Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN PRAKTIKUM

UJI KESESUAIAN SISTEM KCKT

Ditujukan untuk memenuhi tugas mata kuliah praktikum mata kuliah Analisis Fisikokimia

Disusun oleh:
191FF04016 DWI PUJANGGA RAMADHAN
191FF04017 ELLIN PUTRI PERMATASARI
191FF04018 ELYSABETH J.C PEPO
191FF04019 ELZA QOLBI MAGFIROH
191FF04020 YONA VISTA VIANA

FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS BHAKTI
KENCANA 2020
I. JUDUL PRAKTIKUM
Uji Kesesuaian Sistem Kromatografi Cair Kinerja Tinggi

II. PRINSIP PRAKTIKUM


Pemisahan analit berdasarkan kepolarannya, alatnya terdiri dari kolom (sebagai fase
diam) dan larutan tertentu sebagai fase geraknya.

III. TUJUAN PRAKTIKUM


a) Menjamin bahwa sistem yang digunakan untuk analisis dapat memberikan
performa yang sesuai dan memadai.
b) Memastikan kesesuaian dan keefektifan sistem yang digunakan agar
diperoleh kondisi operasional dan kromatogram yang baik.

IV. DASAR TEORI


4.1. PENGERTIAN
Kromatografi cair performa tinggi (High Performance Liquid Chromatography)
merupakan salah satu teknik kromatografi untuk zat cair yang biasanya disertai
dengan tekanan tinggi. Seperti teknik kromatografi pada umumnya, HPLC berupaya
untuk memisahkan molekul berdasarkan perbedaan afinitasnya terhadap zat padat
tertentu. Cairan yang akan dipisahkan merupakan fase cair dan zat padatnya
merupakan fase diam (stasioner). Teknik ini sangat berguna untuk memisahkan
beberapa senyawa sekaligus karena setiap senyawa mempunyai afinitas selektif
antara fase diam tertentu dan fase gerak tertentu. Dengan bantuan detektor serta
integrator kita akan mendapatkan kromatogram. Kromatorgram memuat waktu
tambat serta tinggi puncak suatu senyawa.
KCKT dapat dipandang sebagai pelengkap Kromatografi gas (KG), keduanya
dapat digunakan untuk menghasilkan efek pemisahan yang sama baiknya. Bila
derivatisasi diperlukan dalam KG, namun pada KCKT zat-zat yang tidak
diderivatisasi masih dapat dianalisis. Untuk zat-zat yang labil pada pemanasan atau
tidak menguap, KCKT adalah pilihan utama.
Keunggulan metoda ini dibanding metoda pemisahan lainnya terletak pada
ketepatan analisis dan kepekaan yang tinggi serta cocok untuk memisahka senyawa-
senyawa nonvolatile yang tidak tahan pada pemanasan. Peningkatan kecepatan dan
efisiensi pemisahannya terkait dengan peningkatan performa kolomnya yang
menggunakan kolom dengan ukuran dimensi dan partikel yang jauh lebih kecil dari
kolom yang dipakai pada kromatografi kolom konvensional, sehingga agar fase gerak
dapat mengalir pada kolom, fase gerak dipompa dengan tekanan tinggi. Di samping
itu, kinerja tingginya dalam analisis didukung dengan adanya berbagai sistem deteksi
dengan kepekaan tinggi yang dapat diintegrasikan dengan sistem kromatografinya.
Berbagai prinsip pemisahan pada kromatografi cair kinerja tinggi memungkinkan
pemanfaatan metoda ini dalam berbagai analisis. Bahan-bahan dengan bobot molekul
lebih dari 10.000 biasanya dipisahkan dengan kromatografi exclusi, sedangkan untuk
senyawa ionic dengan bobot molekul rendah kromatografi penukar ion lebih sering
digunakan. Senyawa non ionic polar dipisahkan dengan metoda partisi. Kromatografi
adsorpsi sering digunakan untuk pemisahan senyawa-senyawa nonpolar.

4.2. INSTRUMENTASI
Instrumentasi HPLC pada dasarnya terdiri atas: wadah fase gerak, pompa,
alat untuk memasukkan sampel (tempat injeksi), kolom, detektor, wadah penampung
buangan fasegerak, dan suatu komputer atau integrator atau perekam.Diagram
skematik sistem kromatografi cair seperti:
1) Wadah Fase Gerak dan Fase Gerak
Wadah fase gerak harus bersih dan lembab (inert). wadah pelarut kosong
ataupun labu laboratorium dapat digunakan sebagai wadah fase gerak. Wadah
ini biasanya dapat menampung fase gerak antara 1 sampai 2 liter pelarut. Fase
gerak atau eluen biasanya terdiri atas campuran pelarut yang dapat bercampur
yang secara keseluruhan berperan dalam daya elusi dan resolusi. Daya elusi
dan resolusi ini ditentukan oleh polaritas keseluruhan pelarut, polaritas fase
diam, dan sifat komponen-komponen sampel. Untuk fase normal (fase diam
lebih polar daripada fase gerak),kemampuan elusi meningkat dengan
meningkatnya polaritas pelarut. Sementara untuk faseterbalik (fase diam
kurang polar daripada fase gerak), kemampuan elusi menurun dengan
meningkatnya polaritas pelarut. Fase gerak sebelum digunakan harus disaring
terlebih dahulu untuk menghindari partikel-partikel kecil ini. Selain itu,
adanya gas dalam fase gerak juga harus dihilangkan, sebab adanya gas akan
berkumpul dengan komponen lain terutama di pompa dan detektor sehingga
akan mengganggu analisis. Elusi dapat dilakukan dengan cara isokratik
(komposisi fase gerak tetap selama elusi) atau dengan cara bergradien
(komposisi fase gerak berubah-ubah selama elusi) yang analog dengan
pemrograman suhu pada kromatografi gas. Elusi bergradien digunakan untuk
meningkatkan resolusi campuran yang kompleks terutama jika sampel
mempunyai kisaran polaritas yang luas.Fase gerak yang paling sering
digunakan untuk pemisahan dengan fase terbalik adalah campuran larutan
bufer dengan metanol atau campuran air dengan asetonitril. Untukpemisahan
dengan fase normal, fase gerak yang paling sering digunakan adalah
campuran pelarut-pelarut hidrokarbon dengan pelarut yang terklorisasi atau
menggunakan pelarut-pelarut jenis alkohol. Pemisahan dengan fase normal ini
kurang umum dibanding dengan fase terbalik.
2) Pompa
Pompa yang cocok digunakan untuk HPLC adalah pompa yang mempunyai
syarat sebagaimana syarat wadah pelarut yakni: pompa harus inert terhadap
fase gerak. Bahan yang umum dipakai untuk pompa adalah gelas, baja tahan
karat, Teflon, dan batu nilam.Pompa yang digunakan sebaiknya mampu
memberikan tekanan sampai 5000 psi danmampu mengalirkan fase gerak
dengan kecepatan alir 3 mL/menit. Untuk tujuan preparatif, pompa yang
digunakan harus mampu mengalirkan fase gerak dengan kecepatan
20mL/menit.Tujuan penggunaan pompa atau sistem penghantaran fase gerak
adalah untuk menjamin proses penghantaran fase gerak berlangsung secara
tepat, reprodusibel, konstan, dan bebasdari gangguan. Ada 2 jenis pompa
dalam HPLC yaitu: pompa dengan tekanan konstan, danpompa dengan aliran
fase gerak yang konstan. Tipe pompa dengan aliran fase gerak yang konstan
sejauh ini lebih umum dibandingkan dengan tipe pompa dengan tekanan
konstan.
3) Tempat penyuntikan
Sampel Sampel-sampel cair dan larutan disuntikkan secara langsung ke
dalam fase gerak yang mengalir di bawah tekanan menuju kolom
menggunakan alat penyuntik yang terbuat dari tembaga tahan karat dan katup
teflon yang dilengkapi dengan keluk sampel (sample loop) internal atau
eksternal.
4) Kolom dan Fase Diam
Ada 2 jenis kolom pada HPLC yaitu kolom konvensional dan kolom
mikrobor. Kolom merupakan bagian HPLC yang mana terdapat fase diam
untuk berlangsungnya proses pemisahan solut/analit. Kolom mikrobor
mempunyai 3 keuntungan yang utama dibanding dengan kolom konvensional,
yakni:
- Konsumsi fase gerak kolom mikrobor hanya 80% atau lebih kecil
dibanding dengan kolom konvensional karena pada kolom mikrobor
kecepatan alir fase gerak lebih lambat (10-100 μl/menit).
- Adanya aliran fase gerak yang lebih lambat membuat kolom mikrobor
lebih ideal jika digabung dengan spektrometer massa.
- Sensitivitas kolom mikrobor ditingkatkan karena solut lebih pekat,
karenanya jenis kolom ini sangat bermanfaat jika jumlah sampel terbatas
misal sampel klinis.
Meskipun demikian, dalam prakteknya, kolom mikrobor ini tidak setahan
kolom konvensional dan kurang bermanfaat untuk analisis rutin. Kebanyakan
fase diam pada HPLC berupa silika yang dimodifikasi secara kimiawi, silika
yang tidak dimodifikasi, atau polimer-polimer stiren dan divinil benzen.
Permukaan silika adalah polar dan sedikit asam karena adanya residu gugus
silanol (Si-OH). Silika dapat dimodifikasi secara kimiawi dengan
menggunakan reagen-reagen sepertiklorosilan. Reagen-reagen ini akan
bereaksi dengan gugus silanol dan menggantinya dengangugus-gugus
fungsional yang lain. Oktadesil silika (ODS atau C18) merupakan fase diam
yang paling banyak digunakan karenamampu memisahkan senyawa-senyawa
dengan kepolaran yang rendah, sedang, maupuntinggi. Oktil atau rantai alkil
yang lebih pendek lagi lebih sesuai untuk solut yang polar. Silika-silika
aminopropil dan sianopropil (nitril) lebih cocok sebagai pengganti silika yang
tidakdimodifikasi. Silika yang tidak dimodifikasi akan memberikan waktu
retensi yang bervariasidisebabkan karena adanya kandungan air yang
digunakan.
5) Detektor HPLC Detektor pada HPLC dikelompokkan menjadi 2 golongan
yaitu: detektor universal (yangmampu mendeteksi zat secara umum, tidak
bersifat spesifik, dan tidak bersifat selektif)seperti detektor indeks bias dan
detektor spektrometri massa; dan golongan detektor yangspesifik yang hanya
akan mendeteksi analit secara spesifik dan selektif, seperti detektor UV-Vis,
detektor fluoresensi, dan elektrokimia.

Idealnya, suatu detektor harus mempunyai karakteristik sebagai berikut:

- Mempunyai respon terhadap solut yang cepat dan reprodusibel.


- Mempunyai sensitifitas yang tinggi, yakni mampu mendeteksi solut pada
kadar yangsangat kecil
- Stabil dalam pengopersiannya
- Mempunyai sel volume yang kecil sehingga mampu meminimalkan
pelebaran pita
- Signal yang dihasilkan berbanding lurus dengan konsentrasi solut pada
kisaran yangluas (kisaran dinamis linier).
- Tidak peka terhadap perubahan suhu dan kecepatan alir fase gerak

4.3. JENIS HPLC


Pemisahan dengan HPLC dapat dilakukan dengan fase normal (jika fase diamnya
lebih polar dibanding dengan fase geraknya) atau fase terbalik (jika fase diamnya
kurang nonpolar dibanding dengan fase geraknya). Berdasarkan pada kedua
pemisahan ini, sering kali HPLC dikelompokkan menjadi HPLC fase normal dan
HPLC fase terbalik. Selain klasifikasi di atas, HPLC juga dapat dikelompokkan
berdasarkan pada sifat fase diam dan atau berdasarkan pada mekanisme absorpsi
solut, dengan jenis-jenis HPLC sebagai berikut:
a) Kromatografi Adsorbsi
Prinsip kromatografi adsorpsi telah diketahui sebagaimana dalam kromatografi
kolom dan kromatografi lapis tipis. Pemisahan kromatografi adsorbsi biasanya
menggunakan fase normal dengan menggunakan fase diam silika gel dan
alumina, meskipun demikian sekitar 90% kromatografi ini memakai silika
sebagai fase diamnya. Pada silika dan alumina terdapat gugus hidroksi yang akan
berinteraksi dengan solut. Gugus silanol pada silika mempunyai reaktifitas yang
berbeda, karenanya solut dapat terikat secara kuat sehingga dapat menyebabkan
puncak yang berekor.
b) Kromatografi Fase Terikat
Kebanyakan fase diam kromatografi ini adalah silika yang dimodifikasi secara
kimiawi atau fase terikat. Sejauh ini yang digunakan untuk memodifikasi silika
adalah hidrokarbon-hidrokarbon non-polar seperti dengan oktadesilsilana,
oktasilana, atau dengan fenil. Fasediam yang paling populer digunakan adalah
oktadesilsilan (ODS atau C18) dan kebanyakan pemisahannya adalah fase
terbalik.Sebagai fase gerak adalah campuran metanol atau asetonitril dengan air
atau dengan larutan bufer. Untuk solut yang bersifat asam lemah atau basa lemah,
peranan pH sangat krusial karena kalau pH fase gerak tidak diatur maka solut
akan mengalami ionisasi atau protonasi. Terbentuknya spesies yang terionisasi ini
menyebabkan ikatannya dengan fase diam menjadi lebih lemah dibanding jika
solut dalam bentuk spesies yang tidak terionisasi karenanya spesies yang
mengalami ionisasi akan terelusi lebih cepat.
c) Kromatografi Penukar Ion
KCKT penukar ion menggunakan fase diam yang dapat menukar kation atau
anion dengansuatu fase gerak. Ada banyak penukar ion yang beredar di pasaran,
meskipun demikian yangpaling luas penggunaannya adalah polistiren resin.
Kebanyakan pemisahan kromatografi ion dilakukan dengan menggunakan media
air karena sifat ionisasinya. Dalam beberapa hal digunakan pelarut campuran
misalnya air-alkohol dan juga pelarut organik. Kromatografi penukar ion dengan
fase gerak air, retensi puncak dipengaruhi oleh kadar garam total atau kekuatan
ionik serta oleh pH fase gerak. Kenaikan kadar garam dalam fase gerak
menurunkan retensi solut. Hal ini disebabkan oleh penurunan kemampuan ion
sampel bersaing dengan ion fase gerak untuk gugus penukar ion pada resin.
d) Kromatografi Pasangan Ion
Kromatografi pasangan ion juga dapat digunakan untuk pemisahan sampel-
sampel ionik danmengatasi masalah-masalah yang melekat pada metode
penukaran ion. Sampel ionikditutup dengan ion yang mempunyai muatan yang
berlawanan.
e) Kromatografi Eksklusi Ukuran
Kromatografi ini disebut juga dengan kromatografi permiasi gel dan dapat
digunakan untuk memisahkan atau menganalisis senyawa dengan berat molekul
> 2000 dalton. Fase diam yang digunakan dapat berupa silika atau polimer yang
bersifat porus sehingga solut dapat melewati porus (lewat diantara partikel), atau
berdifusi lewat fase diam.Molekul solut yang mempunyai BM yang jauh lebih
besar, akan terelusi terlebih dahulu,kemudian molekul-molekul yang ukuran
medium, dan terakhir adalah molekul yang jauh lebih kecil. Hal ini disebabkan
solut dengan BM yang besar tidak melewati porus, akan tetapi lewat diantara
partikel fase diam. Dengan demikian, dalam pemisahan dengan eksklusi ukuran
ini tidak terjadi interaksi kimia antara solut dan fase diam seperti tipe
kromatografi yang lain.
f) Kromatografi Afinitas
Dalam kasus ini, pemisahan terjadi karena interaksi-interaksi biokimiawi yang
sangat spesifik. Fase diam mengandung gugus-gugus molekul yang hanya dapat
menyerap sampel jika ada kondisi-kondisi yang terkait dengan muatan dan sterik
tertentu pada sampel yangsesuai (sebagaimana dalam interaksi antara antigen dan
antibodi).Kromatografi jenis ini dapat digunakan untuk mengisolasi protein
(enzim) dari campuranyang sangat kompleks.
4.4. DERIVATISASI PADA HPLC
Derivatisasi melibatkan suatu reaksi kimia antara suatu analit dengan suatu reagen
untukmengubah sifat fisika-kimia suatu analit. Tujuan utama penggunaan derivatisasi
pada HPLC adalah untuk:
a) Meningkatkan deteksi
b) Merubah struktur molekul atau polaritas analit sehingga akan menghasilkan
puncak kromatografi yang lebih baik
c) Merubah matriks sehingga diperoleh pemisahan yang lebih baik
d) Menstabilkan analit yang sensitive
e) Detektor yang paling banyak digunakan dalam HPLC adalah detektor UV-Vis
sehingga banyak metode yang dikembangkan untuk memasang atau
menambahkan gugus kromofor yang akan menyerap cahaya pada panjang
gelombang tertentu. Di samping itu, juga dikembangkan suatu metode untuk
menghasilkan fluorofor (senyawa yang mamapu berfluoresensi) sehingga dapat
dideteksi dengan fluorometri.
Suatu reaksi derivatisasi harus mempunyai syarat-syarat sebagai berikut, yakni:
produk yang dihasilkan harus mampu menyerap baik sinar ultraviolet atau sinar
tampak atau dapat membentuk senyawa berfluoresen sehingga dapat dideteksi
dengan spektrofluorometri; proses derivatisasi harus cepat dan menghasilkan produk
yang sebesar mungkin (100 %); produk hasil derivatisasi harus stabil selama proses
derivatisasi dan deteksi; serta sisa pereaksi untuk derivatisasi harus tidak menganggu
pemisahan kromatografi. Derivatisasi bisa dilakukan sebelum atau setelah analit
keluar dari kolom.

4.5. UJI KESESUAIAN SISTEM


Suatu sistem dikatakan sesuai jika memenuhi persyaratan presisi dan salah satu
uji seperti resolusi (daya pisah), presisi, faktor asimetri puncak, efisiensi kolom dan
faktor kapasitas. Uraian mengenai parameter-parameter untuk uji kesesuaian sistem
terinci sebagai berikut :
a) Resolusi (daya pisah)
Dalam kromatografi gas (GC) dan kromatografi cair kinerja tinggi (HPLC),
resolusi didefinisikan sebagai perbedaan antara waktu retensi 2 puncak yang
saling berdekatan (ΔtR = tR2-tR1) dibagi dengan rata-rata lebar puncak (W1 +
W2)/2 seperti gambar berikut.

Nilai Rs harus mendekati atau lebih dari 1,5 karena akan memberikan pemisahan
puncak yang baik (base line resolution).
Sedangkan untuk kromatografi lapis tipis (KLT) atau elektroforesis planar,
resolusi dapat dihitung dengan:

Yang mana:
D = jarak antar 2 pusat zona
W1 dan W2 = rata-rata lebar zona
b) Penentuan Sistem Presisi
Setelah larutan baku diinjeksikan beberapa kali, simpangan baku relatif
(relative Standard deviation, RSD) respon puncak dapat diukur, baik sebagai
tinggi puncak atau luas puncak. Menurut monograp Farmakope Amerika,
selain dinyatakan lain, sebanyak 5 kali injeksi harus dilakukan jika dinyatakan
nilai RSD yang disyaratkan adalah ≤ 2,0 %; sementara itu jika dinyatakan nilai
RSD boleh lebih besar dari 2,0 %, maka dilakukan 6 kali replikasi injeksi.
c) Faktor asimetri (Faktor pengekoran)
Jika puncak yang akan dikuantifikasi adalah asimetri (tidak setangkup), maka
suatu perhitungan asimetrisitas merupakan cara yang berguna untuk
mengontrol atau mengkarakterisasi sistem kromatografi. Puncak asimetri
muncul karena berbagai factor. Peningkatan puncak yang asimetri akan
menyebabkan penurunan resolusi, batas deteksi, dan presisi.
Gambar tersebut menunjukkan bagaimana menghitung nilai faktor pengekoran
(tailing factor, TF). Kromatogram yang memberikan harga TF =1
menunjukkan bahwa kromatogram tersebut bersifat setangkup atau simetris.
Harga TF > 1 menunjukkan bahwa kromatogram mengalami pengekoran
(tailing). Semakin besar harga TF maka kolom yang dipakai semakin kurang
efisien. Dengan demikian harga TF dapat digunakan untuk melihat efisiensi
kolom kromatografi.

d) Efisiensi Kolom
Ukuran efisiensi kolom adalah jumlah lempeng (plate number, N) yang
didasarkan pada konsep lempeng teoritis pada distilasi. Jumlah lempeng (N)
dihitung dengan:

Yang mana:
tR : waktu retensi solut
σt : simpangan baku lebar puncak
Wh/2 : lebar setengah tinggi puncak
Wb : lebar dasar puncak
Gambar dibawah menjelaskan bagaimana cara menghitung tR; Wh/2; Wb; dan σ suatu
puncak kromatogram.
Cara mengukur tR; Wh/2; Wb; dan σ suatu puncak kromatogram.

e) Kapasitas kolom
Faktor kapasitas kolom dirumuskan dengan:

k’ = faktor kapasitas
tR = merupakan waktu retensi solut; tM = waktu retensi fase gerak
(waktu retensi solut yang tidak tertahan sama sekali).

Volume retensi yang bersesuaian juga dapat digunakan karena volume retensi
berbanding lurus dengan waktu retensi. Volume retensi kadang-kadang terpilih
dibanding waktu retensi karena tR bervariasi dengan kecepatan alir. Volume retensi
selanjutnya dihitung dengan rumus:
V = (Vr-Vm)/Vm
Yang mana Vr= volume retensi solut; Vm = volume retensi fase gerak (waktu retensi
solut yang tidak tertahan sama sekali).
Berbagai metode untuk menentukan kapasitas kolom telah diusulkan antara lain
untuk KLT:
k’ = (1-Rf)/Rf
Yang mana Rf merupakan jarak yang ditempuh oleh analit terhadap jarak fase
geraknya atau:

Jarak yang ditempuh solut


Rf =
Jarak yang ditempuh fase gerak

4.6. PARASETAMOL
Derivat para amino fenol yaitu fenasetin dan asetaminofen. Asetaminofen
(parasetamol) merupakan metabolit fenasetin dengan efek antipiretik yang sama dan
telah digunakan sejak 1893. Efek antipiretik ditimbulkan oleh gugus aminobenzen.
Asetaminofen di Indonesia lebih dikenal sebagai parasetamol. Parasetamol bersifat
antipiretik dan analgesik tetapi sifat anti-inflamasinya lemah sekali.

Parasetamol merupakan obat analgesik non narkotik yang memiliki cara kerja
menghambat sintesis prostaglandin terutama di Sistem Saraf Pusat (SSP).
Parasetamol digunakan secara luas di berbagai negara baik dalam bentuk sediaan
tunggal sebagai analgesik-antipiretik maupun kombinasi dengan obat lain melalui
resep dokter atau yang dijual bebas. Parasetamol dapat ditoleransi dengan baik
sehingga banyak efek samping aspirin yang tidak dimiliki oleh obat ini sehingga obat
ini dapat diperoleh tanpa resep. Parasetamol merupakan obat lain pengganti aspirin
yang efektif sebagai obat analgesik-antipiretik. Karena hampir tidak mengiritasi
lambung, parasetamol sering dikombinasikan dengan AINS untuk efek analgesik.
Overdosis parasetamol tidak bisa dianggap hal yang wajar karena dapat
menyebabkan kerusakan hati yang fatal dan obat ini sering dikaitkan dengan
keracunan serta bunuh diri dengan parasetamol yang semakin mengkhawatirkan
belakangan ini.

4.7. COFFEIN
Kafein merupakan turunan metilxantin yang terdapat dalam teh, kopi, dan coklat.
Alkaloid xantin kemungkinan besar merupakan kelompok alkaloid yang paling
dikenal, sebagai unsur pokok minuman harian yang populer, seperti teh (Camellia
sinensis) dan kopi (Coffea arabica). Kafein merupakan stimulan ringan, dan
ditambahkan pada banyak sediaan analgesik untuk meingkatkan aktivitas,
meskipun tidak ada dasar ilmiah untuk praktik ini. Dosis tinggi dapat
menyebabkan insomnia dan perasaan cemas, serta dapat menginduksi sindrom
henti obat pada kasus yang parah. Dari turunan xantin yang ada dalam tanaman
yaitu kafein, teofilin, dan teobromin, kafein memiliki kerja psikotonik yang paling
kuat.

V. ALAT DAN BAHAN

Alat Bahan
 KCKT  Baku parasetamol 500 mg
 HPLC Shimadzu LC-20 AD  Baku kafein
 Injector sampel  Asetonitril gradient grade LC
 Kolom persuit agilent C18  Air distilasi
(125 x 4 mm, 5 µm)
 Neraca analitik
 Filter holder
 Membrane filter (Millipore)
0.2 µm 13 mm
 Ultrasonic
 Labu takar iwaki
 Pipet volumetric
 Peralatan kaca lainnya
VI. PROSEDUR
5.1 Pembuatan Fase Gerak Standar
Fase Gerak = Asetonitril : air (10 : 90 )
kosentrasi Asetonitril = (10 %, 15%, 20% )

5.2 Pembuatan Larutan Standar


500 mg pct & 30 mg kafein
fase gerak ( sesuai dengan nisbah yang diinginkan )

larutan A

50ml

pipet 1 ml

larutan A

masukan 1 ml larutan A

ad sampai tanda batas

10 ml
larutan B

diambil 1 ml

10 ml
larutan B masukan 1 ml larutan B
ad sampai tanda batas

sampel disaring dengan


campuran dihomogenkan membran filter ukuran 0,2
10 ml milimikron

diperoleh larutan pct 100 ppm dan kafein 6 ppm

5.3 Pembuatan Fase Gerak Sampel


asetonitril : air

20% 30%
10%

pipet 10 ml pipet 15 ml l pipet 20 ml

30%
10% 20%

larutan asetonitril
10 ml 15 ml
larutan 20 ml
larutan larutan
asetonitril asetonitril
10% asetonitril
15% 20%

100 ml
100 ml
100 ml

masing-masing ad 100 ml dengan aquadest

5.4 Pembuatan Larutan Sampel


20 tablet ditimbang

tentukan nilai rata-rata bobotnya


gerus tablet sampai
halus dan homogen

timbang sampel setara dengan 1


bobot tablet (bobot rata-rata 20
tablet)
masukan sampel

dilarutkan dengan
Fase gerak
komposisi terpilih

larutan A
100 ml

larutan a dilakukan
campuran dihomogenkan
pengenceran
dan disaring dengan filter
100 ml holder, membran filter 0,2
50 kali
milimkro

5.5 Uji Kesesuaian Sistem


masuk ke dalam KCKT dengan kecepatan alir hasil
diinjeksi 20 µl optimasi dan detektor PDA dengan panjang gel 270
melalui injektor nm

KCKT

diperoleh kromatogram

tentukan kadar penyuntikan larutan baku


Larutan standar paracetamol
yang dinyatakan dalam
100ppm dan kafein 6 ppm
- waktu retensi
- luas puncak
- tinggi puncak
- faktor kapasitas
- selektivitas
- efisiensi kolom
- resolusi
1. Modifikasi dilakukan terhadap komposisi fase gerak dan laju alir, sedangkan
parameter yang lainnya dibuat tetap.

2. Untuk menentukan kondisi optimum penetapan kadar parasetamol dan kafein


dengan faktor sebagai perubahan bebas, yaitu kosentrasi fase gerak (% v/v) dan
laju alir (mL/menit). Respon yang diamati adalah waktu retensi (menit) dan
resolusi. Percobaan dirancang dalam bentuk RKP dan level terkode disajikan
dalam tabel 2 dan 3.

Metode tersebut digunakan untuk mengamati pengaruh konsentrasi fase gerak dan
laju alir terhadap waktu retensi dan resolusi dari 2 zat aktif, yaitu parasetamol dan
kafein.

5.6 Analisis Data


a. Waktu Retensi
Waktu retensi analit dikurangi dengan waktu retensi pelarut pengelusi atau
pelarut pengelusi campur disebut sebagai waktu retensi terkoreksi yang
dinyatakan sebagai tR’.
Rumus : tR’= tR - tM
Waktu retensi yang dinyatakan dalam satuan (menit) memberikan arti yang
sangat penting dalam analisa kualitatif dengan KCKT.
b. Faktor Kapasitas/Faktor Retensi
Faktor kapasitas k’ dinyatakan sebagai berikut:

c. Selektivitas (α)

Selektivitas merupakan nilai retensi relatif tiap komponen oleh fase diam.

d. Efisiensi Kolom
Terdapat dua cara yang paling lazim digunakan dalam memngukur efisiensi
kolom kromatografi yaitu jumlah pelat teori (N) dan jarak setara pelat teori
(JSPT).
e. Jumlah Pelat Teori (N)
Jumlah pelat teori digunakan untuk mengetahui keefisienan kolom.
f. Jarak Setara Pelat Teori (JSPT)
Harga H berkaitan dengan jumlah pelat teori menurut persamaan :

g. Resolusi
Daya pisah R antara dua puncak dapat diukur secarakuantitatif sebagai berikut:

h. Faktor Simetri
Faktor simetri atau tailing factor yaitu terjadinya pengekoran pada
kromatoggram sehingga bentuk kromatogram menjadi tidak simetris.

bc : selisih antara waktu retensi dan waktu yang menunjukkan akhir puncak
ac : selisih antara waktu yang menunjukkan akhir puncak dan awal puncak.

VII. HASIL PENGAMATAN


a) Sistem kromatografi yang digunakan:
1. Fase gerak dan tipe Pelarut dan fase gerak Asetonitril:Air (10:90),
elusinya dan tipe elusinya isokratik

2. Laju alir 1,0 ml/ menit,


3. Kolom Sebelum optimasi persulit agilent C18 (125 X
4mm, 5μm)
4. Detektor PDA ( Photo diode array), 270 nm
5. Waktu retensi analit Parasetamol 3,444 menit
kafein 6,579
b) Hasil pengujian terhadap senyawa Parasetamol

Replikasi ke- tR AUC Tf (syarat) k’(syarat) N (syarat)


1 3,6 28,247 1,534 27,4 4456
2 3,55 27,098 1,498 28,9 4022
3 3,50 26,871 1,470 25,7 3876
4 3,49 26,990 1,500 28,8 3709
5 3,59 26,554 1,530 27,3 3900
6 3,58 27,002 1,678 29,0 3877
Rata-rata 3,551 27,127 1,535 27,85 3937,33
SD 0,019 0,237 0,030 0,530 273,036
Hasil RSD 0,541% 0,874% 1,954% 1,903% 6,934 %
Syarat ¿2 % ¿2 % ¿2 >2 >2000
Kesimpulan Memenuhi Memenuhi Memenuhi Memenuhi Memenuhi
Syarat Syarat Syarat Syarat Syarat

 Berdasarkan hasil yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa data Retention


Time (Tr), Luas Area (AUC), dan Tailling Factor (Tf) untuk pengujian
kesesuaian sistem parasetamol dengan KCKT telah memenuhi persyaratan,
namun nilai faktor kapasitas (K') dan jumlah lempeng teoritis (N) tidak
memenuhi persyaratan.
c) Hasil pengujian terhadap senyawa Kafein

Replikasi ke- tR AUC Tf (syarat) k’(syarat) N (syarat) Rs (syarat)


1 5,3 11,27 1,70 40,7 3500 4,28
2 5,5 12,45 1,89 42 3200 4,5
3 5,4 11,44 1,93 41 3950 4,40
4 5,4 11,50 1,85 40,9 3160 4,55
5 5,55 11,89 1,82 40,5 3602 4,7
6 5,45 11.89 1,78 41 3567 4,65
Rata2 5,43 11,74 1,83 41,02 3496,5 4,51

SD 0,036 0,175 0,033 0,212 118,732 0,064


Hasil RSD 0,663% 1,491% 1,803% 0,517% 3,396% 1,419%
Syarat ¿2 % ¿2 % ¿2 >2 >2000 ¿ 1,5
Kesimpulan Memenuhi Memenuhi Memenuhi Memenuhi Memenuhi Memenuhi
Syarat Syarat Syarat Syarat Syarat Syarat

 Berdasarkan hasil yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa Retention Time


(Tr), Luas Area (AUC), dan Tailling Factor (Tf) untuk pengujian kesesuaian
sistem kafein dengan KCKT telah memenuhi persyaratan, sedangkan nilai
faktor kapasitas (K') dan jumlah lempeng teoritis (N) tidak memenuhi
persyaratan.

VIII. PEMBAHASAN
Pada praktikum kali ini dilakukan uji kesesuaian system (UKS) HPLC dengan
menngunakan parasetamol dan kafein. High performance liquid chromatography
(HPLC) atau yang sering disebut kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) adalah
jenis kromatografi yang penggunaannya paling luas. Kegunaan umum HPLC adalah
untuk pemisahan dan pemurnian senyawa obat serta untuk analisis kuantitatif
senyawa obat dalam sediaan farmasetika. Disamping itu, HPLC juga digunakan untuk
identifikasi kualitatif senyawa obat berdasarkan pada parameter waktu retensi
senyawa obat standar serta senyawa obat dalam sampel.
Prinsip dasar HPLC adalah pemisahan komponen-komponen terjadi karena
perbedaan kekuatan interaksi antara solut-solut terhadap fase diam keunggulan
menggunakan HPLC dibandingkan kromatografi gas yaitu tertak pada suhu tinggi.
Dalam melakukan analisis menggunakan instrument KCKT, terdapat beberapa
sistem yang dapat diatur yang dapat disesuaikan agar diperoleh hasil analisis yang
baik, seperti laju alir, penyesuaian tipe dan komponen dari fase gerak, dan
penyesuaian kolom yang digunakan. Sistem yang digunakan haruslah tepat dan sesuai
pada kondisi optimum agar dapat memberikan hasil yang baik dan valid. Oleh karena
itu, sebelum melakukan analisis sampel kualitatif maupun kuantitatif dengan HPLC
perlu dilakukan uji kesesuaian sistem terlebih dahulu.
Untuk mengetahui apakah sistem yang digunakan telah sesuai dapat diketahui
berdasarkan beberapa parameter, seperti resolusi, waktu retensi, luas puncak, tailing
factor, faktor kapasitas dan nilai lempeng teoritis. Tiap parameter pengujian ini
memiliki batas syarat yang harus dipenuhi agar sistem dapat dikatakan sesuai untuk
analisis sampel tertentu.
Sebelum dilakukan uij kesesuaian sistem analisis parasetamol dengan metode
HPLC, pertama-tama dilakukan pengkondisian kolom. Pengkondisian kolom HPLC
meliputi pengaturan tekanan kolom, laju alir fase gerak, serta pencucian kolom
dengan menggunakan metanol-air. Proses ini dilakukan untuk meningkatkan
kepekaan kolom dan menghindari pengotor atau sisa analit yang masih tertahan pada
kolom pada analisis sebelumnya agar tidak mengganggu analisis dan tidak merusak
kolom.
Selanjutnya dilakukan analisis sampel. Fase diam (kolom) yang digunakan pada
kolom reverse phase (fase terbalik) HPLC pada praktikum ini adalah perssuit agilent
C-18. Penggunaan kolom reverse phase ini karena parasetamol merupakan senyawa
polar yang dapat dipisahkan dengan baik oleh kolom reverse phase ini. Kolom
reverse phase perssuit agilent C-18 yang digunakan memiliki gugus oktadesil silika
(ODS atau C-18) yang mampu memisahkan senyawa-senyawa dengan kepolaran
yang rendah, sedang, maupun tinggi dengan baik, termasuk parasetamol. Selain itu,
kolom C18 memiliki jumlah C yang banyak yang membuat sifat fase diam ini
cenderung bersifat non polar (kebalikan dari parasetamol yang cenderung polar),
sehingga pemisahan terhadap parasetamol akan semakin baik. Penggunaan fase
terbalik ini juga memiliki keuntungan lain, seperti senyawa yang mudah terionkan
yang tidak dapat terpisahkan pada HPLC fase normal dapat terpisahkan menggunakan
sitem HPLC fase terbalik.
Untuk fase gerak yang digunakan adalah kebalikan dari sifat fase diam, fase
gerak bersifat polar. Fase gerak yang digunakan adalah fase gerak pada awalnya
merupakan campuran asetonitril : air (10:90). Tipe fase gerak yang digunakan dalam
praktikum kali ini adalah fase gerak gradien, dimana terjadi perubahan faea gerak
yang digunakan karena selama analisis terjadi perubahan konsentrasi dari komponen
fase gerak yang digunakan. Selama proses analisis, konsentrasi asetonitril mengalami
peningkatan dari 10%, menjadi 10 %; 15 %; dan 20 %. Fase gerak ini berfungsi
membawa komponen-komponen campuran menuju detektor PDA (Photo diode
array) sehingga dapat terdeteksi pemisahan senyawa yang terjadi. Fase gerak ini akan
bereaksi dengan solut-solut dalam sampel, sehingga fase gerak dalam HPLC ini
merupakan salah satu factor penentu keberhasilan proses pemisahan.
Metode untuk menentukan kondisi optimum (kesesuaian sistem) penetapan kadar
parasetamol dan kafein dengan 2 faktor sebagai perubah bebas, yaitu konsentrasi fase
gerak (%v/v) dan laju alir (mL/menit). Respons yang diamati adalah waktu retensi
(menit), resolusi, luas puncak, tailing factor, faktor kapasitas dan nilai lempeng
teoritis. Optimasi dapat dilihat dari banyak kriteria atau kategori seperti selektivitas,
resolusi, ketangguhan, dan efisiensi. Menurut Andrade dkk (2008), beberapa
parameter yang dapat mempengaruhi kriteria tersebut ialah fase diam, suhu,
komposisi fase gerak, dan tipe organik fase gerak. Pada percobaan ini digunakan dua
variabel bebas yang disesuakan dengan perubahan kondisi, konsentrasi fase gerak
asetonitril mengalami perubahan dari 10 %; 15 %; dan 20 %, dan laju alirnya pun
disesuaikan dengan kecepatan 0,5; 1,0; dan 1,5 mL/menit. Modifikasi hanya
dilakukan terhadap komposisi fase gerak dan laju alir, sedangkan parameter yang
lainnya dibuat tetap. Berdasarkan pada jurnal Nopita, dkk (2018), parameter yang
biasa digunakan untuk kondisi KCKT sebelum modifikasi yaitu :

Parameter Sebelum Optimasi


Kolom Pesrsuit agilent C18 (125 x 4mm, 5 µm)
Detektor PDA (Photo diode array), 270 nm
Laju alir 1.0 mL/menit
Loop injektor 20 µL
Pelarut dan Asetonitril : Air (10 : 90)
fase gerak

Metode ini digunakan untuk mengamati pengaruh konsentrasi fase gerak dan laju alir
terhadap parameter-parameter uji kesesuaian sistem dari dua zat aktif, yaitu
parasetamol dan kafein.
Cara kerja HPLC adalah pertama, fasa gerak (Asetonitril : Air 10 : 90). Dialirkan
melalui kolom ke detector dengan bantuan pompa kemudian cuplikan dimasukkan ke
dalam aliran fase gerak dengan cara penyuntikan. Di dalam kolom terjadi pemisahan
komponen-komponen campuran karena perbedaan kekuatan interaksi antara solute-
solut terhadap fase diam. Solute-solut yang kurang kuat interaksinya dengan fasa
diam akan keluar dari kolom terlebih dahulu. Setiap komponen yang keluar kolom
deteksi oleh detector kemudian di rekam dalam bentuk kromatogram.
Berdasarkan hasil, parasetamol yang sifatnya lebih polar dibandingkan kafein
terelusi lebih dulu sehingga memiliki waktu retensi yang lebih singkat dibandingkan
dengan kafein. Senyawa polar keluar lebih dulu dikarenakan fase gerak yang
digunakan pun cenderung polar. Mengikuti atuan like-dissolve-like senyawa polar
akan lebih tertarik pada senyawa polar juga, begitu pula sebaliknya sehingga
parasetamol lebih mudah terbawa oleh fase gerak yang juga cenderung polar.
Perubahan konsentrasi fase gerak dan laju alir berpengaruh terhadap perubahan waktu
retansi parasetamol dan kafein serta resolusi. Laju alir yang digunakan adalah 1,0
mL/menit serta menggunakan detektor PDA 270 nm. Laju alir 1,0 mL/menit dapat
dikatakan merupakan laju alir yang lebih tepat untuk digunakan. Laju alir yang lebih
tinggi dari 1,0 mL/menit dapat menyebabkan tekanan dalam kolom meningkat
sehingga mempercepat kerusakan kolom. Oleh karena itu, dilakukan pemilihan
komposisi lain yang masih mendekati kondisi optimum yaitu pada laju alir 1,0 dan
1,5 mL/menit. Semakin cepat laju alir, waktu retensi akan semakin pendek dan
resolusinya pun akan semakin kecil.
Cara yang digunakan dalam mengukur efisiensi kolom kromatografi yaitu salah
satunya dengan menentukan jumlah pelat teori (N), yaitu banyaknya distribusi
keseimbangan dinamis yang terjadi didalam suatu kolom. Jumlah pelat teori
digunakan untuk mengetahui koefisien kolom. Persamaan ini membandingkan lebar
puncak dengan lamanya komponen berada dalam kolom, Jadi kolom yang efisien
mencegah pelebaran pita dan/atau menghasilkan puncak yang sempit, memberikan
hasil kromatogram yang diinginkan. Semakin tinggi nilai N, maka semakin kecil
pelebaran puncak, maka semakin baik kinerja kolom dalam proses pemisahan, dengan
syarat nilai N yang baik yaitu > 2000. Berdasarkan hasil pengujian diperoleh nilai N
untuk pengujian parasetamol sebesar 3937,33 dan untuk pengujian kafein sebesar
3496,5. Dari dua hasil nilai N ini keduanya lebih dari 2000, menunjukkan bahwa
untuk parameter nilai lempeng teoritis keduanya memenuhi syarat, yang berarti
bahwa kolom yang digunakan sudah efisien (efisiensi kinerja kolom dalam
memproses pemisahan senyawa yang dihasilkan baik). Jika nilai N ini tidak
memenuhi syarat, langkah yang dapat dilakukan adalah dengan menyeseuaikan
kolom, dapat diubah ukuran panjangnya ataupun diganti.
Selain nilai lempeng teoritis, parameter berikutnya ada faktor kapasitas. Faktor
kapasitas ini menggambarkan kemampian alat untuk berinteraksi dengan
kromatografi dan menentukan retensi dari senyawa yang terlarut. Jika nilai faktor
kapasitas kecil, menujukkan elusi cepat sehingga retensi kolom sedikit. Untuk faktor
kapasitas dari pengujian dua senyawa ini menunjukkan nilai lebih besar dari 2, yang
berarti memenuhi syarat, yang berarti elusi yang dihasilkan tidak terlalu rapat dan
dapat memberikan retensi yang baik.
Untuk parameter resolusi, menggambarkan kemampuan memisahnya senyawa
yang terdapat dalam sampel. Ketika nilai resolusi besar menunjukkan bahwa
pemisahan antara senyawa baik dan puncak yang diperoleh berjauhan (tidak
bertumpuk atau saling mempengaruhi) sehingga memberikan hasil kromatogram yang
baik. Semakin besar resolusi, menunjukkan pemisahan yang semakin baik dengan
batas nilai 1,5. Dari kedua pengujian dua senyawa parasetamol dan kafein,
menunjukkan resolusi yang baik dengan nilai 4,51 yang menunjukkan pemisahan
yang baik.
Untuk mengetahui pemisahan yang baik selain dari resolusi juga dapat diketahui
dari tailing factor atau dapat disebut juga faktor pengekoran. Ketika terjadi
pengekoran (tailing) menunjukkan pemisahan tidak berjalan dengan baik, karena dari
puncak yang diperoleh senyawa ada pengaruh dari puncak senyawa lain sehingga
memberikan kromatogram yang buruk. Faktor pengekoran ini dilihat dari
kesimetrisan bentuk puncak, dimana ketika puncak yang diperoleh simetris
menunjukkan senyawa tersebut murni dan tidak ada pengaruh senyawa lain, namun
ketika tidak simetris menggambarkan pemisahan yang kurang baik. Dari hasil
pemisahan kedua senyawa, diperoleh untuk kedua puncak senyawa ini memiliki nilai
faktro pengerkoran kurang dari 2, menunjukkan puncak yang diperoleh masih
simetris dan memenuhi syarat.
Dilihat dari puncak, parameter yang dapat dilihat selanjutnya dalam penentuan uji
kesesuaian sistem adalah luas puncak yang terbentuk (Area Under Curve). Luas
puncak ini dapat digunakan untuk analisis kuantitatif dalam penentuan kadar. Jika
standar deviasi dari beberapa replikasi masih mendekati dengan batas nilai < 2%
menunjukkan bahwa puncak yang diperoleh sudah baik. Dari kedua senyawa yang
diuji pun menunjukkan memenuhi syarat.
Parameter berikutnya adalah waktu retensi. Waktu retensi menggambarkan waktu
yang dibutuhkan senyawa dalam sampel untuk mencapai detektor. Waktu retensi
yang diinginkan adalah tidak terlalu cepat agar pemisahan dapat berjalan baik dan
juga tidak terlalu lama agar proses pengerjaan efisien. Untuk waktu retensi dari kedua
senyawa dapat dikatakan cukup dengan waktu sekitar 3 dan 5 menit, menunjukkan
waktu yang dibutuhkan senyawa untuk terdeteksi oleh detektor sudah efisien.
Dari seluruh hasil parameter pengujian ini menunjukkan bahwa sistem yang
digunakan sudah dalam kondisi optimum yang efisien karena seluruh parameter
memenuhi syarat. Standar devuasi atau penyimpangan dari hasil replikasi pun masih
saling mendekati denngan nilai di bawah 2, menunjukkan hasil yang presisi. Dengan
kondisi yang sudah optimum maka dalam analisis senyawa parasetamol dan kafein
dapat digunakan sistem ini tanpa perlu adanya pengubahan sistem. Pengubahan
sistem dapat dilakukan ketika dari hasil parameter uji kesesuaian sistem yang
dilakukan ini tidak memenuhi syarat. Pengubahan sistem yang dapat dilakukan
diantatanya pengubahan fase gerak, kolom, maupun laju alir.

IX. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil praktikum dapat disimpulkan bahwa sistem yang digunakan dalam
analisis senyawa parasetamol dan kafein dengan KCKT ini sudah memenuhi syarat
parameter uji kesesuaian sistem dan sudah memberikan performa instrumen yang
optimum, sehingga tidak perlu dilakukan pengubahan sistem dan dapat langsung
digunakan untuk analisis yang sebenarnya.

X. DAFTAR PUSTAKA
Andrade A, Dievart P, Dagaut P. 2009. Improve optimization of polycylic aromatic
hydrocarbon (PAHs) mixtures resolution in reversed phase high using factorial
design and responsse surface methodology. France: CNRSICARE IC, Avenua de la
Recherche Scientifique.
Kealey, D & Haines, P.J. 2002.Instant Notes: Analytical Chemistry. BIOS Scientifik
Publishers Limited: New York.
Kenkel, J.2002. Analytical Chemistry for Technicians 3th Edition., CRC Press: U.S.A.
Meyer, F.R..2004.Practical High-Performance Liquid Chromatography 4th Ed. JohnWiley &
Sons : New York
Munson, J.W. 1981.Pharmaceutical Analysis: Modern Methods, Part A and
B,diterjemahkan oleh Harjana dan Soemadi, Airlangga University Press: Surabaya.
Settle, F (Editor). 1997. Handbook of Instrumental Techniques for Analytical Chemistry.
Prentice Hall PTR, New Jersey: USA.
Skoog, D.A., West, D.M., Holler, F.J., Crouch, S.R., 2014, Fundamentals of Analytical
Chemistry, Boston: Cengage Learning
Snyder, L. R., Kirkland, S.J., and Glajch, J.L.1997. Practical HPLC Method Development ,
John Wiley & Son: New York.

Anda mungkin juga menyukai