Anda di halaman 1dari 14

JURNAL PRAKTIKUM FITOKIMIA

TUGAS I
“IDENTIFIKASI SENYAWA
GOLONGAN ALKALOIDA (Ekstrak Piper nigrum L.)”

Disusun Oleh:

Nabilah Utari
(201610410311061)
Kelompok 4
Farmasi B

Dosen Pembimbing:
Drs. Herra Studiawan, M.Si.
Siti Rofida, M.Farm., Apt.
Amaliyah Dina Anggraeni, M.Farm., Apt

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVESITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2019
IDENTIFIKASI SENYAWA
GOLONGAN ALKALOIDA (Ekstrak Piper nigrum L.)

1.1 TUJUAN
Mahasiswa mampu melakukan identifikasi senyawa golongan alkaloida dalam tanaman.
1.2 TINJAUAN PUSTAKA
Golongan alkaloid adalah golongan senyawa yang mempunyai struktur heterosiklik dan
mengandung atom N di dalam intinya. Sifat umum yang dimiliki oleh golongan senyawa ini
adalah basa, rasa pahit, umumnya berasal dari tumbuhan dan berkhasiat secara farmakologis.
Struktur golongan alkaloid amat beragam, dari yang sederhana sampai yang rumit. nikotin adalah
contoh yang sederhana (Lexicons, 1896).
Alkaloid telah dikenal karena pengaruh fisiologinya terhadap mamalia dan pemakaiannya
di bidang farmasi, tetapi fungsinya dalam tumbuhan hampir sama sekali kabur. Sifat alkaloid :
1. Mengandung atom N dan bersifat basa
2. Bereaksi dengan logam dan mengendap
3. Alkaloid yang mengandung atom O bersifat padat dan dapat dkristalkan pada suhu
kamar, kecuali poliketida dan arekolin
4. Alkaloid yang tidak mengandung atom O bersifat cairan dan mudah menguap serta
menimbulkan bau yang sangat kuat
5. Banyak terdapat di tumbuhan daripada di hewan
6. Disintesis dari asam amino
7. Larut membentuk garam, yang bersifat lebih larut dalam air pelarut organik, Sebaliknya.
alkaloid sendiri lebih larut dalam pelarut organik daripada air
Semula disarankan oleh Liebig bahwa alkaloid, karena sebagian besar bersifat basa, dapat
mengganti basa mineral dalam mempertahankan kesetimbangan ion dalam tumbuhan
(Padmawinata, 1995).
Senyawa yang mengandung alkaloid lainnya adalah opium. Opium adalah getah mentah dari
polong biji tumbuhan opium. Jika getah ini dimurnikan, diperoleh dua alkaloid penting, morfina
dan kodeina yang dapat dipisahkan dalam bentuk murni. Morfina adalah obat anti nyeri paling
mujarab, banyak digunakan untuk mengatasi kesulitan manusia. Kodeina adalah analgetika yang
manjur dan penekan batuk. Senyawa ini sejak lama dipakai sebagai obat batuk, tetapi telah
diganti oleh dekstrometorfan, alkaloid sintetik yang sama ampuhnya (Lide, 1981).
A. Klasifikasi Piper nigrum L.
Kingdom : Plantae (tumbuhan)
Subkingdom : Trachobionta
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Piperales
Famili : Piperaceae
Genus : Piper
Gambar Piper nigrum L.
Spesies : Piper nigrum L.
(USDA chapman, 1982)
Piper nigrum L atau lada merupakan raja rempah-rempah, karena memiliki bau yang sangat
menyengat. Lada hitam sendiri mengandung amida fenolat, asam fenolat, dan flavonoid yang
bersifat antioksidan kuat. Selain itu juga mengandung piperin yang diketahui sebagai obat
analgesik, antipiretik, antiinflamasi, serta memperlancar proses pencernaan (Meghwal dan
Goswaml, 2012). Piperin adalah senyawa alkaloid yang paling banyak terkandung dalam lada
hitam dan semua tanaman yang termasuk dalam family piperaceae (evan, 1997).
Lada hitam yang belum masak yang mengandung kadar minyak atsiri atau tidak kurang dari ¼
b/v lada hitam ini memiliki bau aromatic khas dan rasa yang pedas. Simplisia dari piperis nigri
Fructus mengandung minyak atsiri berupa dipanten, limonene, alkaloida piperisa, dll. Tanaman
ini banyak digunakan sebagai local iritan dan karminativ (Materia Medika Indonesia IV, 1980).
B. Alkaloida
Alkaloida adalah senyawa organik yang terdapat di alam bersifat basa atau alkali karena
