Anda di halaman 1dari 27

TUGAS MAKALAH FITOKIMIA

FLAVANOID

Dosen pembimbing
Dr., Dra Marline Nainggolan, MSi., Apt.

OLEH KELOMPOK 6:
Nahda aulia putri 171501122
Silvana indriani 171501127
Shintia leoni putri 171501129
Nadya dewi rifad 171501131
Irnanda lestari 171501137
Gebrina rizka 171501138
Rusfida sukma 171501141
Erika alemina tarigan 171501142
Dinda aulia 171501146
Shafira hannisa jasmin 171591147
Azmi witri 171501148

FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2019
DAFTAR ISI

Halaman
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
1.1 LATAR BELAKANG.......................................................................................1
1.2 RUMUSAN MASALAH...................................................................................2
1.3 TUJUAN............................................................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................3
2.1 SKRINING FITOKIMIA FLAVONOID..........................................................3
2.2 PEMISAHAN FLAVONOID ...........................................................................3
2.3 IDENTIFIKASI SENYAWA FLAVONOID....................................................5
2.4 EKSTRAKSI FLAVONOID...........................................................................21
2.5 PEMERIKSAAN FALVONOID.....................................................................22
BAB III PENUTUP..............................................................................................23
3.1 KESIMPULAN................................................................................................23
3.2 SARAN ...........................................................................................................23
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................24
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Suatu tanaman dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya adalah
melakukan metabolisme primer. Hasil metabolisme primer ini berupa metabolit
primer seperti karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral. Diamping adanya
metabolisme primer tanaman juga melakukan metabolisme sekunder yang mana
metabolit primer sebagai prekursornya. Metabolismen sekunder dilakukan
tanaman dalam mempertahankan hidupnya dari serangan bitik dan abiotik di
sekitar tunbuhnya. Hasil metabolisme sekunder berupa metabolit sekunder, seperti
senyawa-senyawa fenol, penil propanoid, saponin, alkaloid, tanin, steroid dan
flavonoid. Berbagai penelitian menyebutkan bahwa metabolit sekunder inilah
yang mempunyai bioaktivitas farmakologis. Salah satu contohnya adalah
flavonoid pada tanaman Meniran mempunyai bioaktivitas sebagai immunodulator
(Parwata, 2016).
Flavonoid merupakan kandungan khas tumbuhan hijau dan salah satu
senyawa aktif yang menjadi penelitian peneliti dalam mengembangkan obat
tradisional Indonesia. Hal penting dari penyebaran flavonoid dalam tumbuhan
adalah adanya kecenderungan kuat bahwa tumbuhan yang secara taksonomi
berkaitan akan menghasilkan flavonoid yang jenisnya serupa. Jadi informasi
tumbuhan yang diteliti seringkali didapatkan dengan melihat pustaka mengenai
flavonoid terdahulu dalam tumbuhan yang berkaitan, misalnya dari marga atau
suku yang sama (Markham,1988).
Tumbuhan yang mengandung flavonoid banyak dipakai dalam pengobatan
tradisional. Hal tersebut disebabkan flavonoid mempunyai berbagai macam
aktivitas terhadap macam-macam organisme (Robinson, 1995).
Flavonoid merupakan kandungan khas tumbuhan hijau dengan mengecualikan
alga. Flavonoid sebenarnya terdapat pada semua bagian tumbuhan termasuk daun,
akar, kayu, kulit, tepung sari, nectar, bunga, buah, dan biji. Penyebaran jenis
flavonoid pada golongan tumbuhan yang terbesar, yaitu angiospermae
(Markham,1988).
Senyawa flavonoid adalah senyawa polifenol yang mempunyai 15 atom
karbon yang tersusun dalam konfigurasi C 6 -C 3 -C 6 , yaitu dua cincin aromatik
yang dihubungkan oleh 3 atom karbon yang dapat atau tidak dapat membentuk
cincin ketiga. Flavonoid terdapat dalam semua tumbuhan hijau sehingga dapat
ditemukan pada setiap ekstrak tumbuhan (Markham, 1988). Golongan flavonoid
dapat digambarkan sebagai deretan senyawa C 6 -C 3 -C 6 , artinya kerangka
karbonnya terdiri atas dua gugus C 6 (cincin benzena tersubstitusi) disambungkan
oleh rantai alifatik tiga karbon (Robinson, 1995).
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas dapat dirumuskan suatu permasalahan sebagai
berikut:
- Bagaimanakah struktur senyawa flavonoid pada tumbuhan ?
- Apa saja pembagian dari senyawa flavonoid ?
- Bagaimana cara identifikasi senyawa flavanoid ?
- Bagaimana cara melakukan biosintesis senyawa flavonoid?

