Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PRAKTIKUM

ANALISIS SEDIAAN LIQUID, SEMISOLID DAN SOLID


“PENETAPAN KADAR ASAM RETINOAT DALAM GEL”

Disusun Oleh
Kelompok 1
Novia Fransiska Farida Ladapase 211FF04010
Ditia Ayu A 211FF04015
Afifah Aulia Rahmawati 211FF04018
Malak Maidah 211FF04020
Nabila Putri 211FF04031
Aulia Utami Widiati 211FF04036
Dede Chika Naibaho 211FF04037
Missye Dayana S 211FF04039
Muhammad Irfan Syaefulloh 211FF04040

FAKULTAS FARMASI
PROGRAM STUDI S1 FARMASI
UNIVERSITAS BHAKTI KENCANA BANDUNG
2022
MODUL 4
PENETAPAN KADAR ASAM RETINOAT DALAM GEL

I. TUJUAN PRAKTIKUM
Menetapakan kadar asam retinoat dalam sampel gel.

II. PRINSIP PRAKTIKUM (Dede Chika Naibaho 211FF04037)


Prinsip dasar spektroskopi UV Vis adalah terjadinya transisi elektronik yang
disebabkan penyerapan sinar UV-Vis yang mampu mengeksitasi elektron ke orbital
kosong atau ke tingkat energi orbital yang lebih tinggi. Spektroskopi UV Vis dalam
penggunaannya sangat berakitan erat dengan hukum Lambert-Beer.

III. DASAR TEORI


(Aulia Utami Widiati 211FF04036 dan Nabila Putri 211FF04031)
Spektrofotometri visible disebut juga spektrofotometri sinar tampak. Yang
dimaksud sinar tampak adalah sinar yang dapat dilihat oleh mata manusia. Cahaya
yang dapat dilihat oleh mata manusia adalah cahaya dengan panjang gelombang 400-
800 nm dan memiliki energi sebesar 299– 149 kJ/mol. Elektron pada keadaan normal
atau berada pada kulit atom dengan energi terendah disebut keadaan dasar (ground-
state). Energi yang dimiliki sinar tampak mampu membuat elektron tereksitasi dari
keadaan dasar menuju kulit atom yang memiliki energi lebih tinggi atau menuju
keadaan tereksitasi. (Day, 2002). Pengukuran spektrofotometri menggunakan alat
spektrofotometer yang melibatkan energi elektronik yang cukup besar pada molekul
yang dianalisis, sehingga spektrofotometer UV-Vis lebih banyak dipakai untuk
analisis kuantitatif dibandingkan kualitatif. Spektrum UV-Vis sangat berguna untuk
pengukuran secara kuantitatif. Konsentrasi dari analit di dalam larutan bisa ditentukan
dengan mengukur absorban pada panjang gelombang tertentu dengan menggunakan
hukum Lambert-Beer (Rohman, 2007).
Interaksi senyawa organic dengan sinar ultraviolet dan sinar tampak, dapat
digunakan untuk menentukan struktur molekul senyawa organic. Sinar ultraviolet
memiliki panjang gelombang 200 – 400 nm dan sinar tampak (visible) memiliki
panjang gelombang 400-800 nm. Cahaya UV tidak dapat dilihat manusia sedangkan
cahaya tampak dapat dilihat oleh manusia (Suhartati, 2017)
Bagian molekul yang paling cepat bereaksi dengan sinar yaitu electron-
elektron ikatan dan electron-elektron nonikatan (electron bebas). Sinar UV dan sinar
tampak merupakan energi yang bila mengenai electron-elektron tersebut maka
electron akan tereksitasi ke tingkatan energi yang lebih tinggi, eksitasi electron ini
direkam dalam bentuk spektrum yang dinyatakan sebagai panjang gelombang dan
nilai absorbansi. Semakin mudah electron bereksitasi semakin besar panjang
gelombang yang diabsorbsi, semakin banyak electron yang bereksitasi makin tinggi
absorban (Suhartati 2017).
Terdapat dua jenis spektrofotometer UV-Vis yaitu spektrofotometer single
beam dan double beam.
1) Single beam
Spektrofotometer single beam apat digunakan untuk analisis kuantitatif dengan
mengukur absorbansi pada panjang gelombang tunggal. Spektrofotometer single
beam memiliki beberapa keuntungan yaitu sederhana, dan harganya murah.
2) Double beam
Spektrofotometer double beam mempunyai dua sinar yang dibentuk oleh
potongan cermin yang berbentuk V yang disebut pemecah sinar. Sinar pertama
melewati larutan blanko dan sinar kedua secara bersamaan melewati sampel.
Syarat sampel yang dapat diukur menggunakan Spektrofotometer UV-Vis
yaitu sampel berupa larutan, gas atau uap. Pada umumnya sampel harus berupa
larutan jernih. Beberapa persyaratan pelarut pada sampel yang akan diukur yaitu:
(Suhartati 2017).
1) Dapat melarutkan sampel dengan sempurna
2) Pelarut yang digunakan tidak mengandung ikatan rangkap terkonjugasi pada
struktur molekulnya dan tidak berwarna
3) Tidak terjadi interaksi dengan molekul senyawa yang dianalisis
4) Kemurnian harus tinggi

