Anda di halaman 1dari 41

LAPORAN AKHIR

PRAKTIKUM FTS NON STERIL


TABLET TEOFILIN

DOSEN PENGAMPU :
Dr. Eka Indra Setiawan, S.Farm., M.Si., Apt.
OLEH:
KELOMPOK 6
GOLONGAN I
SUSANTI MUTMAINAH (1808551035)
NI KETUT NITYA CAHYANI (1808551036)
NI PUTU INDAH APRILIANI (1808551037)
I MADE HARIMBAWA PUTRA (1808551038)
NI KADEK DIAH PARWATI DEWI (1808551039)
NOVI SEKAR KINANTI (1808551040)
PUTU MIRAH DANAWATI (1808551042)

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS UDAYANA
2020
PERCOBAAN 3
TABLET TEOFILIN
1. PRAFORMULASI
1.1 Farmakologi Bahan Obat
1.1.1 Indikasi
Teofilin adalah bronkodilator yang digunakan untuk asma dan untuk
mengatasi penyakit paru obstruksi kronik yang stabil, secara umum tidak efektif
untuk eksaserbasi penyakit paru obstruksi kronik. Teofilin mungkin menimbulkan
efek aditif bila digunakan bersama agonis beta-2 dosis kecil, kombinasi kedua
obat tersebut dapat meningkatkan risiko terjadinya efek samping, termasuk
hipokalemia (BPOM RI, 2008).
1.1.2 Farmakokinetik
Teofilin secara cepat diabsorpsi setelah pemberian oral, rektal atau
parenteral. Sediaan bentuk cair atau tablet tidak bersalut akan diabsorpsi secara
cepat dan sempurna. Waktu yang dibutuhkan teofilin untuk mencapai kadar
puncak adalah 1 jam untuk sediaan oral dan ½ jam untuk sediaan intravena.
Volume distribusi teofilin 0,45 L/kg (0,3-0,7 L/kg) dikalikan dengan berat badan
ideal pasien. Teofilin berdistribusi rendah pada lemak tubuh. Teofilin
dimetabolisme di hepar menjadi 1,3-dimethyluric acid, 1-methyluric acid, dan 3-
methylxanthine. Waktu paruh teofilin pada pasien sehat adalah 6,1-12,8 jam. Pada
orang dewasa sekitar 10% dari dosis teofilin diekskresikan dalam bentuk tidak
berubah dalam urin, tetapi pada neonates sekitar 50% diekskresikan tidak berubah
dan sebagian besar diekskresikan sebagai kafein (Sweetman, 2009).
1.1.3 Mekanisme Kerja
Teofilin memilki dua mekanisme aksi utama di paru yaitu dengan cara
relaksasi otot polos dan menekan stimulan yang terdapat pada jalan nafas
(suppression of airway stimuli). Mekanisme aksi yang utama belum diketahui
secara pasti. Diduga efek bronkodilasi disebabkan oleh adanya penghambatan 2
isoenzim yaitu phosphodiesterase (PDE III) dan PDE IV (Malamatari et al.,
2016). Teofilin memiliki efek yang kuat pada kontraktilitas diafragma pada orang
sehat dan mampu menurunkan kelelahan serta memperbaiki kontraktilitas pada
pasien yang memiliki penyakit obstruksi saluran pernapasan kronik (Depkes RI,
2007).
1.1.4 Efek Samping
Efek samping teofilin adalah sinus takikardia, mual, muntah dan indigesti
akibat meningkatnya sekresi asam lambung (Rijjal dkk., 2010).
1.1.5 Kontraindikasi
Hipersensitivitas terhadap semua xantin, peptikuler, dan mengalami
gangguan seizure. Aminofilin hipersensitif terhadap etilendiamin (Depkes RI,
2007).
1.1.6 Peringatan dan Perhatian
Teofilin dengan konsentrasi tinggi tidak berkaitan dengan antagonis reseptor
adenosin. Efek dari antagonis adenosin pada teofilin tersebut dapat menyebabkan
beberapa adverse effect, seperti stimulasi sistem saraf pusat, aritmia jantung,
hipersekresi gastrik, GERD (gastro-esophageal reflux), dan diuresis (Lorensia
dkk., 2012).
1.1.7 Interaksi Obat
Interaksi obat antara teofilin dan salbutamol (β-2 agonis) dapat
menyebabkan terjadinya hipokalemia dan takikardi, terutama pada penggunaan
teofilin dosis tinggi. Efek yang dapat tejadi adalah efek pada heart rate atau kadar
kalium. β-2 agonis dapat menyebabkan hipokalemia terutama ketika diberikan
secara parenteral atau nebulasi (Lorensia dkk., 2012). Interaksi antara teofilin dan
deksametason dapat Meningkatkan resiko hipokalemia karena menurunkan efek
kalium aditif. Efek yang terjadi yaitu Hipokalemia (kelemahan, lesu, nyeri otot,
dan atau kram), memburuknya sistem pernapasan, atau tanda-tanda toksisitas
teofilin (mual, muntah, diare, sakit kepala, gelisah, insomnia, atau detak jantung
tidak teratur) (Barliana dkk., 2013).
1.1.8 Wadah dan Penyimpanan
Penyimpanan dalam wadah tertutup baik (Kemenkes RI, 2014).
1.2 Fisikokimia Bahan Obat
1.2.1 Teofilin
Gambar 1. Struktur Teofilin (Depkes RI, 1995)
Rumus molekul : C7H8N4O2.H2O
Berat molekul : 198,18 g/mol
Pemerian : Berupa serbuk hablur, putih ; tidak berbau ; rasa pahit ; stabil
di udara.
Kelarutan : Sukar larut dalam air, tetapi mudah larut dalam air panas ;
mudah larut dalam larutan alkali hidroksida dan dalam
ammonium hidroksida, agak sukar larut dalam etanol, dalam
kloroform dan dalam eter.
(Depkes RI, 1995)
Stabilitas : Tablet teofilin stabil disimpan pada suhu 40º C. Selain itu
teofilin mampu mempertahankan 90% komposisi tabletnya
melampaui tanggal kadaluarsa hingga 30 tahun (Janabi et al.,
2009).
1.3 Fisikokimia Zat Tambahan
1.3.1 PVP (Polivinil Pirolidon)
Pemerian : Serbuk putih atau putih kekuningan, berbau lemah
atau tidak berabu, bersifat higroskopik.
Kelarutan : Mudah larut dalam air, dalam etanol 95% dan dalam
kloroform P, kelarutan tergantung dari bobot molekul
rata-rata; praktis tidak larut dalam eter P.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat, disimpan di tempat
sejuk dan kering.
Inkompatibilitas : Dengan agent oksidator kuat dan asam kuat (Rowe et
al., 2009).
Penggunaan : Zat tambahan, pengikat tablet, pencair tablet, coating
agent.
(Rowe et al., 2009; Depkes RI, 1979)
1.3.2 Microcrystalline cellulose (Avicel 101)
Rumus molekul : (C6H10O5)n = 36000, dimana n = 220
Pemerian : Kristal berwarna putih, sangat halus, tidak berbau, dan
tidak berasa (Rowe dkk., 2009).
Kelarutan : Sedikit larut dalam 5% b/v larutan natrium hidroksida,
praktis tidak larut dalam air, asam encer, dan pelarut
organik. Kadar air yang terkandung biasanya kurang
dari 5% b/ b (Rowe dkk., 2009).
Titik lebur : 260–2700C (Rowe dkk., 2009).
Ketidakcampuran : bersifat inkompatibel dengan agen-agen oksidator
kuat (Rowe dkk., 2009).
Berat molekul : 36.000 (Rowe dkk., 2009).
Titik lebur : 260–2700C (Rowe dkk., 2009).
Stabilitas : Berupa bahan yang stabil, bersifat higroskopis. Dalam
tempat yang sangat lembab dapat mengabsorpsi air
dalam jumlah besar (>50%).
Penyimpanan : dalam wadah tertutup baik, tempat yang sejuk dan
kering (Rowe dkk., 2009).
Kegunaan : Disintegrant pada tablet (Rowe dkk., 2009).
1.3.3 Talk
Rumus molekul : Mg6(Si2O5)4(OH)4 (Rowe et al., 2009).
Pemerian : Serbuk hablur, sangat halus licin, mudah melekat pada
kulit, bebas butiran; warna putih atau putih kelabu
(Depkes RI, 1979).
Kelarutan : Tidak larut dalam hampir semua pelarut (Depkes RI,
1979).
Berat molekul : 379.2657 (Rowe et al., 2009).
pH : 7–10 untuk 20% b/v dispersi air (Rowe et al,2009).
Stabilitas : Talk merupakan bahan yang stabil, dapat di sterilisasi
dengan pemanasan sampai 1600 C tidak kurang dari 1
jam, dapat juga disterilkan dengan gas etilen oxida
atau gama radiasi.
Inkompaktibilitas : Inkompatibilitas dengan kandungan ammonium
kwartener.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik (Depkes RI, 1979).
Penggunaan : Sebagai glidan dan lubrikan tablet (1% - 10%) (Rowe
et al., 2009).
1.3.4 Laktosa
Rumus molekul : C11H22O11.H2O
Pemerian : Serbuk hablur; putih; tidak berbau; rasa manis.
Kelarutan : Larut dalam 6 bagian air, larut dalam 1 bagian air
mendidih, sukar larut dalam etanol 95%, praktis tidak
larut dalam kloroform dan eter P.
(Depkes RI, 1979).
Berat molekul : 360,31 gram/mol.
Titik leleh : 201-2020C.
(Rowe dkk., 2009)
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik (Depkes RI, 1979).
Penggunaan : Pengisi tablet (5%-80%) (Hadisoewignyo dan
Fudholi, 2013).
1.3.5 Hidroksi Propil Metil Selulosa (HPMC)