adanya atom (N) dalam molekul senyawa tersebut (Ikon, 1996). Alkaloida memiliki beberapa
sifat umum, diantaranya :
1. Tidak larut atau sukar larut dalam air (alkaloida yang bentuk garam mudah larut dalam
air).
2. Alkalida bersifat basa larut dalam ester, CHCl3 atau pelarut organik lainnya.
3. Kebanyakan alkaloida berbentuk Kristal padat, beberapa amorf.
4. Ikatan N dalam alkaloid biasanya dalam bentuk amin primer, sekunder, tersier, kuartener,
ammonium hdroksida dan semua ikatan N ini bersifat basa. ( Ragers MF, Wink M 1998)
C. Fungsi Alkaloid dalam tanaman
Sejumlah penjelasan logis yang baik, teori dan prinsip telah dikedepankan dengan
pertimbangan fungsi alkaloid atau alasan yang memungkinkan mengenai keberadaan alkaloid di
dalam tanaman. Akan sangat penting untuk megetahui lebih dalam dan mungkin memikirkan
dengan lebih baik mengenai kemungkinan pengetahuan tertentu yang telah diperoleh selama
beberapa tahun jika dijelaskan berdasarkan fungsi alkaloid, yaitu :
1. Sebagai zat beracun yang letaknya strategis di tumbuhan sehingga dapat melindungi
tumbuhan tersebut terhadap hewan herbivora atau serangga.
2. Sebagai by product yang mungkin pada berbagai reaksi detoksifikasi yang merupakan
senyawa pelindung metabolik.
3. Sebagai faktor pertumbuhan yang sangat teratur, dan
4. Sebagai zat cadangan pada tumbuhan yang menyuplai nitrogen atau unsur penting
lainnya terhadap pengaturan sumber yang tersedia pada tumbuhan tersebut.
(Materia Medika Indonesia IV, 1980)
D. Pembagian golongan alkaloida
1. Berdasarkan jenis cincin heterosiklik nitrogen:
a. Golongan Piridina : piperine, trigonelline, arecoline, cytisine, lobeline,
nikotina.
b. Golongan Pyrrolidine : hygrine, cuscohygrine, nikotina
c. Golongan Tropane: atropine, kokaina, scopolamine,
d. Golongan Kuinolina : kuinina, kuinidina, dihidrokuinina, dihidrokuinidina,
strychnine, brucine, veratrine, cevadine
e. Golongan Isokuinolina : alkaloid-alkaloid opium (papaverine, narcotine,
narceine), hydrastine, emetine.
f. Alkaloid Fenantrena : alkaloid-alkaloid opium (morfin, codeine, thebaine)
g. Golongan Phenethylamine: mescaline, ephedrine, dopamin
h. Golongan Indola :
a) Tryptamines: serotonin, psilocybin
b) Ergolines (alkaloid-alkaloid dari ergot ): ergine, ergotamine, lysergic Acid
c) Beta-carboline: harmine, harmaline, tetrahydroharmine
d) Alkaloid Vinca: vinblastine, vincristine
2. Berdasarkan jenis tumbuhan darimana alkaloida ditemukan
Cara ini digunakan untuk menyatakan jenis alkaloida yang pertama-tama ditemukan pada
suatu jenis tumbuhan. Berdasarkan cara ini, alkaloida dapat dibedakan atas beberapa jenis yaitu:
a) Alkaloida tembakau,
b) Alkaloida amaryllidiaceae,
c) Alkaloida erythrine dan lainnya.
3. Berdasarkan asal-usul biogenetik.
Dari biosintesa alkaloida menunjukkan bahwa alkaloida berasal dari beberapa asam amino yang
dapat dibedakan menjadi :
a) Alkaloida alisiklik (berasal dari asam-asam amino ornitrin & lisin)
b) Alkaloida aromatik jenis fenilalanin (berasal dari fenilalanin, tirosin & 3,4-
dihidrofenilalanin) Alkaloida aromatik jenis indol (berasal dari triptopan)
4. Menurut Hegnauer, merupakan system klasifikasi yang paling banyak diterima:
a) Alkaloida sesungguhnya
Alkaloida ini merupakan racun, senyawa tersebut menunjukkan aktivitas fisiologis yang
luas, hampir tanpa terkecuali bersifat basa, umumnya mengandung nitrogen dalam cincin
heterosiklik, diturunkan dari asam amino, biasanya terdapat dalam tanaman sebagai garam asam
organik. Ada pengecualian “aturan” tersebut adalah kolkhisin dan asam aristolokhat yang
bersifat bukan basa dan tidak memiliki cincin heterosiklik dan alkaloid quartener, yang bersifat
agak asam daripada bersifat basa.
