Anda di halaman 1dari 40

PERCOBAAN III

KEMPA LANGSUNG

I. Nama dan Kekuatan Sediaan


1.1 Nama Sediaan:
- Chloristamin
- Chlorismini
1.2 Kekuatan Sediaan:
- Tiap tablet mengandung CTM (Klorfeniramin Maleat) 4 mg
- Tiap tablet mengandung CTM (Klorfeniramin Maleat) 4 mg

II. Prinsip Percobaan


Prinsip dari metode kempa langsung adalah pembuatan tablet dengan
cara mencampurkan zat aktif dengan eksipien yang memiliki sifat alir yang
baik, dimana semua zatnya langsung dicetak menjadi tablet tanpa adanya
pembuatan granul terlebih dahulu.

III. Tujuan Percobaan


3.1 Mengetahui cara pembuatan tablet dengan metode kempa langsung.
3.2 Mengetahui kelebihan dan kekurangan pembuatan tablet dengan metode
kempa langsung.
3.3 Melakukan evaluasi massa kempa dan tablet.
3.4 Menentukan mutu tablet sesuai dengan persyaratan.

IV. Preformulasi Zat Aktif


CTM (Chlorpheniramin Maleat)

Gambar 4.1. Struktur Kimia CTM


Rumus Molekul : C6 H19 C1 N2 . C4 H4 O4 (Dirjen POM, 2014 : 701).
Berat Molekul : 390,87 gram/mol (Dirjen POM, 2014 : 701).
Pemerian : Serbuk hablur, putih, tidak berbau (Dirjen POM, 2014:
701).
Kelarutan : Mudah larut dalam air, laryt dalam etanol dan kloroform,
sukar larut dalam eter & benzen (Dirjen POM, 2014: 701).
Titik Lebur : 130o-135oC (Dirjen POM, 2014 : 701).
Stabilitas : Tidak stabil terhadap cahaya, stabil pada suhu umumnya
pada penyimpanan kurang dari 40oC, lebih baik lagi pada
suhu 15-30oC, stabil apabila didapar pada pH 2,4,6 dan 8
(Mc. Evoy, 2002).
OTT : Kalsium klorida, kanamisin sulfat, asam tartat,
pentobarbital natrium (Martindale, 1982).
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat, tidak tembus cahaya (Dirjen
POM, 2014 : 701).
Khasiat : Analgetik (Dirjen POM, 2014 : 701).
Indikasi : Obat antihistamin H1 untuk mencegah atau mengobati
simtomatik berbagai penyakit alergi dan mencegah dan
mengobati mabuk perjalanan (Katzung, 2004).
Kontraindikasi : Dapat menimbulkan aktivitas antikolinergik yang dapat
memperburuk asam bronkial, retensi urin dan glaukoma,
serangan asma akut, dan bayi prematur (Departemen
Farmakologi dan Teurapeutik UI, 2013: 228).
Dosis : Dewasa sehari 3-4 kali 1 tablet; Anak-anak (6-12 tahun)
sehari 3-4 kali ½ tablet dan (1-6) sehari 3-4 kali ½ tablet
(Departemen Farmakologi dan Teurapeutik UI, 2013:
228).
Aturan Pakai : Dapat diberikan bersama atau tanpa makanan
(Departemen Farmakologi dan Teurapeutik UI, 2013:
228).
Kategori Obat : Obat bebas terbatas (Departemen Farmakologi dan
Teurapeutik UI, 2013: 228).
Efek Samping : Pada sistem pencernaan : mual, muntah, diare, anoreksia,
pada sistem pernapasan : menekan sistem pernapasan dan
mengentalkan sekresi bronchial, pada saluran kencing :
penurunan sekresi urin, dan pada ginjal: poliuria, bradikia,
sedatif ringan (Katzung, 2004).
Farmakodinamika: Menghambat efek histamin pada pembuluh darah,
bronkus (Departemen Farmakologi dan Teurapeutik UI,
2013: 229).
Farmakokinetika: Setelah pemberian oral/parenteral, AH diadsorbsi secara
baik. Efeknya akan timbul 15-30 menit setelah pemberian
maksimal setelah 1-2 jam. Lama kerja AH, setelah
pemberian dosis tunggal umumnya 4-6 jam. Antihistamin
ini mengalami distribusi dengan cepat (Departemen
Farmakologi dan Teurapeutik UI, 2013: 229).

V. Preformulasi Zat Tambahan


5.1 Amprotab (Amilum Pro Tablet)

Gambar 5.1. Struktur Kimia Amprotab

BJ : 0,45-0,58 g/cm3 (Dirjen POM, 1995: 1162).


Sinonim : Amilum manihot (Dirjen POM, 1995: 1162).
Rumus Kimia : (C6H10O5)n n= 300-1000 (Dirjen POM, 1995: 1162).
Pemerian : Serbuk, keras, putih, tidak berbau, dan rasa sedikit manis
(Dirjen POM, 1995: 1162).
Kelarutan : Mudah larut dalam air dan lebih mudah larut dalam air
medidih, sangat sukar larut dalam etanol, tidak larut dalam
kloroform dan eter (Dirjen POM, 1995: 1162).
Stabilitas : Dalam keadaan kering stabil terhadap bahan kimia lain, dan
dalam bentuk pasta atau basah mudah rusak terhadap
mikroba (Rowe, 2009: 685).
OTT : Zat oksidasi kuat (Rowe, 2009: 685).
Kegunaan : Sebagai penghancur pada tablet dengan konsentrasi 5-10%
(penghancur luar dan dalam) (Rowe, 2009: 685).
Penyimpanan : Disimpan dalam wadah tertutup rapat terhindar dari lembab
dan suhu panas, tempat kering (Rowe, 2009: 685).

5.2 Avicel pH 102 / Microcrystaline Cellulose

Gambar 5.2. Struktur Kimia Avicel pH 102

Rumus Molekul : (C6H10O5)n (Dirjen POM, 2014: 1003).


Pemerian : Serbuk halus berwarna putih, tidak berbau, tidak berasa
(Dirjen POM, 2014: 1003).
Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air, larutan asam dan sebagian
besar pelarut organik (Dirjen POM, 2014: 1003).
pH : 5-8 (Dirjen POM, 2014: 1003).
Bobot Jenis : 1,420 – 1,460 g/cm3 (Dirjen POM, 2014: 1003).
Titik Leleh : 260-270oC (Dirjen POM, 2014: 1003).
Stabilitas : Stabil walaupun bahan bersifat higroskopis.
OTT : Inkompatibel dengan zat pengoksidasi kuat.
Penyimpanan : Disimpan dalam wadah tertutup rapat terhindar dari
lembab dan suhu panas, tempat kering.
Konsentrasi : 20-50% sebagai pengisi dan 5-15% sebagai pengikat.
Kegunaan : Pengisi atau pengikat, mem[unyai kegunaan juga sebagai
lubrikan dan desinfektan.
(Rowe et al, 2009: 132)

5.3 Starch 1500

Gambar 5.3. Struktur Kimia Starch 1500

Rumus Molekul : (C6 H10 05 )n


Daya alir : 18-23%
Pemerian : Serbuk agak kasar sampai halus, berwarna putih, tidak
berbau, memiliki rasa lemah yang khas, hidroskopis.
Kelarutan : Praktis tidak larut dalam pelarut organik, sedikit larut atau
larut dalam air dingin.
Massa Jenis : 0,586 g/cm3
Stabilitas : Stabil tapi hidroskopis, harus disimpan dalam wadah
tertutup baik dan berada pada tempat sejuk dan kering.
Inkompatiilitas : -
Kegunaan : Pengisi (5-75%), pengikat pada kempa langsung (5-20%),
dan penghancur (5-10%).
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat.
(Rowe et al, 2009: 731-733)
5.4 Magnesium Stearat

Gambar 5.4. Struktur Kimia Mg Stearat

Pemerian : Serbuk putih terang, bau khas asam asetat (Dirjen POM,
2014: 805).
Kelarutan : Praktis tidak larut dalam etanol, eter, dan air, sedikit larut
dalam benzen dan etanol hangat (Dirjen POM, 2014: 805).
Titik Leleh : 126-130oC (Dirjen POM, 2014: 805).
Stabilitas : Stabil pada suhu ruangan (Rowe et al, 2009: 404).
OTT : Dengan asam kuat, basa dan garam besi, tidak kompatibel
dengan pengoksidasi kuat aspirin, beberapa vitamin dan
kebanyakan garam alkohol (Rowe et al, 2009: 404).
Kegunaan : Lubrikan (0,25-5%) (Rowe et al, 2009: 404).
Penyimpanan : Disimpan dalam wadah yang sejuk (15-25oC), kering dan
tertutup rapat (Dirjen POM, 2014: 805).

