Disusun oleh
Kelompok C1
BAGIAN FARMASETIKA
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS JEMBER
2014
I.TUJUAN PRAKTIKUM
Mahasiswa mampu memformulasikan sediaan semisolida dan mengetahui tujuan dan
sasaran penggunaan sediaan tersebut serta mengetahui evaluasi yang dilakukan terhadap
sediaan semisolida agar memenuhi semua spesifikasi mutu yaitu aman, efektif, stabil
( secara fisika, kimia, mikrobiologi, farmakologi dan toksikologi) dan dapat diterima oleh
konsumen.
Dalam pemilihan basis salep untuk memformulasi suatu bahan aktif menjadi
sediaan semisolida, harue mempertimbangkan faktor-faktor sebagai berikut :
1. Sifat pelepasan yang diinginkan dari bahan obat yang ada dalam sediaan salep
2. Sifat pelembaban yang diinginkan
3. Tingkat stabilitas bahan obat
4. Faktor lain yang berhubungan dengan pencapaian tujuan pengobatan
Penggolongan Krim
Krim terdiri dari emulsi minyak dalam air atau dispersi mikrokristal asam-asam lemak atau
alkohol berantai panjang dalam air yang dapat dicuci dengan air dan lebih ditujukan untuk
pemakaian kosmetika dan estetika. Ada dua tipe krim, yaitu:
1. Tipe a/m, yaitu air terdispersi dalam minyak
Contoh : cold cream
Cold cream adalah sediaan kosmetika yang digunakan untuk maksud memberikan rasa
dingin dan nyaman pada kulit, sebagai krim pembersih, berwarna putih dan bebas dari
butiran. Cold cream mengandung mineral oil dalam jumlah besar.
2. Tipe m/a, yaitu minyak terdispersi dalam air
Contoh: vanishing cream
Vanishing cream adalah sediaan kosmetika yang digunakan untuk maksud
membersihkan, melembabkan dan sebagai alas bedak. Vanishing cream sebagai pelembab
(moisturizing) meninggalkan lapisan berminyak/film pada kulit (Anief,1996).
Pemilihan bahan tambahan untuk krim harus sesuai dengan syarat-syarat yaitu harus
inert, stabil secara fisik dan kimia, tidak mempengaruhi biovailabilitas dari obat, tidak menjadi
media pertumbuhan dari mikroorganisme patigenis serta memiliki harga yang ekonomis.
Pemilihan zat pengemulsi harus disesuaikan dengan jenis dan sifat krim yang dikehendaki
sebagai zat pengemulsi dapat digunakan emulgid, lemak bulu domba, setasium, cetil alcohol,
trietanolaminil sterarat dan golongan sorbitol, polysorbate, polyethilen alcohol, sabun
(Anief,1996) .
Penggunaan krim yaitu :
Sebagai sediaan pembawa untuk melindungi kulit.
Kemungkinan digunakan sebagai barier fisika atau kimia pada sedaiaan krim.
Pertolongan pertama pada bahan pelembab khususnya air dalam minyak.
Pembersih.
Mempunyai efek emolien.
Sebagai pembawa untuk bahan-bahan obat seperti anastesi local, anti inflamasi (NASID
atau kortikosteroid ), hormon anti biotik, anti fungi, atau anti iritasi.
Kelebihan dan kekurangan sediaan krim
Kelebihan sediaan krim, yaitu:
1. Mudah menyebar rata
2. Praktis
3. Mudah dibersihkan atau dicuci
4. Cara kerja berlangsung pada jaringan setempat
5. Tidak lengket terutama tipe m/a
6. Memberikan rasa dingin (cold cream) berupa tipe a/m
7. Digunakan sebagai kosmetik
8. Bahan untuk pemakaian topikal jumlah yang diabsorpsi tidak cukup beracun.
Kekurangan sediaan krim, yaitu:
1. Susah dalam pembuatannya karena pembuatan krim harus dalam keadaan panas.
2. Gampang pecah disebabkan dalam pembuatan formula tidak pas.
3. Mudah kering dan mudah rusak khususnya tipe a/m karena terganggu sistem
campuran terutama disebabkan oleh perubahan suhu dan perubahan komposisi
disebabkan penambahan salah satu fase secara berlebihan (Anief,1996)
3. Gel
Gel merupakan system semi padat yang terdidi dari suspense yang dibuat dari
partikel anorganik yang kecil atau molekul organic yang besar, terpenetrasi oleh suasana
cairan (Depkes RI, 1995).
