Anda di halaman 1dari 18

PERCOBAAN 4.

1
ANALISIS KUANTITATIF DAN KUALITATIF SEDIAAN FARMASI
DENGAN METODE KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI

I. Tujuan Percobaan
1. Melakukan analisis kualitatif sediaan farmasi dengan metode kromatografi
kinerja tinggi
2. Melakukan analisis kuantitatif sediaan farmasi dengan metode kromatografi
kinerja tinggi

3. Menyimpulkan mutu sediaan farmasi dengan data kromatogram dan hasil


penetapa kadar

II. Teori Dasar


Kromatografi adalah metode suatu proses fisik yang digunakan untuk
memisahkan komponen-komponen dari suatu campuran senyawa kimia. Dalam
kromatografi, campuran tersebut dibuat sebagi zona yang sempit (kecil) pada
salah satu ujung media porus seperti adsorben, yang disebut alas atau landasan
kromatografi (Hendayana, 2006).
Kromatografi adalah cara pemisahan campuran yang didasarkan atas
perbedaan distribusi dari komponen campuran tersebut diantarany dua fase, yaitu
fase diam (stationary) dan fase bergerak (mobile). Fase diam dapat berupa zat
padat atau zat cair, sedangkan fase bergerak dapat berupa zat cair atau gas. Dalam
kromatografi fase bergerak dapat berupa gas atau zat cair dan fase diam dapat
berupa zat padat atau zat cair (Acun, 2010).
Kromatografi Cair Kinerja Tinggi atau KCKT atau biasa juga disebut
dengan HPLC (Hight Performance Liquid Chromatograhy ) dikembangkan pada
akhir tahun 1960-an dan awal tahun 1970-an. Saat ini KCKT merupakan tekhnik
pemisahan yang diterima secara luas untuk analisis dan pemurnian senyawa
tertentu dalam suatu sampel dalam berbagai bidang, antara lain: farmasi,
lingkungan, bioteknologi, polimer dan industri-industri makanan. Beberapa
perkembangan KCKT terbaru antra lain: miniaturisasi`sistem KCKT, penggunaan
KCKT untuk analisis asam-asam nukleat, analisis protein, analisis karbohidrat dan
analisis senyawa-senyawa kiral (Rohman, 2013).
HPLC memiliki kekuatan pemisahan yang sangat ampuh bahkan untuk
komponen-komponen yang berhubungan sangat erat; pemisahan penukar ion yang
sukses dari logam tanah yang langka dan asam-asam amino telah memperlihatkan
ini. Komposisi fase gerak dalam HPLC memberikan suatu dimensi untuk
memanipulasi eksperimen yang tidak dijumpai dalam kromatografi gas. Dalam
kromatografi gas faktor pemisahan untuk sepasang komponen sampel tergantung
pada sifat dasar stationer, sedangkan dalam HPLC faktor itu juga bergantung pada
fase gerak. Seringkali pelarut campuran merupakan fase gerak yang lebih baik
daripada cairan murni untuk memisahkan campuran yang rumit dan
pengoptimasian komposisi pelarut dengan cara coba-coba dapat menjadi lebih
rumit (Khopkar, 1990)
Prinsip dasar HPLC adalah fase gerak air dialirkan dengan pompa melalui
kolom ke detektor. Cuplikan dimasukkan ke dalam aliran fase gerak dengan cara
penyuntikan. Didalam kolom terjadi pemisahan komponen-komponen cairan
karena perbedaan kekuatan interaksi antara salut-salut terhadap fase diam akan
keluar dari kolom lebih dahulu dan sebaliknya. Setiap komponen campuran yang
keluar dari kolom dideteksi oleh detektor kemudian direkam dalam bentuk
kromatogram (Lestari, 2014).
Beberapa kelebihan yang dimiliki kromatografi HPLC sehingga
menjadikannya sebagai “the best choice” dalam dunia penentuan/pemisahan
ion/logam, di antaranya (Adrianingsih, 2011) :
A. Kecepatan (speed)
Kecepatan dalam analisis suatu sampel menjadi aspek yang sangat penting
dalam hal analisis ion yaitu untuk mengurangi biaya, bisa mengahsilkan data
analisis yang akurat dan cepat dan bisa mengurangi limbah (waste) yang
dihasilkan dari penggunaan eluen.
B. Sensitivitas (sensitivity)
Perkembangan rehnologi mikro prosessor yang dikombinasikan dengan
efisiensi kolom pemisah, mulai ukuran diameter dalam milimeter sampai skala
mikro yang biasa juga disebut microcolumn, membuat pendeteksian ion dalam
sampel menjadi lebih baik, meskipun jumlah sampel yang diinjeksikan ke dalam
kolom pemisah sangat sedikit.
A. Selektivitas (selectivity)
Dengan sistem ini, bisa dilakukan pemisahan berdasarkan keinginan,
misalnya kation/anion organik saja atau kation/anion anorganik yang ingin
dipisahkan. Itu dapat dilakukan dengan memilih kolom pemisah yang tepat.

