Anda di halaman 1dari 46

MAKALAH ANTIBIOTIK

KELAS A

Makalah ini dibuat untuk memenuhui kebutuhan tugas mata kuliah Farmakoterapi II oleh
dosen pengampu :

Ema Rachmawati, M.Sc., Apt.

Disusun oleh Kelompok 4 :

1. Nurlaila Velayati 152210101005


2. Maulidya Barikatul Iftitah 152210101015
3. Livia Pimarahayu 152210101020
4. Alik Almawadah 152210101034
5. Muhammad Fantoni 152210101055

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS JEMBER

2018
BAB I

PENDAHULUAN

Mikroorganisme memiliki fleksibilitas metabolisme yang tinggi karena


mikroorganisme ini harus mempunyai kemampuan menyesuaikan diri yang besar
sehingga apabila ada interaksi yang tinggi dengan lingkungan menyebabkan
terjadinya konversi zat yang tinggi pula. Mikroorganisme bisa memberikan kontribusi
dalam Penemuan antibiotik yang telah menghantarkan pada terapi obat dan industri
obat ke era baru. Karena adanya penemuan penisilin dan produk-produk lain sekresi
fungi, aktinomiset, dan bakteri lain, maka kini telah tersedia obat-obat yang manjur
untuk memerangi penyakit infeksi bakteri. (Anonymous-a08)
Antibiotik digunakan dalam berbagai bentuk-masing-masing menetapkan
persyaratan manufaktur agak berbeda. Untuk infeksi bakteri di permukaan kulit, mata,
atau telinga, antibiotik dapat dite rapkan sebagai salep atau krim. Jika infeksi internal,
antibiotik dapat ditelan ataudisuntikkan langsung ke dalam tubuh. Dalam kasus ini,
antibiotik dikirim seluruh tubuh dengan penyerapan ke dalam aliran darah.
Antibiotik berasal dari kata Yunani tua, yang merupakan gabungan dari kata
anti (lawan) dan bios (hidup). Kalau diterjemahkan bebas menjadi "melawan sesuatu
yang hidup". Antibiotika di dunia kedokteran digunakan sebagai obat untuk
memerangi infeksi yang disebabkan oleh bakteri atau protozoa. Antibiotika adalah zat
yang dihasilkan oleh suatu mikroba, terutama fungi/jamur, yang dapat menghambat
atau dapat membasmi mikroba jenis lain. Banyak antibiotika saat ini dibuat secara
semisintetik atau sintetik penuh. Namun dalam prakteknya antibiotika sintetik tidak
diturunkan dari produk mikroba.
Antibiotik yang digunakan untuk membasmi mikroba, khususnya penyebab
infeksi pada manusia, harus memiliki sifat toksisitas selektif yang setinggi mungkin.
Artinya, antibiotik tersebut haruslah bersifat sangat toksik untuk mikroba, tetapi
relatif tidak toksik untuk inang/hospes (Gan dan Setiabudy, 1987). Usaha untuk
mencari antibiotik yang dihasilkan oleh mikroorganisme. Produk alami yang
disentesis oleh mikroorganisme menjadi sangat penting. Produk antikoagulan,
antidepresan, vasodilator, her4bisida, insektisida, hormon tanaman, enzim, dan
inhibitor enzim telah diisolasi dari mikroorganisme.
Penggunaan antibiotika secara komersial, pertamakali dihasilkan oleh fungi
berfilamen dan oleh bakteri kelompok actinomycetes. Daftar sebagian besar
antibiotika yang dihasilkan melalui fermentasi industri berskala-besar. Seringkali,
sejumlah senyawa kimia berhubungan dengan keberadaan antibiotika, sehingga
dikenal famili antibiotik. Antibiotika dapat dikelompokkan berdasarkan struktur
kimianya (Tabel 13.2). Sebagian besar sebagian diketahui efektif menyerang penyakit
fungi. Secara ekonomi dihasilkan lebih dari 100.000 ton antibiotika per tahun, dengan
nilai penjualan hampir mendekati $ 5 milyar. Beberapa antibiotika yang dihasilkan
secara komersial (Sumber:Brock & Madigan,1991).
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. MENGHAMBAT SINTESIS DINDING SEL


2.1.1 BETA LAKTAM
A. PENICILLIN
Golongan penisilin mempunyai persamaan sifat kimiawi, mekanisme kerja,
farmakologi, dan karakterisktik imunologis dengan sefalosforin, monobaktam,
karbapenem, dan penghambat beta-laktamase. Semua obat tersebut merupakan
senyawa beta laktam yang dinamakan demikian karena mempunyai cincin laktam
beranggota empat yang unik (Katzung, 2012).
a. Farmakologi
b. Spektrum
Spektrum antimikroba dari penisilin relatif sempit. Mikroba-mikroba yang peka
terhadap kerja penisilin meliputi :
 Kokus Gram Positif : Streptokokus terutama Streptokokus β-hemolitik,
enterokokus, pneumokokus, dan stafilokokus yang bukan pembentuk
penisilinase.
 Kokus Gram Negatif : Gonokokus dan Meningokokus.
 Basil Gram Positif : Aerob (Bacillus antrachis, B. subtilis, B. diptheriae,
Listeria monocytogen); Anaerob (Clostridia) (Wattimena, 1991).
c. Mekanisme Kerja
Penisilin mempunyai mekanisme kerja dengan cara mempengaruhi langkah
akhir sintesis dinding sel bakteri (transpepetidase atau ikatan silang), sehingga
membran kurang stabil secara osmotik. Lisis sel dapat terjadi, sehingga penisilin
disebut bakterisida. Keberhasilan penisilin menyebabkan kematian sel berkaitan
denganukurannya, hanya defektif terhadap organisme yang tumbuh secara cepat dan
mensintesis peptidoglikan dinding sel (Mycek et al., 2001).
Berdasarkan mekanisme kerjanya antibiotic β-laktam I termasuk antimikroba
yang menghambat sintesis dinding sel mikroba. Efek bakterisid diberikan pada
mikroba yang sedang aktif membelah. Pada waktu berlangsungnya pembelahan,
sebagian dari dinding sel induk dilisis oleh suatu asetilmuramidase. Dinding sel
bakteri terdiri dari mukopeptida. Transpeptidase terlibat dalam pembentukan dinding
sel baru. Enzim ini diblokir oleh penisilin sehingga pembentukan dinding sel tidak
sempurnayang mengakibatkan matinya bakteri. Oleh karena dinding sel kokus gram
positif terdiri dari 60 % sedangkan kokus gram negative hanya mengandung 10 %
mukopeptida, maka spectrum antimikroba dari penisilin tidak luas (Wattimena, 1991).
d. Klasifikasi atau Turunan Penicillin
1. Penisilin G
Penisilin G diekstraksi dari biakan Penisillinum chrysogenum dan
merupakan penisilin alami. Penisilin G diperdagangkan dalam bentuk hablur
murni yang bersifat asam. Penisilin G dalam larutan tidak stabil pada PH 5 atau
kurang dan pada PH 8 atau lebih. Larutan penisilin bila dibiarkan bebrapa hari
lamanya akan terurai meskipun disimpan dalam tempat dingin. Penisiln G dapat
membentuk garam dengan logam alkali dan alkali tanah yang larut dalam air,
sedangkan garam dengan logam berat tidak mudah larut (Wattimena, 1991).
2. Fenoksimetilpenisilin (Penicilin V)
Penisilin V merupakan turunan fenoksimetil dari penisilin G. PENISILIN
V sedikit larut dalam air, mudah larut dalam alcohol dan aseton (Wattimena,
1991).
3. Amoksisilin
Amoksisilin diperoleh dengan cara mengasilasi asam 6 – aminopenisilinat
dengan D-(-)-2-(p-hidroksifenil) glisin. Amoksisilin berupa bubuk, hablur putih,
berasa pahit, tidak stabil pada kelembaban tinggi dan suhu diatas 37 oC.
Kelarutannya dalam air 1g/370 ml, dalam alcohol 1g/2000 ml (Wattimena, 1991).
4. Ampisilin
Asam 6-aminopenisilinat dialisasi dengan D-(-)- glisin menghasilkan
ampisilin. Ampisilin berupa bubuk, hablur putih, tak berbau. Garam trihidratnya
stabil pada suhu kamar. Dalam air kelarutannya 1 g/ml, dalam etanol absolute
1g/250ml dan praktis tak larut dalam eter dan kloroform (Wattimena, 1991).
5. Bekampisilin
Bekampisilin turunan dari ampisilin dimana gugusan 3-karboksil
tersubstitusi oleh gugus etil membentuk ester. Garam HCL nya berbentuk hablur
putih yang larut dalam air.
6. Siklasilin
Siklasilin berupa bubuk, hablur putih, kelarutannya dalam air 1 g dalam 25
ml pada suhu 38o C.
7. Hetasilin
Asam 6-aminopenesilinat diasilasi dengan D-(-)fenilglisilklorida lalu
dikondensasikan dengan aseton menghasilkan (hetasilin). Hetasilin berupa bubuk
hablur putih, praktis tidak larut (dalam air).
8. Dikloksasilin
Dikloksasilin adalah hasil asilasi asam 6-aminopenisilinat dengan 3-(2,6-
diklorofenil)-5-metil-4 isoksazolkarbonat, hasilnya dihablurkan kembali dan
dibuatkan garam natriumnya. Dikloksasilin berbentuk hablur bubuk putih, berbau
agak khas, melebur antara 222o dan 225o dengan penguraian: pKa = 2,67; larut
baik dalam air, larut dalam etanol; tahan terhadap asam.
9. Metisilin
Metisilin diperoleh sebagai hasil kondensasi asam 6-aminopenisilinat
dengan 2,6-dimetoksibenzoilklorida dan kemudian diendapkan dengan
natriumasetat untuk memperoleh garam Na. Metisilin berupa bubuk hablur halus
berwarna putih tak berbau, yang larut baik dalam air, sedikit larut dalam
kloroform dan tak larut dalam eter.
10. Nafsilin
Asam 6-aminopenisilinat yang diasilasi dengan 2-etoksi-1-naf-toilklorida
dalam pelarut organik bebas air, mengandung trietilamin menghasilkan nafsilin.
Nafsilin berupa bubuk berwarna putih kekuning-kuningan, berbau agak khas, larut
dalam air, kloroform dan etanol. Oleh asam sebagian diuraikan. Nafsilin tahan
penisilinase.
11. Kloksasilin
Asam 6-aminopenisilinat diasilasi dengan 3(O-klorofenil)-5-metil-4
isoksazolkarboksilat. Hasinya dimurnikan dengan cara penghabluran kembali,
kemudian kloksasilin dibuatkan garam natriumnya. Kloksasilin berupa bubuk
hablur putih; stabil terhadap cahaya; sedikit higroskopis; terurai antara 170o dan
173o ; PH larutan 1% terletak antara 4,5 dan 7,5. Kloksasilin larut baik dalam air,
etanol dan sedikit larut dalam kloroform.
12. Oksasilin
Oksasilin diperoleh dengan cara mengkondensasikan Asam 6-
aminopenisilinat dengan 5 metil-3-fenil-4-isoksazolklorida dalam pelarut organic
yang sesuai, kemudian oksasilin diendapkan dengan natrium asetat sebagai garam
natrium. Oksasilin berupa bubuk hablur halus, berwarna putih dan tak berbau.
Garamnya larut dalam air, sedikit larut dalam etanol absolute, kloroform dan tak
larut dalam eter. Oksasilin tahan penisilinase
13. Karbenisilin
Karbenisilin berupa bubuk Kristal putih berasa pahit, higroskopik, tak
berbau; pH larutan 1% b/v antara 6,5 dan 8,0; pKa 1 = 2,76, pKa2=3,5.
Kelarutannya dalam air 1 g/1,2 ml, dalam etanol 1g/2,5 ml, praktis tidak larut
dalam kloroform dan eter, tidak stabil dengan asam, garam indanil lebih stabil
terhadap asam.
14. Tikarsilin
Tikarsilin diperoleh dari Ampisilin dimana inti benzene diganti dwngan
inti tiofen. Tikarsilin berupa bubuk putih sampai kuning, higroskopik, larut sangat
baik dalam air. Tikarsilin diuraikan oleh mikroba yang memproduksi β-laktamase.

