Anda di halaman 1dari 45

LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Ini Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mengikuti Ujian
Praktikum Farmakognosi I, Dimana Sampel Diperoleh Dari Desa Kamiri,
Kecamatan Ballusu,Kabupaten Barru,Provinsi Sulawesi Selatan

Disusun dan diajukan Oleh

Kelompok 2A

Kelas C9-C10

Makassar, 20 Desember 2018

Menyetujui,

St. Nurasyiah Jumaris


Koordinator Asisten Kelas Salman Al-Faris
Asisten Pembimbing

Mengetahui,

Risda Waris, S.Farm., M.Sc., Apt


Koordinator Praktikum Farmakognosi I
LAPORAN LENGKAP

FARMAKOGNOSI I

OLEH :

KELOMPOK 2A

1. WAODE YUMNA ULTAMIL KARNO 15020170168

2. ASRA 15020170241

3. MISRA 15020170195

KELAS C9-C10

LABORATORIUM FARMAKOGNOSI-FITOKIMIA

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

MAKASSAR

2018
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah swt. atas berkat dan

rahmat-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan Laporan Lengkap Praktikum

Farmakognosi I yaitu “STANDARISASI SIMPLISIA DAUN KOPASANDA

(Chromolaena odorata L.) ASAL DESA KAMIRI, KECAMATAN

BALLUSU, KABUPATEN BARRU, PROVINSI SULAWESI SELATAN”.

Laporan ini diajukan untuk memenuhi syarat mengikuti Ujian di Laboratorium

Farmakognosi-Fitokimia.

Kami juga mengucapkan terima kasih kepada pihak yang telah membantu

sehingga Laporan Lengkap Praktikum ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya.

Laporan ini masih jauh dari kesempurnaan baik dari segi isi maupun dari

segi tata bahasa, oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat

membangun demi kesempurnaan laporan ini.

Semoga laporan ini dapat memberikan informasi bagi mahasiswa dan

masyarakat serta bermanfaat untuk pengembangan wawasan dan peningkatan

ilmu pengetahuan bagi kita semua.

Akhir kata kami mengucapkan banyak terima kasih.

Makassar, 20 Desember 2017

Penyusun
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Maksud Praktikum
D. Tujuan Praktikum

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


A. Uraian Tanaman
B. Pembuatan Herbarium
C. Parameter Standar Mutu (Standarisasi Simplisia)

BAB III METODE KERJA


A. Praktek Kerja Lapangan
B. Prosedur Kerja Praktikum

BAB IV
A. Hasil Pengamatan
B. Pembahasan

BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Studi mengenai produk obat yang dapat diperoleh dari lingkungan hidup

manusia baik yang bersumber dari tanaman, hewan dan mikroorganisme baik

yang berasal dari darat ataupun dari laut, juga berasal dari sumber mineral dikenal

dengan nama Farmakognosi.

Penggunaan obat tradisional telah lama digunakan sejak zaman dahulu

hingga sekarang, baik di negara maju maupun yang sedang berkembang. Menurut

World Healthy Organization (WHO), hampir 80 % umat manusia,

menggantungkan dirinya pada tumbuh-tumbuhan sebagai bahan obat dalam

memelihara kesehatannya. Pemakaian bahan herbal alami u/ntuk menangani

penyakit dipercaya dapat membantu memberikan efek kesembuhan dengan

memanfaatkan metabolit sekunder yang dihasilkan seperti, flavonoid

Indonesia mempunyai sumber kekayaan alam dengan keanekaragaman

hayati terbesar kedua setelah Brazil. Bahan baku obat tradisional di Indonesia

mencapai 1.000 jenis (spesies), 74 persen merupakan tumbuhan liar, salah satunya

adalah daun kopasanda.

Daun kopasanda (Chromolaena odorata L.) dikenal dengan nama tekelan

atau gulma siam yang mengganggu pertumbuhan tanaman lain dan mengurangi

kesuburan tanah. Daun kopasanda merupakan salah satu jenis tumbuhan dari

famili Compositae.. Daunnya mengandung beberapa senyawa utama seperti

tannin, fenol, flavonoid, saponin dan steroid. Minyak essensial dari daunnya
memiliki kandungan α-pinene, cadinene, camphora, limonene, β-caryophyllene

dan candinol isomer

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana bentuk daun Kopasanda (Chromolaena odorata L.) pada

pemeriksaan makroskopik?

2. Bagaimana kandungan daun Kopasanda (Chromolaena odorata L.)?

3. Bagaimana penetapan kadar abu, zat terekstraksi dan etanol daun Kopasanda

(Chromolaena odorata L.)?

4. Bagaimana pola kromatografi?

5. Bagaimana penentuan susut pengeringan daun Kopasanda (Chromolaena

odorata L.)?

6. Bagaimana kadar air daun Kopasanda (Chromolaena odorata L.)?

C. Maksud Praktikum

Adapun maksud dilakukannya praktikum ini adalah untuk mengetahui

morfologi tanaman Kopasanda (Chromolaena odorata L.) dan senyawa-senyawa

kimia yang terkandung didalamnya serta untuk mengetahui apa saja khasiat dan

manfaat tanaman Kopasanda (Chromolaena odorata L.)

D. Tujuan Praktikum

Adapun tujuan dilakukannya praktikum ini adalah untuk menentukan

morfologi tanaman Kopasanda (Chromolaena odorata L.) dan senyawa-senyawa

kimia yang terkandung didalamnya serta untuk mengetahui apa saja khasiat dan

manfaat tanaman Kopasanda (Chromolaena odorata L.)


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Uraian Tanaman

1. Klasifikasi Tanaman

Adapun klasifikasi dari tanaman Kopasanda (Chromolaena odorata L.)

adalah (www.itis.gov) :

Regnum : Plantae

Sub Regnum : Viridiplantae

Infra Regnum : Streptophyta

Division : Tracheophyta

Class : Magnoliopsida

Orde : Asterales

Family : Asteraceae

Genus : Chromolaena DC.

Species : Chromolaena odorata (L.)