1.3. Tujuan
- Mahasiswa dapat mengetahui struktur senyawa flavonoid pada tumbuhan.
- Mahasiswa dapat mengetahui pembagian dari senyawa flavonoid.
- Mahasiswa dapat mengidentifikasi senyawa flavanoid.
- Mahasiswa dapat mengetahui cara melakukan biosintesis senyawa
flavonoid.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Glikosida flavonol dan aglikon biasanya dinamakan flavonoid. Glikosida
ini merupakan senyawa yang sangat luas penyebarannya. Di alam dikenal adanya
sejumlah besar flavonoid yang berbeda-beda dan merupakan pigmen kuning yang
tersebar luas di seluruh tanaman tingkat tinggi. Rutin, kuersetin ataupun sitrus
bioflavonoid (termasuk hesperidin, hesperetin, diosmin dan maringenin)
merupakan kandungan flavonoid yang paling dikenal. Rutin dan hesperidin
dinamakan vitamin P atau faktor permeabilitas. Rutin dan hesperidin pernah
digunakan dalam pengobatan berbagai kondisi yang ditandai oleh pendarahan
kapiler dan peningkatan kerapuhan kapiler. Juga pernah diusulkan penggunaan
bioflavonoid sitrus untuk pengobatan gejala-gejala penyakit demam. Bukti
kemanjuran terapetik dari rutin, sitrus, bioflavonoid dan senyawa sekerabata
terutama diarahkan kepada beberapa sediaan penunjang diet (food supplement)
(Endarini, 2016).
Flavonoid adalah suatu kelompok senyawa fenol yang terbesar yang
ditemukan di alam. Banyaknya senyawa flavonoid ini bukan disebabkan karena
banyaknya variasi struktur, akan tetapi lebih disebabkan oleh berbagai tingkat
hidroksilasi, alkoksilasi atau glikoksilasi pada struktur tersebut. Flavonoid di alam
juga sering dijumpai dalam bentuk glikosidanya. Senyawa-senyawa ini
merupakan zat warna merah, ungu, biru dan sebagian zat warna kuning yang
terdapat dalam tanaman. Sebagai pigmen bunga, flavonoid jelas berperan dalam
menarik serangga untuk membantu proses penyerbukan. Beberapa kemungkinan
fungsi flavonoid yang lain bagi tumbuhan adalah sebagai zat pengatur tumbuh,
pengatur proses fotosintesis, zat antimikroba, antivirus dan antiinsektisida.
Beberapa flavonoid sengaja dihasilkan oleh jaringan tumbuhan sebagai respon
terhadap infeksi atau luka yang kemudian berfungsi menghambat fungsi
menyerangnya. Telah banyak flavonoid yang diketahui memberikan efek
fisiologis tertentu. Oleh karena itu, tumbuhan yang mengandung flavonoid banyak
dipakai dalam pengobatan tradisional. Peneitian masih terus dilakukan untuk
mengetahui berbagai manfaat yang bisa diperoleh dari senyawa flavonoid
(Endarini, 2016).
Berdasarkan strukturnya, terdapat beberapa jenis flavonoid yang
bergantung pada tingkat oksidasi rantai propan, yaitu kalkon, flavan, flavanol
(katekin), flavanon, flavanonol,
flavon, flavanon, antosianidin, auron. Katekin merupakan senyawa yang
mempunyaibanyak kesamaan dengan proantosianidin. Katekin mempunyai
aktivitas antioksidan yang tinggi. Proantosianidin, menurut definisi adalah
senyawa yang membentuk antosianidin (jika dipanaskan dengan asam). Jika
proantosianidin diperlakukan dengan asam dingin akan menghasilkan polimer
yang menyerupai tanin (Endarini, 2016).
Flavanon (dihidroflavon) dan flavanol (dihidroflavonol) tersebar di alam
dalam jumlah yang terbatas. Keduanya merupakan senyawa yang berwarna atau
sedikit kuning. Flavon dan flavonol merupakan flavonoid utama karena termasuk
jenis flavonoid yang banyak dijumpai di alam (Endarini, 2016).
Antosianidin merupakan flavonoid utama karena termasuk jenis flavonoid
yang banyak dijumpai di alam, terutama dalam bentuk glikosidanya, yang
dinamakan antisianin. Antosianin adalah pigmen daun dan bunga dari yang
berwarna merah hingga biru. Pada pH<2, antosianin berada dalam bentuk kation
(ion flavilium), tetapi pada pH yang sedikit asam, bentuk kuinonoid yang
terbentuk. Bentuk ini dioksidasi dengan cepat oleh udara danrusak, oleh karena itu
pengerjaan terhadp antosianin aman dilakukan dalam larutan yang asam. Calkon
dan dihidrocalkon tersebar di alam dalam jumlah yang terbatas. Auron, tersebar di
alam dalam jumlah yang terbatas. Auron memiliki kerangka benzalkumaranon.
Auron mempunyai pigmen kuning emas yang terdapat dalam bunga tertentu dan
bryophita. Banyak dijumpai dalam bentuk glikosida atau eter metil.
Senyawasenyawa isoflavonoid dan neoflavonoid hanya ditemukan dalam
beberapa jenis tumbuhan. Isoflavonoid penting sebagai fitoaleksin. Yang
termasuk isoflavonoid adalah isoflavon, rotenoid, pterokarpan dan kumestan
sedangkan neoflavonoid meliputi 4-arilkumarin dan dalbergion (Endarini, 2016).
2.1 Skrining fitokimia flavonoid
Uji skrining senyawa ini dilakukan dengan cara menggunakan pereaksi
Wilstater/ Sianidin. Bahan sampel tanaman sebanyak 5 gram diekstraksi dengan
pelarut n-heksana atau petroleum eter sebanyak 15 ml kemudian disaring. Ekstrak
yang diperoleh selanjutnya diekstraksi lebih lanjut menggunakan metanol atau
etanol sebanyak 30 ml. Selanjutnya, 2 ml ekstrak metanol atau etanol yang
diperoleh kemudian dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan ditambah dengan 0,5
ml asam klorida pekat (HCl pekat) dan 3-4 pita logam Mg. Adanya flavonoid
ditandai dengan warna merah, oranye dan hijau tergantung struktur flavonoid
yang terkandung dalam sampel tersebut (Endarini, 2016).
2.2. Pemisahan Flavonoid
Pemisahan banyak dilakukan menggunakan kromatografi kolom. Jumlah
adsorben yang dipakai tergantung pada tingkat kerumitan campuran senyawa yang
akan dipisahkan yang berarti panjang dan diameter kolom yang dipakai juga
bergantung pada hal tersebut. Untuk campuran yan rumit dipisahkan diperlukan
500 gram adsorben tiap gram sampel. Besar partikel adsorben untuk kolom
biasanya memiliki rentang 100-300 mesh. Beberapa adsorben yang dapat dipakai
untuk pemisahan flavonoid adalah selulosa, silika, poliamida, gel sephadex (G).
gel sephadex (LH-20). Pada umumnya, kolom harus dielusi dengan pelarut atau
campuran pelarut yang berurutan, dimulai dengan pelarut yang paling kurang
polar dan
sedikit demi sedikit meningkat sampai ke yang paling polar. Jika diperlukan
pemisahan flavonoid yang baik, proses elusinya harus dilakukan perlahan-lahan.
Pita yang memisah dalam kolom mungkin tampak kuning atau dapat dideteksi
dengan sinar UV (366 nm). Dalam hal ini, cara yang sederhana adalah dengan
mengumpulkan setiap pita dalam tempat yang terpisah. Tetapi jika pita tidak
nampak, fraksifraksi harus ditampung pada selang waktu atau jumlah volume
yang teratur. Kemudain setiap fraksi dianalisis dengan KLT untuk menentukan
fraksi-fraksi mana saja yang dapat digabung. Kromatografi lain yang berperan
dalam analisis flavonoid adalah KLT umumnya sama dengan adsorben dan eluen
yang digunakan pada kromatografi kolom sedangkan pereaksi penampak noda
yang banyak dipakai dalam analisis flavonoid adalah AlCl3, kompleks difenil
asam borat etanolamin, asam sulfanilat terdiazotasi, vanilin-HCl (Endarini, 2016).
2.3. Identifikasi Senyawa Flavonoid
a. Spektroskopi UV-VIS
Spektrum flavonoid biasanya diukur dalam larutan dengan pelarut metanol
atau etanol, meski perlu diingat bahwa spectrum yang dihasilkan dalam etanol
kurang memuaskan. Spektrum khas flavonoid terdiri atas dua panjang gelombang
maksimum yang berada pada rentang antara 240-285 nm (pita II) dan 300-550 nm
(pita I). Kedudukan yang tepat dan intensitas panjang gelombang maksimum
memberikan informasi yang berharga mengenai sifat flavonoid dan pola
oksigenasinya. Rentang panjang gelombang maksimum pada spektrum UV-VIS
beberapa flavonoid :

Bentuk daerah spektrum flavonoid pada


Spektrofotometri UV-Tampak dapat dilihat pada Gambar
Spektrum Serapan UV- Visible Jenis Flavonoid
Keragaman dalam rentang panjang gelombang maksimum ini bergantung
pada pola hidroksilasi dan pada derajat substitusi gugus hidroksil. Beberapa
ketentuannya adalah sebagai berikut:
1) Perubahan pada cincin A cenderung tercermin pada pita II, sedangkan
perubahan pada cincin B dan C cenderung lebih jelas tercermin pada pita I.
2) Oksigenasi (terutama hidroksilasi) umumnya mengakibatkan pergerseran pita
ke panjang gelombang yang lebih besar.
3) Metilasi atau glikosilasi mengakibatkan pergeseran pita ke panjang gelombang
yang lebih kecil. Jenis gula pada glikosida biasanya tidak berpengaruh terhadap
besarnya pergeseran.
4) Asetilasi cenderung menghasilkan pengaruh gugus hidroksil fenol.
5) Adanya sistem 3’, 4’-dihidroksil pada flavon dan flavonol umumnya dapat
dibuktikan dengan adanya puncak kedua pada pita II (kadang-kadang berupa
bahu bukan puncak).
6) Adanya asam sinamat pada flavonoid dapat dideteksi berdasarkan adanya pita
serapan pada 320 nm jika flavonoid sendiri tidak menunjukkan serapan yang
berarti di daerah ini, misalnya antosianin. Beberapa informasi tambahan untuk
penentuan struktur flavonoid dapat diperoleh dengan menambahkan pereaksi
geser. Beberapa pereaksi geser yang biasa dipakai adalah :
1) Larutan NaOH 2M
2) AlCl3. Kira-kira 5 gram AlCl3 kering ditambahkan dengan hati-hati ke dalam
100 ml metanol.
3) HCl. Sejumlah 50 ml HCl pekat ditambahkan ke dalam 100 ml aquadest.
4) NaOAc. Biasanya digunakan serbuk NaOAc anhidrat.
5) H3BO3. Digunakan serbuk asam borat anhidrat.
6) Mekanisme reaksi yang terjadi antara flavonoid + AlCl3 dan flavonoid + AlCl3
+ HCl
Jadi langkah pertama yang dapat dilakukan adalah menentukan jenis flavonoid
dengan memperhatikan :
1) Bentuk umum spectrum MeOH
2) Panjang gelombang pita serapan
(Endarini, 2016).
Langkah selanjutnya adalah mempertimbangkan arti perubahan spectrum yang
disebabkan oleh berbagai pereaksi geser.
b. Spekrtroskopi UV-VIS hesperidin