Gel merupakan formula semisolid tidak berminyak yang diguanakan untuk
pemakaian kulit bagian luar dan umumnya tembus cahaya. Sediaan gel dibuat dengan
menggunakan gelling agent, yang merupakan polimer yang dibentuk dari matrik tiga
dimensi karena adanya derajat cross-linking yang tinggi atau berhubungan dengan adanya
hidrasi dan dispersi atau kelarutan dalam pelarut. Gelling agent umumnya digunakan
dengan konsentrasi 0.5-10%. Gelling agent membatasi pergerakan pelarut dengan
memerangkap pelarut sehingga menghasilkan peningkatan viskositas. Gel mengandung
lebih banyak air daripada sediaan salep atau krim. Beberapa sediaan gel mengandung
alcohol dalam formulanya. Adanya kombinasi 2 pelarut (air dan alkohol) sehingga
meningkatkan kelarutan obat. Alcohol juga berfungsi sebagai enhancer yang membantu
meningkatkan penetrasi obat kedalam kulit. Gel yang mengnadung alcohol dalam
presentasi yang besar dapat mongering secara spontan ketika sediaan gel diaplikasikan ke
kulit serta memberikan sensasi dingin (Gibaldi et al, 2007).
Gel dapat berwarna jernih jika seluruh partikel penyusunnya terlarut dalam
pelarut yang disebut juga dengan gel fase tunggal sedangkan gel yang keruh dan adanya
perbedaan dispersi partikel penyusun dalam matrik disebut dengan gel dua fase, tetapi
umumnya gel dengan warna jernih (gel fase tunggal) lebih banyak digunakan (Gibaldi et
al, 2007).
Gelling agent terdiri dari carbomer (dengan nama dagang caropols), derivate
selulose, poloxamers (dengan nama dagang pluronics) dan gum alami seperti acacia atau
sodium alginate, xanthan, atau tragacanth (Gibaldi et al, 2007).
Gel juga dapat dikelompokkan menjadi gel lipofilik dan gel hidrofilik. Gel
lipofilik (oleogel) merupakan gel dengan basis yang terdiri dari paraffin cair, polietilen
atau minyak lemak yang ditambahkan dengan silica koloid atau sabun-sabun aluminium
atau seng. Sedangkan gel hidrifilik, basisnya terbuat dari air, gliserol atau propilen glikol
yang ditambahkan dengan gelling agent seperti amilum, turunan selulosa, carbomer dan
turunan magnesium-aluminium silikat (Gaur et al, 2008).
4. Pasta
Pasta merupakan sediaan semipadat (massa lembek) yang mengandung satu atau
lebih bahan obat yang ditujukan untuk pemakaian topical. Biasanya dibuat dengan
mencampur bahan obat yang berbentuk serbuk dalam jumlah besar dengan vaselin atau
paraffin cair atau dengan bahan dasar tidak berlemak yang dibuat dengan gliserol,
mucilage atau sabun. Digunakan sebagai antiseptic atau pelindung kulit. (Soeosilo,1995)
Sediaan pasta sama dengan sediaan salep dimaksudkan untuk pemakaian luar
pada kulit. Tetapi juga memiliki perbedaan dengan sediaan salep, yaitu pada sediaan salep
kandungan secara umum persentase bahan padat lebih sedikit, sedangkan pada pasta
persentase kandungan bahan padat lebih banyak. Selain itu pasta lebih kental dan lebih
kaku dibanding sediaan salep. Karena persentase bahan padat lebih tinggi, maka secara
umum daya absorbsi pasta lebih besar.
Beberapa pasta yang digunakan saat ini adalah Pasta Gigi Triamsinilon Asetonid.
Preparat anti inflamasi dipakai secara topical pada mukosa di selaput mulut dan Pasta Zink
Oksida.
Pasta Zinc Oksida dibuat dengan cara menggerus dan mencampurkan 25% masing
masing zink, amilum dan vaselin putih. Pasta ini mampu mengabsorbsi air jauh lebih
baik daripada Salep Zink Oksida dan digunakan sebagai astringen dan pelindung. (Ansel,
1989)
.
