Anda di halaman 1dari 28

BAB 1

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Indonesia merupakan negara kepulauan yang terletak di zona khatulistiwa
(tropik) dan terkenal mempunyai kekayaan alam dengan beranekaragam jenis
tumbuhan, tetapi potensi ini belum seluruhnya dimanfaatkan sebagai bahan
industri khususnya tumbuhan berkasiat obat. Masyarakat Indonesia secara turun-
temurun telah memanfaatkan berbagai jenis tumbuhan untuk bahan obat
tradisional baik sebagai tindakan pencegahan maupun pengobatan terhadap
berbagai jenis penyakit. Pemanfaatan tumbuhan obat tradisional akan terus
berlangsung terutama sebagai obat alternatif, hal ini terlihat pada masyarakat
daerah yang sulit dijangkau oleh fasilitas kesehatan modern. Dalam masa krisis
ekonomi seperti saat ini, penggunaan obat tradisional lebih menguntungkan
karena relatif lebih mudah didapat, lebih murah dan dapat diramu sendiri, selain
itu bahan bakunya dapat ditanam di halaman rumah sebagai penghias taman
ataupun peneduh halaman rumah (Sulianti et al, 2005). 

Penemuan berbagai senyawa obat baru dari bahan alam semakin


memperjelas peran penting metabolit sekunder tanaman sebagai sumber bahan
baku obat. Metabolit sekunder adalah senyawa hasil biogenesis dari metabolit
primer. Umumnya dihasilkan oleh tumbuhan tingkat tinggi, yang bukan
merupakan senyawa penentu kelangsungan hidup secara langsung, tetapi lebih
sebagai hasil mekanisme pertahanan diri organisma. Aktivitas biologi tanaman
dipengaruhi oleh jenis metabolit sekunder yang terkandung didalamnya. Aktivitas
biologi ditentukan pula oleh struktur kimia dari senyawa. Unit struktur atau gugus
molekul mempengaruhi aktivitas biologi karena berkaitan dengan mekanisme
kerja senyawa terhadap reseptor di dalam tubuh (Lisdawati et al., 2007).

Pada tahun – tahun terakhir ini fitokimia atau kimia tumbuhan


telah  berkembang menjadi suatu disiplin ilmu tersendiri, berada di antara

1
kimia  organik bahan alam dan biokimia tumbuhan, serta berkaitan erat
dengan  keduanya. Bidang perhatiaanya ialah aneka ragam senyawa organik yang
dibentuk  dan ditimbun oleh tumbuhan yaitu mengenai struktur kimianya,
biosintesisnya, perubahan serta metabolismenya.

2
3

B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana mengetahui pelarut yang akan digunakan?
2. Bagaimana menentukan adanya kandungan flavonoid pada
tanaman ?
3. Bagaimana menentukan adanya kandungan alkaloid pada
tanaman ?
4. Bagaimana menetukan adanya kandungan tanin pada tanaman ?
5. Bagaimana menetukan adanya kandungan triterpen pada tanaman ?
6. Bagaimana menetukan adanya kandungan kuinon pada tanaman?
7. Bagaimana mengetahui hal-hal yag harus di perhatikan pada saat
melakukan ekstraksi
C. TUJUAN
1. Agar mahasiswa mengetahui pengertian scrining fitokimia
2. Agar mahasiswa dapat mengetahui komponen kimia pada
tumbuhan secara kualitatif.
3. Agar mahasiswa dapat mengetahui macam-macam ekstraksi.
4. Agar mahasiswa dapat mengetahui macam-macam pelarut.
5. Agar mahasiswa dapat mengetahui syarat pelarut yang ideal.
6. Agar mahasiswa dapat mengetahui uji pemurnian fitokimia.
7. Agar mahasiswa dapat mengetahui macam-macam cara isolasi
minyak atsiri.
BAB II
PEMBAHASAN

1. Pengertian Fitokimia

Fitokimia berasal dari kata phytochemical . Phyto berarti tumbuhan


atau  tanaman dan chemical sama dengan zat kimia berarti zat kimia yang
terdapat  pada tanaman. Senyawa fitokimia tidak termasuk kedalam zat gizi
karena bukan berupa karbohidrat, protein, lemak, vitamin, mineral maupun air.
Jadi apakah fitokimia itu? Setiap tumbuhan atau tanaman mengandung sejenis zat
yang  disebut fito kimia, merupakan zat kimia alami yang terdapat di dalam
tumbuhan  dan dapat memberikan rasa, aroma atau warna pada tumbuhan itu.
Sampai saat  ini sudah sekitar 30.000 jenis fitokimia yang ditemukan dan sekitar
10.000 terkandung dalam makanan.

Fitokimia adalah ilmu yang mempelajari berbagai senyawa


organik yang  dibentuk dan disimpan oleh tumbuhan, yaitu tentang struktur kimia,
biosintetis,  perubahan dan metabolisme, serta penyebaran secara alami dan fungsi
biologis dari  senyawa organik. Fitokimia atau kadang disebut fitonutrien, dalam
arti luas  adalah segala jenis zat kimia atau nutrien yang diturunkan dari sumber
tumbuhan, termasuk sayuran dan buah-buahan.

2. Klasifikasi Fitokimia

Secara garis besar fitokimia diklasifikasikan menurut struktur kimianya  sebagai


berikut :

a. Fitokimia karotenoid

Fitokimia karotenoid banyak terdapat pada sayur-sayuran berwarna  kuning-


jingga seperti wortel, labu kuning, sayuran berwarna hijau seperti brokoli  dan
buah-buahan berwarna merah dan kuning jingga seperti pepaya,
mangga,  tomat, nenas semangka arbei dll. Beberapa penelitian
mengungkapkan bahwa zat  karotenoid dapat mencegah kanker, sebagai anti
oksidan dan dapat meningkatkan system imun tubuh.