2. Nama Daerah Tanaman

Kopasanda (Chromolaena odorata L.) atau disebut dengan nama Sunda

Kirinyu. Khususnya di Aceh sering disebutkan dengan nama sikhoh-khoh,

seurapok dan serunei (Saputra, 2017)

3. Morfologi Tanaman

Kopasanda memiliki daun berbentuk oval dengan bagian bawah lebih

lebar dan makin keujung semakin runcing.Panjang daun 6-10 cm dan

lebarnya 3-6 cm. Tepi daun bergerigi menghadap kepangkal dan letaknya
berhadapan. Karangan bunga terletak di ujung cabang (terminal) dan setiap

karangan terdiri atas 20-35 bunga. Warna bunga pada saat muda kebiruan dan

semakin tua menjadi cokelat. Kopasanda berbunga serentak pada musim

kemarau selama 3-4 minggu (Prawiradiputra, 2007).

Tinggi tumbuhan kopasanda dewasa dapat mencapai 5 meter atau

bahkan lebih. Batang muda berwarna hijau agak lunak yang nantinya berubah

menjadi coklat dan keras ketika sudah tua.Jumlah cabang sangat banyak dan

letaknya biasanya berhadap-hadapan (oposit). Percabangannya yang rapat

menyebabkan tumbuhan lain yang ada dibawahnya seperti rumput terhambat

pertumbuhannya akibat kurangnya cahaya matahari yang masuk. Dengan

demikian gulma kopasanda dapat tumbuh dengan cepat dan mendominasi

area. Kemampuannya mendominasi area juga disebabkan oleh produksi

bijinya yang sangat banyak (Departement of Natural Resources Mines and

Water, 2006)

4. Kandungan Kimia

Kopasanda merupakan salah satu jenis tumbuhan dari famili

Asteraceae. Daunnya mengandung beberapa senyawa utama seperti tanin,

fenol, flavonoid, saponin dan steroid. Minyak essensial dari daun tekelan

memiliki kandungan α- pinen, cadinen, kampora, limonen, β-karyopilen dan

candinol isomer (Yenti, 2011).

Pengujian kualitatif fitokimia ekstrak etanol daun kopasanda terhadap

beberapa senyawa kimia oleh mendapatkan hasil bahwa daun kopasanda

mengandung senyawa alkaloid, flavonoid, tanin, dan seskuiterpenoid.

Senyawa-senyawa tersebut merupakan bahan aktif sebagai pengendali hama


dan menyebabkan adanya aktivitas biologi yang khas seperti penghambat

makan dan insektisidal (Davis, 2005)

Menurut Suntoro (2001), bahan organik kopasanda mengandung unsur

C (50,4%) , N (2,42%), P (0,26%), N (2,42%), P (0,26%), K (1,6%), dan Mg

(0,78%). Kandungan unsur hara Nitrogen yang tinggi pada kopasanda cukup

potensial untuk dimanfaatkan sebagai sumber bahan organik karna

biomassanya tinggi. Pada umur 6 bulan, kopasanda dapat menghasilkan

biomassa sebanyak 11,2 ton/ha dan setelah berumur 3 tahun mampu

menghasilkan biomassa sebanyak 27,7 ton/ha sehingga biomassa kopasanda

merupakan sumber bahan organik yang sangat potensial.

Umali (1991) dalam penelitiananya juga menjelaskan bahwa produksi

biomassa Chromolaena odorata L. adalah 18,7 ton/ha dalam bentuk segar dan

3,7 kg/ha dalam bentuk kering. Kadungan N 103,4 kh/ha ; P 15,4 kg/ha ; K

80,9 kg/ha dan Ca 63,9 kg/ha. Chromolaena odorata L. memiliki P total yang

lebih tinggi (0,53%) dibandingkan gulma Ficus subulata, Albizia lebeck,

Macarangasp. Dan Trycospermum sp.

Tumbuhan ini mengandung senyawa fenol, alkaloid, triterpenoid,

tanin,flavonoid (eupatorin) dan limonen. Kandungan tanin yang terdapat

dalam daun ini adalah 2,56 % (Umali, 2001).

5. Manfaat Tanaman

Aceh, telah memanfaatkan daun tekelan ini secara tradisional untuk

mengobati diabetes dan luka kulit. Daun tekelan juga telah digunakan secara

tradisional di Vietnam dan beberapa negara tropis lainnya untuk menangani

gigitan lintah, luka jaringan lunak, luka bakar, infeksi kulit dan dento-
alveolitis. Caranya dengan meremas-remas daun muda sampai hancur, dan

cairan yang dihasilkan digunakan untuk mengobati luka kulit (Le, T. T.

1995).

Penelitian oleh Ikewuchi dan Ikewuchi (2011) menyebutkan bahwa

tumbuhan ini dapat digunakan sebagai obat antikolesterol. Penelitian Alisi,

dkk. (2011) menyatakan bahwa tekelan memiliki sifat antioksidan dan

mampu menangkal radikal bebas yang diyakini sebagai penyebab berbagai

penyakit degeneratif dan penuaan dini. Sifat antioksidan ini dikaitkan dengan

kandungan senyawa kimia yang terkandung dalam daun tekelan, terutama

flavonol, flavanone, chalcone, flavone, asam hidroksibenzoat dan asam

hidroksinamat.

Efek antioksidan yang dihasilkan oleh daun kopasanda disebabkan oleh

kandungannya yang tinggi akan flavonoid yang memiliki aktivitas

antioksidan, yang mampu menghambat proses oksidasi (Alisi dkk, 2001).

B. Pembuatan Herbarium

Adapun pembuatan herbarium yaitu (Gunawan, 2004)

1. Herbarium Kering

Siapkan sampel yang akan dibuat herbrium kering, cuci dengan alkohol 70%,

kemudian letakkan diatas koran dan rekatkan masing-masing bagiannya

dengan selotip bening tanpa mengenai bagian tanamannya, dibungkus dengan

koran, dan beri etiket.


2. Herbarium Basah

Siapkan sampel yang akan dibuat herbarium basaah, cuci dengan

menggunakan air, kemudian beri etiket pada ujung sampel, dan maskkan ke

dalam toples yang berisi alkohol 70%.

C. Parameter Standar Mutu (Standarisasi Simplisia)

Uraian Umum Standarisasi

1. Standarisasi Non Spesifik

a. Susut pengeringan dan bobot jenis

Ditentukan bobot konstan capor timbang memanaskan pada suhu

105o C selama 30 menit, kemudian tara.Timbang 1-2 g serbuk simplisia

dan masukkan kedalam capor timbang.Keringkan dalam oven suhu

105oC selama 30 menit, timbang dan tentukan bobot konstan.

b. Kadar air

Dengan menggunakan metode gravimetri.dItentukan bobot

konstan cawan porselin dan tara.Sebanyak 5 gram serbuk simplisia,

tempatkan pada capor.Dikeringkan pada suhu 105°C selama 5

jam.Ditimbang konstan dan tentukan kadar air simplisia

c. Kadar abu

1. Penentuan Kadar Abu (Metode Dry Ashing)

Cawan yang telah dibersihkan dipanaskan dalam tanur pada

suhu 100-105o C selama 3 jam lalu di timbang sebagai bobot kosong.