Rumus molekul : CH3CH(OH)CH2


Pemerian : Serbuk butiran; putih; tidak berbau; tidak berasa.
Kelarutan : Larut dalam air, praktis tidak larut kloroform, etanol,
dan eter.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik.
Penggunaan : Bahan tambahan untuk formulasi tablet lepas lambat
(Rowe dkk., 2009)
1.4 Bentuk Sediaan, Dosis, dan Cara Pemakaian
1.4.1 Bentuk sediaan
Bentuk sedian yang dibuat yaitu tablet. Tablet adalah sediaan padat
mengandung bahan obat dengan atau tanpa bahan pengisi. Tablet dibuat dengan
metode granulasi basah karena teofilin mempunyai sifat alir dan kompresibilitas
yang kurang baik. Metode granulasi basah dilakukan dengan cara bahan aktif,
bahan pengisi, dan bahan penghancur dicampur hingga homogen, kemudian
campuran serbuk diubah menjadi granula yang bebas mengalir ke dalam cetakan
dengan penambahan cairan pengikat, granul yang dihasilkan diayak dan
dikeringkan. Granul kering diayak kembali untuk memperoleh ukuran yang lebih
kecil (Ansel, 2008).
1.4.2 Dosis
 Dosis lazim untuk anak anak:
- Sehari = 10 mg/kg (dibagi dalam 2-3 dosis) (Depkes RI, 1979).
 Dosis dewasa
- Dosis lazim
Sekali pemakaian 200 mg
Sehari pemakaian 500 mg
- Dosis maksimum
Sekali pemakaian 500 mg
Sehari pemakaian 1 gram
(Depkes RI, 1979)
 Dewasa : 130-150 mg, jika diperlukan dapat dinaikkan menjadi 2 kalinya.
 Anak : 6-12 tahun: 65-150 mg, kurang dari 1 tahun: 65-75 mg, 3-4 kali
sehari sesudah makan.
(BPOM RI, 2008).
1.4.3 Cara Pemakaian
Cara pemberian dilakukan secara per oral dengan cara diminum 3 x 1 sehari.
2. FORMULASI
2.1 Formula
Formula I
R/ Teofilin 200 mg
HPMC 3,49 mg
CMC Na 27,91 mg
Xanthan gum 118,60 mg
Laktosa 46 mg
Mg stearat 4 mg
(Siswanto dan Soebagyo, 2006)
Formula II
R/ Teofilin 250 mg
Ethyl selulosa 2%
PVPK - 30 8%
Isopropyl alkohol qs
Methylene diklorida qs
Talc 2%
Mg stearat 2%
(Ravi dkk., 2019)
Formula III
R/ Teofilin 200 mg
HPMC 3,49 mg
CMC Na 27,91 mg
Xanthan gum 118,60 mg
Laktosa 46 mg
Mg stearat 4 mg
(Siswanto dan Soebagyo, 2006)
2.2 Formula yang Digunakan
R/ Teofilin 200 mg
PVP 5% b/b
Talk 5% b/b
Avicel 101 10% b/b
HPMC 5% b/b
Laktosa ad 400 mg
2.3 Permasalahan dan Pencegahan Masalah dalam Formulasi
No. Permasalahan Pencegahan

1 Teofilin mempunyai waktu paruh Tablet teofilin dibuat dalam


eliminasi yang relatif pendek dan bentuk sediaan lepas lambat
jeda terapetik yang sempit diharapkan dapat menghasilkan
(Siswanto dan Soebagyo, 2006). konsentrasi obat dalam darah
yang lebih seragam dan kadar
puncak yang tidak fluktuatif
(Siswanto dan Soebagyo, 2006).
2. Pembuatan sediaan tablet teofilin Pembuatan tablet lepas lambat
dalam bentuk lepas lambat menggunakan bahan tambahan
sehingga pelepasan obat harus HPMC dengan konsentrasi 2 – 5
relatif lambat dan terkontrol % (Rowe et al., 2009).
(Iskandarsyah dkk., 2010)

3 Formulasi tablet yang baik harus Ditambahkan bahan pengikat


dapat menghasilkan tablet yang yang berfungsi memberikan daya
kompak atau tidak rapuh. adhesi pada masa serbuk sewaktu
granulasiserta menambah daya
kohesi padabahan pengisi
(Syamsuni, 2007). Bahan
pengikat yang digunakan dalam
formula adalah PVP. PVP
digunakan sebagai bahan
pengikat dengan rentang 0,5-5 %
(Rowe et al., 2009).
4 Pada saat pembuatan tablet Agar tidak melekat, dilakukan
terdapat kemungkinan terjadi penambahan talkum dengan
perlekatan granul pada die saat konsentrasi 5% sebagai bahan
proses kempa tablet (Syamsuni, lubrikan ke dalam granul
2006). sehingga setiap granul dilapisi
. bahan lubrikan (Rowe et al.,
2009).

5 Tablet teofilin diharapkan dapat Waktu hancur tablet dapat


memberikan efek terapi yang cepat dipercepat dengan penambahan
dan memenuhi syarat uji waktu disintegran (bahan penghancur)
hancur kurang dari 15 menit yaitu Avicel 101 (Rowe et al.,
(Depkes RI, 1979). 2009).

6 Avicel 101 dalam tempat yang Avicel 101 ditambahkan secara


sangat lembab dapat mengabsorpsi kombinasi intra-ektragranular.
air dalam jumlah besar (>50%) Dipilih kombinasi 75% : 25%
sehingga memp[engaruhi waktu (intra : ekstra) untuk
hancur tablet (Rowe et al., 2009). menghasilkan waktu hancur
kurang dari 15 menit yaitu 8,05
menit (Ainurofiq dan Azizah,
2016).