4
b. Fitokimia fitosterol

Fitokimia fitosterol banyak ditemukan pada biji-bijian dan hanya sekitar  5%


dari fitosterol yang dapat diserap oleh usus dari makanan kiat.
Penelitian  mengungkapkan fitosterol dapat menurunkan kolesterol dan anti
kanker.

c. Fitokimia saponin

5
6

Fitokimia saponin banyak terdapat pada kacang-kacangan dan daun-


daunan.  Penelitian mengungkapkan bahwa saponin dapat sebagai anti kanker,
anti mikroba, meningkatkan system imunitas, dan dapat menurunkan
kolesterol.

d. Fitokimia glukosinolat
Fitokimia glukosinolat banyak terdapat pada sayur-sayuran seperti kol
dan  brokoli. Jika sayuran dimasak dapat menurunkan kadar glukosinolat
sebesar 30-60%. Termasuk dalam glukosinolat ini meliputi fitokimia lain
seperti isothiosianat,thiosianat dan indol. Peneliti- an menunjukkan bahwa
glukosinolat dapat bersifat anti mikroba, anti kanker dan menurunkan
kolesterol.
e. Fitokimia polifenol
Fitokimia polifenol banyak terdapat pada buah-buahan sayur-sayuran
hijau  seperti salada dan pada gandum dll. Penelitian pada hewan dan
manusia  menunjukkan polifenol dapat mengatur kadar gula darah, sebagai anti
kanker, antioksidan, anti mikroba, anti inflamasi. Termasuk polifenol adalah
asam fenol dan flavonoid
f. Fitokimia inhibitor protease
Fitokimia inhibitor protease merupakan fitokimia yang banyak terdapat pada
biji-bijian dan sereal seperti padi-padian, gandum dsb, yang dapat membantu
kerja enzim dalam system pencernaan manusia. Dapat sebagai anti oksidan ,
mencegah kanker dan mengatur kadar gula darah.
g. Fitokimia monoterpen
Fitokimia monoterpen banyak terdapat pada pada tanaman beraroma seperti
mentol (peppermint), biji jintan, seledri, peterseli, rempah-rempah dan sari
jeruk. Berkhasiat mencegah kanker dan anti oksidan.
h. Fitokimia fitoestrogen
Fitokimia fitoestrogen banyak terdapat pada kedelai dan produk kedelei seperti
tempe, tahu dan susu kedelei. Memiliki aktifitas seperti hormon estrogen.
Senyawa aktif fitoestrogen terdiri dari isoflavonoid dan lignan.
7

i. Fitokimia sulfida
Fitokimia sulfida banyak terdapat pada bawang putih, bawang bombai, bawang
merah dan bawang daun. Senyawa fitokimia aktif pada bawang putih adalah
dialil sulfida (allicin). Menurut peneliti sulfida bekerja sebagai anti kanker, anti
oksidan, anti mikroba, meningkatkan daya tahan, anti radang,  mengatur
tekanan darah dan menurunkan kolesterol.
j. Fitokimia asam fitat
Fitokimia asam fitat terdapat pada kacang polong, gandum. Berfungsi sebagai
anti oksidan yang dapat mengikat zat karsinogen dan mengatur kadar gula
darah.

Senyawa kimia berdasarkan asal biosintesis, sifat kelarutan, gugus fungsi


digolongkan menjadi :

 Senyawa fenol, bersifat hidrofil, biosintesisnya berasal dari asam shikimat


 terpenoid, berasal dari lipid, biosintesisnya berasal dari isopentenil
pirofosfat
 asam organik, lipid dan sejenisnya, biosintesisnya berasal dari asetat
 senyawa nitrogen, bersifat basa dan bereaksi positif terhadap ninhidrin
ddan dragendorf
 gula dan turunannya
 makromolekul, umumnya memiliki bobot molekul yang tinggi

Sedangkan berdasarkan biogenesisnya senyawa bahan alam dikelompokkan


menjadi :

 Asetogenin : flavonoid, lipid, lignan, dan kuinon


 karbohidra : monosakarida, oligosakarida, dan polisakarida
 isoprenoid : tepenoid, steroid, karotenoid
 senyawa mengandung nitrogen : alkaloid, asam amino, protein, dan
nukleat
8

3. Skrining Fitokimia

Skrining fitokimia merupakan tahap pendahuluan dalam suatu penelitian fitokimia


yang bertujuan untuk memberikan gambaran tentang golongan senyawa yang
terkadang dalam tanaman yang sedang diteliti. Metode skring fitokimia dilakukan
dengan melihat reaksi pengujian warna dengan menggunakan suatu pereaksi
warna. Hal penting yang berperan penting dalam skrining fitokimia adalah
pemilihan pelarut dan metode ekstraksi.

4. Penapisan Fitokimia

Penapisan fitokimia dilakukan menurut metode Cuiley (1984). Penapisan


fitokimia dilakukan untuk mengetahui komponen kimia pada tumbuhan tersebut
secara kualitatif. Misalnya: identifikasi tannin dilakukan dengan menambahkan 1-
2 ml besi (III) klorida pada sari alkohol. Terjadinya warna biru kehitaman
menunjukkan adanya tanin galat sedang warna hijau kehitaman menunjukkan
adanya tanin katekol (Praptiwi et al, 2006).

Pelarut yang digunakan untuk ekstraksi harus mempunyai kepolaran yang


berbeda. Hal ini disebabkan kandungan kimia dari suatu tumbuhan hanya dapat
terlarut pada pelarut yang sama kepolarannya, sehingga suatu golongan senyawa
dapat dipisahkan dari senyawa lainnya (Sumarnie et al, 2005).

Hingga saat ini sudah banyak sekali jenis fitokimia yang ditemukan,
saking banyaknya senyawa fitokimia yang didapatkan maka dilakukan
penggolongan senyawa agar memudahkan dalam mempelajarinya, adapun
golongan senyawa fitokimia dapat dibagi sebagai berikut:

a. Glikosida adalah suatu senyawa kimia bahan alam yang apabila


dihidrolisismenghasilkan satu atau lebih gula (glikon) dan senyawa bukan
gula. Jika gulayang menyusunnya glukosa maka disebut dengan glukosida.
Sedangkan jikasenyawa gula yang membentuk selain glukosa seperti
ramnosa, digitoksa,simarosa dan gula lainnya disebut glikosida. Senyawa
penyusun glikosida bukangula disebut aglikon. Glikosida adalah zat aktif
yang termasuk dalam kelompok metabolit sekunder. Dalam dunia industri
9

senyawa glikosida yang sering dipakai memiliki aglikon berupa flavonoid


atau steroid. Selain itu senyawa glikosida biasa dipakai untuk menyimpan
senyawa aktif agar tidak bereaksi sehingga tidakrusak sebelum dipakai.
Secara umum, arti penting glikosida bagi manusia adalah untuk sarana
pengobatan dalam arti luas yang beberapa diantaranya adalahsebagai obat
jantung, pencahar, pengiritasi lokal, analgetikum dan penurunan tegangan
permukaan.

