Anda di halaman 1dari 17

PRAKTIKUM FARMASI FISIKA II

Uji Kelarutan

Disusun oleh :

Huriyani Musa (201510410311095)

Harpaen (201810410311058)

Karina Aulia Firdasya (201810410311096)

Aulia Mahardika Bidari (201810410311104)

Cindy (201810410311110)

Cindy Puspitasari (201810410311152)

Nadya Sabrina Arsyad (201810410311172)

Nabila Shafa Tasya W. (201810410311240)

Maharani Zhellina Putri (201810410311248)

Diandra Arthamevia P. (201810410311272)

Kelompok 2

Farmasi A

PRODI FARMASI
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

2019

1
I. TUJUAN
Setelah melakukan percobaan ini mahasiwa diharapkan mampu untuk:
1. Menentukan kelarutan zat secara kuantitatif
2. Menjelaskan faktor - faktor yang mempengaruhi kelarutan suatu zat
3. Menjelaskan usaha - usaha yang dapat digunakan untuk meningkatkan
kelarutan zat aktif dalam pembuatan sediaan cair.

II. DASAR TEORI


Kelarutan suatu zat dinyatakan sebagai konsentrasi zat terlarut
didalam larutan jenuhnya pada suhu dan tekanan tertentu. Larutan
memainkan peranan penting dalam kehidupan sehari-hari. Di alam
kebanyakan reaksi berlangsung dalam larutan air, tubuh menyerap mineral,
vitamin dan makanan dalam bentuk larutan. Sejalan dengan pesatnya
perkembangan penelitian di bidang obat, saat ini tersedia berbagai pilihan
obat, sehingga diperlukan pertimbangan yang cermat dalam pemilihan obat
untuk mengobati suatu penyakit, kelarutan sangat besar pengaruhnya
terhadap pembuatan obat dimana bahan-bahan dapat dicampurkan
menjadisuatu larutan sejati, larutan koloid, dan dispersi kasar.

Data kelarutan suatu zat dalam air sangat penting untuk diketahui
dalam pembuatan sediaan farmasi. Sediaan farmasi cairan seperti sirup,
eliksir, obat tetes mata, injeksi dan lain-lain dibuat dengan menggunakan
pembawa air. Bahkan untuk sediaan obat lainnya seperti suspense, tablet
atau kapsul yang diberikan secara oral, data ini tetap diperlukan karena
didalam saluran cerna obat harus dapat melarut dalam cairan saluran cerna
yang komponen utamanya adalah air agar dapat diabsorpsi.

Pada umumnya obat baru dapat diabsorpsi dari saluran cerna dalam
keadaan telarut kecuali kalau transport obat melalui mekanisme pinositosis.
Oleh karena itu salah satu cara untuk meningkatkan ketersediaan hayati
suatu sediaan adalah dengan menaikkan kelarutan zat aktifnya di dalam
air.Faktor - faktor yang dapat mempengaruhi kelarutan suatu adalah suhu,
pH, jenis pelarut, bentuk dan ukuran partikel, konstanta dielektrik bahan
pelarut dan penambahan surfaktan. Dalam bidang farmasi kelarutan sangat
penting, karena dapat mengetahui dan dapat membantu dalam memilih
medium pelarut yang paling baik untuk obat atau kombinasi obat membantu
mengatasi kesulitan-kesulitan tertentu yang timbul pada waktu pembuatan
larutan farmasetis (dibidang farmasi) dan lebih jauh lagi dapat bertindak
sebagai standar atau uji kelarutan.

Oleh karena itu, percobaan kelarutan sangat penting


dilakukan agar kita dapat mengetahui usaha-usaha yang dilakukan untuk

2
meningkatkan kelarutan suatu obat yang dapat mempermudah absorbsi obat
di dalam tubuh manusia.

Kuantitatif :

Kelarutan suatu zat dinyatakan sebagai konsentrasi zat terlarut


didalam larutan jenuhnya pada suhu dan tekanan tertentu.

Kualitatif :

Interaksi spontan dari dua atau lebih senyawa membentuk dispersi


molecular yang homogen.