5.5 Talkum

Gambar 5.5. Struktur Kimia Talkum


Pemerian : Serbuk hablur sangat halus, putih, atau kelabu, berkilat,
tidak berbau, tidak berasa, bubuk kristal bebas dari butiran
(Dirjen POM, 2014: 1247).
Kelarutan : Praktis tidak larut dalam pelarut basa dan asam, pelarut
organik, dan air (Dirjen POM, 2014: 1247).
Stabilitas : Dapat disterilkan pada suhu 160 oC, dan disimpan dalam
wadah tertutup rapat (Rowe et al, 2009: 728).
OTT : Surfaktan (Rowe et al, 2009: 728).
Kegunaan : Glidan (1-10%), lubrikan (1-10%) (Rowe et al, 2009:
728).
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat (Dirjen POM, 2014: 1247).

VI. Preformulasi Wadah Kemasan


6.1 Kemasan Primer
Berdasarkan kondisi penyimpanan zat aktif CTM harus disimpan di
wadah tertutup rapat dan tidak tembus oleh cahaya. Wadah tertutup rapat
harus mampu melindungi isi terhadap masuknya bahan cair, bahan padat
atau uap dan mencegah kehilangan selama penanganan, pengangkutan,
penyimpanan dan distribusi. Wadah tertutup rapat dapat diganti dengan
wadah tertutup kedap untuk bahan dosis tunggal. Wadah yang digunakan
harus melindungi zat aktif terhadap sinar matahari. Wadah yang digunakan
yaitu wadah plastik klip atau botol plastik putih, atau yang mempunyai sifat
menahan pada sinar matahari supaya tidak mudah mengurai obatnya (Dirjen
POM, 1995: 210).
Karena kemasan harus dikondisikan supaya kering maka dalam
wadah ditambahkan silica gel polimer botol yang digunakan adalah PET
(polyethylene terephthalate) no.1 yang biasanya digunakan untuk botol
plastik wadah air mineral yang hanya digunakan satu kali karena lapisan
polimer akan meleleh dan bersifat karsinogenik. Bahan ini jernih, kuat,
tahan pelarut, kedap gas dan air. Melunak pada suhu 80℃ sehingga dapat
menjamin stabilitas dan kandungan CTM (Nurminah, 2003: 7).

Gambar. 6.1. Struktur kimia polyethylene terephthalate


6.2 Kemasan Sekunder
Wadah yang digunakan adalah dus yang terbuat dari kertas yang
lebih kuat dari kertas biasa yang didalamnya ditambahkan informasi obat
bentuk leaflet dengan tujuan untuk melindungi wadah primer dari gesekan
pada saat penyimpanan maupun saat peredaran, wadah sekunder juga
memberikan informasi obat yang dibutuhkan pasien (informasi seputar
obat yang terdapat dalam wadah). Didalam wadah sekunder selalu
diberikan brosur obat juga menggunakan kertas.

VII. Analisis Pertimbangan Formula


7.1 CTM / Chlorpeniramine maleat
CTM berfungsi sebagai zat aktif. Berkhasiat sebagai antihistamin
H1. Dosis CTM dalam 1 tablet adalah 4 mg, karena dosisnya yang tidak
besar, tidak tahan panas dan kelembaban tinggi, sifat alirnya pun baik
sehingga CTM cocok dibuat dengan menggunakan metode kempa
langsung. Apabila proses pembuatan tablet CTM ini dengan
menggunakan granulasi maka dikhawatirkan CTM akan hilang selama
proses pembuatan (Departemen Farmakologi dan Teurapeutik UI, 2013:
229).

7.2 Amprotab
Amprotab berfungsi sebagai penghancur (Rowe, 2009: 685).
Digunakan sebagai penghancur tablet bila tablet kontak dengan cairan.
Hancurnya tablet akan menaikkan luas permukaan dari fragmen-fragmen
tablet sehingga akan mempermudah terlepasnya obat dari tablet. Dapat
juga berfungsi menarik air kedalam tablet, mengembangkan dan
menyebabkan tablet pecah menjadi bagian-bagian sehingga tercapai
bioavaibilitasnya (Katzung, 2009).
7.3 Starch 1500
Starch 1500 berfungsi sebagai penghancur. Konsentrasi yang
digunakan adalah 10%. Berdasarkan literature, konsentrasi starch 1500
sebagai penghancur adalah 5-10% (Rowe, 2009: 631). Starch 1500
digunakan sebagai penghancur karena sifat starch 1500 merupakan
amilum yang tidak diproses secara kimia untuk memecah sebagian atau
seluruhnya dari dalam granul yang mengandung air kemudian
dikeringkan, sehingga dapat dikatakan bahwa starch 1500 biasanya
memiliki kandungan untuk menarik air yang tinggi sehingga tablet lebih
mudah pecah jika bertemu dengan air. Karena pada metode kempa
langsung pembuatannya tanpa melalui preses granulasi maka dibutuhkan
starch 1500 sebagai pengikat agar tablet tidak mudah hancur pada saat
proses pembuatan (Winarno, 1994).

7.4 Avicel pH 102


Avicel pH 102 berfungsi sebagai pengisi. Avicel berbentuk granul
dengan sifat alirnya yang buruk dan pada pencetakan langsung bagus
sekali sehingga menghasilkan tablet dengan kekerasan yang memenuhi
syarat. Selain itu avicel pH 102 memiliki kadar lembab tinggi sehingga
dapat membuat ikatat yang cukup kuat antara molekul obat dan eksipien.
Priabilitasnya bagus menurut (Rowe, 2009: 129-132) fungsi avicel pH
102 sebagai pengisi dengan konsentrasi 20-90%.

7.5 Mg.Stearat
Mg.Stearat berfungsi sebagai lubrikan. Mg.Stearat memiliki sifat
hidrofobik yang akan membantu lapisan film pada partikel bahan padat
sehingga dapat mengurangi gesekan antar partikel dan memudahkan
partikel tersebut mengalir. Selain dengan adanya sifat hidrofobik dapat
menghambat penetrasi air dan memberikan pengauh terhadap waktu
hancur. Menurut (Rowe, 2009: 404) Mg. Stearat berfungsi sebagai
lubrikan dalam konsentrasi 0,25-5%.
7.6 Talk
Talk berfungsi sebagai glidan. Talk bertujuan untuk mengurangi
gesekan antara partikel yang mmengalir dari hopper ke ruang cetak (die),
sehingga mempengaruhi sifat alir serbuk atau granul yang akan dikempa
yang berpengaruh terhadap keseragaman bobot tablet. Alasan
menggunakan talk adalah murah, mudah didapat, dan tidak toksik karena
tidak diserap sistemik setelah dikonsumsi oral. Talk dan Mg.Stearat
adalah kombinasi yang dapat meningkatkan sifat alir, konsentrasi talk
yang digunakan adalah 2% (Rowe et al, 2009: 728).

VIII. Formula
Bobot/tablet : 200 mg
Jumlah tablet : 300 tablet

Formula A Formula B

CTM 4 mg CTM 4 mg
Amprotab 10% Starch 1500 10%
Avicel pH 102 q.s Avicel pH 102 q.s
Mg. Stearat 1% Mg. Stearat 1%
Talk 2% Talk 2%

IX. Perhitungan dan Penimbangan


9.1 Perhitungan
Tabel 1. Perhitungan Tablet Formula A

Nama Zat Perhitungan 1 tablet 300 tablet

CTM 4 mg 4 mg = 0,004 1,2 gram


gram
Amprotab 10 20 mg = 0,02 6 gram
x 200 mg
100
gram
Avicel pH 200 mg – (4 + 20 + 170 mg = 0,170 51 gram
102 2 + 4) mg gram
Mg.Stearat 1 2 mg = 0,002 0,6 gram
x 200 mg
100
gram
Talk 2 4 mg = 0,004 1,2 gram
x 200 mg
100
gram

Tabel 2. Perhitungan Tablet Formula B


Nama Zat Perhitungan 1 tablet 300 tablet
CTM 4 mg 4 mg = 0,004 1,2 gram
gram
Starch 1500 10 20 mg = 0,02 6 gram
x 200 mg
100
gram
Avicel pH 200 mg – (4 + 20 + 170 mg = 0,170 51 gram
102 2 + 4) mg gram

Mg.Stearat 1 2 mg = 0,002 0,6 gram


x 200 mg
100
gram
Talk 2 4 mg = 0,004 1,2 gram
x 200 mg
100
gram

9.2 Penimbangan
Tabel 3. Penimbangan tablet formula A

No. Nama Bahan 1 tablet 300 tablet


1 CTM 0,004 gram 1,2 gram
2 Amprotab 0,02 gram 6 gram
3 Avicel pH 102 0,170 gram 51 gram
4 Mg.Stearat 0,002 gram 0,6 gram
5 Talk 0,004 gram 1,2 gram
Tabel 4. Penimbangan tablet formula B
No Nama Bahan 1 tablet 300 tablet
1 CTM 0,004 gram 1,2 gram
2 Starch 1500 0,02 gram 6 gram
3 Avicel pH 102 0,170 gram 51 gram
4 Mg.Stearat 0,002 gram 0,6 gram
5 Talk 0,004 gram 1,2 gram

X. Prosedur Pembuatan
10.1 Formula A
Disiapkan alat dan bahan yang diperlukan. Ditimbang bahan sesuai
hasil perhitungan formulasi. Dicampurkan bahan-bahan [Zat aktif
(CTM); Pengisi (Avicel pH 102); Penghancur (Amprotab)] hingga
homogen selama 15 menit. Kemudaian ditambahakan [Lubrikan (Mg
Stearat); dan Glidan (Talk)], dicampurkan selama 2 menit. Dilakukan
evaluasi terhadap massa kempa. Dilakukan tabletisasi pada massa kempa
dengan punch diameter 6-8 mm / sesuai dengan bobot tablet. Dilakukan
evaluasi tablet (Organoleptis, waktu hancur, kekerasan, kesergaman
ukuran dan bobot, friabilitas, friksibilitas serta uji disolusi).

