Judul Praktikum Standarisasi Obat Herbal

Kelompok III (Tiga)


Anggota :
1. Alviansyah Samsu Mallawe (821319065)
2. Fatmawati Pakaya (821319076)
3. Anggelina Novalia Kamasi (821319108)
4. Lispan Tambiyo (821319084)
5. Salsa Dilla Abdullatif (821319080)
6. Cicilya Gunibala (821319103)

Judul Jurnal, Penulis, dan Halaman Uji Ekstrak Etanol Daun Jarak Pagar
(Jatropha Curcas L.) Terhadap Zona Hambat
Bakteri Staphylococcus Aureus Secara In
Vitro; Iwan Setiawan1), Euis Erlin2),
Warsono3) 1)Alumni Prodi.Pend.Biologi FKIP
Unigal 2)3) adalah Dosen Prodi.Pend.Biologi
FKIP Unigal; Volume 4, 1, Maret 2016 Hal
75-80

Teori
Tumbuhan yang masih belum banyak
dimanfaatkan sebagai obat tradisional adalah
jarak pagar. Jarak pagar merupakan tumbuhan
yang banyak ditemukan di hampir seluruh
wilayah di Indonesia dan tanaman jarak ini
dapat tumbuh dengan baik di kawasan tropis.
Jarak pagar ber-bentuk pohon kecil atau
belukar be-sar dengan tinggi mencapai 5 meter
dan bercabang tidak teratur. Batang-nya
berkayu, berbentuk silinder dan bergetah.
Tanaman ini mampu hidup sampai berumur
lima puluh tahun dengan diperbanyak melalui
biji dan stek (Prihandana, 2007: 5).
Meskipun jarak pagar ini da-pat tumbuh
dengan baik dan banyak ditemukan di
Indonesia, namun pe-manfaatan jarak pagar ini
masih sangat kurang. Bahkan tanaman jarak
pagar ini hanya dijadikan se-bagai pagar
pembatas ladang, pagar batas desa, pagar
kuburan, dan pengganti nisan. Padahal daun
jarak pagar ini mengandung komponen
bioaktif. Hasil dari penelitian Nuria, et al.
(2009: 35) dengan menggunakan metode
kromatografi lapis tipis (KLT) didapat daun
jarak pagar positif mengandung senyawa aktif
seperti flavonoid, saponin, dan tanin yang
merupakan senyawa aktif yang bersifat
antibakteri.

Metode Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April–
Juni 2015 di Labo-ratorium Universitas Galuh
Ciamis. Penelitian ini menggunakan metode
eksperimen dan akan digunakan 7 konsentrasi
yang berbeda. Untuk masing-masing per-
lakuan dilakukan empat kali peng-ulangan.
Variabel bebas dalam pe-nelitian ini adalah
ekstrak etanol daun jarak pagar, yaitu dengan
konsentrasi 30%, 40%, 50%, 60%, 70%, 80%,
dan 90%. Sedangkan, variabel terikat pada
penelitian ini adalah zona hambat baktero S.
aureus.
Prosedur penelitian meliputi, pembuatan
ekstrak daun jarak pagar. Menimbang 200
gram serbuk daun jarak pagar, kemudian
direndam menggunakan etanol 96% selama 48
jam dengan perbandinan bahan dan pelarut 1 :
4 (Yenie et al., 2013). Setelah itu disaring
dengan meng-gunakan kertas saring sampai
didapat ekstrak cair daun jarak pa-gar. Ekstrak
cair kemudian diuapkan dengan menggunakan
waterbath hingga diperoleh ekstrak kental daun
jarak pagar. Ekstrak kental daun jarak pagar
kemudian di buat men-jadi tujuh seri
konsentrasi dengan pengenceran menggunakan
aqua-dest steril. Setiap seri konsentrasi dibuat
dengan menambahkan aqua-dest steril kedalam
beberapa gram ekstrak kental daun jarak pagar.
Kemudian membuat suspensi bak-teri. Koloni
bakteri S. aureus diambil menggunakan jarum
ose, kemudian dimasukan kedalam tabung
reaksi yang berisi 10ml NaCl Fisiologis dan
bandingkan ke-keruhannya dengan larutan
Standar Mc Farland 0,5.