Contoh yang telah diuapkan ditimbang teliti ± 5 gram dan dinyatakan

sebagai bobot awal, kemudian cawan tersebut disimpan dalam tanur

pada suhu pada 550o C selama 6 jam. Setelah pemanasan cawan


dimasukkan dalam desikator dan setelah dingin ditimbang sampai

diperoleh bobot tetap sebagai bobot akhir (Herman et al, 2011).

2. Penentuan Kadar Abu Tidak Larut Asam

Didihkan abu dengan 25 mL asam klorida encer LP selama 5

menit, kumpulkan bagian yang tidak larut dalam asam, saring melalui

kertas saring bebas abu, cuci dengan air panas, panaskan

menggunakan oven hingga bobot konstan (1050C) kadar abu tidak

larut dalam asam dihitung terhadap berat ekstrak (Herman et al, 2011).

d. Sisa pelarut

Untuk mencapai kadar air 10٪ bisa digunakan metode tangas air

yakni menempatkan ekstrak cair pada panci stainles steel di atas panci

yang diberi air yang dipanaskan dan air selalu dipertahankan.

e. Residu peptisida

Sebanyak 1 gram ekstrak dilarutkan menggunakan pelarut

methanol : kloroform (1 :1) dan ditotolkan menggunakan pipa kapiler

pada lempeng plat silica gel F254 ukuran 1 x 7 cm.

f. Cemaran logam berat

Ditimbang satu gram ekstrak dan ditambahkan 10 mL HNO3

pekat, setelah itu dipanaskan dengan healting mantel hingga kental.

ekstrak yang kental dan dingin ditambahkan aquadest 10 mL dan asam

perkolat 5 mL, kemudian dipanaskan hingga kental dan disaring ke labu

ukur 50 mL. Kemudian tambahkan aquadest hingga 50 mL sampel

diukur dengan SSA.


2. Standarisasi spesifik

a. Identitas simplisia

Senyawa identitas yakni senyawa yang khas, unik, ekslusif, hanya

terdapat pada satu tanaman obat.

b. Senyawa terlarut dalam pelarut tertentu

Bobot dalam persen ekstrak larut dalamair dan etanol

3. Metode Uji Kandungan Kimia Ekstrak

a. Pola Kromatogram

Sebanyak 1 gram ekstrak dilarutkan menggunakan pelarut methanol :

kloroform (1 :1) dan ditotolkan menggunakan pipa kapiler pada lempeng

plat silica gel F254 ukuran 1 x 7 cm.

b. Kadar Total Golongan kandungan

Uji terpenoid : digunakan fase gerak heksan-etil asetat (1 : 1),

disemprot reagen vanillin asam sulfat dan asam sulfat, dipanaskan pada

plat pemanas. Mengandung terpen jika berwarna merah ungu atau biru

dengan pereaksi asam sulfat 10%. Dalam reagen vanillin asam sulfat jika

spot berwarna biru (saponin) dan jika spot berwarna merah , biru atau

kuning (minyak atsiri).

Uji alkaloid : menggunakan fase gerak etilasetat-metanol-air (100 :

13,5 : 10), mengandung alkaloid jika berwarna jingga dengan pereaksi

Dragendorf.

Uji fenolik : digunakan fase gerak kloroform-etilasetat (6 : 4),

disemprot reagen spesifik FeCl3dan mengandung fenolik jika spot

berwarna biru-hijau.
Uji flavonoid : digunakan fase gerak kloroform-etilasetat (6 : 4).

Disemprot dengan reagen spesifik sitroborat dan mengandung flavonoid

jika berfoulorensi pada UV 366 nm (Depkes RI, 2008 & Helmi et al,

2006).

c. Kadar Kandungan Kimia Tertentu

Menunjukkan secara kuantitatif kadar dari senyawa marker yang ada

pada ekstrak sehingga dapat ditentukan berapa jumlah senyawa yang

bertanggung jawab terhadap aktivitas farmakologi didalam ekstrak.


BAB III

METODE KERJA

A. Praktek Kerja Lapangan (Malik A, Roskiana, 2018)

1. Pengumpulan Data Taksonomi

Pengumpulan data taksonomi berupa pengumpulan data dokumentasi

dari spesimen segar atau koleksi tumbuhan yang langsung dilakukan

dilapangan. Beberapa informasi yang harus diperoleh baik spesimen tumbuhan

tinggi maupun tumbuhan rendah, adalah :

KARAKTER JENIS

Nama Kolektor 1. WAODE YUMNA ULTAMIL

KARNO(15020170168)

2. ASRA (15020170241)

3. MISRA (15020170195)

Nama Tanaman Kopasanda Chromolaena odorata L.

Nama Daerah Kamboja (Barru)

Lokasi Kab. Barru, Kec. Ballusu, Desa Kamiri,

Habitat Daerah tropis

JENIS

Pohon -

Merambat -

Herba √

DAUN (Folium) Lengkap

Tunggal
Bentuk Berlekuk menyirip

Permukaan Berbulu kasar

Ujung Meruncing (Acuminatus)

Pangkal Runcing

Tepi Bergerigi

Pertulangan daun Bertulang Menjari

BUNGA (Flos) -

BUAH (Fructus) -
Uji Organoleptik

a. Uji Rasa

Diambil bagian tumbuhan yang ingin diindentifikasi lalu dibersihkan

Jika dalam keadaan segar maka sampel lunak dapat diremas kemudian dikecap.

Sampel yang keras dapat dihancurkan terlebih dahulu. Interpretasi rasa pahit

memberi petunjuk adanya senyawa alkaloid. Pedas memberi petunjuk adanya

senyawa fenolik atau turunannya. Manis memberi petunjuk adanya senyawa

golongan karbohidrat dan senyawa glikosida. Sepat memberi petunjuk adanya

senyawa tanin atau polifenol. Asam memberi petunjuk adanya senyawa asam

karboksilat rendah.