15. Azlosilin
Azlosilin adalah turunan Ampisilin dimana gugus amina tersubstitusi dan
merupakan asilureidopenisilin. Garam natriumnya berupa bubuk hablur berwarna
kuning pucat yang larut dalam air, methanol dan dimetilformamida serta larut
sedikit dalam etanol dan isipropanol. Azlosilin peka terhadap β-laktamase yang
diproduksi oleh Enterobacteriaceae atupu terhadap penisilinase yang diproduksi
oleh Staphylococcus aureus.
16. Mezlosilin
Mezlosilin diperoleh secara semi sintetik seperti Azlosilin kecuali pada inti
imidazolidin N-heterossiklik tersustitusu gugus metil sulfonil. Garam natrium
monohidrat Mezlosilin berbentuk hablur kuning pucat yang larut dalam air,
methanol dan dimetilformamida, tidak larut dalam aseton dan etanol.
17. Piperasilin
Piperasilin merupakan turunan dari penisilin. Piperasilin mempunyai
spectrum antimikroba yang identik dengan Mezlosilin. Piperasilin juga peka
terhadap β-laktamse yang diproduksi oleh gonokokus (Wattimena, 1991).
e. Contoh Obat yang Beredar di Pasaran
Amoxsillin Clavamox Farmoxyl Intermoxil Metacilin
Amoxsan Danoxilin Goxalin Kalmoxilin Nufamox
Bellamox Erlacyclin Hufanoxil Lapimox Omemox

B. SEFALOSPORIN
Sefalosporin dan analog 7-metoksinya, sefamisin seperti cefoxitin (se FOX i
tin), cefotetan (se foe TEE tan), dan cefmetazole (sef MET a zol) adalah antibiotik
beta-laktam yang berkaitan erat dengan penislin secara struktur dan fungsional.
Kebanyakan sefalosporin dihasilkan secara 17 semisintetik dengan pengikatan kimia
pada rantai samping asam 7-aminosefalosporanat.
a. Farmakologi
Aktivitas farmakologi dari sefalosporin sama dengan penisilin, diekskresi
sebagian besar melalui ginjal. Kemampuan sefalosporin melintas sawar otak sangat
rendah kecuali pada kondisi inflamasi; sefotaksim merupakan sefalosporin yang baik
untuk infeksi sistem saraf pusat (misalnya meningitis).
Dari sifat farmakokinetik, sefalosporin dibedakan menjadi 2 golongan.
Sefaleksin, sefradin, sefaklor dan sefadroksil dapat diberikan per oral karena
diabsorpsi melalui saluran cerna. Sefalosporin lainnya hanya dapat diberikan
parenteral. Sefalotin dan sefapirin umumnya diberikan secara intravena karena
menimbulkan iritasi pada pemberian intramuskular. Beberapa sefalosporin generasi
ketiga misalnya moksalaktam, sefotaksim, seftizoksim dan seftriakson mencapai
kadar yang tinggi dalam cairan serebrospinal, sehingga bermanfaat untuk pengobatan
meningitis purulenta. Selain itu sefalosporin juga melewati sawar plasenta, mencapai
kadar tinggi dalam cairan sinovial dan cairan perikardium. Pada pemberian sistemik,
kadar sefalosporin generasi ketiga dalam cairan mata relatif tinggi, tapi tidak
mencapai vitreus. Kadar dalam empedu umumnya tinggi, terutama sefoperazon.
Kebanyakan sefalosporin diekskresi dalam bentuk utuh ke urin, kecuali sefoperazon
yang sebagian besar diekskresi melalui empedu. Oleh karena itu dosisnya sebaiknya
disesuaikan pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal.
b. Spektrum
Sefalosporin aktif terhadap kuman gram positif maupun garam negatif, tetapi
spektrum masing-masing derivat bervariasi.
c. Mekanisme Kerja
Sefalosporin dan sefamisin mempunyai mekanisme kerja sama dengan
penislin dan dipengarungi oleh mekanisme resistensi yang sama, tetapi obat−obat
tersebut lebih cenderung menjadi lebih resisten dibandingkan penislin terhadap beta-
laktam (Mycek et al, 2001).
Sefalosporin biasanya bakterisida terhadap bakteri dan bertindak dengan
sintesis mucopeptide penghambat pada dinding sel sehingga penghalang rusak dan
tidak stabil. Mekanisme yang tepat untuk efek ini belum pasti ditentukan, tetapi
antibiotik beta-laktam telah ditunjukkan untuk mengikat beberapa enzim
(carboxypeptidases, transpeptidases, endopeptidases) dalam membran sitoplasma
bakteri yang terlibat dengan sintesis dinding sel. Afinitas yang berbeda bahwa
berbagai antibiotic beta-laktam memiliki enzim tersebut (juga dikenal sebagai
mengikat protein penisilin; PBPs) membantu menjelaskan perbedaan dalam spektrum
aktivitas dari obat yang tidak dijelaskan oleh pengaruh beta-laktamase. Seperti
antibiotik beta-laktam lainnya, sefalosporin umumnya dianggap lebih efektif terhadap
pertumbuhan bakteri aktif.
d. Klasifikasi atau Turunan Sefalosporin
Golongan sefalosporin diklasifikasikan berdasarkan generasi, yang terdiri dari
generasi I, generasi II, generasi III, dan generasi IV. Tampak pada tabel berikut:

e. Contoh Obat yang Beredar di Pasaran


Sefradin Sefaleksin Sefditoren pivoksil Sefodizim
Sefaklor Sefandamol Sefetamet
Sefadroksil Sefazolin Sefiksim

C. KARBAPENEM
Karbapenem merupakan antibiotik lini ketiga yang mempunyai aktivitas
antibiotik yang lebih luas daripada sebagian besar beta-laktam lainnya. Spektrum
dengan aktivitas menghambat sebagian besar Gram-positif, Gram negatif, dan anaerob
(Kemenkes, 2011).
a. Farmakologi
Fakmakokinetik Imipenen diberikan secara intervena dan penetrasinya baik
ke jaringan dan cairan tubuh termasuk cairan serebrospinaslis terutama bila di
meningen ada inflamasi. Obat ini diekskresikan melalui filtrasi glomerulus dan
mengalami pembelahan oleh dihidropeptidase yang dijumpai pada tubulus
proksimal ginjal memebentuk metabolit inaktif yang bersifat nefrotoksik.
Kombinasi imipenem dan silastatin (suatu penghambat dihidropeptidase),
melindungi imipenem untuk tidak membelah sehingga pembentukan metabolit
toksis tidak terjadi. Hal ini meyebabkan obat tersebut aktif untuk pengobatan
infeksi saluran kemih (Mycek et al., 2001).
b. Spektrum
Karbapenem merupakan antibiotik lini ketiga yang mempunyai aktivitas
antibiotik yang lebih luas daripada sebagian besar beta-laktam lainnya. Spektrum
dengan aktivitas menghambat sebagian besar Gram-positif, Gram negatif, dan
anaerob (Kemenkes, 2011).
Spektrum bakteri imipenemin/solastatin merupakan preparat antibiotik
beta-laktam berspektrum paling luas yang tersedia saat ini. Obat ini menunjukkan
peranan dalam terapi empirik karena obat ini aktif terhadap organisme gram positif
penghasil penisilinase dan organisme gram negatif, anaerob dan Pseudomonas
aeruginosa , meskipun strain pseudomunas lainnya resisten (Mycek et al, 2001).
c. Klasifikasi dan Turunan Karbapenem
1. Meropenem
 Mekanisme kerja : menghambat sintesis dindimg sel
Tipe efek : bakterisid
Spektrum Aktivitas : sedikit kurang aktif terhadap organisme gram positif.
Menghambat sebagian besar gram positif, gram negatif
dan anaerob. Ketiganya sangat tahan terhadap beta-
laktamase.
 Farmakokinetika
Meropenem mempunyai waktu paruh sekitar 1 jam dan ini dapat
diperpanjangpada pasien dengan gangguan ginjal dan juga sedikit menjadi lebih
panjang pada anak- anak. Meropenem secara luas didistribusikan ke jaringan
tubuh dan cairan termasuk CSF dan empedu. Meropenem terikat dalam protein
plasma sekitar 2% . Sekitar 70% dari dosis ditemukan tidak berubah dalam urin
selama 12 jam dan konsentrasi dalam urin di atas 10 mikcrogram/ml, setelah 5
jam pemberian dosis 500mg.
 Dosis
Injeksi intravena, 500 mg tiap 8 jam. Dapat ditingkatkan dua kali lipat
pada infeksi nosokomial (pneumonia, peritonitis, septikemia dan infeksi pada
pasien dengan netropenia). Anak 3 bulan sampai 12 tahun, 10-20 mg/kg bb tiap
8 jam. Berat badan lebih dari 50 kg diberikan dosis dewasa. Meningitis, 2 g tiap
8 jam. Anak 40 mg/kg bb tiap 8 jam. Infeksi saluran napas bawah kronik pada
fibrosis kistik, 2 g tiap 8 jam. ANAK 4-12 tahun, 25-40 mg/kg bb tiap 8 jam.
2. Imipenem
Imipenem merupakan suatu karbapenem, memiliki aktifitas spektrum
yang luas yang termasuk terhadap Gram positif anaerob dan aerob dan bakteri
Gram negatif. Imipenem, sebagian mengalami inaktivasi secara enzimatik
di ginjal, oleh karena itu diberikan bersama dengan silastatin, suatu penghambat
enzim spesifik, yang menghambat metabolismenya di ginjal.
 Efek samping
Serupa dengan antibiotik beta-laktam lainnya. Neurotoksisitas pernah
dilaporkan pada dosis sangat tinggi dan pada pasien dengan gagal ginjal.
 Indikasi
Infeksi gram positif dan gram negatif, aerobik dan anaerobik, profilaksis bedah.
Tidak dianjurkan untuk infeksi SSP.
 Dosis
Injeksi Intramuskuler : Infeksi ringan dan sedang 500-750 mg tiap 12 jam.
Uretritis dan servisitis gonokokus, 500 mg dosis
tunggal.
Injeksi intravena : 1-2 gram per hari (dalam 3-4 kali pemberian). Untuk
kuman yang kurang sensitif, 50 mg/kg bb/hari
(maksimum 4 g/hari). ANAK di atas 3 bulan, 60
mg/kgbb (maksimum 2 g/hari) dibagi dalam 3-4 dosis.
Profilaksis bedah : 1 gram intravena, pada waktu induksi anestesi,
diulangi 3 jam kemudian. Pada operasi dengan risiko
infeksi tinggi (misal: kolorektal) dilanjutkan 500 mg, 8
dan 16 jam setelah induksi.