B. Pendeteksian yang serempak (simultaneous detection)

Teknik pendeteksian sekali injeksi untuk sebuah sampel seperti ini penting
untuk dilakukan karena tentunya mempunyai sejumlah kelebihan dibanding
pemisahan terpisah. Sebagaimana telah diulas diatas, beberapa kelebihan di
antaranya dapat menekan biaya operasional, memperkecil jumlah limbah saat
analisis (short time analysis) serta dapat memaksimalkan hasil yang diinginkan.

A. Kestabilan pada kolom pemisah (stability of the separator column)

Walaupun sebenarnya, ketahanan kolom ini berdasarkan pada paking


(packing) material yang diidikan ke dalam kolom pemsiah bisa bertahan pada
perubahan yang terjadi pada sampel, misalnya konsentrasi suatu ion terlalu tinggi,
tidak akan mempengaruhi kestanilan material penyusun kolom pemisah yang
mempunyai waktu penggunaan yang tidak terlalu lama, dikarenakan kemasan
kolom yang kurang baik atau karena faktor internal lainnya.

Pada dasarnya instrumen HPLC terdiri dari tandon (reservoir) cairan fase
gerak, pompa, injector, kolom, detektor dan rekorder (Day,2002) :

1. Tandon (Reservoir)
Reservoir yang baik disertai degessing system yang berfungsi untuk
mengusir gas-gas terlarut dalam solvent. Degassing dilakukan dengan
mengalirkan gas inert dengan kelarutan yang sangat kecil, misalnya helium.
Degassing dapat juga dibuat sendiri dengan erlermeyer yang dilengkapi dengan
pengaduk magnet, pemanas dan pompa vacum.
2. Pompa
Fungsi pompa adalah untuk memompa fase gerak (solvent) ke dalam
kolom dengan aliran yang konstan dan reproducible. Pompa harus memenuhi
persyaratann seperti dapat memberi tekanan sampai 6000 psi (360 atm), tekanan
yang dihasilkan bebas pulsa, dapat mengalirkan fase gerak dengan kecepatan 0,1
sampai 10 ml/ menit, dapat mengalirkan fase gerak dengan reprodusibilitas yang
tinggi, tahan terhadap korosi (biasanya terbuat dari baja atau teflon). Ada beberapa
jenis pompa, antara lain :
a. Reciprocating pump
b. Displacement Pump
c. Pneumatic Pump
1. Katup Injector
Bagian ini merupakan tempat dimana sampel diinjeksikan untuk
selanjutnya dibawa oleh fase gerak ke dalam kolom.
2. Kolom (Column)
Kolom merupakan jantung dari HPLC, sebab kunci keberhasilan analisis
sangat tergantung pada efisiensi kolom sebagai alat untuk memisah-misahkan
senyawa dalam campuran yang kompleks. Kolom terbuat dari stainless steel yang
dibor halus atau dari gelas. Ada dua jenis packing kolom yang telah digunakan
dalam kromatografi cair. yaitu berupa partikel porous dan partikel pelliculer.
3. Detektor
Setelah sampel melewati kolom maka komponen-komponennya akan
terpisah-pisah dan keluar dari kolom dengan waktu yang berbeda-beda.
Komponen yang sudah terpisah ini secara berturut-turut akan melewati suatu
detektor dan akan dibaca kadarnya. Detektor yang digunakan harus sesuai dengan
jenis zat yang dianalisis.
a. Detektor UV
Prinsip kerja detektor ini adalah spektrophotometri abssorbsi. Sampel yang
dianalisis harus menyerap sinar UV. Panjang gelombang sinar UV yang biasa
digunakan adalah 254 nm.
b. Detektor Fluoresensi
Prinsip kerja detektor ini adalah spektrophotometri. Detektor ini lebih sensitif
daripada detektor UV. Pemakaian sumber sinar laser akan memberikan sensitivitas
yang sangat tinggi. Derivatisasi sering dilakukan terhadap asam amino.
c. Detektor Indeks Refraksi (Refraksi Index Detector = RID)
Detektor ini bekerja atas dasar perbedaan indeks refraksi sampel dengan
solvent. Semua larutan suatu zat mempunyai indeks bias yang spesifik, oleh
karena itu detektor ini dapat digunakan untuk hampir semua zat.