2.4 Histamin
Histamin adalah senyawa normal yang ada di dalam jaringan tubuh, yaitu pada jaringan
sel mast dan peredaran basofil, yang bberperan terhadap beberapa fisiologis penting. Histamine
dikelurakan dari tempat pengikatan ion pada pengikatan komplek heparin-protein dalam sel
mast, sebagai hasil reaksi antigen-antibodi, bila ada rangsangan senyawa allergen. Senyawa ini
dapat berupa spora, debu rumah, sinar ultraviolet, cuaca, racun, tripsin, dan enzim, zat makanan,
obat, dan beberapa turunan amin. Histamine dapat dimetabolisis melalui reaksi oksidasi, N-
metilasi, dan aseilasi.
Histamin menimbulkan efek yang bervariasi pada beberapa organ, antara lain yaitu :
1. Vasodilatasi kapiler sehingga permeable terhadap permeable terhadap cincin dan plasma
protein sehingga menyebabkan sembab, rasa gatal, dermatitis, urtikaria.
2. Merangsang sekresiasam lambung sehingga menyebabkan tukak lambung.
3. Meningkatkan sekresi kelenjar
4. Meningkatkan sekresi otot polos bronkus dan usus
5. Mempercepat kerja jantung
6. Menghambat kontraksi uterus
Histamin adalah mediator kimia yang dikelurakan pada fenomena alergi, penderita yang
sensitive terhadap histamine atau mudah terkena alergi dikarenakan jumlah enzim-enzim yang
dapat merusak histamine di tubuh, seperti histaminases dan aminooksidase, lebih rendah dari
normal. Histamine tidak digunakan untuk pengobatan, garam fosfatnya digunakan untuk
mengetahui berkurangnya sekresi asam lambung, untuk diagnosis karsinoma lambung dan untuk
control positif pada uji alergi kulit.
Mekanisme kerja :
Histamin dapat menimbulkan efek bila berinteraksi dengan reseptor, histaminergik yaitu
reseptor H1, H2, dn H3. Interaksi histamine dengan reseptor H1 menyebabkan kontraksi pada
otot polos usus dan bronki, meningkatkan permeabilitas vaskuler dan meningkatkan sekresi
muskus, yang dihubungkan dengan peningkatan cGMP dalam sel. Interaksi dengan reseptor H1
juga dapat menyebabkan vasodilatasi arteri sehingga permeable terhadap cairan dan plasma
protein, yang menyebabkan sembab, dermatitis dan urtikaria. Efek ini di blok oleh antagonis H1.
Interaksi histamin dengan reseptor H2 dapat meningkatkan sekresi asam lambung dan
kecepatan kerja jantung. Produksi asam lambung disebabkan penurunan cGMP dalam sel dan
peningkatan cAMP. Peningkatan sekresi asam lambung dapat menyebabkan efek tukak lambung.
Efek ini di blok oleh antagonis H2.
Reseptor H3 adalah reseptor histamine yang baru ditemukan pada tahun 1987 oleh
Arrang dan kawan-kawan, terletak pada ujung saraf aringan ottak dan jaringan perifer, yang
mengontrol sintesis dan pelepasan histamine, mediator alergi lain, peradangan. Efek ini di blok
oleh antagonis H3
Difenhidramin HCl (benadryl),merupakan antihistamin kuat yang mempunyai efek
sedatif dan antikolinergik,Senyawa ini digunakan untuk pengobatan berbagaia reaksi alergi
seperti pruritik, urtikaria, ekzem, dermatitis atopik, rhinitis, untuk antipasmodik (antikolinergik),
antiemetik dan obat batuk. Difenhidramin diikat oleh plasma protein 80 -98%,kadar plasma
tertinggi dicapai 2 4 jam setelah pemberian oral,dengan waktu paro plasma 9 jam.
Difenhidramin merupakan turunan eter aminoalkil yang pertama kali digunakan sebagai
antagonis-H1. Studi hubungan kuantitatif turunan difenhidramin oleh Kutter dan Hansch
menunjukkan bahwa sifat lipofilik dan sterik mempengaruhi aktivitas antihistamin dan pengaruh
sifat sterk lebih dominan dibanding sifat lipofilik.