Hasil Penelitian Berdasarkan hasil analisis sidik ragam


(ANAVA) pada uji ekstrak daun jarak pagar
terhadap zona hambat pertumbuhan bakteri S.
aureus secara in vitro, maka diketahui bashwa
terdapat perbeda-an pengaruh konsentrasi
ekstrak daun jarak pagar terhadap zona hambat
pertumbuhan bakteri S. aureus. Hal ini
kemungkinan di-karenakan oleh kadar
kandungan senyawa aktif pada setiap konsen-
trasi yang berbeda-beda. Karena apabila
konsentrasi di-perbesar ma-ka kandungan
senyawa aktifnyapun semakin besar, sehingga
akan me-nyebabkan kematian bakteri yang
besar pula. Jadi, semakin tinggi konsentrasi
semakin besar zona hambat yang terbentuk
begitu juga sebaliknya, semakin rendah
konsen-trasi semakin kecil zona hambat
bakteri yang terbentuk. Hal tersebut sesuai
dengan pendapat Pelczar dan Chan (2012 :
453) bahwa terdapat beberapa faktor yang
dapat mem-pengaruhi zat antimikroba yaitu
konsentrasi zat antimikroba, jumlah
mikroorganisme, suhu, spesies
mikroorganisme, adanya bahan orga-nik,
keasaman atau keba-saan (pH). Dengan
penjelasan ter-sebut bahwa konsentrasi zat
anti-mikroba mem-pengaruhi pertumbuh-an
mikro-organisme, artinya jika konsentrasi zat
antibakteri pada ekstrak daun jarak pagar
berbeda, maka per-tumbuhan bakteri S. aureus
juga akan berbeda.
Uji aktivitas antibakteri pada penelitian ini
menggunakan metode difusi dengan cup-plate
technique, pada metode ini media agar yang
telah ditanami dengan bakteri ke-mudian
dilubangi menggunakan alat pelubang hingga
terbentuk sumuran. dan pada sumur tersebut
kemudian diberi ekstrak daun jarak pagar yang
akan diuji sampai nantinya terbentuk zona
hambat atau zona bening di sekitar sumur.
Adanya area jernih mengindikasikan adanya
hambatan pertumbuhan bakteri S. aureus oleh
ekstrak daun jarak pagar.

Keterkaitan Antara Jurnal Pada kedua jurnal membahas mengenai etanol


daun

Rangkaian Rancangan yang Pada jurnal ini digunakan daun talas untuk
Membedakan Dengan Jurnal yang
membuat sediaan topikal gel bagi obat luka
Lain
basis Na-CMC sedangkan pada jurnal kedua
digunakan etanol daun jarak pagar untuk
menghambat pertumbuhan bakteri.

Maping II

Judul Praktikum Standarisasi Obat Herbal

Kelompok
III (Tiga)
Anggota :
1. Alviansyah Samsu Mallawe (821319065)
2. Fatmawati Pakaya (821319076)
3. Anggelina Novalia Kamasi (821319108)
4. Lispan Tambiyo (821319084)
5. Salsa Dilla Abdullatif (821319080)
6. Cicilya Gunibala (821319103)

Judul Jurnal, Penulis, dan Halaman Analisis Sifat Fisik Dan Kimia Gel Ekstrak
Etanol Daun Talas (Colocasia Esculenta (l.)
Schott); Noorritha Khairany1*, Nora Idiawati1,
Muhamad Agus Wibowo1; Tahun 2015,
Volume 4(2), halaman 81-88.

Teori Pemberian obat luka biasa dilakukan secara


empiris, yaitu dengan memanfaatkan
sumberdaya alam seperti tumbuh-tumbuhan.
Tumbuhan yang dapat digunakan sebagai obat
luka stau diantarany adalah talas (Colocasia
esculenta (L.) Schott). Talas digunakan oleh
masyarakat untuk menyembuhkan luka ringan,
luka bakar hingga pendarahan (Sangtam et al.,
2012). Beberapa hasil penelitian melaporkan
talas mengandung senyawa aktif berupa
fenolik, tanin, flavonoid, saponin hingga
selulosa yang berperan sebagai antioksidan,
antiseptik, antibakteri dan antiinflamasi
(Alcantara et al., 2013; Biren et al. 2007;
Eddy, 2009; Goncalves et al., 2013; Wei et al,
2001).
Biren et al (2007), dalam penelitiannya
melaporkan adanya aktivitas antiinflamasi
pada ekstrak etanol daun talas. Sebagai
antibiotik, talas juga dilaporkan memiliki
aktivitas antimikroba untuk menghalangi
pertumbuhan beberapa bakteri hewan air
seperti Vibro cholera, Salmonella sp.,
Escherichia coli, Pseudomonas aeruginosa
dan lain-lain (Wei et al., 2011).