3. Ertapenem
Ertapenem memiliki spektrum luas terhadap organisme Gram positif,
Gram negatif dan anaerob. Diindikasikan untuk mengatasi infeksi kandungan
dan perut dan untuk community acquired pneumonia, namun tidak aktif
terhadap patogen atypical respiratory dan aktivitasnya terbatas terhadap
pneumokokus yang resisten terhadap penisilin. Juga diindikasikan unuk
mengatasi infeksi kulit dan jaringan lunak pada kaki pasien diabetes melitus.
Tidak seperti imipenem dan meropenem, ertapenem tidak aktif
terhadap Pseudomonas atau Acinetobacter spp. Penggunaan karbapenem pada
anak umumnya dibatasi pada infeksi nosokomial serius yang tidak responsif
terhadap pengobatan standar.
 Indikasi
Terapi infeksi sedang hingga berat pada pasien dewasa yang disebabkan oleh
strain mikroorganisme yang peka dan diduga atau terbukti resisten terhadap
antibiotik lain, atau pasien yang tidak dapat mentolerir antibiotik lain pada
infeksi intra abdominal yang kompleks, infeksi kulit dan struktur kulit yang
kompleks, Community Acquired Pneumonia (CAP), infeksi saluran kemih yang
kompleks termasuk pielonefritis, infeksi pelvis akut termasuk endomiometritis
postpartum, infeksi pasca bedah ginekologi dan abortus septik.
 Efek Samping
Umum : sakit kepala, komplikasi area vena, flebitis/tromboflebitis,
diare, mual, muntah, ruam, vaginitis.
Tidak umum : pusing, somnolen, insomnia, kejang, bingung, ekstravasasi,
hipotensi, sesak napas, kandidiasis mulut, konstipasi,
regurgitasi asam, C. difficile karena diare, mulut kering,
dispepsia, anoreksia, eritema, pruritus, nyeri abdomen,
gangguan pengecapan, astenia/letih, kandidiasis,
udem/bengkak, nyeri, nyeri dada, pruritus vagina, reaksi
alergi, malaise, infeksi jamur.
Tidak diketahui : reaksi anafilaksis, perubahan status mental (agitasi, agresi,
mengigau, disorientasi), penurunan tingkat kesadaran,
diskinesia, gangguan cara berjalan, halusinasi, mioklonus,
tremor, gigi berwarna, urtikaria, Drug Rash with Eosinophilia
and Systemic Symptoms (DRESS syndrome), lemah otot.
uji laboratorium: peningkatan ALT, AST alkalin fosfat dan angka platelet.
 Dosis
Dosis lazim dewasa 1 gram sekali sehari. Diberikan melalui infus intravena atau
injeksi intramuskular. Bila diberikan intravena, ertapenem harus diinfus selama
lebih dari 30 menit. Penggunaan intramuskular dapat digunakan sebagai
alternatif dari pemberian intravena pada kondisi dimana terapi intramuskular
merupakan cara yang sesuai.
Lama terapi ertapenem biasanya 3-14 hari tapi dapat bervariasi tergantung dari
jenis infeksi dan patogen penyebabnya (lihat indikasi). Jika diindikasikan secara
klinis, perpindahan ke antibiotik oral dapat dilakukan jika terlihat perbaikan
klinis.
Pasien dengan gangguan ginjal ringan hingga sedang (bersihan kreatinin > 30
mL/min/1,73 m2) : tidak perlu penyesuaian dosis. Gangguan ginjal
berat (bersihan kreatinin < 30 mL/min/1,73 m2) termasuk yang mendapatkan
hemodialisis, harus mendapatkan 500 mg sehari.
Pasien hemodialisi dosis harian 500 mg ertapenem diberikan dalam 6 jam
sebelum hemodialisis, dosis tambahan 150 mg dianjurkan diberikan setelah
hemodialisis, namun jika ertapenem diberikan setidaknya 6 jam sebelum
hemodialisis, dosis tambahan tidak diperlukan. Gangguan fungsi hati tidak perlu
penyesuaian dosis.
d. Contoh Obat yang Beredar di Pasaran
Meropenem Ertapenem
Imipenem Imipenem
Doripenem Meropenem

C. MONOBAKTAM
a. Mekanisme Kerja
Antibiotik beta-laktamase bekerja membunuh bakteri dengan cara
menginhibisi sintesis dinding selnya. Pada proses pembentukan dinding sel, terjadi
reaksi transpeptidasi yang dikatalis oleh enzim transpeptidase dan menghasilkan
ikatan silang antara dua rantai peptida–glukan. Enzim transpeptidase yang terletak
pada membran sitoplasma bakteri tersebut juga dapat mengikat antibiotik beta-laktam
sehingga menyebabkan enzim ini tidak mampu mengkatalisis
reaksi transpeptidasi walaupun dinding sel tetap terus dibentuk. Dinding sel yang
terbentuk tidak memiliki ikatan silang dan peptidoglikan yang terbentuk tidak
sempurna sehingga lebih lemah dan mudah terdegradasi. Pada kondisi normal,
perbedaan tekanan osmotik di dalam sel bakteri gram negatif dan di lingkungan akan
membuat terjadinya lisis sel. Selain itu, kompleks protein transpeptidase dan
antibiotik beta-laktam akan menstimulasi senyawa autolisin yang dapat mendigesti
dinding sel bakteri tersebut. Dengan demikian, bakteri yang kehilangan dinding
selmaupun mengalami lisis akan mati. Antibiotik beta-laktam mengganggu sintesis
dinding sel bakteri, dengan menghambat langkah terakhir dalam sintesis
peptidoglikan, yaitu heteropolimer yang memberikan stabilitas mekanik pada dinding
sel bakteri (Kemenkes, 2011).
b. Contoh Obat Monobactam
1. Aztreonam.
Merupakan antibiotik beta-laktam monosiklik (monobaktam) dengan
spektrum antibakteri terbatas pada kuman aerob Gram negatif
termasuk Pseudomonas aeruginosa, Neisseria meningitidis dan Hemophilus
influenzae. Tidak boleh diberikan tunggal untuk terapi tanpa dasar diagnosa,
karena obat ini tidak efektif untuk kuman Gram positif. Aztreonam juga efektif
untuk Neisseria gonorrhoeae, tapi tidak untuk infeksi klamidia yang
menyertainya.
 Efek samping
Serupa dengan beta-laktam pada umumnya, meskipun aztreonam kurang
menimbulkan reaksi hipersensitif pada pasien yang sensitif terhadap penisilin.
Mual, muntah, diare, kram abdomen, gangguan pengecapan, ulkus mulut,
ikterus dan hepatitis, gangguan darah (trombositopenia dan netropenia),
urtikaria dan ruam.
 Indikasi
Infeksi Gram negatif, termasuk Pseudomonas aeruginosa, Hemophilus
influenzae dan Neisseria. meningitides.
 Dosis
Injeksi intramuskuler atau injeksi intravena selama 3-5 menit atau infus
intravena. 1 g tiap 8 jam atau 2 g tiap 12 jam untuk infeksi berat. Dosis lebih
dari 1g hanya diberikan secara intravena. Bayi di atas 1 minggu: 30 mg/kg
bb, intravena tiap 8 jam. Anak di atas 2 tahun atau infeksi berat, 50 mg/kg bb
tiap 6-8 jam, maksimum 8 g per hari. Infeksi saluran kemih, 0,5-1 g tiap 8-12
jam. Gonore dan sistitis, 1 g dosis tunggal.

2.1.1 NON-BETA LAKTAM

A. VANCOMYCIN

Vankomisin aktif terhadap bakteri gram positif, terutama golongan kokus.


Tindakan bakterisida vankomisin terutama disebabkan oleh penghambatan biosintesis
dinding sel. Secara khusus, vankomisin mencegah penggabungan N-asetilmuramat
(NAM) - dan N-asetilglukosamin (NAG) - subunit peptida agar tidak dimasukkan ke
dalam matriks peptidoglikan; yang membentuk komponen struktural utama dinding
sel Gram-positif. Molekul hidrofilik yang besar mampu membentuk interaksi ikatan
hidrogen dengan bagian terminal D-alanyl-D-alanin dari NAM / NAG-peptida.
Pengikatan vankomisin ini ke D-Ala-D-Ala mencegah penggabungan subunit NAM /
NAG-peptida ke dalam matriks peptidoglikan. Selain itu, vancomycin mengubah
permeabilitas membran sel bakteri dan sintesis RNA. Tidak ada resistensi silang
antara vankomisin dan antibiotik lainnya. Vancomycin tidak aktif secara in vitro
melawan bakteri gram negatif, mikobakteri, atau jamur.
a. Farmakokinetik
1. Absorbs IM tinggi, intraperitoneal 38% dan tidak diserap melalui saluran
cerna.
2. Distribusi antibiotik ini ke seluruh jaringan tubuh dan cairan kecuali CSF dan
dapat terdistribusi ke air susu.
3. Metabolisme karena hampir 75-80% obat diekskresikan tidak berubah dalam
urin setelah 24 jam pertama setelah pemberian, tampaknya tidak ada
metabolisme obat yang jelas . Konsentrasi vankomisin di jaringan hati dan
empedu 24 jam setelah pemberian juga dilaporkan pada atau di bawah batas
deteksi juga (Matzke GR, 1986) . T ½ = pada pasien ginjal normal kira-kira 6
jam (kisaran 4 sampai 11 jam). Pada pasien anfisik, rata-rata waktu paruh
eliminasi adalah 7,5 hari. Waktu mencapai puncak IV : 45-65 menit.
4. Ekskresi IV melalui urin dan pada rute eliminasi dalam 24 jam pertama,
sekitar 75-80% dosis vankomisin yang diberikan diekskresikan dalam urin
dengan filtrasi glomerulus. Pengikatan protein: kira-kira 50% protein serum
terikat (Butterfield JM, 2011).
b. Farmakodinamik
Vancomycin adalah peptida non ribosomal glikosil trisiklat bercabang yang
fermentasi spesies Actinobacteria Amycolatopsis orientalis (sebelumnya Nocardia
orientalis) (10) Hal ini sering dicadangkan sebagai "obat terakhir", yang digunakan
hanya setelah perawatan dengan antibiotik lain telah gagal. Vancomycin telah
terbukti aktif melawan sebagian besar strain mikroorganisme berikut, baik secara
in vitro maupun infeksi klinis : Listeria monocytogenes , Streptococcus pyogenes,
Streptococcus pneumoniae (termasuk strain resisten penisilin), Streptococcus
agalactiae , spesies Actinomyces , dan Lactobacillus . Kombinasi vankomisin dan
aminoglikosida bertindak secara sinergis secara in vitro terhadap banyak strain
Staphylococcus aureus, Streptococcus bovis, enterococci, dan kelompok
strandokokus viridans.
c. Mekanisme
Penghambatan sintesis mukopeptida dinding sel, penggunaan disakarida (-
pentapeptida)-p-fosfolipid. Terikat erat pada terminal karboksil rantai D-Alanyl-D-
Alanyl dari peptidoglikan yang sedang tumbuh serta mencegah perpanjangan dan
ikatan silang lebih lanjut. Jadi peptidoglikan menjadi lemah dan sel menjadi mudah
hancur. Fungsi dinding sel menjadi rusak.
d. Indikasi
Berbagai bentuk sediaan ( misalnya oral, suntikan, dll.) Ada untuk
pengobatan infeksi serius atau parah yang disebabkan oleh strain stylococci
resisten methicillin-beta-lactam yang resisten terhadap methicillin. Selain itu
perawatan cairan oral juga diindikasikan pengobatan diare terkait Clostridium
difficile dan enterocolitis yang disebabkan oleh Staphylococcus aureus, termasuk
strain resisten methicillin (https://www.drugs.com).
e. Contoh obat Vancomycin: (https://www.drugbank.ca)
1. Vancocin
2. Steril vancomycin HCl
3. Steril vancomycin hydrocloride
4. Vancep