Antihistamin adalah obat yang dapat mengurangi atau menghilangkan kerja histamin
dalam tubuh melalui mekanisme penghambatan bersaing pada sisi reseptor H1, H2, dan H3.
Berdasarkan hambatan pada reseptor khas, antihistamin dibagi menjadi 3 kelompok yaitu
antagonis-H1, antagonis-H2, dan antagonis-H3. Antagonis-H1 digunakan untuk pengobatan gejala-
gejala akibat reaksi alergi. Antagonis-H2 digunakan untuk mengurangi sekresi asam lambung
pada pengobatan penderita tukak lambung. Antagonis-H3 sampai sekarang belum digunakan
untuk pengobatan, masih dalam penelitianlebih lanjutdan kemungkinan berguna dalam
pengaturan sistem kardiovaskular, pengobatan alergi dan kelainan mental.
Antagonis H1 sering pula disebut antihistamin klasik atau antihistamin H1,adalah
senyawa yang dalam kadar rendah da[at menghambat secara bersaing kerja histamine pada
jaringan yang mengandung reseptor H1. Penggunaan mengurangi gejala alergi karena musim
atau cuaca,misalnya radang selaput lender hidung, bersin, gatal pada mata, hidung dan
tenggorokan, dan gejala alergi pada kulit, seperti pruritik, urtikaria, ekzem, dan dermatitis. Selain
itu antagonis H1 juga digunakan sebagai antiemetik, antimabuk, antiparkinson, antibatuk,
sedative, antipisikotif dan anastesi setempat. Antagonis H1 kurang efektif untuk pengobatan
asma bronchial dan syok anafilatik. Kelompok ini menimbulkan efek potensial dengan alcohol
dan obat penekan system saraf pusat lain.
Hubungan struktur dan aktifitas antagonis H1
a) Gugus aril yang bersifat lipofil kemungkinan membentuk ikatan hidrofob dengan ikatan
reseptor H1.
b) Secara umum untuk mencapai aktivitas optimal, atom pada N pada ujung amin tersier.
c) Kuartenerisasi dari nitrogen rantai samping tidak selalu menghasilkan senyawa yang kurang
efektif.
d) Rantai alkil antara atom X dan N mempunyai aktifitas antihistamin optimal bila jumlah atom
C = 2 dan jarak antara pusat cincin aromatic dan N alifatik = 5 -6 A
e) Factor sterik juga mempengaruhi aktifitas antagonis H1
f) Efek antihistamin akan maksimal jika kedua cincin aromatic pada struktur difenhidramin tidak
terletak pada bidang yang sama
b. Turunan etilendiamin
Rumus umum ; Ar(Ar)N-CH2-CH2-N(CH3)2
Merupakan antagonis H1 dengan keefektifan yang cukup tinggi, meskipun penekan system saraf
dan iritasi lambung cukup besar.
e. Turunan fenotiazin
Selain mempunyai efek antihistamin, golongan ini juga mempunyai aktivitas tranquilizer, serta
dapat mengadakan potensiasi dengan obat analgesic dan sedativ.
Mekanisme kerja ;
Memunyai struktur serupa dengan histamine yaitu mengandung cincin imidazol, tetapi yang
membedakan adalah panjang gugus rantai sampingnya.
Sekresi asam lambung dipengaruhi oleh histamine, gastrin, dan asetilkolin, antagonis H2
menghambat secara langsung kerja hstamin pada sekresi asam lambung dan menghambat kerja
potensial histamine pada sekresi asam yang dirangsang oleh gastrin atau asetilkolin, sehingga
histamine mempunyai efikasi intrinsic dan efikasi potensial, sedang gastrin dan aetilkolin hanya
mempunyai efikasi potensial
Hubungan struktur dan aktivitas
a. Modifikasi pada cincin
Cincin imidazol dapat membentuk 2 tautomer yaitu ; N-H dan N-H. bentuk N-H lebih
dominan dan diperlukan untuk aktivitas antagonis H2 dan mempunyai aktifitas 5 kali lebih kuat
daripada N-H
b. Modifikasi pada rntai samping
Untuk aktivitas optimal cincin harus terpisah dari gugus N oleh 4 atom C atau ekivalennya.