1. Recorder
Hasil pembacaan detektor kemudian diolah oleh suatu processor kemudian
dikirim ke recorder. Recorder akan membuat suatu tampilan. Dalam kromatografi
tampilan ini disebut chromathogram. Untuk HPLC dilengkapi seperangkat
software yang dapat menghitung luas kromatogram dan bahkan sekaligus
menghitung kadarnya.

Parasetamol (asetaminofen) merupakan obat analgetik non narkotik dengan


cara kerja menghambat sintesis prostaglandin terutama di Sistem Syaraf Pusat
(SSP) . Parasetamol digunakan secara luas di berbagai negara baik dalam bentuk
sediaan tunggal sebagai analgetik-antipiretik maupun kombinasi dengan obat lain
dalam sediaan obat flu, melalui resep dokter atau yang dijual bebas. (Lusiana
Darsono 2002) Parasetamol adalah paraaminofenol yang merupakan metabolit
fenasetin dan telah digunakan sejak tahun 1893 (Anonim, 2000)
Parasetamol (asetaminofen) mempunyai daya kerja analgetik, antipiretik, tidak
mempunyai daya kerja anti radang dan tidak menyebabkan iritasi serta
peradangan lambung (Katzung, 2011)
Hal ini disebabkan Parasetamol bekerja pada tempat yang tidak terdapat
peroksid sedangkan pada tempat inflamasi terdapat lekosit yang melepaskan
peroksid sehingga efek anti inflamasinya tidak bermakna. Parasetamol berguna
untuk nyeri ringan sampai sedang, seperti nyeri kepala, mialgia, nyeri paska
melahirkan dan keadaan lain (Katzung, 2011)
Parasetamol, mempunyai daya kerja analgetik dan antipiretik sama dengan
asetosal, meskipun secara kimia tidak berkaitan. Tidak seperti Asetosal,
Parasetamol tidak mempunyai daya kerja antiradang, dan tidak menimbulkan
iritasi dan pendarahan lambung. Sebagai obat antipiretika, dapat digunakan baik
Asetosal, Salsilamid maupun Parasetamol. (Katzung, 2011)

III. Data Fisik dan Kimia


1. Aquadest (Basri, 1996)
Pemerian : Tidak berasa, tidak berwarna, tidak berbau, pH netral (7), terdapat
dalam bentuk padat, cair dan gas.
Titik beku : 0oC
Titik didih : 100oC
Stabilitas : Persenyawaan hydrogen dan oksigen, zat pelarut yang sangat baik,
terdapat dalam keadaan tidak murni dialam.
2. Metanol
Pemerian : Berbentuk cairan bening tidak berwarna, berbau khas
Kelarutan : Larut dalam air, benzen, etanol, eter, keton, dan pelarut organik;
Mudah larut dalam air dingin dan air panas.
Rumus molekul : CH3OH
Berat molekul : 32,0
Titik didih : 65oC
Titik lebur : -98oC
Berat jenis (air=1) : 0,79 g/mL
Tekanan uap : 160 mmHg pada 30oC
Titik nyala : 12oC (pada wadah tertutup)