Cincin C flavanon tidak memiliki ikatan rangkap terkonjugasi dengan gugus


karbonil sehingga terdapat absorpsi kuat pada daerah 270-290 nm yang
merupakan puncak gugus benzoil (Endarini, 2016).
Pentingnya mempelajari flavonoid yaitu maknanya mampu menseparasi
dan mengisolasi mereka. pentingnya aspek penelitian flavonoid dapat melihat
artikel tinjauan yang merujuk ke kromatografi mereka. walaupun, informasi
biasanya menyebar pada tiap bab atau mendapat bagian isolasi tercurah pada kelas
tersendiri di polifenol.
Dibab ini, oleh karena itu tujuannya menghadirkan laporan singkat
ringkasan teknik umum, dengan referensi kategori struktur berbeda : flavon dan
flavonol(dan glikosida mereka), isoflavon, flavonon, kalkon, antosianin, dan
proantosianidin.
Di waktu singkat, lapisan tipis kromatografi (TLC), kromatografi
poliamida, dan elektroforesis kertas merupakan teknik separasi terbesar dari
fenolic. metode ini, TLC masih dipakai dalam analisis flavonoid. digunakan
karena cepat, sederhana dan sesuai pada berbagai metode untuk polifenolik pada
ekstrak tumbuh-tumbuhan dan dalam kerja fraksinasi. walaupun, kerja yang di
tunjukkan besar sekarang lebih beralih ke aplikasi kualititf dan kuantitatif
performans tinggi kromatografi cairan(HPLC) untuk analisis. flavonoid bisa
diseparasi, dikuantifikasi dan diidentifikasi dalam satu operasi oleh rangkaian
HPLC dengan ultraviolet (UV), massa,pendeteksi resonansi magnet nuklir
(NMR). baru-baru ini, teknik dari elektroforesis kapiler telah menambah
perhatian.
Satu fitur yang merupakan keuntungan besar untuk analisis flavonoid yaitu
hadirnya cincin fenil. kromofor unggul, tentunya aktif UV dan menyediakan
alasan mengapa flavonoid sangat mudah terdeteksi. spektro UV mereka
informasinya istimewa, menyediakan sedapat mungkin informasi struktur yang
bisa membedakan tipe fenol dan pola oksidasi.
Teknik penomoran telah digunakan untuk menyiapkan separasi dari
flavonoid. ini mencakup HPLC, Diaion, Amberlite XAD-2, dan XAD-7 dan
fraktogel TSK dan Toyopearl HW-40 resin, filtrasi gel di sepadex dan partisi
sentrifugal kromatografi (CPC). pilihan metode-metode dan strategi-strategi
merubah-rubah bentuk kelompok penelitian untuk kelompok penelitian dan
seringkali bergantung di kelas flavonoid dipelajari.
1.2 Ekstraksi
Flavonoid ( khususnya glikosida) bisa di degradasi oleh aksi enzim ketika
dikumpulkan material tumbuhan segar atau tidak kering. jadi sebaiknya gunakan
sampel kering, diliopilis atau sampel-sampel beku. ketika materi tumbuhan kering
digunakan, umumnya dalam permukaan serbuk. untuk ekstraksi, pelarut pilihan
sebagai sebuah tipe fungsi, dibutuhkan flavonoid. kepolaran penting disini.
flavonoid sedikit polar ( contohnya isoflavon, flavanon, dimetil flavon, dan
flavonol) diekstraksi dengan kloroform, diklorometana, dietil eter, atau etil asetat,
sementara flavonoid glikosida dan aglikon lebih polar diekstraksi dengan alkohol
atau campuran air alkohol. glikosida mampu ditingkatkan kelarutan airnya dan
larutan alkohol larut stabil.
Bahan tanaman bubuk juga dapat diekstraksi dalam peralatan Soxhlet.
Pertama dengan heksana, misalnya, untuk menghilangkan lipid dan kemudian
dengan etil asetat atau etanol untuk mendapatkan fenolat. Pendekatan ini tidak
cocok untuk senyawa yang peka terhadap panas.

Prosedur yang mudah dan sering digunakan adalah ekstraksi pelarut berurutan.
Langkah pertama, dengan diklorometana. sebagai contoh. akan mengekstrak
aglikon ilavonoid dan bahan yang kurang polar. Langkah selanjutnya dengan
alkohol akan mengekstraksi glikosida flavonoid dan konstituen kutub.
Flavanon dan glikosida chavon tertentu sulit larut dalam metanol. etanol,
atau campuran air alkohol. Kelarutan flavanon tergantung pada pH yang
mengandung air solusi.
Flavan-3-ols (katekin, proantosianidin, dan tanin terkondensasi) sering
dapat diekstraksi langsung dengan air. Namun. komposisi ekstrak bervariasi
dengan pelarut apakah air, methanol, etanol. aseton. atau etil asetat. Sebagai
contoh. diklaim bahwa metanol adalah pelarut terbaik untuk katekin dan aseton
70% untuk procyanidins.
Antosianin diekstraksi dengan metanol diasamkan dingin. Asam yang
digunakan biasanya asam asetat (sekitar 700) atau asam trifluoroasetat (TFA)
(sekitar 3 "o). Penggunaan asam mineral dapat menyebabkan hilangnya gugus asil
yang melekat.
Ekstraksi biasanya dilakukan dengan pengadukan magnetik atau
pengocokan, tetapi metode lain baru-baru ini telah diperkenalkan untuk
meningkatkan efisiensi dan kecepatan prosedur ekstraksi. Yang pertama disebut
ekstraksi cair bertekanan (PLE). Dengan metode ini. ekstraksi dipercepat dengan
menggunakan suhu tinggi dan tekanan tinggi. Ada peningkatan difusi pelarut dan
pada waktu bersamaan. ada kemungkinan bekerja di bawah atmosfer lembam dan
dengan perlindungan dari cahaya. Instrumen yang tersedia secara komersial
memiliki kapal ekstraksi dengan volume hingga sekitar 100ml. Dalam sebuah
studi yang melibatkan tanaman obat, penggunaan pelarut berkurang dua faktor.
Optimalisasi pemulihan rutin dan isoquercitrin dari bunga yang lebih tua
(Sambucus m'gra. Caprifoliaceae) telah dijelaskan. Aplikasi PLE memberikan
hasil yang lebih baik daripada maserasi dan waktu ekstraksi yang lebih pendek
dan jumlah pelarut yang lebih sedikit diperlukan. PLE biji anggur dan kulit dari
limbah pembuatan anggur terbukti menjadi prosedur yang efisien untuk
mendapatkan katekin dan epicatechin dengan sedikit dekomposisi, asalkan suhu
dijaga di bawah l30'C
Seperti namanya, ekstraksi fluida superkritis (SFE) bergantung pada sifat
pelarutan cairan superkritis. Viskositas yang lebih rendah dan laju difusi cairan
superkritis yang lebih tinggi, bila dibandingkan dengan cairan, menjadikannya
ideal untuk ekstraksi matriks terkontrol difusi. seperti jaringan tanaman.
Keuntungan dari metode ini adalah konsumsi pelarut yang lebih rendah,
selektivitas yang terkendali, dan degradasi kimia atau termal yang lebih sedikit
daripada metode seperti ekstraksi Soxhlet. Banyak aplikasi dalam ekstraksi
produk alami telah dilaporkan, dengan karbon dioksida superkritis menjadi pelarut
ekstraksi yang paling banyak digunakan. Namun, untuk memungkinkan ekstraksi
senyawa polar seperti Havonoids, pelarut polar (seperti metanol) harus
ditambahkan sebagai pengubah. Akibatnya ada pengurangan substansial dalam
selektivitas. Ini menjelaskan mengapa ada relatif sedikit aplikasi untuk polifenol
dalam literatur. Bahkan dengan tekanan hingga 689 bar dan 20% pengubah
(biasanya metanol) dicairan ekstraksi. hasil senyawa polifenolik tetap rendah.