Pengujian

Nama Sampel Bagian Rasa Bau Warna Interpretasi

Kopasanda Akar Pahit Khas Cokelat


Batang Pahit Khas Hijau
(Chromolaena odorata L.)
Daun Sepat Khas Hujau
Bunga - - -
Buah - - -

b. Uji Bau

Diambil bagian tumbuhan yang ingin diidentifikasi lalu bersihkan.

Samoel didekatkan pada indera penciuman. Senyawa yang menimbulkan bau

adalah senyawa golongan alkohol, keton dan aldehid dari mono- dan

sekuisterpen serta fenilpropanoid.


2. Pembuatan Herbarium

a. Herbarium Kering

Siapkan sampel yang akan dibuat herbrium kering, cuci dengan alkohol

70%, kemudian letakkan diatas koran dan rekatkan masing-masing

bagiannya dengan selotip bening tanpa mengenai bagian tanamannya,

dibungkus dengan koran, dan beri etiket.

b. Herbarium Basah

Siapkan sampel yang akan dibuat herbarium basaah, cuci dengan

menggunakan air, kemudian beri etiket pada ujung sampel, dan maskkan ke

dalam toples yang berisi alkohol 70%.

3. Pengumpulan Data Etnomedisin

Tentukan responden Lakukan komunikasi dengan mengedepankan tata

krama.Ajukan pertanyaan sesuai dengan informasi yang dibutuhkan, meliputi:

Tumbuhan apa saja yang dikenal dan digunakan sebagai bahan obat dalam

wilayah tersebut. Urutkan dari yang paling sering digunakan sebagai bahan

obat dan kosmetik.Khasiat masing-masing bahan dimulai khasiat utama sampai

terendah.Hasil wawancara satu tumbuhan dimasukkan dalam sebuah matriks

untuk 5 narasumber (Kerjakan minimal 3 narasumber).Tumbuhan “x”


Pewawancara Kelompok : 2A Kelas : C9-C10

Kegunaan sebagai bahan obat

Informan Akar Kulit Daun Bunga Buah


batang
Ibu Yuliana
- - Sebagai obat - -
diabetes

Ibu Nur Asia - - Menahan - -


Pendarahan
Ibu Arafah
- - Untuk - -
( Pare) demam dan
gatal
Ibu Mardianci
- - Obat - -
(Coklat) Penyakit
Dalam

Untuk
Ibu Siti Obat
obat
(pohonTin) kurap
bisul

Rata-rata

Pilihan
peringakat

4. Pembuatan Simplisia

a) Pemanenan

Pada waktu panen peralatan dan tempat yang digunakan harus bersing dan

bebas dari cemaran dan dalam keadaan kering. Alat yang digunakan

dipilih ddengan tepat untuk mengurangi terbawanya bahan atau tanah yang

tidak diperlukan.
b) Penanganan Pasca Panen

Pasca panen merupakan kelanjutan dari proses panen terhadap tanaman

budidaya atau hasil dari panambangan alam yang fungsinya antara laoin

untuk membuat bahan hasil panen tidak mudah rusak dan memiliki

kualitas yang baik serta mudah dismpan untuk diproses selanjutnya.

c) Penyortiran (segar)

Penyortiran segar dilakukan setelah selesai panen dengan tujuan untuk

memisahkan kotoran-kotoran atau bahan-bahan asing, bahan yang tua

dengan yang muda atau bahan yang ukurannya lebih besar atau lebih kecil.

Bahan nabati yang baik memiliki kandungan campuran bahan organik

asing tidak lebih dari 2%.

d) Pencucian

Pencucian bertujuan menghilangkan kotoran-kotoran dan mengurangi

mikroba-mikroba yang melekat pada bahan. Pencucian harus segera

dilakukan setelah panen karena dapat mempengaruhi mutu bahan.

Pencucian menggunakan air bersih seperti air, sumur atau PAM.

Penggunaan air kotor menyebabkan jumlah mikroba pada bahan tidak

akan berkurang bahkan akan bertumbuh.

e) Perajangan

Perajangan dilakukan untuk mempermudah proses pengeringan dan

pewadahan setelah dicuci dan dibersihkan dari kotoran atau benda asing,

materi/sampel dijemur dulu +- 1 hari kemudian dipotong-potong kecil

dengan ukuran antara 0,25-0,06 cm yang setara dengan ayakan 4/18

(tergantung jenis simplisia).


f) Pengeringan

Tujuan pengeringan pada tanaman atau bagian tanaman adalah:

a) Untuk mendapatkan simplisia yang awet, tidak rusak dan dapat

digunakan dalam jangka yang relatif lama.

b) Mengurangi kadar air, sehingga mencegah terjadinya pembusukan

oleh jamur atau bakteri karena terhentinya proses enzimatik dalam

jaringan tumbuhan yang selnya telah mati. Agar reaksi enzimatik tidak

dapat berlangsung, kadar air yang dianjurkan adalah kurang dari 10%.

c) Mudah dalam penyimlpanan dan mudah dihaluskan bila ingin dibuat

serbuk.

g) Penyimpanan

Sortasi kering dilakukan sebelum pewadahan simplisia bertujuan

memisahkan sisa-sisa benda asing atau bagian tanaman yang tidak

dikehendaki yang tidak tersortir pada saat sortasi basah. Simplisia yang

diperoleh dari wadah yang baik dan disimpan pada tempat yang dapat

menjamin terpeliharanya mutu dari simplisia. Wadah terbuat dari plastik

tebal atau gelas yang berwarna gelap dan tertutup kedap memberikan uatu

jaminan yang memadai terhadap simplisia. Ruangan penyimpanan

simplisia harus diperhatikan suhu, kelembaban udara dan sirkulasi udara

ruangannya.

B. Prosedur Kerja Praktikum (Roskiana, Najib A, 2018)

a. Pemeriksaan Anatomi

1. Keluarkan koleksi basah (herbarium basah) dari wadah penyimpanan.

2. Bilas dengan air mengalir


3. Buat preparat dari masing-masing bagian tumbuhan (akar, batang, daun

dan buah/biji).

