Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam bidang farmasi, untuk memilih medium pelarut yang paling baik
untuk obat atau kombinasi obat, akan membantu mengatasi kesulitan-kesulitan
tertentu yang timbul pada waktu pembuatan larutan farmasetik, dan lebih jauh lagi
dapat bertindak sebagai standar atau uji kemurnian. Pengetahuan yang lebih
mendetail mengenai kelarutan dan sifat-sifat yang berhubungan dengan itu juga
memberikan informasi mengenai struktur obat dan gaya antarmolekul obat. Selain
itu, pelepasan zat dari bentuk sediaannya sangat dipengaruhi oleh sifat kimia dan
fisika zat tersebut serta formulasinya. Pada prinsipnya obat baru dapat diabsorbsi
setelah zat aktifnya telarut dalam cairan usus, sehingga salah satu usaha untuk
mempertinggi efek farmakologi dari sediaan adalah dengan menaikkan kelarutan
zat aktifnya.
Kelarutan adalah kemampuan suatu zat telarut melarut pada suatu pelarut.
Kelarutan didefinisikan dalam besaran kuantitatif sebagai konsentrasi zat terlarut
dalam larutan jenuh pada temperature tertentu, dan secara kualitatif didefinisikan
sebagai interaksi spontan dari dua atau lebih zat untuk membentuk disperse
molekular homogen. Kelarutan suatu senyawa bargantung pada sifat fisika, dan
kimia zat terlarut dan pelarut, juga bergantung pada faktor temperatur, tekanan,
pH larutan dan untuk jumlah yang kecil, bergantung pada hal terbaginya zat
terlarut.
Pada percobaan ini, akan ditentukan kelarutan zat secara kuantitas,
pengaruh pelarut campur yakni air, alkohol, dan gliserin ; dan penambahan
surfaktan yakni tween 80 terhadap kelarutan suatu zat yakni Asam benzoat.
I.2 Tujuan Praktikum
Adapun tujuan dari praktikum ini yaitu:
1. Menentukan kelarutan zat secara kuantitas.
2. Menjelaskan pengaruh pelarut campuran terhadap kelarutan zat.
3. Menjelaskan pengaruh penabaha surfaktan terhadap kelarutan suatu zat.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Landasan Teori
Secara kuantitatif, kelarutan suatu zat dinyatakan dengan konsentrasi zat
terlarut larutan jenuhnya pada suhu dan tekanan tertentu. Kelarutan dinyatakan
dalam mililiter pelarut yang dapat melarutkan satu gram zat, misalnya 1 g asam
salisilat akan larut dalam 500 ml air. Kelarutan juga dapat dinyatakan dalam
satuan molaritas, molaritas dan persen. Pelepasan zat aktif dari bentuk sediaannya
sangat dipengaruhi oleh sifat-sifat kimia dan fisika zat tertentu serta formulasinya
(Tungandi, 2009).
Pada prinsipnya obat baru dapat diabsorbsi setelah zat aktifnya terlarut
dalam cairan usus, sehingga salah satu usaha untuk mempertinggi efek
farmakologi dari sediaan adalah dengan menaikkan kelarutan zat aktifnya
(Tungandi, 2009).
Dalam bidang farmasi kelarutan sangat penting, karena dapat membantu
dalam memilih medium pelarut yang paling baik unutk obat atau atau kombinasi
obat, membantu mengatasi kesulitan-kesulitan tertentu yang timbul pada waktu
pembuatan larutan farmasetis (dibidang farmasi) dan lebih jauh lagi dapat
bertindak sebagai standar dan uji kelarutan (Tungandi, 2009).
Kelarutan atau solubilitas adalah kemampuan suatu zat kimia tertentu, zat
terlarut (solute), zat pelarut (solvent). Kelarutan dinyatakan dalam jumlah
maksimum zat terlarut yang larut dalam suatu pelarut pada kesetimbangan
(Tungandi, 2009).
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kelarutan suatu zat lain:
 Pengaruh pH
Zat aktif yang sering digunakan di dalam dunia pengobatan adalah zar
organik yang bersifat asam atau basa lemah, dimana kelarutannya sangat
dipengaruhi oleh pH pelarutnya.
Kelarutan asam-asam organik lemah, dimana seperti barbiturat dan
sulfinamida dalam air akan bertambah dengan naiknya pH karena terbentuknya
garam yang mudah larut dalam air. Sedangkan basa-basa organik seperti alkaloida
dan anastesik lokal pada umumnya sukar larut. Bila pH larutan diturunkan dengan
penambahan asam kuat maka akan terbentuk garam yang mudah larut dalam air
(Tungandi, 2009).
Hubungannya antara pH dengan kelarutan asam dan basa lemah
digambarkan oleh persamaan berikut:
Untuk asam lemah:
𝑆−𝑆𝑜
pHp = pKw + log 𝑆

