Anda di halaman 1dari 15

LABORATORIUM FARMASI FISIKA

JURUSAN FARMASI
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MAKASSAR
KELARUTAN

EEN.S PO714251181016
EKA OCTAVIANI FAISAL PO714251181017
FATMAWATI NURDIN PO714251181018
FIRDAH RAMADHANI PO714251181019
FRISKA ADELIA S PO714251181020
HAIRUNNISA NURDIN PO714251181021
HELMI ARISA PO714251181022
HESTI PO714251181023
IKHWATUN MUTMAINNAH PO714251181024
JESSICA ALTIN SUHARDI PO714251181025
JUMRIANI PO714251181026
KHUSNUL KHATIMA PO714251181027
LILIS SARAH ASHARI PO714251181028
LISDA PO714251181029
M. FAATHIR AL AKRAM PO714251181030
KELOMPOK : D1/2
HARI PRAKTIKUM : RABU

PEMBIMBING : Muli Sukmawati, S.Si., M.Kes., Apt.


JURUSAN FARMASI
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MAKASSAR
2020
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kelarutan suatu senyawa dalam zat pelarut tergantung sifat fisik dan kimia
dari zat terlarut tersebut. Salah satu sifat fisika yang dapat kita amati setiap saat
adalah peristiwa larutnya suatu zat padat dalam pelarut air. Konsentrasi zat
terlarut dalam larutan jenuh pada temperatur tertentu disebut sebagai kelarutan.

Larutan merupakan suatu campuran homogen antara 2 zat dari molekul, atom
ataupun ion dimana zat yang dimaksud disini adalah zat padat, minyak larut
dalam air. Secara kuantitatif, kelarutan suatu zat dinyatakan sebagai konsentrasi
zat terlarut di dalam larutan jenuhnya pada suhu dan tekanan tertentu.

Kelarutan mempunyai peranan yang sangat penting dalam dunia farmasi


karena suatu obat baru dapat diabsorbsi setelah zat aktifnya terlarut dalam cairan
usus, sehingga salah satu usaha mempertinggi efek farmakologi dari sediaan
adalah dengan menaikkan kelarutan zat aktifnya. Selain itu dapat membantu para
ahli farmasi dalam membantunya memilih medium pelarut yang paling baik untuk
obat atau kombinasi obat, dapat membantu mengatasi kesulitan-kesulitan tertentu
yang timbul pada waktu pembuatan larutan farmasetis dan lebih jauh lagi dapat
bertindak sebagai standar uji kemurnian, pengetahuan yang lebih mendetail
mengenai kelarutan dan sifat-sifat yang berhubungan dengan itu juga memberikan
informasi mengenai struktur obat dan gaya antarmolekul obat. Kelarutan dari
suatu senyawa bergantung pada sifat kimia dan fisika zat terlarut dan pelarut, juga
bergantung pada factor temperatur, tekanan, pH dan untuk jumlah yang lebih
kecil bergantung pada hal terbaginya zat terlarut. Dalam percobaan ini akan
dilakukan uji kelarutan asam benzoat dan asam borat dalam pelarut air.

B. Maksud dan Tujuan Percobaan


1. Menentukan kelarutan suatu zat
2. Mengetahui pengaruh pelarut campur terhadap kelarutan zat
3. Mengetahui pengaruh penambahan surfaktan terhadap kelarutan zat

C. Prinsip Percobaan
Untuk mengetahui dan memahami perbandingan kelarutan Asam Benzoat
Asam Salisilat dengan menggunakan pelarut campuran di dalam air, alkohol
dan propilenglikol.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Teori Umum

Kelarutan diartikan sebagai konsentrasi bahan terlarut dalam suatu larutan


jenuh pada suatu suhu tertentu. Larutan sebagai campuran homogen bahan yang
berlainan. Untuk dibedakan antara larutan dari gas, cairan dan bahan padat dalam
cairan. Disamping itu terdapat larutan dalam keadaan padat (misalnya gelas,
pembentukan kristal campuran) (Voight, 1994).