Interaksi sinar UV-Vis menghasilkan transisi elektronik dari electron-elektron


ikatan, baik ikatan sigma (σ) dan pi () maupun electron non ikatan (n) yang ada
dalam molekul organic. Electron-elektron ini berasa di bagian luar dari molekul
organic (Suhartati 2017).
1. Asam Retinoat

Asam retinoat adalah bentuk asam dan bentuk aktif dari vitamin A (retinol)
yang dibentuk dari all-trans retinol (retinoid dalam bentuk alkohol). Disebut juga
tretinoin (all-trans-retinoic acid) (BPOM, 2011). Asam retinoat atau tretinoin adalah
bentuk asam dari vitamin A. Fungsi vitamin A asam ini adalah berperan pada proses
metabolisme umum
(Hardjasasmita, 1991). Menurut Menaldi (2003), asam retinoat merupakan zat
peremajaan non peeling karena merupakan iritan yang menginduksi aktivitas mitosis
sehingga terbentuk stratum korneum yang kompak dan halus, meningkatkan kolagen
dan glikosaminoglikan dalam dermis sehingga kulit menebal dan padat, serta
meningkatkan vaskularisasi kulit sehingga menyebabkan kulit memerah dan segar.

Rumus Molekul : C2OH28O2

Berat Molekul : 300,44

Pemerian : Serbuk hablur, kuning sampai jingga muda

Kelarutan : Tidak larut dalam air, sukar larut dalam etanol dan dalam Kloroform

2. Kegunaan asam retinoat

Asam retinoat mampu mengatur pembentukan dan penghancuran sel-sel


kulit. Kemampuannya mengatur siklus hidup sel ini juga dimanfaatkan oleh
kosmetik anti aging atau efek-efek penuaan (Badan POM, 2011). Penggunaan
tretinoin yang sebagai obat keras, hanya boleh dengan resep dokter, namun
kenyataannya ditemukan dijual bebas kosmetik yang mengandung tretinoin (Badan
POM, 2011)
3. Efek samping asam retinoat

Asam retinoat atau tretinoin juga mempunyai efek samping bagi kulit yang
sensitif, seperti kulit menjadi gatal, memerah dan terasa panas serta jika
pemakaian yang berlebihan khususnya pada wanita yang sedang hamil dapat
menyebabkan cacat pada janin yang dikandungnya (Badan POM, 2011). Asam
retinoat di label produk kadang ditulis sebagai tretinoin. Asam retinoat ini dapat
menyebabkan kulit kering, rasa terbakar, dan teratogenik (cacat pada janin). Asam
retinoat adalah bentuk asam dan bentuk aktif dari vitamin A (retinol). Asam retinoat
ini sering dipakai sebagai bentuk sediaan vitamin A topikal, yang dapat diperoleh
dengan resep dokter. Bahan ini sering dipakai pada preparat untuk kulit terutama
untuk pengobatan jerawat, dan sekarang banyak dipakai untuk mengatasi kerusakan
kulit akibat paparan sinar matahari (sundamage) dan untuk pemutih (Andriyani,
2011).

4. Mekanisme Kerja Asam Retioat

Asam retinoat bekerja melalui tiga mekanisme, yaitu:

Pengaktifan Reseptor Asam Retinoat (RAR). Interaksinya dengan RAR pada sel
kulit mampu merangsang proses perbanyakan dan perkembangan sel kulit terluar
(epidermis) sehingga asam retinoat secara topikal dengan dosis 0,05 atau 0,1 %
mampu memperbaiki perubahan struktur atau penuaan kulit akibat radiasi
ultraviolet. Pembentukan dan peningkatan jumlah protein NGAL (Neutrophil
Gelatinase Associated Lipocalin). Asam retinoat dapat meningkatkan pembentukan
dan peningkatan jumlah protein NGAL yang mengakibatkan matinya sel kelenjar
sebasea (sel penghasil sebum atau minyak), yang kemudian akan mengurangi
produksi sebum sehingga mampu mengurangi timbulnya jerawat. Berperan sebagai
iritan asam retinoat juga bekerja sebagai iritan pada epitel folikel (lapisan pada
lubang tumbuhnya rambut) yang memicu peradangan dan mencegah bergabungnya
sel tanduk menjadi massa yang padat sehingga tidak menyumbat folikel dan tidak
menghasilkan komedo. Selain itu, asam retinoat juga meningkatkan produksi sel
tanduk sehingga mampu melemahkan dan mendesak komedo untuk keluar ( BPOM,
2011).
5. Sediaan Gel

Gel dapat didefinisikan sebagai sediaan semipadat yang terdiri dari suspensi
yang dibuat dari partikel organik kecil atau molekul organik besar, berpenetrasi oleh
suatu cairan. Gel adalah sistem semipadat yang pergerakan medium pendispersinya
terbatas oleh sebuah jalinan jaringan tiga dimensi dari partikel – partikel atau
makromolekul yang terlarut pada fase pendispersi (Allen et. al., 2002). Menurut
Farmakope Indonesia V (2014) sediaan gel kadang – kadang disebut jeli, adalah
sistem semipadat yang terdiri dari suspensi yang dibuat dari partikel anorganik kecil
atau molekul organik besar, yang terpenetrasi oleh suatu cairan. Jika massa gel
terdiri dari jaringan partikel kecil yang terpisah, gel digolongkan sebagai sistem dua
fase (misalnya Gel Aluminium Hidroksida). Dalam sistem dua fase, jika ukuran
partikel dari fase terdispersi relative besar, massa gel kadang – kadang dinyatakan
sebagai magma (misalnya Magma Bentonit). Baik gel maupun magma dapat berupa
tiksotropik, membentuk semipadat jika dibiarkan dan dapat menjadi cair pada saat
pengocokan.

Gel memiliki sistem sistem disperse yang banyak tersusun dari air serta sangat
rentan terhadap terjadinya instabilitas fisik, kimia maupun mikroba. Pada umumnya
instabilitas fisik yang terjadi pada gel yaitu sineresis yang mana keluarnya medium
dispersi dari sistem akibat adanya kontraksi sistem polimer gel. Faktor perubahan
pada suhu penyimpanan yang ekstrim merupakan salah satu faktor utama yang
terjadi pada sineresis yang dialami pada saat cycling test. Adanya penurunan tekanan
osmotik pada sistem serta perubahan bentuk molekul dapat terjadi pada proses
pembekuan saat cycling test. Molekul yang mengkerut ini memaksa keluarnya
medium dari sistem matriks (Gad, 2008). Pada konsentrasi gelling agent yang
rendah biasanya dapat terjadi sineresis. Sineresis menunjukkan adanya fenomena
ketidakstabilan secara termodinamika (Kaur dan Guleri, 2013).

Gel dapat diklasifikasikan menjadi 2 bagian yaitu bagian pertama adalah


klasifikasi gel inorganik dan organik, dan bagian kedua adalah klasfikasi gel
hidrogel dan organel. Gel inorganik memiliki 2 fase sistem, sedangkan gel organik
memiliki 1 fase sistem. Gel hidrogel mengandung bahan terdispersi seperti koloid
(terlarut dalam air), meliputi hidrogel organik, natural dan gun sintetik dan hidrogel
organik (Allen et al., 2002). Hidrogel yaitu sistem hidrofilik yang utamanya terdiri
dari 85 – 95% air atau campuran aqueous – alcoholic dan gelling agent. Hidrogel
memberikan efek yang dapat mendinginkan karena adanya evaporasi pelarut.
Hidrogel mudah untuk diaplikasikan serta dapat memberi kelembaban secara instan.
Sifat dari hidrogel yaitu kandungan airnya relatif tinggi dan bersifat lembut,
konsistensinya elastis sehingga kuat (Swarbick and Boylan, 1992).

Ketidakstabilitas gel pada kondisi normal menunjukkan perubahan rheology


secara irreversible sehingga menyebabkan hasil akhir yang tidak dapet diterima bila
digunakan. Khusus gel berbahan dasar polisakarida alam akan mudah mengalami
degradasi mikrobial. Maka perlu penambahan preservatif untuk mencegah serangan
mikrobial. Peningkatan suhu penyimpanan dapat menyebabkan efek yang
berlawanan pada stabilitas polimer sehingga menghasilkan viskositas yang berubah
dari waktu ke waktu (Zatz and Kushla, 1996).

Menurut Voight (1994) terdapat beberapa keuntungan sediaan gel antara lain:

a) emampuan penyebaran pada kulit baik.

b) Memberikan efek dingin, penguapan dari kulit lambat.

c) Tidak adanya penghambatan fungsi rambut secara fisioligis.

d) Kemudahan pencucian dengan air yang baik.


IV. ALAT DAN BAHAN
Alat Bahan
a) Spektrofotometer Uv-Vis a) Asam Retinoat BPFI
b) Labu Ukur b) Kloroform
c) Timbangan Digital c) Sampel Gel mengandung Asam
d) Spatel Retinoat
e) Pipet Tetes
f) Kuvet
g) Sonikator

V. PROSEDUR KERJA (Malak Maidah 211FF04020)

Pembuatan Larutan Baku

Sejumlah Asam Retinoat BPFI ditimbang sebanyak 50 mg

Serbuk dilarutan dengan kloroform P dalam labu ukur 50 mL

Larutan diencerkan secara kuantitatif, jika perlu secara


bertahap dengan kloroform P hingga mencapai kadar 3,8
μg/mL
a. Pembuatan Larutan Uji

Diamati kandungan asam retinoat dalam sampel

Sejumlah sampel gel yang mengandung asam retinoat


ditimbang setara dengan lebih kurang 375 μg tretinoin

Dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL

Dilarutan dalam kurang lebih 70 mL kloroform P (disonikasi)

Kloroform ditambahkan hingga tanda batas (100 mL)


b. Penetapan Kadar

Alat spektrofotometri UV-Vis disiapkan

Blanko pelarut disiapkan

Dilakukan scanning panjang gelombang serapan


maksimum asam retinoat

Masing-masing larutan baku dan larutan uji diukur


serapannya pada panjang gelombang serapan maksimum

jumlah massa (μg) asam retinoate dihitung berdasarkan


rumus:
𝐴𝑢
100 C 𝐴𝑠

C adalah kadar asam retinoat BPFI dalam μg / mL Larutan


baku;
Au dan As berturut-turut adalah serapan Larutan uji dan
Larutan baku.

c. Rentang Kadar
90,0 – 130,0%
VI. DATA DAN HASIL PENGAMATAN (Novia Fransiska Farida Ladapase
211FF04010 dan Afifah Aulia Rahmawati 211FF04018 )

Data Hasil
a. Pembuatan larutan baku Konsentrasi larutan induk
W tretinoin = 50 mg 50 mg / 50 ml = 1 mg/ml
V labu = 50 mL
= 1000 μg/mL = 1000 bpj
Pengenceran: Pengenceran:
Volume yang diambil dari larutan
V1 x C1 = V2 x C2
induk = 380 μL = 0,38 mL
Dilarutkan dengan kloroform 0,38 mL x 1000 bpj = 100 mL x C2
dalam labu ukur 100 mL 0,38 𝑚𝐿 𝑥 1000 𝑏𝑝𝑗
C2 = 100 𝑚𝐿
= 3,8 bpj
Konsentrasi larutan baku (C) adalah
3,8 bpj
b. Pembuatan larutan uji Massa gel yang ditimbang agar setara dengan
375 μg retinoat adalah 0,75 gram

Perhitungan :

Kandungan asam retinoat dalam 0,05 𝑔 375 𝑢𝑔


=
100 𝑔 𝑥
gel = 0,05% 100 𝑔𝑟𝑎𝑚 𝑥 375 𝑢𝑔
X = 0,05 𝑔𝑟𝑎𝑚
Artinya dalam 100 gram krim
mengandung 0,05 gram (50 mg) X = 75.000 𝑢𝑔

asam retinoid X = 0,75 gram

c. Scanning panjang gelombang a. Spektrum Larutan Baku


serapan maksimum (gambar)
200-800 nm
b. Spektrum Larutan Sampel

d. Analisis kadar Perhitungan kadar:


Serapan larutan baku (Au) = 0,45 Bobot Asam Retinoic dalam sampel
Serapan larutan sampel (As) = 0,43 𝐴𝑢
= 100 x C x 𝐴𝑠
Konsentrasi baku ( C ) = 3,8 μg/mL 0,45
= 100 x 3,8 μg/mL x 0,43

= 397,67 μg

% Kadar Sampel
𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
= 𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑝𝑒𝑛𝑖𝑚𝑏𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 x 100 %
397,67 𝑚𝑔
= 375 𝑚𝑔
x 100 %

= 106,04 %

Jadi, kadar asam retinoat dalam sampel


memenuhi kadar
VII. PEMBAHASAN (Muhammad Irfan Syaefulloh 211FF04040 dan Ditia Ayu
Ardini 211FF04015)
Pada praktikum kali ini kami melakukkan Analisis Asam Retinoat dalam sediaan
Gel. sampel yang digunakan yaitu vitacid. Vitacid dalam sediaan gel atau jeli adalah
sistem semipadat yang terdiri dari suspensi yang dibuat dari partikel anorganik kecil
atau molekul organik besar, yang terpenetrasi oleh suatu cairan. Pada praktikum kali
ini menggunakan instrument spektrofotometri UV-VIS. Pemilihan penggunaan
instrumen spektrofotometer UV-Vis dengan menggunakan one point method adalah
karena spektrofotometer merupakan instrumen analisis yang tidak rumit, selektif, serta
kepekaan dan ketelitiannya tinggi. Selain itu senyawa asam retinoate memiliki
kromofor pada strukturnya berupa ikatan rangkap terkonjugasi dan juga merupakan
senyawa aromatik karena memiliki gugus aromatik sehingga memenuhi syarat
senyawa yang dapat dianalisis menggunakan spektrofotometer.
Dalam sediaan Vitacid terdapat kandungan Retinoic acid atau atau asam retinoat
0,05% yang merupakan konsentrasi yang aman untuk digunakan dan merupakan salah
satu bahan untuk perawatan kecantikan yang memiliki vitamin A derivative. Vitamin
ini memiliki manfaat yang berguna untuk mengatasi berbagai masalah di wajah
seperti menyembuhkan jerawat, menyamarkan bekas jerawat, menutupi pori-pori,
mengurangi garis tipis pada tanda penuaan, meningkatkan kolagen dan mempercepat
sel kulit untuk meratakan warna serta menghaluskan kulit wajah.

Dalam praktikum kali ini dilakukan beberapa pengujian antara lain, pembuatan
baku yang dilakukan pengenceran baku pada retinoic acid sehingga didapatkan
konsentrasi larutan baku sebanyak 3,8 µg/mL b/v, selanjutnya dilakukan pembuatan
larutan uji dengan mengetahui massa gel yaitu 0,75 gram, sehingga dilakukan scaning
panjang gelombang serapan maksimum 200-800 nm. Dilakukan pembuatan larutan
baku, dimana larutan baku dibuat bertujuan sebagai suatu standar yang digunakan
dalam pembuatan kurva standar yang akan diperoleh persamaan garis regresinya
untuk penentuan dari kadar senyawa yang terdapat pada sampel.

Tujuan dilakukan pengukuran pada panjang gelombang maksimum adalah


perubahan absorbansi untuk setiap satuan kosentrasi adalah paling besar pada panjang
gelombang maksimum, sehingga akan diperoleh kepekaan analisis yang maksimum.
Hasil panjang gelombang maksimum yang didapat untuk asam retionat adalah 352
nm. Pada panjang gelombang 352 nm diharapkan dapat memberikan kepekaan sampel
yang mengandung asam retinoat dengan maksimal, bentuk kurva absorbansi linear
dan menghasilkan hasil yang cukup konstan jika dilakukan pengukuran berulang.
Panjang gelombang maksimum tersebut menunjukkan bahwa serapan asam retinoat
berada pada daerah UV karena masuk rentang panjang gelombang 200–400 nm

Spektrum larutan baku

Spektrum larutan sampel

Sebagai parameter adanya hubungan linear digunakan koefisien korelasi r pada


analisis regresi linear y = a + bx. Hubungan linear yang ideal dicapai jika nilai b=0
dan r= +1 atau -1 bergantung pada arah garis. Sedangkan nilai a menunjukkan
kepekaan analisis terutama instrumen yang digunakan. Persamaan regresi yang
dihasilkan yaitu y=0,012x + 0,023 dengan nilai korelasi (r) sebesar 0,997. Nilai
korelasi yang didapat yaitu sebesar 0,997, hal ini dikatakan baik karena nilai korelasi
tersebut mendekati angka 1 dan bersifat linear karena >95%. Hasil pengukuran
menunjukkan bahwa semakin besar konsentrasi larutan standar obat yang diukur
maka semakin besar pula absorbansi yang diperoleh. Hal ini dikarenakan pada
konsentrasi yang semakin tinggi, tingkat kepekaan senyawa obat juga semakin tinggi.
Selain itu, hukum Lambert-Beer menunjukkan bahwa perubahan konsentrasi suatu
sampel tertentu akan mengubah absorbansi pada tiap panjang gelombang dengan
suatu faktor yang konstan.
Setelah didapatkan absorbansi baku dan absorbansi sampel maka selanjutnya
dilakukan perhitungan kadar menggunakan metode one point yaitu metode yang
membandingkan dengan 1 titik konsentrasi pembanding. Didapat hasil perhitungan
data bobot Asam Retinoate dalam sampel yaitu sebesar 397,67 µg. Kemudian
dilakukan perhitungan kadar dari asam retionat dalam sampel dan didapatkan kadar
sebesr 106,04%. Kadar tersebut dapat dikatakan memenuhi syarat pada farmakope
Indonesia edisi VI bahwa gel Asam Retinoat mengandung Asam Retinoat tidak
kurang dari 90,0% dan tidak lebih dari 130,0% dari jumlah yang tertera pada etiket.

VIII. KESIMPULAN (Missye Dayana S 211FF04039)


Menurut BPOM RI melalui peraturan mentri kesehatan RI
No,445/MENKES/PER/V/1998, asam retinoat termasuk bahan yang dilarang
penggunaanya sejak tahun 1998. Asam retinoat juga merupakan obat keras yang
hanya boleh dibeli dengan resep dokter (BADAN POM,2011).
Dari praktikum yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa sampel yang
digunakan yaitu vitacid positif mengandung asam retinoat dan didapatkan kadar
sebesr 106,04%. Yang berada dibawah pengawasan BPOM serta masih dalam
memenuhi persyaratan kadar pada farmakope Indonesia edisi VI bahwa gel Asam
Retinoat mengandung Asam Retinoat tidak kurang dari 90,0% dan tidak lebih dari
130,0% dari jumlah yang tertera pada etiket.
DAFTAR PUSTAKA
Allen, L. V., 2002, The Art science, and Technology of Pharmaceutical Compouding,
304,309,310, American Pharmaceutical Association, Washington D. C.
Andriyani, Vina Budi. 2011. Identifikasi Asam Retinoat Dalam Krim Pemutih Wajah Secara
Kromatografi Lapis Tipis. Universitas Sumatra Utara. Medan.

Badan POM RI. 2011. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik
Indonesia Nomor HK.03.1.23.08.11.07331 Tahun 2011 Tentang Metode Analisis
Kosmetika. Jakarta.
Badan POM, 2011, Mewaspadai Asam Retinoat dalam Kosmetik. Jakarta. :BPOM

Day, R A, dan Underwood, A L., (2002), Analsis Kimia Kuantitatif Edisi Keenam, Erlangga,
Jakarta.
Gad S.C., 2008, Pharmaceutical Manufacturing Handbook: Production and Processes, A John
Wiley & Sons, Inc., New Jersey.
Hardjasasmita, Pantjita. (1991). Biokimia Dasar A. Jakarta : Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.
Kaur, L.P., Guleri, T.K., 2013, Topical Gel ; A Recent Approach For Novel Drug Delivery,
Asian Journal Of Biomedical And Pharmaceutical Sciences : 1-5.
Kemenkes RI. 2020. Farmakope Indonesia, Edisi VI. Kemenkes RI. Jakarta.
Kementerian Kesehatan RI, 2014, Farmakope Indonesia Edisi V. Kemenkes RI. Jakarta.

Kementerian Kesehatan RI, 2020, Farmakope Indonesia Edisi VI. Jakarta : Kementrian
Kesehatan RI
Menaldi, Sri Linuwih. (2003). Peremajaan Kulit. Jakarta : Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.

Rohman, Abdul, 2007. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.


Suhartati, Tati. 2017. Dasar-Dasar Spektrofotometer UV-VIS dan Spektrofotometer Massa
untuk Penentuan Struktur Senyawa Organik. Bandar Lampung: Anugrah Utama
Raharja.

Swarbrick, J & Boylan, J. C. 1992. Encylopedia of Pharmaceutical Technology. New York:


Marcel Dekker Inc.
Voight, R., 1994, Buku Pengantar Teknologi Farmasi, 572-574, diterjemahkan oleh Soedani,
N., Edisi V, Yogyakarta, Universitas Gadjah Mada Press.
Zatz, J.L., ed. Kushla G. P., 1996. Gels and Lieberman, H.A., Pharmaceutical Dosage Forms
Disperse System, Vol. 2, Marcel Dekker Inc., New York

Anda mungkin juga menyukai