Pemendekan rantai dapat menurunkan aktivitas antagonis H2, sedangkan penambahan panjang
pada metilen dapt meningkatkan antagonis H2. Pengantian 1 gugus metilen pada rantai samping
dengan isosteriktioeter maka dapat meningkatkan aktivitas antagonis.
c. Modifikasi pada gugus N
Penggantian gugus amino rantai samping dengan gugus guanidine yang bersifat basa kuat maka
akan menghasilkan efek antagonis H2 lemah dan masih bersifat parsial agonis. Penggantian
gugus guanidine yang bermuatan positif dengan gugus tiorurea yang tidak bermuatan atau tidak
terionisasi pada pH tubuh dan bersifat polar serta maih membentuk ikatan hydrogen maka akan
menghilangkan efek agonis dan memberikan efek antagonis h2 100 x lebih kuat dibanding N-H.
Berikut adalah makro rute obat berpenetrasi ke dalam kulit beserta pengobatannya (Barry,1983)
3. Stabilitas Fisika
Sifat sifat fisika seperti organoleptis, keseragaman, kelarutan dan viskositas
tidak berubah (USP XII, p.1703)
BJ > 1 g/mL.
4. Stabilitas Kimia
Secara kimia inert sehingga tidak menimbulkan perubahan warna, pH, dan
bentuk sediaan (USP XXII : 1703)
5. Stabilitas Mikrobiologi
Tidak ditemukan pertumbuhan mikroorganisme selama waktu edar. Jika
mengandung preservatif harus tetap efektif selama waktu edar
Mikroorganisme yang tidak boleh ditemukan pada sediaan : Salmonella spp,
E. Coli, Entrobacter spp., P. aeruginosa, Clostridium spp., Candida albicans (
Lachman, p 468).
Tidak ditemukan pertumbuhan mikroorganisme selama waktu edar.
Mikroorganisme yang tidak boleh ditemukan pada sediaan : Salmonella spp.; E.coli;
Enterobacter spp.; P.aureginosa; Clostridium spp.; Candida albicans
6. Stabilitas Toksikologi
Pada penyimpanan maupun pemakaian tidak boleh ada kenaikan toksisitas
(USP XXII, p.1703)
7. Stabilitas Farmakologi
Selama penyimpanan dan pemakaian efek terapeutiknya harus tetap sama
(USP XII, p. 1703).
8. Dapat Diterima
Mempunyai estetika, penampilan, bentuk yang baik serta menarik sehingga menciptakan
rasa nyaman pada saat penggunaan ( USP XII, p. 1346 1347)
III. STUDI PRAFORMULASI BAHAN AKTIF
Tabel 1, Hasil Studi Pustaka Bahan Aktif
NO. Bahan Aktif Efek Utama Efek Karakteristi Karakteristi Sifat lain
Samping k Fisik k Kimia
1. Azelastine Sebagai Iritasi kulit, Larut dlm 40% dosis
hidroklorida antihisamin h1 menyebabk air, dehidrat berada
bloker. an kulit alkohol dan disistemik
digunakan kemerahan diklorometa jika diberi
secara topikal na secara
(martindale,
untuk terapi intranasal.
p 568)
rhinitis dan (martindale,
konjngtivitis p 568)
(martindale, p
568)
2. Astemizole Sebagai non- Iritasi kulit, Serbuk
sedasi menyebabk putih,
Kelarutan:
antihistamin, an kulit
tidak larut
tidak memiliki kemerahan,
air, larut
efek sedatif dan gatal gatal.
dalam
antimuskarinik.
