Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN RESMI

PRAKTIKUM FITOKIMIA

PERCOBAAN II

KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS

Kelas: B
Kelompok: 5
Anggota:
Febi Mulyaseva (2014210088)
Rahmi Three Wahyuni (2014210176)
Rika Nopita (2014210182)
Rossi Andriyanti (2014210191)
Sandra Yuniar (2014210197)
Sindu Hayu (2014210208)
Suci Melita (2014210215)

FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS PANCASILA
JAKARTA
2016
I. Judul Percobaan
Kromatografi Lapis Tipis Senyawa Kurkumin pada Curcumae Xanthorrhizae
Rhizoma

II. Tujuan Percobaan


1. Memahami fungsi penggunaan KLT (Kromatografi Lapis Tipis) dalam bidang
fitokimia
2. Mampu mengaplikasikan acara analisis kandungan kimia dari simplisia
Curcumae Xanthorrhizae Rhizoma menggunakan metode KLT (Kromatografi
Lapis Tipis)

III. Teori Dasar


Teknik Kromatografi Lapis Tipis ( KLT ) merupakan metode yang paling cocok
untuk analisis obat di laboratorium farmasi, metode ini hanya memerlukan investasi yang
kecil untuk perlengkapan, menggunakan waktu yang singkat untuk menyelesaikan
analisis ( 15-60 menit ) dan memerlukan jumlah cuplikan yang sangat sedikit ( kira-kira
0,1 g ).
Fenomena yang terjadi pada KLT adalah berdasarkan apada prinsip adsorpsi. Setelah
sampel ditotolkan diatas fase diam, senyawa-senyawa dalam sampel akan terelusi dengan
kecepatan yang sangat bergantung pada sifat senyawa tersebut (kemampuan terikat pada
fase diam dan kemampuan larut dalam fase gerak)
Fasa diam ( lapisan penyerap ) lapisan dibuat dari salah satu penyerap yang khusus
digunakan untuk KLT. Fasa ini memiliki kekuatan elektrostatis yang menarik senyawa
diatasnya. Panjang lapisan tersebut adalah 20 cm dengan lebar 20 cm atau 10 cm. Untuk
analisis tebalnya 0,1 – 0.3 mm, biasanya 0,2 mm. Sebelum digunakan lapisan disimpan
salam lingkungan yang tidak lembab dan bebas dari uap laboratorium. Penyerap yang
umumnya digunakan ialah silica gel ( umum digunakan khususnya untuk senyawa
semipolar ), aluminium oksida, kiesel gur (senyawa polar ) , selulosa (senyawa polar )
dan turunannya, poliamida, dan lain-lain.
Fasa gerak ( larutan pengembang / larutan eluasi ) . Fase gerak adalah media angkut
dan terdiri dari satu atau beberapa pelarut, larutan pengembang / eluasi tersebut bergerak
di dalam fase diam, yaitu suatu lapisan berpori, karena adanya gaya kapiler. Fase gerak
memiliki kemampuan melarutkan senyawa. Angka banding campuran sederhana atau
multikomponen pelarut dinyatakan dalam bagian volume sedemikian rupa sehingga
volume total 100.

Deteksi senyawa yang dipisah. Terdapat berbagai kemungkinan untuk deteksi


senyawa pada kromatogaram. Deteksi paling sederhana jika senyawa menunjukkan
penyerapan di daerah UV gelombang pendek (radiasi utama kira-kira 254 nm) atau jika
senyawa itu dapat dieksitasi ke fluoresensi radiasi UV gelombang pendek dan atau
gelombang panjang (365 nm).

Deteksi Dengan Pereaksi Semprot. Untuk penentuan posisi senyawa yang tidak
berwarna pada suatu kromatogram ditambahkan pereaksi yang dapat mengubah senyawa
tersebut menjadi senyawa yang berwarna atau turunan yang memberikan fluoresensi.
Penting diingat bahwa pereaksi warna harus mencapai pelat KLT dalam bentuk tetesan
yang sangat halus sebagai aerosol, dan bukan sebagai semprotan kasar. Jenis
penyemprotan tiga bagian yang mudah digunakan lebih menguntungkan dan lebih
murah, karena itu disarankan untuk digunakan. Sebuah tabung reaksi dapat digunakan
sebagai pengganti wadah pereaksi kaca, tabung ini berisi 1 mL pereaksi yang dapat
digunakan untuk menyemprot langsung dengan cara mencelupkan pipa dan menekan
tombol.

Pada KLT, secara umum senyawa-senyawa yang memiliki kepolaran rendah akan
terelusi lebih cepat daripada senyawa-senyawa polar karena senyawa polar terikat lebih
kuat pada bahan silika. Karena prosesnya yang mudah dan cepat, KLT banyak digunakan
untuk melihat kemurnian suatu senyawa organik. Jika analisis dilakukan dengan dengan
mengubah pelarut minimal 3 macam dan hasil elusi tetap menampakan 1 noda maka
dapat dikatakan bahwa sampel yang ditotolkan adalah murni. Beberapa kelengkapan
KLT adalah:
 Bejana kromatografi yang terbuat dari kaca dengan bentuk yang bervariasi dan harus
dilengkapi dengan penutup yang rapat
 Fasa diam berupa selapis tipis silika gel atau adsorben lain (alumin, selulosa,
kieselguhr)
 Sampel sebanyak 1µL dari larutan encer yang ditotolkan pada suatu titik diatas fasa
diam menggunakan pipa kapiler
 Solven/pelarut/eluen murni atau campuran yang akan mengelusi senyawa sampel
sepanjang fasa diam. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam memilih eluen
1. Eluen yang terlalu polar akan mengelusi semua senyawa dalam sampel
2. Kepolaran senyawa-senyawa dalam sampel berbengaruh terhadap pemilihan eluen
 Penampakan noda. Dari beberapa metode salah satunya adalah
1. Sinar UV: beberapa senyawa akan nampak sebagai noda yang berpendar. Cara ini
berguna untuk senyawa-senyawa yang memiliki ikatan rangkap terkonjugasi atau
aromatis
2. Fluorosensi: Jika indikator fluorosensi sudah terdapat dalam pelat lapis tipis yang
digunakan maka pelat tersebuat akan berfluorosensi jika diletakan dibawah lampu UV
dan senyawa-senyawa akan muncul sebagai noda gelap.

Beberapa Pereaksi Semprot untuk Penampakan Noda

1. Anhidrida asam asetat - asam sulfat pekat (pereaksi Liebermann-Buchard) untuk


steroid dan triterpenoid. Adanya triterpenoid ditandai dengan munculnya warna merah
sedangkan biru untuk steroid
2. Anisaldehid - asam sulfat untuk gula, steroid dan triterpenoid. Noda muncul dengan
intensitas warna yang maksimum.
3. Alumunium Klorida untuk flavonoid. Setelah disemprot noda berfluorosensi
kekuningan dianalisis menggunakan sinar UV
4. Pereaksi Dragendorff (Menurut Munier) untuk alkaloid (uji positif ditandai dengan
munculnya warna coklat kemerahan) dan senyawa lain mengandung nitrogen
5. Magnesium asetat untuk antrakuinon. Setelah disemprot akan berwarna orange-ungu
setelah dipanaskan 5 menit
6. Potasium hidroksida metanolik untuk kumarin dan antrakuinon. Setelah disemprot
pelat ditunggu hingga kering dianalisa dengan sinar UV
7. Asam borat – methanol untuk memeriksa kumarin.

Bila dibandigkan dengan KKt, kelebihan khas KLT ialah keserbagunaan, kecepatan,
dan kepekaanya. Keserbagunaan KLT disebabkan oleh kenyataan bahwa disamping
selulosa, sejumlah penjerap yang berbeda-beda dapat disaputkan pada pelat kaca atau
penyangga lain dan digunakan untuk kromatografi. Kecepatan KLT yang lebih besar
disebabkan oleh sifat penjerap yang lebih padat bila disaputkan pada pelat dan
merupakan keuntungan bila menelaah senyawa labil. Kepekaan KLT dapat memisahkan
bahan yang jumlahnya lebih sedikit dari ukuran µg. Sedangkan satu kekurangan KLT
ialahkerja penyaputan pelat kaca dengan penjerap. Kerja ini kemudian agak diringankan
dengan adanya penyaputan otomatis.
Angka RF dan KLT. Untuk identifikasi ditentukan harga Rf yaitu pembanding jarak
rambat zat tersebut terhadap jarak garis depan yang dicapai pelarut, kadang-kadang
ditentukan harga Rf, yaitu perbandingan jarak rambat zat terhadap jarak rambat senyawa
baku.

Rf = Jarak titik pusat bercak dari titik awal


Jarak garis depan dari titik awal

hRf = 100 x Rf

Curcumae Xanthorrhizae Rhizoma

Temulawak dilaporkan memiliki berbagai aktivitas biologis seperti antitumor, anti


inflamasi, antioksidan, hepatoprotektif, dan antibakteri. Aktivitas tersebut disebabkan
komponen aktif temulawak yang berupa kurkuminoid dan xantorhizol. Kurkuminoid
dalam temulawak terdiri dari kurkumin dan demetoksikurkumin. Disamping kedua zat
aktif tersebut, rimpang temulawak juga mengandung minyak atsiri, pati, protein, lemak,
selulosa dan mineral. Nilai Rf Komponen kurkuminoid dan warna senyawa hasil KLT
adalah Kurkumin 0,3 dengan warna kuning pekat dan Demetoksikurkumin 0,15 dengan
warna Kuning.

IV. Alat dan Bahan


a. Alat
1. Oven
2. Erlenmeyer
3. Pelat KLT
4. Tabung reaksi
5. Pipa kapiler
6. Chamber
7. Lampu UV(254,366)
8. Vial

b. Bahan
1. Lempeng Silika Gel GF254
2. Aquadest
3. n-heksana
4. Etil asetat
5. Anilsaldehid
6. Asam sulfat
7. Serbuk simplisia Curcumae Xanthorrhizae Rhizoma
8. Kloroform

V. Cara Kerja
a. Lempeng KLT
1. Disiapkan lapisan fase diam silika gel GF254
2. Pelat KLT siap dipakai dengan fase diam silika gel GF254
b. Pengembang (Fase Gerak)
1. Disiapkan larutan pengembang n-heksana, kloroform, etanol dengan
perbadingan
berturut-turut 45:45:10
c. Deteksi
1. Silika gel GF254 disemprotkan pereaksi dengan asam borat dan metanol
2. Diperiksa dibawa sinar biasa dan sinar UV
d. Larutan Cuplikan
a) Membuat ekstrak dari serbuk Curcumae Xanthorrhizae Rhizoma
1. Dimasukan 0,1 gram serbuk simplisia kedalam tabung reaksi
2. Ditambahkan 1 ml etanol 96% dan dikocok agak kuat selama 5-10
menit, didiamkansebentar.
3. Kemudian filtrat ditotolkan dengan pipa kapiler 5 µL( Pada titik A)
4. Dikeringkan dengan mengipas secara perlahan
b) Larutan Pembanding
1. Senyawa kurkumin sebanyak 10 mg dilarutkan dalam 1 ml etanol 96%.
2. Kemudian ditotolkan sebanyak 1 µL (pada titik B), lalu dikeringkan
dengan mengipas secara perlahan.
VI. Hasil Pengamatan & Pembahasan

Sebelum penyemprotan

Sinar biasa Sinar UV 254 nm

Sinar UV 366 nm
Sesudah penyemprotan

Sinar biasa Sinar UV 254 nm

Sinar UV 366 nm

Keterangan:

 Tidak terlihat adanya bercak pada totolan sampel maupun baku pembanding di
bawah sinar UV 254 dan sinar UV 366 pada sebelum dan sesudah penyemprotan
pereaksi
 Dibawah sinar biasa terdapat sedikit perbedaan setelah disemprotkan pereaksi
yaitu terdapat warna tambahan berupa warnya oranye pada baku pembanding
Pembahasan

1. Digunakan fase diam berupa silica gel 60 GF254 karena silica gel 60 GF254
digunakan untuk pemeriksaan umum atau yang bersifat semipolar. Penyerap ini akan
berflouresensi pada panjang gelombang 254 nm.
2. Penotolan pada silica gel 60 GF254 harus hati-hati dan perlahan, karena dapat
merusak lapisan silica gelnya. Penotolan diusahakan jangan terlalu lebar atau terlalu
besar, karena akan berpengaruh pada saat di eluasi.
3. Penyemprotan dan pemanasan terhadap lempeng KLT dilakukan karena pembentukan
warna yang optimum seringkali memerlukan peningkatan suhu dan waktu tertentu.
4. Pereaksi semprot yang digunakan adalah asam borat – methanol. Pereaksi ini
digunakan untuk memeriksa kurkumin. Kemudian diamati di bawah sinar biasa dan
sinar UV 365. Setelah disemprot pereaksi terdapat warna tambahan berupa warna
oranye pada baku pembanding. Namun tidak terdapat perbedaan di bawah sinar UV
254 dan sinar UV 366. Sehingga tidak dapat menghitung Rf maupun hRfnya.
5. Kegagalan pada praktikum kali ini dapat dikarenakan oleh
a. Kurang tepatnya komposisi fase gerak atau larutan pengembang yang digunakan
pada percobaan
b. Kesalahan pada saat membuat larutan cuplikan baik ekstrak maupun larutan
pembanding

VII. Kesimpulan
Simplisia Curcumae Xanthorrhizae Rhizoma mengandung kurkumin namun tidak
dapat dibuktikan dengan KLT pada praktikum kali ini. Hasil KLT tidak
memperihatkan adanya bercak pada plat tempat eluasi.

VIII. Daftar Pustaka


Harborne, J.B. 1983. Metode Fitokimia: Penuntun cara modern menganalisi
tumbuhan. Bandung: Penerbit ITB Bandung
Dalimartha, S. 2000. Atlas Tumbuhan Obat Indonesia Jilid II. Cetakan Pertama.
Jakarta: Trubus Agriwidya.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2008. Farmakope Herbal Indonesi Edisi
I. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia
Kristanti, N.A., Aminah, N.S., Tanjung, M., Kurniadi, B. 2008. Buku Ajar Fitokimia.
Surabaya: Airlangga University Press
Sitrait, Midian. 2007. Penuntun Fitokimi dalam Farmasi. Bandung: Penerbit ITB
Bandung

Anda mungkin juga menyukai