Kelarutan senyawa dalam pelarut polar seperti air, sebagian besar


disebabkan oleh polaritas pelarut, yaitu momen dipolnya. Pelarut polar
melarutkan senyawa-senyawa ionik dan senyawa polar lainnya. Disamping
momen dipol ikatan hidrogen antara senyawa dengan pelarut ternyata
berpengaruh dominan pada proses pelarutan senyawa polar dalam air.

Kelarutan senyawa polar juga ditentukan oleh struktur senyawa


tersebut, yaitu perbandingan antara gugus polar dan gugus non polar dalam
senyawa. Apabila ada gugus polar tambahan dari dalam molekul senyawa,
seperti pada propilenglikol dan gliserin, maka kelarutannya dalam pelarut
polar semakin meningkat.

Pelarut semi-polar seperti propilenglikol dan etanol, dapat


menginduksi molekul secara non-polar dengan derajat polarisasi
tertentu,sehingga dapat larut dalam pelarut tersebut.

Dengan demikian, untuk memperkirakan kelarutan suatu senyawa


perlu diperhatikan berbagai sifat yang menyebabkan terjadinya interaksi
timbal balik antar senyawa dengan pembawa seperti : polaritas, tetapan
dielektrik, asosiasi, solvasi dan sebagainya. Timbulnya sifat-sifat tersebut
tergantung pada struktur molekul senyawa

Kelarutan suatu senyawa bergantung pada sifat fisika dan kimia zat
terlarut dan pelarut, juga bergantung pada faktor temperatur, tekanan, pH
larutan, dan untuk jumlah yang lebih kecil, bergantung pada terbaginya zat
terlarut. Kelarutan didefinisikan dalam besaran kuantitatif sebagai
konsentrasi zat terlarut dalam larutan jenuh pada temperature tertentu,
sedangkan secara kualitatif didefinisikan sebagai interaksi spontan dari dua
atau lebih zat untuk membentuk dispersi molekuler homogen.

Larutan jenuh adalah suatu larutan dimana zat terlarut berada dalam
kesetimbangan dengan fase padat (zat terlarut). Larutan tidak jenuh atau
larutan hamper jenuh adalah suatu larutan yang mengandung zat terlarut

3
dalam konsentrasi di bawah konsentrasi yang dibutuhkan untuk penjenuhan
sempurna pada temperatur tertentu. Larutan lewat jenuh adalah suatu
larutan yang mengandung zat terlarut dalam konsentrasi lebih banyak dari
yang seharusnya ada pada temperatur tertentu.

Kelarutan dapat digambarkan secara benar dengan menggunakan


aturan fase Gibbs yang dinyatakan sebagai berikut.

F=C–P+2

F adalah jumlah derajat kebebasan, yaitu jumlah variable bebas


(biasanya temperature, tekanan, dan konsentrasi) yang harus ditetapkan
untuk menentukan system secara sempurna. C adalah jumlah komponen
terkecil yang cukup untuk menggambarkan komponen kimia dari setiap
fase. P adalah jumlah fase.

Kelarutan obat dapat dinyatakan dalam beberapa cara. Menurut U.S.


Pharmacopeia dan National Formulary, definisi kelarutan obat adalah
jumlah mL pelarut dimana akan larut 1 gram zat terlarut. Kelarutan secara
kuantitatif juga dinyatakan dalam molalitas, molaritas, dan persentase.
Untuk zat yang kelarutannya tidak diketahui secara pasti, harga
kelarutannya digambarkan dengan menggunakan istilah umum tertentu
seperti table berikut.
Istilah Bagian Pelarut yang Dibutuhkan untuk 1 Bagian Zat
Terlarut
Sangat mudah larut Kurang dari 1 bagian
Mudah larut 1 - 10 bagian
Larut 10 – 30 bagian
Agak sukar larut 30 – 100 bagian
Sukar larut 100 – 1.000 bagian
Sangat sukar larut 1.000 – 10.000 bagian
Praktis tidak larut Lebih dari 10.000 bagian
Kelarutan obat sebagian besar disebabkan oleh polaritas dari pelarut,
yaitu oleh momen dipolnya. Pelarut polar melarutkan zat terlarut ionik dan
zat polar lain. Kemampuan zat terlarut membentuk ikatan hidrogen
merupakan faktor yang jauh lebih berpengaruh dibandingkan dengan
polaritas yang direfleksikan dalam dipole momen yang tinggi. Dapat
disimpulkan bahwa pelarut polar bertindak sebagai pelarut menurut
mekanisme berikut :