b. Alkaloid, alkaloid adalah sebuah golongan senyawa basa bernitrogen yang


kebanyakan heterosiklik dan terdapat di tetumbuhan.
Sejumlah sampel dalam mortir, dibasakan dengan ammonia sebanyak 1
mL, kemudian ditambahkan kloroform dan digerus kuat. Cairan kloroform
disaring, filtrat ditempatkan dalam tabung reaksi kemudian ditambahkan
HCl 2N, campuran dikocok, lalu dibiarkan hingga terjadi pemisahan.
Dalam tabung reaksi terpisah :
Filtrat 1 : sebanyak 1 tetes larutan pereaksi Dragendorff diteteskan ke
dalam filtrat, adanya alkaloid ditunjukan dengan terbentuknya endapan
atau kekeruhan berwarna hingga coklat.
Filtrat 2: sebanyak 1 tetes larutan pereaksi Mayer diteteskan ke dalam
filtrat, adanya alkaloid ditunjukan dengan terbentuknya endapan atau
kekeruhan berwarna putih.
Filtrat 3 : sebagai blangko atau kontrol negatif.
c. Flavonoid, flavonoid merupakan salah satu golongan fenol alam terbesar
yang terdapat dalam semua tumbuhan berpembuluh. Semua flavonoid,
menurut strukturnya merupakan turunan senyawa induk flavon yang
mempunyai sejumlah sifat yang sama. Dalam tumbuhan, aglikon flavonoid
terdapat dalam berbagai bentuk struktur. Semuanya mengandung atom
karbon dalam inti dasarnya yang tersusun dalam konfigurasi C6-C3-C6,
yaitu dua cincin aromatik yang dihubungkan oleh satuan tiga karbon yang
dapat atau tidak dapat membentuk cincin ketiga.
Sejumlah sampel digerus dalam mortir dengan sedikit air, pindahkan
dalam tabung reaksi, tambahkan sedikit logam magnesium dan 5 tetes HCl
10

2N, seluruh campuran dipanaskan selama 5-10 menit. Setelah disaring


panas-panas dan filtrat dibiarkan dingin, kepada filtrat ditambahkan
alkohol, lalu dikocok kuat-kuat, reaksi positif dengan terbentuknya warna
merah pada lapisan amil alkohol.
d. Kuinon, senyawa dalam jaringan yang mengalami okisdasi dari bentuk
kuinol menjadi kuinon.
Sampel ditambahkan dengan air, dididihkan selama 5 menit kemudian
disaring dengan kapas. Pada filtrat ditambahkan larutan NaOH 1N.
Terjadinya warna merah menunjukkan bahwa dalam bahan uji
mengandung senyawa golongan kuinon.
e. Tanin dan Polifenol, Tanin adalah polifenol tanaman yang berfungsi
mengikat dan mengendapkan protein.. Polifenol alami merupakan
metabolit sekunder tanaman tertentu, termasuk dalam atau menyusun
golongan tanin.
Sebanyak 1 gram sampel ditambahkan 100 mL air panas, dididihkan
selama 5 menit kemudian disaring. Filtrat sebanyak 5 mL dimasukkan ke
dalam tabung reaksi, ditambahkan pereaksi besi (III) klorida, timbul warna
hiijau biru kehitaman bila ada polifenol dan ditambahkan gelatin akan
timbul endapan putih bila ada tanin.
f. Saponin, saponin adalah suatu glikosida yang ada pada banyak macam
tanaman. Fungsi dalam tumbuh-tumbuhan tidak diketahui, mungkin
sebagai bentuk penyimpanan karbohidrat, atau merupakan waste product
dari metabolisme tumbuh-tumbuhan.
Sampel ditambahkan dengan air, didihkan selama 5 menit kemudian kocok
dengan kuat. Reaksi positif ditunjukan dengan adanya busa ± 1 cm, tidak
hilang selama 30 detik dan busa tidak hilang dengan penambahan HCl
g. TriTerpenoid, TriTerpenoid adalah senyawa yang kerangka karbonnya
berasal dari enam satuan isoprena dan secara biosintesis dirumuskan dari
hidrokarbon yang kebanyakan berupa alcohol, aldehida atau asam
karbohidrat.
11

Serbuk kulit buah manggis ditambahkan eter, kemudian fase eter diuapkan


dalam cawan penguap hingga kering, pada residu ditetesi pereaksi
Lieberman-Burchard. Terbentuknya warna ungu menunjukkan kandungan
triterpenoid sedangkan bila terbentuk warna hijau biru menunjukan adanya
senyawa steroid.
h. Skrining Senyawa Monoterpenoid dan Seskuiterpenoid, Serbuk simplisia
digerus dengan eter, kemudian dipipet sambil disaring. Filtrat ditempatkan
dalam cawan penguap, kemudian dibiarkan menguap hingga kering.
Kepada hasil pengeringan filtrat ditambahkan larutan vanillin 10% dalam
asam sulfat pekat. Terjadinya warna-warna menunjukkan adanya senyawa
mono dan seskuiterpenoid (Nurhari, 2010). 
i. Identifikasi senyawa antrakuinon Antrakuinon merupakan suatu glikosida
yang didalam tumbuhanbiasanya terdapat sebagai turunan antrakuinon
terhidrolisis temitilasi,atau terkarboksilasi. Antrakuinon berikatan dengan
gula sebagai o-glikosida atau c- glikosida. Turunan atraquinon dapat
beraksi dengan basa dan memberikan warna ungu atau hijau.

5. Ekstraksi

Simplisia dapat digunakan secara langsung atau diolah menjadi suatu


bentuk sediaan herbal. Untuk memudahkan dalam proses produksi sediaan herbal
dilakukan suatu proses ekstraksi. Ekstraksi merupakan proses pemisahan bahan
dari campurannya dengan menggunakan pelarut. Dengan melalui ekstraksi, zat-zat
aktif yang ada dalam simplisia akan terlepas. Terdapat beberapa istilah yang perlu
diketahui berkaitan dengan proses ekstraksi antara lain:

Ekstraktan/menstrum: pelarut/campuran pelarut yang digunakan dalam proses


ekstraksi.

