Anda di halaman 1dari 17

PRAKTIKUM FITOFARMAKA

TUGAS 1
IDENTIFIKASI SENYAWA GOLONGAN GLIKOSIDA
SAPONIN, TRITERPENOID DAN STEROID
(Ekstrak Sapindus rarak)

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Praktikum Fitokimia

KELOMPOK: 5

KELAS: G

1. Nur Wahaidah Fitri (201810410311318)


2. Ghassani Shabrina P. (201810410311319)
3. Diajeng Windihasmiega (201810410311320)
4. Nisaiyah Wahidatul M. (201810410311321)
5. Amara Febriyanti P. W. (201810410311323)

DOSENPEMBIMBING:
apt. Siti Rofida, M. Farm.
apt. Amaliyah Dina A., M. Farm.

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2021
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Lerak (Sapindus rarak DC) merupakan salah satu bahan alam yang tumbuh
mayoritas di pulau Jawa. Tanaman ini mempunyai nama yang berbeda pada setiap
daerah, seperti di Palembang disebut lamuran, di Jawa lerak dan di Jawa Barat
sering disebut rerek. Manfaat dari tanaman ini adalah sebagai pencuci logam
mulia, pembersih muka sebagai penghilang jerawat dan sebagai insektisida
terutama cacing tanah (Wijayanti et al., 2020).

Tanaman Lerak termasuk tumbuhan berukuran besar dengan tinggi


tanaman dapat mencapai 42 m dan diameter batang sekitar 1m. Daun berbentuk
oval, perbungaanya majemuk, berujung runcing, dan berwarna putih kekuningan.
Buahnya berbentuk bundar seperti kelereng. Buah yang tua berwarna cokelat
kehitaman dengan permukaan buah yang licin dan mengkilap. Bijinya bundar dan
berwarna hitam, daging buahnya sedikit berlendir, dan mengeluarkan aroma
wangi. Buah Lerak terdiri dari 75% daging buah dan 25% biji. Selain racun, buah
Lerak juga mengandung sekitar 26% sejenis minyak yang tidak mudah mengering
yang terdiri dari gliserida, asam palmitat, dan asam stearat (Wijayanti et al.,
2020).

Senyawa yang terdapat pada buah Lerak didominasi saponin sebesar 28%
dan senyawa lainnya seperti alkaloid, polifenol, senyawa antioksidan, flavonoid,
dan tanin (Udarno, 2009). Buah, kulit batang, biji, dan daun tanaman Lerak
mengandung saponin, alkaloid, steroid, antikuinon, flavoniod, polifenol, dan tanin
(Fatmawati, 2014).

Senyawa alkaloid bekerja sebagai antibakteri dengan mengganggu


penyusunan peptidoglikan pada sel bakteri sehingga pembentukan dinding sel
menjadi tidak sempurna (Paju dkk. 2013). Senyawa polifenol atau fenol bekerja
sebagai antibakteri dengan cara mendenaturasi protein sel dan menghambat
sintesis asam nukleat (Bachtiar dkk. 2012). Senyawa flavonoid bekerja dengan
mengikat protein sehingga mengganggu proses metabolisme. Senyawa tanin
bekerja dengan mengkoagulasi protoplasma bakteri. Senyawa saponin bekerja
dengan meningkatkan permiabilitas membran sel bakteri (Poeloengan dan
Praptiwi, 2010).Senyawa yang berperan besar dalam pembuatan sabun ini adalah
saponin.

Saponin terdapat pada semua bagian tanaman Lerak dengan kandungan


tertinggi terdapat pada bagian buah (Syahroni, 2013). Saponin merupakan salah
satu dari metabolit sekunder yang banyak terdapat di tumbuhan. Saponin inilah
yang akan menghasilkan busa sehingga dapat digunakan sebagai bahan pencuci

2
dan dapat pula digunakan sebagai pembersih berbagai peralatan dapur, lantai
bahkan memandikan hewan peliharaan. Saponin akan menghasilkan busa ketika
direaksikan dengan air. Hal inilah yang menjadi dasar penggunaan saponin
sebagai bahan pencuci dan buih yang dihasilkan akan bertahan lama (Wijayanti et
al., 2020).