10.2 Formula B
Disiapkan alat dan bahan yang diperlukan. Ditimbang bahan sesuai
hasil perhitungan formulasi. Dicampurkan bahan-bahan [Zat aktif
(CTM); Pengisi (Avicel pH102); Penghancur (Starch 1500)] hingga
homogen selama 15 menit. Kemudaian ditambahakan [Lubrikan (Mg
Stearat); dan Glidan (Talk)], dicampurkan selama 2 menit. Dilakukan
evaluasi terhadap massa kempa. Dilakukan tabletisasi pada massa kempa
dengan punch diameter 6-8 mm / sesuai dengan bobot tablet. Dilakukan
evaluasi tablet (Organoleptis, waktu hancur, kekerasan, kesergaman
ukuran dan bobot, friabilitas, friksibilitas serta uji disolusi).
XI. Evaluasi dan Data Pengamatan
11.1 Evaluasi Granul
1. Uji Kelembaban
Tabel 1. Hasil Uji Kelembaban
Formula Kadar air(%)
A 3,45%
B 4,29

Kesimpulan Hasil:
 Hasil uji kelembaban pada granul formula A, tidak memenuhi syarat,
karena kadar air formula A melebihi rentang syarat 1-3%, yaitu sebesar:
3,45%.
 Hasil uji kelembaban pada granul formula B, tidak memenuhi syarat,
karena kadar air formula B melebihi rentang syarat yang seharusnya: 1-
3%, yaitu sebesar: 4,29%.

2. Uji Kecepatan Alir


a. Metode Corong
Tabel 2. Hasil Uji Kecepatan Alir dengan Metode Corong
Formula Bobot granul(g) Waktu(s) 𝑔
Hasil( ⁄𝑠)
A 50 4.35 50⁄
4.35
B 50 5.00 50⁄
5.00

Kesimpulan Hasil:
 Pada uji kecepatan alir dengan metode corong, formula A memiliki sifat
alir yang baik. Karena syarat yang seharusnya waktu yang diperlukan
untuk mengalirkan 50 gram granul < 5 detik, yaitu: 4,35 detik.
 Pada uji kecepatan alir dengan metode corong, formula B memiliki sifat
alir yang baik. Karena syarat yang seharusnya waktu yang diperlukan
untuk mengalirkan 50 gram granul < 5 detik, yaitu: 5 detik.
b. Metode Sudut Baring
Tabel 3. Hasil Uji Kecepatan Alir dengan Metode Sudut Baring
Formula Tinggi(cm) r/ jari-jari(cm) Sudut(α)
A 3,8 6,75 29,335
B 3,6 6,55 28,766

Kesimpulan Hasil:
 Pada uji sifat alir menggunakan metode sudut baring, formula A memiliki
sifat alir yang sangat mudah mengalir, karena nilai sudut yang dihasilkan:
29,335°. Karena nilai rentang pada granul yang sangat mudah mengalir
yaitu: 25-30°.
 Pada uji sifat alir menggunakan metode sudut baring, formula B memiliki
sifat alir yang sangat mudah mengalir, karena nilai sudut yang dihasilkan:
28,766°. Karena nilai rentang pada granul yang sangat mudah mengalir
yaitu: 25-30°.

11.2 Evaluasi Tablet


1. Uji Organoleptis
Tabel 4. Hasil Uji Organoleptis Formula A
Tablet Bentuk Warna Bau
1 Bulat Putih Tidak berbau
2 Bulat Putih Tidak berbau
3 Bulat Putih Tidak berbau
4 Bulat Putih Tidak berbau
5 Bulat Putih Tidak berbau
6 Bulat Putih Tidak berbau
7 Bulat Putih Tidak berbau
8 Bulat Putih Tidak berbau
9 Bulat Putih Tidak berbau
10 Bulat Putih Tidak berbau
11 Bulat Putih Tidak berbau
12 Bulat Putih Tidak berbau

Kesimpulan Hasil: Hasil uji organoleptis pada formula A, sebanyak 20 tablet


memiliki bentuk bulat, putih dan tidak berbau.
Tabel 5. Hasil Uji Organoleptis Formula B
Tablet Bentuk Warna Bau
1 Bulat Putih Tidak berbau
2 Bulat Putih Tidak berbau
3 Bulat Putih Tidak berbau
4 Bulat Putih Tidak berbau
5 Bulat Putih Tidak berbau
6 Bulat Putih Tidak berbau
7 Bulat Putih Tidak berbau
8 Bulat Putih Tidak berbau
9 Bulat Putih Tidak berbau
10 Bulat Putih Tidak berbau
11 Bulat Putih Tidak berbau
12 Bulat Putih Tidak berbau

Kesimpulan Hasil: Hasil uji organoleptis pada formula A, sebanyak 20 tablet


memiliki bentuk bulat, putih dan tidak berbau.

2. Uji Keseragaman Ukuran


Tabel 6. Hasil Uji Keseragaman Ukuran Formula A
Tablet Diameter Tebal Tablet Diamater Tebal
1 0,81 0,58 11 0,815 0,51
2 0,81 0,51 12 0,815 0,51
3 0,815 0,51 13 0,82 0,51
4 0,815 0,52 14 0,815 0,52
5 0,815 0,51 15 0,82 0,52
6 0,84 0,51 16 0,825 0,51
7 0,815 0,51 17 0,81 0,51
8 0,82 0,51 18 0,81 0,52
9 0,815 0,59 19 0,815 0,51
10 0,815 0,51 20 0,81 0,51

Perhitungan:
Rata-rata diameter: 0,814 mm
Rata-rata tebal: 0,519
1 1⁄3 tebal tablet: 1 1⁄3 x 0,519 = 0,692 mm.
3x tebal tablet: 3 x 0,519 = 1,557 mm.
Kesimpulan Hasil: Pada uji keseragaman ukuran, formula A memenuhi syarat,
karena diameter tablet tidak lebih dari 3x tebal tablet, yaitu sebesar: 1,557 mm dan
tidak kurang dari 1 1⁄3 tebal tablet, yaitu sebesar: 0,692 mm.

Tabel 7. Hasil Uji Keseragaman Ukuran Formula B


Tablet Diameter Tebal Tablet Diamater Tebal
1 0,82 0,67 11 0,81 0,51
2 0,825 0,66 12 0,81 0,51
3 0,815 0,51 13 0,81 0,51
4 0,81 0,54 14 0,815 0,52
5 0,815 0,51 15 0,81 0,52
6 0,815 0,51 16 0,81 0,51
7 0,815 0,50 17 0,815 0,51
8 0,81 0,50 18 0,82 0,52
9 0,81 0,535 19 0,825 0,51
10 0,815 0,44 20 0,82 0,51
Perhitungan:
Rata-rata diameter: 0,814 mm
Rata-rata tebal: 0,533 mm
1 1⁄3 tebal tablet: 1 1⁄3 x 0,533 = 0,71 mm.
3x tebal tablet: 3 x 0,533 = 1,599 mm.
Kesimpulan Hasil: Pada uji keseragaman ukuran, formula A memenuhi syarat,
karena diameter tablet tidak lebih dari 3x tebal tablet, yaitu sebesar: 1,599 mm dan
tidak kurang dari 1 1⁄3 tebal tablet, yaitu sebesar: 0,71 mm.