4
 Karena tingginya tetapan dielektrik, pelarut polar mengurangi gaya
tarik-menarik antara ion dalam Kristal yang bermuatan berlawanan.
 Pelarut polar memecahkan ikatan kovalen dari elektrolit kuat dengan
reaksi asam basa karena pelarut ini amfiprotik.

Pelarut nonpolar tidak dapat mengurangi gaya tarik-menarik antara


ion-ion elektrolit kuat dan lemah karena tetapan dielektrik yang rendah.
Pelarut nonpolar juga tidak dapat memecah ikatan kovalen dan elektrolit
yang berionisasi lemah karena pelarut nonpolar termasuk dalam golongan
pelarut aprotik, dan tidak dapat membentuk jembatan hidrogen dengan
nonelektrolit. Oleh karena itu, zat terlarut ionik dan polar tidak larut atau
hanya sedikit larut dalam pelarut nonpolar.

Suatu sediaan obat yang diberikan secara oral di dalam saluran cerna
harus mengalami proses pelepasan dari sediaannya dan kemudian zat aktif
akan melarut untuk selanjutnya diabsorbsi. Proses pelepasan zat aktif dari
sediaannya dan proses pelarutannya sangat dipengaruhi oleh sifat-sifat
kimia dan fisika zat terlarut serta formulasi sediaannya. Salah satu sifat zat
aktif yang penting untuk diperhatikan adalah kelarutan karena pada
umumnya, zat baru diabsorbsi setelah terlarut dalam cairan saluran cerna.
Oleh karena itu, salah satu usaha untuk meningkatkan ketersediaan hayati
suatu sediaan adalah dengan menaikkan kelarutan zat aktifnya.

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kelarutan suatu zat :


 pH
 Suhu
 Jenis pelarut
 Bentuk dan ukuran partikel zat
 Konstanta dielektrik bahan pelarut
 Adanya zat-zat lain seperti surfaktan, pembentuk kompleks, ion
sejenis, dll.

Konstanta dielektrik adalah suatu besaran tanpa dimensi dan


merupakan rasio antara kapasitas elektrik medium (Cx) terhadap vakum
(Cv). Dirumuskan sebagai berikut.

Cx
ε
Cv
Besarnya konstanta dielektrik, menurut Moore, dapat diatur dengan
menambahkan bahan pelarut lain. Tetapan dielektrik suatu campuran bahan
pelarut merupakan hasil penjumlahan tetapan dielektrik masing-masing
sesudah dikalikan dengan % volume setiap komponen pelarut.

5
Adakalanya suatu zat lebih mudah larut dalam pelarut campuran
dibandingkan dengan pelarut tunggalnya. Fenomena ini dikenal dengan
istilah co-solvency. Bahan pelarut di dalam pelarut campur yang mampu
meningkatkan kelarutan zat disebut co-solvent. Etanol, gliserin, dan
propilen glikol merupakan contoh-contoh co-solvent yang umum digunakan
dalam bidang farmasi, khususnya dalam pembuatan sediaan eliksir.

6
III. ALAT DAN BAHAN

 Alat
1. Spektrofotometer Uv-Vis,
2. waterbath shaker,
3. erlenmeyer,
4. labu ukur (25 ml dan 50 ml),
5. pipet volume 1,0 ml,
6. mikropipet,
7. gelas beker,
8. batang pengaduk,
9. filter holder,
10. membrane filter 0,45 µm.