1.2 Tujuan

Mahasiswa mampu melakukan identifikasi senyawa golongan glikosida


saponin, triterpenoid dan steroid dalam tanaman.

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Lerak (Sapindus rarak DC)

Lerak (S. rarak) merupakan jenis tumbuhan yang berasal dari Asia
Tenggara yang dapat tumbuh dengan baik pada hampir semua jenis tanah dan
keadaan iklim, dari daratan rendah sampai pegunungan dengan ketinggian m dari
permukaan laut (Fajriaty et al., 2017).

2.2 Lerak (Sapindus rarak DC)

Taksonomi

Kingdom : Plantae
Sub kingdom : Viridiplantae
Phylum : Tracheophyta
Class : Magnoliopsida
Order : Sapindales
Family : Sapindaceae
Gambar 2.1 Lerak (Sapindus rarak DC)
Genus : Sapindus
Species : Sapindus rarak DC
(itis.gov)

2.3 Morfologi

Buah lerak (Sapindus rarak DC.) merupakan tanaman rimba yang


tingginya mencapai 42m dan batangnya 1m. Tanaman ini tumbuh liar di Jawa
pada ketinggian 450-1500 m diatas permukaan laut (Prosea,2014). Tanaman ini
mempunyai batang berwarna putih kotor dan berakar tunggang. Daun tanaman ini
majemuk menyirip ganjil dan anak daun berbentuk lanset (lanceolatus). Bunga
pada tanaman ini berbentuk tandan (raceme), melekat di pangkal, berwarna
kuning keputihan, dan mahkotanya empat. Tanaman ini mempunyai buah yang
keras, berbentuk bundar seperti kelereng kalau sudah tua / masak warnanya coklat
kehitaman dengan permukaan licin / mengkilap, diameter +1,5 cm dan berwarna
kuning kecoklatan. Biji tanaman ini kuning kecoklatan . Antara buah dan biji
terdapat daging buah berlendir sedikit dan aromanya wangi. Buah lerak terdiri
dari 73%daging buah dan 27% biji (Marchianti, Nurus Sakinah and Diniyah,
2017).

2.4 Kandungan Kimia

4
Buah lerak memiliki potensi menjadi bahan alternatif karena mengandung
senyawa-senyawa aktif seperti, saponin, alkaloid, tannin, kuinon, steroid dan
fenol. Saponin merupakan senyawa glikosida triterpenoida ataupun glikosida
steroida yang merupakan senyawa aktif permukaan dan bersifat seperti sabun
serta dapat dideteksi berdasarkan kemampuannya membentuk busa dan
menghemolisa sel darah merah. Saponin banyak ditemukan dalam tumbuhan.
Saponin memiliki karakteristik berupa buih. Sehingga ketika direaksikan dengan
air dan dikocok, akan terbentuk buih yang dapat bertahan lama.

2.5 Manfaat Lerak

Buah lerak digunakan untuk mencerahkan warna yang diperoleh dari soga
alam/pewarna alami. Selain itu, juga digunakan untuk mencuci kain batik supaya
awet dan warnanya tetap baik/tidak luntur. Khasiat pembersih ini didapat dari
buahnya yang apabila digosok di dalam air panas, bagian luar daging buah akan
berbusa seperti sabun (Marchianti, Nurus Sakinah and Diniyah, 2017).
Komponen utama buah lerak adalah saponin yang mempunyai beberapa
sifat antara lain menurunkan tegangan permukaan, hemolisa sel darah merah,
memberikan senyawa kompleks dengan kolesterol. Selain itu saponin juga
berperan sebagai emulgator (detergen) sehingga saponin dapat digunakan sebagai
bahan baku sampo (Estikasari, 2002), dan sebagai bahan irigasi saluran akar gigi
(Marchianti, Nurus Sakinah and Diniyah, 2017).

2.6 Saponin

Saponin merupakan glikosida yang memiliki aglikon berupa steroid dan


triterpenoid. Saponin memiliki berbagai kelompok glikosil yang terikat pada
posisi C3, tetapi beberapa saponin memiliki dua rantai gula yang menempel pada
posisi C3 dan C17. Struktur saponin tersebut menyebabkan saponin bersifat
seperti sabun atau deterjen sehingga saponin disebut sebagai surfaktan alami.
Saponin steroid tersusun atas inti steroid (C 27) dengan molekul karbohidrat dan
jika terhidrolisis menghasilkan suatu aglikon yang dikenal saraponin. Saponin
steroid terutama terdapat pada tanaman monokotil seperti kelompok sansevieria
(Agavaceae) gadung (dioscoreaceae) dan tanaman berbunga (Liliacea) (. et al.,
2017)

Saponin merupakan metabolit sekunder dan merupakan kelompok


glikosida triterpenoid atau steroid aglikon, terdiri dari satu atau lebih gugus gula
yang berikatan dengan aglikon atau sapogenin, dapat membentuk kristal berwarna
kuning dan amorf, serta berbau menyengat. Rasa saponin sangat ekstrim, dari
sangat pahit hingga sangat manis. Saponin biasa dikenal sebagai senyawa
nonvolatile dan sangat larut dalam air (dingin maupun panas) dan alkohol, namun
membentuk busa koloidal dalam air dan memiliki sifat detergen yang baik.

5
Senyawa ini memiliki pita serapan pada daerah spektrum UV (λmaks 200- 350
nm). (Ilmiati, Wulan and Erfiana, 2017).

2.7 Triterpenoid

Triterpenoid adalah senyawa metabolit sekunder turunan terpenoid yang


kerangka karbonnya berasal dari enam satuan isoprena (2-metilbuta-1,3-diene)
yaitu kerangka karbon yang dibangun oleh enam satuan C5 dan diturunkan dari
hidrokarbon C30 asiklik , yaitu skualena. Senyawa ini berbentuk siklik atau
asiklik dan sering memiliki gugus alkohol, aldehida, atau asam karboksilat.
Senyawa golongan triterpenoid menunjukkan aktivitas farmakologi yang
signifikan, seperti antiviral, antibakteri, antiinflamasi, sebagai inhibisi terhadap
sintesis kolesterol dan sebagai antikanker, sedang bagi tumbuhan yang
mengandung senyawa triterpenoid terdapat nilai ekologi karena senyawa ini
bekerja sebagai antifungus, insektisida, antipemangsa, antibakteri dan antivirus.
(Balafif, Andayani and Gunawan, 2013)

2.8 Steroid

Senyawa steroid adalah senyawa turunan (derivat) lipid yang tidak


terhidrolisis. Senyawa yang termasuk turunan steroid, misalnya kolesterol,
ergosterol, dan estrogen. Pada umunya steroid berfungsi sebagai hormon. Secara
sederhana steroid dapat diartikan sebagai kelas senyawa organic bahan alam yang
kerangka strukturnya terdiri dari androstan (siklopentano fenantren) mempunyai
empat cincin terpadu. Senyawa ini mempunyai efek fisiologis tertentu (Rizal,
2011). Sterol atau steroid merupakan triterpena yang memiliki cincin sikiopentana
perhidro fenantrena sebagai kerangka dasarnya. (Ilmiati, Wulan and Erfiana,
2017)

2.9 Cara melakukan identifikasi golongan senyawa

Uji warna dengan metode Lieberman Burchard yang merupakan uji


karakteristik untuk sterol tidak jenuh (steroid) dan triterpenoid. Berdasarkan
penelitian sebelumnya tentang senyawa saponin yang menyatakan bahwa sampel
setelah ditambahkan perekasi Lieberman Burchard akan menghasilkan warna
coklat-ungu yang menunjukkan adanya saponin triterpen dan hijau-biru untuk
saponin steroid. Hasil positif pada uji warna Lieberman Burchard ditandai dengan
terbentuknya cincin hijau. (Novitasari and Putri, 2016)

2.10 Kromatografi Lapis Tipis

KLT merupakan suatu teknik pemisahan dengan menggunakan adsorben


(fase stasioner) berupa lapisan tipis seragam yang disalutkan pada permukaan
bidang datar berupa lempeng kaca, plat aluminium, atau plat plastik.
Pengembangan kromatografi terjadi ketika fase gerak tertapis melewati adsorben.