Metode Penelitian
Sampel yang digunakan adlah talas (Colocasia
esculenta (L.) Schott). Keakuratan spesies talas
dideterminasi di Laboratorium Herbarium
Bogoriense Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia (LIPI). Bahan-bahan yang
digunakan pada penelitian adalah akuades,
asam klorida (HCl) 2 N, asam sulfat (H2SO4)
pekat, bioplacenton, besi (III) klorida (FeCl3),
etanol 96%, gliserin (C3H8O3), natrium
hidrosdia (NaOH) 10%, natrium karboksimetil
selulosa (Na-CMC), padatan magnesium (Mg),
propilenglikol (C3H8O2), pereaksi
Dragedroff’s dan pereaksi Wagner.
Preparasi Sampel
Sampel daun talas dibersihkan kemudian
dipotong kecil serta dipisahkan dari tulang
daunnya. Sampel dikering-anginkan
kemudiaan dihaluskan untuk memudahkan
proses ekstraksi.
Ekstraksi
Ekstraksi dilakukaan menggunakan metode
maserasi. Sebanyak 600.4015 g sampel
dimaserasi selama 3×24 jam pada suhu kamar
dengan etanol 96%. Maserat kemudian
disaring menggunakan saringan vacuum untuk
memisahkan antara filtrat dan residu.
Selanjutnya maserat dipekatkan menggunakan
rotary evaporator dan diuapkan pada penangas
sehingga diperoleh ekstrak kental. Ekstrak
yang dihasilkan disimpan di dalam freezer
(Goncalves et al., 2013).

Hasil Penelitian
Ekstraksi
Simplisia daun talas yang telah dikeringkaan
dan disortasi kemudian dihaluskan
menggunakan blender, penghalusan ini
bertujuan untuk memperluas permukaan
simplisia sehingga semakin banyak dan cepat
kontak yang terjadi antara simplisia dengan
pelarut pada proses ekstraksi. Metode ekstraksi
yang digunakan adalah maserasi. Proses
maserasi dilakukan menggunakan pelarut
etanol 96%. Etanol digunakan sebagai pelarut
karena lebih selektif, tidak beracun, kuman
sulit tumbuh, dapat bercampur dengan air
dalam berbagai perbandingan serta memiliki
titik didih rendah, yaitu 78.4°C, sehingga
hanya memerlukan panas yang sedikit pada
proses pemekatan (Wulandari, 2011). Maserasi
dilakukan selama 1×24 jam sebanyak 3 kali,
dengan tujuan untuk memaksimalkan
penarikan komponen kimia dari daun talas
karena semakin lama perendaman, maka
semakin banyak pula komponen kimia yang
terkaandung tertarik oleh pelarut (Nurdiansyah
dan Redah, 2011).
Maserat yang didapatkemudian dipekatkan
menggunakan rotary evaporator pada suhu
rendah 40-45°C. Ekstrak yang dihasilkan dari
proses tersebut sebanyak 86.0886 g dengnaa
randemen sebesar 85.6615%, ekstrak emmiliki
kaarakteristik kental, berwarna hijau
kecoklatan dan berbau khas.
Keterkaitan Antara Jurnal Pada kedua jurnal membahas mengenai etanol
daun

Rangkaian Rancangan yang Pada jurnal ini digunakan daun talas untuk
Membedakan Dengan Jurnal yang membuat sediaan topikal gel bagi obat luka
Lain basis Na-CMC sedangkan pada jurnal kedua
digunakan etanol daun jarak pagar untuk
menghambat pertumbuhan bakteri.