alkohol,
digunakan untuk
mudah larut
rhinitis,
dalam metil
urtikaria. alkohol dan
Metabolit aktif
diklorometa
dari astemizole
na
digunakan (martindale,
sebagai H1- p 567)
bloker
(martidle,p 567)
3. Diphenhidra Sebagai
min antihistamin
4. Bromazine Sebagai Iritasi kulit, Kelarutan: pka 8,6 Preparasinya
(Clarke's
Hydrochlorid anthihistamin menyebabk larut dalam tidak boleh
Analysis of
e dan an kulit air(1:1), terlalu lama
Nama lain Drugs and
antimuskarinik kemerahan dalam karena baunya
bromodiphen Poisons)
dengan efek alkoholdan dapat
hidramin
sedatif. klorofrom(1 menyebabkan
hidroklorida Biasanya
:2), 1:3500 pingsan
digunakan untuk (martindale, p
dalam eter,
mengatasi batuk 569)
1:31
dan demam
isopropil
(martindale, p
alkohol,
569)
tidak larut
dalam
pertoleum
(martindale,
p 569)
5 Difenhidrami Sebagai Iritasi kulit, Pemerian: pH 4- 6 Diphenhydram
ruam-ruam,
n HCl anthihistamin putih tidak pada 5% ine
gatal-gatal,
dan berbau, rasa larutan air. menghambat
(martindale,
T1/2 = 2,4-
antimuskarinik. pait, disertai sitokrom P450
p 577)
9,3 jam
digunakan untuk rasa tebal isoenzim
Absorbsiny
Kelarutan :
mengatsi gejala CYP2D6 yang
a
Mudah larut
alergi termasuk ikut
dipengaruhi
dalam air,
urtikaria dan bertanggung
oleh first-
dalam
angioedema, jawab atas
pass
etanol
rhinitis dan metabolisme
metabolism
(95%)P, dan
konjungtivitis, beberapa obat
ae.
kloroform P,
dan gangguan BM : beta blockers
kulit pruritus. sangat sukar 291,82 termasuk
juga digunakan larut dalam metoprolol dan
(martindale,
sebagai eter P, agak
p 577)
antiemetik sukar larut venlafaxine
dalam dalam antidepresan.
(martindale, p
pengobatan aseton P.
577)
mual dan
Kelarutan
muntah. Larut 1:1
(martindale, p
dalam air,
577)
1:2 dalam
ethanol,
1:50 aseton,
1:2
kloroform
(Clarke's
Analysis of
Drugs and
Poisons)
6 Dipnenydram Sebagai Iritasi kulit, Pemerian: pH 7.1-7.6
(brithis
in Teoclas antihistamin serbuk
phramacopo
yaitu bloker- H2 halus putih,
iea, p 1979)
reseptor tidak
berbau, rasa
(martindale, p
pait diikuti
576)
rasa tebal.
Kelarutan :
sukar larut
dalam air,
mudah larut
dalam
etanol
(96%)p dan
kloroform
p, agak
sukar larut
dalam eter p
()
Larut dalam
1:2 etanol,
1:2
kloroform,
larut dalam
benzene
(Clarke's
Analysis of
Drugs and
Poisons)
PERHITUNGAN :
Difenhidramin HCl
Nipagin
Nipasol
Propilen glikol
Aqua rosae
Cera alba
Vaselin alba
TEA
Aquades
HO OH
N
HO
triethanolamine
Pemerian : bersih, agak berwarna kekuningan, terdiri dari 2,2,2-nitrilotriethanol
2,2-iminobisethanol (diethanolamine) dan sedikit 2-aminortanol
(monoethanolamin).
Kelarutan : Larut dalam aseton, karbontetraklorida, methanol, dan air. Larut dalam 24
bagian benzene dan 63 bagian etileter.
Penggunaan : emulsifying agent ( 2-4 % v/v).
pH : 10.5 (0.1 N solution)
titik lebur : 20-21 oC
Inkompatibilitas : asam mineral membentuk Kristal garam dan ester. Dengan asam lemak
tinggi akan membentuk garam yang larut dalam air. Bereaksi dengan tembaga
membentuk kompleks garam.
e. Propilen Glikol (HPE, 592)
Sinonim:1,2-propanediol, propane- 1,2-diol, methyl glycol, methyl ethylene glycol, 1,2-
dihidroxypropane.
Rumus struktur :
H H H
H C C C OH
H OH H
Pemerian : tidak berwarna, kental, praktis tidak berbau, rasa manis, rasa sedikit
tajam menyerupai gliserin.
Titik lebur : 99 C
Kelarutan : Larut dalam air, aseton, alkohol, glycerin, dan kloroform, larut dalam
eter dengan perbandingan 1: 6, tidak larut dengan minyak mineral, dengan
fixed oil, tetapi dapat bercampur dengan beberapa minyak essensial.
Penggunaan : Propilenglikol berfungsi sebagai kosolven dapat meningkatkan kelarutan
bahan obat. Sehingga meningkatkan penetrasinya melalui membran kulit
untuk mencapai tempat aksinya. Penggunaan untuk sediaan topical 15%,
untuk sediaan semisolida 15%-30%
Inkompatibilitas : inkompatibel dengan reagen oksidator seperti kalium permanganate.
f. Aquadest
Pemerian : cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau, tidak berasa.