3. Uji Kekerasan
Tabel 8. Hasil Uji Kekerasan Formula A
Tablet Gaya(N) 𝑁⁄ Tablet Gaya(N) 𝑁⁄
9,8 9,8
1 140 14,285 11 62,4 6,367
2 125,9 12,846 12 91,6 9,346
3 115,8 11,816 13 89 9,081
4 19,8 2,020 14 119,4 12,183
5 75,4 7,693 15 127,1 12,969
6 45,5 4,642 16 82,3 8,397
7 40,1 4,081 17 90,1 9,193
8 116 11,836 18 85,7 8,744
9 114,3 11,663 19 102,6 10,469
10 126,6 12,918 20 117,5 11,989
Perhitungan:
192,153 𝑘𝑔⁄
Rata-rata N/ 9,8: = 9,626 𝑐𝑚2
20

Kesimpulan Hasil: Pada uji kekerasan yang dilakukan pada 10 tablet formula A,
didapatkan hasil bahwa tablet tersebut tidak memenuhi syarat uji, dikarenakan nilai
𝑘𝑔⁄ 𝑘𝑔⁄
yang dihasilkan > 4 𝑐𝑚2 , yaitu: 9,626 𝑐𝑚2.

Tabel 9. Hasil Uji Kekerasan Formula B


Tablet Gaya(N) 𝑁⁄ Tablet Gaya(N) 𝑁⁄
9,8 9,8
1 58,2 5,938 11 2,4 0,244
2 58,0 5,918 12 114,5 11,683
3 44,4 4,530 13 111,0 11,326
4 96,4 9,836 14 2,0 0,204
5 101,7 10,377 15 110,2 11,244
6 92,3 9,418 16 62,5 6,377
7 75,5 7,704 17 106,2 10,836
8 106,3 10,846 18 99,3 10,132
9 100,2 10,224 19 106,9 10,908
10 2,4 0,244 20 112,6 11,489
Perhitungan:
159,478 𝑘𝑔⁄
Rata-rata N/ 9,8: = 7,973 𝑐𝑚2
20

Kesimpulan Hasil: Pada uji kekerasan yang dilakukan pada 10 tablet formula B,
didapatkan hasil bahwa tablet tersebut tidak memenuhi syarat uji, dikarenakan nilai
𝑘𝑔⁄ 𝑘𝑔⁄
yang dihasilkan > 4 𝑐𝑚2 , yaitu: 7,973 𝑐𝑚2

4. Uji Friabilitas dan Friksibilitas


Tabel 10. Hasil Uji Friabilitas dan Friksibilitas Formula A
Friabilitas Friksibilitas
a b %F a b %F
4,9493 g 4,9492 0,01% 5,5448 5,5547 0,01%

Perhitungan Friabilitas:
𝑎−𝑏
%F= 𝑥 100%
𝑎
4,9493−4,9492
%F= 𝑥 100%
4,9493

%F= 0,01%
Perhitungan Friksibilitas:
𝑎−𝑏
%F= 𝑥 100%
𝑎
5,5448−5,5547
%F= 𝑥 100%
5,5448

%F= 0,01%
Kesimpulan hasil:
 Pada Uji Friabilitas yang dilakukan pada formula A sebanyak 20 tablet,
didapatkan hasil: tablet memenuhi syarat uji Friabilitas karena nilai %F
tidak lebih dari 1%, yaitu: 0,01%.
 Pada Uji Friksibilitas yang dilakukan pada formula A sebanyak 20
tablet, didapatkan hasil: tablet memenuhi syarat uji Friksibilitas karena
nilai %F tidak lebih dari 1%, yaitu:0,01%.
Tabel 11. Hasil Uji Friabilitas dan Friksibilitas Formula B
Friabilitas Friksibilitas
A b %F a b %F
5,416 g 5,415 g 0,01% 5,191 5,558 0,86%

Perhitungan Friabilitas:
𝑎−𝑏
%F= 𝑥 100%
𝑎
5,416−5,415
%F= 𝑥 100%
5,416

%F= 0,018%
Perhitungan Friksibilitas:
5,191−5,558
%F= 𝑥 100%
𝑎
5,5448−5,5582
%F= 𝑥 100%
5,5448

%F= 0,24%
Kesimpulan hasil: Pada Uji Friabilitas yang dilakukan pada formula B sebanyak
20 tablet, didapatkan hasil: tablet memenuhi syarat uji Friabilitas karena nilai %F
tidak lebih dari 1%, yaitu: 0,018%.
Pada Uji Friksibilitas yang dilakukan pada formula B sebanyak 20 tablet,
didapatkan hasil: tablet memenuhi syarat uji Friksibilitas karena nilai %F tidak
lebih dari 1%, yaitu: 0,24%.
5. Uji Keseragamam Bobot
Tabel 12. Hasil Uji Keseragaman Bobot Formula A
Tablet Bobot(mg) Tablet Bobot(mg)
1 320 11 270
2 320 12 270
3 320 13 270
4 270 14 270
5 280 15 270
6 270 16 260
7 280 17 270
8 280 18 260
9 270 19 270
10 270 20 270
Perhitungan:
Bobot rata rata: 278 mg
Kolom A: Bobot rata-rata x penyimpangan rata-rata kolom A
= 278 x 7,5% = 20,85
Rentang: 278-20,85 = 257,15
278+ 20,85 = 298,85
Kolom B: 278 x 15% = 41,7
Rentang: 278-41,7 = 236,3
278+41,7 = 319,7
Kesimpulan Hasil: Pada uji keseragaman bobot, formula A menunjukan hasil yang
tidak memenuhi syarat, karena sebanyak 3 tablet memiliki nilai yang menyimpang
dari harga kolom A, yaitu pada tablet 1-3 dengan nilai bobot: 320 mg.

Tabel 13. Hasil Uji Keseragaman Bobot Formula B


Tablet Bobot(mg) Tablet Bobot(mg)
1 276,3 11 274,4
2 271,8 12 273,8
3 275,5 13 274,4
4 272,6 14 275,6
5 274,8 15 274,1
6 273,8 16 273,2
7 272,8 17 274,6
8 278,3 18 276,6
9 272,5 19 275,2
10 273,6 20 272,8
Perhitungan:
Bobot rata-rata: 274,335 mg
Kolom A: Bobot rata-rata x penyimpangan rata-rata kolom A
= 274,335 x 7,5% = 20,575
Rentang: 274,335-20,575 = 253,76
274,335+ 20,575 = 298,85
Kolom B: 278 x 15% = 41,7
Rentang: 278-41,7 = 236,3
278+41,7 = 319,7
Kesimpulan Hasil: Pada uji keseragaman bobot, formula B menunjukan hasil yang
memenuhi syarat, karena tidak ada satu tablet pun yang menyimpang dari bobot
rata-rata yang ditetapkan pada kolom A dan B.

6. Uji Waktu Hancur


Tabel 14. Hasil Uji Waktu Hancur Formula A
Tablet Waktu Hancur(detik)
1 20
2 20
3 20
4 20
5 20
6 20
Kesimpulan hasil:
Pada uji waktu hancur, tablet formula A memenuhi syarat, karena waktu hancur
yang dibutuhkan kurang dari 15 menit, yaitu: 20 detik.
Tabel 15. Hasil Uji Waktu Hancur Formula B
Tablet Waktu Hancur(detik)
1 20
2 20
3 20
4 20
5 20
6 20
Kesimpulan hasil:
Pada uji waktu hancur, tablet formula B memenuhi syarat, karena waktu hancur
yang dibutuhkan kurang dari 15 menit, yaitu: 20 detik.

7. Uji Disolusi
a. Pembuatan kurva kalibrasi
Dik: 10 mg ctm dilarutkan dalam 500 mL
𝑚𝑔 1000 𝑚𝐿 200 𝑚𝑔 200 𝑝𝑝𝑚⁄
10 𝑥 = ⁄ 𝐿 = 50 𝑚𝐿
50 𝑚𝐿 1𝐿
50 𝑚𝐿

b. Pengenceran dalam 10 mL
- 0,5 mL: 𝑉1 𝑥 𝑁1 = 𝑉2 𝑥 𝑁2
0,5 mL x 200 ppm = 10 mL x 𝑁2
𝑁2 = 10 ppm.
- 0,75 mL: 𝑉1 𝑥 𝑁1 = 𝑉2 𝑥 𝑁2
0,75 mL x 200 ppm = 10 mL x 𝑁2
𝑁2 = 15 ppm.
- 1 mL: 𝑉1 𝑥 𝑁1 = 𝑉2 𝑥 𝑁2
1 mL x 200 ppm = 10 mL x 𝑁2
𝑁2 = 20 ppm.
- 1,25 mL: 𝑉1 𝑥 𝑁1 = 𝑉2 𝑥 𝑁2
1,25 mL x 200 ppm = 10 mL x 𝑁2
𝑁2 = 25 ppm.
- 1,5 mL: 𝑉1 𝑥 𝑁1 = 𝑉2 𝑥 𝑁2
1, mL x 200 ppm = 10 mL x 𝑁2
𝑁2 = 30 ppm.
- 1,75mL: 𝑉1 𝑥 𝑁1 = 𝑉2 𝑥 𝑁2
1,75 mL x 200 ppm = 10 mL x 𝑁2
𝑁2 = 35 ppm.
- 2 mL: 𝑉1 𝑥 𝑁1 = 𝑉2 𝑥 𝑁2
2 mL x 200 ppm = 10 mL x 𝑁2
𝑁2 = 40 ppm.