 Bahan
1. parasetamol (p.g),
2. Gliserin (p.g),
3. propilenglikol (p.g),
4. aquades (air suling)

7
ALAT – ALAT UJI KELARUTAN

Waterbath Shaker

Hot Plate

Spektrofotometer UV – VIS

8
IV. CARA KERJA

A. Penentuan Kelarutan
1. Ke dalam erlenmeyer 100 ml diisi pelarut sebanyak 50,0 ml
2. Gelas erlenmeyer ditempatkan pada waterbath shaker yang telah
dilengkapi dengan penangas air pada suhu konstan (35 ± 0,5°C)
3. Timbang parasetamol ±1,5 gram, dimasukkan ke dalam erlenmeyer
yang telah berisi pelarut (2)
4. Dikocok pada kecepatan dan suhu konstan sampai diperoleh larutan
parasetamol jenuh (dikocok selama 1 jam)
5. Setelah tercapai kesetimbangan larutan jenuh, pengocokan
dihentikan dan didiamkan selama 10 menit.
6. Diambil larutan bagian atas dengan semprit injeksi sebanyak 3 ml
lalu disaring menggunakan filter holder yang telah dilengkapi
membran filter 0,45 µm dipasang, semprit injeksi ditekan dan larutan
ditampung ke dalam tabung injeksi.
7. Dipipet 10 µl larutan dimasukkan labu ukur 25,0 ml dan diencerkan
secara kuantitatif
8. Ditentukan kadarnya dengan spektrofotometer UV-Vis pada panjang
gelombang 244 nm.
9. Ditentukan kadar parasetamol dengan menggunakan kurva baku
yang tersedia.

B. Pembuatan Larutan Baku Parasetamol


1. Buat larutan parasetamol dengan kadar 2,0 sampai 10,0 ppm
2. Amati dengan spektrofotometer pada panjang gelombang maksimum
(244 nm)
3. Buat kurva baku (kadar vs absorban) dan gaya regresi y = bx+a
Kurva baku parasetamol (panjang gelombang maks = 243,04 nm)

Kadar Absorbansi
2,096 0,1356
5,240 0,3441
8,384 0,5395
10,480 0,6422
20,960 1,4065
Persamaan regresi : Y = 0,06740x – 0,01610 (r=0,99928)

9
V. SKEMA KERJA

Ke dalam erlenmeyer 100 ml diisi pelarut sebanyak 50,0 ml

Gelas erlenmeyer ditempatkan pada waterbath shaker yang telah dilengkapi dengan
penangas air pada suhu konstan (35 ± 0,5°C)

Timbang parasetamol ±1,5 gram, dimasukkan ke dalam erlenmeyer yang telah berisi
pelarut (2)

Dikocok pada kecepatan dan suhu konstan sampai diperoleh larutan parasetamol jenuh
(dikocok selama 1 jam). Setelah tercapai kesetimbangan larutan jenuh, pengocokan
dihentikan dan didiamkan selama 10 menit.

Diambil larutan bagian atas dengan semprit injeksi sebanyak 3 ml lalu disaring
menggunakan filter holder yang telah dilengkapi membran filter 0,45 µm dipasang,
semprit injeksi ditekan dan larutan ditampung ke dalam tabung injeksi.

Dipipet 10 µl larutan dimasukkan labu ukur 25,0 ml dan diencerkan secara kuantitatif

Ditentukan kadarnya dengan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 244


nm.

Ditentukan kadar parasetamol dengan menggunakan kurva baku yang tersedia.

10
VI. DATA DAN PERHITUNGAN

A. Pengukuran pengaruh pelarut campuran terhadap kelarutan paracetamol


Table kelarutan paracetamol pada berbagai kadar pelarut campuran :
No Pelarut absorbansi Kadar (ppm) Kadar x Kelarutan
pengenceran
1 Aquadest A 0,240 3,7997 ppm 3779,7 ppm 1 : 263,18 ml
2 Aquadest B 0,554 8,4585 ppm 8458,5 ppm 1 : 118,22 ml
3 Glycerin 5% 0,095 1,5484 ppm 4121 ppm 1 : 242,66 ml
4 Glycerin 10% 0,079 1,4110 ppm 3527,5 ppm 1 : 283,49 ml
5 Propilen glikol 5% 0,035 0,7582 ppm 3791 ppm 1 : 263,78 ml
6 Propilen glikol 10% 0,040 0,8323 ppm 4161,5 ppm 1 : 240,30 ml