2.2 MENGHAMBAT SINTESIS DNA


2.2.1 SULFONAMID

Sulfonamid merupakan kelompok zat antibakteri dengan rumus dasar yang


sama, yaitu H2N-C6H4-SO2NHR. Pada prinsipnya, senyawa-senyawa ini digunakan
untuk menghadapi berbagai infeksi. Namun, setelah ditemukan zat-zat antibiotika,
sejak tahun 1980an indikasi dan penggunaannya semakin bekurang. Meskipun
demikian, dari sudut sejarah, senyawa-senyawa ini penting karena merupakan
kelompok obat pertama yang digunakan secara efektif terhadap infeksi bakteri.
Selain sebagai kemoterapeutika, senyawa-senyawa sulfonamide juga
digunakan sebagai diuretika dan antiodiabetika oral. Perkembangan sejarah, pada
tahun 1935, Domank telah menemukan bahwa suatu zat warna merah, brontosil
rubrum, bersifat bakterisid in vivo tetapi inektif in vitro. Ternyata zat ini dalam tubuh
dipecah menjadi sulfanilamide yang juga aktif in vitro. Berdasarkan penemuan ini
kemudian disintesa sulfapiridin yaitu obat pertama yang digunakan secara sistemis
untuk pengobatan radang paru (1937). Dalam waktu singkat obat ini diganti oleh
sulfathiazole (Cobazol) yang kurang toksik (1939), disusul pula oleh sulfaniazine,
sulfmetoksazole, dan turunan-turunan lainnya yang lebih aman lagi.
Aktivitas antimikroba: Sulfonamid mempunyai spectrum antibakteri yang
luas, meskipun kurang kuat dibandingkan dengan antibiotik dan strain mikroba yang
resisten semakin meningkat. Golongan obat ini umumnya hanya bersifat
bakteriostatik, namun pada kadar yang tinggi dalam urin, sulfonamide dapat bersifat
bakterisid.
a. Farmakokinetik
1. Absorbsi
Absorbsi mudah dan cepat pada saluran cerna. Kira-kira 70-100%
dosis oral sulfonamid diabsorbsi melalui saluran cerna dan dapat ditemukan
dalam urin 30 menit setelah pemberian. Absorbsi terutama terjadi pada usus
halus, tetapi beberapa sulfa dapat diabsorbsi melalui lambung. (Absorbsi
cepat dan komplit pada unggas, pada sapi lambat sedangkan pada babi dan
kuda intermediate.)
2. Distribusi
Obat ini tersebar ke seluruh jaringan tubuh, karena itu berguna pada
infeksi sistemik dan dalam cairan tubuh kadar obat bentuk bebas mencapai
50-80% kadar dalam darah. Pemberian sulfadiazin dan sulfisoksazol secara
sistemik dengan dosis adekuat dapat mencapai kadar efekif dalam CSS otak
dengan kadar 10-80% dari kadarnya dalam darah. Obat ini menimbulkan efek
toksik pada janin
3. Metabolisme
Di dalam tubuh, sulfa mengalami asetilasi dan oksidasi. Hasil oksidasi
inilah yang menyebabkan efek toksik sistemik pada kulit berupa lesi dan
gejala hipersensitivitas, sedangkan asetilasi menyebabkan hilangnya aktivitas
obat. Beberapa sulfonamid yang terasetilasi lebih sukar larut dalam air
sehingga sering menyebabkan kristaluria dan komplikasi ginjal lain. Bentuk
asetil ini lebih banyak terikat protein plasma daripada bentuk asalnya. Kadar
bentuk terkonjugasi ini tergantung pada besarnya dosis, lama pemberian,
keadaan fungsi ginjal dan hati.
4. Ekskresi
Diekskresi melalui ginjal, baik dalam bentuk asetil maupun dalam
bentuk bebas, sebagian kecil melalui tinja, empedu dan ASI. Cara pemberian
yang paling aman dan mudah ialah per oral, absorbsinya cepat dan kadar yang
cukup dalam darah segera tercapai. Bila pemberian per oral tidak mungkin
dilakukan maka dapat diberikan parenteral (IM atau IV). Penggunaan topikal
sulfonamid umumnya telah ditinggalkan kecuali sulfasetamid untuk mata,
mafenid asetat dan sulfadiazin perak untuk luka bakar, serta sulfasalazin
untuk kolitis ulseratif.
b. Farmakodinamika
Efek antibakteri dihambat oleh darah, nanah, dan jaringan nekrotik. Kerja
sulfonamid bersifat selektif hanya menghambat bakteri dan tidak menghambat sel
tubuh manusia karena manusia tidak mensintesis folat

PABA

Dihidropteroat sintetase Sulfonamid berkompetisi


dengan PABA

Asam dihidrofolat

Asam tetrahidrofolat

Purin

DNA

c. Spektrum antibakteri
Pada kuman gram positif dan negatif, kuman sensitif terhadap sulfa secara
in vitro ialah Strep.pyogenes, Strep. Pneumoniae, beberapa galur Bacillus antracis
dan Corynebacterium diptheriae, Haemophilus influenza, Brucella, vibrio cholerae,
Nocardia, Actinomyces, Chlamydia thracomatis dan beberapa protozoa. Beberapa
kuman enterik juga dihambat. E.coli penyebab infeksi saluran kemih telah resisten
dengan sulfonamid, karena itu sulfonamid bukan merupakan obat pilihan lagi
untuk penyakit ini. Banyak galur meningokokus, pneumokokus, streptokokus,
stafilokokus, dan gonokokus yang sekarang telah resisten terhadap sulfonamid.
d. Mekanisme kerja
Kuman memerlukan PABA (p aminobenzoic acid) untuk membuat asam
folat yang digunakan untuk sintesis purin dan asam-asam nukleat. Sel-sel mamalia
tidak dipengaruhi oleh sulfonamid karena menggunakan folat jadi yang terdapat
dalam makanan (tidak mensintesis sendiri senyawa tersebut). Dalam proses sintesis
asam folat, bila PABA digantikan oleh sulfonamid, maka akan terbentuk analog
asam folat yang tidak fungsional.
e. Contoh sediaan sulfonamid:
1. Sistemik : Sulfadimidin, Sulfadimetoxin, Sulfathiazol, Sulfamerazin
2. Enteric : Suksinilsulfatiazol
3. Topical : Sulfasetamid

2.2.2 TRIMETHOPRIM

Trimethoprim merupakan antibiotik penghambat pirimidin reduktase


dihidrofolat, sebagai antibakteri yang terkait dengan pirimetamin. Gangguan
metabolisme asam folat dapat menyebabkan depresi hematopoiesis. Hal ini
diperkuat oleh sulfonamida dan kombinasi trimetoprim-sulfametoksazol adalah
bentuk yang paling sering digunakan. Terkadang digunakan sendiri sebagai
antimalaria.
Antibiotik golongan ini merupakan antibakteri spektrum luas. Spectrum
antibakteri trimetoprim mirip dengan sulfametoksazol, meskipun trimetoprim
biasanya lebih 20 sampai 100 kali daripada sulfametoksazol. Sebagian besar
mikroorganisme gram-negatif dan gram positif peka terhadap trimetoprim namun
reaksi dapat timbul jika obat digunakan sevara tunggal. Pseudomonas aeruginisa,
Bacteriodes fragilis, dan enterokokus biasanya resisten. Terdapat variasi kerentanan
yang signifikan pada Enterobacteriaceae terhadap trimetoprim di lokasi geografis
yang berbeda-neda akibat penyebaran resistensi yang diperentarai plasmid dan
transposom.
a. Farmakokinetik
1. Absorbsi
Dengan mudah dan hampir sepenuhnya terserap di saluran pencernaan
dengan konsentrasi serum puncak mencapai 1-4 jam setelah pemberian
oral. Didistribusikan secara luas ke jaringan dan cairan termasuk ginjal, paru-paru,
cairan mani, humor berair, cairan telinga tengah, sputum, sekresi vagina, empedu,
tulang dan CSF.
2. Eliminasi
Sepuluh sampai dua puluh persen trimetoprim dimetabolisme, terutama di
hati; Sisanya diekskresikan tidak berubah dalam urin. Setelah pemberian oral,
50% sampai 60% trimetoprim diekskresikan dalam urin dalam waktu 24 jam,
sekitar 80% trimetoprim yang tidak terababisasi.Trimethoprim juga melewati
penghalang plasenta dan diekskresikan dalam susu manusia.
 T½ : 8-11 jam pada orang dewasa dengan fungsi ginjal
normal
 Toksisitas : LD 50 = 4850 (secara oral pada tikus)
 Organisme : Gram negatif dan bakteri gram positif, Listeria
monocytogenes, dan Escherichia coli
 Metabolisme : Metabolisme hepatik terhadap metabolit oksida dan
hidroksilasi.
 Pengikatan protein : 42-46% terikat pada protein plasma
b. Farmakodinamik
Trimethoprim adalah analog pirimidin yang mengganggu sintesis folat,
bagian penting dari jalur sintesis timidin. Penghambatan enzim membusuk bakteri
nukleotida yang diperlukan untuk replikasi DNA. Oleh karena itu, obat tersebut
menunjukkan aktivitas bakterisida.
c. Mekanisme aksi
Trimethoprim mengikat reduktase dihydrofolate dan menghambat reduksi
asam dihidrofolik (DHF) menjadi asam tetrahidrofolik (THF). THF adalah
prekursor penting dalam jalur sintesis timidin dan gangguan jalur ini menghambat
sintesis DNA bakteri. Afinitas Trimethoprim untuk bakteri dihydrofolate reductase
beberapa ribu kali lebih besar daripada afinitasnya untuk reduktase dihydrofolate
manusia. Sulfamethoxazole menghambat sintesis dihydrofolate (alias
dihydropteroate synthetase), enzim terlibat lebih jauh ke hulu pada jalur yang
sama. Trimethoprim dan sulfamethoxazole biasanya digunakan dalam kombinasi
karena efek sinergisnya. Kombinasi obat ini juga mengurangi perkembangan
resistensi yang terlihat saat obat digunakan sendiri.
d. Indikasi
Untuk pengobatan infeksi saluran kemih, pielonefritis tidak rumit (dengan
sulfametoksazol) dan prostatitis akut ringan. Dapat digunakan sebagai pericoital
(dengan sulfamethoxazole) atau profilaksis kontinyu pada wanita dengan sistitis
rekuren. Dapat digunakan sebagai alternatif untuk mengobati bakteriuria
asimtomatik selama kehamilan (hanya sebelum 6 minggu kehamilan terakhir).
Penggunaan lainnya meliputi: agen alternatif dalam infeksi saluran pernafasan
(otitis, sinusitis, bronkitis dan pneumonia), pengobatan pneumonia Pneumocystis
jirovecii (akut atau profilaksis), infeksi Nocardia, dan diare pada pengembara.

e. Contoh obat trimethoprim : (https://www.drugbank.ca)