Untuk basa lemah:


𝑆𝑜
pHp = pKw + log𝑆−𝑆𝑜

Dimana:
pH = harga pH tertinggi atau terendah dimana zat yang berbentuk asam atau basa
lemah masih dapat larut, dibawah atau diatas pH zat akann mengendap
sebagai asam atau basa lemah yang tidak teionisasi
S = konsentrasi molar zat dalam garam yang ditambahkan
So = kelarutan fraksi asam atau basa yang tidak terionisasi (Tungandi, 2009).
 Pengaruh Temperatur
Kelarutan zat padat dalam larutan ideal tergantung pada temperatur, titik
leleh zat padat dan panas peleburan molar zat tersebut.
Pengaruh temperatur terhadap kelarutan zat dalam larutan ideal diberikan oleh
persamaan Van’t Hoff’s sebagai berikut :
1 𝐻 (1−1)
log 𝑋 =
2 2,3 𝐾 (𝑇)

Dimana :
1 = Kelarutan ideal zat dalam fraksi mol
X2

T = Temperatur absolut larutan


T0 = Titik leleh zat dalam temperatur absolut
Tanda 1 menyatakan larutan ideal, sedangkan tanda 2 menyatakan zat
terlarut. Pada temperatur di atas titik leleh, zat akan berada dalam keadaan cair
sehingga dapat bercampur dengan perbandingan. Oleh karena itu persamaan
tersebut tidak berlaku apabila T lebih 0 (Tungandi, 2009).
 Pengaruh Jenis Pelarut
Kelarutan suatu zat sangat dipengaruhi oleh polaritas pelarut. Pelarut polar
akan melarutkan zat – zat polar dan ionik, begitu juga sebaliknya. Kelarutan zat
juga tergantung pada struktur zat, seperti perbandingan gugus poral dan non polar
dari suatu molekul. Makin panjang rantai gugus non polar suatu zat, makin sukar
zat tersebut larut dalam air.
Pelarut poral bertindak sebagai pelarut dengan mekanisme sebagai
berikut:
- Mengurangi gaya tarik antar ion yang berlawanan dalam kristal
- Mencegah ikatan kovalen elektrolit-elektrolit kuat, karena pelarut ini
bersifat sebagai amfiprotil.
- Membentuk ikatan hidrogen dengan zat terlarut
Pelarut non poral tidak dapat mengurangi gaya tarik menarik antara ion-
ion karena konstanta dielektriknya yang rendah. Pelarut ini dapat melarutkan zat-
zat non poral dengan tekanan internal yang sama melalui ikduksi antar aksi dipol.
Pelarut semi poral dapat menginduksi tingkat kepolaran molekul-molekul
pelarut non poral. Ia bertindak sebagai perantara (intermediate solvent) untuk
mencampurkan pelarut poral dan non poral (Tungandi, 2009).
 Pengaruh Bentuk dan Ukuran Partikel
Kelarutan suatu zat akan naik dengan berkurangnya ukuran partikel suatu
zat, sesuai
dengan persamaan sedbagai berikut.
𝑆 2𝑌
log 𝑆𝑜 = 2,3 𝑅