4. Letakkan pada objek glass, dan basahkan dnegan reagen

fluroglucin/klorlhidrat

5. Panaskan diatas bunsen

6. Letakkan pada meja preparat mikroskop

7. Amati struktur anatominya

8. Buat sketsa (gambar) anatomi tumbuhan

9. Beri keterangan

b. Pemeriksaan makroskopik dan mikroskopik

Pemeriksaan makroskopik

1. Siapkan simplisia haksel

2. Letakkan diatas kerts putih

3. Ukur panjang dan lebar simplisia dengan menggunakan mistar

4. Amat bentuk, warna, bau dan rasa simplisia

Pemeriksaan mikroskopik

1. Siapkan simplisia serbuk

2. Letakkan serbuk diatas objek glass

3. Basahkan dengan reagen fluroglucin/kloralhidrat

4. Panaskan diatas api bunsen

5. Letakkan pada meja preparat mikroskop

6. Amati fragmen simplisia tersebut

7. Buat sektse/gambar fragmen

8. Beri keterangan gambar


c. Identifikasi golongan senyawa

1. Saponin

Sebanyak 0,5 g serbuk simplisia, dimasukkan kedalam tabung

reaksi, ditambahkan 10 mL air panas, didinginkan kemudian dikocok kuat-

kuat selama 10 detik. Postif mengandung saponin jika terbentuk buih

setinggi 1-1 cm dengan penambahan 1 tetes asam klorida 2 N buih tidak

hilang.

2. Flavonoid

Larutan uji: 1 g serbuk simplisia ditambahkan 10 mL metanol dan

5 mL potreleum eter, dikocok dan didiamkan. Diambil lapisan metanol,

siuapkan pada suhu 40°C. Sisa larutan itambahkan 5 mL etil asetat P,

disaring. Percobaan dilakukan sebagai berikut:

- Larutan uji sebanyak 1 mL diuapkan hingga kering, sisanya dilarutkan

dalam 1-2 mL etanol 95% P, ditabahkan 0,5 g serbuk seng P dalam 2

mL asam klorida 2 N, didiamkan selama 1 menit. Ditambahkan 10

tetes asam klorida pekat. Jika terbentuk warna merah intensif

menunjukkan adanya flavanoid

3. Alkaloid

Larutan uji: 1 g simplisia ditmbahkan 1 mL asam klorida 2 N dan 9

mL air, dipanaskan selama 2 menit, didinginkan dan disaring. Percobaan

dilkukan sebagai berikut :

a. Larutan uji ditambahkan Bauchrdat LP, jika terbentuk endapan coklat

sampai hitam maka positif mengandung alkaloid.


b. Larutan uji ditambahkan Mayer LP, jik trbentuk endapan putih

sampai kuning maka mengandung alkaloid.

c. Larutan uji ditambahkan 2 tetes drageendorff LP, positif mengandung

alkaloid jika terbentuk endapan jingga coklat.

4. Tanin

Larutan Uji: ekstrak sebanyak 1 g ditambah 15 mL air panas.

Larutan dipanaskan hingga mendidih selama 5 menit, diaring. Percobaan

dilakukan dengan cara diambil filtrat sebanak 5 mL ditambahkan beberapa

tetes FeCl3 1%, menghasilkan warna hijau violet.

d. Kadar Abu

Penentuan kadar abu (Metode Dry Ashing)

Cawan yang telah dibersihkan dipanaskan dalam oven slama 100-

105°C selama 1 jam lalu ditimbang ssebagai bobot kosong. Sampel yang

telah diuapkan ditimbang sebanyak 5 gram dan dinyatakan sebagai bobot

awal, kemudian cawan tersebut disimpan dalam tanur pada suhu 550° selama

6 jam. Setelah pemanasan cawan dimasukkan dalam desikator dn setelah

dingin ditimbang sampai diperoleh bobot tetap sebagai bobot akhir.

Penentuan Kadar Abu Tidak Larut Asam

Didihkan abu dengan 5 mL asam klorida encer LP selama 5 menit,

kumpulkan bagian yang tidak larut asam, saring melalui kertas saring bebas

abu, cuci dengan ari panas, panaskan menggunakan oven hingga bobot

konstan (105° C).


e. Kadar Zat Terekstraksi air dan etanol

Penetapan kadar sari yang larut dalam air

Merujuk pada yang tertera pada Farmakope Herbal Indonesia dengan

beberapa modifikasi :

1. Serbuk keringdimaseraasi sebanyak 5 gram dengan menggunakan air

sebanyak 100 mL pada labu bersumbat.

2. Disonikator selama 15 menit , kemudian disaring.

3. Sebanyak 20 mL filtrat diuapkan hingga kering dalam cawan dangkal

yang sebelumnya telah ditara

4. Sisa dipanaskan pada suhu 105°C hingga bobot tetap (bobot konstan)

5. Hitung kadar dalam persen sari yang larut dalam air terhadap bahan yang

telah dikeringkan diudara.

Penetapan kadar sari larut dalam etanol

1. Serbuk kering dimaserasi sebanyak 5 gram dengan menggunakan etanol

sebanyak 100 mL pada labu bersumbat.

2. Disoniator selama 15 menit, kemudian di saring.

3. Sebanyak 20 mL filtrat diuapkan hingga kering dalam cawan dangkal

yang telah ditara

4. Sisa dpanaskan pada suhu 105°C hingga bobot tetap

5. Hitung kadar dalam persen sari yang larut dalam etanol terhadap bahan

yang telah dikeringkan diudara.


f. Pola kromatogram

Sebanyak 1 gram ekstrak dilarutkan engguanak pelarut metanol :

kloroform 1:1 dan ditotolkan menggunakan pipa kapiler pada lempeng plat

silica gel F254 ukuran 1x7 cm.

Uji terpenoid : digunakan fase gerak heksan-etil asetat (1:1),

disemprotkan reagen vanilin asam sulfat dan asam sulfat 10 %, dipanaskan

pada plat pemanas. Mengandung terpen jika berwarna merah ungu atau biru

dengn pereaksi asam sulfat 10%. Dan ragen vanilin asam sulfat jika spot

berwarna biru (saponin) dan jika spot berwarna merah, biru atau kuning

(minyak atsiri).

Uji alkaloid : menggunakan fase gerak etil asetat: metanol:air,

mengandung alkaloid jika berwarna jingga dengan pereaksi dragendorf

Uji fenolik : digunakan fasse gerak kloroform-etilasetat (6:4),

disemprot reagen spesifik FeCl3 dan mengandung fenolik jika spot berwarna

biru-hijau.

g. Susut pengeringan

1. Tentukan bobot konstan botol timbang memanaskan pada suhu 105°

selama 30 menit , kemudian tara.