seperti yang ditunjukkan untuk marigold (C alendula Qf / icinalis, Asteraceae) dan
chamomile (Matricaria reculim, Asteraceae).
Ekstraksi berbantuan ultrasonik adalah teknik cepat yang juga dapat
digunakan dengan campuran pelarut tak bercampur: heksana dengan air metanol
(9: 1). misalnya, adalah sistem yang digunakan untuk tanaman Brasil
Lyclmophora ericoides (Asteraceae). Fasa heksan terkonsentrasi lebih sedikit
lakton dan hidrokarbon seskuiterpen polar, sedangkan fasa alkohol berair
terkonsentrasi flavonoid dan lebih banyak lakton seskuiterpen polar.
Microwave-assisted Extraction (MAE) telah dideskripsikan untuk
ekstraksi berbagai senyawa dari matriks yang berbeda. Ini adalah teknik sederhana
yang dapat diselesaikan dalam beberapa menit. Energi gelombang mikro
diterapkan pada sampel yang tersuspensi dalam pelarut. baik dalam wadah
tertutup atau dalam sel terbuka. Yang terakhir memungkinkan jumlah sampel
yang lebih besar untuk diekstraksi. Tingkat pemanasan tertentu terlibat.
1.3 PEMISAHAN PREPARATIF
1.3.1 PEMURNIAN AWAL
Setelah ekstrak tanaman kutub yang sesuai diperoleh, pembersihan awal
bermanfaat. Metode klasik untuk memisahkan fenolik dari ekstrak tumbuhan
adalah mengendapkan dengan asetat timah atau mengekstraksi menjadi alkali atau
karbonat, diikuti dengan pengasaman. Prosedur memimpin asetat sering tidak
memuaskan karena beberapa fenolik tidak mengendap; senyawa lain dapat
mengendap dan tidak selalu mudah untuk menghilangkan garam timbal.
Atau, partisi pelarut atau teknik berlawanan arus dapat diterapkan. Untuk
mendapatkan fraksi yang kaya isoflavonoid dari spesies Erythrina (Leguminosae)
untuk pekerjaan pemurnian lebih lanjut. ekstrak pelarut organik dilarutkan dalam
metanol 900 0 dan pertama dipartisi dengan heksana. Bagian metanol residual
diatur dengan air sampai 30 "0 dan dipartisi dengan t-butil metil eter-heksana (9:
1). Campuran yang terakhir ini kemudian dikromatografi untuk memperoleh
senyawa murni.
Kolom poliamida pendek, kolom Sephadex LH-20, atau resin penukar ion
dapat digunakan. Penyerapan ekstrak kasar ke Diaion HP-20 atau Amberlite
XAD-Z (atau XAD-7) kolom, diikuti oleh elusi dengan gradien metanol-air,
adalah cara terbaik untuk mempersiapkan fraksi kaya Havonoid.
1 .3.2 METODE PERSIAPAN
Salah satu masalah utama dengan pemisahan preparatif flavonoid adalah
kelarutan hemat dalam pelarut yang digunakan dalam kromatografi. Selain itu,
flavonoid menjadi kurang larut ketika proses pemurniannya berlangsung.
Kelarutan yang buruk dalam fase gerak yang digunakan untuk pemisahan
kromatografi dapat menyebabkan pengendapan di bagian atas kolom, yang
menyebabkan resolusi yang buruk, penurunan aliran pelarut, atau bahkan
penyumbatan kolom.
Komplikasi lain juga bisa timbul. Misalnya, dalam pemisahan
anthocyanin dan fraksi yang kaya anthocyanin. disarankan untuk menghindari
asetonitril dan asam format asetonitril sulit untuk menguap dan ada risiko
pembentukan ester dengan asam format.
Tidak ada strategi isolasi tunggal untuk pemisahan flavonoid dan satu atau
banyak langkah mungkin diperlukan untuk isolasi mereka. Pilihan metode
tergantung pada polaritas senyawa dan jumlah sampel yang tersedia. Sebagian
besar metode preparatif yang tersedia dijelaskan dalam volume oleh Hostettmann
et al.
Kromatografi kolom terbuka konvensional masih banyak digunakan
karena kesederhanaan dan nilainya sebagai langkah pemisahan awal. Pekerjaan
persiapan pada Havonoids dalam jumlah besar dari ekstrak tanaman mentah juga
dimungkinkan. Bahan pendukung termasuk poliamida, selulosa, silika gel.
Sephadex LH-20. dan Sephadex G-10, 0-25, dan 0-50. Sephadex LH-20
direkomendasikan untuk pemisahan proanthocyanidins. Untuk gel Sephadex.
serta pengecualian ukuran, mekanisme adsorpsi dan partisi beroperasi dengan
adanya pelarut organik. Meskipun metanol dan etanol dapat digunakan sebagai
eluen untuk proanthocyanidins. Aseton lebih baik untuk menggantikan polifenol
dengan berat molekul tinggi. Laju aliran lambat juga disarankan. Kromatografi
kolom terbuka dengan penopang tertentu (silika gel. Poliamida) menderita tingkat
tertentu dari adsorpsi ireversibel zat terlarut pada kolom.
Modifikasi metode (kromatografi kolom kering, kromatografi cair vakum,
VLC, misalnya) juga berguna secara taktis untuk ekstrak tanaman fraksinasi
cepat. VLC dengan dukungan poliamida telah dilaporkan untuk pemisahan
glikosida t glylavonol
TLC preparatif adalah metode pemisahan yang membutuhkan pengeluaran
finansial paling sedikit dan peralatan paling dasar. Ini biasanya digunakan untuk
jumlah sampel miligram. meskipun jumlah gram juga ditangani jika
campurannya tidak terlalu kompleks. TLC preparatif dalam hubungannya dengan
kromatografi kolom terbuka tetap merupakan cara sederhana untuk memurnikan
produk alami. meskipun varian kromatografi planar, seperti TLC sentrifugal,
telah menemukan aplikasi dalam pemisahan flavonoid.
Kombinasi lain tentu saja mungkin, tergantung pada masalah pemisahan
tertentu. Menggabungkan filtrasi gel atau partisi cairan cair dengan kromatografi
cair (LC) adalah salah satu solusinya. Dimasukkannya kromatografi pada
pendukung polimer juga dapat memberikan cara tambahan untuk memecahkan
pemisahan yang sulit.
Beberapa metode kromatografi cair tekanan preparatif tersedia. Ini dapat
diklasifikasikan menurut tekanan yang digunakan untuk pemisahan:
1. LC tekanan tinggi (atau kinerja tinggi) (> 20 bar / 300 psi)
2. LC tekanan menengah (5 hingga 20 bar / 75 hingga 300 psi)
3. LC tekanan rendah (<5 bar / 75 psi)
4. Flash kromatografi (sekitar 2 bar / 30 psi)
1.3.2.1 Kromatografi Cair Kinerja Tinggi
Sejauh ini HPLC menjadi teknik yang paling populer untuk pemisahan
flavonoid, baik pada skala preparatif maupun analitik. Peningkatan dalam
instrumentasi, bahan pengepakan, dan teknologi kolom diperkenalkan setiap saat,
membuat teknik ini semakin menarik.
Perbedaan antara metodologi analitik dan preparatif adalah bahwa HPLC
analitis tidak bergantung pada pemulihan sampel, sedangkan HPLC preparatif
adalah proses pemurnian dan bertujuan mengisolasi zat murni dari campuran.
Pemisahan HPLC semipreparatif (untuk ukuran sampel l hingga 100 mg)
menggunakan kolom dengan diameter internal 8 hingga 20 mm. sering dikemas
dengan partikel 10 me (atau lebih kecil). Sampel besar dapat dipisahkan dengan
instalasi preparatif (atau bahkan skala proses) tetapi biaya menjadi lebih tinggi.
Optimalisasi dapat dilakukan pada kolom HPLC analitis sebelum transposisi ke
skala semipreparatif.