Dimana :
S = Kelarutan
S0 = Kelarutan zat padat yang ukuran partikelnya lebih besar
Y = Tegangan permukaan partikel zat padat dalam hal ini sangat sukar
ditentukan
V = Volume partikel dalam cm per mol
R = Jari-jari akhir partikel dalam cm (Tungandi, 2009).
Kelarutan juga tergantung pada struktur zat, seperti perbandingan gugus
polar dan non polar dari suatu molekul. Makin panjang rantai gugus non polar
suatu zat makin zat tersebut larut dalam air. Selain itu, penambahan surfaktan
dapat juga ditambahkan zat-zat pembentuk kompleks untuk menaikkan kelarutan
suatu zat, misalnya penambahan uretan dalam pembuatan injeksi khinin
(Tungandi, 2009).
Larutan adalah campuran yang bersifat homogen antara molekul, atom
ataupun ion dari dua zat atau lebih. Disebut campuran karena susunannya atau
komposisinya dapat berubah. Disebut homogen karena susunanya begitu seragam
sehingga tidak dapat diamati adanya bagian-bagian yang berlainan, bahkan
dengan mikroskop optis sekalipun (Tungandi, 2009).
Fase larutan dapat berwujud gas, padat ataupun cair. Larutan gas misalnya
udara. Larutan padat misalnya perunggu, amalgam dan paduan logam yang lain.
Larutan cair misalnya air laut, larutan gula dalam air, dan lain-lain. Komponen
larutan terdiri dari pelarut (solvent) dan zat terlarut (solute). Pada bagian ini
dibahas larutan cair. Pelarut cair umumnya adalah air. Pelarut cair yang lain
misalnya bensena, kloroform, eter, dan alkohol. Jika pelarutnya bukan air, maka
nama pelarutnya disebutkan. Misalnya larutan garam dalam alkohol disebut
larutan garam dalam alkohol (alkohol disebutkan), tetapi larutan garam dalam air
disebut larutan garam (air tidak disebutkan) (Tungandi, 2009).
Larutan adalah sebagai bagian dari sediaan-sediaan cair yang mengandung
satu atau lebih zat kimia yang dapat larut, biasanya dilarutkan dalam air, yang
karena bahan-bahannya, cara peracikan atau penggunaannya, tidak dimasukkan
kedaam olongan produk lainnya (Ansel, 2004).
Larutan jenuh adalah suatu larutan yang zat terlarutnya berada dalam
kesetimbangan dengan fase padat (zat terlarut) (Sinko, 2005).
Larutan tidak jenuh atau hampir jenuh adalah suatu larutan yang
mengandung zat trlarut dalam konsentrasi yang dibutuhkan untuk penjenuhan
sempurna pada temperature tertentu (Martin, 1990).
Larutan lewat jenuh adalah suatu laruta yang mengandung zat terlarut
dalam konsentrasi lebih banyak daripada seharusnya pada temperature tertentu
dan terdapat juga zat terlarut yang tidak larut (Sinko, 2005).
Menurut metode kelarutan, sejumlah besar obat ditempatkan dalam wadah
yang tertutup baik, bersama-sama dengan larutan zat pengomplek dalam berbagai
konsentrasi dan botol dikocok dalam bak pada temperature konstan sampai
tercapai kesetimbangan. Cairan supernatant dalam porsi yang cukup diambil dan
dianalisis (Alfred, 1990).
Kelarutan untuk menyatakan kelarutan zat kimia, istilah kelarutan dalam
pengertian umumkadang-kadang perlu digunakan tanpa mengindahkan
perubahan kimia yang mungkin terjadi pada pelarutan tersebut. Pernyataan
kelarutan zat dalam bagian tertentu pelarut adalah kelarutan pada suhu 200 dan
kecuali dinyatakan lain menunjukkan bahwa, 1 bagian bobot zat padat atau satu
bagian volume zat cair larut dalam bagian tertentu volume pelarut. Pernyataan
kelarutan yang tidak disertai angka adalah kelarutan pada suhu kamar. Kecuali
dinyatakan lain, zat jika dilarutkan boleh menunjukkan sedikit kotoran mekanik
seperti bagian kertas saring , serat dan butiran debu. Pernyataan bagian dalam
kelarutan berarti bahwa 1 g zat padat atau 1ml zat cair dalam sejumlah ml pelarut.
Jika kelarutan suatu zaat tidak diketahui dengan pasti, kelarutannya dapat
ditunjukkan dengan istilah (Dirjen POM, 1979).