2. Timbang 1-2 g serbuk simplisia dan masukkan kedalam botol timbang

3. Keringkan dalam oven suhu 105°C selama 30 menit, timbang dan

tentukan bobot konstan.

h. Kadar Air

1. Dengan menggunakan metode gravimetri:

2. Tentukan bobot konstan cawan dan tara


3. Sebanyak 10 gram serbuk simplisia, tempatkan pada cawan perselen

4. Keringkan pada suhu 105°C selama 2 jam

5. Timbang dan tentukan kadar air simplisia

i. Metabolit Primer

Uji Molisch

1. Sebanyak 2 mL karbohidrat ditambah 2 tetes larutan molisch. Campurkan

larutan hingga homogeny

2. Melalui dinding tabung reaksi yang dimiringkan, kemudia teteskan 5 mL

asam sulfat pekat hingga timbul “cincin” diantara kedua larutan tersebut.

Uji Barfoed

1. 2 mL karbohhidrat ditambah 3 mL larutan barfoed

2. Panaskan semua tabung dalam penangas air selama 15 menit

3. Amati hasilnya mana yang memberikan endapan

Uji Benedict

1. 1 mL larutan karbohidrat ditambah 5 mL larutan benedict lalu diaduk

2. Tempatkan semua tabung dalam air mendidih

3. Diamkan selama 5 menit, perhatikan tabung-tabung yang mana yang

memberikan endapan merah bata

Uji Selliwanof

1. 1 mL karbohidrat ditambah 2 mL larutan selliwanof

2. Tempatkan dalam penangsa air, sampai timbul warna merah

3. Amati hasilnya mana yang memberikan warna merah.


BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Pengamatan

Nama simplisia Daun Kopasanda (Chromolaena Odorata L.)


Hutan
Tumbuhan sumber
Desa kamiri, kecamatan ballusu, kabupaten barru,
Nama daerah
Sulawesi selatan
Tumbuhan ini mempunyai helai daun berbentuk
segitiga/bulat panjang dengan pangkal agak
membulat dan ujung tumpul atau agak runcing,
tepinya bergigi, mempunyai tulang daun tiga
sampai lima, permukaannya berbulu pendek, dan
bila diremas terasa bau yang menyengat. Tumbuh
Deskripsi Tumbuhan tegak dengan tinggi 1-2 m, batang tegak, berkayu,
ditumbuhi rambut-rambut halus, bercorak garis-
garis membujur yang paralel. Perbungaan
majemuk berbentuk malai rata yaitu kepala bunga
kira-kira berada pada satu bidang, lebarnya 6-15
cm, berbentuk bongkolan, warnanya lembayung
kebiru-biruan (Nasution, 1986).
Khasiat dari tumbuhan daun kopasanda adalah
untuk mengobati luka jaringan lunak, lika bakar
dan infeksi kulit. Daun kopasanda juga telah
diaplikasikan pada manusia untuk membantu
proses pembekuan darah akibat luka bisul atau
borok. Tumbuhan daun kopasanda berkhasiat
sebagai antelmintik, antimalaria, analgesik,
antispasmodik dan anipiretik, diuretik,
Manfaat Empiris antihipertensi, antibakteri, antijamur,
antiinflamasi, insektisida, antioksida, infeksi
saluran kemih dan berperan dalam pembekuan
darah. Secara tradisional daun kopasanda
digunakan turun-temurun sebagai obat dalam
penyembuhan luka, obat kumur untuk pengobatan
sakit pada tenggorokan, obat batuk, obat demam,
obat sakit kepala dan antidiare (Biller, dkk.,
1993).
Daun :

Pemeriksaan Anatomi Membujur

Melintang
Daun :

Pemeriksaan Mikroskopik

Daun :

Pemeriksaan Makroskopik

Warna : Hijau
Bentuk : Daun bergerigi
Bau : Khas
Rasa : sepat
Panjang : 8,1 cm
Lebar : 7 cm
Flavonoid : (-) negatif
Tanin : (-) Negatif
Alkaloid : ( +) positif
Identifikasi golongan Saponin : (-) Negatif
Glikosida : (-) Negatif

Terpen : (-) Negatif

Abu total 1,152 %

Abu tidak larut asam 91,348 %


Sari larut air 0,454 %
Sari larut etanol 3,993 %
Kadar air 4,705 %
Susut pengeringan 41,5 %
Uji flavonoid : (+) Positif
Uji Alkaloid : (-) Negatif
Profil KLT
Uji Fenolik : (-) negative
Uji Terpenoid : (-) Negatif
Uji Molisch : (-) Negatif
Identifikasi golongan
Uji benedict : (-) Negatif
Karbohidrat
Uji selliwanof : (+) positif

B. Pembahasan
Pemeriksaan farmakognosi terhadap suatu tumbuhan sangatlah penting

karena dengan jalan ini kita dapat mengetahui bagaimana bentuk dan susunan

tumbuhan tersebut secara makroskopik (morfologi) dan mikroskopik (anatomi).

Dengan jalan ini pula dapat diketahui zat-zat yang terkandung dalam tanaman

tersebut yang berkhasiat obat. Tumbuhan yang dijadikan sampel pada

pemeriksaan farmakognosi ini adalah tumbuhan kopasanda (Chromolaena

odorata folium).

Simplisia adalah bahan alam yang digunakan sebagai obat yang belum

mengalami pengolahan apapaun juga kecuali dinyataka lain berupa bahan yang

telah dikeringkan.Dimana bahan yang digunakan yaitu tumbuhan yang di


dapatkan dari Praktek Kerja Lapangan bertempat di Dusun barea, Desa Kamiri,

Kecamatan Balusu Kabupaten Barru.

Pada praktikum Farmakognosi 1 dilakukan pemeriksaan makroskopik dan

mikroskopik. Tujuannya untuk mengetahui bentuk-bentuk morfologi dan

antominya. Pada pemerikaan makroskopik diketahui bentuk daunnya

jorong/ovalis, warnanya hijau kecoklatan, panjangnya 8,1 cm dan dan lebarnya 7

cm.

Identifikasi senyawa dilakukan untuk memastikan kandungan senyawa

kimia yang terkandung di dalam simplisia daun kopasanda. Adapun pun hasil

yang diperoleh yaitu simplisia daun kopasanda mengandung senyawa flavonoid,

alkaloid.