B. Pehitungan kadar paracetamol terlarut


Persamaan regresi dari kurva baku standar :
A = - 0,01610
B = 0,06740
R = 0,99928
Y = 0,06740x – 0,01610

 Aquadest A :
Y = 0,06740x – 0,01610
0,240 = 0,06740x – 0,01610
3,7997 ppm = x

 Aquadest B
Y = 0,06740x – 0,01610
0,554 = 0,06740x – 0,01610
8,4585 ppm = x

 Glycerin 5%
Y = 0,06740x – 0,01610
0,095 = 0,06740x – 0,01610
1,5484 ppm = x

 Glycerin 10%
Y = 0,06740x – 0,01610
0,079 = 0,06740x – 0,01610
1,4110 ppm = x

 Propilen glikol 5 %
Y = 0,06740x – 0,01610
0,035 = 0,06740x – 0,01610
0,7582 ppm = x

11
 Propilen glikol 10 %
Y = 0,06740x – 0,01610
0,040 = 0,06740x – 0,01610
0,8323 ppm = x

Kadar X pengenceran

 Aquadest A :
=3,7997 ppm x 1000
= 3779,7 ppm

 Aquadest B
=8,4585 ppm x 1000
= 8458,5 ppm

 Glycerin 5%
=1,6484 ppm x 2500
= 4121 ppm

 Glycerin 10%
=1,4110 ppm x 2500
= 3527,5 ppm

 Propilen glikol 5 %
=0,7582 ppm x 5000
= 3791 ppm

 Propilen glikol 10 %
=0,8323 ppm x 5000
= 4161,5 ppm

Kelarutan

 Aquadest A
3799,7 mg
3799,7 ppm = 1000 𝑚𝑙
3799,7 mg = 3,7997 g
3,7997 g 1 𝑔
=
1000 𝑚𝑙 𝑥 𝑚𝑙
X = 263,18 ml

 Aquadest B
8458,5 mg
8458,5 ppm = 1000 𝑚𝑙
8458,5 mg = 8,4585 g
8,4585 g 1 𝑔
=
1000 𝑚𝑙 𝑥 𝑚𝑙
X = 118, 22 ml

12
 Glycerin 5%
4121 mg
4121 ppm = 1000 𝑚𝑙
4121 mg = 4,121 g
4,121 g 1 𝑔
=
1000 𝑚𝑙 𝑥 𝑚𝑙
X =242,66 ml

 Glycerin 10 %
3527,5 mg
3527,5 ppm = 1000 𝑚𝑙
3527,5 mg = 3,5275 g
3,5275 g 1 𝑔
=
1000 𝑚𝑙 𝑥 𝑚𝑙
X =283,49 ml

 Propilen glikol 5%
3791 mg
3791 ppm = 1000 𝑚𝑙
3791 mg = 3,791 g
3,791 g 1 𝑔
=
1000 𝑚𝑙 𝑥 𝑚𝑙
X =263,78 ml

 Propilen glikol 10%


4161,5 mg
4161,5 ppm = 1000 𝑚𝑙
4161,5 mg = 4,1615 g
4,1615 g 1 𝑔
=
1000 𝑚𝑙 𝑥 𝑚𝑙
X =240, 30 ml

C. Kurva hubungan pengaruh kadar pelarut campuran terhadap kelarutan


paracetamol

13
VII. PEMBAHASAN

Larutan adalah campuran homogen antara zat pelarut dan zat terlarut.
Kelarutan juga merupakan kemampuan suatu zat melarut dalam pelarut tertentu.
Dalam kelarutan dikenal istilah cosolvent dan cosolvency dimana cosolvent
merupakan bahan yang digunakan untuk meningkatkan kelarutannya misalnya
seperti penggunaan pelarut campur sedangkan cosolvency merupakan peristiwa
peningkatan kelarutan. Pada praktikum kali ini bertujuan untuk menentukan
kadar kelarutan paracetamol terhadap tiga jenis pelarut yaitu Aquadest, Gliserin
(5% dan 10%) dan propilen Glikol (5% dan 10%) . Dimana di dalam farmakope
Indonesia ED. V halaman 998 dan FI ED III halaman 37 dinyatakan bahwa
kelarutan Parasetamol adalah larut dalam 70 bagian air, 40 bagian gliserol dan
9 bagian propilen glikol.