3. Produksi
3.1 Penimbangan
3.1.1 Perhitungan Penimbangan Bahan
Bobot 1 tablet = 400 mg = 0,4 gram
Jumlah tablet yang dibuat = 50 tablet
a. Teofilin = 200 mg x 50 = 10.000 mg = 10 gram

b. PVP = x 0,4 gram = 0,02 gram

Untuk 50 tab = 0,02 gram x 50 = 1 gram

c. Talk = x 0,4 gram = 0,02 gram

Untuk 50 tab = 0,02 gram x 50 = 1 gram

d. Avicel 101 = x 0,4 gram = 0,04 g


Untuk 50 tab = 0,04 g x 50 = 2 gram

 Fase dalam = 75% = x 2 gram = 1,5 g gram

 Fase luar = 25% = 2 gram = 0,5 gram

e. HPMC = 0,4 gram = 0,02 gram

Untuk 50 tab = 0,02 gram x 50 = 1 gram


f. Laktosa = 0,4 gram x 50 = 20 gram
= 20 g – (10 g + 1 g + 1 g + 2 g + 1g)
= 5 gram

3.1.2 Tabel Penimbangan

Jumlah Bahan
Bahan Fungsi
(50 tablet)

Teofilin Bahan Aktif 10 g

PVP Pengikat 1g

Talk Glidan, Lubrikan 1g

Avicel 101 Disintegran 2g

HPMC Bahan tambahan


formulasi tablet lepas 1g
lambat

Laktosa Pengisi 5g
3.2 Cara Kerja
a. Alat dan Bahan
Alat :
- Mesin pencetak tablet
- Oven
- Timbangan analitik
- Mortar dan stamper
- Cawan porselin
- Pipet tetes
- Kertas perkamen
- Sendok tanduk
- Gelas ukur
- Ayakan nomor 10; nomor 20
- Auminium foil
- Batang pengaduk
Bahan :
- Serbuk teofilin
- PVP
- Avicel 101
- Magnesium stearat
- Talk
- Lactosa
- Carmyn
- Etanol 95%
b. Cara Kerja
Ditimbang semua bahan yang digunakan, sesuai hasil perhitungan dan
disiapkan seluruh alat

Laktosa digerus dahulu dengan penambahan Carmyn, kemudian ditambahkan


Teofilin dan 75% Avicel 101 digerus dalam mortir hingga homogen
(Campuran 1)

Dibuat PVP yang telah dibasahkan dengan etanol 95% dan akuades hingga
terbentuk mucilago

Dimasukkan PVP ke dalam Campuran 1 dan ditambahkan HPMC ke dalam


campuran sedikit demi sedikit hingga terbentuk massa yang dapat dikepal

Massa kempal yang terbentuk diayak dengan ayakan no. 10 mesh untuk
membentuk massa granul

Granul dikeringkan dalam oven dengan suhu 600C selama 2 jam

Granul yang telah kering diayak kembali dengan ayakan 20 mesh. Dilakukan
uji granul

Granul kering yang dihasilkan ditambahkan dengan 25 % avicel 101, diaduk


hingga homogen

Setelah diperoleh campuran homogen kemudian ditambahkan dengan talk,


diaduk hingga homogen

Dilakukan pencetakan tablet menggunakan alat dan dilakukan uji evaluasi


terhadap tablet yang dihasilkan. Tablet dimasukkan kedalam kemasan.
4. Pengemasan
4.1 Kemasan Primer

4.2 Kemasan Sekunder


4.3 Etiket

4.4 Brosur
5. Evaluasi Sediaan
5.1 Uji Evaluasi Terhadap Granul
A. Uji Kompresbilitas
Syarat : Jika perbedaan antara kedua masa yang diperoleh dari 200 ketukan
dan 400 ketukan melebihi 2% dilakukan pengulangan menggunakan 200 ketukan
sampai didapatkan selisih masa kurang dari 2%.
Jika perbedaan volume antara kedua ketukan tersebut melebihi 1 ml maka
dilakukan pengulangan menggunakan 1250 ketukan sampai diperoleh selisih
volume yang kurang dari atau sama dengan 1 ml, dihitung indeks kompresibilitas
granul
Bobot jenis mampat / Tap Density
Dihidupkan alat uji kompresibilitas dan diatur jumlah ketukan

Kemudian diatur jumlah ketukan sebanyak 10 ketukan

Diulangi hal yang sama dengan 500 ketukan dan diukur volume granul dalam
gelas ukur setelah diberikan ketukan

Kemudian diatur alat menjadi 1250 ketukan dan diukur volume granul dalam
gelas ukur setelah diberikan ketukan

Jika perbedaan volume antara kedua ketukan tersebut melebihi 1 ml maka


dilakukan pengulangan menggunakan 1250 ketukan sampai diperoleh selisih
volume yang kurang dari atau sama dengan 1 ml, dihitung indeks
kompresibilitas granul

Penentuan Kompresibilitas
Kompresibilitas dapat dihitung dengan menggunakan dengan persamaan sebagai
berikut :

Indeks Kompresibilitas =
Keterangan :
Vf : bobot jenis setelah pengetapan
V0 : Bobot jenis sebelum pengetapan
(USP, 2007)
Indeks kompresibilitas granul yang baik tidak lebih dari 20% (Depkes RI, 1995).
B. Uji Kadar Air
Kadar air pada granul yang dipersyaratkan yaitu <5% (Kemenkes RI, 2014).
Cara Kerja :

Sebanyak 1 gram granul ditimbang, kemudian dipersiapkan alat uji kadar air

Granul dimasukkan ke dalam alat dan dilakukan pengujian terhadap kadar air

C. Uji Sudut Diam dan Laju Alir


Syarat sudut diam yang baik adalah 30-40º dan syarat waktu alir yang baik
adalah ≤10 gram/detik (Aulton, 1988).
Cara Kerja :

Diatur jarak dasar serbuk terhadap alas statif adalah 10cm.

Sebanyak 35 gram granul dimasukkan ke dalam corong sudut diam yang telah
ditutup bagian bawahnya

Ketiggian corong harus dipertahankan sekitar 2-4 cm dari bagian atas


tumpukan serbuk untuk meminimalkan dampak bubuk jatuh di ujung kerucut.

Penutup corong dibuka dan dicatat waktu alir granul dengan menggunakan
stopwatch

Ditentukan sudut diam dengan mengukur ketinggian kerucut bubuk yang jatuh
dan menghitung sudut diam α dari persamaan berikut : tan (α) = height/0,5
base
D. Uji Distribusi Ukuran Partikel Granul

Ditimbang granul sebanyak 35 gram, kemudian dipersiapkan alat granulometer


dan dipasang ayakan pada alat berturut-turut dari paling atas yaitu ayakan
dengan mesh 20, 40, 60, dan 80.

Granul dimasukkan ke dalam alat granulometer dan dilakukan pengayakan


selama 30 menit.

Ditimbang bobot granul yang terdapat pada masing-masing hasil ayakan.

5.2 Uji Evaluasi Terhadap Tablet


A. Uji Organoleptis
Diamati penampilan fisik dari tablet meliputi bau, warna dan bentuk tablet
(Kemenkes RI, 2014).
Cara Kerja :

Disiapkan 10 tablet untuk diperiksa organoleptisnya

Diamati warna, bau, bentuk, tekstur permukaan, serpihan, dan adanya retakan
pada permukaan tablet

(Kemenkes RI, 2014)


B. Uji Kerapuhan
Ditimbang 10 tablet teofilin dan kemudian kesepuluh tablet dimasukkan ke
dalam alat uji keregasan tablet (Hardness tester)

Drum dipasang pada sumbu horizontal perangkat yang berputar pada


kecepatan 25 rpm selama 4 menit

Setelah 4 menit tablet di ambil dan di timbang kembali


Hitung persentase keregasan tablet teofilin dengan cara bobot 10 tablet awal
dikurangi dengan bobot akhir 10 tablet di kali 100 %

Parameter Uji Kerapuhan :


Tes harus diulang dua kali dan rata-rata dari tiga tes yang ditandai Amaimum
berarti berat dari sampel tiga tidak lebih dari 10% dianggap dapat diterima untuk
sebagian besar produk (USP, 2007).
C. Uji Keseragaman Bobot
Timbang 20 tablet, hitung bobot rata-rata tiap tablet. Jika ditimbang satu
persatu, tidak boleh lebih dari 2 tablet yang masing-masing bobotnya
menyimpang dari bobot rata-ratanya lebih besar dari 5 %, dan tidak satu tablet
pun yang bobotnya menyimpang dari bobot rata-ratanya lebh dari 10 % (Depkes
RI, 1979).
Cara kerja :
Sebanyak 20 tablet diukur bobotnya secara satu persatu

Dihitung bobot rata-rata tablet

Tidak boleh lebih dari 2 tablet yang masing-masing bobotnya menyimpang


dari bobot rata-ratanya lebih besar dari 5 %, dan tidak satu tablet pun yang
bobotnya menyimpang dari bobot rata-ratanya lebh dari 10 %
(Depkes RI, 1979)
D. Uji Disolusi