Tujuan bab ini bukan deskripsi rinci tentang teknik dan instrumentasi
tetapi untuk menunjukkan aplikasi HPLC dalam pemisahan preparatif flavonoid.
Beberapa contoh representatif diberikan pada Tabel 1.1. Dalam ulasan 1982
tentang teknik isolasi untuk i?lavonoid, 3 HPLC preparatif pada waktu itu belum
sepenuhnya dieksploitasi. Namun, situasinya sekarang sangat berbeda dan 80%
dari semua isolasi flavonoid mengandung langkah HPLC sekitar 95% aplikasi
HPLC yang dilaporkan ada pada fase octadecylsilyl. Kondisi isokratik dan
gradien digunakan.
1.3.2.2 Kromatografi Cair Tekanan Menengah
Istilah ‘‘ kromatografi cair tekanan menengah ’(MPLC) mencakup
berbagai diameter kolom, bahan pengemasan granulometri yang berbeda, tekanan
yang berbeda, dan sejumlah sistem yang tersedia secara komersial. Dalam
bentuknya yang paling sederhana, MPLC adalah kolom tertutup (umumnya kaca)
yang terhubung ke sumber udara tekan atau pompa bolak-balik. Ini memenuhi
persyaratan untuk metode alternatif sederhana untuk kromatografi kolom terbuka
atau flash kromatografi, dengan resolusi yang lebih tinggi dan waktu pemisahan
yang lebih pendek. Kolom MPLC memiliki kapasitas pemuatan tinggi - hingga
rasio sampel-ke-pengemasan-bahan 1:25 - dan ideal untuk pemisahan flavonoid.
Di MPLC, kolom umumnya diisi oleh pengguna. Ukuran partikel 25
hingga 200 mm biasanya dianjurkan (15 hingga 25, 25 hingga 40, atau 43 hingga
60 mm adalah kisaran yang paling umum) dan pengemasan bubur atau
pengemasan kering dimungkinkan. Resolusi ditingkatkan untuk kolom panjang
dengan diameter internal kecil bila dibandingkan dengan kolom pendek dengan
diameter internal lebih besar (dengan jumlah fase diam yang sama) .33 Pilihan
sistem pelarut dapat secara efisien dilakukan oleh TLC34 atau dengan HPLC
analitik. Transposisi ke MPLC bersifat langsung dan langsung.35 Beberapa
aplikasi MPLC untuk pemisahan flavonoid ditunjukkan pada Tabel 1.2.
1.3.2.3 Kromatografi Partisi Sentrifugal
Berbagai teknik kromatografi berlawanan arus telah berhasil digunakan
untuk pemisahan flavonoid.7 Kromatografi arus berlawanan adalah teknik
pemisahan yang mengandalkan partisi sampel antara dua pelarut yang tidak
bercampur, proporsi relatif zat terlarut yang masuk ke masing-masing dari dua
fase yang ditentukan oleh partisi tersebut koefisien komponen zat terlarut. Ini
adalah metode semua-cair yang ditandai dengan tidak adanya dukungan yang
solid, dan dengan demikian memiliki keunggulan berikut dibandingkan teknik
kromatografi lainnya:
. Tidak ada adsorpsi sampel yang ireversibel
. Pemulihan kuantitatif dari sampel yang diperkenalkan
. Risiko denaturasi sampel yang sangat berkurang
. Konsumsi pelarut rendah
. Ekonomi yang menguntungkan
Oleh karena itu, jelas bahwa teknik semacam itu ideal untuk flavonoid,
yang sering mengalami masalah retensi pada penopang padat seperti silika gel dan
poliamida.
Distribusi arus berlawanan, kromatografi arus balik tetesan, dan
kromatografi arus berlawanan loker rotasi sekarang jarang digunakan tetapi BPK,
juga dikenal sebagai kromatografi arus balik sentrifugal, menemukan aplikasi luas
untuk pemisahan preparatif flavonoid. Dalam CPC, fase stasioner cair
dipertahankan oleh gaya sentrifugal alih-alih dukungan padat (dalam kromatografi
kolom). Pada dasarnya, ada dua alternatif desain peralatan yang ada di pasaran43:
(a) instrumen kumparan berputar; (B) instrumen disk atau kartrid.
Although most CPC separations are on a preparative scale, analytical
instruments do exist.44 However, these are mostly used to find suitable separation
conditions for scale-up.
Contoh pemisahan glikosida flavonoid oleh BPK ditunjukkan pada
Gambar 1.1. Daun tanaman Afrika Tephrosia vogelii (Leguminosae) pertama kali
diekstraksi dengan diklorometana dan kemudian dengan metanol. Ekstrak metanol
(500 mg) disuntikkan dalam campuran dua fase sistem pelarut dan elusi dari tiga
glikosida utama dicapai dalam waktu 3 jam.
Teknik CPC juga digunakan sebagai langkah kunci dalam pemurnian 26
senyawa fenolik dari jarum cemara Norwegia (Picea abies, Pinaceae). Ekstrak
jarum berair (5,45 g) dipisahkan dengan sistem pelarut CHCl3-MeOH-i-PrOH-
H2O (5: 6: 1: 4), awalnya dengan fase bawah sebagai fase gerak dan kemudian
beralih ke fase atas sebagai fase seluler. Pemurnian akhir dari konstituen flavonol
glikosida, stilbena, dan katekin dilakukan dengan filtrasi gel dan HPLC
semipreparatif.
Empat isoflavon murni diperoleh dari ekstrak kedelai mentah setelah CPC
dengan sistem pelarut CHCl3-MeOH-H2O (4: 3: 2) (Gambar 1.2). Isoflavon
diisolasi dalam jumlah 5 hingga 10 mg setelah pemberian 150 mg sampel.
Kombinasi filtrasi gel, CPC, dan HPLC semipreparatif dilaporkan untuk
isolasi delapan proanthocyanidins dimer dari struktur umum 1 dari kulit batang
Stryphnodendron adstringens (Leguminosae). Langkah CPC melibatkan
pemisahan dengan lapisan atas EtOAc-n-PrOH-H2O (35: 2: 2) sebagai fase gerak.
1.4 METODE ANALITIS
Produk herbal mengandung banyak konstituen yang mungkin bertanggung
jawab atas efek terapeutiknya. Karena itu perlu untuk mendefinisikan sebanyak
mungkin konstituen untuk memahami dan menjelaskan bioaktivitas. Konsep oe
‘phytoequivalence’ telah diperkenalkan di Jerman untuk memastikan konsistensi
phytotherapeuticals.59 Menurut konsep ini, profil kimia untuk produk herbal
dibuat dan dibandingkan dengan profil produk referensi yang terbukti secara
klinis. Karena banyak dari persiapan ini mengandung flavonoid, penting untuk
memiliki teknik analitik yang memadai untuk kelas produk alami ini.
Pengetahuan tentang kandungan flavonoid makanan nabati sangat penting
untuk memahami peran mereka dalam fisiologi nabati dan kesehatan manusia.
Metode analitik juga penting untuk mengidentifikasi pemalsuan minuman,
misalnya. Dan flavonoid adalah penanda yang sangat diperlukan untuk tujuan
kemotaksonomi.
Berbagai metode analitik ada untuk flavonoid. Mulai dari TLC hingga CE.
Dengan diperkenalkannya teknik HPLC ditulis dgn tanda penghubung, potensi
analitis telah diperluas secara dramatis. Kromatografi gas (GC) umumnya tidak
praktis, karena volatilitas yang rendah dari banyak senyawa flavonoid dan
perlunya pembuatan derivatif. Namun, Schmidt et al.60 telah melaporkan
pemisahan flavon, flavonol, flavanon, dan chalcone (dengan substitusi yang sering
oleh kelompok metil) oleh GC.
Aspek kuantifikasi dibahas dalam teknik individual.
1.4.1 PERSIAPAN SAMPEL
Persiapan sampel termasuk dalam penanganan sampel61 dan dengan cepat
menjadi ilmu itu sendiri. Perlakuan awal sampel adalah langkah penting dalam
analisis kimia dan biokimia; biasanya merupakan langkah paling lambat dalam
analisis. Dalam kasus sampel makanan dan tanaman, jumlah dan keragaman analit
sangat tinggi dan diperlukan perlakuan awal yang efisien untuk mendapatkan
fraksi fenolik yang diperkaya.
Metode persiapan sampel harus:
. Hapus kemungkinan interferensi (untuk tahap pemisahan atau deteksi) dari
sampel, sehingga meningkatkan selektivitas metode analitik.
. Tingkatkan konsentrasi analit dan karenanya sensitivitas uji.
. Ubah analit menjadi bentuk yang lebih cocok untuk deteksi atau pemisahan (jika
perlu).
. Memberikan metode yang kuat dan dapat direproduksi yang tidak tergantung
pada variasi dalam matriks sampel.
Tujuan dari persiapan sampel adalah bahwa komponen yang menarik
harus diekstraksi dari matriks kompleks dengan waktu dan konsumsi energi paling
sedikit tetapi dengan efisiensi dan reproduksibilitas tertinggi. Kondisi harus cukup
ringan untuk menghindari oksidasi, degradasi termal, dan perubahan kimia dan
biokimia lainnya. Beberapa prosedur - CE, misalnya - memerlukan pretreatment
sampel yang lebih ketat daripada yang lain. Di sisi lain, TLC membutuhkan
persiapan sampel minimum.
Serta metode persiapan sampel khas seperti filtrasi dan ekstraksi cair-cair,
perkembangan baru sekarang banyak digunakan. Yang pertama adalah ekstraksi
fase padat (SPE). Ini adalah teknik yang cepat, ekonomis, dan sensitif yang
menggunakan beberapa jenis kartrid dan disk yang berbeda, dengan beragam
sorben. Persiapan dan konsentrasi sampel dapat dicapai dalam satu langkah. Gula
yang mengganggu dapat dielusi dengan metanol berair pada kolom fase terbalik
sebelum elusi flavonoid dengan metanol.
Di antara banyak aplikasi SPE adalah pemisahan asam fenolik dan
flavonoid dari anggur dan jus buah. Kartrid Sep-Pak C telah digunakan untuk
fraksinasi flavonol glikosida dan senyawa fenolik dari jus cranberry menjadi
bagian netral dan asam sebelum analisis HPLC. Flavonoid antimutagenik
diidentifikasi dalam ekstrak air bayam kering setelah penghilangan senyawa
lipofilik oleh SPE.
Antosianin diperoleh dari anggur (setelah penghilangan etanol) dengan
elusi dari kartrid C18 dengan eluen berair pH rendah.
Ekstrak Citrus yang berbeda dikenakan SPE pada kartrid C18 untuk
menghilangkan komponen kutub. Flavonoid yang tertahan (terutama flavanon)
