Anda di halaman 1dari 6

I.

TUJUAN PRAKTIKUM
Memahami dan mampu membuat sediaan infusa dan dekokta

II. DASAR TEORI


Penyarian merupakan peristiwa massa zat aktif yang semula berada didalam sel,
ditarik oleh cairan penyari sehingga terjadi larutan zat aktif dalam penyari tersebut (UIT
Makassar, 2012).
Ekstraksi adalah penyarian zat-zat berkhasiat atau zat-zat aktif dari bagian tanaman
obat, hewan dan beberapa jenis ikan termasuk biota laut. Zat-zat aktif terdapat di dalam
sel, namun sel tanaman dan hewan berbeda demikian pula ketebalannya, sehingga
diperlukan metode ekstraksi dengan pelarut tertentu dalam mengekstraksinya. Dimana
 pembagian jenis ekstraksi dibagi menjadi 2, yaitu :
1. Ekstraksi secara dingin, pada prinsipnya memerlukan pemanasan. Hal ini
diperuntukkan untuk bahan alam yang mengandung komponen kimia yang tidak
tahan pemanasan dan bahan alam yang mempunyai tekstur yang lunak. Adapun
metode ekstraksi cara dingin yaitu maserasi dan perkolasi
2. Ekstraksi secara panas, dilakukan untuk mengekstraksi komponen kimia yang tahan
terhadap pemanasan seperti glikosida, saponin dan minyak-minyak yang mempunyai
titik didih yang tinggi, selain itu pemanasan juga diperlukan untuk membuka pori-
 pori sel simplisia sehingga pelarut organik mudah masuk ke dalam sel untuk
melarutkan komponen kimia. Adapun metode ekstrasi cara panas yaitu soxhlet,
refluks, destilasi, infusa, dan dekok. (Ditjen POM, 1986)
Menurut Farmakope Indonesia Edisi III, infusa merupakan sediaan cair yang dibuat
dengan mengekstraksi (menyari) simplisia nabati dengan air pada suhu 90 derajat celcius
selama 15 menit, yang mana ekstraksinya dilakukan secara infundasi.. Kecuali
dinyatakan lain, infusa yang mengandung bukan bahan khasiat keras dibuat dengan
menggunakan 10% simplisia. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam membuat
cairan infus seperti jumlah simplisia, derajat halus simplisia, banyaknya air ekstrak, serta
cara menyari (Syamsuni, 2006).
Infundasi merupakan penyarian yang umum dilakukan untuk menyari zat kandungan
aktif yang larut dalam air dari bahan-bahan nabati. Penyarian dengan metode ini
menghasilkan sari/ekstrak yang tidak stabil dan mudah tercemar oleh kuman dan kapang.
Oleh sebab itu, sari yang diperoleh dengan cara ini tidak boleh disimpan lebih dari 24
 jam. Umumnya infus selalu dibuat dari simplisia yang mempunyai jaringan lunak, yang
mengandung minyak atsiri, dan zat-zat yang tidak tahan pemanasan lama (Depkes
RI.1979).
Cara kerja infundasi yaitu, simplisia yang telah dihaluskan sesuai dengan derajat
kehalusan yang telah ditetapkan dicampur dengan air secukupnya dalam sebuah panci.
Kemudian dipanaskan dalam tangas air selama 15 menit, dihitung mulai suhu dalam
 panci mencapai 900C, sambil sekali-sekali diaduk. Infuse diserkai sewaktu masih panas
melalui kain flannel. Untuk mencukupi kekurangan air, ditambahkan air mendidih
melalui ampasnya. Infuse simplisia yang mengandung minyak atsiri harus diserkai
setelah dingin. Infuse asam jawa dan simplisia yang berlendir tidak boleh diperas. Infuse
kulit kina biasanya ditambah dengan asam sitrat sepersepuluh dari bobot simplisia. Asam
 jawa sebelum dipakai dibuang bijinya dan sebelum direbus dibuat massaseperti bubur.
Buah adas dan dan buah adas manis dipecah terlebih dahulu.
Adapun keuntungan dan kerugian dari metode ini yaitu
1. Keuntungan
a. Unit alat yang dipakai sederhana,
 b. Biaya operasionalnya relatif rendah
2. Kerugian
a. zat-zat yang tertarik kemungkinan sebagian akan mengendap kembali, apabila
kelarutannya sudah mendingin (lewat jenuh).
 b. Hilangnya zat-zat atsiri
c. Adanya zat-zat yang tidak tahan panas lama, dismping itu simplisia yang
mengandung zat-zat albumin tentunya zat ini akan menggumpal dan
menyukarkan penarikan zat-zat berkhasiat tersebut.
Sedangkan dekokta merupakan sediaan cair yang dibuat dengan mengekstraksi
(menyari) simplisia nabati dengan air pada suhu 90 derajat celcius selama 30 menit.
Dekok diperuntukkan untuk simplisia nabati yang keras seperti kayu, batang, biji dan lain
sebagainya. Selain itu dekok juga dapat digunakan untuk menyari simplisia yang tidak
mengandung minyak atsiri, dan pada bahan bahan dimana bagian-bagiannya tahan
terhadap penghangatan (Anonim,2013). Seperti halnya infus, jika tidak dinyatakan lain,
dekok yang mengandung bukan bahan berkhasiat keras, dibuat dengan menggunakan
10% simplisia.
Biasanya dekokta menggunakan pelarut yang lebih sesuai untuk mengekstrak zat
aktif herba. Adapun zat pelarut yang bisa bercampur dengan air, yaitu:
Pelarut polar, merupakan air ataupun larutan yang berasal dari herba itu sendiri.

Pelarut non polar, merupakan pelarut yang tidak bisa bercampur dengan air, seperti aseton, etil

asetat.
Yang menentukan dibuatnya dekokta atau infusa adalah sifat dari simplisia yang

digunakan, dimana:
a. Dekokta untuk simplisia keras, bahan yang tidak mengandung minyak atsiri dan tahan
terhadap pemanasan. Contoh: kulit kayu (korteks), ranting/kayu (lignum), akar
(radiks), batang, kulit buah (perikarpium), dan biji (semen).
 b. Infusa untuk simplisia yang lunak, yang mengandung banyak minyak atsiri dan bahan
yang tidak tahan panas.

Banyaknya air yang dibutuhkan dalam pembuatan dekokta dan infusa:


a. Untuk simplisia segar : sejumlah infusa/ dekokta yang dibuat
 b. Untuk simplisia ½ kering : sejumlah infusa/ dekokta yang dibuat + (1 x berat
simplisia)
c. Untuk simplisia kering : sejumlah infusa/ dekokta yang dibuat + (2 x berat
simplisia) (Depker, RI, 1995 Farmakope Indonesia Edisi IV)
V. DAFTAR PUSTAKA
Ditjen POM, Depkes RI. 1986. Sediaan Galenik . Jakarta: Departemen Kesehatan RI
Syamsuni. H. A. 2006. Ilmu Resep. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
Anonim. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III . Jakarta: Departemen Kesehatan RI
Depkes RI. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV . Jakarta: Departemen Kesehatan
RI

Anda mungkin juga menyukai