1. PrimSol
2. Trimethoprim
3. TRIMPEX trimetoprim hidroklorida

2.2.3 METRONIDAZOLE

Metronidazole adalah nitroimidazole sintetis bermotif setelah zat antiparasit


alami yang diisolasi dari spesies Streptomyces pada tahun 1955. Obat ini diperkenalkan
kekedokteran pada tahun 1959 dan dengan cepat ditemukan memiliki aktivitas
trichomon acidal kuat. Sejak itu, metronidazole telah menjadi obat pilihan untuk
berbagai infeksi protozoa. Pengamatan kemungkinan bahwa gejala acute necrotizing
ulcerative gingivitis berkurang pada wanita yang menerima metronidazol untuk
pengobatan trikomoniasis vagina dirangsang penelitian tentang efek antibakteri obat,
yang berpuncak pada persetujuan pada tahun 1981 untuk pengobatan infeksi bakteri
anaerob.
Metronidazole adalah prodrug yang selektif terhadap bakteri anaerob karena
kemampuannya mengurangi secara intraseluler ke bentuk aktifnya. Metronidazol yang
berkurang ini kemudian secara kovalen mengikat DNA, mengganggu struktur
heliksnya, menghambat sintesis asam nukleat bakteri dan mengakibatkan kematian sel
bakteri. Metronidazole adalah antibakteri dan antiprotozoa sintetik derivat
nitroimidazoi yang mempunyai aktivitas bakterisid, amebisid, dan trikomonosid.
a. Farmakokinetik (Anderson, P. O.,et al, 2001; Sweetman, S. C.,2009)
1. Absorbsi
Metronidazol hampir sepenuhnya diserap dari saluran gastrointestinal
dengan bioavailabilitas oral lebih tinggi dari 90% dan mendekati arah 100%.
Konsentrasi plasma Puncak sekitar 6 dan 12 mikrogram / mL dicapai, biasanya
dalam 1 sampai 2 jam, setelah dosis tunggal 250 dan 500 mg masing-masing
dengan konsentrasi plasma steady-state puncak sekitar 25 mikrogram / mL.
makanan tidak mmpengaruhi penyerapan metronidazol.
2. Distribusi
Metronidazol didistribusikan secara luas dan muncul di sebagian besar
jaringan tubuh melalui saliva, empedu, cairan mani, air susu, tulang, hati dan abses
hati, paru-paru dan sekresi vagina; menembus plasenta dan sawar darah otak
(blood- brain barrier), Ikatan protein < 20% dengan T½ eliminasi pada neonatus :
25-75 jam sedangkan secara normal 6-8 jam, untuk pasien dengan kerusakan hepar;
gagal ginjal terminal : 21 jam, Vd adalah 0,85 ± 0,25 L / kg, Cl adalah 0,07 ± 0,02 L
/ jam / kg.
3. Metabolisme
Metronidazol dimetabolisme di hati melalui ikatan rantai samping oksidasi dan
pembentukan glukuronat. Hasil dari metabolisme oksidaso adalah 1 - (2-hidroksietil) -2
-hidroksimetil-5-nitroimidazole (hidroksi metabolit), yang memiliki aktivitas antibakteri
dan terdeteksi terdapat dalam plasma dan urin, dan 2-metil-5-nitroimidazole-1-asam asetat
(asam metabolit), yang tidak ada aktivitas antibakteri dan tidak terdeteksi dalam plasma,
tetapi diekskresikan dalam urin.
4. Ekskresi

T ½ eliminasi metronidazole sekitar 8 jam; T ½ menjadi lebih lama pada


neonates, pada pasien dengan gangguan hati berat, dan dengan gangguan ginjal.
Mayoritas dosis metronidazol diekskresikan dalam urin, terutama sebagai metabolit,
sejumlah kecil dalam feses.
Farmakokinetik metronidazol sama pada wanita hamil dan tidak hamil,
metabolisme berkurang dengan adanya disfungsi hati berat, dan farmakokinetik yang
tidak signifikan diubah dengan gangguan ginjal.(Yagiela, 2011).
b. Farmakodinamik
Aktivitas antimikroba dari metronidazole membutuhkan masuk ke dalam sel
dan pengurangan kelompok nitro untuk menghasilkan metaolit yang merusak DNA,
akhirnya menginduksi kematian sel. Metronidazole hanya aktif terhadap bakteri
anaerob obligat. Metronidazole bergantung pada konsentrasi, bukan antibiotic yang
bergantung pada waktu. Karena metabolit metronidazole mengganggu sintesis asam
nukleat, kekhawatiran telah dikemukakan mengenai potensinya untuk mutagenisitas,
karsinogenisitas, dan teratogenik (Yagiela, 2011).
c. Mekanisme kerja
Setelah berdifusi kedalam organisma, berinteraksi dengan DNA menyebabkan
hilangnya struktur helix DNA dan kerusakan untaian DNA. Hal ini lebih jauh
menyebabkan hambatan pada syntesa protein dan kematian sel organisme (Aberg,
2009).
d. Indikasi
Metronidazol diklasifikasikan sebagai antiamoebic, antigiardiasis dan
antibakteri. Dikombinasi dengan antibiotik lain baik bismut senyawa atau proton
inhibitor pompa untuk pengobatan penyakit ulkus peptikum yang disebabkan oleh
Helicobacter pylori. Indikasi lain meliputi pengobatan trikomoniasis, Gardnerella
vaginalis, giardiasis, amoebiasis, dan infeksi yang disebabkan oleh bakteri anaerob

e. Efek samping
Gangguan GI, misalnya dyspepsia, mual, muntah, diare, nyeri abdomen,
konstipasi, pusing, sakit kepala, gangguan daya penglihatan, ruam dan gangguan
ginjal.
f. Kontraindikasi
Hipersensitivitas terhadap metronidazol, turunan nitroimidazol, atau
komponen yang ada dalam sediaan, kehamilan (trimester pertama – didapatkan efek
karsinogenik pada tikus)
g. Interaksi
1. Efek Cytochrome P450 : menghambat CYP2C8/9 (lemah), 3A4
(moderate).
2. Meningkatkan efek/toksisitas : Etanol dapat menyebabkan reaksi seperti
disulfiram. Warfarin dan metronidazol dapat
meningkatkan bleeding time (PT) yang
menyebabkan perdarahan. Simetidin dapat
meningkatkan kadar metronidazol.
3. Metronidazol dapat menghambat metabolisme cisaprid, menyebabkan
potensial aritmia, hindari penggunaan secara bersamaan. Metronidazol dapat
meningkatkan efek/toksisitas lithium. Metronidazol dapat meningkatkan
efek/toksisitas benzodiazepin tertentu, calcium channel blocker, siklosporin,
turunan ergot, HMG-Coa reduktase inhibitor tertentu, mirtazapine, nateglinid,
nefazodon, sildenafil, takrolimus, venlafaxine, dan substrat CYP3A4 yang
lain.
4. Menurunkan efek fenobabital, fenobarbital (inducer enzim yang lain), dapat
menurunkan efek dan waktu paro metronidazol NSAIDs: meningkatkan efek
samping
5. Dengan makanan Konsentrasi puncak serum antibiotik diturunkan dan terjadi
delay (terlambat), tetapi jumlah total obat yang diabsorbsi tidak dipengaruhi.
h. Contoh sediaan metronidazole: (https://www.drugbank.ca)
1. Metrogel
2. Florazole
3. Metrocream
4. Flagyl cream

2.2.4 QUINOLON

Antibiotik kuinolon merupakan anggota kelompok antibakteri dengan spektrum


luas yang memiliki struktur inti bicyclic yang berhubungan dengan senyawa 4-kuinolon
(Andriole, VT The Quinolones. Academic Press, 1989). Salah satu contohnya adalah
ciprofloxacin (sipro), salah satu antibiotik yang paling banyak digunakan di seluruh
dunia (Andersson MI, MacGowan AP (2003). "Development of the
quinolones". Journal of Antimicrobial Chemotherapy). Hampir semua antibiotik
quinolone yang digunakan pada saat ini berupa fluoroquinolones, yang mengandung
atom fluor dalam struktur kimia dan efektif terhadap bakteri Gram-negatif dan Gram-
positif. Fluoroquinolones sering digunakan untuk mengobati infeksi genitourinari. Pada
kasus infeksi yang terjadi di masyarakat, penggunaan antibiotik ini hanya dianjurkan
bila faktor risiko resistensi multidrug hadir atau setelah rejimen antibiotik lainnya
gagal.
a. Farmakokinetika
Dilihat dari parameter farmakokinetikanya, quinolon akan diserap dengan
baik melalui pemberian secara oral dengan bioavailabilitas ≥ 50%. Beberapa obat-
obatan fluoroquinolones juga tersedia secara parenteral. Selain itu, quinolon
memiliki distribusi jaringan yang sangat baik, konsisten dalam ginjal, prostat, paru-
paru dan empedu biasanya > yang terdapat dalam serum. Quinolon juga dapat
mencapai konsentrasi intraselular yang tinggi (misalnya PMN). Sebagian besar
quinolon dieliminasi oleh ginjal, meskipun beberapa mengalami eliminasi di hati.
Interaksi obat yang terjadi apabila pada pemberian quinolon apabila dilakukan
pemberikan obat lain yaitu konsentrasi quinolon akan menurun secara oral
penyerapannya setelah pemberian kation logam ke dalam tubuh.
b. Mekanisme Kerja
Quinolones bersifat bakterisidal. Antibiotik ini bekerja dengan cara
menghambat sintesis DNA bakteri melalui beberapa cara yang kemudian
menyebabkan kematian sel dengan cepat. Quinolones mengikat DNA-DNA gyrase
(topoisomerase II) pemblokiran kompleks lebih lanjut pada replikasi DNA.

Kuinolon memblokir topoisomerase IV, mengganggu dengan cara


melakukan pemisahan tautan molekul DNA yang direplikasi. Pada mekanisme
kerja quinolon, terdapat situs tambahan yang belum diketahui.
c. Klasifikasi atau Turunan Quinolon
Farmakophore dasar atau struktur aktif dari kelas fluoroquinolone
didasarkan pada sistem cincin kuinolin. Berbagai reaksi substitusi yang terjadi pada
cincin quinoline menghasilkan pengembangan obat-obat fluoroquinolone.
Penambahan atom fluor pada C-6 membedakan generasi fluoroquinolones berturut-
turut dari kuinolon generasi pertama, walaupun diketahui terjadi kehilangan atom
untuk mempertahankan aktivitas antibakteri. Kuinolon dapat dikelompokkan
menjadi beberapa generasi berdasarkan spektrum antibakterinya, antara lain
sebagai berikut:
1. Generasi pertama (kuinolon-asam nalidiksat): terbatas hanya pada bakteri
gram negatif enteric.
2. Generasi kedua (fluoroquinolones-norfloksasin, siprofloksasin): memperbaiki
cakupan gram negatif dengan aktivitas melawan S.aureus (infeksi sistemik),
pseudomonas dan juga melawan B. anthracis- Penambahan turunan fluorine
dan piperazine.
3. Generasi ke-3 (fluoroquinolones - levofloxacin): mengalami peningkatan
aktivitas terhadap gram positif misal staphylococci dan pneumococci, serta
memiliki aktivitas melawan mycoplasma dan legionella (sistemik infeksi).
Mengalami perpanjangan waktu paruh dan peningkatan kompleksitas struktur,
spektrum antimikroba lebih besar, tetapi juga meningkatkan beberapa
toksisitas. Gatifloksasin dan moksifloksasin adalah dua agen antibiotik
quinolon terbaru dengan perpanjangan waktu paruh dan ditingkatkan dengan
aktivitas terhadap gram positif
d. Contoh sediaan Quinolon : Asam Nalidiksat dan Asam Pipemidat