b) Protoalkaloida
Protoalkaloid merupakan amin yang relatif sederhana dimana nitrogen dan asam amino
tidak terdapat dalam cincin heterosiklik. Protoalkaloida diperoleh berdasarkan biosintesis dari
asam amino yang bersifat basa. Pengertian ”amin biologis” sering digunakan untuk kelompok
ini. Contoh, adalah meskalin, ephedrin dan, N-dimetiltriptamin.
c) Pseudoalkaloida
Pseudoalkaloid tidak diturunkan dari prekursor asam amino. Senyawa biasanya bersifat basa.
Ada dua seri alkaloid yang penting dalam khas ini, yaitu alkaloid steroidal (contoh: konessin)
dan purin (kaffein)
E. Identifikasi Senyawa Alkaloid
Cara identifikasi : sebanyak 5 ml sampel dibasakan dengan laritan amonium 10% (tes dengan
kertas pH) kemudian dipartisi dengan kloroform (2 X 5ml). Fraksi kloroform digabungkan lalu
diasamkan dengan HCl 1 M. Larutan asam dipisahkan dan diuji dengan pereaksi dragendorf atau
mayer. Endapan kuning jingga atau putih menunjukan adanya alkaloid (Materia Medika
Indonesia IV, 1980).
Tujuan penambahan Ammonia berfungsi untuk membasakan dan pengendapan alkaloid agar
dapat diperoleh alkaloid dalam bentuk garam atapun alkaloid dalam bentuk basa bebas.
Kloroform digunakan dengan tujuan dapat menarik senyawa alkaloid karena alkaloid
mempunyai kelarutan yang baik dalam kloroform, alkohol, tetapi tidak larut dalam air meskpun
dapat larut dalam air panas. Setelah itu diberikan pereaksi dragendorf dimana jika terbentuk
endapan kuning jingga berarti terdapat alkaloid atau pereaksi mayer bila terdapat endapan putih
menunjukan adanya alkaloid (Materia Medika Indonesia IV, 1980).
Ekstraksi senyawa alkaloida dilakukan dengan metode maserasi. Metode ini dipilih karena
pekerjaan dan peralatan yang digunakan sederhana dan mudah diperoleh maseratnya serta proses
perendaman yang cukup lama dapat diharapkan dapat menarik lebih banyak zat aktif yang
terkanddung didalam simplisia. (Materia Medika Indonesia IV, 1980).
Reaksi pengendapan, dibagi dalam 4 golongan sebagai berikut :
1. Golongan I : Larutan percobaan dengan alkaloida membentuk garam yang
tidak larut, asam slikowol franat, asam fosfomolibdat LP, dan asam
fosfowolframat LP.
2. Golongan II : Larutan percobaan yang dengan alkaloida membentuk senyawa
kompleks bebas,kemudian memebentuk endapan; bouchardat LP
dan Wagner LP.
3. Golongan III : Larutan percobaan yang dengan alkaloida membentuk senyawa a
adisi yang tidak larut; mayer LP, dragendorff LP, dan marmer LP.
4. Golongan IV : Larutan percobaan yang dengan alkaloida membentuk ikatan
asam organic dengan alkaloida; Harger LP.
Prosedur :
Meliputi ekstraksi sekitar 20 gram bahan tanaman kering yang disebut dengan 80% etanol
setelah dingin, disaring. Residu dicuci dengan 80% etanol dan kumpulan filtrat diuapkan residu
yang tertinggal dilarutkan dalam air, diasamkan dengan asam klorida 1% dan diendapkan dengan
pereaksi mayer atau dengan bila hasil positif maka konfirmasi test dilakukan dengan cara larutan
yang bersifat asam menghasilkan endapan dengan pereaksi tersebut, berarti tanaman
mengandung alkaloida. Basa berate juga harus diteliti untuk menentukan alkaloid quartener.
( (Materia Medika Indonesia IV, 1980).
Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
Pemisahan KLT
Kromatografi lapis tipis (KLT) adalah salah satu metode pemiahan komponen menggunakan fasa
diam berupa plat dengan lapisan bahan adsorben inert. KLT merupakan salah stu jenis
kromatografi analitik. KLT sering digunakan untuk identifikasi awal, karena banyak keuntungan
menggunakan KLT, diantaranya adalah sederhana dan murah. KLT termasuk dalam kategori
kromatografi planar, selain kromatografi kertas. Dalam KLT tedapat factor resistensi (Rf) yang
dirumuskan sebagai berikut :