Rafinat: sisa/residu dari proses ekstraksi.

Dalam proses ekstraksi, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan antara lain:

a. Jumlah simplisia yang akan diesktrak


12

b. Derajat kehalusan simplisia : Semakin halus, luas kontak permukaan akan


semakin besar sehingga proses ekstraksi akan lebih optimal.
c. Jenis pelarut yang digunakan : Jenis pelarut berkaitan dengan polaritas dari
pelarut tersebut. Hal yang perlu diperhatikan dalam proses ekstraksi adalah
senyawa yang memiliki kepolaran yang sama akan lebih mudah tertarik/
terlarut dengan pelarut yang memiliki tingkat kepolaran yang sama. Berkaitan
dengan polaritas dari pelarut, terdapat tiga golongan pelarut yaitu:
o Pelarut polar
Memiliki tingkat kepolaran yang tinggi, cocok untuk mengekstrak
senyawa-senyawa yang polar dari tanaman. Pelarut polar
cenderung universal digunakan karena biasanya walaupun polar,
tetap dapat menyari senyawa-senyawa dengan tingkat kepolaran
lebih rendah. Salah satu contoh pelarut polar adalah: air, metanol,
etanol, asam asetat.
o Pelarut semipolar
Pelarut semipolar memiliki tingkat kepolaran yang lebih rendah
dibandingkan dengan pelarut polar. Pelarut ini baik untuk
mendapatkan senyawa-senyawa semipolar dari tumbuhan. Contoh
pelarut ini adalah: aseton, etil asetat, kloroform
o Pelarut nonpolar
Pelarut nonpolar, hampir sama sekali tidak polar. Pelarut ini baik
untuk mengekstrak senyawa-senyawa yang sama sekali tidak larut
dalam pelarut polar. Senyawa ini baik untuk mengekstrak berbagai
jenis minyak. Contoh: heksana, eter

Beberapa syarat-syarat pelarut yang ideal untuk ekstraksi:

 Tidak toksik dan ramah lingkungan


 Mampu mengekstrak semua senyawa dalam simplisia
 Mudah untuk dihilangkan dari ekstrak
 Tidak bereaksi dengan senyawa-senyawa dalam simplisia yang diekstrak
 Murah/ ekonomis
13

d. Lama waktu ekstraksi : Lama ekstraksi akan menentukan banyaknya senyawa-


senyawa yang terambil. Ada waktu saat pelarut/ ekstraktan jenuh. Sehingga
tidak pasti, semakin lama ekstraksi semakin bertambah banyak ekstrak yang
didapatkan.
e. Metode ekstraksi, termasuk suhu yang digunakan : Terdapat banyak metode
ekstraksi. Namun secara ringkas dapat dibagi berdasarkan penggunaan panas
sehingga ada metode ekstraksi dengan cara panas, serta tanpa panas. Metode
panas digunakan jika senyawa-senyawa yang terkandung sudah dipastikan
tahan panas. Metode ekstraksi yang membutuhkan panas antara lain:
a. Dekok :Ekstraksi dilakukan dengan solven air pada suhu 90°-95°C
selama 30 menit.
b. Infus : Hampir sama dengan dekok, namun dilakukan selama 15 menit.
c. Refluks : Dilakukan dengan menggunakan alat destilasi, dengan
merendam simplisia dengan pelarut/solven dan memanaskannya
hingga suhu tertentu. Pelarut yang menguap sebagian akan
mengembung kembali kemudian masuk ke dalam campuran simplisia
kembali, dan sebagian ada yang menguap.
d. Soxhletasi : Mirip dengan refluks, namun menggunakan alat khusus
yaitu esktraktor Soxhlet. Suhu yang digunakan lebih rendah
dibandingkan dengan refluks. Metode ini lebih hemat dalam hal
pelarut yang digunakan.
14

Soxhletasi Refluks

e. Coque : Penyarian dengan cara menggodok simplisia menggunakan


api langsung. Hasil godokan setelah mendidih dimanfaatkan sebagai
obat secara keseluruhan (termasuk ampas) atau hanya digunakan hasil
godokannya saja tanpa menggunakan ampasnya.
f. Seduhan : Dilakukan dengan menggunakan air mendidih, simplisia
direndam dengan menggunakan air panas selama waktu tertentu (5-10
menit) seperti halnya membuat teh seduhan.

f. Metode ekstraksi dingin dilakukan ketika senyawa yang terdapat dalam


simplisia tidak tahan terhadap panas atau belum diketahui tahan atau tidaknya,
antara lain:
o Maserasi : Ekstraksi dilakukan dengan cara merendam simplisia
selama beberapa waktu, umumnya 24 jam dalam suatu wadah
tertentu dengan menggunakan satu atau campuran pelarut.
o Perkolasi : Perkolasi merupakan ekstraksi cara dingin dengan
mengalirkan pelarut secara kontinu pada simplisia selama waktu
tertentu.
g. Proses Ekstraksi
Proses saat ekstraksi menentukan hasil ekstrak. Beberapa proses ekstraksi
menghendaki kondisi yang terlindung dari cahaya, ini terutama pada
proses ekstraksi bahan-bahan yang mengandung kumarin dan kuinon.
Ekstraksi bisa dilakukan secara bets per bets atau secara kontinu. Pada
ekstraksi skala industri, umumnya dilakukan secara kontinu. Ekstraksi bisa
dilakukan secara statik (tanpa pengadukan) atau dengan proses dinamik
(dengan pengadukan).
h. Jenis-jenis Ekstrak
Terdapat beberapa jenis ekstrak baik ditinjau dari segi pelarut yang
digunakan ataupun hasil akhir dari ekstrak tersebut.
15