3. Paracetamol(DitJen POM., 1995).


Nama kimia : 4-hidroksiasetanilida.
Rumus molekul : C8H9NO2

Rumus bangun : HO NHCOCH3Kandungan : tidak kurang dari 98 % dan


tidak lebih dari 101,0% ,C8H9NO2 dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan.
Pemerian : Serbuk hablur, putih, tidak berbau, rasa sedikit pahit.
Kelarutan : Larut dalam air mendidih dan dalam natrium hidroksida 1 N, mudah
larut dalam etanol.
Jarak lebur : Antara 168⁰ dan 172⁰ .

IV. Alat dan Bahan


Alat Bahan
Hplc agillent Paracetamol murni
Gelas kimia Tablet paracetamol
Labu ukur Metanol
Vial Aqua bidestilata
steril
Suntikan
Gelas ukur
Timbangan
Pipet volume
Pipet tetes
Membran filter

V. Prosedur
Diagram percobaan
Uji kesesuain
sistem

Analisis kualitatif Analisis kuantitatif


Larutan standar
Larutan standar
Larutan uji
Larutan uji

Kurva kalibrasi
Prosedur percobaan
One point
Uji kesesuaian sistem

Uji dilakukan dengan menginjeksikan berutur-turut sebanyak tujuh kali


larutan standar kedalam instrument KCKT kemudian luas area standar, waktu
retensi, faktor ikutan dihitung nilai simpang baku relatifnya, uji kesesuaian sistem
dinyatakan memenuhi syarat apabila nilai SBR < 2.0%

Analisis Kualitatif

a. Larutan standar

Ditimbang 25 mg parasetamol baku pembanding dan dimasukkan


kedalam labu takar 25 ml kemudian dilarutkan dengan fase gerak, dan
diadd hingga tanda batas kemudian larutan dikocok hingga homogen dan
dan disaring menggunakan membrane filter PTFE ukuran 0.45um lalu
larutan siap untuk diinjeksikan kedalam alat KCKT.

b. Larutan uji

Serbukkan 4 tablet parasetamol kemudian ditimbang, kemudian


diambil sebanyak 59 mg serbuk parasetamol dan dimasukkan kedalam
labu takar 100 mL kemudian ditambahkan 50 mL fase gerak dan dikocok
dengan shaker 3D selama 10 menit dan diadd dengan fase gerak sampai
tanda batas, kemudian 2 mL larutan dipipet dan dimasukkan kedalam labu
takar 25 mL dan diencerkan dengn fase gerak sampai tanda batas
kemudian disaring dengan membran filter PTFE ukuran 0.45 um dan
dibuang kurang lebih 2 mL filtrate awal, lalu larutan siap untuk
diinjeksikan kedalam alat HPLC.

Diinjeksikan masing-masing larutan standard an larutan uji


kedalam alat KCKT, rekam kromatografi yang terbentuk. Bandingkan
kromatografi larutan uji dan larutan standar waktu retensi puncak larutan
uji harus sama dengan waktu retensi larutan standar.

Analisis kuantitatif

a. Larutan standar

Ditimbang 25 mg baku pembanding parasetamol kedalam labu


takar 50 mL diencerkan dengan fase gerak hingga tanda batas dan dikocok
larutan hingga homogen dan dibuat serangkaian pengenceran larutan
standar untuk pembuatan kurva kalibrasi dan pipet masing masing
sebanyak 0.2; 0.4; 0.6; 0.8; 1.0; dan 1.2 mL larutan stok baku pembanding
kedalam labu takar 10 mL, dan diencerkan dengan fase gerak hingga tanda
batas dan disaring larutan dengan membrane filter PTFE ukuran 0.45 um
dan larutan siap untuk diinjeksikan alat KCKT

b. Larutan uji

Serbukkan 4 tablet parasetamol kemudian ditimbang, kemudian


diambil sebanyak 59 mg serbuk parasetamol dan dimasukkan kedalam
labu takar 100 mL kemudian ditambahkan 50 mL fase gerak dan dikocok
dengan shaker 3D selama 10 menit dan diadd dengan fase gerak sampai
tanda batas, kemudian 2 mL larutan dipipet dan dimasukkan kedalam labu
takar 25 mL dan diencerkan dengn fase gerak sampai tanda batas
kemudian disaring dengan membran filter PTFE ukuran 0.45 um dan
dibuang kurang lebih 2 mL filtrate awal, lalu larutan siap untuk
diinjeksikan kedalam alat HPLC.