Karakteristik simplisia meliputi penetapan kadar air, kadar abu total, kadar

abu tidak larut asam, kadar sari larut etanol dan susut pengeringan, dilakukan

dengan tujuan untuk menjamin keseragaman mutu simplisia agar memenuhi

persyaratan standar simplisia dan ekstrak. Beberapa faktor yang dapat

mempengaruhi pemeriksaan karakteristik simplisia, diantaranya adalah bahan

baku simplisia, cara pembuatan dan penyimpanan simplisia. Selain itu

pemeriksaan ini juga menentukan jumlah cemaran dan pengotor yang terkandung

pada simplisia.

Penetapan kadar air simplisia sangat penting untuk memberikan batasan

maksimal kandungan air di dalam simplisia, karena jumlah air yang tinggi dapat

menjadi media tumbuhnya bakteri dan jamur yang dapat merusak senyawa yang

terkandung di dalam simplisia. Persyaratan kadar air simplisia menurut parameter


standar yang berlaku adalah tidak lebih dari 10 %. Hasil pengujian kadar air untuk

simplisia daun kopasanda sebesar 4,705 %.

Penetapan kadar abu total dilakukan dengan tujuan untuk memberikan

gambaran kandungan mineral internal dan eksternal yang berasal dari proses awal

sampai terbentuknya simplisia. Kadar abu total berkaitan dengan mineral baik

senyawa organik maupun anorganik yang diperoleh secara internal maupun

eksternal. Sedangkan kadar abu tidak larut asam bertujuan untuk mengetahui

jumlah abu yang diperoleh dari faktor eksternal, bersumber dari pengotor yang

berasal dari pasir atau tanah silikat. Kadar abu total yang diperoleh yaitu 1,152 %.

Kadar abu tidak larut asam yang diperoleh yaitu 91,348 %.

Penetapan kadar sari larut air dan etanol dilakukan untuk memberikan

gambaran awal jumlah senyawa yang dapat tersari dengan pelarut air dan etanol

dari suatu simplisia. Dari hasil pengujian menunjukkan kadar sari larut air daun

kopasanda memiliki nilai 0,454%, sedangkan kadar sari larut etanol sebesar

3,993%.

Penetapan susut pengeringan dilakukan dengan tujuan untuk memberikan

batasan maksimal mengenai besarnya senyawa yang hilang pada saat proses

pengeringan. Dari hasil pengujian diperoleh bahwa nilai susut pengeringan

sebesar 41,5 %. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah senyawa yang hilang

(menguap) pada saat proses pengeringan sebanyak 40,348 %.

Metabolit sekunder yaitu senyawa atau kandungan kimia yang terdapat

dalam sampel yang sifatnya relatif, artinya tidak semua tumbuhan memiliki

senyawa kimia tersebut, contohnya alkaloid, tanin, terpenoid, saponin, flavonoid

dll. Sedangkan metabolit primer yaitu senyawa organik yang mutlak terdapat pada
semua jenis tumbuhan, contohnya karbohidrat, lipid, asam nukleat, dan protein.

Untuk pemeriksaan metabolit primer dilakukan dengan pengujian molish untuk

mendeteksi jika gula membentuk gugus keton. Parameter pengamatannya yaitu

timbul cincin pada larutan tersebut. Pada uji molish simplisia negatif

menggandung karbohidrat karna tidak terbentuk cincin dan berwarna ungu, uji

selliwanof simplisia daun kopasanda positif mengandung karbohidrat karena

berwarna merah, dan pada uji benedict positif mengandung karbohidrat karena

terbentuk merah bata.

Untuk pemantauan profil ekstrak dilakukan analisis kualitatif dengan

metode Kromatografi Lapis Tipis (KLT) menggunakan fase gerak n-heksane :

etilasetat (7:3). Tujuan dari KLT ini adalah untuk memisahkan senyawa dari suatu

sampel dengan menggunakan pelarut tertentu. Prinsip kerjanya adalah partisi dan

adsorbsi. Partisi maksudnya dalam proses KLT ini terjadi pemisahan noda,

sehingga adanya bercak noda pada ujung ujung atas lempeng. Sedangkan adsorbsi

terjadi penyerapan eluen oleh lempeng sehingga dapat memisahkan noda dari titik

penotolan. Sebelum mengelusi terlebih dahulu harus dilakukan penjenuhan

chamber. Tujuannya adalah agar tidak mengganggu proses elusi. Pada uji

kromatogram simplisia daun kopasanda mengandung flavonoid karena terbentuk

noda warna biru.

Herbarium dibagi menjadi dua yaitu herbarium kering dan herbarium basah:

a. Herbarium kering adalah herbaerium yang dibuat dengan cara pengeringan,

namun tetap terlihat ciri-ciri morfologinya sehingga masih bisa diamati dan

dijadikan pembading paa saat determinasi selanjutnya.


b. Herbarium basah adalah spesiesmen tumbuhan yang telah diawetkan

disimpan dalam suatu larutan yang dibuat dari komponen zat dengan

komposisi yang berbeda.


BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari hasil yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa : Kandungan kimia dari

daun kopasanda (Chromolaena Ordorata L) yaitu Alkaloid. Khasiat dari daun

kopasanda yaitu sebagai obat diabetes dan dapat menghentikan pendarahan ketika

ada luka. Sari larut air 29 %, kadar sari larut etanol 8 %, kadar air 6,5 % dan

susut pengeringan 9,6 %.

B. Saran

Sebaiknya asisten lebih membimbing lagi praktikan agar tidak terjadi

kesalahan-kesalahan dan perlu dilakukan penelitian lebih lanjut lagi mengenai

senyawa yang terdapat pada tanaman kopasanda (Chromolaena odorata folium).


DAFTAR PUSTAKA

Alisi, C.S., Ojiako, O. A., Osuagwu, C. G., Onyeze, G.O.C. 2011. Free Radical
Scavenging and In-vitro Antioxidant Effects of ethanol Extract of the Medicinal
Herb Chromolaena odorata Linn. British Journal of Pharmaceutical research 1
(4): 141-155.

Department Of Natural Resources, Mines And Water, 2006. Siam Weed Declared no 1.
Natural Resources, Mines and Water, Pesr Series, Queensland, Australia.pp. 1–4.