o Ekstrak air : Menggunakan pelarut air sebagai cairan


pengekstraksi. Pelarut air merupakan pelarut yang mayoritas
digunakan dalam proses ekstraksi. Ekstrak yang dihasilkan dapat
langsung digunakan atau diproses kembali seperti melalui
pemekatan atau proses pengeringan.
o Tinktur : Sediaan cari yang dibuat dengan cara maserasai ataupun
perkolasi simplisia. Pelarut yang umum digunakan dalam proses
produksi tinktur adalah etanol. Satu bagian simplisia diekstrak
dengan menggunakan 2-10 bagian menstrum/ekstraktan.
o Ekstrak cair : Bentuk dari ekstrak cair mirip dengan tinktur namun
telah melalui pemekatan hingga diperoleh ekstrak yang sesuai
dengan ketentuan farmakope.
o Ekstrak encer : Dikenal sebagai ekstrak tenuis, dibuat seperti
halnya ekstrak cair. Namun kadang masih perlu diproses lebih
lanjut.
o Ekstrak kental : Ekstrak ini merupakan ekstrak yang telah
mengalami proses pemekatan. Ekstrak kental sangat mudah untuk
menyerap lembab sehingga mudah untuk ditumbuhi oleh kapang.
Pada proses industri ekstrak kental sudah tidak lagi digunakan,
hanya merupakan tahap perantara sebelum diproses kembali
menjadi ekstrak kering
o Ekstrak kering (extract sicca) : Ekstrak kering merupakan ekstrak
hasil pemekatan yang kemudian dilanjutkan ke tahap pengeringan.
Prose pengeringan dapat dilakukan dengan berbagai macam cara
yaitu:
 Menggunakan bahan tambahan seperti laktosa, aerosil
 Menggunakan proses kering beku, proses ini mahal
 Menggunakan proses proses semprot kering atau fluid bed
drying
16

o Ekstrak minyak : Dilakukan dengan cara mensuspensikan simplisia


dengan perbandingan tertentu dalam minyak yang telah
dikeringkan, dengan cara seperti maserasi.
o Oleoresin : Merupakan sediaan yang dibuat dengan cara ekstraksi
bahan oleoresin (mis. Capsicum fructus dan zingiberis rhizom)
dengan pelarut tertetu umumnya etanol.

i. Proses Ekstraksi Skala Industri

Terdapat beberapa tahapan dalam proses ekstraksi skala industri,


meliputi:

o Penghalusan/ penggilingan simplisia


o Ekstraksi tanaman obat
o Pemurnian ekstrak
o Pemekatan ekstrak
o Pengeringan ekstrak
o Standardisasi ekstrak
o Pengemasan
o Standardisasi Ekstrak : Ekstrak yang dihasilkan dalam skala
industri harus merupakan ekstrak yang sudah terstandar sesuai
dengan ketentuan yang berlaku (mengacu pada MMI atau
kompendia yang lain seperti Farmakope). Komponen standardisasi
ekstrak meliputi :
 Pengujian makro dan mikroskopik untuk identitas
 Pemeriksaan pengotor/ zat asing organik dan anorganik
 Penentuan susut pengeringan dan kandungan air
 Penentuan kadar abu
 Penentuan kadar serat
 Penentian kadar komponen terekstraksi (kadar sari)
 Penentuan kadar bahan aktif/ senyawa penanda
17

 Penentuan cemaran mikroba dan tidak adanya bakteri


patogen
 Pemeriksaan residu pestisida.

j. Metode Ekstraksi

Proses ekstraksi dapat dilakukan dengan berbagai macam teknik, antara


lain:

o Maserasi
Maserasi adalah cara ekstraksi yang paling sederhana. Bahan
simplisia yang dihaluskan sesuai dengan syarat farmakope
(umumnya terpotong-terpotong atau berupa serbuk kasar)
disatukan dengan bahan pengekstraksi. Selanjutnya rendaman
tersebut disimpan terlindung cahaya langsung (mencegah reaksi
yang dikatalis cahaya atau perubahan warna) dan dikocok
berulang-ulang (kira-kira 3 kali sehari). Waktu lamanya maserasi
berbeda-beda, masing-masing farmakope mencantumkan 4-10 hari.
Secara teoritis pada suatu maserasi tidak memungkinkan terjadinya
ekstraksi absolut. Semakin besar perbandingan simplisia terhadap
cairan pengekstraksi, akan semakin banyak hasil yang diperoleh
(Voight, 1995).
o Perkolasi
Perkolasi dilakukan dalam wadah berbenruk silindris atau kerucut
(perkulator) yang memiliki jalan masuk dan keluar yang sesuai.
Bahan pengekstaksi yang dialirkan secara kontinyu dari atas, akan
mengalir turun secara lambat melintasi simplisia yang umumnya
berupa serbuk kasar. Melalui penyegaran bahan pelarut secara
kontinyu, akan terjadi proses maserasi bertahap banyak. Jika pada
maserasi sederhana tidak terjadi ekstraksi sempurna dari simplisia
oleh karena akan terjadi keseimbangan kosentrasi antara larutan
dalam seldengan cairan disekelilingnya, maka pada perkolasi
18

melalui simplisia bahan pelarut segar perbedaan kosentrasi tadi


selalu dipertahnkan. Dengan demikian ekstraksi total secara teoritis
dimungkinkan (praktis jumlah bahan yang dapat diekstraksi
mencapai 95%) (Voight,1995).
o Sokletasi
Sokletasi dilakukan dengan cara bahan yang akan diekstraksi
diletakkan dalam kantung ekstraksi (kertas, karton, dan
sebagainya) dibagian dalam alat ekstraksi dari gelas yang bekerja
kontinyu (perkulator). Wadah gelas yang mengandung kantung
ndiletakkan diantar labu penyulingan dengan pendingin aliran balik
dan dihubungkan dengan labu melalui pipa. Labu tersebut berisi
bahan pelarut yang menguap dan mencapai kedalam pendingin
aliran balik melalui pipet yang berkodensasi didalamnya. Menetes
ketas bahan yang diekstraksi dan menarik keluar bahan yang
diekstraksi. Larutan berkumpul didalam wadah gelas dan setelah
mencapai tinggi maksimalnya, secara otomatis dipindahkan
kedalam labu. Dengan demikian zat yang terekstraksi terakumulasi
melaui penguapan bahan pelarut murni berikutnya (Voight, 1995).

5. Fraksinasi

Fraksinasi adalah suatu proses pemisahan senyawa – senyawa


berdasarkan tingkat kepolaran. Jumlah dan senyawa yang dapat dipisahkan
menjadi fraksi berbeda – beda tergantung pada jenis tumbuhan. Pada
prakteknya dalam melakukan fraksinasi digunakan dua metode yaitu dengan
menggunakan corong pisah dan kromatografi kolom.