Tabel 16. Kurva Kalibrasi


Konsentrasi(ppm) Absorbansi(A)
10 0,180

a = 0,033 15 0,277
20 0,397
b = 0,021
25 0,494
r = 0,999
30 0,604
35 0,702
40 0,813

Y= bx+a
Y= 0,021

c. Perhitungan kadar
Tabel 17. Hasil Absorbansi uji disolusi
Waktu Abs(A) 2x Abs(A)
A B A B
10 0,385 0,575 0,77 1,15
20 0,411 0,607 0,822 1,24
30 0,429 0,550 0,858 1,1
45 0,445 0,685 0,890 1,370

2. Kadar tiap menit


- Formula A
Y= bx+a
𝑌10 : 0,77 = 0,021x + 0,033
0,737 = 0,021 x
X = 35,095 ppm.
𝑌20 : 0,822= 0,021x + 0,033
0,789 = 0,021 x
X = 37,571 ppm.

𝑌30 : 0,858 = 0,021x + 0,033


0,825 = 0,021 x
X = 39,285 ppm.

𝑌45 : 0,890 = 0,021x + 0,033


0,857 = 0,021 x
X = 40,809 ppm.

 Formula B
Y= bx + a
𝑌10 : 1,15 = 0,021x + 0,033
1,117 = 0,021 x
X = 53,190 ppm.
𝑌20 : 1,214 = 0,021x + 0,033
1,131 = 0,021 x
X = 56.238 ppm.
𝑌30 : 1,1 = 0,021x + 0,033
1,067 = 0,021 x
X = 50,809 ppm.
𝑌45 : 1,370 = 0,021x + 0,033
1,337 = 0,021 x
X = 63,666 ppm.

8. Kadar terkoreksi
 Formula A
35,095 𝑚𝑔 𝑚𝑔
𝐶10 = 35,095 ppm: 𝑥 500 𝑚𝐿 =17,547 ⁄500 𝑚𝐿
1000 𝑚𝐿

5
𝐶20 = 37,571 ppm + (500 𝑚𝐿 𝑥 35, 095)
𝑚𝑔 𝑚𝑔
=37,921 ⁄1000 𝑚𝐿 x 500 mL = 18,960 ⁄500 𝑚𝐿

5
𝐶30 = 39,285 ppm + (500 𝑚𝐿 𝑥 35, 095 𝑥 37,571)
𝑚𝑔 𝑚𝑔
=52,470 ⁄1000 𝑚𝐿 x 500 mL = 26,235 ⁄500 𝑚𝐿
5
𝐶45 = 40,809 ppm + (500 𝑚𝐿 𝑥 35, 095 𝑥 37,571 𝑥 39,235)
𝑚𝑔 𝑚𝑔
=558,803 ⁄1000 𝑚𝐿 x 500 mL = 279,401 ⁄500 𝑚𝐿

 Formula B
53,190 𝑚𝑔 𝑚𝑔
𝐶10 = 53,190 ppm: 𝑥 500 𝑚𝐿 =26,595 ⁄500 𝑚𝐿
1000 𝑚𝐿

5
𝐶20 = 56,238 ppm + ( 𝑥 53,190)
500 𝑚𝐿
𝑚𝑔 𝑚𝑔
= 56.769 ⁄1000 𝑚𝐿 x 500 mL = 28,89 ⁄500 𝑚𝐿

5
𝐶30 = 50,809 ppm + (500 𝑚𝐿 𝑥 53,190 𝑥 56,238)
𝑚𝑔 𝑚𝑔
= 80,721 ⁄1000 𝑚𝐿 x 500 mL = 40,360 ⁄500 𝑚𝐿
5
𝐶45 = 63,666 ppm + (500 𝑚𝐿 𝑥 53,190 𝑥 56,238 𝑥 50,809)
𝑚𝑔 𝑚𝑔
= 1583,515 ⁄1000 𝑚𝐿 x 500 mL = 791,757 ⁄500 𝑚𝐿

9. Kadar teoritis
 Formula A
𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑡𝑎𝑏𝑙𝑒𝑡
Kadar teoritis= 𝑥 (6𝑥 𝑑𝑜𝑠𝑖𝑠 𝑡𝑎𝑏𝑙𝑒𝑡)
6 𝑥 500
1630
Kadar teoritis= 6 𝑥 500 𝑥 (6𝑥4 𝑚𝑔)
𝑚𝑔
= 13,04 ⁄500 𝑚𝐿

 Formula B
𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑡𝑎𝑏𝑙𝑒𝑡
Kadar teoritis= 𝑥 (6𝑥 𝑑𝑜𝑠𝑖𝑠 𝑡𝑎𝑏𝑙𝑒𝑡)
6 𝑥 500
1601
Kadar teoritis= 6 𝑥 500 𝑥 (6𝑥4 𝑚𝑔)
𝑚𝑔
= 12,814 ⁄500 𝑚𝐿

10.Kadar terdisolusi
 Formula A
17,547 𝑚𝑔
𝑇10 = 𝑥 100% = 134,56 %
13,04 𝑚𝑔
18,960 𝑚𝑔
𝑇20 = 𝑥 100% = 145,40 %
13,04 𝑚𝑔
26,235 𝑚𝑔
𝑇30 = 𝑥 100% = 201,189 %
13,04 𝑚𝑔
238,997 𝑚𝑔
𝑇45 = 𝑥 100% = 1986,173 %
13,04 𝑚𝑔

 Formula B
26,595 𝑚𝑔
𝑇10 = 12,814 𝑚𝑔 𝑥 100% = 207,546 %
28,384 𝑚𝑔
𝑇20 = 12,814 𝑚𝑔 𝑥 100% = 221, 508 %
40,360 𝑚𝑔
𝑇30 = 12,814 𝑚𝑔 𝑥 100% = 314,96 %
791,758 𝑚𝑔
𝑇45 = 𝑥 100% = 6178,851 %
12,814 𝑚𝑔

Kesimpulan Hasil:
Kriteria penerimaan/ penafsiran hasil:
≥ Q + 5% → Q CTM = 75%
75% + 5% → 80%
≥ 80%
Artinya, tidak boleh ada yang > 80%
Kesimpulan:
 Formula A memenuhi persyaratan, karena % kadar terdisolusi dari 𝑇10 -
𝑇45 ≥ 80%.
 Formula B memenuhi persyaratan, karena % kadar terdisolusi dari 𝑇10 -
𝑇45 ≥ 80%.