Gunawan, D,dan S, Mulyani, 2004, Ilmu Obat Alam (Farmakognosi) Jilid 1, Penebar
Swadaya, Depok.

hhtps://www.itis.gov/servlet/SingleRpt/SingleRpt

Ikewuchi, J.C., Ikewuchi, C.C. 2011. Anti-cholesterolemic Effect of Aqueous Extract of


the Leaves of Chromolaena odorata (l) King and Robinson (Asteraceae):
Potential for the Reduction of Cardiovascular Risk. The Pacific Journal of
Science and Technology 12 (2): 385-391.

Irinaty, Rozanna Sri, dan Silvia Reni Yenti, 2016, Pengaruh Perbandingan Pelarut
Ekstrak-Air Terhadap Kadar Tanin Pada sokletasi Daun Kopasanda
(Chromolaena Odorata), Tekni Kimia, Universitas Riau.

Le, T. T. 1995. The 5th European Tissue Repair Society Annual Meeting, Padova, Italy.

Malik, A., dan Roskiana, A., 2018. Penuntun Pengumpulan Data Praktek Kerja Lapangan
(PKL) Farmakognosi-Fitokimia. Makassar: Universitas Muslim Indonesia.

Najib, A., dan Roskiana, A., 2018. Penuntun Dan Lembar Kerja Praktikum Farmakognosi
I. Makassar: Universitas Muslim Indonesia.

Phan, T.T., Wang, L. See, P., Grayer, R. J., Chan, S.Y., Lee, S. T. 2001. Phenolic
Compounds of Chromolaena odorata Protect Cultured Skin Cells from Oxidative
Damage: Implication for Cutaneous Wound Healing. Biol. Pharm. Bull., 24 (12):
1373-1379.

Prawiradiputra, B.R. 2007. Ki Rinyuh (Chromolaena odorata (L) R.M. King dan H.
Robinson): Gulma Padang Rumput yang Merugikan. Buletin Ilmu Peternakan
Indonesia ( WARTAZOA), 17(1).

Suntoro, Syekhfani, Handayanto, E., dan Sumarno (2001b). Penggunaan bahan


pangkasan ‘Krinyu’ (Chromolaena odorata) dan ‘Gamal’ (Gliricidia sepium)
untuk meningkatkan ketersediaan P, K, Ca dan Mg pada Ozic Dystrundept.
Agrivita 23 (1) 20-26.

Surya Saputra, 2017, Penelitian Tanaman Rempah dan Obat Daun Kirinyuh,
Bulletin Of Research On Spice and Medical Crops, 38(2), 109-110.

Tjitrosoedirdjo, S., Sri, S.T. and Umaly, R.C. (1991) The status of Chromolaena odorata
(L.) R.M. King and H. Robinson in Indonesia. In Proceeding Of The Second
International Workshop On Bio-Control And Management Of Chromolaena
odorata. pp.1-7.Bogor.

Vanderwoude, C.S., J.C. Davis and B. Funkhouser. 2005. Plan for National Delimiting
Survey for Siam weed. Natural Resources and Mines Land Protection Services:
Queensland Government.
LAMPIRAN

Lampiran 1. Gambar Tanaman

Daun Kopasanda (Chromolaena odorata Tanaman Kopasanda (Chromolaena

folium) odorata L.)


Lampiran 2. Gambar Hasil Praktikum

Pemeriksaan Anatomi

Pemeriksaan Mikroskopik

Daun kopasanda melintang Daun kopasanda membujur

Pemeriksaan Makroskopik
Sampel Daun Kopasanda (Chromolaena odorata L.)

Uji Tanin Uji Glikosida Uji Flavanoid

Uji Saponin Uji Alkaloid Sari Larut Etanol

Sari Larut Air Flavonoid 366 nm Flavonoid 254 nm


Fenolik Terpenoid Alkaloid

Kadar Abu Kadar Air Susut Pengeringan

Uji Molish Uji Selliwanof Uji Benedict


Sampel Tambahan (Kentang (Solanum Tuberosum))

Kentang (Solanum Tuberosum)

Uji Selliwanof Uji Benedict Uji Molish


Lampiran 3. Perhitungan

Kadar Abu
𝑐−𝑎
Kadar abu = 𝑏−𝑎 𝑥 100 %

39,389  37,289
 100%
40,389  37,289
0,1
 100%
31
 3,3%

Kadar Abu Tidak Larut Asam

Kadar Abu tidak larutasam

(𝑎−𝑏)
= 𝑥 100%
𝑐

38,46  37,23
 100%
1,774
 0,69 100%
 69%

Kadar Sari Larut Air

Kadar sari larut air

5 (𝑎−𝑏)
= 𝑥 100%
𝑐

5(a  b)

c
5(33,749  33,6)

5
 0,144 100%
 14,9%
Kadar Sari Larut Etanol

Kadar sari larut etanol

5 (𝑎−𝑏)
= 𝑥 100%
𝑐

5(32,6  32,4)

5
 0,2 100%
 20%

Kadar Air

(𝑎−𝑏)
% Kadar air = 𝑥 100 %
𝑐

(𝑎−𝑏)
= 𝑥 100%
𝑐

38,7  38,3
 100%
5
0,79
  8%
5

Susut Pengeringan
%susut pengeringan

𝑎−𝑏
= 𝑥 100%
𝑐

44,2  34,3
 100%
5
4,9
 100%  98%
5
Uji Terpeniod

𝑗𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑡𝑒𝑚𝑝𝑢ℎ 𝑧𝑎𝑡 𝑡𝑒𝑟𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡


Rf = 𝑗𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑡𝑒𝑚𝑝𝑢 𝑝𝑒𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡

0,5
  0,30cm
3,5

Uji Alkaliod

𝑗𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑡𝑒𝑚𝑝𝑢ℎ 𝑧𝑎𝑡 𝑡𝑒𝑟𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡


Rf = 𝑗𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑡𝑒𝑚𝑝𝑢 𝑝𝑒𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡

2,8
  0,50cm
5,5

Uji Fenolik

𝑗𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑡𝑒𝑚𝑝𝑢ℎ 𝑧𝑎𝑡 𝑡𝑒𝑟𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡


Rf = 𝑗𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑡𝑒𝑚𝑝𝑢 𝑝𝑒𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡

2,5
  0,45cm
5,5

Uji Flavaniod

𝑗𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑡𝑒𝑚𝑝𝑢ℎ 𝑧𝑎𝑡 𝑡𝑒𝑟𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡


Rf = 𝑗𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑡𝑒𝑚𝑝𝑢 𝑝𝑒𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡

2,8
  0,50cm
5,5

Anda mungkin juga menyukai