dielusi dengan metanol-dimetil sulfoksida, yang meningkatkan kelarutan
hesperidin, diosmin, dan diosmetin. Pemulihan eriocitrin, naringin, hesperidin,
dan tangeretin dari sampel berduri jaringan mesocarp melebihi 96%. Flavon
relatif berlimpah di daun.
SFE telah lama menjadi kepentingan industri tetapi baru saja
diperkenalkan pada skala laboratorium. Beberapa aplikasi telah dilaporkan untuk
polifenol tetapi fenolat yang lebih sederhana telah diekstraksi dengan metode ini,
meskipun dengan penambahan metanol ke cairan superkritis. Beberapa potensi
dapat ditemukan untuk SFE online, karena ekstrak yang sangat bersih (tetapi pada
efisiensi ekstraksi rendah untuk senyawa fenolik) dapat diperoleh.
Inovasi lain termasuk PLE, MAE (lihat Bagian 1.3.1), dan microextraction
fase padat (SPME). SPME adalah metode pengambilan sampel yang diterapkan
pada GC, HPLC, dan CE. Ini didasarkan pada serat tipe adsorben atau adsorben
dan cocok untuk miniaturisasi.
1.4.2 KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS
Kromatografi kertas dan elektroforesis kertas pernah digunakan secara
luas untuk analisis flavonoid, tetapi sekarang metode pilihan untuk proses analitik
sederhana dan murah adalah TLC. Keuntungan dari teknik ini sudah diketahui:
waktu pemisahan yang singkat, kemampuan untuk mendeteksi reagen, dan
kemungkinan menjalankan beberapa sampel pada waktu yang bersamaan. TLC
juga cocok untuk skrining awal ekstrak tumbuhan sebelum analisis HPLC. Teks
umum yang sangat baik tentang metodologi TLC telah ditulis oleh Jork et al.
Andersen dan Markham / Flavonoid yang baik: Kimia, Biokimia, dan
Aplikasi # 2021_c001 Revisi Bukti halaman 10 8.9.2005 9:23 pm silika gel dan
juga dua penopang lainnya, selulosa dan poliamida (yang sekarang lebih sedikit
aplikasi). Dalam babnya, sistem pelarut dan pereaksi semprot dijelaskan.
Banyak sistem pelarut yang berbeda telah digunakan untuk pemisahan
flavonoid menggunakan TLC. Tabel 1.4 menunjukkan pilihan untuk berbagai
kelas polifenol ini. Beberapa sistem pelarut yang dikutip oleh Markham
direproduksi di sini karena mereka masih menemukan aplikasi dalam pemisahan
flavonoid. Flavon dan flavonol yang sangat teretilasi atau asetat membutuhkan
pelarut nonpolar seperti kloroform-metanol (15: 1). Aglikon flavonoid yang
didistribusikan secara luas, seperti apigenin, luteolin, dan quercetin, dapat
dipisahkan dalam kloroform-metanol (96: 4) dan pelarut polaritas serupa. Salah
satu sistem yang banyak digunakan untuk glikosida flavonoid adalah etil asetat-
asam format-asam asetat glasial-air (100: 11: 11: 26). Dengan penambahan etil
metil keton (asam etil asetat-etil metil keton-asam format- asam asetat glasial-air,
50: 30: 7: 3: 10), rutin dan vitexin-2 '' - O-rhamnoside dapat dipisahkan. Pilihan
sistem pelarut yang cermat juga memungkinkan pemisahan glukosida flavonoid
dari analog galaktosidiknya. Ini terutama penting untuk membedakan C-glukosida
dari C-galaktosida. Sebagai ilustrasi, 8-C-glucosylapigenin (vitexin) dapat
dipisahkan dari 8-C-galactosylapigenin dengan pelarut etil asetat-asam format-air-
air (50: 4: 10).
Berkenaan dengan deteksi, paparan singkat dari pelat TLC untuk uap
yodium menghasilkan bintik-bintik kuning-coklat dengan latar belakang putih.
Dan, sebagaimana dinyatakan oleh Markham, flavonoid muncul sebagai bintik-
bintik gelap dengan latar belakang hijau neon ketika diamati dalam sinar UV (254
nm) pada pelat yang mengandung indikator fluoresen UV (seperti gel silika
F254). Dalam sinar UV 365 nm, tergantung pada jenis strukturalnya, flavonoid
menunjukkan fluoresensi kuning, hijau, atau biru gelap, yang diintensifkan dan
diubah dengan menggunakan pereaksi semprotan. Salah satu yang paling penting
dari ini adalah ‘‘ reagen produk alami, ’yang menghasilkan fluoresensi intens di
bawah sinar UV 365 nm setelah disemprotkan dengan larutan 1% ester asam b-
etilamino diphenylboric (diphenylboryloxyethylamine) dalam metanol.
Penyemprotan selanjutnya dengan larutan 5% dari polietilen glikol-4000 (PEG)
dalam etanol menurunkan batas deteksi dari 10 mg (batas deteksi TLC rata-rata
untuk flavonoid) menjadi sekitar 2,5 mg, mengintensifkan perilaku fluoresensi.
Warna-warna yang diamati dalam sinar UV 365 nm adalah sebagai berikut:
. Quercetin, myricetin, dan glikosida 3- dan 7-nya: oranye-kuning
. Kaempferol, isorhamnetin, dan 3- dan 7-O-glikosida mereka: kuning-hijau
. Luteolin dan 7-O-glikosida: oranye
. Apigenin dan 7-O-glikosida: kuning-hijau
Rincian lebih lanjut tentang penggunaan 'pereaksi produk alami' dapat
ditemukan dalam artikel oleh Brasseur dan Angenot.
Ferri klorida berair atau metanol adalah pereaksi semprot umum untuk
senyawa fenolik dan memberikan warna biru-hitam dengan flavonoid. Demikian
pula, Fast Blue Salt B membentuk pewarna azo biru atau biru-ungu.
Untuk analisis kuantitatif, pemindaian pelat TLC dengan densitometer
memberikan hasil yang baik. Flavonoid, baik aglikon dan glikosida, dalam
Vaccinium myrtillus dan V. vitisidaea (Ericaceae) ditentukan setelah TLC dan
densitometri pada 254 nm. Dengan pereaksi semprot yang sesuai, batas deteksi 20
ng dapat dicapai dengan densitometri.
Resolusi yang lebih baik diperoleh dengan mengkromatografi flavonoid
pada pelat TLC (HPTLC) berkinerja tinggi. Silica gel 60F254, RP-18, atau, lebih
jarang, pelat Diol HPTLC digunakan untuk tujuan pemisahan. Eluen metanol-air
diindikasikan untuk HPTLC pada RP-18 silika gel yang terikat secara kimia tetapi
beberapa asam umumnya ditambahkan untuk menghindari tailing. Glikosida polar
membutuhkan eluen yang mengandung persentase air yang tinggi. Pelat HPTLC
khusus telah dirancang untuktujuan ini, karena pelat normal hanya dapat
menampung campuran metanol berair hingga 40% air.
Farmakope Eropa menetapkan analisis sidik jari TLC untuk identifikasi
obat tanaman. Ini dapat digunakan, misalnya, dalam kasus ekstrak hawthorn
(Crataegus monogyna dan C. laevigata, Rosaceae), yang mengandung flavone O-
glikosida dan flavon C-glikosida atau ekstrak bunga markisa (Passiflora incarnata,
Passifloraceae), yang hanya mengandung flavon C-glikosida.
1.4.3 KROMATOGRAFI CAIRAN KINERJA TINGGI
Metode pilihan untuk analisis kualitatif dan kuantitatif flavonoid adalah
HPLC. Sejak diperkenalkan pada tahun 1970-an, HPLC telah digunakan untuk
semua kelas flavonoid dan ratusan aplikasi telah diterbitkan. Banyak ulasan juga
telah muncul, seperti yang oleh Hostettmann dan Hostettmann, 3 Merken dan
Beecher, He, dan Cimpan dan Gocan.
Bukan tujuan bab ini untuk masuk ke teori HPLC, yang dicakup secara
memadai dalam teks-teks lain, tetapi untuk menggambarkan penerapan metode
ini. Bagian ini akan berkonsentrasi pada aplikasi analitis karena HPLC
semipreparatif telah dijelaskan dalam Bagian 1.3.2. HPLC analitik digunakan
dalam penentuan kuantitatif konstituen tanaman, dalam kontrol kemurnian produk
alami, dan dalam penyelidikan kemotaksonomi.
Untuk HPLC analitik dari subkelas flavonoid tertentu (flavon, flavonol,
isoflavon, anthocyanin, dll.), Fase diam, pelarut, dan gradien harus dioptimalkan.
Proporsi pemisahan yang sangat tinggi dijalankan pada fase ikatan
oktadecilsilil (ODS, RP-18, atau C18). Beberapa analisis yang dilaporkan
menggunakan fase ikatan oktasilil (RP-8 atau C8) tetapi ini menjadi semakin
langka. Glikosida flavonoid dielusi sebelum aglikon dengan fase-fase ini, dan
flavonoid yang memiliki lebih banyak gugus hidroksil dielusi sebelum analog
yang kurang tersubstitusi. Sebagai pelarut untuk aplikasi, campuran asetonitril-air
atau metanol-air, dengan atau tanpa sejumlah kecil asam, sangat umum. Ini
kompatibel dengan gradien dan deteksi UV. Kadang-kadang, pelarut lain seperti
tetrahydrofuran, isopropanol, atau n-propanol digunakan. Pengubah asam
diperlukan untuk menekan ionisasi gugus hidroksil fenolik, memberikan puncak
yang lebih tajam dengan lebih sedikit tailing. Sebuah penelitian telah
menunjukkan bahwa ada perbedaan besar dalam efektivitas kolom C18 untuk
pemisahan aglikon flavonoid dan glikosida. Sementara beberapa kolom
memberikan hasil yang baik, yang lain menghasilkan perluasan pita yang besar
dan asimetri puncak.
Fase diam Octadecylsilyl dengan endapan hidrofilik telah dikembangkan
untuk pemisahan analit yang sangat polar, yang tidak cukup dipertahankan pada
kolom fase terbalik konvensional. Di antara banyak aplikasi lain, mereka telah
terbukti cocok untuk pemisahan flavonol dan glikosida xanthone dari kulit
mangga (Mangifera indica, Anacardiaceae).
Fase normal (gel silika tidak dimodifikasi) jarang digunakan, kecuali
untuk pemisahan sesekali aglikon flavonoid polar lemah, flavon polimetoksilasi,
flavanon, atau isoflavon. Flavon polimethoxylated hadir dalam buah jeruk,
misalnya, dapat dipisahkan pada kolom silika gel. Kelemahan besar adalah bahwa
gradien pelarut biasanya tidak dapat dijalankan dengan fase normal.