XII. Pembahasan
Pada percobaan ini dibuat sediaan dalam bentuk tablet, yang merupakan
sediaan padat yang mengandung bahan obat dengan atau tanpa bahan pengisi
(Dirjen POM, 2014 : 52). Sediaan tablet yang dibuat pada praktikum kali ini
memiliki kandungan zat aktif yaitu, clorpheniramine maleat atau lebih dikenal
dengan nama CTM dengan kekuatan sediaan 4mg/300mg tablet yang berkerja
sebagai antihistamin yang menentang kerja histamin pada H-2 reseptor histamin
sehingga berguna dalam menekan alergi yang disebabkan oleh timbulnya symptom
karena histamin, dengan demikian CTM dapat menghilangkan kemampuan
histamine untuk menimbulkan reaksi alergi (Ansel, 1989).
Pembuatan tablet CTM yang paling menguntungkan adalah dengan metode
kempa langsung karena sifat alirnya baik sehingga dibuat kempa langsung
meskipun dalam dosis kecil. Metode ini dinilai sangat memuaskan karena hemat
waktu, peralatan, energi yang digunakan dan sangat sesuai untuk zat aktif yang
tidak tahan panas dan kelembaban tinggi sehingga dapat menghindari kemungkinan
terjadi perubahan zat aktif akibat pengkristalan kembali yang tidak terkendali
selama proses pengeringan pada metode granulasi basah. Selain itu dapat
menghindari zat aktif dari tumbukan mekanik yang berlebihan jika digunakan
metode granulasi kering. Namun metode kempa langsung juga memiliki beberapa
kekurangan yaitu, perbedaan ukuran partikel dan kerapatan bulk antara zat aktif
dengan pengisi dapat menimbulkan stratifikasi di antara granul yang selanjutnya
dapat menyebabkan kurang seragamnya kandungan zat aktif didalam tablet. Zat
aktif dengan dosis yang besar tidak mudah untuk dikempa langsung, karena itu
biasanya digunakan 30% dari formula agar memudahkan proses pengempaan
sehingga pengisi yang dibutuhkan pun makin banyak dan mahal. Dalam beberapa
kondisi pengisi dapat berinteraksi dengan obat seperti senyawa amin dan laktosa
spray dried dan menghasilkan warna kuning. Pada kempa langsung mungkin terjadi
aliran static yang terjadi selama pencampuran dan pemeriksaan rutin sehingga
keseragaman zat aktif dalam granul terganggu. Sulit dalam pemilihan eksipien
karena eksipien yang digunakan harus bersifat mudah mengalir, memiliki
kompresibilitas yang baik serta kohesifitas dan adhesifitas yang baik (Voigt, 1984).
Eksipien yang digunakan ada amprotab dan starch 1500 sebagai penghancur,
yang akan mempengaruhi pada evaluasi uji waktu hancur dan disolusi. Kemudian
avicel pH 102 sebagai pengisi untuk membuat tablet memiliki bobot sesuai dengan
yang diinginkan, Mg.stearat sebagai lubrikan untuk mencegah gaya adhesi agar
campuran tidak lengket di punch atas atau bawah, dan talk sebagai glidan untuk
meningkatkan sifat alir dari zat aktif agar tidak susah saat akan dimasukkan ke
dalam die, sehingga mencegah ketidak sesuaian dosis dalam tablet.
Pada saat pembuatan dibuat menjadi 2 formula dengan bahan penghancur
yang berbeda. Tidak dilakukan penghalusan bahan setelah bahan ditimbang sesuai
dengan perhitungan, karena bahan-bahan tersebut terutama eksipien memang
diharapkan berbentuk granular agar dapat berfungsi dengan baik sebagai lubrikan
dan glidan. Kemudian pada saat pencampuran bahan, Mg.stearat dan talk
dicampurkan terakhir dan harus pelan-pelan selama 2 menit hingga homogen
karena untuk mencegah terjadinya ledakan akibat reaksi yang terjadi antara talk dan
Mg.stearat. Setelah itu dilakukan pencetakan tablet dengan mesin tablet single
punch Terakhir dilakukan evaluasi pada massa kempa karena metode yang
digunakan adalah kempa langsung dan juga evaluasi tablet, dilakukan terhadap 2
formula yang telah dibuat.
Evaluasi pertama yang dilakukan terhadap massa kempa adalah uji
kelembaban. Pengujian ini dimaksudkan untuk mengetahui kadar air dalam massa
kempa untuk menentukan apakah massa kempa dapat lolos ke pengujian
selanjutnya atau tidak. Alat yang digunakan adalah Moisture Analytical Balance,
prinsip kerja dari alat yaitu setelah serbuk diletakkan didalam alat, akan ada proses
pemanasan dari alat dan air pun menguap terjadi perubahan wujud dari cair menjadi
gas. Uap tersebut akan dikalkulasikan menjadi angka dalam persen oleh alat yang
menandakan kandungan air yang terdapat didalam serbuk massa kempa. Hasil
evaluasi menunjukkan kadar air dalam massa kempa formula 1 sebesar 3,45 %, dan
untuk kadar air massa kempa formula 2 sebesar 4,29%, sedangkan syarat
kandungan air yang baik dalam massa kempa adalah 1-3%. Sehingga dapat
disimpulkan massa kempa tidak memenuhi syarat uji kelembaban. Jika kadar air
massa kempa kurang dari 1%, maka akan dihasilkan granul yang rapuh karena
terlalu kering. Semakin sedikit air, maka daya ikat antar partikel dalam massa
kempanya semakin kecil. Namun, jika kadar air lebih dari 3% juga dapat
mengakibatkan sifat alir yang buruk karena terlalu basah massa kempa dapat
menempel pada alat atau menempel pada massa kempa lainnya sehingga
membentuk massa yang lebih besar dan tidak dapat mengalir dengan baik.
Evaluasi selanjutnya adalah evaluasi sifat alir massa kempa yang meliputi
pengujian terhadap laju alir dan sudut baring. Sifat alir berpengaruh terhadap proses
tabletasi, jika sifat alir massa kempa buruk, maka massa kempa akan sulit turun dari
hopper ke die, dan memungkinkan jumlah massa kempa yang turun tidak sama rata
pada setiap pencetakan sehingga dihasilkan tablet dengan bobot dan kandungan zat
aktif yang tidak seragam. Laju alir yang baik bagi suatu massa kempa adalah
minimal 10 gram/detik, sedangkan sudut baring yang baik adalah 25-30o. Massa
kempa pada praktikum kali ini untuk formula 1 memiliki laju alir 11,494 gram/detik
dan sudut baring 29,335o, untuk formula 2 memiliki laju alir 10 gram/detik dan
sudut baring 28,766o. Massa kempa ini memiliki laju alir yang hampir baik dan
hasil pengujian sudut baring menyatakan bahwa massa kempa sangat mudah
mengalir. Hal ini dikarenakan pada saat pengujian, dilakukan pemberian gaya pada
massa kempa sehingga massa kempa yang turun lebih menyebar. Akibatnya
diameter gundukan yang terbentuk lebih besar, hal ini mempengaruhi hasil
perhitungan sudut baring. Laju alir massa kempa yang hampir baik disebabkan oleh
kadar air massa kempa yang terlalu banyak sebagai akibat penggunaan komponen-
komponen massa kempa yang bersifat higroskopis seperti avicel pH 102.
Tablet yang telah terbentuk selanjutnya dievaluasi dengan evaluasi yang
meliputi uji organoleptis, uji keseragaman ukuran, uji kekerasan, uji friabilitas dan
friksibilitas, uji keseragaman sediaan, uji waktu hancur dan uji disolusi.
Uji organoleptis dilakukan terhadap semua tablet yang meliputi warna,
bentuk, dan bau dengan tujuan untuk melihat keseragaman bentuk dan warna tablet.
Hasil pengujian didapatkan tablet berwarna putih dengan bentuk bulat, tidak berbau
dan warnanya putih.
Untuk pengujian keseragaman ukuran, dilakukan pengukuran tebal dan
diameter tablet menggunakan jangka sorong. Pengujian dilakukan terhadap 20
tablet yang dipilih secara acak dari kedua formula. Pengukuran tersebut didapatkan
rata-rata tebal tablet untuk formula 1 0,519 mm, untuk formula 2 0,533 mm.
Berdasarkan persyaratan yang tertera di Farmakope Indonesia, suatu tablet
dianggap memenuhi persyaratan jika diameter tablet tidak lebih dari 3 kali tebal
1
tablet dan tidak kurang dari 1 3 kali tebal tablet. Hal ini terkait dengan penerimaan