Cara kurva kalibrasi


Diinjeksikan masing-masing serangkaian konsetrasi larutan
standard an larutan uji dan dicatat luas area kromatogram masing-masing
larutan standard an larutan uji dengan menggunakan kurva kalibrasi atau
persamaan garis dan dihitung kadar larutan sampel.

Cara one point

Diambillah luas area kromatogram salah satu larutan pembanding


kemudian gunakan untuk menghitung kadar larutan sampel dengan
menggunakan metode “one point”

VI. Data Pengamatan


5.1. Uji Kesesuaian Sistem
Tabel 5.1 Uji Kesesuaian Sistem
No Waktu Retensi Luas Area
1 3,820 37320788
2 3,753 36659497
3 3,737 36508560
4 3,743 36588397
5 3,727 36478597
6 3,710 36480031
7 3,680 36337343
Rata-Rata 3,73857143 36624744
SD 0,043285321 322853,3841
SBR 1,15 % 0,88%
Keterangan: SD = Standar Deviasi
SBR = Simpangan Baku Relatif
Perhitungan

SBR (Waktu Retensi) =

= 1,15 %

SBR (Luas Area) =


=

= 0,88 %

5.2. Analisis Kualitatif


1. Larutan Standar (Parasetamol standar)

Pengenceran:
V1 × N1 = V2 × N2
1 mL × 500 ppm = 10 mL × N2
N2 = 50 ppm

2. Larutan Uji (Tablet Parasetamol)


Bobot 4 tablet parasetamol = 2000 mg
Bobot 4 tablet sebenarnya = 2354,4 mg

Penimbangan =

= 58,86 mg ~ 59 mg
Jadi parasetamol yang diambil ± 59 mg

Konsentrasi =

Pengenceran : V1 × N1 = V2 × N2
2 mL × 590 ppm = 25 mL × N2
N2 = 47,2 ppm

5.3 Analisis Kuantitatif


1. Larutan Standar
 Diambil 0,2
V1 . N1 = V2 . N2
0,2 . 500 = 10 . N2

N2 =

N2 = 10 ppm
 Diambil 0,4
V1 . N1 = V2 . N2
0,4 . 500 = 10 . N2

N2 =

N2 = 20 ppm
 Diambil 0,6
V1 . N1 = V2 . N2
0,6 . 500 = 10 . N2

N2 =

N2 = 30 ppm
 Diambil 0,8
V1 . N1 = V2 . N2
0,8 . 500 = 10 . N2

N2 =

N2 = 40 ppm
 Diambil 1,0
V1 . N1 = V2 . N2
1,0 . 500 = 10 . N2

N2 =

N2 = 50 ppm
 Diambil 1,2
V1 . N1 = V2 . N2
1,2 . 500 = 10 . N2

N2 =

N2 = 60 ppm
5.4 Cara Kurva Kalibrasi
Tabel 5.4 Larutan Standar
Konsentrasi (X) Luas Area (Y)
10 ppm 9482251
20 ppm 15669960
30 ppm 23801638
40 ppm 31332845
50 ppm 40401171
60 ppm 46521263
Luas Area Uji = 32192164
a = 3576148
b = 736194
r = 0,9677
y =bx+a
y = luas area uji
32192164 = 736194 x + 3576148
x = 3883,144

Waktu retensi = 3,73857143


Luas Area = 31332845

% Kadar = x 100 %

= x 100 %

= 82,27 %
5.5 Cara One Point
Konsentrasi standar = 40 ppm
Ls = 313328245

Lu = 32192164

Cs = x Cs

40 = x Cs

1253313800 = 32192164 Cs

Cs = 38,93226314 ppm

% Kadar = x 100 %

= 82,48360835 %

VII. Pembahasan
Pada percobaan kali ini dilakukan analisis kualitatif dan kuantitatif
parasetamol dengan menggunakan kromatografi cair kinerja tinggi. Sebelum
melakukan analisis, terlebih dahulu melakukan uji kesesuaian sistem. Tujuan
dilakukan uji kesesuaian sistem adalah untuk menilai apakah sistem kromatografi
yang di set sudah memenuhi syarat atau tidak. Uji kesesuaian sistem dinyatakan
memenuhi syarat apabila nilai SBR <2.0%, sedangkan nilai SBR pada luas area
adalah 0.88% dan nilai SBR pada waktu retensi adalah 1.15%.
Analisis sediaan farmasi yang digunakan adalah analisis kualitatif dan
kuantitatif. Menurut buku kimia farmasi yang ditulis oleh Harpolia Cartika,
analisis kualitatif obat diarahkan pada pengenalan senyawa obat, meliputi semua
pengetahuan tentang analisis yang hingga kini telah dikenal. Dalam melakukan
analisis kita mempergunakan sifat-sifat zat atau bahan, baik sifat-sifat fisik
maupun sifat-sifat kimianya. Teknik analisis obat secara kualitatif didasarkan pada
golongan obat menurut jenis senyawanya secara kimia, dan bukan berdasarkan
efek farmakologinya. Hal ini disebabkan karena kadang-kadang suatu obat dengan
struktur kimia yang sama, mempunyai efek farmakologi/daya terapeutis yang jauh
berbeda. Sedangkan Analisis kuantitatif adalah analisis untuk menentukan jumlah
atau kadar dari suatu elemen atau spesies yang ada di dalam sampel. Analisis
kuantitatif dalam kimia farmasi secara spesifik bertujuan untuk mengetahui kadar
suatu senyawa obat dalam sampel, misalnya dalam sediaan tablet, atau untuk
mengetahui tingkat kemurnian suatu bahan obat.
Menurut khopkar, tujuan analisis kualitatif bahan farmasi ini adalah untuk
mengidentifikasi zat-zat terutama obat yang berupa sediaan kimiawi atau sediaan
galenis dalam bentuk bubuk, tablet, larutan, emulsi, salep, suppositoria atau
bentuk sediaan lain yang berupa campuran an atau zat tunggal. Menurut Harjadi,
selain itu tujuan analisis kualitatif yang lainnya adalah memisahkan dan
mengidentifikasi sejumlah unsur. Analisis kualitatif diperuntukkan untuk analisa
komponen atau jenis zat yang ada dalam suatu larutan. Analisa kualitatif
merupakan salah satu cara yang paling efektif untuk mempelajari kimia dan
unsur-unsur serta ion-ionnya dalam larutan.
Selang waktu yang diperlukan oleh analit mulai saat injeksi sampai keluar
dari kolom dan sinyalnya secara maksimal ditangkap oleh detektor disebut
sebagai waktu retensi (retention time) atau waktu tambat. Waktu retensi yang
didapat rata-rata adalah 3,73857143
Menurut Harpolia Cartika analisis kuantitatif dalam kimia farmasi secara
spesifik bertujuan untuk mengetahui kadar suatu senyawa obat dalam sampel,
misalnya dalam sediaan tablet, atau untuk mengetahui tingkat kemurnian suatu
bahan obat.
Pada cara kuantitatif terdapat dua cara yang dilakukan yaitu dengan cara
kurva kalibrasi dan cara one point. Keduanya memiliki masing masing kelebihan
dan kekurangan.
Pada cara kurva kalibrasi masing-masing serangkaian konsentrasi larutan standar
dan larutan uji diinjeksikan ke dalam instrumen KCKT. Luas area masing-masing larutan
standar dan larutan uji kromatogram dicatat kemudian dibuat persamaan garis dengan
kurva kalibrasi. Kadar larutan sampel dihitung.
Menurut Ghalib, teknik HPLC merupakan satu teknik kromatografi cair- cair
yang dapat digunakan baik untuk keperluan pemisahan maupun analisis kuantitatif.
Analisis kuantitatif dengan teknik HPLC didasarkan kepada pengukuran luas atau
area puncak analit dalam kromatogram, dibandingkan dengan luas atau area larutan
standar. Pada prakteknya, perbandingan kurang menghasilkan data yang akurat bila
hanya melibatkan satu standar, oleh karena itu maka perbandingan dilakukan dengan
menggunakan teknik kurva kalibrasi. Kadar kurva kalibrasi paracetamol yang diuji
adalah 82,27 %. Sedangkan seharusnya antar 90-110%. Maka dari itu, angkanya
beda sedikit yang seharunya 90%.
Luas kromatogram salah satu larutan pembanding diambil kemudian
dihitung kadar larutan sampelnya menggunakan metode one point. Kadar larutan
sampel yang digunakan yaitu 82,48360835 %.

Pada pecobaan ini metode yang digunakan adalah metode kromatografi


cair kinerja tinggi (KCKT). Metode KCKT yang digunakan karena dilihat dari
struktur parasetamol. Paracetamol mempunyai gugus kromofor dan ausokrom,
yang dapat menyerap radiasi, sehingga dapat dilakukan dengan metode
kromatografi. Berdas arkan Damayanti.S ,dkk pada proses penentuan kadar
pada paracetamol dengan metode KCKT ada kendala yang sering dijumpai
adalah terjadinya tumpang tindih spektra (overlapping) karena paracetamol
memiliki serapan maksimum pada panjang gelombang yang berdekatan
sehingga diperlukan proses pemisahan terlebih dahulu, misalnya dengan
ekstraksi yang tentunya membutuhkan waktu yang lebih lama berbeda dengan
KCKT. Spektrum yang tumpang tindih juga menyebabkan kesulitan dalam
penetapan kadar dari senyawa pada paracetamol tersebut.

Kerja HPLC pada prinsipnya adalah pemisahan analit-analit berdasarkan


kepolarannya, alatnya terdiri dari kolom (sebagai fasa diam) dan larutan tertentu
sebagai fasa geraknya. Yang paling membedakan HPLC dengan kromatografi
lainnya adalah pada HPLC digunakan tekanan tinggi untuk mendorong fasa
gerak. Campuran analit akan terpisah berdasarkan kepolarannya, dan
kecepatannya untuk sampai ke detektor (waktu retensinya) akan berbeda, hal ini
akan teramati pada spektrum yang puncak-puncaknya terpisah. Jadi dalam
percobaan proses pemisahan pada paracetamol berdasarkan perbedaan
kepolarannya.
Pemisahan dengan KCKT dapat dilakukan dengan fase normal (jika fase
diamnya lebih polar dibanding dengan fase geraknya) atau fase terbalik (jika fase
diamnya kurang non polar dibanding dengan fase geraknya). Berdasarkan pada
kedua pemisahan ini, jenis pemisahan yang digunakan untuk paracetamol adalah
dengan fase balik karena fase gerak polar (methanol:air = 3:1). Selain itu KCKT
juga dapat dikelompokkan berdasarkan pada sifat fase diamnya atau berdasarkan
pada mekanisme sorpsi solut, dengan jenis-jenis HPLC sebagai berikut:
(Gandjar.I.G.& Rohman.A.,2007)
1. Kromatografi Adsorbsi
2. Kromatografi fase terikat (Kromatografi Partisi)
3. Kromatografi penukar ion
4. Kromatografi Pasangan ion
5. Kromatografi Eksklusi Ukuran
6. Kromatografi Afinitas
Dari keenam jenis kromatografi diatas, jenis kromatografi yang digunakan
adalah kromatografi fase terikat/kromatografi partisi. Kebanyakan fase diam
kromatografi ini adalah silika yang dimodifikasi secara kimiawi atau fase terikat.
Sejauh ini yang digunakan untuk memodifikasi silika adalah hidrokarbon-
hidrokarbon non-polar seperti dengan oktadesilsilana, oktasilana, atau dengan
fenil. Dan pada percobaan ini fase diam yang digunakan merupakan fase diam
yang paling populer digunakan yaitu oktadesilsilan (ODS atau C18) dan untuk
kromatografi partisi ini kebanyakan pemisahannya adalah fase terbalik sesuai
dengan percobaan yang dilakukan karena dilihat dari jenis fase diamnya bersifat
polar jadi masuk kedalam fase balik.

Untuk fase gerak yang digunakan adalah campuran metanol dengan air.
Untuk solut yang bersifat asam lemah atau basa lemah, peranan pH sangat krusial
karena kalau pH fase gerak tidak diatur maka solut akan mengalami ionisasi atau
protonasi. Terbentuknya spesies yang terionisasi ini menyebabkan ikatannya
dengan fase diam menjadi lebih lemah dibanding jika solut dalam bentuk spesies
yang tidak terionisasi karenanya spesies yang mengalami ionisasi akan terelusi
lebih cepat.

Hasil dari penetapan kadar parasetamol secara KCKT, diperoleh kadar


dari parasetamol yaitu 82,48360835%. Kadar yang telah diketahui dalam
paracetamol tersebut kurang baik karena seharusnya untuk obat parasetamol yang
baik itu kadarnya sesuai dengan yang tertera pada Farmakope Indonesia Edisi 4
yaitu jika parasetamol itu seharusnya kadarnya itu tidak kurang dari 90,0% dan
tidak lebih dari 110,0%.

VIII. Kesimpulan
1. Uji kesesuaian sistem dinyatakan memenuhi syarat apabila nilai SBR <2.0%,
sedangkan nilai SBR pada luas area adalah 0.88% dan nilai SBR pada waktu
retensi adalah 1.15%.
2. Kualitas obat parasetamol yang dilakukan uji kadar itu kurang baik karena
dilihat dari hasil penetapan kadarnya yaitu hasilnya 82,48360835% tidak sesuai
dengan ketentuan dari Farmakope Indonesia Edisi 4 yaitu 90%-110% namun
sedikit mendekati.
IX. Daftar Pustaka
Damayanti.S., Ibrahim,S., Firman.K., Tjahjono.D.H., 2003, Simultaneous
Determination of Paracetamol and Ibuprofene Mixture By High
Performance Liquid Chromatography. Indonesian Journal of Chemistry,
Vol.3, No.1, Hal. 9-13.

Dirjen POM. 1997. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta: Depker RI.

Gandjar.I.G., Rohman.A.,2007, Kimia Farmasi Analisis, Pustaka


Pelajar, Yogyakarta.

Cartika, H. (2016). Modul Bahan Ajar Cetak Farmasi Kimia Farmasi. Jakarta :
Kementrian Kesehatn Republik Indonesia
Khopkar, S.M. (2008). Konsep Dasar Kimia Analitik. (Alih bahasa:
A.Saptorahardjo). Jakarta: UI Press.
Harjadi, W. (1986). Ilmu Kimia Analitik Dasar. Jakarta: Gramedia
Ghalib, I. (2009). Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Acun., Sodiyc. 2010, Kromatografi Gas, Jakarta

Andrianingsih, R., 2011, Penggunaan High Performamance Liquid


Chromatography (HPLC) Dalam Proses Analisa Deteksi Ion, Peneliti
Bidang Material Dirgantara, Pusterapan.

Hendayana, Sumar., 2006, KIMIA PEMISAHAN Metode Kromatografi dan


Elektroforensis Modern, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung.

Khopkar, S.M., 1990, Konsep Dasar Kimia Analitik, UI Press: Jakarta.


Lestari, Wahyuni Sri, 2014, Validasi Metode Penetapan Kadar Aliskiren dalam
Plasma darah secara In Vitro Menggunakan Kromatografi Cair Kinerja
Tinggi (KCKT). UIN Syarif Hidayatullah: Jakarta

R.A.Day, Dr Jan Dan Al - Underwood. 2002. Analitik Kimia Kuantitatif. Jakarta:


Erlangga

Unang, S., 2010, Elusidasi Struktur Senyawa Organik, Widya Padjajaran :


Bandung.

Underwood, Day, R.A., A.L, 2002. Analisis Kimia Kuantitatif. Jakarta: Erlangga.

Anda mungkin juga menyukai