Disiapkan 1 tablet teofilin, alat uji disolusi tipe keranjang, dan penangas air

Dimasukkan larutan dapar klorida pH 1,2 sebanyak 900 mL kedalam chamber


disolusi

Tablet dimasukkan hingga tenggelam ke dasar wadah

Alat Apparatus 1 diset pada suhu (37±0,5)0C dengan kecepatan 100 sealama 8
jam rpm selama 1 jam
Diambil 10 mL cuplikan pada menit ke 15, 30, 45, 60, 120, 150, 180,240, 360,
dan 480 disertai dengan pengembalian volume dapar yang sama

Ditetapkan kadar pada masing-masing sampel pada setiap pengambilan


dengan menggunakan metode spektrofotometri UV pada panjang gelombang
482nm

(Iskandarsyah dkk.,, 2010)


E. Uji Evaluasi Keseragaman Ukuran Tablet

Diambil 10 tablet, lalu diukur diameter dan tebal masing-masing tablet


menggunakan jangka sorong dan dihitung rata-ratanya

Hasil yang diperoleh tidak boleh lebih dari 3x dan tidak kurang dari 4/3 kali
tebal tablet

Syarat tablet yang baik adalah memiliki diameter tidak lebih dari 3 kali
tebal tablet dan tidak kurang dari 4/3 kali tebal tablet (Depkes RI, 1979).
Ketebalan tablet harus terkontrol sampai perbedaan kurang lebih 5 % dari nilai
standar. Tiap perbedaan ketebalan tablet pada lot tertentu atau antar lot tidak boleh
sampai terlihat dengan mata telanjang agar dapat diterima oleh konsumen
(Lachman et al., 2008).
6. HASIL DAN PEMBAHASAN
6. 1 Evaluasi Granul
6.1.1 Uji Kadar Air
Kadar air granul sebelum di oven : 19,56%
Kadar air granul setelah di oven : 1,09%
Uji dilakukan dengan cara menimbang 1 gram granul pada alat pengukur
kadar air.
6.1.2 Uji Laju Alir

- Replikasi 1 = = = 5,2 gram/detik

- Replikasi 2 = = = 5,12 gram/detik

- Replikasi 3 = = = 5,23 gram/detik

- Rata-rata laju alir =

= 5,183 gram/detik

6.1.3 Uji Sudut Diam


Pengulangan ke Diameter Jari-jari Tinggi Sudut
Puncak Diam
1 6,75 cm 3,375 cm 1,8 cm 27,92 º
2 6,65 cm 3,325 cm 2,1 cm 32,2 º
3 6,1 cm 3,05 cm 1,9 cm 31,7 º
Tabel 1. Hasil Perhitungan Uji Sudut Diam
Rumus:

Rata- rata Sudut diam: 30,6º

6.1.4 Uji Kompresibilitas


Diketahui :
Pengulangan ke- Volume Awal Volume termampatkan

1 54 ml 44 ml

Ditanya :
Nilai indeks kompresbilitas dan rasio Haussner =...?
Jawab :
- Bulk density
Bulk density =

= 0,185 gram/mL
- Tap Density

Tap density =

= 0,227 gram/mL
- Indeks Kompesbilitas

Indeks Kompresbilitas = x 100 %

= 100%

= 18,51%
- Rasio Hausner

Rasio Hausner =

= 1,227 gram/ml

6.1.5 Uji Distribusi Ukuran Partikel


Diketahui :

Massa granul pada ayakan no.20 = 1,7 gram


Massa granul pada ayakan no.40 = 12,095 gram
Massa granul pada ayakan no.60 = 3,073 gram
Massa granul pada ayakan no.80 = 1,86 gram
Massa granul yang melewati ayakan no.80 = 6,237 gram
Massa total = 25 gram
Ditanya : Persentase distribusi ukuran partikel ?
Jawab :
- Persentase distribusi ukuran partikel pada ayakan no.20

= x 100% = 6,8%

- Persentase distribusi ukuran partikel pada ayakan no.40

= x 100% = 43,38%

- Persentase distribusi ukuran partikel pada ayakan no.60

= x 100% = 12,292%

- Persentase distribusi ukuran partikel pada ayakan no.80

= x 100% = 7,44%

- Persentase distribusi ukuran partikel pada no ayakan melewati no.80

= x 100% = 24,94%

6. 2 Uji Sediaan Tablet


6.2.1 Uji Organoleptis
Tablet ke- Warna Bau Rasa
1 Putih Tidak Berbau Pahit
2 Putih Tidak Berbau Pahit
3 Putih Tidak Berbau Pahit
4 Putih Tidak Berbau Pahit
5 Putih Tidak Berbau Pahit
6 Putih Tidak Berbau Pahit
7 Putih Tidak Berbau Pahit
8 Putih Tidak Berbau Pahit
9 Putih Tidak Berbau Pahit
10 Putih Tidak Berbau Pahit
Tabel 2. Hasil Perhitungan Uji Organoleptis
6.2.2 Uji Keseragaman Ukuran Tablet
Tablet Diameter Tebal 4/3 tebal (cm) 3 x tebal (cm)
ke- (cm) (cm)

1 1,21 0,625 4/3 x 0,625 = 3 x 0,625 = 1,875


0,83

2 1,22 0,64 4/3 x 0,64 = 0,85 3 x 0,64 = 1,92

3 1,21 0,625 4/3 x 0,625 = 3 x 0,625 = 1,875


0,83

4 1,21 0,64 4/3 x 0,64 = 0,85 3 x 0,64 = 1,92

5 1,21 0,64 4/3 x 0,64 = 0,85 3 x 0,64 = 1,92

6 1,21 0,66 4/3 x 0,66 = 0,88 3 x 0,66 = 1,98

7 1,22 0,66 4/3 x 0,66 = 0,88 3 x 0,66 = 1,98

8 1,21 0,67 4/3 x 0,67 = 0,89 3 x 0,67 = 2,01

9 1,21 0,67 4/3 x 0,67 = 0,89 3 x 0,67= 2,01


10 1,22 0,66 4/3 x 0,66= 0,88 3 x 0,66 = 1,98

Tabel 3. Hasil Perhitungan Uji Keseragaman Ukuran Tablet

6.2.3 Uji Keseragaman Bobot

Tablet Bobot Tablet (mg) x- (x - )2

1 668,0 661,68 6,14 37,6996


2 655,4 661,68 6,28 39,4384
3 662,6 661,68 0,92 0,8464
4 668,6 661,68 6,92 47,8864
5 668,5 661,68 6,82 46,5124
6 655,9 661,68 5,78 33,4084
7 662,0 661,68 0,32 0,1024
8 660,2 661,68 -1,48 2,1904
9 659,7 661,68 -1,98 3,9204
10 655,9 661,68 -5,78 33,4084
2
245,4132
Tabel 4. Hasil Perhitungan Uji Keseragaman Bobot

Standar deviasi =

= 5,222

Standar deviasi relatif = x 100%

= x 100%

= 0,78890%
Tablet Persentase (%)
1 0,92
2 0,94
3 0,139
4 1,045
5 1,03
6 0,88%
7 0,05%
8 0,22%
9 0,3%
10 0,88%

%Penyimpangan = x 100%

Penyimpangan terhadap bobot rata-rata tablet yang ditetapkan (Farmakope


Indonesia,1979)
Bobot rata-rata Penyimpangan Bobot Rata-Rata
A (>5%) B (>10%)
661,68 Tidak Ada Tidak ada

6.2.4 Uji Waktu Hancur


Tablet Waktu Hancur
ke- (menit)
1 39,25
2 39,25
3 39,25
4 39,25
5 39,25
6 39,25
Tabel 5. Hasil Uji Waktu Hancur
6.2.5 Uji Kerapuhan
Bobot Awal (gram) Bobot Akhir (gram) %K
6,4353 6,4123 0,357%
Tabel 6. Hasil Perhitungan Uji Kerapuhan

%K= x 100%

%K= x 100% = 0,357%

6.2.6 Uji Kekerasan


Tablet Kekerasan
( ) (x- 2
ke (kilo pound) (x-

1. 11,22 11,664 -0,444 0,1971


2. 14,37 11,664 2,706 7,3224
3. 10,91 11,664 -0,754 0,5685
4. 12,03 11,664 0,366 0,1339
5. 9,79 11,664 1,85 3,4225
Total (x- 2 11,6444