Nilai Rf sangat karakteristik untuk senyawa tertentu pada eluen tertentu. Hal tersebut dapat
digunakan untuk mengidentifikasi adanya perbedaan senyawa dalam sampel. Senyawa yang
mempunyai Rf lebih besar berarti mempunyai kepolaran yang rendah, begitu juga sebaliknya.
Hal tersebut dikarenakan fasa diam bersifat polar. Senyawa yang polar akan tertahan kuat pada
fasa diam, sehingga menghasilkan nilai Rf yang rendah. Rf KLT yang bagus berkisar antara 0,2-
0,8. Jika Rf terlalu tinggi, yang harus dilakukan adalah mengurangi kepolaran eluen. Sebaliknya
jika Rf terlalu rendah, maka kepolaran eluen harus ditambah.( (Materia Medika Indonesia IV,
1980).

Cara menggunakan KLT :


1. Potong plat sesuai ukuran. Biasanya, untuk satu spot menggunakan plat selebar 1 cm.
berarti jika menguji 3 sampel (3 spot) berarti menggunakan plat selebar 3 cm.
2. Buat garis dasar (base line) dibagian bawah, sekitar 0,5 cm dari ujung bawah plat, dan
garis akhir di bagian atas.
3. Menggunakan pipa kapiler, totolkan sampel cairan yang telah disiapkan sejajar, tepat di
atas base line. Jika sampel padat, larutkan pada pelarut tertentu. Keringkan totolan.
4. Dengan pipet yang berbeda, masukkan masing-masing eluen ke dalam chamber dan
campurkan.
5. Tempatkan plat pada chamber berisi eluen. Base line jangan sampai tercelup oleh eluen.
Tutuplah chamber.
6. Tunggu eluen mengelusi sampel sampai mencapai garis akhir, di sana pemisahan akan
terlihat
7. Setelah mencapai garis akhir, angkat plat dengan pinset keringkan dan ukur jarak spot.
Jika spot tidah kelihatan, amati pada lampu UV. Jika masih tak terlihat, semprot dengan
pewarna tertentu seperti kalium kromat, asam sulfat pekat dalam alcohol 96% atau
ninhidrin. Berikut ini adalah gambarnya :

1.3 ALAT DAN BAHAN

a. Alat b. Bahan
 Pipet  Ekstrak Piper nigrum L.
 Tisu dan kain lap  Etanol
 Sudip  HCl 2N
 Label  NaCl
 Penjepit kayu  Pereaksi Mayer
 Aluminium foil  Pereaksi Wagner
 Pinset  NH4OH
 Vial 10ml  CHCl3
 KLT  Pereaksi Dragendorf
 Plat Kaca  Kiesel gel GF 254

1.4 PROSEDUR KERJA


a. Preparasi sampel
1. Ekstraksi sebanyak 0,9 gram ditambah etanol ad larut, ditambah 5 ml HCL 2N,
dipanaskan diatas penangas air selama 2-3 menit, sambil diaduk.
2. Setelah dingin ditambah 0,3 gram NaCl, diaduk rata kemudian disaring.
3. Filtrat ditambah 5 ml HCL 2N. Filtrat dibagi tiga bagian dan disebut sebagai larutan
IA, IB, dan IC.
b. Reaksi pengendapan
1. Larutan IA ditambah pereaksi Mayer, larutan IB ditambah dengan pereaksi Wagner
dan larutan IC dipakai sebagai blanko.
2. Adanya kekeruhan atau endapan menunjukkan adanya alkaloid.
c. Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
1. Larutan IC ditambah NH4OH pekat 28% sampai larutan menjadi basa, kemudian
diekstraksi dengan 5ml kloroform (dalam tabung reaksi).
2. Filtrat (Fase CHCL3) diuapkan sampai kering, kemudian dilarutkan dalam methanol
(1mL) dan siap untuk pemeriksaan dengan KLT.
Fase diam : Kiesel gel GF 254
Fase gerak : CHCL3 – Etil asetat (1:1)
Penampak noda : Pereaksi Dragendorf
3. Jika timbul warna jingga menunjukkan adanya alkaloid dalam ekstrak.