2.3. AKTIVITAS MENGIKAT SUBUNIT RIBOSOM 50S


2.3.1 KLORAMFENIKOL
Kloramfenikol diisolasi pertama kali pada tahun 1947 dari Streptomyces
venezuelae. Karena ternyata Kloramfenikol mempunyai daya antimikroba yang kuat
maka penggunaan Kloramfenikol meluas dengan cepat sampai pada tahun 1950
diketahui bahwa Kloramfenikol dapat menimbulkan anemia aplastik yang fatal.
Kloramfenikol bekerja dengan jalan menghambat sintesis protein kuman. Yang
dihambat adalah enzim peptidil transferase yang berperan sebagai katalisator untuk
membentuk ikatan-ikatan peptidapada proses sintesis protein kuman.Efek toksis
Kloramfenikol pada sel mamalia terutama terlihat pada sistem hemopoetik/darah dan
diduga berhubungan dengan mekanisme kerja Kloramfenikol.
a. Farmakokinetik
Setelah pemberian oral, kloramfenikol diserap dengan cepat. Kadar puncak
dalam darah tercapai hingga 2 jam dalam darah. Untuk anak biasanya diberikan dalam
bentuk ester kloramfenikol palmitat atau stearat yang rasanya tidak pahit. Bentuk ester
ini akan mengalami hidrolisis dalam usus dan membebaskan kloramfenikol.
Untuk pemberian secara parenteral diberikan kloramfenikol suksinat yang
akan dihidrolisis dalam jaringan dan membebaskan kloramfenikol. Masa paruh
eliminasinya pada orang dewasa kurang lebih 3 jam, pada bayi berumur kurang dari 2
minggu sekitar 24 jam. Kira-kira 50% kloramfenikol dalam darah terikat dengan
albumin. Obat ini didistribusikan secara baik ke berbagai jaringan tubuh, termasuk
jaringan otak, cairan serebrospinal dan mata.
Di dalam hati kloramfenikol mengalami konjugasi, sehingga waktu paruh
memanjang pada pasien dengan gangguan faal hati. Sebagian di reduksi
menjadisenyawa arilamin yang tidak aktif lagi. Dalam waktu 24 jam, 80-90%
kloramfenikol yang diberikan oral diekskresikan melalui ginjal. Dari seluruh
kloramfenikol yang diekskresi hanya 5-10% yang berbentuk aktif. Sisanya terdapat
dalam bentuk glukoronat atau hidrolisat lain yang tidak aktif. Bentuk aktif
kloramfenikol diekskresi terutama melalui filtrat glomerulus sedangkan metaboltnya
dengan sekresi tubulus.
Pada gagal ginjal, masa paruh kloramfenikol bentuk aktif tidak banyak
berubah sehingga tidak perlu pengurangan dosis. Dosis perlu dikurangi bila terdapat
gangguan fungsi hepar.
Interaksi dalam dosis terapi, kloramfenikol menghambat botransformasi
tolbutamid fenitoin, dikumarol dan obat lain yang dimetabolisme oleh enzim
mikrosom hepar. Dengan demikian toksisitas obat-obat ini lebih tinggi bila diberikan
berasama kloramfenikol. Interaksi obat dengan fenobarbital dan rifampisin akan
memperpendek waktu paruh kloramfenikolsehingga kadar obat menjadi
subterapeutik.
b. Farmakodinamik
Kloramfenikol bekerja dengan menghambat sintesis protein kuman. Obat ini
terikat pada ribosom sub unit 50s dan menghambat enzim peptidil transferase
sehingga ikatan peptida tidak terbentuk pada proses sintesis protein kuman.
Kloramfenikol bersifat bakteriostatik. Pada konsentrasi tinggi kloramfenikol
kadang-kadang bersifat bakterisid terhadap kuman-kuman tertentu. Spektrum anti
bakteri meliputi D.pneumoniae, S. Pyogenes, S.viridans, Neisseria, Haemophillus,
Bacillus spp, Listeria, Bartonella, Brucella, P. Multocida, C.diphteria, Chlamidya,
Mycoplasma, Rickettsia, Treponema, dan kebanyakan kuman anaerob.
Mekanisme resistensi terhadap kloramfenikol terjadi melalui inaktivasi obat
oleh asetil transferase yang diperantarai oleh faktor-R. Resistensi terhadap
P.aeruginosa. Proteus dan Klebsiella terjadi karena perubahan permeabilitas membran
yang mengurangi masuknya obat ke dalam sel bakteri. Beberapa strain D.
Pneumoniae, H. Influenzae, dan N. Meningitidis bersifat resisten; S. Aureus
umumnya sensitif, sedang enterobactericeae banyak yang telah resisten.
Obat ini juga efektif terhadap kebanyakan strain E.Coli, K. Pneumoniae,
dan P. Mirabilis, kebanyakan Serratia, Providencia dan Proteus rettgeriiresisten, juga
kebanyakan strain P. Aeruginosa dan S. Typhi.
c. Mekanisme Kerja
Resorpsi kloramfenikol dari usus agak lengkap dengan BA 75-90%. Difusi ke
dalam jaringan, rongga, dan cairan tubuh baik sekali kecuali ke dalam empedu.
Dengan kadar yang sangat tinggi pada CCS dengan antibiotika lain. Dalam hati 90%
dari zat ini akan dirombak menjadi glukoronida inaktif. Zat inaktif tersebut
dihidrolisis oleh enzim lipase dan menghasilkan basa aktif kembali. Bayi yang baru
lahir belum memiliki sistem enzim detoksifikasi secukupnya, maka akan mudah
mengalami keracunan dengan akibat fatal.
d. Contoh sediaan kloramfenikol :
1. Kloramfenikol palmitat atau stearat
Biasanya berupa botol berisi 60 ml suspensi (tiap 5 l mengandung
Kloramfenikol palmitat atau stearat setara dengan 125 mg kloramfenikol). Dosis
ditentukan oleh dokter.
2. Kloramfenikol natrium suksinat
Vial berisi bubuk kloramfenikol natrium suksinat setara dengan 1 g
kloramfenikol yang harus dilarutkan dulu dengan 10 ml aquades steril atau dektrose 5
% (mengandung 100 mg/ml).
3. Tiamfenikol
Terbagi dalam sediaan kapsul 250 dan 500 mg dan botol berisi pelarut 60 ml
dan bubuk Ttiamfenikol 1.5 g yang setelah dilarutkan mengandung 125 mg
Tiamfenikol tiap 5 ml.