6
Kromatografi Lapis Tipis (KLT) merupakan bentuk kromatografi planar,
selain kromatografi kertas dan kromatografi elektroforesis. Berbeda dengan
kromatografi kolom yang mana fase diamnya diisikan atau dikemas didalamnya,
pada KLT fase diamnya berupa lapisan yang seragam (uniform) pada permukaan
bidang datar yang didukung oleh lempeng kaca, lempeng alumunium atau
lempeng plastik. Meskipun demikian, kromatografi planar ini dapat dikatakan
sebagai bentuk terbuka dari kromatografi kolom.
Keuntungan dari penggunaan KLT adalah memerlukan waktu analisis
yang cepat, penggunaan alat–alatnya sedikit, sederhana, harga murah, serta
memiliki daya analisa yang baik (Wardhani & Nanik, 2012). Secara luas KLT
banyak digunakan untuk berbagai analisis tumbuhan obat. Kromatogram yang
dihasilkan merupakan pola yang menggambarkan senyawa dalam setiap
tumbuhan obat sehingga bermanfaat dalam kendali mutu tumbuhan obat baik
untuk pencirian bahan mentah maupun produk akhir. Penggunaan KLT secara
umum adalah untuk tujuan:
1. Kualitatif yaitu berdasarkan harga Rf yang didefinisikan sebagai pembanding
jarak rambat yang dicapai oleh senyawa dengan fasa gerak. Harga Rf tidak selalu
pasti sama, oleh karena itu harga Rf digunakan sebagai :
a. Petunjuk jarak migrasi relative
b. Orientasi pemilihan fasa gerak untuk kromatografi kolom
c. Monitoring hasil pemisahan kromatografi kolom
2. Kuantitatif yaitu penetapan visual dari ukuran bercak dibanding senyawa
pembanding atau dengan metode spektrofotometer atau dilakukan dengan
pengerokan, pengelusian dan metode spektroskopi. Pemakaian kuantitatif untuk
menunjukkan banyaknya masing-masing komponen campuran relatif terhadap
komponen lain atau mutlak jika digunakan baku pembanding atau kalibrasi yang
sesuai.
3. Preparatif/Analitik yaitu untuk memperoleh komponen campuran dalam jumlah
yang memadai dalam keadaan murni untuk kebutuhan lain. Fase diam pada KLT
mempunyai beberapa penyerap yang digunakan, diantaranya yaitu :
a. Silica gel merupakan penyerap yang paling banyak dipakai dan bersifat
agak sedikit asam, maka asam agak sedikit mudah dipisahkan dengan
meminimalkan reaksi asam-basa antara penyerap dan senyawa yang dipisahkan.
b. Alumina bersifat sedikit basa dan sering digunakan untuk memisahkan
basa dengan meminimumkan reaksi asam-basa.
c. Selulosa merupakan bahan penyangga lapisan zat cair yang dipakai
dalam Kromatografi Cair-Cair (KCC), digunakan untuk memisahkan senyawa

7
polar seperti asam amino, karbohidrat, nukleotida dan berbagai senyawa hidrofil
lainnya. Untuk pendeteksian senyawa yang dipisahkan dapat digunakan berbagai
macam cara. Deteksi yang paling sederhana adalah jika senyawa menunjukkan
penyerapan di daerah UV gelombang pendek (254 nm) atau jika senyawa dapat
dieksitasi ke flouresensi radial UV gelombang panjang (365 nm). Jika senyawa
tidak dapat menyerap sinar UV maka pendeteksian dapat dilakukan dengan
menggunakan reaksi kimia baik dengan pemanasan atau tanpa pemanasan.
(Oliver, 2019).

a) Fase Diam
Fase diam merupakan suatu lapisan partikel padat yang tersebar
merata dengan bantuan gelas, alumunium, atau lembaran plastik setipis
mungkin (0.25 mm). Ukuran partikel pada fase diam juga berperan
penting, semakin kecil dan seragam maka semakin baik kinerja KLT
sehingga akan meningkatkan daya pemisahan. Fase diam yang paling
banyak digunakan untuk KLT adalah silica gel karena silica gel
mempunyai kekuatan pemisahan yang sangat baik. (Oliver, 2019)

b) Fase Gerak
Fase gerak merupakan medium angkut yang terdiri atas satu atau
beberapa pelarut. Pelarut yang digunakan sebagai fase gerak hanyalah
pelarut bertingkat mutu analitik dan bila diperlukan sistem pelarut multi
komponen ini harus berupa suatu campuran komponen yang sederhana,
maksimum terdiri dari 3 komponen. (Oliver, 2019)

8
BAB III

PROSEDUR KERJA

3.1 Bagan Alir

a) Uji Buih
Ekstrak sebanyak 0,2 gram dimasukkan tabung reaksi

Tambahkan air suling 10 ml

Kocok kuat-kuat selama ± 30

Tes buih positif mengandung saponin bila buih


stabil selama lebih dari 30 menit dengan tinggi 3
b) Reaksi Warna cm diatas permukaan cairan.

1. Preparasi Sampel

Timbang 0,5 gram ekstrak, Kemudian larutkan dalam etanol 15 ml

Bagi menjadi 3 bagian masing-masing 5 ml


(Larutan IIA, IIB, IIC)
2. Uji Liebermann-Burchard

Larutan IIA digunakan sebagai blanko, larutan IIB sebanyak 5 ml + 3 tetes


asam asetat anhidrat dan 5 tetes H2SO4 pekat, amati perubahan warna yang
terjadi

Kocok perlahan dan amati perubahan


warna

Hijau Biru : Saponin Steroid


Merah Ungu : Saponin Triterpenoid
Kuning muda : Triterpenoid / Steroid
Jenuh
3. Uji Salkowski

9
Larutan IIA digunakan sebagai blanko, larutan IIC sebanyak 5 ml +
1-2 ml H2SO4 pekat melalui dinding tabung reaksi

Jika terdapat cincin berwarna merah menunjukkan adanya steroid tak


jenuh
c) Kromatografi Lapis Tipis

1. Identifikasi sapogenin steroid / triterpenoid

Timbang ekstrak 0,5 g + 5 ml HCl 2N, didihkan dan tutup dengancorong


berisi kapas basah selama 50 menit untuk menghidrolisis saponin

Setelah dingin, + ammonia sampai basah, kemudian ekstraksi dengan


4-5 ml n-heksana sebanyak 2x, lalu uapkan sampai tinggal 0,5 ml

Totolkan pada plat KLT

- Fase diam : Kiesel Gel 254


- Fase gerak : n-heksana-etil asetat (4:1)
- Penampakan noda : - Anisaldehida asam
sulfat
(dengan pemanasan)

Adanya sapogenin ditunjukkan dengan terjadinya warna merahungu


(ungu) untuk anisaldehida asam sulfat

2. Identifikasi terpenoid / steroid bebas secara KLT

Sedikit ekstrak + beberapa tetes n-heksana 0,5-1 ml, aduk,


totolkan pada fase diam

Adanya terpenoid/ streroid ditunjukkan dengan terjadinya warna


merah ungu atau ungu

10
3.2 Deskripsi Prosedur Kerja

a. Uji Buih

1. Ekstrak sebanyak 0,2 gram dimasukan tabung reaksi, kemudian ditambah


air suling 10 ml, dikocok kuat-kuat selama kira-kira 30 detik.
2. Tes buih positif mengandung saponin bila terjadi buih yang stabil selama
lebih dari 30 menit dengan tinggi 3 cm di atas permukaan cairan.

b. Reaksi Warna

1. Preparasi Sampel
0,5 gram ekstrak dilarutkan dalam 15 ml etanol, lalu dibagi menjadi 3
bagian masing-masing 5 ml, disebut sebagai larutan IIA, IIB, dan IIC.
2. Uji Liebermann-Burchard
1) Larutan IIA digunakan sebagai blanko, larutan IIB sebanyak 5 ml
ditambah 3 tetes asam asetat anhidrat dan 1 tetes H2SO4 pekat,
amati perubahan warna yang terjadi kemudian kocok perlahan dan
amati terjadinya perubahan warna.
2) Terjadinya warna hijau biru menunjukan adanya saponin steroid,
warna merah ungu menunjukkan adanya saponin triterpenoid dan
warna kuning muda menunjukan adanya saponin
triterpenoid/steroid jenuh.
3. Uji Salkowski
1) Larutan IIA digunakan sebagai blanko, larutan IIC sebanyak 5 ml
ditambah 1-2 ml H2SO4 pekat melalui dinding tabung reaksi.
2) Adanya steroid tak jenuh ditandai dengan timbulnya cincin warna
merah.