Tugas Pendahuluan

1.Tuliskan pengertian standarisasi obat herbal 5 literatur


2. Jelasakan standarisasi non spesifik dan spesifik
3. Jelaskan keuntungan dari parametr spesifik dan non spesifik.
4. Buat meping 2 jurnal, setiap klmpok berbeda tanaman. Pili dari list yg kau kirm
Jawaban :
1. - Standarisasi obat herbal merupakan proses melibatkan berbagai metode
analisis kimiawi berdasarkan data farmakologis, melibatkan analisis fisik dan
mikrobiologi berdasarkan kriteria umum keamanan (toksikologi) terhadap
suatu ekstrak alam atau tumbuhan obat herbal (Saifudin et al, 2011).
- Standarisasi adalah sebuah alat untuk melakukan kontrol kualitas terhadap
seluruh proses pembuatan obat tradisional dari tahap penyiapan raw material
bahan jadi (ekstrak), proses produksi obat tradisional, dan obat tradisional
itusendiri. Kualitas obat tradisional sangat dipengaruhi oleh metode
harvesting,drying, storage,transportation, processing (Kunle,et al 2012).
- Standardisasi suatu sediaan obat (ekstrak atau simplisia) adalah suatu
persyaratan yang dapat diwujudkannya reprodusibilitas terhadap kualitas
farmasetik maupun terapetik. Standardisasi dapat didasarkan atas senyawa
aktif, kelompok senyawa aktif maupun atas dasar senyawa karakter (bila
senyawa aktif belum diketahui dengan pasti). Bila digunakan senyawa
karakter pada upaya standardisasi, maka dalam hal ini hanyalah bertujuan
untuk dapat membantu menentukan kualitas bahan obat tersebut. Senyawa
karakter yang dipakai haruslah spesifik dan digunakan selama senyawa aktif
belum diketahui dengan pasti. Standardisasi dapat dilakukan secara
fisika,kimia, maupun biologi (Made, 2017)
- Standarisasi adalah serangkaian parameter, prosedur, cara dan hasil
pengujian yg erat kaitannya dg penetapan mutu, baik dari segi kimia, fisika,
dan biologi (Hanani, 2000)
- Standardisasi suatu sediaan obat tradisional adalah suatu persyaratan yang
harus dipenuhi agar terwujudnya keberulangan (reproducibility) terhadap
kualitas formula maupun terapetik. Dalam upaya standardisasi tersebut perlu
ditentukan persyaratan standard yang ditetapkan di dalam Peraturan dan
Perundang-undangan yang berlaku (Suryadi, 2003)
2. Standarisasi ekstrak dilakukan dengan dua parameter yaitu parameter spesifik
dan non-spesifik.
- Penetapan parameter spesifik yaitu organoleptik (bentuk, bau, rasa dan
warna), ekstrak larut air, ekstrak larut etanol dan kandungan senyawa
fitokimia.
 Organoleptik, penggunaan pancaindera mendeskripsikan bentuk, warna,
bau, rasa. Bertujuan untuk pengenalan awal yang sederhana seobjektif
mungkin.
 Senyawa terlarut dalam pelarut tertentu yaitu melarutkan ekstrak dengan
pelarut alkohol atau air untuk ditentukan jumlah solut yang identik
dengan jumlah senyawa kandungan secara gravimetri. Bertujuan
memberikan gambaran awal jumlah senyawa kandungan.
- Penetapan parameter non-spesifik yaitu susut pengeringan, cemaran
mikroba, kadar abu, kadar abu yang tidak larut dalam asam, dan cemaran
logam berat Pb dan Cd.
 Susut pengeringan
Parameter susut pengeringan adalah pengukuran sisa ekstrak setelah
dilkukan pengeringan pada suhu 105 C selama 30 menit atau sampai
berat konstan yang dinyatakan sebagai nila prosen. Dalam hal khusus
(jika bahan tidak mengandung minyak menguap/atsiri dan sisa pelarut
organik menguap) identik dengan kadar air. Nilai atau rentang kadar
air yang diperbolehkan terkait dengan kemurnian dan kontaminasi
 Bobot jenis, parameter bobot jenis ekstrak merupakan parameter yang
mengindikasikan spesifikasi ekstrak uji. Parameter ini penting, karena
bobot jenis ektrak tergantung pada jumlah serta jenis komponen atau
zat yang larut didalamnya.
 Kadar air yang rendah akan mencegah pertumbuhan mikroorganisme
dan kapang (jamur).
 Kadar abu bertujuan untuk menentukan karakteristik sisa kadar abu
non organik setelah pengabuan.
 Cemaran logam berat
Standardisasi parameter non spesifik juga diarahkan pada penetapan
batas maksimal material berbahaya yang diperbolehkan dalam
ekstrak, yaitu cemaran logam berat Pb dan Cd.
 Cemaran mikroba
Suatu produk obat bahan alam sebaiknya tidak mengandung cemaran
mikroorganisme, akan tetapi kadang hal ini sulit dihindarkan. Namun
demikian, suatu produk obat bahan alam tidak diperbolehkan
mengandung cemaran mikroorganisme patogen seperti Pseudomonas
aeruginosa, Staphylococcus aureus, Clostridia sp., Shigella sp., dan
Salmonella sp
 Kadar sari larut air dan etanol merupakan indikator kadar senyawa
aktif yang dapat tersari, baik oleh pelarut air maupun etanol. Kadar
senyawa aktif dalam suatu simplisia dipengaruhi oleh Umur tanaman,
waktu panen dan iklim dan tempat tumbuh.
3.Keuntungan parameter spesifik yaitu untuk mengetahui golongan senyaw atau
komponen yang berfungsi secara spesifik terhadap aktivitas farmakologis tertenru
(anti malaria), sedangkan parameter non spesifik yaitu untuk mengetahui aspek
fisik, kimia dan mikrobiologi yang dapat mempengaruhi stabilitas ekstrak serta
keamanan konsumen (syaifudin dkk., 2011).

DAFTAR PUSTAKA

[DepKes RI] Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (1985). Farmakope


Indonesia. Edisi IV. Jakarta : Depkes RI.

[DepKes RI] Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2000). Parameter


Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat, Direktorat Jenderal Pengawas
Obat dan Makanan, Jakarta.

Saifudin, A., V. Rahayu, dan H.Y. Teruna, 2011. Standarisasi Bahan Obat Alam
Edisi Pertama.Graha Ilmu, Yogyakarta. Soetarno, S., dan Soediro,I.S.,

Anda mungkin juga menyukai