2.3.2 MAKROLIDA
Macrolide merupakan suatu kelompok senyawa yang
berhubungan erat, dengan ciri suatu cincin lakton ( biasanya
terdiri dari 14 atau 16 atom ) di mana terkait gula gula deoksi.
Antibiotika golongan makrolida yang pertama ditemukan adalah
Pikromisin, diisolasi pada tahun 1950 .
Macrolide merupakan salah satu golongan obat antimikroba
yang menghambat sintesis protein mikroba. Untuk kehidupannya,
sel mikroba perlu mensintesis berbagai protein. Sintesis protein
berlangsung di ribosom, dengan bantuan mRNA dan tRNA. Pada
bakteri, ribosom terdiri atas atas dua subunit, yang berdasarkan
konstanta sedimentasi dinyatakan sebagai ribosom 30S dan 50S.
untuk berfungsi pada sintesis protein, kedua komponen ini akan
bersatu pada pangkal rantai mRNA menjadi ribosom 70S. Kerja
dari makrolida ini adalah berikatan pada ribosome sub unit 50S dan
mencegah pemanjangan rantai peptida.
a. Farmakokinetika
Dalam penjelasan farmakokinetik berikut akan dijelaskan
mekanisme farmakokinetik 3 antibiotik turunan makrolida yaitu
eritromycin, Claritromycin, dan azitromycin.
1. Eritromycin
Ertromycin basa dihancurkan oleh asam lambung dan
harus diberikan dengan salut enteric. Stearat dan ester cukup
tahan pada keadaan asam dan diabsorbsi lebih baik. Garam
lauryl dan ester propionil ertromycin merupakan preprata oral
yang paling baik diabsorbsi. Dosis oral sebesar 2 g/hari
menghasilkan konsentrasi basa ertromycin serum dan
konsentrasi ester sekitar 2 mg/mL. Akan tetapi, yang aktif
secara mikrobiologis adalah basanya, sementara konsentrasinya
cenderung sama tanpa memperhitungkan formulasi.
Waktu paruh serum adalah 1,5 jam dalam kondisi normal dan
5 jam pada pasien dengan anuria. Penyesuaian untuk gagal
ginjal tidak diperlukan. Ertromycin tidak dapat dibersihkan melalui
dialysis. Jumlah besar dari dosis yang diberikan diekskresikan
dalam empedu dan hilang dalam fases, hanya 5% yang
diekskresikan dalam urine. Obat yang telah diabsorbsi
didistribusikan secara luas, kecuali dalam otak dan cairan
serebrospinal. Ertromycin diangkut oleh leukosit polimorfonukleus
dan makrofag. Oabt ini melintasi sawar plasenta dan mencapai
janin.
2. Claritromycin
Dosis 500 mg menghasilkan konsentrasi serum sebesar
2-3 mg/mL. Waktu paruh claritromycin (6 jam) yang lebih
panjang dibandingkan dengan eritromycin memungkinkan
pemberian dosis 2 kali sehari. Claritromycin dimetabolisme
dalam hati. Metabolit utamanya adalah 14-
hidroksiclaritromycin, yang juga mempunyai aktivitas antibakteri.
Sebagian dari obat aktif dan metabolit utama ini dieliminsai dalam
urine, dan pengurangan dosis dianjurkan bagi pasien-pasien
dengan klirens kreatinin dibawah 30 mL/menit.
3. Azitromycin
Azitromycin berbeda dengan eritromycin dan juga
claritromycin, terutama dalam sifat farmakokinetika. Satu dosi
Azitromycin 500 mg dapat menghasilkan konsentrasi serum yang
lebih rendah, yaitu sekitar 0,4 µg/mL. Akan tetapi Azitromycin
dapat melakukan penetrasi ke sebagian besar jaringan dapat
melebihi konsentrasi serum sepuluh hingga seratus kali lipat.
Obat dirilis perlahan dalam jaringan-jaringan (waktu paruh
jaringan adalah 2-4 hari) untuk menghasilkan waktu paruh
eliminasi mendekati 3 hari. Sifat-sifat yang unik ini memungkinkan
pemberian dosis sekali sehari dan pemendekan durasi
pengobatan dalam banyak kasus.
Azitromycin diabsorbsi dengan cepat dan ditoleransi
dengan baik secara oral. Obat ini harus diberikan 1 jam
sebelum makan atau 2 jam setelah makan. Antasida
aluminium dan magnesium tidak mengubah bioavaibilitas,
namun memperlama absorbsi dan dengan 15 atom (bukan 14
atom), maka Azitromycin tidak menghentikan aktivitas enzim-
enzim sitokrom P450, dan oleh karena itu tidak mempunyai
interaksi obat seperti yang ditimbulkan oleh eritromycin dan
claritmycin.
b. Mekanisme Kerja
Golongan makrolida menghambat sintesis protein bakteri
pada ribosomnya dengan jalan berikatan secara reversibel
dengan Ribosom subunit 50S,. Sintesis protein terhambat karena
reaksi-reaksi translokasi aminoasil dan hambatan pembentuk
awal sehingga pemanjangan rantai peptide tidak berjalan.
Macrolide bisa bersifat sebagai bakteriostatik atau bakterisida,
tergantung antara lain pada kadar obat serta jenis bakteri yang
dicurigai. Efek bakterisida terjadi pada kadar antibiotika yang
lebih tinggi, kepadatan bakteri yang relatif rendah, an
pertumbuhan bakteri yang cepat. Aktivitas antibakterinya
tergantung pada pH, meningkat pada keadaan netral atau sedikit
alkali.
Meskipun mekanisme yang tepat dari tindakan makrolid tidak
jelas, telah dihipotesiskan bahwa aksi mereka makrolid
menunjukkan dengan menghambat sintesis protein pada bakteri
dengan cara berikut:
1. Mencegah Transfer peptidil tRNA dari situs A ke situs P.
2. Mencegah pembentukan peptida tRNA
3. Memblokir peptidil transferase.
4. Mencegah perakitan ribosom
Antibiotik macrolida terikat di lokasi P-dari subunit 50S
ribosom. Hal ini menyebabkan selama proses transkripsi, lokasi P
ditempati oleh makrolida. Ketika t-RNA terpasang dengan rantai
peptida dan mencoba untuk pindah ke lokasi P, t-RNA tersebut
tidak dapat menuju ke lokasi P karena adanya makrolida, sehingga
akhirnya dibuang dan tidak dipakai. Hal ini dapat mencegah
transfer peptidil tRNA dari situs A ke situs-P dan memblok
sintesis protein dengan menghambat translokasi dari rantai
peptida yang baru terbentuk. Makrolida juga memnyebabkan
pemisahan sebelum waktunya dari tRNA peptidal di situs A.
Mekanisme kerja makrolida, selain terikat di lokasi P dari
RNA ribosom 50S, juga memblokir aksi dari enzim peptidil
transferase. Enzim ini bertanggung jawab untuk pembentukan
ikatan peptida antara asam amino yang terletak di lokasi Adan
P dalam ribosom dengan cara menambahkan peptidil melekat
pada tRNA ke asam amino berikutnya. Dengan memblokir
enzim ini, makrolida mampu menghambat biosintesis protein dan
dengan demikian membunuh bakteri.
c. Efek Samping
1. Efek-efek gastrointestinal
Anoreksia, mual, muntah dan diare sesekali menyertai
pemberian oral. Intoleransi ini disebabkan oleh stimulitas
langsung pada motilitas usus.
2. Toksisitas hati
Dapat menimbulkan hepatitis kolestasis akut (demam, ikterus,
kerusakan fungsi hati), kemungkinan sebagai reaksi
hepersensitivitas.
3. Interaksi-interaksi obat
Menghambat enzim-enzim sitokrom P450 dan meningkatkan
konsentarsi serum sejumlah obat, termasuk teofilin,
antikoagulan oral, siklosporin, dan metilprednisolon.
Meningkatkan konsentrasi serum digoxin oral dengan jalan
meningkatkan bioavailabilitas.
d. Contoh sediaan makrolida :
Erythromycin Azithomycin Spiramycin Clarithromycin Roxythromycin
2.4. AKTIVITAS MENGIKAT SUBUNIT RIBOSOM 30S
2.4.1 AMINOGLIKOSIDA
Aminoglikosida merupakan antibiotik yang diisolasi dari bakteri tanah
Streptomyces griseusin pada tahun 1944 dan termasuk golongan antibiotik penting
berikutnya yang ditemukan setelah antibiotik penisilin. Antibiotik aminoglikosida
merupakan antibiotik yang banyak digunakan untuk pengobatan infeksi berat bakteri
gram negatif seperti pneumonia atau bakteremia, sering dikombinasikan dengan
antibiotik β-laktam.
Aminoglikosida juga digunakan pada infeksi gram positif seperti infektif
endokarditis. Antibiotik ini paling baik bekerja pada kondisi pH basa + peningkatan
absobsi melalui membran luar bakteri. Berikatan dengan subunit ribosom 30S dan
digunakan untuk mengobati infeksi bakteri aerob. Aminoglikosida lain yang diisolasi
dari genus Streptomyces antara lain kanamycin, neomycin, paromomycin, gentamicin,
tobramycin dan spectinomycin (yang terakhir berbeda secara kimia dan mikrobiologis).
Sisomisin, Netilmicin dan Amikacinare merupakan contoh aminoglikosida semisintetik
Saat dikombinasikan dengan penisilin, sinergi antibiotik diperlukan untuk pembunuhan
bakteri yang optimal. Antibiotik aminoglikosida yang umum digunakan termasuk
gentamisin, tobramycin, netilmicin, dan amikasin.
Antibiotik aminoglikosida bersifat bakterisidal, dan konsentrasi obat
menunjukkan konsentrasi pembunuhan bakteri (Ackerman BH, Vannier AM, Eudy EB.
Analysis of vancomycin time-kill studies with Staphylococcus species by using a curve
stripping program to describe the relationship between concentration and
pharmacodynamic response. Antimicrob Agents Chemother. 1992;36(8):1766–1769).
Antibiotik yang bersifat concentration-dependent memiliki ciri khas dapat membunuh
bakteri pada tingkat yang lebih cepat bila konsentrasi obat lebih tinggi. Aminoglikosida
juga memiliki efek postantibiotik yang bergantung konsentrasi. Efek postantibiotik
adalah fenomena pembunuhan bakteri terus berlanjut meskipun konsentrasi serum telah
turun dibawah konsentrasi hambat minimum (MIC). Karena efek postantibiotiknya sifat
concentration-dependent pada aminoglikosida, konsentrasi obat yang lebih tinggi
menyebabkan efek postantibiotik lebih lama.
a. Farmakokinetik
Salah satu anti biotic golongan aminoglikosida yaitu amikasin memiliki MIC
yang lebih tinggi untuk dibanding antibiotic golongan aminoglikosida lainnya. Karena
sifat farmakokinetik yang sama untuk semua obat golongan antibiotik ini, dosis
amikasin yang lebih tinggi dibutuhkan untuk mengobati infeksi. Metode konvensional
pemberian antibiotik aminoglikosida adalah untuk mengelola beberapa dosis harian
(biasanya setiap 8 jam) (Zaske DE, Cipolle RJ, Rotschafer JC, et al. Gentamicin
pharmacokinetics in 1,640 1982;21:407–411) patients: method for control of serum
concentrations. Antimicrob Agents Chemother. Untuk memperoleh keuntungan dari
antibiotik yang bersifat concentration-dependent dan efek postantibiotik maka
diperlukan perpanjangan interval (biasanya dosis harian total diberikan sekali per hari)
administrasi aminoglikosida yang juga merupakan pemilihan dosis (Nicolau DP,
Freeman CD, Belliveau PP, et al. Antimicrob Agents Chemother. 1995;39:650–655).
Karena kedua metode pemberian dosis yang berbeda ini penting untuk mengidentifikasi
mana yang digunakan saat membahas pemantauan konsentrasi serum.
Aminoglikosida dieliminasi hampir seluruhnya (≥ 90%) dan dalam bentuk tidak
berubah dalam urin terutama dengan filtrasi glomerulus (10,13,16). Antibiotik ini
biasanya diberikan melalui infus intravena intermiten jangka pendek (1 / 2-1 jam),
walaupun bisa diberikan secara intramuskular. Bila aminoglikosida diberikan secara
intramuskular mereka menunjukkan ketersediaan hayati yang sangat baik yaitu
mendekati100% dan cepat diserap dengan konsentrasi maksimal sekitar 1 jam setelah
diberikan suntikan. pada pasien yang menderita hipotensi dan obesitas terdapat
pengecualian untuk situasi ini. Pemberian secara oral memiliki ketersediaan hayati yang
buruk (<10%) sehingga infeksi sistemik tidak dapat diobati melalui administrasi lewat
rute ini. Aminoglikosida memiliki mengikat protein plasma <10%.
Dosis yang direkomendasikan untuk dosis konvensional pada pasien dengan
fungsi ginjal normal adalah 3-5 mg / kg / hari untuk gentamisin dan tobramycin, 4-6
mg / kg / d untuk netilmicin, dan15 mg / kg / d untuk amikasin. Jumlah ini dibagi
menjadi tiga dosis harian yang sama untuk gentamisin, tobramycin, atau netilmicin, atau
dua atau tiga dosis harian yang sama untuk amikasin. Perpanjangan interval dosis yang
diperoleh dari literatur untuk pasien dengan fungsi ginjal normal adalah 4-7 mg / kg / d
forgentamicin, tobramycin, atau netilmicin dan 11-20 mg / kg / d untuk amikasin.
b. Spektrum Aktivitas
Aminoglikosid aktif melawan bakteri aerobik Gram-bacilli tetapi kurang aktif
melawan gram bakteri dari vecocci ibandingkan antibiotik golongan β-laktam. Selain
itu, antibiotik ini tidak aktif terhadap bakteri anaerob (karena aminoglikosida
memerlukan sistem transportasi yang bergantung pada oksigen untuk masuk ke dalam
sel). Kombinasi yang umum digunakan:
1. Aminoglikosida + β-laktam = memiliki efek sinergisme (dinding sel yang rusak
meningkatkan penetrasi aminoglikosida)
2. Carbenicillin + Gentamicin
3. Penicillin G + streptomisin digunakan untuk infeksi Enterococci (endokarditis).
4. Aminoglikosid juga memiliki aktivitas yang baik melawan P. Aeruginosa bila
dikombinasikan dengan penisilin.
c. Mekanisme Aksi
Antibiotic aminoglikosida bekerja dengan cara berikatan ke subunit 30S dari
ribosom bakteri, yang kemudian akan menghambat inisiasi sintesis protein sehingga
menghambat proses pembacaan pesan genetic dan menimbulkan pembacaan protein
yang salah.
1. Aminoglikamin yang mengandung deoxystretamin (menghasilkan kesalahan baca
pada dosis rendah dan penghambatan inisiasi pada dosis tinggi).
2. Aminoglikosida yang mengandung streptomisin (menghasilkan kesalahan baca
dan penghambatan inisiasi).
3. Spektinomisin (penghambatan inisiasi saja).
4. Semua aminoglikosida bersifat bakteriostatik (dengan dosis lebih rendah) dan
bakterisida dengan dosis tinggi, kecuali spectinomycin yang hanya bersifat
bakteriostatik. Selain itu, konsentrasi tinggi, biosintesis protein eukariotik juga
dapat dihambat.
d. Contoh sediaan aminoglikosida :
Gentamycin Kanamycin Tobramycin Neomycin
Amikacin Streptomycin Netilmycin

2.4.2 TETRASIKLIN
Tetrasiklin ditemukan pada tahun 1940an merupakan family antibiotik yang
bekerja dengan cara menghambat sintesis protein yaitu mencegah penempelan
aminoasil-tRNA ke tempat akseptor ribosom. Tetracyclines adalah agen dengan
spektrum yang luas. Antibiotik ini menunjukkan aktivitas melawan berbagai bakteri
gram positif dan gram negatif, organisme atipikal seperti klamidia, mikoplasma,
rickettsiae, dan parasit protozoa. Sifat yang menguntungkan dari antimikroba golongan
agen ini ialah tidak adanya efek samping yang merugikan sehingga penggunaannnya
yang ekstensif untuk terapi infeksi pada manusia dan hewan. Mereka juga digunakan
sebagai profilaksis untuk pencegahan malaria yang disebabkan oleh mefloquine yang
resisten Plasmodium falciparum.
Chlortetracycline dan oxytetracycline merupakan antibiotik pertama dari
golongan tetrasiklin. Keduanya ditemukan pada akhir tahun 1940-an. Molekul-molekul
ini adalah dihasilkan oleh Streptomyces aureofaciens dan S. Rimosus S. viridofaciens
dan demethylchlortetracycline dari S. aureofaciens, atau sebagai produk yang bersifat
hampir semisintetik, misalnya, methacycline, doksisiklin, dan minocycline. Contoh
antibiotic lain dari golongan tetrasiklin antara lain Chlortetracycline, Oxytetracycline,
Demethylchlortetracycline, Rolitetracycline, Limecycline.
Secara umum farmakodinamik tetrasiklin dapat dipahami melalui perbandingan
dengan beberapa kelas obat-obatan seperti b-lactams, fluoroquinolones dan
aminoglikosida. Pola dari efek antibakteri doksisiklin, minocycline dan tigecycline
telah dipelajari dengan menggunakan metode kurva time-kill.
a. Farmakokinetik
Secara umum tetracyclines dapat dibagi menjadi tiga kelompok berdasarkan
sifat farmakokinetik dan antibakterinya.
1. Kelompok ini terdiri dari agen lama yang kurang dapat diabsorbsi dan kurang
lipofilik dibandingkan obat baru di kelompok 2. Contohnya adalah tetrasiklin,
oxytetracycline, chlortetracycline,demeclocycline (demethyl chlorotetracycline),
lymecycline,methacycline dan rolitetracycline. Semua obat yang masuk kelompok
ini dapat diberikan secara oral kecuali rolitetracycline.
Absorbi antibiotik kelompok ini bervariasi antara 0% sampai hampir 90%;
namun,untuk sebagian besar berada pada kisaran 25-60%. Konsentrasi serum
meningkat perlahan setelah pemberian oral dengan absorbsi yang terjadi diperut,
duodenum dan usus halus. Cmaks (mg / L) tergantung pada dosis, namun
umumnya berkisar 1-5 mg / L (Tabel 1). Tmax berada di kisaran 2-4 jam kecuali
demeclocycline dengan Cmax-nya yang tertunda sampai 4-6 jam
2. Obat ini kurang dapat diserap hingga lengkap dan bersifat lipofilik 3-5 kali lebih
besar daripada obat pada kelompok 1. hal ini yang kemungkinan dapat
memperbaiki distribusi jaringan antibiotik kelompok ini namun tidak terdapat data
yang meyakinkan. kelompok ini tersedia dalam formulasi oral dan
intravena.Contohnya adalah doksisiklin dan minocycline.
3. Kelompok ini mencakup senyawa pengembangan dari aminomethylcyclines
(misalnya BAY73-6944 / PTK 0796) yang belum memasuki uji klinis dan yang
baru disetujui ialah glycylcycline tigecycline. Antibiotik ini aktif secara in vitro
dalam melawan bakteri dengan resistensi terhadap tetrasiklin.

