OLEH:
KELOMPOK 2
STIFA B 017
Pewadahan
Menurut scoville,1957
Wadah larutan mata sebaiknya digunakan dalam unit kecil, tidak lebih dari 15ml dan
lebih disukai yang berukuran kecil. Botol 7,5ml adalah ukuran yang baik untuk
pewadahan larutan mata. Penggunaan wadah kecil memperpendek waktu
pengobatan dan meminalkan jumlah pemaparan kontaminasi
Menurut RPS 18th: 1590
Wadah gelas sediaan mata tradisional dengan dilengkapi penetas gelas telah
dilengkapi hampir sempurna dengan unit penetes polietilen densitas rendah yang
disebut droptainer. Hanya sejumlah kecil wadah gelas yang masih digunakan
biasanya karena pembatasan sterilitas. Larutan intraokuler volume besar 250-500 ml
yang telah dikemas dalam gelas tetapi bahkan sediaan parenteral mulai dikemas
dalam pabrik khusus wadah polietilen. Polietilen memiliki sifat yang densitasnya
rendah . wadah plastik adalah permeabel terhadap beberapa bahan termasuk
cahaya dan air. Wadaah plastik dapat mengandung variasi bahan-bahan ekstraneous
seperti bahan pelepas jamur, antioksidan. Wadah gelas memberikan bahan yang
baik untuk penyiapan untuk larutan mata. Wadah yang digunakan sebaiknya dicuci
dengan air destilasi dengan otoklaf. Penetes normal disterilkan dan dikemas dalam
blister pack yang baik
Menurut (Aldrich, et al., 2013).
Larutan tetes mata dapat dikemas dalam wadah dosis ganda ketika ditujukan untuk
penggunaan individu. Wadah untuk sediaan tetes mata harus steril pada saat
mengisi dan menutup. Wadah langsung untuk sediaan mata disegel sehingga
sterilitas dipastikan pada saat penggunaan pertama. Kemasan yang digunakan pada
sediaan tetes mata tidak harus berinteraksi secara fisika atau kimia dengan formulasi
dengan cara apapun untuk mengubah kekuatan, kualitas, atau kemurnian produk
obat. Kemasan harus memenuhi persyaratan yang berlaku
6.Formula umum dan fungsi penggunaan bahan
Menurut Mehul B. Vyas dan Samir, K. Shah, 2015 formula umum dari sedian steril
tetes mata terdiri dari
1. Zat aktif, contohnya naphazolie Hydrocloride dan Pheniramine Maleate
2. Peningkat Viskositas misalnya NaCMC dan HPMCE 4M
3. Pengisotonis, misalnya sodium clorida
4. Pengawet, misalnya benzalkonium clorida dan disodium edalate
5. pH adjust, misalnya NaOH
6. buffer, misalnya Phospate buffer
Menurut sonali S.A dan Krisnha R.G,2016
1. Zat aktif, contohnya bepotastine besilate
2. Pengawet atau preservative, contohnya benzalkonium chloride
3. Tinicity modifer atau pengisotonis, contohnya sodium hydroxide
4. PH adjusting, contohnya hydrochlric acid dan hydrogen peroxide
Menurut Prevesh Kumar dan Pawan Singh, 2018
1. Peningkat viskositas , misalnya sodium carboxy methyl cellulose
2. Pelarut, misalnya destilled water
3. pH adjusting, misalnya sodium hydroxide dan hydrochloric acid
Cara Pembuatan
1. Obat dilarutkan kedalam salah satu zat pembawa yang mengandung salah satu
zat pengawet, dijernihkan dengan cara penyaringan, masukkan kedalam wadah,
tutup wadah dan sterilkan menggunakan autoklaf pada suhu 115 derajat
cellcius-116 derajat cellcius
2. Obat dilarutkan kedalam cairan pembawa berair yang mengandung salah satu
zat pengawet dan disterilkan meggunakan bakteri filter masukkan kedalm
wadah secara teknik aseptis da tutup rapat
3. Obat dilarutkan kedalam cairanpembawa berair yang mengandung salah satu
zat pengawet, dijernihkan dengan cara pnyaringan, masukkan kedalam wadah ,
tutup rapat dn sterilkan dengan penambahan bakterisid, dipanaskan pada suhu
98-100 derajat cellcius selama 30 menit
1. Timbang semua bahan pada kaca arlogi sesuai dengan formula dan segera dilarutkan dengan
menggunakan aquades secukupnya.
2. Jika terdapat beberapa bahan maka segera lartkan satu bahan sebelum menimbang bahan
berikutnya.
3. Masukkan semua bahan kedalam gelas piala yang dilengkapi batang pengaduk, dan
tambahkan aquadest hingga larut, bilas kaca arloji dengan aquadest minimal dua kali.
4. Setelah semua bahan larut, tuang larutan tersebut kedalam gelas ukur hingga volume
tertentu dibawah volume akhir yang diinginkan.
5. Basahi terlebih dahulu kertas saring lipat rangkap 2 dengan menggunakan aquadest . Air
pembasah ditempatkan dalam suatu Erlenmeyer.
6. Saring larutan dalam gelas ukur kedalam Erlenmeyer bersih dan steril melalui corong dan
kertas saring kedalam Erlenmeyer yang berisi filter larutan sebelumnya.