Corong pemisah atau corong pisah adalah peralatan laboratorium yang


digunakan dalam ekstraksi cair-cair untuk memisahkan komponen-komponen
dalam suatu campuran antara dua fase pelarut dengan densitas berbeda yang
takcampur.
19

Umumnya salah satu fase berupa larutan air dan yang lainnya berupa
pelarut organik lipofilik seperti eter, MTBE,diklorometaba,kloroform,atau pun
etil asetat. Kebanyakan pelarut organik berada di atas fase air kecuali pelarut
yang memiliki atom dari unsur halogen.

Corong pemisah berbentuk kerucut yang ditutupi setengah bola. Ia


mempunyai penyumbat di atasnya dan keran di bawahnya. Corong pemisah
yang digunakan dalam laboratorium terbuat dari kaca borosilikat dan kerannya
terbuat dari kaca ataupun Teflon. Ukuran corong pemisah bervariasi antara 50
mL sampai 3 L. Dalam skala industri, corong pemisah bisa berukuran sangat
besar dan dipasang sentrifuge.

Untuk memakai corong ini, campuran dan dua fase pelarut dimasukkan
ke dalam corong dari atas dengan corong keran ditutup. Corong ini kemudian
ditutup dan digoyang dengan kuat untuk membuat dua fase larutan tercampur.
Corong ini kemudian dibalik dan keran dibuka untuk melepaskan tekanan uap
yang berlebihan. Corong ini kemudian didiamkan agar pemisahan antara dua
fase berlangsung. Penyumbat dan keran corong kemudian dibuka dan dua fase
larutan ini dipisahkan dengan mengontrol keran corong.

Destilasi bertingkat atau fraksinasi adalah proses pemisahan destilasi ke


dalam bagian-bagian dengan titik didih makin lama makin tinggi yang
selanjutnya pemisahan bagian-bagian ini dimaksudkan untuk destilasi ulang.
Destilasi bertingkat merupakan proses pemurnian zat/senyawa cair dimana zat
pencampurnya berupa senyawa cair yang titik didihnya rendah dan tidak
berbeda jauh dengan titik didih senyawa yang akan dimurnikan. Dengan
perkataan lain, destilasi ini bertujuan untuk memisahkan senyawa-senyawa dari
suatu campuran yang komponen-komponennya memiliki perbedaan titik didih
relatif kecil. Destilasi ini digunakan untuk memisahkan campuran aseton-
metanol, karbon tetra klorida-toluen, dll. Pada proses destilasi bertingkat
digunakan kolom fraksinasi yang dipasang pada labu destilasi. Tujuan dari
penggunaan kolom ini adalah untuk memisahkan uap campuran senyawa cair
yang titik didihnya hampir sama/tidak begitu berbeda. Sebab dengan adanya
20

penghalang dalam kolom fraksinasi menyebabkan uap yang titik didihnya sama
akan sama-sama menguap atau senyawa yang titik didihnya rendah akan naik
terus hingga akhirnya mengembun dan turun sebagai destilat, sedangkan
senyawa yang titik didihnya lebih tinggi, jika belum mencapai harga titik
didihnya maka senyawa tersebut akan menetes kembali ke dalam labu destilasi,
yang akhirnya jika pemanasan dilanjutkan terus akan mencapai harga titik
didihnya. Senyawa tersebut akan menguap, mengembun dan turun/menetes
sebagai destilat.

Macam – macam proses fraksinasi:

a) Proses Fraksinasi Kering (Winterization)


Fraksinasi kering adalah suatu proses fraksinasi yang didasarkan pada
berat molekul dan komposisi dari suatu material. Proses ini lebih murah
dibandingkan dengan proses yang lain, namun hasil kemurnian
fraksinasinya rendah.
b) Proses Fraksinasi Basah (Wet Fractination)
Fraksinasi basah adalah suatu proses fraksinasi dengan menggunakan zat
pembasah (Wetting Agent) atau disebut juga
proses Hydrophilization atau detergent proses. Hasil fraksi dari proses ini
sama dengan proses fraksinasi kering.
c) Proses Fraksinasi dengan menggunakan Solvent (pelarut)/ Solvent
Fractionation Ini adalah suatu proses fraksinasi dengan menggunakan
pelarut. Dimana pelarut yang digunakan adalah aseton. Proses fraksinasi
ini lebih mahal dibandingkan dengan proses fraksinasi lainnya karena
menggunakan bahan pelarut.
d) Proses Fraksinasi dengan Pengembunan (Fractional Condentation)
Proses fraksinasi ini merupakan suatu proses fraksinasi yang didasarkan
pada titik didih dari suatu zat / bahan sehingga dihasilkan suatu produk
dengan kemurnian yang tinggi. Fraksinasi pengembunan ini membutuhkan
biaya yang cukup tinggi namun proses produksi lebih cepat dan
kemurniannya lebih tinggi.
21

6. Kromatografi

Berbagai metode kromatografi memberikan cara pemisahan paling


kuat dilaboratorium kimia. Metode kromatografi, karena pemanfaatannya yang
leluasa, dipakai secara luas untuk pemisahan analitik dan preparatif.

Biasanya, kromatografi analitik dipakai pada tahap permulaan untuk


semua cuplikan , dan kromatografi preparatif hanya dilakukan juka diperlukan
fraksi murni dari campuran. Pemisahan secara kromatografi dilakukan dengan
cara mengotak-atik langsung beberapa sifat fisika umum dari molekul. Sifat
utamayang terlibat ialah :

a) Kecenderungan molekul untuk melarut dalam cairan


b) Kecenderungan molekul untuk melekat pada permukaan serbuk halus
(adsorpsi, penjerapan)
c) Kecenderungan molekul untuk menguap atau berubah ke keadaan uap
(keatsirian)

Pemisahan dan pemurnian kandungan tumbuhan terutama dilakukan


dengan menggunakan salah satu dari empat teknik kromatografi atau gabungan
teknik tersebut. Keempat teknik kromatografi itu adalah :Kromatografi Kertas
(KKt), Kromatografi Lapis Tipis (KLT), Kromatografi Gas Cair (KGC) dan
Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT).

Pemilihan teknik kromatografi sebagian besar bergantung pada sifat


kelarutan dan keatsirian senyawa yang akan dipisah. KKt dapat digunakan
terutama bagi kandungan tumbuhan yang mudah larut dalam air (karbohidrat,
asam amino dan senyawa fenolat), KLT merupakan metode pilihan untuk
pemisahan semua kandungan yang larut lipid (lipid, steroid, karotenoid, kinon
sederhana dan klorofil), KGC penggunannya terutama untuk senyawa atsiri
22

(asam lemak, mono- dan seskuiterpen, hidrokarbon dan senyawa belerang),cara


lain yaitu KCKT, dapat memisahkan kandungan yang keatsiriannya kecil.
KCKT adalah suatu metode yang menggabungkan keefisienan kolom dan
kecepatan analisis

 KLT Preparatif

Kromatografi Lapis Tipis Preparatif merupakan proses isolasi yang


terjadi berdasarkan perbedaan daya serap dan daya partisi serta kelarutan dari
komponen-komponen kimia yang akan bergerak mengikuti kepolaran eluen
oleh karena daya serap adsorben terhadap komponen kimia tidak sama, maka
komponen bergerak dengan kecepatan yang berbeda sehingga hal inilah yang
menyebabkan pemisahan.

Tujuan: mengisolasi

 KLT 2 Dimensi

KLT 2 arah atau 2 dimensi bertujuan untuk meningkatkan


resolusi sampel ketika komponen-komponen solute mempunyai karakteristik
kimia yang hampir sama, karenanya nilai Rf juga hampir sama sebagaimana
dalam asam-asam amino. Selain itu, 2 sistem fase gerak yang sangat berbeda
dapat digunakan secara berurutan sehingga memungkinkan untuk melakukan
pemisahan analit yang mempunyai tingkat polaritas yang berbeda.

Sampel ditotolkan pada lempeng lalu dikembangkan dengan satu sistem fase
gerak sehingga campuran terpisah menurut jalur yang sejajar dengan salah satu
sisi. Lempeng diangkat, dikeringkan dan diputar 90° dan diletakkan dalam
bejana kromatografi yang berisi fase gerak kedua sehingga bercak yang
terpisah pada pengembangan pertama terletak dibagian bawah sepanjang
lempeng, lalu dikromatografi lagi.

Tujuan: uji kemurniaan

Deteksi dengan KLT dapat dilakukan dengan cara:


23

1.      Sinar tampak

2.      Sinar UV

3.      Pereaksi warna

7. Uji Kemurnian Fitokimia

Uji fitokimia dilakukan untuk menentukan golongan senyawa aktif dari


ekstrak tumbuhan. Uji fitokimia yang sering dilakukan yaitu uji polifenol,
kuinon, alkaloid, triterpenoid, steroid, saponim dan flavonoid.

a. Uji polifenol
Ekstrak diteteskan di atas pelat tetes dan ditambah larutan FeCl3. Hasil
positif   ditandai dengan perubahan warna larutan menjadi biru-hitam.
b. Uji kuinon
Ekstrak diteteskan di atas pelat tetes dan ditambah larutan NaOH 2N.
Hasil positif ditandai dengan perubahan warna larutan menjadi merah.
c. Uji alkaloid
Ekstrak ditambah kloroform dan asam sulfat secara berurutan kemudian
dikocok. Larutan didiamkan hingga kloroform dan asam sulfat memisah.
Lapisan asam (bagian atas) diteteskan pada pelat tetes dan diuji dengan
reagenWagner (kalium tetraidomerkurat) dan reagen Dragendorff (kalium
tetraidobismutat). Hasil positif ditandai dengan terbentuknya endapan
coklat kemerahan pada reagen Dragendorff dan warna coklat pada reagen
Wagner.
d. Uji triterpenoid, steroid dan saponin
Ekstrak diuapkan, ditambah kloroform dan dikocok kuat-kuat.
Terbentuknya busa yang stabil selama 30 menit menandakan adanya
saponim dalam Ekstrak. Ekstrak yang sudah ditambah dengan kloroform,
ditambah dengan asam klrida 2N kemudian disaring. Lapisan atas diuji
24

dengan reagen Liebemann Bucchard. Hasil positif triterpenoid ditandai


dengan terbentuknya warna merah. Sedangkan hasil positif steroid
ditandai dengan terbentuknya warna hijau-biru.

e. Uji flavonoid
Ekstrak diuji dengan tiga jenis ereaksi yang berbeda yaitu NaOH, asam
sulfat pekat dan Mg-HCL. Perubahan warna yang terjadi pada masing-
masing pereaksi disesuaikan dengan tabel reaksi warna flavonoid.

8. Minyak Atsiri
Minyak atsiri atau minyak menguap adalah masa yang berbau khas,
yang berasal dari tanaman, mudah menguap pada suhu kamar tanpa
mengalami penguraian. Minyak atsiri sering dikenal dengan nama volatileoil,
ethereal oil atau Olea volatillia. Pada umumnya minyak atsiri dalam keadaan
segar tidak berwarna atau berwarna pucat, bila dibiarkan akan berwarna lebih
gelap, berbau sesuai dengan bau tanaman penghasilnya. Umumnya larut
dalam pelarut organik dan sukar larut dalam air (Depkes RI, 1985)

9. Cara Isolasi Minyak Atsiri

Isolasi minyak atsiri dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu:


1) penyulingan (distillation), 2) pengepresan (pressing), 3) ekstraksi dengan
pelarut menguap (solvent extraction), 4) ekstraksi dengan lemak.

1. Metode penyulingan
a. Penyulingan dengan air
Pada metode ini, bahan tanaman yang akan disuling mengalami
kontak langsung dengan air mendidih. Bahan dapat mengapung di atas
air atau terendam secara sempurna, tergantung pada berat jenis dan
jumlah bahan yang disuling. Ciri khas model ini yaitu adanya kontak
langsung antara bahan dan air mendidih. Oleh karena itu, sering
25

disebut penyulingan langsung.Penyulingan dengan cara langsung ini


dapat menyebabkan banyaknya rendemen minyak yang hilang (tidak
tersuling) dan terjadi pula penurunan mutu minyak yang diperoleh.
b. Penyulingan dengan uap
Model ini disebut juga penyulingan uap atau penyulingan tak
langsung. Pada prinsipnya, model ini sama dengan penyulingan
langsung. Hanya saja, air penghasil uap tidak diisikan bersama-sama
dalam ketel penyulingan. Uap yang digunakan berupa uap jenuh atau
uap kelewat panas dengan tekanan lebih dari 1 atmosfer.
c. Penyulingan dengan  air dan uap
Pada model penyulingan ini, bahan tanaman yang akan disuling
diletakkan di atas rak-rak atau saringan berlubang. Kemudian ketel
penyulingan diisi dengan air sampai permukaannya tidak jauh dari
bagian bawah saringan. Ciri khas model ini yaitu uap selalu dalam
keadaan basah, jenuh, dan tidak terlalu panas. Bahan tanaman yang
akan disuling hanya  berhubungan dengan uap dan tidak dengan air
panas (Lutony & Rahmayati, 1994).
2. Metode pengepresan
Ekstraksi minyak atsiri dengan cara pengepresan umumnya
dilakukan terhadap bahan berupa biji, buah, atau kulit buah yang memiliki
kandungan minyak atsiri yang cukup tinggi. Akibat tekanan pengepresan,
maka sel-sel yang mengandung minyak atsiri akan pecah dan minyak atsiri
akan mengalir ke permukaan bahan. Contohnya minyak atsiri dari kulit
jeruk dapat diperoleh dengan cara ini (Ketaren, 1985).
3. Ekstraksi dengan pelarut menguap
Prinsipnya adalah melarutkan minyak atsiri dalam pelarut organik
yang mudah menguap. Ekstraksi dengan pelarut organik pada umumnya
digunakan mengekstraksi minyak atsiri yang mudah rusak oleh pemanasan
uap dan air, terutama untuk mengekstraksi minyak atsiri yang berasal dari
bunga misalnya bunga cempaka, melati, mawar, dan kenanga.Pelarut yang
26

umum digunakan adalah petroleum eter, karbon tetra klorida dan


sebagainya (Ketaren, 1985)
4. Ekstraksi dengan lemak padat
Proses ini umumnya digunakan untuk mengekstraksi bunga-
bungaan, untuk mendapatkan mutu dan rendeman minyak atsiri yang
tinggi. Metode ekstraksi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu enfleurasi
dan maserasi.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
   Fitokimia adalah ilmu yang mempelajari berbagai senyawa
organik yang  dibentuk dan disimpan oleh tumbuhan, yaitu tentang struktur
kimia, biosintetis,  perubahan dan metabolisme, serta penyebaran secara
alami dan fungsi biologis dari  senyawa organik. Fitokimia atau kadang
disebut fitonutrien, dalam arti luas  adalah segala jenis zat kimia atau
nutrien yang diturunkan dari sumber tumbuhan, termasuk sayuran dan buah-
buahan.
Fitokimia atau kadang disebut fitonutrien, dalam arti luas adalah segala
jenis zat kimia atau nutrien yang diturunkan dari sumber tumbuhan,
termasuk sayuran dan buah-buahan.  Fitokimia adalah ilmu yang mempelajari
berbagai senyawa organik yang  dibentuk dan disimpan oleh tumbuhan, yaitu
tentang struktur kimia, biosintetis,  perubahan dan
metabolisme, serta penyebaran secara alami dan fungsi biologis dari  senyawa
organik.
Langkah-langkah dalam analisis fitokimia meliputi pemisahan,pemurnian
dan identifikasi. Tahap pemisahan dapat dilakukan dengan kromatografi.
Ekstraksi dan Fraksionasi diperuntukan dalam tahap pemurnian sedangkan
uji-uji fitokimia dilakukan untuk identifikasi lebiih lanjut.

27
DAFTAR PUSTAKA

Habib. 2014. Cara Isolasi Minyak Atsiri. Available online at


http://farmacyku.blogspot.com/2012/10/cara-isolasi-minyak-atsiri.html
Iskandar, Y., dan Susilawati, Y. 2012. Panduan Praktikum Fitokimia. Fakultas
Farmasi Universitas Padjadjaran: Jatinangor.
Lisdawati,Vivi., Sumali Wiryowidagdo., L dan Broto S. Kardono. 2007. “Isolasi
Dan Elusidasi Struktur Senyawa Lignan Dan Asam Lemak Dari Ekstrak
Daging Buah Phaleria Macrocarpa”. Jurnal dan Buletin Penelitian
Kesehatan; Puslitbang Biomedis dan Farmasi Badan Litbangkes. Vol. 35.
Nurhari, Ogi. 2010. Uji Fitokimia-Terpenoid. Sekolah Tinggi Farmasi: Bandung.

Pipit. 2009. Labu Kuning dan Khasiatnya. Available online


athttp://www.kabarinews.com/article/Berita_Indonesia/Kesehatan/Labu_
Kuning_dan_Khasiatnya/33968. [ Diakses pada tanggal 23 Maret 2012]
Praptiwi, Puspa Dewi dan Mindarti Harapini, “Nilai Peroksida Dan Aktivitas Anti
Radikal Bebas Diphenyl Picril Hydrazil Hydrate (Dpph) Ekstrak Metanol
Knema laurina”, Majalah farmasi indonesia, 17(1), 32 –36.
Tasbih, Muh. 2011. Fitokimia. Available online at
http://tasbihgen.wordpress.com/2011/11/27/paper-fitokimia/
Thalib, ali. 2012. Fraksinasi. Available online at
http://darknessthe.blogspot.com/2012/01/fitokim-fraksinasi.html
Sarmoko, Maryani, R. TT. Labu Kuning (Cucurbita moschata Durch). Available
online at
http://ccrcfarmasiugm.wordpress.com/ensiklopedia/ensiklopedia-
tanaman-anti-kanker/l/labu-kuning/. [ Diakses pada tanggal 23 Maret
2012]
Sulianti, Sri Budi , Emma Sri Kuncari dan Sofnie M. Chairul. 2005. “Pemeriksaan
Farmakognosi Dan Penapisan Fitokimia Dari Daun Dan Kulit Batang
Calophyllum inophyllum dan Calophyllum soulatri”. B i o d i v e r s i t a
s ISSN: 1412-033x Volume 7.
Sumarnie, H.Priyono dan Praptiwi 2005. “Identifikasi Senyawa Kimia Dan
Aktivitas Antibakteri Ekstrak Piper sp. Asal papua”. Puslit.Biologi-LIPI.

Anda mungkin juga menyukai