VII.METODE
Alat:
1. Mortir
2. Stamper
3. Timbangan analitik
4. Beaker glass
5. Gelas ukur
6. Batang pengaduk
7. Sudip
Bahan:
1. Difenhidramin HCl
2. Asam askorbat
3. Nipagin
4. Nipasol
5. Propilen glikol
6. Aqua rosae
7. Vanishing krim base
Cara Kerja
Fase Minyak
(a)Larutan nipagin dan propilen glikol (b)Larutan nipasol dan propilen glikol
Campuran II
Difenhidramin HCl 0.4g, Asam Campuran II
askorbat 0.2g
Campuran diaduk ad
homogen
Campuran III
Pembuatan Krim
Krim jadi
1. Uji organoleptis
Pengamatan organoleptis meliputi warna, bau, dan bentuk sediaan. Evaluasi pertama
yang dilakukan adalah mengamati warna, bau dan bentuk sediaan
2. Uji pH sediaan (Juwita, 2013)
Uji stabilitas sediaan dapat dilihat berdasarkan ada atau tidaknya flokulasi, creaming, dan
coalescent. Pengujian ini dilakukan selama 1 minggu dengan menyimpan sediaan krim
pada wadahnya. Kemudian diamati selama 1 minggu apaakah terjadi perubahan atau
tidak. Misalnya terpisahnya fase minyak dengan fase air, mengendapnya bahan-bahan di
bagian bawah.
GRAFIK
Daya sebar
(cm)
Proses pembuatan yang kedua didapatkan hasil krim seperti yang diinginkan. Pada proses
ini suhu antara fase cair, fase minyak, dan tempat pembuatan benar-benar dijaga. Selanjutnya
diaduk pelan-pelan dan konstan hingga terbentuk masa krim yang bagus. Dari pembuatan yang
kedua ini didapat hasil krim yang berwarna putih susu, lembut, dan tidak memisah. Setelah
pembuatan skala lab yang kedua ini selesai dan berhasil dilanjutkan ke pembuatan skala besar
yaitu 200 gram.
Setelah didapat sediaan dengan skala besar, dalam praktikum ini dibuat sebanyak 200
gram, kemudian dilakukan uj evaluasi terhadap sediaan yang meliputi uji organoleptis, uji
viskositas, uji pH, uji tipe krim, dan uji daya sebar. Hasil dari evaluasi sediaan krim
Definhidramin yang telah dilakukan sebagai berikut :
Dari lima macam evaluasi yang telah dilakuan, hampir semua hasil evaluasi memenuhi
spesifikasi yang telah direncanakan. Setelah melalui berbagai uji dan dinyatakan sesuai dengan
spesifikasi yang telah ditentuka, maka krim dikemas sebagai krim antihistamin yang digunakan
untuk mengurangi rasa gatal akibat alergi pada kulit.
IX. Kesimpulan
1. Saat pembuatan krim dengan cara peleburan, keadaan suhu yang sama antara kedua fase
sangatlah penting, hal ini dapat menjadi salah satu alasan kegagalan pembentukan emulsi
2. Sediaan krim anti alergi yang dibuat kali ini menggunakan basis vanishing cream
3. Krim yang dibuat memenuhi spesifikasi yang diinginkan.
Reynolds, James E.F. 1982. Martindale the Extra Pharmacopoeia 28th Edition. London:
The Pharmaceutical Press
Sanna, Vanna,dkk.2010. Development of New Topical Diphenhydramin Hydrochlorida: In
Vitro Preliminary Studies. International Journal of PharmTech Research
Sirait, Midian, dkk. 1979. Farmakope Indonesia III. Jakarta: Departemen Kesehatan
Republik Indonesia
Sirait, Midian, dkk. 2010. ISO Indonesia volume 45. Jakarta : PT. ISFI.
Siswandono dan Bambang, S. 2000. Kimia Medisinal Organik II, Surabaya : Airlangga
University Press
Soeosilo, Slamet, dkk. 1995. Farmakope Indonesia IV. Jakarta: Departmen Kesehatan
Republik Indonesia