konsumen dan estetika. Jika ukuran tablet terlalu besar, maka konsumen akan
kesulitan untuk mengkonsumsi tablet karena memungkinkan tablet tersumbat di
tenggorokan. Dari persyaratan tersebut diperoleh rentang diameter tablet formula 1
antara 0,692 mm – 1,557 mm, hasil pengamatan terhadap diameter tablet
menunjukkan rata-rata diameter setiap tablet sebesar 0,814 mm. Untuk formula 2
rentang diameter tabletnya 0,710 mm – 1,599 mm, hasil pengamatan terhadap
diameter tablet menunjukkan rata-rata setiap tablet sebesar 0,814 mm. Data
menunjukkan bahwa tidak ada satu pun tablet yang menyimpang dari rentang yang
sudah dihitung sehingga tablet dinyatakan lolos uji keseragaman ukuran.
Selanjutnya dilakukan uji keseragaman sediaan yang meliputi keragaman
bobot dan keseragaman kandungan. Namun, pada praktikum kali ini yang
dilakukan hanya uji keragaman bobot.
Uji keragaman bobot dilakukan terhadap 20 tablet yang diambil secara acak
dan diperoleh bobot rata-rata untuk formula 1 sebesar 278 mg, untuk formula 2
sebesar 274,335 mg. Persyaratan yang ditentukan oleh Farmakope Indonesia untuk
uji keragaman bobot adalah tidak boleh ada 2 tablet yang menyimpang lebih besar
dari harga yang ditetapkan pada Kolom A dari bobot rata-rata; dan tidak boleh ada
satu tablet pun yang menyimpang lebih dari harga pada kolom B. Untuk tablet
dengan bobot rataan 151mg-300mg, simpangan pada kolom A sebesar 7,5% dan
simpangan pada kolom B sebesar 15%. Sehingga diperoleh harga rentang yang
dapat diterima oleh kolom A untuk formula 1 yaitu 257,15 mg – 298,85 mg dan
rentang tabel B 236,3 mg – 319,7 mg, pada formula 2 rentang kolom A sebesar
253,76 mg – 294,91 mg dan rentang kolom B sebesar 233,185 mg – 315,485 mg.
Hasil evaluasi menunjukkan bobot terendah yang dimiliki oleh tablet yang diujikan
pada formula 1 yaitu sebesar 260 mg dan bobot tertinggi sebesar 320 mg, untuk
formula 2 bobot terendah sebesar 271,8 mg dan bobot tertinggi sebesar 276,6 mg.
Baik bobot terendah tablet uji maupun bobot tertinggi tablet untuk formula 2 masih
termasuk didalam rentang kolom A dan kolom B, sehingga tidak ada satupun tablet
yang menyimpang dari harga yang tertera pada kolom A ataupun kolom B,
sedangkan pada formula 1 terdapat 3 tablet yang menyimpang dari harga yang
tertera pada kolom A. Dapat disimpulkan bahwa tablet formula 2 memenuhi syarat
dan lolos dalam uji keragaman bobot, sedangkan formula 1 tidak.
Evaluasi selanjutnya yang dilakukan terhadap tablet adalah pengujian
mengenai kekerasan tablet yang dilakukan terhadap 20 tablet yang dipilih secara
acak. Ketentuan yang tertera dalam Farmakope Indonesia terhadap uji kekerasan
tablet untuk tablet dengan bobot 250 mg – 400 mg kekerasan tablet harus berada
pada 4 kg/cm2. Hasil evaluasi menunjukkan bahwa rata-rata kekerasan 20 tablet uji
pada formula 1 yaitu sebesar 9,626 kg/cm2 dan pada formula 2 sebesar 7,973
kg/cm2. Nilai kekerasan ini diluar nilai yang ditentukan oleh Farmakope Indonesia
sehingga tablet dinyatakan tidak lolos dalam uji kekerasan. Tablet ini terlalu keras
karena kadar air massa kempa yang terlalu tinggi. Hasil pengujian kadar air
menunjukkan bahwa kadar air dalam massa kempa sebesar 3,45% untuk formula 1
dan 4,29% untuk formula 2 dengan komponen yang bersifat higroskopis. Setelah
pengujian kadar air, massa kempa didiamkan sehingga memungkinkan terjadinya
penyerapan molekul air dari udara oleh massa kempa.
Uji friabilitas dan friksibilitas merupakan pengujian terhadap ketahanan
tablet terhadap jatuhan dan gesekan. Pengujian dilakukan masing-masing terhadap
20 tablet yang dipilih secara acak dengan melihat kehilanganga bobot tablet setelah
diakukan pengujian. Tablet dinyatakan memenuhi syarat jika bobot yang hilang
setelah pengujian tidak lebih dari 1%. Pengujian dilakukan untuk mengukur
ketahanan tablet terhadap gesekan dan jatuhan yang dialami selama proses
pengemasan dan pengiriman tablet hingga sampai ke tangan konsumen. Jika nilai
friabilitas dan friksibilitas suatu tablet tinggi, maka kadar zat aktif dalam tablet akan
semakin sedikit karena bagian tablet yang hilang semakin besar. Untuk pengujian
friabilitas, bobot 20 tablet awal formula 1 sebesar 4,9492 gram dan bobot setelah
pengujian 4,9492 gram, bobot 20 tablet awal formula 2 sebesar 5,416 gram dan
bobot setelah pengujian 5,415 gram, bobot yang hilang setelah pengujian sama-
sama sebesar 0,01%. Sedangkan pada pengujian friksibilitas, bobot 20 tablet awal
formula 1 sebesar 5,5448 gram dan bobot setelah pengujian sebesar 5,5447 gram,
bobot yang hilang setelah pengujian sebesar 0,01%. Bobot 20 tablet awal formula
2 sebesar 5,191 gram dan bobot setelah pengujian 5,146 gram, bobot yang hilang
setelah pengujian sebesar 0,86%. Baik hasil pengujian friabilitas maupun
friksibilitas, bobot yang hilang pada keduanya tidak melebihi 1% sehingga dapat
disimpulkan tablet lolos pengujian friabilitas dan friksibilitas.
Uji waktu hancur dilakukan terhadap 6 tablet dengan media berupa aquadest
yang bersuhu 37oC dan alat yang dinamakan Disintegrator Tester. Disintergrator
Tester dibuat dalam keadaan yang mirip seperti saluran cerna manusia. Didalam
saluran cerna, tablet akan mengalami perlakuan baik secara fisika maupun secara
kimiawi. Perlakuan secara fisika berasal dari gerakan peristaltik di saluran cerna,
sedangkan gerakan kimiawi berasal dari asam lambung, air, suhu dan enzim-enzim
pencernaan. Disintegrator tester bekerja dengan cara menaik turunkan tabung
tempat sampel yang sudah diberi tutup dalam media aquadest didalam bejana.
Tutup dan gerakan naik turun diibaratkan gerak peristaltik dalam saluran
pencernaan karena tablet akan hancur dengan bantuan tumbukan dari tutup dan
tabung tempat tablet diujikan. Persyaratan yang diberikan oleh Farmakope
Indonesia adalah tablet tidak bersalut harus hancur sempurna dalam waktu < 15
menit. Pada pengujian, ke enam tablet dari ke dua formula hancur sempurna setelah
berada pada Disintegrator Tester selama 20 detik. hal ini berbanding terbalik
dengan penyataan yang menyatakan bila semakin keras suatu tablet, maka nilai
friabilitas dan friksibilitasnya semakin rendah dan waktu hancur tablet akan
semakin lama. Pernyataan ini tidak berlaku pada tablet CTM yang dibuat karena
penghancuran tablet dipengaruhi oleh kadar air, tablet ini memiliki kadar air yang
cukup tinggi dan komponen yang bersifat higroskopis, sehingga penyerapan air dari
lingkungan berjalan dengan cepat, dan air yang dibutuhkan untuk menghancurkan
tablet semakin sedikit karena didalam tablet sudah terdapat molekul air yang cukup
banyak. Untuk tablet ini dapat ditarik kesimpulan bahwa tablet lolos uji waktu
hancur.
Pengujian yang terakhir dilakukan terhadap tablet adalah uji disolusi. Uji
disolusi dilakukan untuk mengetahui persentase zat aktif dalam obat yang
terabsorbsi dan masuk kedalam peredaran darah untuk memberikan efek terapi, dan
untuk menentukan waktu optimum yang dibutuhkan obat untuk terdisolusi didalam
tubuh, juga untuk mengetahui jumlah dosis suatu zat yang dapat diarbsorbsi oleh
tubuh pada organ tertentu disetiap sediaan.
Berdasarkan ketentuan yang tertera dalam Farmakope Indonesia edisi V, uji
disolusi tablet CTM harus dengan media 500 mL aquadest, alat tipe 2 (tipe dayung)
dengan kecepatan putaran 50 rpm dan waktu 45 menit. Persayatan yang diberikan
yaitu dalam 45 menit, harus larut tidak kurang dari 75% (Q). Pada sediaan tablet
konvensional harga Q harus ditambah 5% sesuai ketentuan Farmakope.
Berdasarkan data pengamatan yang diperoleh, nilai absorbansi untuk formula 1 dari
T10 – T45 memiliki konsentrasi terdisolusi diatas 75% dan untuk formula 2 nilai
absorbansi yang didapat dari T10 – T45 konsentrasi terdisolusinya juga diatas 75%.
Dapat dikatakan hasil ini memenuhi syarat penerimaan CTM di farmakope.
Setelah tablet melalui uji evaluasi, tablet masuk pada proses pengemasan.
Wadah atau kemasan. Karena CTM harus disimpan dalam wadah tertutup rapat dan
tidak tembus cahaya (Dirjen POM, 2014 : 688-689) maka untuk kemasan primer
yang dipilih adalah botol plastik. Botol plastik terbuat dari polimer yaitu PET/PETE
(polyethylene Terephtalate) bahan ini kuat, tahan pelarut, kedap gas dan air,
melunak pada suhu 80⁰C sehingga menjamin kestabilan CTM. Plastik jenis ini
hanya sekali pakai karena lapisan polimer akan meleleh dan bersifat karsinogenik.
Kemasan sekunder yang digunakan yaitu dus yang terbuat dari kertas yang lebih
kuat dari kertas biasa.