Kelarutan dalam Farmakope Indonesia, diartikan dengan kelarutan pada suhu


200C (FI III) atau 250C (FI IV) dinyatakan dalam satu bagian bobot zatpadat atau
1 bagian volume zat cair dalam bagian volume tertentu pelarut, kecuali
dinyatakan lain.

Perubahan kelarutan dengan tekanan tak mempunyai arti penting yang praktis
dalam analisis anorganik kualitatif, karena semua pekerjaan dilakukan dalam
bejana terbuka pada tekanan atmosfer, perubahan yang sedikit daritekanan
atmosfer tak mempunyai pengaruh yang berarti atas kelarutan. Terlebih penting
adalah perubahan kelarutan dengan suhu (Svehla, 1979).

Kelarutan suatu senyawa dinyatakan dalam gr/lt. Besarnya kelarutan suatu


senyawa adalah jumlah maksimal senyawa bersangkutan yang larut dalam
sejumlah pelarut tertentu pada suatu suhu tertentu dan merupakan larutan jenuh
yang ada dalam kesetimbangan dengan bentuk padatnya (Roth, 1988).

Kelarutan suatu bahan dalam suatu pelarut tertentu menunjukkan konsentrasi


maksimum larutan yang dapat dibuat dari bahan dan pelarut tersebut. Bila suatu
pelarut pada suhu tertentu melarutkan semua zat terlarut sampai batas daya
melarutnya, larutan ini disebut larutan jenuh. Agar supaya diperhatikan berbagai
kemungkinan kelarutan diantara dua macam bahan kimia yang menentukan
jumlah masing-masing yang diperlukan untuk membuat larutan jenuh, disebutkan
dua contoh sediaan resmi larutan jenuh dalam air, yaitu larutan Topical Kalsium
HIdroksida, USP (Calcium Hydroxide Topical Solution, USP), dan larutan oral
Kalium Iodida, USP (Potassium Iodida Oral Solution, USP). Larutan yang
pertama dibuat dengan mencampur kalisihidroksida dalam jumlah yang tepat
dengan air murni, mengandung hanya 140 mg zat terlarut yang larut per 100 ml.
Lrutan pada suhu 250 C, sedangkan larutan yang berikutnya mengandung kira-
kira 100 g zat terlarut per 100 ml larutan, lebih dari 700 kali sebanyak zat terlarut
yang terdapat dalam larutan topikal kalsium hidroksida (Ansel, 1989).

Larutan Jenuh adalah suatu larutan di mana zat terlarut berada dalam
kesetimbangan dengan fase padat (zat terlarut). Larutan tidak jenuh atau hampir
jenuh adalah suatu larutan yang mengandung zat terlarut dalam konsentrasi di
bawah konsentrasi yang dibutuhkan untuk penjenuhan sempurna pada temperatur
tertentu. Suatu larutan lewat jenuh adalah suatu larutan yang mengandung zat
terlarut dalam konsentrasi lebih banyak daripada yang seharusnya ada pada
temperatur tertentu, terdapat juga zat terlarut yang tidak larut. Keadaan lewat
jenuh mungkin terjadi apabila inti kecil zat terlarut yang dibutuhkan untuk
pembentukan kristal permulaan adalah lebih mudah larut daripada kristal besar
sehingga menyebabkan sulitnya inti terbentuk (Martin, 1990).

Dalam istilah fisika kimia, larutan dipersiapkan dari campuran yang mana saja
dari tiga keadaaan zat yaitu padat, cair, dan gas. Dalam istilah farmasi, larutan
yang didefinisikan sebagai sediaan cair yang mengandung satu atau lebih zat
kimia yang dapat larut, biasanya dilarutkan dalam air yang karena bahannya, cara
peracikan atau penggunaannya dalam golongan produk lainnya. Sesungguhnya
banyak produk farmasi melarut prinsip kimia fisika merupakan campuran
homogen dari zat terlarut yang dilarutkan dalam pelarut, menurut prinsip farmasi
digolongkan ke dalam jenis produk lain (Ansel, 1989).
Metode sederhana untuk menentukan kelarutan sebagian besar senyawa atau
bahan campuran adalah mengocok dengan lama zat bubuk halus dengan zat
terlarut pada temperatur yang diperlukan hingga tercapai keseimbangan. Larutan
itu kemudian disaring dan untuk menentukan bahan yang melarutkan dengan
metode yang cocok seperti metode fisika dan kimia atau dengan menggunakan
sifat fisika, larutan sebagai indeks bias.