c. Kromatografi Lapis Tipis

1. Identifikasi sapogenin steroid/triterpenoid


1) Ekstrak sebanyak 0,5 gram ditambah 5ml HCl 2N, didihkan dan
tutup dengan corong berisi kapas basah selama 50 menit untuk
menghidrolisis saponin.
2) Setelah dingin, tambahkan ammonia sampai basa, kemudian
ekstraksi dengan 4-5 ml n-heksana disentrifuse sebanyak 2x
ditampung, lalu diuapkan sampai tinggal 0,5 ml, totolkan pada plat
KLT (cek pada lampu UV 254).
Fase diam : Kiesel gel GF 254
Fase gerak : n-heksana-etilasetat (4:1)

11
Penampak noda : Anisaldehida asam sulfat (dengan
pemanasan)
3) Adanya sapogenin ditunjukkan dengan terjadinya warna merah
ungu (ungu) untuk anesaldehida asam sulfat.
2. Identifikasi terpenoid/steroid bebas secara KLT
1) Sedikit ekstrak ditambah beberapa tetes n-hexane,
diaduk(diultrasound) sampai larut, totolkan pada fase diam.
2) Uji kromatografi lapis tipis ini menggunakan ;
Fase diam : Kiesel Gel 254
Fase Gerak : n-heksana – etil asetat (4:1)
Penampak noda : Anisaldehide asam sulfat (dengan
pemanasan)
3) Adanya terpenoid/steroid ditunjukkan dengan terjadinya warna
merah ungu atau ungu.

12
BAB IV

HASIL PENGAMATAN

13
BAB V

PEMBAHASAN

14
15
BAB VI

KESIMPULAN

16
DAFTAR PUSTAKA

. Y. et al. (2017) ‘Saponin : Dampak terhadap Ternak (Ulasan)’, Jurnal


Peternakan Sriwijaya, 6(2), pp. 79–90. doi: 10.33230/jps.6.2.2017.5083.
Balafif, R. A. R., Andayani, Y. and Gunawan, R. (2013) ‘ANALISIS SENYAWA
TRITERPENOID DARI HASIL FRAKSINASI EKSTRAK AIR BUAH BUNCIS
(Phaseolus vulgaris Linn)’, Chemistry Progress, 6(2), pp. 56–61. doi:
10.35799/cp.6.2.2013.3495.
Fajriaty, I. et al. (2017) ‘Skrining Fitokimia dan Analisis Kromatografi Lapis
Tipis dari Ekstrak Etanol Buah Lerak (Sapindus rarak)’, Jurnal Pendidikan
Informatika dan Sains, 6(2), pp. 243–256.
Ilmiati, I., Wulan, S. and Erfiana (2017) ‘Uji Fitokimia Ekstrak Buah Dengen’,
Jurnal Dinamika, 8(1), pp. 66–84.
Marchianti, A., Nurus Sakinah, E. and Diniyah, N. et al. (2017) ‘Digital
Repository Universitas Jember Digital Repository Universitas Jember’, Efektifitas
Penyuluhan Gizi pada Kelompok 1000 HPK dalam Meningkatkan Pengetahuan
dan Sikap Kesadaran Gizi, 3(3), pp. 96–104.
Novitasari, A. E. and Putri, D. Z. (2016) ‘Isolasi dan Identifikasi Saponin pada
Ekstrak Daun Mahkta Dewa dengan Ekstraksi Maserasi’, Jurnal Sains, 6(12), pp.
10–14. Available at: http://journal.unigres.ac.id/index.php/Sains/issue/view/88.
Oliver, J. (2019) ‘Bab Ii Tinjauan Pustaka Aplikasi’, Hilos Tensados, 1, pp. 1–
476. Available at: http://repository.potensi-
utama.ac.id/jspui/bitstream/123456789/2990/6/BAB II.pdf.
Wijayanti, F. et al. (2020) ‘The Gel Soap with Raw Materials of Lerak Fruit
(Sapindus rarak DC)’, Stannum : Jurnal Sains dan Terapan Kimia, 2(1), pp. 1–6.
doi: 10.33019/jstk.v2i1.1618.
https://www.youtube.com/watch?v=RCENHcDrtP0

17

Anda mungkin juga menyukai