XIII. Kesimpulan
 Pada praktikum kali ini dilakukan dengan metode kempa langsung tanpa
granulasi karena zat aktif yang digunakan memiliki sifat alir dan
kompresibilitas yang baik.
 Evaluasi masa kempa yang diperoleh dari praktikum ini untuk uji kelembaban
dari ke dua formula, tidak memenuhi persyaratan di Farmakope. Uji sifat alir
dari ke dua formula memenuhi persyaratan di Farmakope.
 Evaluasi tablet yang diperoleh dari praktikum seperti uji organoleptis, uji
keseragaman ukuran, kekerasan, friabilitas dan friksibilitas, uji waktu hancur
dan uji disolusi dari ke dua formula telah memenuhi persyaratan di Farmakope.
Namun pada uji keragaman bobot formula 1 tidak memenuhi persyaratan di
Farmakope, sedangkan untuk keseragaman bobot formula 2 memenuhi
persyaratan Farmakope.
 Tablet kempa langsung yang dihasilkan tidak memenuhi standar karena dari
hasil evaluasi massa kempa dan evaluasi tablet ada yang tidak memenuhi
persyaratan.
XIV. Informasi Obat Standar
Nama Zat Aktif : CTM (Klorfeniramin Maleat)
Golongan : Obat Bebas Terbatas (ISO, 2017).

Klorpheniramin maleat adalah antihistamin generasi pertama. Obat ini


bertindak terutama sebagai inverse agonist histamin perifer H1-reseptor.
Selain itu juga mempunyai efek antikolinergik dan sebagai obat penenang
ringan. Obat alergi ini dikenal juga dengan nama Chlorphenamine dan Chlor-
trimeton (CTM). Tersedia berupa sediaan tunggal namun sering pula
dikombinasikan dengan obat-obat lain dalam berbagai sediaan (umumnya
sediaan obat flu). Misalnya dikombinasikan dengan Phenylpropanolamine
yang diindikasikan sebagai obat alergi dengan sifat antihistamin
dan dekongestan (Hoan Tjay,T., 2013).

a. Indikasi

Klorfeniramin maleat diindikasikan untuk gangguan alergi (antialergi)


pada kulit termasuk urtikaria, pruritus, gigitan serangga, beberapa alergi obat
dan alergi akibat kontak tanaman. Hal ini juga efektif dalam mengurangi
gejala musiman, batuk dan flu, migrain, mabuk (motion sickness),
mual/muntah dan perennial rhinitis alergi seperti bersin, gatal hidung dan
konjungtivitis (Hoan Tjay,T., 2013).

b. Kontraindikasi pada pasien


 Penggunaan pada anak usia < 2 tahun tidak dianjurkan kecuali atas
petunjuk dokter.
 Tidak boleh digunakan pada neonatus, bayi prematur, atau penderita
serangan asma akut.
(Hoan Tjay,T., 2013).

c. Mekanisme kerja
Mekanisme kerja klorfeniramin maleat adalah sebagai antagonis
reseptor H1, klorfeniramin maleat akan menghambat efek histamin pada
pembuluh darah, bronkus dan bermacam-macam otot polos; selain itu
klorfeniramin maleat dapat merangsang maupun menghambat susunan saraf
pusat (Tjay, 2002).

d. Dosis (Oral)
1. Dosis Anak-anak
Usia 1 - 6 tahun: Dosis lazim 1 mg setiap 6 - 12 jam, maksimum 6 mg per
hari.
Usia 6 - 12 tahun: Preparat standar: dosis lazim 2 mg setiap 4 - 6 jam,
maksimum 12 mg per hari, preparat selanjutnya: dosis lazim 8 mg sekali
sehari.
2. Dosis Dewasa
Preparat standar: dosis lazim 4 mg setiap 4 - 6 jam, maksimum 24 mg
sehari.
Preparat selanjutnya: dosis lazim 8 - 12 mg setiap 12 jam.
(Hoan Tjay,T., 2013).

e. Efek Samping
Mengantuk, pusing, sakit kepala, sembelit, sakit perut, penglihatan
kabur, penurunan koordinasi, kering pada mulut, hidung, dan tenggorokan
(Hoan Tjay,T.2013).

f. Perhatian
Hal-hal yang perlu diperhatikan pasien selama menggunakan obat
Klorpheniramin maleat (CTM) adalah sebagai berikut (Hoan Tjay,T.2013):
 Obat ini mempunyai aktivitas sebagai antimuskarinik sehingga harus
digunakan secara hati-hati pada penderita hipertrofi prostat, retensi urin.
 Penurunan dosis mungkin perlu dilakukan pada penderita
gangguan ginjal.
 Pemakaian obat-obat golongan antihistamin harus dihentikan minimal 48
jam sebelum menjalani tes alergi kulit, karena dapat mengganggu hasil
tes.
 Jika obat antihistamin dibutuhkan selama menyusui, sebaiknya
berkonsultasi dengan dokter untuk mendapatkan dosis terendahnya.
 Penggunaan antihistamin untuk pasien epilepsi dan pasien dengan
risiko kejang, pasien dengan penurunan fungsi hati dan ginjal, usia tua,
ibu hamil dan ibu menyusui harus dilakukan dengan hati-hati.
 Klorpheniramine maleat (CTM) menyebabkan kantuk. Jangan
mengemudi atau mengoperasikan mesin yang
membutuhkan konsentrasi tinggi selama menggunakan obat ini.

g. Interaksi
Berikut adalah interaksi obat Chlorpheniramine maleate dengan obat-
obat lain (Hoan Tjay,T.2013):
 Efek samping pada sistem saraf pusat meningkat jika diberikan
bersamaan dengan obat-obat depresan sistem saraf pusat (misalnya obat
penenang, tranquilisers).
 Hal yang sama juga terjadi jika digunakan bersamaan dengan alkohol.
 Risiko atau keparahan efek samping meningkat jika Chlorpheniramine
maleate dikombinasikan dengan Alprazolam, Aripiprazole, Benzocaine,
Buspirone, Cetirizine, atau Cyproheptadine.
 Metabolisme Klorpheniramin maleat menurun bila dikombinasikan
dengan Amiodarone, Celecoxib, Cimetidine, Clarithromycin, atau
Clotrimazole.

h. Aturan Pakai
 Obat diminum setiap 4 sampai 6 jam
 Jangan meminum obat lebih dari 6 dosis dalam 24 jam.
(Hoan Tjay,T.2013)
XV. Wadah dan Kemasan
15.1. Wadah

15.2. Etiket
15.3. Brosur

C hloristam ine
Chlorpheniramin Maleat
T a b le t 4 m g

KONTRA INDIKASI
- Hipersensitivitas terhadap Klorfeniramin.
- Gejala Saluran Pernapasan bagian bawah
- Terapi bersamaan dengan MAO Inhibitor
memperkuat efek antikolinergik (kekeringan)

PERHATIAN
- Mengantuk dan gangguan koordinasi : Dapat
mengganggu kesigapan.
- Penderita usia lanjut : Pusing,sedasi , dan
hipotensi dapat terjadi.
- Efek menyerupai Atropin dan antikolinergik :
Perhatian untuk penderita yang memiliki
riwayat asma bronkial, hipertiroidisme , atau
penyakit kardiovaskular.
- Perhatian untuk penderita narrowangle
glaucoma, obstruksi pyloroduodenalis
hipertrofi prostat simpatomatik, atau
obstruksi leher kandung kencing.

EFEK SAMPING
Sedasi, Pusing, Kelelahan , gangguan penglihatan
,hipertensi,hipersensitivitas ,menyebabkan syok
anafilaktik.

No. Reg : D TL 1 7 3 4 5 6 7 8 1 2 A1
N o . B a tc h : 1 0 0 1 0 1 0 1 A1
M fg . d a te : A p r il 2 0 1 9
E x p . d a te :A p r il 2 0 2 0
HET : R p . 6 0 .0 0 0

Diproduksi oleh:
PT. DUO FARMA
XVI. Daftar Pustaka

Ansel, Howard C., (1989), Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, edisi


keempat, Jakarta: UI-Press.
Departemen Kesehatan RI., (1995), Farmakope Indonesia, Edisi IV, Jakarta:
Direktorat Jenderal Pengawasan Obat Dan Makanan.
Departemen Kesehatan RI., (2014), Farmakope Indonesia, Edisi V, Jakarta:
Direktorat Jenderal Pengawasan Obat Dan Makanan.
Hoan Tjay, T ., (2013), Obat-Obat Penting, Jakarta: Elex Media
Komputindo.
Ikatan Apoteker Indonesia. (2017). ISO Informasi Spesialite Obat Indonesia,
Volume 51 – 2017 s/d 2018. Jakarta: PT ISFI.
Katzung, B.G., Masters, S.B. dan Trevor, A.J., (2009), Farmakologi Dasar
& Klinik, Vol.2, Edisi 12, Editor Bahasa Indonesia Ricky Soeharsono et
al., Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Lund, Walter, (1994), The Pharmaceutical Codex, 12th edition, The
Pharmaceutocal Press, London.
Rowe, R.C. et al, (2009), Handbook Of Pharmaceutical Excipients, 6th Ed,
The Pharmaceutical Press, London.
Voight, (1994), Buku Pelajaran Teknologi Farmasi Edisi V, Yogyakarta:
Penerbit Gadjah MadaUniversity Press.

Anda mungkin juga menyukai