Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PRAKTIKUM FITOKIMIA PERTEMUAN V:

SKRINING FITOKIMIA DENGAN KROMATOGRAFI LAPIS


TIPIS (KLT)

OLEH: KELOMPOK 1
1. NI KADEK NANA ARYANI (2209484010130)
2. NI KADEK OKA WAHYUNI (2209484010131)
3. NI KADEK SURYANI (2209484010132)
4. NI KETUT AYU RIAWATI (2209484010133)
5. NI KETUT WIRIANI ( 2209484010134)
6. NI KOMANG HERNAYANTI (2209484010135)
7. I WAYAN WIDASTRA (2209484010136)
8. I WY KAMA SUWARDIKA (2209484010137)
9. IDA BAGUS PUTU WINATA (2209484010138)
10.NI KOMANG SRI PUSPITA (2209484010139)
11.NI KOMANG YUNIARI (2209484010140)

PROGRAM STUDI DIPLOMA TIGA FARMASI


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS MAHASARASWATI DENPASAR
2023
SKRINING FITOKIMIA DENGAN KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS
(KLT)
I. Tujuan Praktikum
Memahami metode dan mampu melakukan analisis golongan senyawa kimia
dalam tumbuhan secara Kromatografi Lapis Tipis (KLT).
II. Teori Dasar
Kromatografi adalah suatu nama yang diberikan untuk teknik pemisahan tertentu.
Pada dasarnya semua cara kromatografi menggunakan dua fase yaitu fase diam
(stationary) dan fase gerak (mobile), pemisahan tergantung pada gerakan relatif dari dua
fase tersebut. Cara-cara kromatografi dapat digolongkan sesuai dengan sifat-sifat dari fase
tetap, yang dapat berupa zat padat atau zat cair. Jika fase tetap berupa zat padat maka cara
tersebut dikenal sebagai kromatografi serapan, jika zat cair dikenal sebagai kromatografi
partisi. Terdapat empat macam sistem kromatografi yaitu kromatografi serapan yang
terdiri dari kromatografi lapis tipis dan kromatografi penukar ion, kromatografi padat,
kromatografi partisi dan kromatografi gas-cair serta kromatografi kolom kapiler.
Kromatografi digunakan untuk memisahkan substansi campuran menjadi komponen-
komponennya. Seluruh bentuk kromatografi berkerja berdasarkan prinsip ini. Semua
kromatografi memiliki fase diam (dapat berupa padatan, atau kombinasi cairan-padatan)
dan fase gerak (berupa cairan atau gas). Fase gerak mengalir melalui fase diam dan
membawa komponen-komponen yang terdapat dalam campuran. Komponen-komponen
yang berbeda bergerak pada laju yang berbeda. Kromatografi secara garis besar dapat
dibedakan menjadi kromatografi kolom dan kromatografi planar. Kromatografi kolom
terdiri atas kromatografi gas dan kromatografi cair, sedangkan kromatografi planar terdiri
atas kromatografi lapis tipis dan kromatografi kertas.
Kromatografi lapis tipis adalah suatu metode pemisahan yang menggunakan plat
atau lempeng kaca yang sudah dilapiskan adsorben yang bertindak sebagai fase diam. Fase
bergerak ke atas sepanjang fase diam dan terbentuklah kromatogram. Metode ini
sederhana, cepat dalam pemisahan dan sensitif. Kromatografi lapis tipis adalah metode
pemisahan fitokimia. Lapisan yang memisahkan terdiri atas bahan berbutir-butir (fase
diam), ditempatkan pada penyangga berupa pelat gelas, logam atau lapisan yang cocok.
Campuran yang akan dipisah berupa larutan, ditotolkan berupa bercak atau pita (awal),
kemudian pelat dimasukkan di dalam bejana tertutup rapat yang berisi larutan pengembang
yang cocok (fase gerak). Pemisahan terjadi selama perambatan kapiler (pengembangan)
dan selanjutnya senyawa yang tidak berwarna harus ditampakkan.
Pada prinsipnya KLT dilakukan berdasarkan pada penggunaan fasa diam untuk
menghasilkan pemisahan yang lebih baik. Fase diam yang biasa digunakan dalam KLT
adalah serbuk silika gel, alumina, tanah diatomedan selulosa. Adapun cara kerja dari KLT
yakni larutan cuplikan sekitar 1% diteteskan dengan pipet mikro pada jarak 1-2 cm dari
batas plat. Setelah eluen atau pelarut dari noda cuplikan menguap, plat siap untuk
dikembangkan dengan fase gerak (eluen) yang sesuai hingga jarak eluen dari batas plat
mencapai 10-15 cm. Mengeringkan sisa eluen dalam plat dengan didiamkan pada suhu
kamar. Noda pada plat dapat diamati langsung dengan menggunakan lampu UV atau
dengan menggunakan pereaksi semprot penampak warna. Setelah noda dikembangkan dan
divisualisasikan, identitas noda dinyatakan dengan harga Rf (retardation factor). Tujuan
mendapatkan identitas noda dengan harga Rf untuk mencari pelarut untuk kromatografi
kolom, analisis fraksi yang diperoleh dari kromatografi kolom, menyigi arah atau
perkembangan reaksi seperti hidrolisis atau metilasi, identifikasi flavonoid secara
kromatografi kolom dan isolasi flavonoid murni skala kecil.
Fase diam pada KLT mempunyai beberapa penyerap yang digunakan, diantaranya
yaitu:
a. Silika gel
Silika gel merupakan penyerap yang paling banyak dipakai dan bersifat agak sedikit asam,
maka asam agak sedikit mudah dipisahkan dengan meminimalkan reaksi asam-basa antara
penyerap dan senyawa yang dipisahkan.
b. Alumina
Aluminia bersifat sedikit basa dan sering digunakan untuk memisahkan basa dengan
meminimumkan reaksi asam-basa.
c. Selulosa
Selulosa merupakan bahan penyangga lapisan zat cair yang dipakai dalam kromatografi
cair-cair (KCC), digunakan untuk memisahkan senyawa polar seperti asam amino,
karbohidrat, nukleotida dan berbagai senyawa hidrofil lainnya. Untuk pendeteksian
senyawa yang dipisahkan dapat digunakan berbagai macam cara. Deteksi yang paling
sederhana adalah jika senyawa menunjukkan penyerapan di daerah UV gelombang pendek
(254 nm) atau jika senyawa dapat dieksitasi ke flouresensi radial UV gelombang panjang
(365 nm). Jika senyawa tidak dapat menyerap sinar UV maka pendeteksian dapat
dilakukan dengan menggunakan reaksi kimia baik dengan pemanasan atau tanpa
pemanasan (Akhsanita, 2012). Keuntungan kromatografi lapis tipis adalah dapat
memisahkan senyawa yang sangat berbeda seperti senyawa organik alam dan senyawa
organik sintesis, kompleks organik dan anorganik serta ion anorganik dalam waktu singkat
menggunakan alat yang tidak terlalu mahal. Metode ini kepekaannya cukup tinggi dengan
jumlah cuplikan beberapa mikrogram. Kelebihan metode ini jika dibandingkan dengan
kromatografi kertas adalah dapat digunakan pereaksi asam sulfat pekat yang bersifat
korosif, kelemahannya adalah harga RF yang tidak tetap.
III. Prosedur
3.1 Bahan
Adapun bahan yang digunakan dalam praktikum kali ini adalah: Etanol 80%,
aquades, serbuk simplisia (buah lada hitam, daun teh, rimpang kunyit, rosella merah).
3.2 Alat
Adapun alat yang digunakan dalam praktikum kali ini adalah: Timbangan,
erlenmeyer, batang pengaduk, kertas saring, aluminium foil, cawan penguap, kertas saring,
rotary evaporator, oven, plat KLT silika gel 60 F254, pipa kapiler, lampu UV, kertas
whatman no. 1
3.3 Prosedur
A. Pembuatan Ekstrak
1. Sebanyak 5 gram serbuk simplisia dimasukkan ke dalam erlenmeyer, ditambah 25
ml etanol 80%, kemudian ditempatkan pada alat ultrasonik.
2. Setiap 3 menit ekstrak diaduk, kemudian diultrasonik kembali, diulangi sebanyak
tiga kali dan disaring untuk mendapat filtratnya.
3. Proses maserasi diulangi tiga kali. Kemudian ekstrak dari ketiga proses maserasi
dicampur.
4. Setelah proses maserasi, selanjutnya ekstrak dipekatkan dengan menggunakan rotari
evaporator, sehingga didapatkan ekstrak kental.
5. Ekstrak kental tersebut diuapkan dalam oven dengan suhu 40˚C sampai diperoleh
ekstrak kering
B. Identifikasi Senyawa Golongan Alkaloid secara KLT
1. Sejumlah kecil ekstrak dimasukkan ke dalam cawan penguap, ditambahkan HCL 2N
sebanyak 5 ml kemudian dipanaskan di atas penangas air sambil sesekali diaduk
selama kurang lebih 5 menit.
2. Setelah dingin disaring, filtrat ditambah tetes demi tetes NH4OH sampai menjadi
basa (pH 9-10). Kemudian larutan diekstraksi (3x) menggunakan kloroform dengan
volume yang sama. Fase kloroform dikumpulkan, kemudian diuapkan. Residu
ditambah beberapa tetes metanol, kemudian ditotolkan pada pelat KLT. Uji
kromatografi lapis tipis ini menggunakan:
Fase diam: Silika gel 60 F254
Fase gerak: kloroform-metanol (9:1)
Penampak noda: Pereaksi Dragendorf Adanya senyawa golongan alkaloid
ditunjukkan dengan timbulnya noda berwarna jingga. Tentukan nilai Rf.
C. Identifikasi Senyawa Golongan Flavonoid secara KLT
Ekstrak dilarutkan dalam metanol kemudian ditotolkan pada pelat KLT. Uji
kromatografi lapis tipis ini menggunakan:
Fase diam: Silika gel 60 F254
Fase gerak: butanol – asam asetat glasial – air (4:1:5), gunakan lapisan atas
Penampak noda: Larutan H2SO4 10% Adanya senyawa golongan flavonoid
ditunjukkan dengan timbulnya noda berwarna kuning. Tentukan nilai Rf.
D. Identifikasi Senyawa Golongan Triterpenoid/Steroid secara KLT
Ekstrak dilarutkan dalam metanol kemudian ditotolkan pada pelat KLT. Uji
kromatografi lapis tipis ini menggunakan:
Fase diam: Silika gel 60 F254
Fase gerak: kloroform – metanol (9:1)
Penampak noda: Pereaksi Liebermann Burchard Adanya senyawa golongan
triterpenoid/steroid ditunjukkan dengan timbulnya noda berwarna ungu/merah ungu
(triterpenoid) dan hijau biru (steroid). Tentukan nilai Rf.
E. Identifikasi Senyawa Golongan Tanin secara KLT
Ekstrak dilarutkan dalam metanol kemudian ditotolkan pada pelat KLT. Uji
kromatografi lapis tipis ini menggunakan:
Fase diam: Silika gel 60 F254
Fase gerak: kloroform – metanol (7: 3)
Penampak noda: pereaksi FeCl3
F. Identifikasi Senyawa golongan Antrakuinon secara KLT
Ekstrak dilarutkan dalam metanol kemudian ditotolkan pada fase diam. Uji
kromatografi lapis tipis ini menggunakan:
Fase diam: Silika gel 60 F254
Fase gerak: n-heksan – etil asetat (3:7)
Penampak noda: Larutan KOH 10% dalam metanol Adanya senyawa golongan
antrakuinon ditunjukkan dengan timbulnya noda berwarna kuning, kuning coklat,
merah ungu atau hijau ungu. Tentukan nilai Rf.
IV. Hasil Pengamatan
Kromatogram:
Alkaloid Jarak bercak dari penotolan: 3 cm
3𝑐𝑚
Rf: 6,5𝑐𝑚 = 0,462

Penampakan noda: Pereaksi Dragendorf


Timbul bercak warna orange jingga menandakan adanya senyawa
alkaloid
Flavonoid Jarak bercak dari penotolan: 3,8 cm
3,8𝑐𝑚
Rf: 6,5𝑐𝑚 = 0,584

Penampakan noda: Larutan H2SO4 10%


Timbul bercak warna kekuningan menandakan adanya senyawa
flavonoid
Terpenoid Jarak bercak dari penotolan: 3,2 cm
3,2𝑐𝑚 6 𝑐𝑚
Rf1: 6,5𝑐𝑚 = 0,492 RF2: 6,5𝑐𝑚 = 0,92

Penampakan noda: Pereaksi Liebermann Burchard


Tidak timbul bercak warna menandakan tidak adanya senyawa
terpenoid
Tanin Jarak bercak dari penotolan: 6 cm
6 𝑐𝑚
Rf: 6,5𝑐𝑚 = 0,923

Penampakan noda: Pereaksi FeCl3


Timbul bercak warna coklat menandakan adanya senyawa tanin
terkondensasi
Antrakuinon Jarak bercak dari penotolan: 2,8 cm
2,8 𝑐𝑚 5,6 𝑐𝑚
Rf1: = 0,430 Rf2: = 0,861
6,5𝑐𝑚 6,5𝑐𝑚

Penampakan noda: Larutan KOH 10% dalam metanol


Timbul bercak warna coklat kekuningan menandakan adanya
senyawa antrakuinon
IV. Pembahasan
Pada praktikum kali ini dilakukan percobaan skrining fitokimia dengan
menggunakan kromatografi lapis tipis yang bertujuan untuk memahami metode dan
mampu melakukan analisis golongan senyawa kimia dalam tumbuhan secara kromatografi
lapis tipis (KLT). Skrining Fitokimia merupakan salah satu upaya yang dapat dilakukan
untuk mengetahui kandungan fitokimia atau bahan aktif yang merupakan metabolit
sekunder pada tumbuhan. Bahan aktif ini dapat berfungsi sebagai pertahanan diri tumbuhan
terhadap lingkungan, penyakit dan serangan pemangsa. Beberapa metabolit sekunder
diproduksi pada tahap dan jalur metabolisme yang berbeda. Sebelum dilakukan skrining
fitokimia dilakukan ekstraksi terlebih dahulu.
Kromatografi lapis tipis merupakan salah satu metode analisis kualitatif yang dapat
digunakan untuk mengidentifikasi komponen kimia atau memisahkan suatu campuran
senyawa secara sederhana dan juga cepat. Prinsip dari kromatografi lapis tipis yaitu
absorpsi dan partisi. Dimana absorpsi yaitu terjadinya penyerapan pada lempeng KLT
sedangkan partisi yaitu penyebaran atau kemampuan eluen dalam menyebar. Pemisahan
dengan metode kromatografi lapis tipis dapat dipengaruhi oleh fase gerak dan juga fase
diam. Dimana fase geraknya yaitu eluen dan fase diamnya yaitu lempeng kromatografi
lapis tipis atau silika gel. Silika gel merupakan penyerap yang paling banyak dipakai pada
kromatografi lapis tipis. Adapun lempeng yang digunakan yaitu lempeng KLT F254.
Kromatografi lapis tipis merupakan kromatografi absorbsi dan absorben bertindak sebagai
fase stasioner. Adapun kelebihan metode kromatogrfi lapis tipis dibandingkan dengan
metode kromatografi lainnya yaitu kromatografi lapis tipis lebih tinggi kepekaannya, dapat
menghasilkan pemisahan yang sempurna, dapat dilaksanakan dengan cepat dan tidak
membutuhkan waktu yang lama.
1. Skrining Fitokimia Alkaloid
Adapun pada skrining fitokimia senyawa alkaloid adalah dengan cara sejumlah kecil
ekstrak dimasukkan ke dalam cawan penguap, ditambahkan HCL 2N sebanyak 5 ml
kemudian dipanaskan di atas penangas air sambil sesekali diaduk selama kurang lebih 5
menit. Setelah dingin disaring, filtrat ditambah tetes demi tetes NH4OH sampai menjadi
basa (pH 9-10). Kemudian larutan diekstraksi (3x) menggunakan kloroform dengan volume
yang sama. Fase kloroform dikumpulkan, kemudian diuapkan. Residu ditambah beberapa
tetes metanol, kemudian ditotolkan pada pelat KLT. Langkah selanjutnya adalah
menyemprot lempeng dengan menggunakan pereaksi spesifik dragendorf. Adapun hasil
yang diperoleh adalah positif, ditandai dengan warna lempeng yang diamati dengan sinar
tampak berwarna orange jingga. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Devi
amaliah (2018) bahwa pada pengujian skrining fitokimia ekstrak temu ireng, diketahui
bahwa ekstrak temu ireng positif mengandung alkaloid setelah plat KLT disemprot dengan
pereaksi dragendorf. Adapun nilai Rf yang diperoleh adalah sebesar 0,462.
Retention/retardation factor (Rf) adalah sebuah nilai atau ukuran yang mana didapat
berdasarkan posisi noda setiap zat terlarut pada plat kromatografi lapis tipis. Adapun nilai
Rf yang diperoleh pada skrining fitokimia senyawa alkaloid telah memenuhi syarat, yaitu
berada pada rentang 0,2-0,8 (Ferdinand, 2022).
2. Skrining Fitokimia Flavonoid
Pada skrining fitokimia senyawa Flavonoid, ekstrak dilarutkan dalam metanol
kemudian ditotolkan pada plat KLT. Proses identifikasi dengan menggunakan KLT
bertujuan untuk melihat pemisahan sampel berupa pola kromatogram yang khas pada
ekstrak berdasarkan perbedaan kepolaran antara sampel dengan pelarut (eluen), serta
memberikan gambaran awal komposisi kandungan kimia berdasarkan pola kromatogram.
Adapun pada pengujian skrining fitokimia kali ini, ekstrak temu ireng diketahui positif
mengandung senyawa flavonoid yang ditandai dengan munculnya bercak kekuningan. Hal
ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh oleh Devi amaliah (2018) bahwa pada
pengujian skrining fitokimia ekstrak temu ireng, diketahui bahwa ekstrak temu ireng positif
mengandung flavonoid setelah plat KLT disemprot dengan larutan H2SO4 10%. Adapun
nilai Rf yang diperoleh pada pengujian fitokimia flavonoid adalah sebesar 0,584, yang
dimana telah memenuhi syarat karena berada pada rentang 0,2-0,8 (Ferdinand, 2022).
3. Skrining Fitokimia Terpenoid
Pada skrining fitokimia senyawa Terpenoid, ekstrak dilarutkan dalam metanol
kemudian ditotolkan pada pelat KLT. Adapun hasil yang didapatkan pada penotolan ekstrak
pada plat KLT menunjukkan tidak adanya senyawa terpenoid/ steroid pada pola
kromatogram. Hal ini karena tidak ditemukkannya bercak warna biru violet ketika
disemprotkan dengan Liebermann Bunchard. Sedangkan pada penelitian yang dilakukan
oleh Devi amaliah (2018) bahwa pada pengujian skrining fitokimia ekstrak temu ireng,
diketahui bahwa ekstrak temu ireng positif mengandung senyawa Terpenoid yang ditandai
dengan adanya bercak warna biru violet ketika disemprotkan dengan Liebermann Bunchard.
Adapun nilai Rf yang diperoleh pada pengujian fitokimia Terpenoid adalah (Rf1: 0,492 dan
Rf 2: 0,92) di mana Rf rata-rata sebesar 0,706 yang artinya masih memenuhi syarat karena
berada pada rentang 0,2-0,8 (Ferdinand, 2022).
4. Skrining Fitokimia Senyawa Tanin
Pada skrining fitokimia senyawa Tanin, ekstrak dilarutkan dalam metanol kemudian
ditotolkan pada plat KLT. Adapun hasil yang didapatkan pada penotolan ekstrak pada plat
KLT menunjukkan esktrak temu ireng positif mengandung tanin, yang ditandai dengan
timbulnya bercak coklat kehijauan. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan
oleh (Pratiwi, 2014) bahwa ekstrak yang positif mengandung tanin, jika berwarna hijau biru
(hijau-hitam) berarti positif adanya tanin katekol sedangkan jika berwarna biru hitam berarti
positif adanya tanin pirogalol. Adapun nilai Rf yang diperoleh adalah sebesar 0,923. Hal ini
menunjukkan bahwa nilai Rf tanin tidak memenuhi syarat karena tidak berada pada rentang
0,2-0,8 (Ferdinand, 2022).
5. Skrining Fitokimia Antrakuinon
Pada skrining fitokimia senyawa Antrakuinon, ekstrak dilarutkan dalam metanol
kemudian ditotolkan pada plat KLT. Adapun hasil yang didapatkan pada penotolan ekstrak
pada plat KLT menunjukkan esktrak temu ireng positif mengandung Antrakuinon yang
ditandai dengan timbulnya bercak kuning kecoklatan. Hal ini sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Lia Marliani et al., (2021), bahwa senyawa kuinon hanya terkandung pada
ekstrak temu hitam. Adapun nilai Rf yang diperoleh adalah sebesar 0,430 dan 0,861. Dimana
artinya masih memenuhi syarat karena berada pada rentang 0,2-0,8 (Ferdinand, 2022).
V. Kesimpulan
Berdasarkan praktikum kali ini dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Skrining fitokimia merupakan langkah awal yang dapat membantu untuk
memberikan gambaran tentang golongan senyawa yang terkandung dalam tanaman
yang sedang diteliti.
2. Kromatografi lapis tipis merupakan salah satu metode analisis kualitatif yang dapat
digunakan untuk mengidentifikasi komponen kimia atau memisahkan suatu
campuran senyawa secara sederhana dan juga cepat.
3. Berdasarkan skrining fitokimia dengan menggunakan Kromatografi Lapis Tipis
(KLT) ditemukan hasil bahwa esktrak temu ireng positif mengandung senyawa
alkaloid, flavonoid, tanin dan antrakuinon. Sedangkan senyawa terpenoid tidak
ditemukan pada skrining fitokimia ekstrak temu ireng dengan menggunaan KLT.
4. Retention/retardation factor (Rf) adalah sebuah nilai atau ukuran yang mana
didapat berdasarkan posisi noda setiap zat terlarut pada plat kromatografi lapis
tipis. Adapun nilai Rf yang baik adalah berada pada rentang 0,2-0,8.
VI. Daftar Pustaka
Ade Ferdinan, Fitri Sri Rizki, Erwan Kurnianto, Kurniawan. 2022. Fraksinasi dan
Identifikasi Senyawa Tanin dari Ekstrak Pandan Hutan (Freycinetia sessiliflora
Rizki), Jurnal Borneo. http://www.journalborneo.com/
Akhsanita, M. 2012. Uji Sitotoksik Ekstrak, fraksi, dan sub-fraksi daun jati dengan metode
brine shrimp lethality bioassay. Padang: Fakultas Farmasi Univ.
Devi Amaliah. 2018. Uji Fitokimia dan Aktivitas Antioksidan Ekstrak Rimpang Temu
Hitam (Curcuma Aeruginosa roxb). Prosiding. Kimia FMIPA UNMUL.
Lizma Febrina, Rolan Rusli, Fairul Muflihah. 2015. Optimalisasi Ekstraksi dan Uji
Metabolit Sekunter Tumbuhan Libo (Ficus Variegare Blume). Journal of Tropical
Pharmacy and Chemistry, 3(2).
Leba, M.A.U. 2017. Ekstraksi dan Real Kromatografi, Yogyakarta: Deepublish
Nainggolan, Ma., Ahmad, S., Pertiwi, D., & Nugraha, S. E. (2019). Penuntun dan Laporan
Praktikum Fitokimia. Medan: Universitas Sumatra Utara.
Tetti, M. (2014). Ekstraksi, Pemisahan Senyawa, dan Identifikasi Senyawa Aktif. Jurnal
Kesehatan, 7 (2): 361-367.
Yuda, Putu Era Sandhi Kusuma Dan Erna Cahyaningsih. 2017. Skrining Fitokimia dan
Analisis Kromatografi Lapis Tipis Ekstrak Tanaman Patikan Kebo (Euphorbia
hirta L.). Jurnal Ilmiah Medicamento, 3(2).
VII. Lampiran
1. Skrining Fitokimia Alkaloid
Profil KLT pada sinar UV 254 nm Hasil penotolan timbul bercak
orange jingga

2. Skrining Fitokimia Flavonoid

Profil KLT pada sinar UV 254 nm Hasil penotolan timbul bercak


kekuningan

3. Skrining Fitokimia Terpenoid


4. Skrining Fitokimia Tanin

Profil KLT pada sinar UV 254 nm Hasil Penotolan timbul bercak coklat

5. Skrining Fitokimia Antrakuinon

Profil KLT pada sinar UV 254 nm Hasil Penotolan timbul bercak coklat
kekuningan

Anda mungkin juga menyukai