Kelarutan obat sebagian besar disebabkan oleh poaritas dari pelarut, yaitu oleh
dipol momennya. Pelarut polar melarutkan zat terlarut ionik dan zat polar lainnya.
Sesuai dengan itu, air bercampur dengan alkohol dalam segala perbandingan dan
melarutkan gula dan senyawa polihidroksi yang lain (Martin, 2008).

Aksi pelarut dari cairan nonpolar, seperti hidrokarbon, berbeda dengan zat
polar. Pelarut nonpolar tidak dapat mengurangi gaya tarik-menarik antara ion-ion
elektrolit kuat dan lemah, karena tetapan dielektrik pelarut yang rendah. Pelarut
juga tidak dapat memecahkan ikatan kovalen dan elektrolit yang berionisasi
lemah karena pelarut aprotik, dan tidak dapat membentuk jembatan hidrogen
dengan nonelektrolit. Oleh karena itu zat terlarut ionik dan polar tidak larut atau
hanya dapat larut sedikit dalam pelarut nonpolar (Martin, 2008).

Pelarut semipolar seperti keton dan alkohol dapat menginduksi suatu derajat
polaritas tertentu dalam molekul pelarut nonpolar, sehingga menjadi dapat larut
dalam alkohol, contohnya benzena yang mudah dapat dipolarisasikan.
Kenyataanya, senyawa semipolar dapat bertindak sebagai pelarut perantara yang
dapat menyebabkan bercampurnya cairan polar dan nonpolar. Sesuai dengan itu,
aseton menaikkan kelarutan eter di dalam air (Martin, 2008).

B. Uraian Bahan
1. Air suling (FI Eds. III ; 96)
Nama Resmi : AQUA DESTILLATA
Nama Lain : Air suling
RM/BM : H2O/18,02
Pemerian : Cairan jernih tidak berwarna, tidak berbau, tidak
mempunyai rasa
Kegunaan : sebagai sampel
Penyimpanan : dalam wadah tertutup baik

2. Alcohol (FI Eds. III ; 65)


Nama Resmi : AETHANOLUM
Nama Lain : etanol, alcohol
Pemerian : cairan tak berwarna, jernih, mudah menguap dan
mudah bergerak; bau khas; rasa panas. Mudah terbakar dengan memberikan
nyala biru yang tidak berasap.
Kelarutan : sangat mudah larut dalam air, dalam kloroform P dan
dalam eter P.
Kegunaan : sebagai sampel
Penyimpanan : dalam wadah tertutup rapat, terlindung dari cahaya,
ditempat sejuk, jauh dari nyala api.

3. Asam benzoat (FI IV, hal.47)


Nama resmi : Acidum Benzoicum
Sinonim : Asam benzoat
RM/BM : C7H6O2/122,12
Rumus struktur : COOH
Pemerian :Hablur bentuk jarum, atau sisik , putih, sedikit berbau,
agak menguap pada suhu hangat
Kelarutan :Sukar larut dalam air, mudah larut dalam etanol, dalam
kloroform dan dalam eter
Penyimpanan :Dalam wadah tertutup rapat
Kegunaan :Sebagai sampel
4. Asam salisilat (FI IV, hal. 51)
Nama resmi : Acidum Salicylicum
Sinonim : Asam salisilat
RM/BM : C7H6O3/138,12
Rumus struktur : COOH
Pemerian : Hablur putih, umumnya seperti jarum, atau serbuk
putih, tidak berbau atau berbau lemah
Kelarutan : Sukar larut dalam air, mudah larut dalam etanol, larut
dalam kloroform dan dalam eter
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
Kegunaan : Sebagai sampel