Tabel 7. Hasil Perhitungan Uji Kekerasan

6.2.7 Uji Disolusi


Sampel Kadar Teofilin (mg/mL)
Menit ke- Menit ke- Menit ke- Menit ke- Menit
5 15 30 45 ke-60
1 0,08717 0,2389 0,4752 0,7795 0,9495
Tabel 8. Hasil Perhitungan Kadar Sampel pada Uji Disolusi
Sampel Jumlah Teofilin Terdisolusi (mg)
Menit Menit ke- Menit ke- Menit ke- Menit ke-
ke-5 15 30 45 60
1 78,8888 216,64035 431,68635 709,45385 867,20135
Tabel 9. Hasil Perhitungan Kadar Sampel pada Uji Disolusi
Sampel Persentase Teofilin Terdisolusi(%)
Menit Menit ke- Menit ke- Menit ke- Menit ke-
ke-5 15 30 45 60
1 15,7778 43,32807 86,33727 141,89077 173,44027
Tabel 10. Hasil Perhitungan Jumlah Teofilin Terdisolusi padaUji Disolusi

6. 3 Pembahasan
Praktikum ini dilakukan pembuatan serta evaluasi dari sediaan non steril
tablet parasetamol dengan skala laboratorium. Tablet merupakan sediaan padat
kompak, dibuat dengan cara kempa auat cetak dalam bentuk tabung pipih atau
sirkuler, kedua permukaannya rata atau cembung. Tablet mengandung atu jenis
atau lebih dengan atau tanpa zat tambahan. Zat tambahan yang digunakan dapat
berfungsi sebagai zat pengisis, zat pengembang, zat pengikat, zat pelican, zat
pembasah atau zat lain yang cocok (Depkes RI, 1979). Bahan aktif yang
digunakan dalam pembuatan tablet yaitu teofilin. Teofilin adalah bronkodilator
yang digunakan untuk asma dan untuk mengatasi penyakit paru obstruksi kronik
yang stabil, secara umum tidak efektif untuk eksaserbasi penyakit paru obstruksi
kronik. Teofilin mungkin menimbulkan efek aditif bila digunakan bersama agonis
beta-2 dosis kecil, kombinasi kedua obat tersebut dapat meningkatkan risiko
terjadinya efek samping, termasuk hipokalemia (BPOM RI, 2008). Teofilin
mempunyai waktu paruh eliminasi yang relatif pendek dan jeda terapetik yang
sempit, maka dari itu sediaan tablet teofilin dibuat dalam bentuk sediaan lepas
lambat diharapkan dapat menghasilkan konsentrasi obat dalam darah yang lebih
seragam dan kadar puncak yang tidak fluktuatif (Siswanto dan Soebagyo, 2006).
Metode pembuatan tablet yang digunakan pada formulasi ini yaitu metode
granulasi basah. Metode granulasi basah merupakan metode pembuatan tablet
yang paling luas digunakan. Granulasi merupakan metode untuk meningkatkan
sifat alir bebas dari serbuk agar pada saat pemngempaan, serbuk dapat
terdistribusi merata pada cetakan. Granulasi basah dilakukan dengan
menambahkan zat pengikat pada serbuk yang mengakibatkan serbuk menjadi
lembab (basah) kemuudian diayak dan dikeringkan. Penambahan zat pengikat
yang berbentuk cair harus diperhatikan jumlahnya. Bila serbuk dibasahi secara
berlebihan, maka akan menghasilkan granul yang keras. Pembasahan yang kurang
juga akan dihasilkan tablet yang cenderung mudah remuk (Ansel, 2008). Pada
metode granulasi basah, zat berkhasiat, zat pengisi dan zat penghancur dicampur
baik-baik, lalu dibasahi dengan larutan bahan pengikat, bila perlu ditambah bahan
pewarna. Setelah itu diayak menjadi granul, dan dikeringkan dalam lemari
pengering pada suhu 40°C-50°C. Setelah kering diayak lagi untuk memperoleh
granul dengan ukuran yang diperlukan dan ditambahkan bahan pelicin dan dicetak
menjadi tablet dengan mesin tablet (Anief, 1994).
Pembuatan sediaan tablet teofilin dalam bentuk lepas lambat sehingga
pelepasan obat harus relatif lambat dan terkontrol (Iskandarsyah dkk., 2010).
Pembuatan tablet lepas lambat menggunakan bahan tambahan HPMC dengan
konsentrasi 2 – 5 % (Rowe et al., 2009). Xanthan gum merupakan matriks
hidrofilik yang mudah terhidrasi karena bersifat mudah larut dalam air, sehingga
setelah kontak dengan medium akan mengembang dan mengalami erosi.
Kombinasi HPMC dan xanthan gum ini diharapkan dapat memberikan sifat-sifat
sediaan tablet lepas lambat teofilin yang ideal, yaitu memenuhi persyaratan fisik
tablet dan mampu mempertahankan pelepasan obat yang stabil selama waktu
tertentu. Tablet diharapkan segera melepaskan zat aktif, kemudian terlarut dan
selanjutnya dapat diabsorpsi oleh tubuh dan memberikan efek terapi
(Iskandarsyah dkk.,, 2010). Tablet diharapkan segera melepaskan zat aktif,
kemudian terlarut dan selanjutnya dapat diabsorpsi oleh tubuh dan memberikan
efek terapi. Kerapuhan tablet dapat diatasi dengan melakukan penambahan bahan
pengikat (binder) yaitu CMC-Na. Konsentrasi CMC-Na yang digunakan berfungsi
sebagai pengikat dengan konsentrasi 2-10%. Laktosa digunakan sebagai bahan
pengisi atau yang menambah bobot tablet (Rowe et al., 2009). Pada saat
pembuatan tablet terdapat kemungkinan terjadi perlekatan granul pada die saat
proses kempa tablet. Agar tidak melekat, dilakukan penambahan talkum dengan
konsentrasi 5% sebagai bahan lubrikan ke dalam granul sehingga setiap granul
dilapisi bahan lubrikan (Rowe et al., 2009).
Pada sediaan tablet dilakukan evaluasi terhadap granul. Evaluasi granul
dilakukan menilai granul yang telah dihasilkan apakah telah memenuhi kriteria
granul yang baik. Evaluasi granul meliputi uji waktu alir, uji sudut diam, uji kadar
air dan uji distribusi ukuran partikel, dan uji kompresbilitas. Uji kadar air
dilakukan untuk mengatahui kandungan air dalam granul sehingga dapat
memenuhi syarat kadar air yang baik, adanya kadar air yang berlebih dapat
mengganggu stabilitas fisik maupun kimia dari sediaan. Uji kadar air dilakukan
dengan cara ditimbang 1 gram granul pada alat pengukur kadar air. Berdasarkan
data yang didapatkan kadar air yang dimiliki oleh sediaan sebelum dioven yaitu
19,56% dan kadar air yang dimiliki sediaan setelah dioven yaitu 1,09. Granul
yang baik memiliki kadar air <5% (Depkes RI, 2014), sehingga berdasarkan hasil
uji kadar air yang didapatkan yaitu sebesar 1,09% maka kadar air pada granul
telah memenuhi persyaratan (Lachman et al., 2008).
Pengujian waktu alir dilakukan menggunakan corong tertutup. Laju alir
dinyatakan sebagai jumlah gram masa tablet yang melalui corong per satuan
waktu (Juheini dkk., 2004). Sifat alir granul ditentukan dengan melihat tabel
hubungan laju alir dengan sifat aliran.
Laju Alir (g/s) Sifat Aliran
>10 Sangat baik
4 – 10 Baik
1,6 – 4 Sukar
<1,6 Sangat sukar
Tabel 11. Hubungan laju alir dengan sifat aliran (Aulton, 1988)
Berdasarkan data yang diperoleh laju aril granul yaitu 5,183 gram/detik, maka
dapat dikatakan granul memiliki sifat aliran baik karena berada dalam rentang 4-
10 gram/detik (Aulton, 1988).
Selanjutnya dilakukan pengujian sudut diam. Sudut diam adalah salah satu
parameter lain dari sifat alir, sudut diam juga dapat dipakai sebagai pembanding
uji sifat fisik campuran granul atau serbuk. Uji sudut diam dilakukan dengan
mengukur tinggi dan diameter bukit. Sudut diam dihitung dengan cara mencari
nilai cotangent antara tinggi bukit dengan jari-jari maka akan didapat besar sudut
yang membentuknya (Fadil dan Candra, 2017). Berdasarkan data yang didapatkan
o
nilai sudut diam yang dimiliki granul yaitu 30,6 . Syarat sudut diam
granul/serbuk yang baik yaitu <25%, sehingga dapat disimpulkan bahwa granul
memiliki sudut diam yang kurang baik, karena melebihi persyaratan yaitu 25%
(Aulton, 1998).
Uji Kompresibilitas dilakukan dengan menggunakan alat tap density.
Interaksi antar partikel dapat diukur dengan penentuan indeks kompresibilitas.