7. Bilas gelas piala dengan aquadest , tuang hasil bilasan kedalam gelas ukur dan saring
kedalam Erlenmeyer yang berisi filtrate larutan sebelumnya.
8. Saring kembali larutan yang telah tersaring melalui saringan G3 kedalam kolom reservoir.
9. Pengemasan dilakukan sesuai dengan proses sterilisasi akhir
8.Evaluasi sediaan
Menurut Mehul B. Vyas, daval patel dkk, 2015 evaluasi sedian obat tetes mata
terdiri dari:
1. Evaluasi kejelasan: evaluasi ini dilakukan dengan inspeksi visual setiap
wadah dan mengukur indeks bias dengan menggunakan refraktometer
pada suhu 25 derajat celcius
2. Evaluasi pH :evaluasi ini dilakukan dengan menyiapkan larutan kental
dan diukur dengan menggunakan pH meter
3. Evaluasi Viskositas: evaluasi ini dilakukan dengan menggunakan alat
batch F1 -F9 brookfield viskometer dengan RPM yang berbeda
4. Evaluasi osmolaritas: evaluasi ini dilakukan dengan cara
mengoptimalkan sediaan dengan menggunakan tekanan uap
osmometer pada suhu kamar
5. Evaluasi mukoadhesi: evaluasi ini diakukan dengan menggunakan
metode mengukur indeks mukoadhesi. Dimana penyebaran mucin
disiapkan dengan mendispersikan bubuk mucin ke dalam buffer fosfat
dengan pH 7,4 dan diaduk dengan magnetik pada 600 rpm selama 24
jam
6. Evaluasi sterilisasi: evaluasi dilakukan untuk menganalisa bakteri
aerobik dan anaerob dan jamur dengan menggunakan medium
tioglikolat ( ATGM ) dan medium kasein kedelai ( SBCD). Pada kontrol
positif dan tes kontrol negatif digunakan Bacillus subtilis sebagai
organisme dalam pengujian uji bakteri aerob dan bakteri desvulgatus
digunakan dalam pengujian bakteri anaerob dan bakteri candida
albicans digunakan dalam pengujian jamur. Kemudian dilakukan
nokulasi secara terpisah kedalam media ATGM dan SBCD dan diinkubasi
pada suhu 35 derajat cellcius dan 20-25 derajat cellcius selama 7 hari
7. Uji antimikroba: uji ini dilakukan dengan USP. Dimana kultur bakteri dan
kultur jamur yang digunakan ditanam kedalam media agar padat
masing-masing
8. Uji stabiltas: uji stabilitas dilakukan dengan pedoman ICH.formulasi yang
dioptimalkaan disimpaan dalam ruangan pada suhu dan kelembapan
tertentu ( 40 derajat celcius dan 75% RH) selama satu bulan. Pada
satabilitas kimia dinilai dari estimasi persentase sisa obat dalam
formulasi dan stabilitas fiski dievaluasi dengan adanya perubahan pH ,
viskositas, dan penampilan
Menurut Prevesh Kumar; Pawan Singh,2018
1. Evaluasi kejelasan: evaluasi ini dilakukan dengan inspeksi visual setiap
wadah dan mengukur indeks bias dengan menggunakan refraktometer
pada suhu 25 derajat celcius
2. Evaluasi Ph: evaluasi ini dilakukan dengan menyiapkan larutan kental
kemudian diukur dengan menggunakan pH meter
3. Evaluasi Viskositas: evaluasi ini dilakukan dengan menggunakan batch
F1-F3 oleh Brookfield viscometer dengan RPM yang berbeda
4. Uji stabiltas: uji stabilitas dilakukan dengan pedoman ICH.formulasi yang
dioptimalkaan disimpaan dalam ruangan pada suhu dan kelembapan
tertentu ( 40 derajat celcius dan 75% RH) selama satu bulan. Pada
satabilitas kimia dinilai dari estimasi persentase sisa obat dalam
formulasi dan stabilitas fisi dievaluasi dengan adanya perubahan pH ,
viskositas, dan penampilan
Menurut Sonali, S.A dan Krisnha R.G, 2016
1. Evaluasi penampilan, pada evaluasi in sampel yang diuji diperiksa secara
visual dari segi warna dan kejernihannya
2. Evaluasi pH, pada evaluasi ini sampel yang digunakan di uji kadar pH
sesuai dengan pH mata dengan menggunakan pengukur pH digital
3. Evaluasi isotonisitas, evaluasi isotonitas merupakan karakteristik yang
penting dalam sedian steril. Pada formulasi, isotinitas harus dipertahankan
untuk mencegah adanya kerusakan jaringan mata. Pada pengujian
isotonitas sampel dicampur dengan tetes darah diamati dibawah
mikroskop pada pembesaran 45x dan dibandingkan dengan NaCl ,9% yang
mengambaran sifat isotonik
4. Evaluasi pengukuran drop, pada evaluasi ini bertujuan untuk
mengevaluasi ini bertujuan untuk mengkonfirmasi sediaan yang diuji
memiliki ukuran drop yang cukup untuk memberikan jumlah obat yang
efektif secara terapI
DAFTAR PUSTAKA
Turco, S., dkk., 1970. Sterile Dosage Forms, Lea and Febiger, Philadelphia.
U.S.Pharmacopeia
Voigt, R. 1994. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi. Yogyakarta : Gadjah Mada University
Press.