5. Propilen glikol (Ditjen POM, FI IV : 712)


Nama resmi : PROPYLENGLYCOLUM
Sinonim : Propilen glikol
Rumus Molekul : C3H8O2
Berat Molekul : 76,09
Pemerian : cairan kental, jernih, tidak berwarna, rasa khas, praktis
tidak berbau, menyerap air pada udara lembab
Kelarutan : dapat bercampur dengan air, dengan aseton, dan
dengan kloroform, larut dalam eter dan beberapa minyak esensial tetapi tidak
dapat bercampur dengan minyak lemak.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
Kegunaan : Sebagai pelarut

6. Indikator Phenolptalein (FI Edisi III hal : 675)


Nama Resmi : FENOLFTALEIN
Nama Lain : Fenolftalein, Indikator PP
RM : C20H14O4
BM : 318,33
Pemerian : Serbuk hablur putih atau putih kekuningan lemah,
tidak beberbau, stabil di udara.
Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air, larut dalam etanol
Penyimpana : Dalam wadah tertutup rapat
K/P : Zat tambahan, indicator
BAB III

METODE KERJA

A. Alat dan Bahan


1. Alat yang Digunakan
a. Buret
b. Erlenmeyer
c. Pipet volume
d. Gelas ukur
e. Tissue

2. Bahan yang Digunakan

a. Aquadest
b. Asam Benzoat/ Asam Salisilat
c. Alcohol
d. Tween
e. Propilenglikol
f. Larutan NaOH 0,1 N
g. Indikator Phenolptalein
h. Kertas saring

B. Cara Kerja
1. Pengaruh pelarut Campur Terhadap Kelarutan Zat

a. Buat dan bakukan larutan baku NaOH 0,1 N


b. Buat campuran pelarut-pelarut seperti yang tertera pada tabel berikut:

Air (% v/v) Etanol (% v/v) Propilenglikol (% v/v)

30 0 20

30 2.5 17.5
30 5 15

30 7.5 12.5

30 10 10

30 15 5

30 17.5 2.5

30 20 0

c. Larutkan asam salisil sedikit demi sedikit dalam masing-masing


campuran pelarut sampai diperoleh larutan yang jenuh.
d. Kocok larutan dengan orbital shaker selama 2 jam, jika ada endapan
yang larut selama pengocokan tambahkan lagi asam salisil sampai
didapat larutan yang jenuh kembali.
e. Saring larutan
f. Pipet 10 mL larutan asam salisil untuk menentukan kadar asam salisil
dengan cara titrasi Alkalimetri.
g. Buat grafik antara kelarutan asam salisil dengan % pelarut yang
ditambahkan.
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Pengamatan

Konsentrasi Pelarut Volume Titrasi


No N NaoH Kadar
AIR ETANOL PG I II

1. 30 0 20 0,9992 0 5,1 617,805 mg

2. 30 2,5 17,5 0,9992 0 7,3 844,344 mg

3. 30 5 15 0,9992 5,1 10,6 666,286 mg

4. 30 7,5 12,5 0,9992 32 40 969,144 mg

5. 30 10 10 0,9992 0 9,5 1.150,858 mg

6. 30 15 5 0,9992 9,5 23 1.635,431 mg

7. 30 17,5 2,5 0,9992 10,6 24 1.623,316 mg

8. 30 20 0 0,9992 23 32 1.090,287 mg
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA

Ansel, Howart C . 1989 . Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi . Jakarta : Universitas


Indonesia.
Ditjen POM . 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta : Departemen Kesehatan
RI.
Dirjen POM. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta : Departemen Kesehatan
RI
Anief, M . 2003 . Ilmu Meracik Obat Teori dan Praktik . Yogyakarta : UGM-Press.

R. Voight . 1994 . Buku Pelajaran Teknologi Farmasi, Edisi Kelima . Yogyakarta :


Gadjah Mada University Press.
Roth, Hermann, J . 1988 . Analisis Farmasi . Yogyakarta : UGM-Press

Ansel C. Howard.1989 . Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Jakarta : Universitas


Indonesia Press.
Martin, Alfred . 1990 . Farmasi Fisika Edisi I . Jakarta : Universitas Indonesia Press.

Underwood, A,L. 1993 . Analisa Kimia Kuantitatif . Surabaya : Erlangga.

Anda mungkin juga menyukai