Indeks kompresibilitas sendiri merupakan nilai dari selisih antara densitas mampat
dengan densitas bulk dari suatu bahan dibagi dengan densitas mampat. Dari hasil
uji kompresinilitas maka akan didapatkan harga tap desity, indeks Carr serta rasio
Hausner. Rasio Hausner berkaitan dengan indeks kompresibilitas, semakin baik
aliran suatu serbuk semakin rendah nilai rasio Hausner (USP, 2007). Uji
kompresibilitas dilakukan dengan menggunakan gelas ukur 100 mL dengan massa
granul 10 gram. Berdasarkan data yang didapatkan volume granul awal yaitu 57
mL dan volume granul akhir yaitu 44 mL. perdasarkan hasil perhitungan, diperleh
nilai bulk density 0,185 gram/mL dan nilai tap density 0,227 gram/mL. Nilai
indeks kompresibilitas kemudian ditentukan nilai bulk density dan tap density dan
diperoleh indeks kompresibilitas sebesar 18,51%. Nilai rasio Hausner kemudian
ditentukan dari perbandingan nilai tapped density dengan bulk density sehingga
diperoleh nilai Hausner’s Ratio sebesar 1,227 gram/ml. untuk menentukan nilai
indeks kompresibilitas dapat dilihat pada tabel berikut :
Indeks Kompresibilitas Rasio Hausner Sifat Alir
(%)
<10 1,00-1,11 Istimewa
11-15 1,12-1,18 Baik
16-20 1,19-1,25 Cukup baik
21-25 1,26-1,34 Agak baik
26-31 1,35-1,45 Buruk
32-37 1,46-1,59 Sangat buruk
>38 >1,60 Sangat buruk sekali
Tabel 12. Hubungan indeks kompresibilitas dan rasio Hausner dengan sifat alir
(USP, 2007)
Berdasarkan hasil yang didapatkan, jika dilihat dari nilai indeks
kompresibilitasnya sebesar 18,51% maka granul memiliki sifat alir yang cukup
baik dan jika dilihat dari nilai rasio hausner yang diperileh yaitu 1,227 gram/ml
maka sifat alirnya dapat dikatakan agak baik (USP, 2007).
Uji granul yang terakhir yaitu uji distribusi ukuran partikel, uji distribusi
ukuran partikel dilakukan dengan alat Elektromagnetic Sieve Shaker. Semakin
halus ukuran partikel maka laju alir akan berkurang karena daya kohesivitas
antarpartikel semakin besar (Lachman et al., 2008). Pengujian dilakukan dengan
menyusun secara menurun dari ukuran lubang ayakan yang paling besar yakni
ayakan nomor 20, 40,60, dan 80, lalu ditimbang masing-masing granul pada
setiap ayakan. Berdasarkan data yang didapatkan, bobot granul yang tertahan pada
ayakan no 20 = 1,7 gram, ayakan no 40 = 12,095 gram, ayakan no 60 = 3,073
gram, ayakan no 80 = 1,86 gram, dan granul yang melewati ayakan 80 = 6,237
gram. Persentase distribusi granul yang tertahan pada setiap ayakan yaitu, pada
ayakan no 20, 40, 60, 80 dan melewati ayakan no 80 yaitu 6,8%, 48,38%,
12,292%, 7,44%, dan 24,94%. Berdasarkan hasil yang didapat persentase
tertinggi granul terdapat pada ayakan no 40 yaitu 48,38% dan persentase terendah
terdapat pada ayakan no 20 yaitu 6,8%. Granul dapat dikatakan memiliki ukuran
yang beragam. Granul dapat dikatakan memiliki tingkat homogenitas yang cukup
baik karena persentase tertinggi granul berada pada mesh dengan no. 40
menunjukan bahwa granul yang dihasilkan lebih banyak tertahan pada ayakan
dengan mesh no.40.
Kemudian dilakukan uji distribusi ukuran partikel pada granul yang
dilaksanakan dengan menggunakan mesin Sieve Shaker dengan ayakan bertingkat
dari ayakan nomor 20, 40, 60 dan 80. Granul terlebih dahulu ditimbang sebanyak
25 gram, kemudian ditempatkan dalam mesin kemudian mesin Sieve Shaker
dijalankan selama 30 menit dengan power sebesar 10. Kemudian, masing-masing
granul yang tertahan di tiap diayakan ditimbang, dan kemudian diperoleh %
massa granul tiap ayakan yang memberikan informasi terkait distrubusi ukuran
partikel granul. Berdasarkan hasil pengamatan dengan menggunakan alat Sieve
Shaker, diperoleh bobot granul yang tertahan di tiap ayakan yaitu pada ayakan
nomor 20 diperoleh bobot granul 1,7 gram, pada ayakan nomor 40 sebanyak
12,095 gram, pada ayakan nomor 60 sebanyak 3,073 gram, pada ayakan nomor 80
sebanyak 1,86 gram dan yang melewati ayakan nomor 80 6,237 gram.
Berdasarkan hal tersebut kemudian dihitung persentase distribusi ukuran partikel
yang diamati pada setiap no ayakan. Pada ayakan no 20 diperoleh 6,8%, pada
ayakan no 40 diperoleh 48,38%, pada ayakan no 60 diperoleh 12,292%, pada
ayakan no 80 diperoleh 7,44%, dan yang melewati ayakan no 80 diperoleh
24,948%. Berdasarkan hasil dapat dilihat bahwa granul memiliki distribusi ukuran
granul yang beragam. Sesuai dengan persyaratan menurut Aulton (1988) granul
yang baik memiliki ukuran partikel ≤ 850µm. Diusahakan 90% granul tidak
memiliki ukuran lebih besar dari 5 µm dan tidak satupun memiliki ukuran lebih
besar dari 50 µm. Sehingga, granul yang dihasilkan sesuai dengan persyaratan.
Uji organoleptis, dalam uji ini dilakukan pengamatan warna, bau, dan rasa.
Uji organoleptis merupakan salah satu parameter untuk mengetahui kualitas
produksi tablet. Uji ini dilakukan untuk menjamin bahwa produk tablet memiliki
warna, ukuran, rasa, bau, serta bentuk yang sama sehingga tidak ada keraguan
pasien dalam menggunakan tablet. Pengujian dilakukan secara visual
menggunakan 10 tablet. Berdasarkan hasil pengujian diperoleh bahwa tablet
memiliki karakter organoleptis yaitu berwarna putih, tidak berbau, dan rasa yang
pahit.
Uji keseragaman ukuran tablet dilakukan untuk memastikan bahwa tablet
yang diproduksi antara yang satu dengan yang lainnya memiliki ukuran (diameter
dan tebal tablet) yang seragam. Hasil yang didapatkan yakni diameter rata-rata
dari 10 tablet yaitu 1,213 mm dan tebal tablet rata-rata dari 10 tablet yaitu 0,649
mm. Berdasarkan hasil yang didapatkan maka tablet yang diproduksi telah
memenuhi syarat uji keseragaman ukuran berdasarkan Farmakope Indonesia Edisi
ketiga yaitu syarat tablet yang baik adalah memiliki diameter tidak lebih dari 3
kali tebal tablet dan tidak kurang dari 4/3 kali tebal tablet (Depkes RI, 1979).
Uji keseragaman bobot tablet adalah uji yang dilakukan untuk mengetahui
keseragaman bobot tablet sejumlah 10 dari masing-masing formula dimana bobot
1 tablet adalah 200 mg. Menurut Farmakope Indonesia III (1979), untuk bobot
tablet lebih dari 300 mg tidak ada lebih dari 2 tablet menyimpang dari bobot rata-
rata lebih besar dari 5%, serta tidak satupun tablet yang bobotnya menyimpang
dari bobot rata-rata tablet lebih besar dari 10%. Dari hasil perhitungan diperoleh
rata-rata bobot tablet adalah 661,68 mg dengan peolehan nilai standar deviasi
sebesar 5,222dan standar deviasi relatif sebesar 0,78890%. Tablet teofilin telah
memenuhi uji keseragaman bobot menurut Farmakope Indonesia III (1979). Dari
hasil perhitungan tidak terdapat tablet dengan simpangan dari rata-rata bobot lebih
besar dari 5% (tidak lebih dari dua tablet) dan tidak satupun tablet menyimpang
lebih besar dari 10%.
Waktu hancur sediaan tablet sangat berpengaruh dalam fase biofarmasi
obat. Supaya zat aktif sepenuhnya diabsorpsi dalam saluran cerna, maka tablet
harus hancur ke dalam cairan tubuh untuk dilarutkan (Banne dkk., 2012).
Berdasarkan pengujian yang dilakukan menggunakan 6 tablet, diperoleh hasil uji
waktu hancur masing-masing tablet yaitu 39,25 menit. Hasil yang diperoleh
menunjukkan bahwa tablet tidak memenuhi persyaratan uji waktu hancur dimana
waktu yang diperlukan untuk menghancurkan tablet tidak bersalut yaitu tidak
lebih dari 15 menit (Depkes RI, 1979).
Uji kerapuhan atau dikenal dengan friability test merupakan sebuah metode
untuk menentukan atau mengukur kekuatan fisik tablet non salut terhadap tekanan
mekanik atau gesekan sewaktu pengemasan dan pengiriman. Selain itu, uji
kerapuhan dilakukan untuk menilai efektivitas bahan pengikat dalam tablet. Uji
kerapuhan berhubungan dengan kehilangan bobot, yang diakibatkan oleh
pengikisan yang terjadi pada permukaan tablet. Prinsipnya yaitu menetapkan
bobot yang hilang dari sejumlah tablet selama diputar dalam friabilator selama
waktu tertentu. Kerapuhan yang tinggi akan mempengaruhi konsentrasi atau kadar
zat aktif yang masih terdapat pada tablet (Sulaiman, 2007). Berdasarkan hasil
percobaan bobot tablet yang diperoleh sebelum pengujian adalah 6,4353 g dan
setelah pengukuran sebesar 6,4123 g. Sehingga persentase kerapuhan tablet yang
diperoleh adalah 0,357%. Data tersebut menunjukkan bahwa uji kerapuhan telah
memenuhi syarat yaitu dibawah 1%. Dengan terpenuhinya syarat uji kerapuhan,
maka keutuhan bentuk tablet dapat terjamin hingga sampai di tangan pasien
(Sulaiman, 2007).
Tablet harus mempunyai kekuatan atau kekerasan yang tertentu agar dapat
bertahan. dalam berbagai guncangan mekanik pada saat pembuatan, pengepakan,
dan pengapalan. Kekerasan yang baik dari suatu tablet merupakan salah satu
persyaratan penting dari suatu tablet. Faktor-faktor yang mempengaruhi kekerasan
tablet adalah tekanan kompresi dan sifat bahan yang dikempa. Kekerasan ini yang
digunakan sebagai ukuran dari tekanan pengempaan. Semakin besar tekanan yang
diberikan saat pengempaan akan meningkatkan kekerasan tablet. Pada umumnya
tablet salut dikatakan baik, apabila mempunyai kekerasan antara 10-20 kg
(Hadisoewignyo dan Fudholi, 2016). Berdasarkan hasil pengujian diperoleh
kekerasan tablet berturut-turut 11,22; 14,37; 10,91; 12,03; 9,79 kilopond, dimana
1 kp (kilopond) sama dengan tekanan 1 kg (Sulaiman,2007). Hal tersebut
menunjukkan tablet teofilin memenuhi persyaratan kekerasan tablet karena
mempunyai kekerasan tablet yang baik yaitu 10-20 kg.
Diolusi merupakan proses transfer massa zat aktif dari permukaan bentuk
sediaan ke larutan zat aktif (Ahmed et al., 2012). Uji disolusi dilakukan untuk
mengetahui profil disolusi tablet teofilin secara in vitro yang berkorelasi dengan
bioavailabilitas tablet teofilin dalam tubuh. Laju disolusi sediaan tablet
dipengaruhi oleh hasil interaksi antara sifat fisika kimia bahan aktif, formulasi,
dan kondisi pembuatan (Qiu et al., 2014). Selain itu, kekerasan dan porositas
tablet juga mempengaruhi disolusi. Ketika porositas lebih tinggi, absorbsi atau
penetrasi air ke dalam tablet akan lebih tinggi sehingga menyebabkan
pengembangan bahan penghancur atau peningkatan massa tablet tablet yang
diikuti dengan proses hancurnya tablet (Hadisoewignyo dan Fudholi, 2013).
Uji disolusi dilakukan secara in vitro menggunakan metode keranjang. Uji
disolusi dilakukan secara in vitro sehingga kondisi pengujian harus dibuat semirip
mungkin dengan keadaan fisiologis di dalam tubuh (Qiu et al., 2014). Disiapkan 1
tablet teofilin dan suhu instrumen uji disolusi diatur 37±0,5oC menyesuaikan
dengan suhu fisiologis manusia agar memenuhi persyaratan uji secara in vitro
(Qiu et al, 2014). Setelah suhu air mencapai 37°C, dimasukkan 1 tablet teofilin ke
dalam chamber disolusi. Kemudian dinyalakan motor penggerak dengan
kecepatan 100 rpm. Selama masa pengadukan diambil sampel larutan teofilin
sebanyak 10 mL dengan waktu pengambilan yaitu 5, 15, 30, 45, dan 60 menit.
Sampel disaring dan ditampung dalam botol vial yang telah diberi label sesuai
dengan waktu pengambilan sampel. Dilakukan uji penetapan kadar teofilin
dengan mengukur serapan dari masing-masing sampel yang diambil pada
instrumen spektrofotometer UV-Vis. Persyaratan uji disolusi tablet teofilin yaitu
dalam waktu 45 menit harus larut tidak kurang dari 80% (Q) teofilin C7H8N4O₂, dari
jumlah yang tertera pada etiket (USP, 2008).
Diperoleh persen obat terdisolusi pada menit ke-5, 15, 30, 45, dan 60
berturut-turut yaitu 15,7778%, 43,32807%, 86,33727%, 141,89077%, dan
173,44027%. Berdasarkan data pada tabel menunjukkan tablet teofilin pada menit
ke-45 tablet teofilin telah terdisolusi sebesar 141,89077%, hal tersebut sesuai
dengan persyaratan yaitu dalam waktu 45 menit tablet teofilin harus larut tidak
kurang dari 80% (Q) teofilin C7H8N4O2, dari jumlah yang tertera pada etiket
(USP, 2008).
7. KESIMPULAN DAN SARAN
7.1 Kesimpulan
1. Berdasarkan kasil uji granul yang dilakukan, diperoleh hasil yaitu : kadar
air granul yang dipeoleh sebesar 1,09% dan telah memenuhi persyaratan
kadar air granul yang baik.
2. Hasil uji waktu alir granul yaitu 5,183 gram/detik, maka dapat dikatakan
granul memiliki sifat aliran baik karena berada dalam rentang 4-10
gram/detik.
3. Granul memiliki sudut diam sebesar 30,6o berdasarkan hasil tersebut
granul memiliki sudut diam yang kurang baik karena melebihi persyaratan
yaitu 25%.
4. Uji kompresibilitas granul sebesar 18,51% maka granul memiliki sifat alir
yang cukup baik dan jika dilihat dari nilai rasio hausner yang diperileh
yaitu 1,227 gram/ml maka sifat alirnya dapat dikatakan agak baik.
5. Pada uji distribusi ukuran partikel, serbuk yang diperoleh pada ayakan no
20 yaitu 6,8%, pada ayakan no 40 yaitu 48,38%, pada ayakan no 60 yaitu
12,292%, pada ayakan no 80 yaitu 7,44%, dan yang melewati ayakan no
80 yaitu 24,948%.
6. Pada uji organoleptis tablet berwarna putih, tidak berbau, dan rasa pahit.
7. Uji keseragaman menghasilkan tablet yang memenuhi syarat yaitu ukuran
tablet ≤ 3x tebal dan ≥ 4/3 tebal tablet.
8. Berdasarkan uji keseragaman bobot, tablet teofilin telah memenuhi uji
keseragaman hasil perhitungan tidak terdapat tablet dengan simpangan
dari rata-rata bobot lebih besar dari 5% (tidak lebih dari dua tablet) dan
tidak satupun tablet menyimpang lebih besar dari 10%.
9. Berdasarkan uji waktu hancur, tablet tidak memenuhi persyaratan uji
waktu hancur dimana waktu yang diperlukan untuk menghancurkan tablet
tidak bersalut yaitu tidak lebih dari 15 menit.
10. Berdasarkan hasil uji kerapuhan, bobot tablet yang diperoleh sebelum
pengujian adalah 6,4353 g dan setelah pengukuran sebesar 6,4123 g.
Sehingga persentase kerapuhan tablet yang diperoleh adalah 0,357%. Data
tersebut menunjukkan bahwa uji kerapuhan telah memenuhi syarat yaitu
dibawah 1%.
11. Berdasarkan hasil uji kekerasan, diperoleh kekerasan tablet berturut-turut
11,22; 14,37; 10,91; 12,03; 9,79 kilopond. Sehingga tablet teofilin telah
memenuhi persyaratan kekerasan tablet karena mempunyai kekerasan
tablet yang baik yaitu rentang 10-20 kg.
12. Uji disolusi obat terlarut pada menit ke-45 adalah 141,89077% sehingga
tablet sudah memenuhi syarat uji disolusi yaitu terlarut tidak kurang dari
80% (Q) teofilin C7H8N4O2, dari jumlah yang tertera pada etiket.
7.2 Saran
Saran yang dapat disampaikan oleh praktikan, apabila praktikum
kedepannya masih diadakan secara via daring, maka diharapkan kedepannya
dapat diberikan video cara pengerjaan formulasi setiap sediaan dan cara evaluasi
sediann seperti yang dikerjakan di laboratium secara nyata beserta penjelasannya
sehingga kami bisa lebih memahami fungsi setiap langkah kerja yang dilakukan.
DAFTAR PUSTAKA

Ahmed, S. A., N. Pal, G. Verma, dan A. Singh. 2012. Comparative in vitro release
study of some commercially available paracetamol tablets. Der Chemica
Sinica. 3(5): 1075-1077.
Ainurofiq, A dan N. Azizah. 2016. Perbandingan Penggunaan Bahan Penghancur
Secara Intragranular, Ekstragranular, dan Kombinasinya. Journal of
Pharmaceutical Science and Clinical Research. 01 : 1-9.
Anief, M. 1994. Farmasetika. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Ansel, H. C. 2008. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Edisi Keempat. Jakarta:
UI Press.
Aulton, M. E. 1988. Pharmacetics: The Science of Dossage from Design. London:
Churchill Living Stone.
Banne, Y., S. P. J. Selfie, F. Lombeng. 2012. Uji Kekerasan, Keregasan, dan
Waktu Hancur Beberapa Tablet Ranitidin. Jurnal Ilmiah Farmasi. 3(2): 74-
78.
Barliana, M. I., D. R. Sari, M. Faturrahman. 2013. Analisis Potensi Interaksi Obat
dan Manifestasi Klinik Resep Anak di Apotek Bandung. Jurnal Farmasi
Klinik Indonesia. 2(3): 121-126.
BPOM RI. 2008. Informatorium Obat Nasional Indonesia. Jakarta: Bapan
Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia.
Depkes RI. 1979. Farmakope Indonesia. Edisi III. Jakarta: Departemen Kesehatan
Republik Indonesia.
Depkes RI. 1995. Farmakope Indonesia. Edisi IV. Jakarta : Departemen
Kesehatan Republik Indonesia.
Depkes RI. 1995. Farmakope Indonesia. Edisi Keempat. Jakarta: Departemen
Kesehatan Republik Indonesia.
Depkes RI. 2007. Pharmaceutical Care Untuk Penyakit Asma. Jakarta: Direktorat
Bina Farmasi Komunitas dan Klinik Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat
Kesehatan Departemen Kesehatan RI.
Fadil, A. dan A. D. Candra. 2017. Sistem Penentuan Sudut Diam Granul
Menggunakan Metode Pengolahan Citra Berbasis Android. Jurnal Ilmu
Teknik Elektro Komputer dan Informatika (JITEKI). 3(2): 118-123.
Hardisoewignyo, L. dan A. Fudholi. 2013. Sediaan Solida. Surabaya: Pustaka
Pelajar.
Iskandarsyah., S. dan D. Hayati. 2010. Pengaruh Kombinasi Hidroksiprofil
Metilselulosa-Xantan Gum Sebagai Mantriks Pada Profil Pelepasan Tablet
Teofilin Lepas Terkendali. Majalah Ilmu Kefarmasian. 7(3):58-77.
Janabi, A., A. A. Hussein.S., and A. B. M. Mahood. 2009. Determination of
Theophylline Stability in New Cream Formulation. Asian Journal of
Medical Sciences. 1(3) : 91-93.
Juheini, Iskandarsyah, Animar J. A., dan Jenny. 2004. Pengaruh Kandungan Pati
Singkong Terpregelatinasi terhadap Karakteristik Fisik Tablet Lepas
Terkontrol Teofilin. Majalah Ilmu Kefarmasian. 1(1): 21-26.
Kemenkes RI. 2014. Farmakope Indonesia. Edisi Kelima. Jakarta: Departemen
Kesehatan Republik Indonesia.
Lachman, L., Liebermann, H.A. dan J.I. Kanig. 2008. Teori dan Praktek Farmasi
Industri. Edisi II. Jakarta: UI Press.
Lorensia, A., E. Wahjuningsih, Supriadi. 2012. Keamanan Penggunaan
Aminofilin pada Pengobatan Asma di Rumah Sakit Delta Surya Sidoarjo.
Jurnal Farmasi Klinik Indonesia. 1(4): 154-161.
Malamatari, M., S. Somavarapu, K. Kachrimanis, M. Bloxham, K.M.G. Taylor,
and G. Buckton. 2016. Preparation of Theophylline Inhalable
Microcomposite Particles by Wet Milling and Spray Drying: The
Influence of Mannitol As a Co-Milling Agent. International Journal
Pharmaceutics. 514(1) : 200-211.
Qiu, S., K. Wang dan M. Li. 2014. In Vitro Dissolution Studies of Immediate-
Release and Extended-Release Formulations Using Flow-Through Cell
Apparatus 4. Dissolution Technology. 2014: 6-15.
Ravi, G., T. Sujit., D. Shankar., dan J. Suresh. 2019. Formulation and in-vitro
evaluation of theophylline sustained release tablet. Journal of Drug
Delivery and Therapeutics. 9(1). 48-51.
Rijjal, M. A. S., A. Mikail, R. Sari. 2010. Pengaruh pH Larutan Tripolifosfat
Terhadap Karakteristik Fisik serta Profil Pelepasan Mikropartikel Teofilin-
Chitosan. Majalah Farmasi Airlangga. 8(2): 28-33.
Rowe, Raymond C., Paul J. S., Paul J. W. 2009. Handbook of Pharmaceutical
Exipients Sixth Edition. London : Pharmaceutical Press.
Siswanto, A. dan S. S. Soebagyo. 2006. Optimasi Formulasi Sediaan Tablet Lepas
Lmbat Teofilin dengan Matrik HPMC, Na CMC dan Xanthan gum.
Majalah Farmasi Indonesia. 17(3): 143-148.
Sulaiman, T.N.S. 2007. Teknologi dan Formulasi Sediaan Tablet Cetakan
Pertama. Yogyakarta: Mitra Communications Indonesia.
Sweetman, S. C. 2009. Martindale The Complete Drug Reference. 36th. New
York: Pharmaceutical Press.
Syamsuni, H. A. 2006. Farmasetika Dasar dan Hitungan Farmasi. Cetakan I.
Jakarta: EGC
Syamsuni, H. A. 2007. Ilmu Resep. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.
USP. 2007. The United States Pharmacopeia USP 30/The National Formulary,
NF 25. Rockville MD: U.S. Pharmacopeial Convention, Inc.

Anda mungkin juga menyukai