1.1 Bagan Alir Prosedur Kerja


a) Preparasi Sampel

Ditimbang ekstrak sebanyak0,9 gram, (+) etanol ad larut

(+) HCL 2N sebanyak 5 ml, lalu dipanaskan diatas waterbath selama 2 – 3


menit sambil diaduk

Setelah dingin (+) NaCl sebanyak 0,3 gram, diaduk rata kemudian disaring

Filtrat ditambah 5 ml HCL 2N

Filtrat dibagi menjadi 3 bagian dan disebut sebagai laurtan IA, IB, IC
b) Reaksi Pengendapan
Larutan IA = (+) Pereaksi Mayer
Larutan IB = (+) Pereaksi Wagner
Larutan IC = sebagai Blanko

c) Kromatografi Lapis Tipis (KLT)


Jika larutan berubah keruh atau ada endapan, menunjukkan adanya alkaloid
Larutan IC (+) NH₄OH pekat 28% sampai larutan menjadi basa
Didalam tabung reaksi, diekstraksi dengan 5 ml kloroform

Filtrat CHCL₃ diuapkan sampai kering

Lalu dilarutkan dalam metanol (1 ml) dan siap untuk pemeriksaan dengan
KLT

Jika timbul warna jingga


Fase diam: Kiesel gel GF 254
menunjukkan adanya alkaloid dalam
Fase gerak: CHCL3-Etil asetat (1:1) ekstrak
Penampak noda: Pereaksi dragendorf
1.4 SKEMA KERJA
Preparasi sampel

letakkan diatas penangas air selama 2-3 menit,


masukkan ekstrak 0,9 g + etanol ad sambil diaduk
larut. Tambahkan 5 ml HCL 2N

+ 0,3 g NaCl aduk ad rata Disaring kemudiam


filtrate Ditambah 5 ml HCl 2N dibagi menjadi 4
bagian

IA IB IC ID

Reaksi pengendapan

Larutan IA ditambah pereaksi mayer Larutan IB ditambah pereaksi Wagner

IC cek KLT ID blanko


Kromatografi Lapis Tipis (KLT)

Larutan IC + Diekstraksi
NH4OH pekat dengan 5 ml
28% ad larutan kloroform (dalam
menjadi basa tabung reaksi)

Dilarutkan dalam Filtrat ( fase


methanol (1 ml) CHCl3) diuapkan
dan siap untuk sampai kering
pemeriksaan KLT

Fase diam: Kiesel gel GF 254 Jika timbul warna jingga


menunjukkan adanya alkaloid dalam
Fase gerak: CHCL3-Etil asetat (1:1)
ekstrak
Penampak noda: Pereaksi dragendorf

BAB IV
HASIL
1. REAKSI PENGENDAAN
Ekstrak yang diberi perekasi Mayer(IA), Ekstrak yang diberi perekasi Wagner(IB),
dibandingkan dengan Blanko(ID) Ekstrakdengan
dibandingkan yang ditambahkan
Blanko(ID) NH4OH
+ Kloroform
2. KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS

Tampak dengan sinar UV 254 Tampak dengan sinar UV 365 Tampak dengan sinar tampak
BAB V
PEMBAHASAN
DAFTAR PUSTAKA

Padmawinata, K. 1995. Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi. Bandung


Evan, W.C. 1997. Trease and Evan’s Pharmacognosy. Edition 14. W.B. Saunders. London.
hal.363-364
Depkes RI. (1980). Materia Medika Indonesia. Jilid IV. Cetakan Pertama. Jakarta:
Direktorat
Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan. Halaman.
Ashutosh Kar. 2007. Pharmacognosy and Pharmacobiotechnology. Edition 2. EGC. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai