Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PRAKTIKUM

ANALISIS SEDIAAN LIQUID, SEMISOLID DAN SOLID


ANALISIS SEDIAAN EMULSI KURKUMIN

Disusun Oleh :
KELOMPOK 1
Novia Fransiska Farida Ladapase 211FF04010
Ditia Ayu A 211FF04015
Afifah Aulia Rahmawati 211FF04018
Malak Maidah 211FF04020
Nabila Putri 211FF04031
Aulia Utami Widiati 211FF04036
Dede Chika Naibaho 211FF04037
Missye Dayana S 211FF04039
Muhammad Irfan Syaefulloh 211FF04040

FAKULTAS FARMASI
PROGRAM STUDI S1 FARMASI
UNIVERSITAS BHAKTI KENCANA BANDUNG
2022
I. TUJUAN PRAKTIKUM (Malak Maidah 211FF04020)
Mengetahui kandungan kurkumin dalam sediaan emulsi dengan metode KLT.
II. PRINSIP PRAKTIKUM (Malak Maidah 211FF04020)
Perbedaan migrasi merupakan hasil dari perbedaan tingkat afinitas masing-masing
komponen dalam fase diam dan fase gerak (adsorbsi). Afinitas senyawa dalam
fase
diam dan fase gerak ditentukan oleh sifat fisika kimia dari masing-masing
senyawa.
III. DASAR TEORI (Afifah Aulia Rahmawati 211FF04018 & Missye Dayana S.
211FF04039 )
Kromatografi lapis tipis (KLT) dan kromatografi kertas tergolong
"kromatografi planar." KLT adalah metode kromatografi paling sederhana yang
banyak digunakan. Peralatan dan bahan yang dibutuhkan untuk melaksanakan
pemisahan dan analisis sampel dengan metode KLT cukup sederhana yaitu sebuah
bejana tertutup (chamber) yang berisi pelarut dan lempeng KLT. Dengan optimasi
metode dan menggunakan instrumen komersial yang tersedia, pemisahan yang
efisien dan kuantifikasi yang akurat dapat dicapai. Kromatografi planar juga dapat
digunakan untuk pemisahan skala preparatif yaitu dengan menggunakan lempeng,
peralatan, dan teknik khusus.

Pelaksanaan analisis dengan KLT diawali dengan menotolkan alikuot kecil


sampel pada salah satu ujung fase diam (lempeng KLT), untuk membentuk zona
awal. Kemudian sampel dikeringkan. Ujung fase diam yang terdapat zona awal
dicelupkan ke dalam fase gerak (pelarut tunggal ataupun campuran dua sampai
empat pelarut murni) di dalam chamber. Jika fase diam dan fase gerak dipilih
dengan benar, campuran komponen-komponen sampel bermigrasi dengan
kecepatan yang berbeda selama pergerakan fase gerak melalui fase diam. Hal ini
disebut dengan pengembangan kromatogram. Ketika fase gerak telah bergerak
sampai jarak yang diinginkan, fase diam diambil, fase gerak yang terjebak dalam
lempeng dikeringkan, dan zona yang dihasilkan dideteksi secara langsung (visual)
atau di bawah sinar ultraviolet (UV) baik dengan atau tanpa penambahan pereaksi
penampak noda yang cocok.
Perbedaan migrasi merupakan hasil dari perbedaan tingkat afinitas
masing-masing komponen dalam fase diam dan fase gerak. Berbagai mekanisme
pemisahan terlibat dalam penentuan kecepatan migrasi. Kecepatan migrasi
komponen sampel tergantung pada sifat fisika kimia dari fase diam, fase gerak
dan komponen sampel. Retensi dan selektivitas kromatografi juga ditentukan oleh
interaksi antara fase diam, fase gerak dan komponen sampel yang berupa ikatan
hidrogen, pasangan elektron donor atau pasangan elektron-akseptor (transfer
karge), ikatan ionion, ikatan ion-dipol, dan ikatan van der Waals.
Pada KLT, identifikasi awal suatu senyawa didasarkan pada perbandingan
nilai Rf dibandingkan Rf standar. Nilai Rf umumnya tidak sama dari laboratorium
ke laboratorium bahkan pada waktu analisis yang berbeda dalam laboratorium
yang sama, sehingga perlu dipertimbangkan penggunaan Rf relatif yaitu nilai Rf
noda senyawa dibandingan noda senyawa lain dalam lempeng yang sama. Faktor-
faktor yang menyebabkan nilai Rf bervariasi meliputidimensi dan jenis ruang,
sifat dan ukuran lempeng, arah aliran fase gerak, volume dan komposisi fase
gerak, kondisi kesetimbangan, kelembaban, dan metode persiapan sampel KLT
sebelumnya.
Konfirmasi identifikasi dapat diperoleh dengan mengerok noda dalam
lempeng kemudian analit dalam lempeng dielusi dan dideteksi dengan
spektrometri inframerah (IR), spektrometri Nuclear magnetic resonance (NMR),
spektrometri massa, atau metode spektrometri lain jika senyawa hasil elusi cukup
tersedia. Metode identifikasi ini juga dapat menggunakan untuk menandai zona
langsung pada lapisan (in situ).

Emulsi adalah suatu sistem yang tidak stabil secara termodinamika yang
mengandung paling sedikit dua fase cair yang tidak bercampur, satu diantaranya
didispersikan sebagai globul dalam fase cair lain. Sistem ini dibuat stabil dengan
bantuan suatu zat pengemulsi atau emulgator (Martin, 1993). Sistem emulsi
minyak dalam air (M/A) adalah sistem dengan fasa terdispersinya (fasa
diskontinyu) adalah minyak dan fasa pendispersinya (fasa kontinyu) adalah air.
Sebaliknya, emulsi air dalam minyak (A/M) adalah emulsi dengan air sebagai fasa
terdispersi dan minyak sebagai fasa pendispersinya. Selain dua tipe emulsi yang
telah disebutkan sebelumnya, ada suatu sistem emulsi yang lebih kompleks yang
dikenal dengan emulsi ganda misalnya pada emulsi M/A, di dalam globul minyak
yang terdispersi dalam fase air terdapat globul air sehingga membentuk emulsi
A/M/A. Sebaliknya, apabila terdapat globul minyak di dalam air pada emulsi A/M
akan membentuk emulsi M/A/M. Pembuatan emulsi ganda ini dapat dilakukan
dengan tujuan untuk memperpanjang kerja obat, untuk makanan, dan untuk
kosmetik.

Emulsi memiliki viskositas yang bervariasi dari cairan hingga semi solida.
Secara umum, istilah emulsi lebih dikenal sebagai sediaan cair yang ditujukan
untuk pemberian oral. Emulsi yang ditujukan untuk penggunaan eksternal
biasanya lebih dikenal dengan nama krim, losion, atau obat gosok. Emulsi yang
diberikan dengan cara topikal memiliki diameter ukuran globul yang berkisar
antara 0,1 – 100 μm (Lund, 1994).
Curcumin adalah senyawa tunggal termasuk golongan polifenol yang
merupakan hasil isolasi dari rimpang empon-empon. Sebagai senyawa tunggal
tentu tidak bisa disetarakan dengan minum rebusan kunyit dan temulawak. Pada
rebusan kunyit dan temulawak masih mengandung puluhan bahkan ratusan
senyawa kimia dengan efek yang sangat beragam, tak hanya polifenol dan
polisakarida, ada juga flavonoida dan alkaloida. Sejak ditemukan lebih dari 200
tahun yang lalu, curcumin juga telah diteliti di seluruh dunia. Berbagai penelitian
menunjukkan curcumin memiliki bermacam khasiat mulai dari antibakteri,
antioksidan, antiinflamasi, antikanker, penurun gula darah dan juga sebagai
immunomodulator.

Curcumae Rhizoma
 Nama bahan obat : Curcumae Rhizoma (Temulawak)
 Struktur kimia:

 Kadar minyak atsiri : tidak kurang dari 5,80 % v/b


 Kadar kurkuminoid : tidak kurang dari 4,0 % dihitung sebagai
kurkumin (Farmakope Herbal)
 Pemerian : bentuk bundar atau jorong, warna kuning
kecoklatan, bau aromatik, rasa tajam dan agak pahit. Keping
tipis, bentuk bundar atau jorong, ringan, keras, rapuh, garis
tengah hingga 6 cm, tebal 2-5 mm; permukaan luar berkerat,
warna coklat kuning hingga coklat; bidang irisan berwarna
coklat kuning buram, melengkung tidak beraturan, tidak rata,
sering dengan tonjolan melingkar pada batas antara silinder
pusat dengan korteks sempit, tebal 3-4 mm. Bekas patahan
berdebu, warna kuning jingga hingga coklat jingga terang.
 Organoleptis
Warna : Kuning

Bau : Khas
Rasa : Khas

 Mikroskopis
Bentuk fragmen: fragmen pengenal adalah fragmen berkas
pengangkut; parenkim korteks; serabut sklerenkim; butir
amilum dan jaringan gabus.
 Klasifikasi
Kingdom : Plantae
Sub divisi : Angiospermae
Kelas : Monocotyledonae
Ordo : Zingiberales
Famili : Zingiberaceae
Genus : Curcuma
Spesies : Curcuma xanthorriza Roxb

 Kandungan kimia
Protein, pati, zat warna kuning kurkuminoid dan minyak atsiri.
Kandungan minyak atsirinya antara lain feladron, kamfer,
turmerol dan olilmetilkarbinol.
IV. ALAT DAN BAHAN ( Dede Chika Naibaho 211FF04037)
Alat: Bahan:
1. Neraca analitik 1. Baku kurkumin
2. Mikrokapiler 2. Emulsi kurkumin
3. Ultrasonikator 3. Kloroform P
4. Plat KLT GF254 4. Methanol P
5. Lampu UV 5. Etanol p.a
6. Chamber 6. Aquadest
7. Alat-alat gelas laboratorium

V. PROSEDUR KERJA ( Dede Chika Naibaho 211FF04037)


1. Prosedur
1. Pembuatan fase gerak
Fase gerak dibuat dalam campuran kloroform P dan metanol dengan
perbandingan 95:5 sebanyak 10 mL. Dimasukkan ke dalam chamber
kemudian dijenuhkan.
2. Pembuatan larutan uji
Larutan sampel dipipet setara dengan 20 mg ekstrak kurkumin,
kemudian dilarutkan dengan 20,0 mL etanol P hingga tanda batas.
(Lihat kandungan kurkumin dalam etiket)
3. Pembuatan pembanding
Baku kurkumin ditimbang sebanyak 10 mg kemudian dilarutkan
dalam 10,0 ml etanol P. Larutan mempunyai konsentrasi 0,1%.
4. Persiapan fasa diam
a. Disiapkan plat KLT GF254 kemudian dipanaskan dalam oven
105oC selama 30 menit.
b. Plat KLT dibuat dengan ukuran 5x12 cm.
c. Ditandai batas bawah dan atas untuk fase gerak
d. Larutan pembanding dan uji ditotolkan sebanyak 2 uL
e. Kembangkan di dalam chamber
f. Keringkan plat
g. Hitung nilai Rf
2. Bagan Alir

Prosedur Data Pengamatan


1. Pembuatan Fase Gerak
Buat fase gerak dengan mencampurkan
kloroform p dan metanol dengan perbandingan
95:5

Dimasukkan kedalam chamber lalu


jenuhkan

2. Pembuatan Larutan Uji

Dipipet 20 mg ekstrak
kurkumin

Kemudian dilarutkan dengan


20 ml etanol hingga tanda batas

Lihat kandungan kurkumin


dalam etiket
3. Pembuatan Pembanding

Ditimbang 10 mg Baku Kurkumin

Dilarutkan dalam etanol 10 mL


(etanol p konsentrasi 0,1%)

4. Persiapan Fasa Diam

siapkan plat KLT GF254, panaskan


dalam oven 105C selama 30 menit

Buat ukuran plat KLT 5 x 12 cm

Tandai batas bawah untuk fase


gerak

Totolkan larutan pembanding dan


sampel uji sebanyak 2 µl

Masukan atau kembangkan dalam


chamber, setelah naik, keringkan
plat dan hitung nilai Rf
VI. HASIL PENGAMATAN (Aulia Utami W. 211FF04036 & M. Irfan S.
211FF04040)
1. Preparasi Sampel
Nama Sampel X : Emulsi Kurkumin
Kekuatan Sediaan (N1) : 20 mg/ mL
Volume Labu Ukur : 20 mL
Konsentrasi larutan uji : 1 mg/ mL
2. Hasil KLT
Fase Gerak yang digunakan = Kloroform : Metanol (95 : 5 v/v)
Fase Diam yang digunakan = Silika Gel GF254
Penampak Bercak = Lampu UV 25

Gambar 1 Plat KLT hasil pengujian

Dari data tersebut dapat dihitung nilai Rf dengan menggunakan rumus :


Rf =
Diketahui:
a. Jarak yang ditempuh pelarut = 10,5 cm
b. Jarak yang ditempuh larutan baku kurkumin = 7,7 cm
c. Jarak yang ditempuh larutan sampel 1 (didapat 2 bercak) = A (7,7 cm)
dan B (8,3 cm)
d. Jarak yang ditempuh larutan sampel 2 (didapat 3 bercak) = C (7,7 cm),
D (8 cm) dan E (9 cm)

Perhitungan Rf:

a. Rf Larutan Baku Kurkumin


Rf baku kurkumin = 7,7 / 10,5
Rf baku kurkumin = 0,73
b. Rf senyawa A dalam sampel 1
Rf titik A = 7,7 / 10,5
Rf titik A = 0,73
c. Rf senyawa B dalam sampel 1
Rf titik B = 8,3 / 10,5
Rf titik B = 0,79
d. Rf senyawa C dalam sampel 2
Rf titik C = 7,7 / 10,5
Rf titik C = 0,73
e. Rf senyawa D dalam sampel 2
Rf titik D = 8 / 10,5
Rf titik D = 0,76
f. f. Rf senyawa E dalam sampel 3
Rf titik E = 9 / 10,5
Rf titik E = 0,85
VII. PEMBAHASAN (Novia Fransiska 211FF04010 & Nabila Putri
211FF04031)
Kromatografi Lapis Tipis merupakan Teknik pemisahan solute oleh suatu
proses migrasi diferensial dinamis dalam suatu system yang terdiri atas fase diam
dan fase gerak. Pada praktikum kali ini dilakukan analisis sediaan kurkumin yang
bertujuan untuk mengetahui kandungan kurkumin dalam sediaan emulsi dengan
menggunakan Kromatografi Lapis Tipis (KLT). Kurkumin ( 1,7- bis(4′ hidroksi -
3 metoksifenil )-1,6 heptadien, 3,5-diondikenal sebagai bahan alam yang
mempunyai aktivitas biologis, diekstraksi dari rhizome tanaman jenis Curcuma
longa Linn . Kurkumin memiliki berat molekul =368,37 g/mol (C = 68,47%; H =
5,47%; O = 26,06%), berwarna kuning muda,titik lebur 183°C dan larut dalam
pelarut organik (metanol, etanol atau benzena),asam asetat glasial serta tidak larut
dalam air (Tonnesen, Karlsen, 1985). Kromatografi lapis tipis adalah suatu cara
pemisahan yang berdasarkan pada pembagian campuran senyawa dalam dua fase,
dimana fase gerak bergerakterhadap fase diam dan fase diam berupa suatu bidang
datar. Kromatografi lapis tipis dikenal juga dengan kromatografi kolom terbuka,
dimana pemisahan dapat dilakukan berdasarkan atas pembagian penyerapan atau
gabungannya tergantung dari jenis zat pelarut. Prinsip dari metode KLT ini yaitu
perbedaan migrasi dimana hasil dari perbedaan tingkat afinitas masing-
masing komponen dalam fase diam dan fase gerak (adsorbsi). Afinitas senyawa
dalam fase diam dan fase gerak ditentukan oleh sifat fisika kimia dari masing-
masing senyawa.

Metode KLT dipilih dalam mengetahui kandungan kurkumin karena


metode ini mempunyai selektifitas tinggi dan dapat memberikan hasil yang cepat
dan akurat. Selain itu metode ini dapat digunakan untuk analisa campuran
senyawa tanpa saling mengganggu (Fried and Sherma, 1994). Metode ini dapat
memisahkan senyawa kurkumin dengan senyawa-senyawa lain yang berada di
dalam sediaan sampel emulsi. (Stahl, 1985). Metode KLT biasanya dilakukan
untuk menganalisa suatu sampel secara kualitatif, artinya dengan metode ini kita
dapat mengetahui ada atau tidaknya suatu senyawa didalam sampel yang
dianalisis. Parameter yang diukur dalam analisis menggunakan metode KLT
adalah nilai Rf atau nilai Retardation Factor. Nilai Rf adalah nilai perbandingan
antara jarak yang ditempuh senyawa dengan jarak yang ditempuh pelarut. Nilai Rf
inilah yang kemudian hasilnya dibandingkan antara baku dengan sampel. Nilai Rf
yang sama akan menunjukan senyawa yang sama, dan nilai Rf yang berbeda akan
menunjukan jenis senyawa yang berbeda pula.

Sistem KLT yang digunakan dalam praktikum ini yaitu fase diam berupa
silika GF254, yang mana G adalah Gypsum (pengikat) biasanya pengikat yang
digunakan adalah kalsium sulfat, F adalah Flouresence (panjang gelombang), dan
254 adalah panjang gelombang yang digunakanyaitu 254 nm. Jadi arti GF 254
adalah penjerap silika gel dengan pengikat kalsium sulfat dengan ditambahkan
indikator yang dapat berflouresensi jika dideteksi pada sinar ultraviolet dengan
panjang gelombang 254 nm. kemudian fase gerak yang digunakan berupa
campuran kloroform P dan metanol dengan perbandingan 95:5 sebanyak 10 mL.
Pembuatan fase gerak dengan jenis dan komposisi tersebut bertujuan agar
didapatkan polaritas fase gerak yang sesuai sehingga dapat memisahkan kurkumin
dengan senyawa lain dalam sampel secara optimal. Sistem kromatografi pada
penelitian ini merupakan kromatografi fase normal, karena fase gerak pada
penelitian ini bersifat non polar,sedangkan fase diamnya, yaitu silika gel bersifat
polar. Penggunaan metanol sebagai pelarut karena dapat melarutkan dengan baik
kurkumin dan berbagai senyawanya dalam sediaan emulsi. Selain itu, metanol
akan menguap setelah penotolan.
Proses selanjutnya yang harus diperhatikan adalah saat pengembangan
sampel atau proses elusi dan evaluasi sampel. Pengembangan sampel harus
dilakukan pada chamber yang telah jenuh dan selama elusi berlangsung chamber
harus tertutup. Hal tersebut dilakukan supaya tekanan udara pada chamber tetap
stabil, chamber tetap jenuh, dan proses pemisahan dapat berjalan dengan baik.
Evaluasi sampel kemudian dilakukan setelah tahap pengembangan sampel selesai.
Evaluasi sampel yang dianalisis menggunakan metode KLT adalah dengan cara
menandai bercak yang terlihat setelah plat ditempatkan di penampak bercak UV
lalu dihitung nilai Rf berdasarkan perbandingan antara jarak tempuh bercak
dengan jarak tempuh pelarut.
Berdasarkan hasil pengujian, didapatkan beberapa bercak yang terlihat di
atas plat KLT yang terdiri dari bercak larutan baku kurkumin dan larutan sampel.
Diketahui bahwa jarak yang ditempuh pelarut yaitu 10,5 cm. Kemudian bercak
yang ditunjukan larutan baku kurkumin berjumlah 1 bercak dengan tinggi bercak
7,7 cm dan didapatkan nilai Rf 0,73. Sedangkan pada sampel 1 didapatkan 2
bercak yaitu A dan B (seperti terlihat pada data pengamatan) dengan tinggi bercak
A adalah 7,7 cm dan tinggi bercak B adalah 8,3 cm. Serta diperoleh nilai Rf
berturut-turut adalah 0,73 dan 0,79. Jika dilihat dari posisi bercak dan nilai Rf
yang dihasilkan, dapat diketahui bahwa sampel 1 yang dianalisis mengandung
kurkumin ditandai dengan perbandingan nilai Rf larutan baku kurkumin dengan
nilai Rf bercak A adalah sama. Selain itu, persamaan nilai Rf ini menandakan
bahwa senyawa yang terdapat pada Sampel 1 memiliki karakteristik yang mirip
dengan larutan baku. Sementara sampel 2 didapatkan 3 bercak juga yaitu C, D,
dan E (seperti terlihat pada data pengamatan) dengan tinggi bercak secara
berturut-turut adalah 7,7 cm, 8 cm, dan 9 cm. Serta diperoleh nilai Rf berturut-
turut adalah 0,73; 0,76; dan 0,85. Jika dilihat dari posisi bercak dan nilai Rf yang
dihasilkan, dapat diketahui bahwa sampel 2 yang dianalisis mengandung
kurkumin ditandai dengan perbandingan nilai Rf larutan baku kurkumin dengan
nilai Rf bercak C adalah sama. Selain itu, persamaan nilai Rf ini menandakan
bahwa senyawa yang terdapat pada Sampel 2 memiliki karakteristik yang mirip
dengan larutan baku kurkumin.

VIII. KESIMPULAN (Ditia Ayu Ardini 211FF04015)


1. Diketahui bahwa sampel 1 yang dianalisis mengandung kurkumin ditandai
dengan perbandingan nilai Rf larutan baku kurkumin dengan nilai Rf bercak
A adalah sama. Persamaan nilai Rf ini menandakan bahwa senyawa yang
terdapat pada Sampel 1 memiliki karakteristik yang mirip dengan larutan
baku.
2. Diketahui bahwa sampel 2 yang dianalisis mengandung kurkumin ditandai
dengan perbandingan nilai Rf larutan baku kurkumin dengan nilai Rf bercak
C adalah sama. Persamaan nilai Rf ini menandakan bahwa senyawa yang
terdapat pada Sampel 2 memiliki karakteristik yang mirip dengan larutan
baku kurkumin.
IX. DAFTAR PUSTAKA (Ditia Ayu Ardini 211FF04015)
Anonim, 2008. Penetapan Kadar Kurkuminoid Dalam serbuk Kunyit Dengan
Tekhnik HPTLC. Current Science.

Batubara, I., Rafi, M., Darusman, L. K., 2005. Estimasi Kandungan


Kurkumin pada Sediaan Herbal Komersial Secara Spektofotometri
Derivat. Jurnal Sains Kimia
Fried, B., Sherma, J., 1994. Thin-Layer Chromatography: Techniques and
Applications. New York: M. Dekker.

Stahl., 1985. Drugs Analysis by Chromatography and Microscopy.


diterjemahkan oleh Kosasih Padmawinata. Bandung: Institut Teknologi
Bandung.

Wulandari, Lestyo. 2011. Kromatografi Lapis Tipis. Fakultas Farmasi


Universitas Jember : PT. Taman Kampus Presindo.

Anda mungkin juga menyukai