b. Mekanisme Kerja
Tetrasiklin menghambat sintesis protein bakteri dengan mencegah asosiasi
aminoasil tRNA dengan bakteri ribosom. Oleh karena itu, untuk berinteraksi dengan
targetnya molekul ini perlu melintasi satu atau lebih sistem membran tergantung pada
apakah organisme yang rentan tersebut berupa gram positif atau gram negatif.
Tetracyclines melintasi membran luar bakteri gram negative melalui saluran ompF dan
OmpC porin,sebagai kation bermuatan positif (magnesium) membentuk tetracycline
kompleks.
Kationik antibiotik ion logam kompleks tertarik dengan potensi Donnan di
seluruh membran luar, yang menyebabkan akumulasi dalam periplasma,dimana
kompleks ion-tetrasiklin logam terdisosiasi untuk membebaskan tetrasiklin yang tidak
bermuatan, molekul lipofilik yang lemah mampu berdifusi melalui daerah lipid bilayer
bagian dalam(sitoplasma) membran. Demikian pula elektroneutral, bentuk lipofilik
diasumsikan sebagai jenis yang ditransfer melewati membran sitoplasma bakteri gram
positif.
Serapan tetrasiklin di seluruh membran sitoplasma adalah energi yang
tergantung dan didorong oleh komponen DpH kekuatan proton. Di dalam sitoplasma,
molekul tetrasiklin cenderung menjadi kelat dimulai ketika pH internal dan konsentrasi
ion logam divalen lebih tinggi dari pada luar sel. Adanya kemungkinan jenis obat aktif
yang mengikat ribosom adalah kompleks magnesium tetracycline. Tetrasiklin berikatan
dengan ribosom secara reversibel sehingga memberikan penjelasan tentang efek
bakteriostatik dari antibiotik ini.
BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN
1. Hal yang perlu diperhatikan sewaktu menggunakan antibiotika Penisilin :
a. Amati tanda-tanda alergi Penisilin, seperti ruam atau gatal, yang timbul dalam waktu
20 menit (atau setelah beberapa hari). Waspadalah terutama bila terjadi kesulitan
bernafas, rasa tercekik, pusing, cemas, lemah, dan berkeringat. Laporkan segera pada
dokter gejala-gejala tersebut.
b. Minumlah semua obat anda, walaupun anda sudah merasa sembuh, menghentikan
pengobatan lebih awal dapat menyebabkan kekambuhan.
c. Jika anda lupa minum obat satu dosis, minumlah segera mungkin. Lalu jarak minum
dosis obat yang tersisa pada hari itu diperpendek semuanya untuk memperbaiki dosis
yang terlupa. Penisilin bekerja efektif bila kadar Penisilin dalam tubuh anda tetap.
d. Hindari makanan yang asam (jeruk asam, vitamin c) yang akan mengurangi
keefektifan Penisilin.
2. Cephalosporin (masih segolongan dengan Beta-laktam) memiliki mekanisme kerja yang
hampir sama yaitu dengan menghambat sintesis peptidoglikan dinding sel bakteri.
Normalnya sintesis dinding sel ini diperantarai oleh PBP (Penicillin Binding Protein)
yang akan berikatan dengan D-alanin-D-alanin, terutama untuk membentuk jembatan
peptidoglikan. Namun keberadaan antibiotik akan membuat PBP berikatan dengannya
sehingga sintesis dinding peptidoglikan menjadi terhambat.
3. Macrolide, meliputi Erythromycin dan Azithromycin, menghambat pertumbuhan bakteri
dengan cara berikatan pada subunit 50S ribosom, sehingga dengan demikian akan
menghambat translokasi peptidil tRNA yang diperlukan untuk sintesis protein. Peristiwa
ini bersifat bakteriostatis, namun dalam konsentrasi tinggi hal ini dapat bersifat
bakteriosidal. Macrolide biasanya menumpuk pada leukosit dan akan dihantarkan ke
tempat terjadinya infeksi. Macrolide biasanya digunakan untuk Diphteria, Legionella
mycoplasma, dan Haemophilus.
4. Aminoglycoside meliputi Streptomycin, Neomycin, dan Gentamycin, merupakan
antibiotik bakterisidal yang berikatan dengan subunit 30S/50S sehingga menghambat
sintesis protein. Namun antibiotik jenis ini hanya berpengaruh terhadap bakteri gram
negatif.
5. Chloramphenicol merupakan antibiotik bakteriostatis yang menghambat sintesis protein
dan biasanya digunakan pada penyakit akibat kuman Salmonella.
6. Polypeptida meliputi Bacitracin, Polymixin B dan Vancomycin. Ketiganya bersifat
bakterisidal. Bacitracin dan Vancomycin sama-sama menghambat sintesis dinding sel.
Bacitracin digunakan untuk bakteri gram positif, sedangkan Vancomycin digunakan
untuk bakteri Staphilococcus dan Streptococcus. Adapun Polymixin B digunakan untuk
bakteri gram negatif.
7. Obat untuk semua antibiotic seharusnya diminum sesuai aturan ,dan dihabiskan untuk
menghindari terjadinya resistensi terhadap antibiot
DAFTAR PUSTAKA

Aberg, J,A., et al, 2009, Drug Information Handbook17th Edition, Lexi-Comp for the
American pharmacist Assosiation.

Ackerman BH, Vannier AM, Eudy EB. Analysis of vancomycin time-kill studies with
Staphylococcus species by using a curve stripping program to describe the relationship
between concentration and pharmacodynamic response. Antimicrob Agents Chemother.
1992;36(8):1766–1769

Anderson, P.O., Knoben, J.E., and Troutman, W.G., 2002, Handbook of Clinical Drug Data,
10th edition, , McGraw-Hill Companies, Inc., Sandego, California, P:326-327.

Anonim, 2000, Informatorium Obat Nasional Indonesia 2000, Dirjend POM, Departemen
Kesehatan, Jakarta.
Buku farmakologi dan Terapi, edisi 4, Bagian farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia 1995.

Butterfield JM, Patel N, MP Pai, Rosano TG, Drusano GL, Lodise TP: Memurnikan estimasi
pengikatan protein vancomycin: Identifikasi faktor klinis yang mempengaruhi pengikatan
protein. Agen antimikroba Chemother. 2011 Sep; 55 (9): 4277-82. Doi: 10.1128 / AAC.
01674-10. Epub 2011 13 Jun. [PubMed: 21670191]

Crueger, W., dan Crueger, A., 1988, Bioteknology: Textbook of industrial Mikcrobiology,
Madison Inc., New York

Depkes RI ,1979.Farmakope Indonesia edisi III.Jakarta


Ganiswarna. 1995. Farmakologi dan Terapi Edisi IV. Universitas Indonesia Press. Jakarta.

Hoan Tjay, Tan,Drs,dkk. 2002. Obat-Obat Penting Edisi V. Elex Media Komputindo
Kelompok Gramedia. Jakarta.

Huga, W.B.,dan Russel, A.D., 2000, Pharmaceutical Microbilogy., Blackwell Scientific


Piblication, London

ISFI (2008). Informasi Spesialite Obat (ISO) Indonesia, Volume 43. Penerbit Ikatan Sarjana
Farmasi Indonesia.
Katzung BG, Trevor AJ, Masters SB. Pharmacology Examination and Board Review. 8th ed.
New York: McGraw-Hill Education;2008:301.

Matzke GR, Zhanel GG, Guay DR: Farmakokinetik klinis dari vankomisin. Klinik
Farmakokinetik. 1986 Jul-Aug; 11 (4): 257-82. Doi: 10.2165 / 00003088-198611040-00001. [
PubMed: 3530582]

Muniz, Carolina Campos, et al (2007). Penicllin and Cephalosporin Production: A Historical

Mustcher. 1991. Dinamika Obat. Institute Teknologi Bandung. Bandung.

Mycek MJ, Harvey RA, Champe PC. Farmakologi Ulasan Bergambar. Jakarta: Widya
Medika;200:407-415.

Nicolau DP, Freeman CD, Belliveau PP, et al. Experience with a once-daily aminoglycoside
program administered to 2,184 adult patients. Antimicrob Agents Chemother. 1995;39:
650–655

Perspective. Journal of Microbiology. Vol 49 No: 3-4, December 2007

Sarah, M. 2002. Parameter Metabolik Dalam Pembuatan Penisilin. Medan: USU digital
library. Hal 1-2.

Setyabudi, Rianto. Farmakologi dan terapi. Edisi 5. 2007. Jakarta: Gaya Baru hal 700-702

Sweetman, S. C., 2009, Martindale 36th Edition The Complete Drug Reference,
Pharmaceutical Press, London, 458

T.pratiwi, Sylvia. 2008. Mikrobiologi farmasi. Erlangga : jogya katarta

Wattimena, J.R. dkk. 1991. Farmakodinamik dan Terapi Antibiotik.Yogyakarta : Gadjah


Mada University Press. Halaman 66-100.

Yagiela JA, Dowd FJ, Neidle EA, eds. Pharmacology and Therapeutics for Dentistry. 6 th ed.
Mosby. ST. Louis, Missouri. 2011

Zaske DE, Cipolle RJ, Rotschafer JC, et al. Gentamicin pharmacokinetics in 1,640 patients:
method for control of serum concentrations. Antimicrob Agents Chemother. 1982;21:407–411
http://pionas.pom.go.id/ioni/bab-5-infeksi/51-antibakteri/512-sefalosporin-dan-antibiotik-
beta-laktam-lainnya/5122 Diakses pada hari Rabu, 087Maret 2018 pukul 12.05 WIB.

https://www.drugbank.ca Diakses pada hari Kamis, 08 Maret 2018 pukul 19.21 WIB.

https://www.drugs.com Diakses pada hari Kamis, 08 Maret 2018 pukul 19.30 WIB.

Anda mungkin juga menyukai