Pada praktikum ini dilakukan beberapa percobaan, percobaan pertama


adalah pada kelarutan parasetamol yang cara kerjanya adalah dengan
dimasukkan 2 gram parasetamol ke dalam erlenmeyer 100 mL berisi 50 mL
pelarut berupa air, propilenglikol 5%, propilenglikol 10%, gliserin 5%, dan gliserin
10%. Kemudian dikocok pada kecepatan dan suhu konstan sampai diperoleh
larutan parasetamol jenuh selama 1 jam. Setelah mencapai kesetimbangan
larutan jenuh, pengocokan dihentikan dan didiamkan selama 10 menit. Diambil
larutan bagian atas dengan semprit injeksi sebanyak 3 ml lalu disaring
menggunakan filter holder yang telah dilengkapi membran filter 0,45 µm ke dalam
tabung injeksi. Dipipet 10 µl larutan dimasukkan labu ukur 25,0 ml dan diencerkan
secara kuantitatif. Ditentukan kadarnya dengan spektrofotometer UV-Vis pada
panjang gelombang 244 nm. didapatkan data sebagai berikut :

No Pelarut absorbansi Kadar Kadar x Kelarutan


(ppm) pengenceran
1 Aquadest A 0,240 3,7997 ppm 3779,7 ppm 1 : 263,18 ml
2 Aquadest B 0,554 8,4585 ppm 8458,5 ppm 1 : 118,22 ml
3 Glycerin 5% 0,095 1,5484 ppm 4121 ppm 1 : 242,66 ml
4 Glycerin 10% 0,079 1,4110 ppm 3527,5 ppm 1 : 283,49 ml
5 Propilen glikol 5% 0,035 0,7582 ppm 3791 ppm 1 : 263,78 ml
6 Propilen glikol 10% 0,040 0,8323 ppm 4161,5 ppm 1 : 240,30 ml
Dari data di atas diketahui bahwa kelarutan parasetamol tertinggi ada
dalam pelarut aquadest B yang kemudian disusul dengan pelarut propilen glikol
10% dan glycerin 5%. Dapat disimpulkan bahwa data yang kelompok kami dapat
tidak sesuai dengan literatur karena kelarutan terbesar harusnya ada pada pelarut
propilen glikol 10%. Kesalahan juga terdapat pada kelarutan glycerin karena
seharusnya kelarutan glycerin 10% lebih besar daripada kelarutan glycerin 5%,
namun yang terjadi justru sebaliknya. Kesalahan tersebut dapat terjadi karena
kurang lamanya pengocokan pada saat praktikum, yang harusnya 24 jam hanya
dilakukan selama 1 jam, juga karena kekurangnya ketelitian praktikan dalam

14
proses penelitian yang mungkin terjadi pada saat pengenceran atau pembuatan
pelarut campur.

15
VIII. KESIMPULAN

1. Berdasarkan hasil percobaan kami pada penentuan kelarutan secara


kuantitatif didapatkan kelarutan tertingggi pada aquadest B yaitu
sebesar 1 : 118,22 ml
2. Faktor - faktor yang mempengaruhi kelarutan suatu zat diantaranya
 pH
 Suhu
 Jenis pelarut
 Bentuk dan ukuran partikel zat
 Konstanta dielektrik bahan pelarut
 Adanya zat-zat lain seperti surfaktan, pembentuk kompleks, ion
sejenis, dll.
2. Usaha - usaha yang dapat digunakan untuk meningkatkan kelarutan zat
aktif dalam pembuatan sediaan cair :
 Pembentukan kompleks
 Modifikasi kimia
 Cosolvensi
 Solubilisasi

16
DAFTAR PUSTAKA
1. Martin,A.,1993, physical pharmacy, 4 th ed.,lea & febiger, philadelphia,
london, p.324-361
2. Florence A.T.,and attwood D.,1998, physicochemical principles of
pharmacy, 3rd Ed.The macmillan press Ltd.

17

Anda mungkin juga menyukai