Anda di halaman 1dari 27

LABORATORIUM FITOKIMIA

JURUSAN FARMASI

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MAKASSAR

IDENTIFIKASI KOMPONEN KIMIA EKSTRAK BAYAM DURI

(Amaranthus spinosus). DENGAN METODE PERKOLASI

NAMA MAHASISWA (NIM) :

HILMAYANA : PO713251181015
KELAS/KELOMPOK : 2A/A1

HARI PRAKTIKUM : KAMIS

PEMBIMBING : Drs.H.Ismail Ibrahim,M.,Kes,Apt

POLTEKKES KEMENKES MAKASSAR

JURUSAN FARMASI
2020

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia terkenal dengan kekayaan alam yang memiliki berbagai jenis

tumbuhan yang berkhasiat sebagai obat. Obat tradisional Indonesia telah dikenal

dan dimanfaatkan oleh masyarakat dalam menjaga kesehataan dan mengobati

penyakit yang diderita. Nenek moyang bangsa Indonesia telah mewariskan

banyak obat- obatan yang telah teruji khasiatnya dan tetap lestari hingga saat ini

dengan didukung oleh pembuktian ilmiah melalui uji praklinik dan uji klinik.
Penggunaan obat tradisional dimasyrakat memiliki kecenderungan untuk kembali

ke alam dengan memanfaatkan berbagai tanaman obat (Hendri Wasito, 2011)

Sebagai mahasiswa farmasi yang menekuni obat-obatan maka mengenal

asal, habitat, spesies dan sifat spesifikasinya hal yang penting. Pengetahuan yang

cukup mengenai berbagai macam tumbuhan yang berkhasiat obat, baik bentuk

simplisia, morfologi secara umum, kegunaan, cara ekstraksi, dan identifikasi

komponen kimia yang terdapat dalam suatu simplisia merupakan hal yang harus

diketahui oleh seorang mahasiswa farmasi. Pengetahuan ini dapat digunakan

sebagai salah satu jalan untuk memberikan penjelasan masyarakat sebagai

informasi obat bahan alam.

Salah satu simplisia nabati yang digunakan dalam praktikum ini adalah

Bayam duri (Amaranthus spinosus) ini mengandung Amarantin, rutin, spinasterol,

hentriakontan, tanin, kalium nitrat, kalsium oksalat, garam fosfat, zat besi, serta

vitamin. khasiat, menyembuhkan berbagai macam penyakit

seperti disentri, bisul, keputihan, gangguan pernafasan, bronkitis, serta

memperlancar dan memperbanyak produksi ASI.

B. Maksud dan Tujuan Percobaan

1. Maksud Percobaan

Mengidentifikasi komponen senyawa kimia yang terdapat pada bayam

duri (Amaranthus spinosus).

2. Tujuan Praktikum

Mengidentifikasi komponen senyawa kimia yang terdapat pada bayam

duri (Amaranthus spinosus).secara kualitatif dengan menggunakan pereaksi warna

dan teknikk KLT.


C. Prinsip Percobaan

Simplisia bayam duri diektraksi dengan metode perkolasi. Selanjutnya

ekstrak yang diperoleh diidentifikasi komponen kimianya secara kualitatif dengan

menggunakan pereaksi warna dan teknik KLT.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. TEORI UMUM

Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat

larut sehingga terpisah dari bahan yang tidak larut dengan pelarut cair.

Senyawa aktif yang terdapat dalam berbagai simplisia dapat digolongkan ke

dalam golongan minyak atsiri, alkaloid, flavonoid, dan lain-lain. Dengan

diketahuinya senyawa aktif yang dikandung simplisia akan mempermudah


pemilihan pelarut dan cara ekstraksi yang tepat (Ditjen POM, 2000).

Pemabagian metode ekstraksi yang digunakan dalam sampel bayam duri

yaitu :

- Perkolasi

Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai

sempurna yang umumnya dilakukan pada temperatur ruangan. Proses terdiri

dari tahapan pengembangan, tahap maserasi antara, tahap perkolasi

sebenarnya terus-menerus sampai diperoleh ekstrak (perkolat). Cara perkolasi

lebih baik dibandingkan dengan cara maserasi karena:

Aliran cairan penyari menyebabkan adanya pergantian larutan yang

terjadi dengan larutan yang konsentrasinya lebih rendah, sehingga

meningkatkan derajat perbedaan konsentrasi.

Ruangan diantara butir-butir serbuk simplisia membentuk saluran tempat

mengalir cairan penyari. Karena kecilnya saluran kapiler tersebut, maka

kecepatan pelarut cukup untuk mengurangi lapisan batas, sehingga dapat

meningkatkan perbedaan konsentrasi (Ditjen POM, 2000).

Ekstraksi Cair-Cair

Ekstraksi cair-cair selalu terdiri atas sedikitnya dua tahap, yaitu campuran

secara intensif bahan ekstraksi dengan pelarut dan pemisahan kedua fase cair itu

sesempurna mungkin. Pada saat pencampuran terjadi perpindahan massa, yaitu

ekstrak meninggalkan pelarut yang pertama (media pembawa) dan masuk ke

dalam pelarut kedua (media ekstraksi). Sebagai syarat ekstraksi ini bahan

ekstraksi dan pelarut tidak saling melarut (atau hanya dalam daerah yang sempit).
Agar terjadi perpindahan massa yang baik berarti performasi ekstraksi yang besar

haruslah diusahakan agar terjadi bidang kontak yang seluas mungkin diantara

kedua cairan tersebut. Untuk itu salah satu cairan didistribusikan menjadi tetes-

tetes kecil (misalnya dengan bantuan perkakas pengaduk).

Tentu saja pendistribusian ini tidak boleh terlalu jauh karena akan

menyebabkan terbentuknya emulsi  yang tidak dapat lagi atau sukar

sekali dipisah. Turbulensi pada saat mencampur tidak perlu terlalu besar. Yang

penting perbedaan konsentrasi sebagai gaya penggerak pada bidang batas tetap

ada. Hal ini berarti bahwa bahan yang telah terlarutkan sedapat mungkin segera

disingkirkan dari bidang batas. Pada saat pemisahan, cairan yang telah

terdistribusi menjadi tetes-tetes hanis menyatu kembali menjadi sebuah fasa

homogen dan berdasarkan perbedaan kerapatan yang cukup besar dapat

dipisahkan dari cairan yang lain (Khamidinal, 2009).

Pada metode ekstraksi cair-cair, ekstraksi dapat dilakukan dengan cara

bertahap (batch) atau dengan cara kontinyu. Cara paling sederhana dan banyak

dilakukan adalah ekstraksi bertahap. Tekniknya cukup dengan menambahkan

pelarut pengekstrak yang tidak bercampur dengan pelarut pertama melalui corong

pemisah, kemudian dilakukan pengocokan sampai terjadi kesetimbangan

konsentrasi solut pada kedua pelarut. Setelah didiamkan beberapa saat akan

terbentuk dua lapisan dan lapisan yang berada di bawah dengan kerapatan lebih

besar dapat dipisahkan untuk dilakukan analisis selanjutnya (Khamidinal, 2009).

Diantara berbagai jenis metode pemisahan, ekstraksi pelarut atau dise but

juga ekstraksi air merupakan metode pemisahan yang paling baik dan populer.
Alasan utamanya adalah bahwa pemisahan ini dapat dilakukan baik dalam tingkat

makro maupun mikro. Seseorang tidak memerlukan alat yang khusus atau canggih

kecuali corong pemisah. Prinsip metode ini didasarkan padsa distribusi zat terlarut

dengan perbandingan tertentu antara dua pelarut yang tidang saling bercampur,

seperti benzen, karbon tetraklorida, atau kloroform. Batasannya adalah zat terlarut

dapat ditransfer pada jumlah yang berbeda dalam kedua fase pelarut. Teknik ini

dapat digunakan untuk kegunaan preparatif, pemurnian, memperkaya, pemisahan

serta analisis pada semua skala kerja. Mula-mula metode ini dikenal dalam kimia

analisis, kemudian berkembang menjadi metode yang baik, sederhana, cepat dan

dapat digunakan untuk ion-ion logamyang bertindak sebagai trace (pengotor) dan

ion-ion logam dalam jumlah makro gram (Khopkar, 2010).

Cara ini digunakan jika harga D cukup besar (˃ 1000). Bila hal ini terjadi,

maka satu kali ekstraksi sudah cukup untuk memperoleh solut secara kuantitatif.

Nmaun demikian, ekstraksi akan semakin efektif jika dilakukan berulangkali

menggunakan pelarut dengan volume sedikit demi sedikit (Estien Yazid, 2005).

Skrining Fitokimia

Pendekatan skrining fitokimia meliputi analisis kualitatif kandungan kimia

dalam tumbuhan atau bagian tumbuhan (akar, batang, daun, buah, bunga, biji),

terutama kandungan metabolit sekunder yang bioaktif, yaitu alkaloid, antrakinon,

flavonoid, glikosida jantung, kumarin, saponin (steroid dan triterpenoid), tanin

(polifenolat), minyak atsiri (terpenoid), dan sebagainya. Adapun tujuan

pendekatan skrining fitokimia adalah mengetahui kandungan bioaktif atau

kandungan yang berguna untuk pengobatan dalam tumbuhan (Farnsworth, 1966).


Metode yang digunakan atau dipilih untuk melakukan skrining fitokimia

harus memenuhi beberapa persyaratan antara lain sederhana, cepat, dapat

dilakukan dengan peralatan minimal, bersifat semikuantitatif yaitu memiliki batas

kepekaan untuk senyawa yang bersangkutan, selektif terhadap golongan senyawa

yang dipelajari, dan dapat memberikan keterangan tambahan ada atau tidaknya

senyawa tertentu dalam dari golongan senyawa yang dipelajari.

Analisis kualitatif untuk mengetahui golongan senyawa dapat dilakukan

dengan uji tabung dan atau dengan uji penegasan KLT. Uji tabung dilakukan

terhadap golongan senyawa yang terkandung dalam ekstrak. Misalnya, sari dalam

petroleum eter mengandung zat-zat kimia yang larut dalam minyak (lemak dan

asam lemak tinggi, steroid, terpenoid dan karotenoid). Sari dalam eter

mengandung senyawa alkaloid, senyawa-senyawa fenolik (fenol-fenol, asam

fenolat, fenil propanoid, flavonoid, antrakinon), komponen minyak atsiri tertentu,

dan asam lemak. Sedangkan sari etanol-air mengandung zat-zat kimia seperti

garam alkaloid, antosian, glikosida, saponin, tanin, dan flavonoid. Uji penegasan

dengan KLT hanya dilakukan terhadap senyawa yang memberikan hasil positif

pada uji tabung (Stahl, 1985).

Kromatografi Lapis Tipis

Kromatografi lapis tipis merupakan kromatografi cair-padat dan

merupakan metode pemisahan fisikokimia. Lapisan yang memisahkan, yang

terdiri atas bahan berbutir-butir (fase diam), ditempatkan pada penyangga berupa

pelat gelas, logam, atau lapisan yang cocok (Sastrohamidjojo, 1973).


Fase diam tersebut dapat berupa lapisan tipis alumina, silika gel atau

bahan serbuk lainnya. Campuran yang akan dipisah berupa larutan, ditotolkan

berupa bercak atau pita. Setelah pelat ditempatkan dalam larutan pengembang

yang cocok (fase gerak), pemisahan yang terjadi adalah adsorbsi. Kekuatan

adsorbsi tergantung pada kuat lemahnya interaksi antara senyawa, pelarut, dan

adsorben (Padmawinata, 1991).

Fase gerak untuk KLT terdiri dari campuran dua atau tiga sistem pelarut

yang berbeda kepolarannya. Sistem fase gerak yang biasa digunakan antara lain,

n-heksana/etil asetat, eter/n-heksana, diklorometan/n-heksana,

diklorometan/metanol (Still, 1978).

Pemisahan dengan KLT dengan mudah diamati jika semua senyawa yang

dipisahkan berwarna. Namun, jika beberapa atau semua senyawa tidak berwarna

harus dilakukan penampakan bercak. Bercak yang terbentuk berdasarkan hasil

pengembangan diamati dibawah sinar tampak dan sinar UV. Jika senyawa yang

diteliti mengandung ikatan rangkap terkonjugasi atau cincin aromatik, bercak

akan tampak gelap dengan latar belakang bersinar pada UV 254 nm. Pada UV 365

nm, bercak yang sama akan nampak berpendar. Jika pengamatan di bawah sinar

UV tidak dapat mendeteksi suatu senyawa, perlu dilakukan pengujian reaksi

dengan penyemprotan atau penguapan suatu reagen. Pengujian berdasarkan warna

dilakukan untuk uji kualitatif. KLT sering digunakan untuk mencari sistem eluen

untuk pemisahan campuran senyawa dengan kromatografi kolom. Identifikasi dari

senyawa yang terpisah pada lapis tipis diperoleh dari harga faktor retensi (Rf),
yaitu dengan membandingkan jarak yang ditempuh oleh senyawa terlarut dengan

jarak tempuh pelarut.

Harga Rf = Jarak yang digerakkan oleh senyawa dari titik asal

Jarak yang ditempuh pelarut dari titik asal

(Padmawinata, 1985).

Kelebihan KLT adalah dapat melakukan pemisahan senyawa yang sangat

berbeda seperti senyawa organik alam dan organik sintetik, kompleks

anorganikorganik, dan bahkan ion anorganik dapat dilakukan dalam beberapa

menit dengan alat yang harganya tidak terlalu mahal. Selain itu, KLT hanya

memerlukan pelarut dan cuplikan dalam jumlah sedikit (beberapa mikrogram

sampai lima gram).

B. URAIAN MORFOLOGI

1. klasifikasi tanaman

Kingdom: Plantae

Clade: Tracheophytes

Clade: Angiosperms

Clade: Eudicots

Order: Caryophyllales
Family: Amaranthaceae

Genus: Amaranthus

Species: A. spinosus

Kingdom: Plantae

Clade: Tracheophytes

Clade: Angiosperms

Clade: Eudicots

Order: Caryophyllales

Family: Amaranthaceae

Genus: Amaranthus

Species: A. spinosus

2. Nama Daerah

Bayam duri (Amaranthus spinosus) adalah spesies tanaman berbunga dari

genus amaranthus termasuk ke dalam suku Amaranthaceae.[1] Nama lain dari

tumbuhan ini yaitu bayam kerui (Lampung); senggang cucuk (Sunda); bayam eri,

bayam raja, bayam roda, bayam   cikron (Jawa); tarnyak duri, tarnyak lakek

(Madura); bayam kikihan, bayam siap, kerug pasih (Bali); kedawa mawau, karawa

rap-rap, karawa in asu, karowa kawayo (Minahasa); sinau katinting (Makassar);


podo maduri (Bugis); maijanga, ma hohoru (Halmahera Utara); baya (Ternate);

loda (Tidore).

3. Ciri Morfologi

Akar tanaman bayam duri sama seperti akar tanaman bayam pada

umumnya, yaitu memiliki sistem perakaran tunggang. Batang tanaman

bayam duri ini kecil berbentuk bulat, lunak dan berair. Batang tumbuh tegak

bisa mencapai satu meter dan percabangannya monopodial. Batangnya

berwarna merah kecoklatan. Yang menjadi ciri khas pada tanaman ini adalah

adanya duri yang terdapat pada pangkal batang tanaman ini.[2]

Memiliki daun tunggal. Berwarna kehijauan, bentuk bundar telur memanjang

(ovalis). Panjang daun 1,5 cm sampai 6,0 cm. Lebar daun 0,5 sampai 3,2 cm.

Bunga terdapat di axilaar batang. Merupakan bunga berkelamin tunggal, yang

berwarna hijau. Setiap bunga memiliki 5 mahkota. panjangnya 1,5-2,5 mm.

Kumpulan bunganya berbentuk bulir untuk bunga jantannya. Sedangkan

bunga betina berbentuk bulat yang terdapat pada ketiak batang. Bunga ini

termasuk bunga inflorencia. Buahnya berbentuk lonjong berwarna hijau

dengan panjang 1,5 mm. Bijinya berwarna hitam mengkilat dengan panjang

antara 0,8 – 1 mm.[2]

4. Ciri Mikroskopik

Bagian yang diamati pada mikroskop adalah rambut halus pada

permukaan daun. Pembesaran yang digunakan 10 x 40. Bagian tersebut

memperlihatkan adanya sel-sel yang berbentuk jarum atau lebih dikenal

dengan trikoma jarum. Pada penampang melintang biji, tampak kulit biji,
terdiri dari lapisan kutikula tebal, jernih, di bawahnya terdapat lapian sel

berbentuk silindris berupa jaringan palisade dengan dinding berkelok-

kelok dan parenkim termampat, di bawahnya terdapat lapisan sel batu,

lumen jelas dan tersusun tegak, jaringan berikutnya terdiri dari sel

parenkim yang bentuknya tidak beraturan, dinding sel tebal, warna jernih.

Keping biji terdiri dari epidermis keping biji berbentuk segi empat

memanjang, parenkim keping biji berdinding tebal berisi aleuron dan

minyak. Serbuk warna putih kecoklatan. Fragmen pengenal adalah

fragmen kulit biji serupa jaringan palisade, sel batu parenkim, parenkim

keping biji dan tetes minyak dan butir aleuron.

5. Kandungan Kimia Dan Produksi

Kandungan kimia yang terkandung dalam bayam duri antara lain amarantin,

rutin, spinasterol, hentriakontan, tannin, kalium nitrat, asam oksalat, garam

fosfat, zat besi, serta vitamin (Setawati dkk, 2008). Secara kimiawi bayam duri

mengandung sejumlah konstituen aktif yaitu flavonoid, alkaloid, glikosida,

asam fenolat, asam amino, terpenoid, lipid, saponin, betalain, B sitosterol, asam

linoleat, amaranthosida, amarisin (Susantiningsih, 2013).

6.1. Alkaloid.

Alkaloid merupakan senyawa yang mengandung satu atau lebih atom

nitrogen dengan sistem siklik dan sebagian alkaloid bersifat basa (Harborne,

1987). Betalain merupakan pigmen berwarna merah-violet dan kuning-orange

yang banyak terdapat pada buah, bunga, dan jaringan vegetatif (Strack dkk,

1987). Betalain adalah pigmen kelompok alkaloid yang larut dalam air, pigmen
bernitrogen, dan merupakan pengganti antosianin pada sebagian besar famili

dari tanaman ordo Caryophyllales, termasuk Amaranthaceae, dan bersifat

mutual eksklusif dengan pigmen antosianin (Cai dkk, 2005 dan Grotewold,

2006). Alkaloid merupakan suatu basa yang mengandung nitrogen dalam

cincin heterosiklik. Dalam tumbuhan biasanya dalam bentuk garam sebagai

asam organik (Robinson, 1995).

6.2. Flavonoid.

Flavonoid adalah senyawa yang larut dalam air, etanol, aseton, dan

methanol 80%, etanol 70%. Flavonoid yaitu senyawa polifenol yang

mengandung 15 atom karbon yang tersusun dalam 2 cincin benzen yang

dihubungkan oleh 3 atom karbon cincin alifatik sebagai pembentuk kerangka

dasar C6-C3-C6 artinya kerangka karbonnya terdiri dari 2 gugus C6 (cincin

benzen 6 tersubtitusi). Senyawa flavonoid mempuyai aktivitas biologi

bermacam-macam diantaranya antivirus, antihistamin, diuretika, antihipertensi,

antioksidan (Abdi Redha, 2010). Flavonoid merupakan salah satu golongan

fenol yang terdapat dalam semua tumbuhan berpembuluh. Menurut

strukturnya, flavonoid merupakan turunan senyawa induk flavon

(Mangunwardoyo dkk, 2009).

6.3. Tannin.

Tannin adalah senyawa polifenol yang mengandung banyak gugus

hidroksil dengan rasa pahit dan kelat yang dapat bereaksi dan menggumpal

protein (Anonim, 2009).

6.4. Saponin.
Saponin merupakan senyawa aktif permukaan yang kuat menimbulkan

busa jika dikocok dengan air dan pada konsentrasi yang rendah sering

menyebabkan hemolisis sel darah merah. Saponin terdiri dari dua jenis yaitu,

glikosida triterpenoid alkohol dan glikosida struktur steroid tertentu yang

mempunyai rantai samping spiroketal. Kedua jenis saponin ini larut dalam air

dan etanol tetapi tidak larut dalam eter (Robinson, 1995).

BAB III

METODE KERJA

A. Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan pada percobaan ini adalah:

a.timbangan analitik,

b.tabung reaksi,

c.rak tabung,
d.batang pengaduk,

e.bunsen,

f.plat tetes,

g.pipet tetes,

h.corong pisah,

i.lampu UV 254 nm dan 366 nm, dan

j.seperangkat alat kromatografi lapis tipis (KLT).

Bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah:

Sampel biji Labu Kuning (Cucurbita moschata Durch), n-Heksan, etil asetat,

butanol, metanol, etanol, eter, FeCl3, Serbuk Mg, kloroform, aquadest,

pereaksi Mayer, pereaksi Dragendorf, pereaksi Wagner, pereaksi H2SO4, dan

lempeng KLT.

B. Metode Kerja

1. Pengambilan sampel

Sampel bayam duri (Amaranthus spinosus) diperoleh dari Desa bolangi

Kec. patallassang Kab. gowa-Makassar.

2. Pengolahan sampel

Bayam duri (Amaranthus spinosus) yang telah dikumpulkan disortasi

basah lalu dicuci. Sampel kemudian dikeringkan dan dirajang (dipotong kecil-

kecil) kemudian dilakukan sortasi kering lalu diserbukkan (serbuk kasar)


3. Pembuatan Ekstrak

Simplisia atau bahan yang diekstraksi secara perkolasi diserbuk

dengan derajat halus yang sesuai dan ditimbang kemudian dimaserasi selama

3 jam, kemudian massa dipindahkan kedalam perkolator dan cairan penyari

ditambahkan hingga selapis diatas permukaan bahan, didiamkan selama 24

jam. Setelah itu kran perkolator dibuka dan cairan penyari dibiarkan mengalir

dengan kecepatan 1 ml permenit. Cairan penyari ditambahkan secara

kontinyu hingga penyarian sempurna. Perkolat yang diperoleh dikumpulkan

dan dipekatkan dengan rotavator kemudian dilakukan pengujian selanjutnya.

4. Proses Pemisahan

a. Ekstraksi Cair-Cair

Ekstrak sebanyak 5 g dilarutkan dengan 50 ml klorofom dan

dimasukkan kedalam corong pisah kemudian ditambahkan 50 ml aquadest,

dimasukkan kedalam corong pisah tersebut. Setelah itu, dikocok dan

didiamkan hingga terbentuk 2 lapisan. Dipisahkan lapisan yang larut

kloroform dan lapisan yang larut air, lalu lapisan yang larut kloroform

dimasukkan kembali ke dalam corong pisah dan ditambahkan 50 ml etil

asetat. Dikocok dan didiamkan hingga terbentuk 2 lapisan. Masing-masing

lapisan kloroform dan etil asetat kemudian dipisahkan dan ditampung

dalam vial berupa fraksi. Ekstrak yang diperoleh selanjutnya diuapkan.

b. Kromatografi Lapis Tipis

Lempeng diberi batas atas 0,5 cm dan batas bawah 1 cm. Lempeng

yang telah diberi garis diaktifkan dalam oven dengan suhu 115°C selama
15 menit. Selanjutnya fraksi dilarutkan dengan masing-masing pelarut yg

sesuai dan ditotolkan pada lempeng yang telah diaktifkan.

Dibuat eluen yang sesuai, yaitu kloroform : metanol (9 : 1). Kemudian

masing-masing eluen dimasukkan ke dalam chamber, setelah itu

dijenuhkan dengan kertas saring. Dimasukan lempeng yang telah

ditotolkan kedalam chamber dan kemudian dielusi. Dilakukan pengamatan

pada penampakan noda dengan menggunakan UV 254 nm dan 366 nm.

c. Uji Identifikasi Senyawa

1. Uji Saponim

Ekstrak dimasukkan dalam tabung reaksi dan diencerkan dengan

alkohol 70%, kemudian ditambahkan 10 ml air hangat/panas lalu dikocok

selama 30 menit. Dilihat busanya dan diukur berapa cm busa yang

terbentuk. Dibiarkan selama 10 menit dan jika busanya tidak hilang

ditambahkan HCl. Apabila masih terdapat busa yang konstan maka

menunjukan hasil yang positif.

2. Uji Flavonoid

Ekstrak dimasukkan dalam tabung reaksi dan diencerkan dengan

etanol 70%, kemudian ditambahkan serbuk Magnesium sebanyak 0,5 mg

lalu ditambahkan HCl pekat 3 tetes. Endapan merah menunjukan senyawa

flavon, endapan merah tua menunjukan senyawa flavonol/flavonon dan

endapan hijau menunjukan senyawa glikosida/aglikon.

3. Uji Alkaloid
Ekstrak dimasukkan dalam tabung reaksi dan diencerkan dengan

etanol 70%, kemudian ditambahkan 5 tetes HCl 2 N dan dipanaskan.

Setelah itu ditambahkan NaCl dan disaring lalu ditambahkan 5 tetes HCl 2

N. Dipipet 1 ml dan dimasukan dalam tabung reaksi, dimana masing-

masing tabung reaksi ditambahkan pereaksi Dragendorf, pereaksi Mayer

dan pereaksi Wagner. Untuk pereaksi Dragendorf endapan merah/jingga

menunjukan positif senyawa alkaloid, pada pereaksi Mayer endapan putih

menunjukan positif senyawa alkaloid dan pada pereaksi Wagner endapan

coklat menujukan hasil yang positif.

4. Uji Terpenoid/Steroid

Ekstrak dimasukkan dalam tabung reaksi dan diencerkan dengan

etanol 70%, kemudian ditambahkan eter sebanyak 5 tetes hingga terbentuk

2 lapisan antara larutan air dan etanol. Lapisan bagian atas (larut etanol)

dipisahkan dan diuapkan dalam plat tetes lalu ditambahkan H 2SO4.

Endapan warna hijau menunjukan hasil yang positif.

5. Uji Tanin

Ekstrak dimasukkan dalam tabung reaksi dan diencerkan dengan

etanol 70%, kemudian ditambahkan 2 mL air. Setelah itu ditambahkan 3

tetes FeCl3. Endapan warna hijau kehitaman menunjukan hasil yang

positif.
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. HASIL

No. Pengamatan tanaman bayam duri Metode

Perkolasi
1. Bobot sebelum diekstraksi (g) 400 gram
2. Bobot ekstrak kering (g) 28,428 gram
3. Presentase ekstrak (%)/rendamen 56,836 gram`
4. Jumlah cairan penyari (mL) 1250 mL
5. Jumlah ekstrak cair (mL) 640 mL

Perhitungan :

1. Metode perkolasi

Bobot ekstrak kering = (Bobot capor + sampel) – capor kosong

= 76, 23 – 50,802

= 28, 428 gram

Bobot ekstrak kering


% Rendamen = ×100 %
Bobot sebelum diekstraksi

28 , 428 gram
= × 100 %
50 gram

= 56, 836 %

B. PEMBAHASAN

Ekstraksi adalah suatu proses pemisahan dari bahan padat maupun

cair dengan bantuan pelarut. Pelarut yang digunakan harus dapat

mengekstrak substansi yang diinginkan tanpa melarutkan material lainnya.

Tujuan Ekstraksi yaitu penyarian komponen kimia atau zat-zat aktif dari

bagian tanaman obat.

Pada pembuatan ekstrak bunga bayam duri dengan menggunakan metode

Perkolasi digunakan serbuk simplisia sebanyak 400 gram dan digunakan


cairan penyari etanol sebanyak 1250 mL. Setelah diperkolasi selama lebih

dari tiga hari diperoleh juga ekstrak cair sebanyak 640 mL. Setelah ekstrak

dikeringkan dan ditimbang ekstrak keringnya 28,428 gram.

Etanol juga menyebabkan enzym-enzym tidak bekerja termasuk peragian

dan menghalangi perutumbuhan jamur dan kebanyakan bakteri. Sehingga

disamping sebagai cairan penyari juga berguna sebagai pengawet.

Campuran air-etanol (hidroalkoholic menstrum) lebih baik dari pada air

sendiri.

Keuntungan cara penyarian dengan perkolasi adalah cara pengerjaan dan

peralatan yang digunakan sederhana dan kerugian cara maserasi adalah

pengerjaannya lama dan penyariannya kurang sempurna.

C.
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari hasil percobaan yang telah dilakukan, maka dapat

disimpulkan bahwa ekstrak etanol Bayam duri mengandung flavonoid,

alkaloid, glikosida, asam fenolat, asam amino, terpenoid, lipid, saponin,

betalain, B sitosterol, asam linoleat, amaranthosida, amarisin

B. Saran

Sebaiknya dilakukan orientasi pemilihan eluan secara gradien

hingga diperoleh komposisi yang baik, yang dapat menarik senyawa aktif

pada lempeng silika gel. Jika noda yang terbetuk berekor


DAFTAR PUSTAKA

Anomim, 1995, Materia Medika Indonesia VI, Direktorat Jenderal Pengawasan


Obat dan Makanan, Jakarta.

Anonim, 1997, Ensiklopedia Nasional Indonesia, P.T. Delta Pamungkas.

Anonim, 2004. Wuluh, http://id.wikipedia.org/wiki/Waluh. Diakses tanggal 3


April 2020.

Anonim, 2014. Kromatografi Lapis Tipis.http://id.wikipedia.org/wiki/Kromatogra
fi_lapis_tipis. Diakses tanggal 4 april 2020.

Byrd Graft, Alfred, 1992, Tropica, Roehrs Company, East Rutherford.

Campbell, N. A., 2000, Biologi, Edisi Kelima, Jilid I, 196, Jakarta: Erlangga.

Ditjen POM, 1986, Sediaan Galenik , Jakarta: Departemen Kesehatan Republik


Indonesia.

Estien Yazid, 2005, Kimia Fisika untuk Paramedis, Yogyakarta: Andi.

Heyne, K., 1987, Tumbuhan berguna Indonesia III, Jakarta: Badan Litbang
Departemen Kehutanan Indonesia.

Khamidinal, 2009, Teknik Laboratorium Kimia, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Khopkar, 2010, Konsep Dasar kimia Analitik, Jakarta: UI-PRESS.

Padmawinata, K. dan I. Soediro, 1985, Analisis Obat secara Kromatografi dan


Mikroskopi, Penerbit ITB, Bandung. Terjemahan : Drugs Analisis by
Chromatography and Microscopy, Stahl, E., Michigan
Sastrohamidjojo, H., 2005. Kromatografi. Yogyakarta: Liberty.

Stahl, Egon. 1985, Analisis Obat Secara Kromatografi dan Mikroskopi. Bandung:


ITB.

Still, Clark., Kahn, M., and Mitra, A., 1978. Rapid Chromatographic Technique
for Preparatives Separations with Moderate Resolution. Journal of
Organic Chemistry. Vol. 43. No. 14.

Sudjadi, Drs., 1986. Metode Pemisahan, Yogyakarta: UGM Press.


LAMPIRAN

SKEMA

1. Perkolasi

Simplisia ditimbang

dimaserasi selama 3 jam

dipindahkan kedalam perkolator

cairan penyari ditambahkan

didiamkan selama 24 jam.

Setelah itu kran perkolator dibuka dan cairan

penyari dibiarkan mengalir dengan kecepatan 1 ml permenit.

Cairan penyari ditambahkan secara kontinyu

Sari dipekatkan
GAMBAR

 Bayam duri

 Bayam duri yang sudah kering

Anda mungkin juga menyukai