Flavone C-glikosida umumnya mengelusi dengan waktu retensi yang lebih
pendek daripada O-glikosida yang sesuai. Dengan demikian, vitexin (8-C-
glucosylapigenin) terelusi dengan waktu retensi yang lebih pendek daripada
apigenin 7-O-glucoside. Lebih lanjut, 8-C-glikosilflavon terelusi dengan waktu
retensi yang lebih pendek daripada 6-C-glikosilflavon yang sesuai. Dengan
demikian, apigenin 8-C-glukosida terelusi lebih awal dari apigenin 6-C-glukosida.
Flavanone terelusi sebelum flavon yang sesuai karena efek jenuh antara posisi 2
dan 3.
Isoflavon, terutama ditemukan di Leguminosae (seperti kedelai, Medicago
sativa, dan semanggi merah, Trifolium pratense) di kerajaan tanaman, juga
berhasil dianalisis oleh HPLC pada kolom C18.
Antosianin ada dalam larutan sebagai berbagai bentuk struktural dalam
kesetimbangan, tergantung pada pH dan suhu. Untuk mendapatkan hasil yang
dapat direproduksi dalam HPLC, penting untuk mengontrol pH fase gerak dan
bekerja dengan kolom yang dikontrol secara termostatis. Untuk resolusi terbaik,
keseimbangan anthocyanin harus dipindahkan ke bentuk flavylium - tailing
puncak dengan demikian diminimalkan dan ketajaman puncak ditingkatkan.
Kation flavylium berwarna dan dapat dideteksi secara selektif di daerah yang
terlihat sekitar 520 nm, menghindari gangguan fenolat dan flavonoid lain yang
mungkin ada dalam ekstrak yang sama. Biasanya, pH elusi harus lebih rendah dari
2. Perbandingan kolom fase terbalik (C18, C12, dan ikatan fenil) untuk pemisahan
20 anthocyanin anggur, termasuk monoglucosides, diglucosides, dan turunan
terasilasi dibuat oleh Berente et al.81 Ditemukan bahwa hasil terbaik diperoleh
dengan kolom C12 4 mm, dengan buffer asetonitril-fosfat sebagai fase gerak,
pada pH 1,6 dan 508C.
Aplikasi HPLC untuk analisis flavonoid dalam tanaman obat dan lainnya
dirangkum oleh Cimpan dan Gocan.78 Dari metode yang tercantum, perlu dicatat
bahwa 90% pemisahan menggunakan kolom C18. Pentingnya flavonoid dalam
makanan (buah-buahan, sayuran, dan biji-bijian) berarti bahwa sangat diperlukan
untuk memiliki sarana yang sesuai untuk menentukan konten mereka. Tinjauan
oleh Merken dan Beecher76 memberikan ringkasan yang sangat baik (termasuk
rincian lengkap kondisi pemisahan) aplikasi HPLC untuk penentuan flavon,
flavonol, flavanon, isoflavon, antosianidin, katekin, dan glikosida masing-masing
dalam makanan. Di sini lagi, hampir semua pemisahan dilakukan pada kolom RP-
18, dengan panjang kolom antara 100 dan 300 mm dan dengan diameter internal
antara 2 dan 5 mm. Granulometri bervariasi dari 3 hingga 10 mm, sebagian besar
berukuran 5 mm. Pemisahan berjalan umumnya berdurasi 1 jam. Untuk aglikon
dan glikosida isoflavon, pemisahan tertentu produk kedelai yang dilaporkan (mis.,
Karya Barnes et al.82) telah menggunakan pengemasan C8, tetapi ini jarang
terjadi. Beberapa aplikasi diberikan di mana dua atau lebih subclass dianalisis
secara bersamaan, seperti flavanon, flavon, dan flavonol dalam madu, dan
anthocyanin, catechin, dan flavonol dalam buah dan anggur.
Namun, secara umum, tidak ada metode HPLC tunggal yang dapat
menyelesaikan semua masalah pemisahan flavonoid. Namun, Sakakibara et al.83
mengklaim telah menemukan metode yang mampu mengukur setiap polifenol
dalam sayuran, buah-buahan, dan teh. Untuk tujuan ini, mereka menggunakan
kolom Capcell pak C18 UG120 (250 4,6 mm, S-5, 5 mm) pada 358C. Elusi
gradien pada laju aliran 1 ml / menit dilakukan selama 95 menit dengan larutan A
(50 mM natrium fosfat [pH 3,3] dan 10% metanol) dan larutan B (70% metanol)
sebagai berikut: awalnya 100% larutan A ; selama 15 menit berikutnya, 70% A;
selama 30 menit, 65% A; selama 20 menit, 60% A; selama 5 menit, 50% A; dan
akhirnya 100% B selama 25 menit. Bahan nabati diekstraksi dengan 90% metanol
yang mengandung asam asetat 0,5%. Profil HPLC khas untuk 28 polifenol
referensi ditunjukkan pada Gambar 1.3. Metode ini memungkinkan penentuan
aglikon secara terpisah dari glikosida. Informasi juga dapat diperoleh tentang
polifenol sederhana dengan adanya polifenol polisiklik yang lebih kompleks.
Penentuan kuantitatif dicapai untuk total 63 sampel makanan yang berbeda.
Dalam domain tanaman obat, persiapan Ginkgo biloba (Ginkgoaceae)
adalah phytomedicines yang paling banyak dijual, dengan penjualan lebih dari US
$ 1 miliar pada tahun 1998.84 Ini terutama melibatkan ekstrak daun khusus.
Flavonoid, setidaknya sebagian, bertanggung jawab atas efek menguntungkan dari
ekstrak Ginkgo. Umumnya, ekstrak ginkgo yang diperkaya untuk persiapan
produk ginkgo distandarisasi mengandung 24% flavonoid dan 6% terpena lakton
dan, oleh karena itu, kandungan flavonoid dan terpena lakton adalah salah satu
parameter penting untuk menilai kualitas produk ginkgo. Analisis sidik jari untuk
kontrol kualitas preparasi Ginkgo telah menunjukkan bahwa dimungkinkan untuk
memisahkan enam aglikon flavonoid, 22 glikosida flavonoid, dan lima
biflavonoid dalam sekali proses (Gambar 1.4). Ini dicapai pada kolom 100 mm 4
Nucleosil 100-C18 3 mm. Untuk menyelesaikan proses dalam 30 menit, fase
mobile ternary digunakan, terdiri dari isopropanol-THF (25:65) (pelarut A),
asetonitril (B), dan 0,5% asam ortofosfat (pelarut C). Sistem tiga pompa
diperlukan untuk menghasilkan gradien elusi yang kompleks (1 ml / menit,
deteksi pada 350 nm) dimulai dengan 15,0% A, 1,5% B, 83,5% C dan berakhir
dengan 0% A, 78,0% B, 22% C.
Karena beberapa glikosida flavonoid tersedia secara komersial untuk
tujuan referensi, analisis kuantitatif langsungnya seringkali tidak praktis. Dengan
demikian merupakan praktik umum ketika menyelidiki ekstrak tanaman untuk
menghidrolisis glikosida dan mengidentifikasi dan menghitung aglikon yang
dilepaskan. Ini adalah prosedur yang diadopsi untuk analisis bawang putih
(Allium cepa, Liliaceae) dan batang seledri putih (Apium graveolens, Apiaceae).
Bahan tumbuhan yang diliofilisasi diekstraksi dengan metanol encer 60% dan
dihidrolisis dengan 1,2 M HCl sebelum analisis HPLC pada kolom Waters C18
Symmetry 150 3,9 mm (5 mm). Sebagai fase gerak, gradien asetonitril 15 hingga
35% dalam air yang disesuaikan dengan pH 2,5 dengan TFA digunakan. Dalam
ekstrak bawang putih yang tidak dihidrolisis, terdapat dua puncak glikosida
flavonoid utama yang tidak teridentifikasi. Ketika ekstrak dihidrolisis, dua puncak
ini digantikan oleh puncak utama yang sesuai dengan kuersetin. Kaempferol
digunakan sebagai standar internal. Dalam analisis ekstrak seledri yang tidak
terhidrolisis (isorhamnetin sebagai standar internal), beberapa puncak diamati.
Setelah hidrolisis, puncak utama adalah karena apigenin, luteolin, dan komponen
yang tidak diketahui. Kuantifikasi aglikon dalam bahan tanaman segar dicapai
dengan ekstrapolasi. Batas deteksi untuk kuersetin endogen dan aglikon flavonoid
lainnya adalah ca. 3 mg / g massa segar.
2.4. Ekstraksi Flavonoid
Flavonoid (terutama glikosida) dapat terdegradasi oleh aksi enzim ketika
bahan tanaman yang dikumpulkan segar atau tidak. Oleh karena itu disarankan
untuk menggunakan sampel kering, lyophilized, atau beku. Ketika bahan tanaman
kering digunakan, umumnya ditumbuk menjadi bubuk. Untuk ekstraksi, pelarut
dipilih sebagai fungsi dari jenis flavonoid yang diperlukan. Polaritas adalah
pertimbangan penting di sini. Flavonoid polar yang lebih sedikit (mis., Isoflavon,
flavanon, flavon teretilasi, dan flavonol) diekstraksi dengan kloroform,
diklorometana, dietil eter, atau etil asetat, sedangkan glikosida flavonoid dan lebih
banyak glikosida polar diekstraksi dengan alkohol atau campuran air alkohol.
Glikosida telah meningkatkan kelarutan dalam air dan larutan alkohol yang sesuai.
Sebagian besar ekstraksi bahan yang mengandung flavonoid masih dilakukan
dengan ekstraksi pelarut langsung sederhana (Andersen, 2006).
Prosedur yang mudah dan sering digunakan adalah ekstraksi pelarut
berurutan. Langkah pertama, dilarutkan dengan diklorometana, misalnya, akan
mengekstraksi aglikon flavonoid dan senyawa non polar. Langkah selanjutnya
dengan alkohol akan mengekstraksi glikosida flavonoid dan senyawa polar
(Andersen, 2006).
Flavanon dan glikosida tertentu sulit larut dalam campuran metanol,
etanol, atau alkohol-air. Kelarutan flavanon tergantung pada pH larutan yang
mengandung air (Andersen, 2006).
Flavan-3-ols (katekin, proantosianidin, dan tanin) sering dapat diekstraksi
langsung dengan air. Namun, komposisi ekstrak berbeda dengan pelarut lain
seperti metanol, etanol, aseton, atau etil asetat. Sebagai contoh, metanol adalah
pelarut terbaik untuk katekin dan pelarut aseton 70% untuk procyanidins
(Andersen, 2006).
Ekstraksi biasanya dilakukan dengan pengadukan magnetik atau
pengocokan, tetapi metode lain baru-baru ini telah diperkenalkan untuk
meningkatkan efisiensi dan kecepatan prosedur ekstraksi. Beberapa jenis metode
yang sering digunakan Antara lain:

1. Ekstraksi cair bertekanan (pressurized liquid extraction/PLE).


Dengan metode ini, ekstraksi dipercepat dengan menggunakan suhu tinggi
dan tekanan tinggi. Ada peningkatan difusi pelarut dan pada saat yang sama, ada
kemungkinan bekerja di bawah atmosfer yang lembam dan dengan terlindung dari
cahaya. Instrumen yang tersedia secara komersial memiliki bejana ekstraksi
dengan volume hingga sekitar 100ml. Dalam sebuah studi yang melibatkan
tanaman obat, penggunaan pelarut dapat dikurangi dengan dua faktor.
Optimalisasi pemulihan rutin dan isoquercitrin dari bunga yang lebih tua
(Sambucus nigra, Caprifoliaceae). Penerapan PLE memberikan hasil yang lebih
baik daripada maserasi - dan waktu ekstraksi yang lebih pendek dan jumlah
pelarut yang lebih kecil diperlukan. PLE biji anggur dan kulit dari limbah
pembuatan anggur terbukti merupakan prosedur yang efisien untuk memperoleh
katekin dan epicatechin dengan sedikit dekomposisi, asalkan suhunya disimpan di
bawah 130C (Andersen, 2006).

2. Supercritical fluid extraction (SFE)


bergantung pada sifat-sifat pelarutan dari fluida superkritis. Viskositas
cairan yang lebih rendah dan tingkat difusi yang lebih tinggi dari fluida
superkritis, bila dibandingkan dengan cairan lainnya, menjadikan SFE ideal untuk
ekstraksi matriks terkontrol difusi, seperti jaringan tanaman. Keuntungan dari
metode ini adalah konsumsi pelarut yang lebih rendah, selektivitas yang
terkendali, suhu rendah, dan degradasi kimiawi lainnya dari metode seperti
ekstraksi Soxhlet. Banyak aplikasi dalam ekstraksi produk alami telah dilakukan,
Namun, untuk memungkinkan ekstraksi senyawa polar seperti flavonoid, pelarut
polar (seperti metanol) harus dimodifikasi. Akibatnya ada pengurangan
substansial dalam selektivitas. Ini menjelaskan mengapa ada relatif sedikit
aplikasi untuk polifenol dalam literatur. Bahkan dengan tekanan hingga 689 bar
danmodifikassi hingg 20% (biasanya metanol) dalam cairan ekstraksi, hasil
senyawa polifenol tetap rendah, seperti yang ditunjukkan untuk marigold
(Calendula officinalis, Asteraceae) dan chamomile (Matricaria recutita,
Asteraceae) (Andersen, 2006).

4. Ekstraksi berbantuan USG


Adalah teknik cepat yang juga dapat digunakan dengan campuran pelarut
tak bercampur: heksana dengan metanol-air (9: 1), misalnya, adalah sistem yang
digunakan untuk tanaman Brasil Lychnophora ericoides (Asteraceae). Fasa
heksan mengandung senyawa lebih sedikit lakton dan hidrokarbon seskuiterpen
polar, sedangkan fase berair alkohol mengandung flavonoid dan lebih banyak
lakton seskuiterpen polar(Andersen, 2006).

5. Ekstraksi berbantuan gelombang mikro (MAE)


Telah dijelaskan untuk ekstraksi berbagai senyawa dari matriks yang
berbeda. Ini teknik sederhana yang dapat diselesaikan dalam beberapa menit.
Energi gelombang mikro diterapkan pada sampel yang tersuspensi dalam pelarut,
baik dalam wadah tertutup atau dalam terbuka. Dan memungkinkan jumlah
sampel yang lebih besar untuk diekstraksi. Tingkat pemanasan tertentu terlibat
(Andersen, 2006).

2.5 Pemeriksaan flavonoid


Cara 1
Sebanyak 10 gram serbuk simplisia ditambahkan dengan 100 ml air panas.
Campurkan kemudian dididihkan selama lebih kurang 5 menit, kemudian disaring
ketika panas. Sebanyak 5 ml filtrate yang diperoleh ditambahkan 0,1 gram serbuk
Mg 1 ml HCL pekat dan 2 ml amil alcohol, dikocok dan dibiarkan memisah.
Flavonoid positif jika terjadi warna merah, kuning,jingga pada lapisan amil
alcohol (Marjoni, 2016).
Cara 2
Dilakukan menurut cara Simesdkk, dimana 4 gram sampel yang digiling
halus dalam lumping, dididihkan dalam 25 ml etanol selama 15 menit , disaring
dalam keadaan panas,filtrate yang diperoleh dikeringkan. Ekstrak kering yang
diperoleh ditambahkan dengan iar suling dan kloroform masing-masing 5 ml, lalu
dikocok kuat dan dibiarkan beberapa saat sampai terbentuk 2 lapisan yaitu lapisan
air dan lapisan kloroform. Lapisan air ditambahkan HCL 0,1 ml dan beberapa
butir logam Mg, reaksi positif jika terjadi warna merah muda sampai merah
(Marjoni, 2016).
BAB III
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
- Flavonoid dapat dibedakan strukturnya berdasarkan rentang panjang
gelombang maksimum pada uji spektroskopi UV-Vis yakni yang termasuk
dalam pita I (240-285 nm) dan dalam pita II (300-550 nm).
- Berdasarkan strukturnya, terdapat beberapa jenis flavonoid yang
bergantung pada tingkat oksidasi rantai propan, yaitu kalkon, flavan, flavanol
(katekin), flavanon, flavanonol, flavon, flavanon, antosianidin, dan auron.
Flavonoid dapat diekstraksi dengan beberapa cara diantaranya dengan eksraksi
cair bertekanan, supercritical fluid extraction, ekstrasi berbantuan USG,
ekstraksi berbantuan gelombang mikro.Fungsi flavonoid bagi tumbuhan adalah
sebagai zat pengatur tumbuh, pengatur proses fotosintesis, zat antimikroba,
antivirus dan antiinsektisida, sebagai respon terhadap infeksi atau luka yang
kemudian berfungsi menghambat fungsi menyerangnya.
- Flavonoid dapat diidentifikasi strukturnya dengan menggunakan
spektroskopi UV-Vis dan Spektroskopi UV-Vis heperidin.
- Biosintesis flavonoid dilakukan dengan berrbagai cara diantaranya dengan
kromatografi lapis tipis, kromatografi cairan kinerja tinggi dan juga
kromatografi gas.

5.2 Saran
- Sebaiknya pada pemeriksaan selanjutnya dilakukan pemeriksaan senyawa
lain seperti tanin.
- Sebaiknya pada pemeriksaan selanjutnya dilakukan pemeriksaan dengan
kromatografi gas.
DAFTAR PUSTAKA

Andersen, M. dan Kenneth R.M. (2006). Flavonoids Chemistry, Biochemistry and


Applications. New York : Taylor & Francis Group
Endarini, H.E. (2016). Farmakognosi dan Fitokimia. Jakarta : Kementrian
Kesehatan Republik Indonesia.
Marjoni, R. (2016). Dasar-Dasar Fitokimia. Jakarta : CV Trans Info Media
Markam,K.R dan Oyvind.M.A. (2006). Flavonoids Chemistry, Biochemistry and
Application. London: CRC Taylor & Francis Group. Halaman: 1-20

Anda mungkin juga menyukai