Istilah Kelarutan Jumlah Bagian Pelarut diperlukan untuk


melarutkan 1 bagian zat
Sangat Mudah Larut Kurang dari 1
Mudah Larut 1 sampai 10
Larut 10 sampai 30
Agak Sukar Larut 30 sampai 100
Sukar Larut 100 sampai 1000
Sangat Sukar Larut 1000 sampai 10.000
Praktis Sukar Larut Lebih dari 10.000
Daya larut suatu zat dalam lain dipengaruhi oleh jenis zat terlarut, jenis zat
pelarut, temperatur dan tekanan, zat-zat dengna struktur kimia yang mirip
umumnya padat juga bercampur baik, sedang yang tidak biasanya sukar
bercampur (Sukarjo, 1997).
Daya kelarutan suatu zat berkhasiat memegang peranan penting dalam
formulasi suatu sediaan zat. Lebih dari 50% senyawa kimia baru yang ditemukan
saat ini bersifat hidrofobik. Kegunaan secara klinik dari obat-obat hidrofobik
menjadi tikad efesien dengan rendahnya daya kelarutan, dimana akan
mengakibatkan kecilnya penetrasi obat tersebut didalam tubuh. Kelarutan seuatu
karena kelarutan suatu obat dengan tingkat disolusi obat tersebut sangat berkaitan
(Jufri,dkk, 2004).
Daya larut suatu zat dalam lain dipengaruhi oleh jenis zat terlarut, jenis zat
pelarut, temperatur dan tekanan, zat-zat dengna struktur kimia yang mirip
umumnya padat juga bercampur baik, sedang yang tidak biasanya sukar
bercampur (Sukarjo, 1997).
Daya kelarutan suatu zat berkhasiat memegang peranan penting dalam
formulasi suatu sediaan zat. Lebih dari 50% senyawa kimia baru yang ditemukan
saat ini bersifat hidrofobik. Kegunaan secara klinik dari obat-obat hidrofobik
menjadi tikad efesien dengan rendahnya daya kelarutan, dimana akan
mengakibatkan kecilnya penetrasi obat tersebut didalam tubuh. Kelarutan seuatu
karena kelarutan suatu obat dengan tingkat disolusi obat tersebut sangat berkaitan
(Jufri,dkk, 2004).
Dalam cara pengendapan, analit yang akan ditetapkan diendapkan dari
larutannya dalam bentuk senyawa yang tidak larut atau sukat larut, sehingga tidak
ada yang hilang selama penyaringan, pencucian dan penimbangan. Faktor-faktor
yang menetukan berhasilnya cara pengendapan adalah endapan harus sedemikan
tidak larut, sehingga tidak ada kehilangan yang berarti pada penyaringan. Dalam
kenyataannya, keadaan ini dizikan asalkan banyaknya banyaknya yang masi
tinggal (tika terendapkan) tidak melampaui batas minimum yang dapat
ditunjukkan oleh neraca analitik 0,1 mg ( Gandjar,dkk, 2007).
Secara teori jika pH dinaikkan, maka kelarutannya pun ikut meningkat,
karena selain terbentuk larutan jenuh obat dalam bentuk molekul yang tidak
terionkan (kelarutan intrinsic) juga terlarut obat yang berbentuk ion (Martin,dkk,
1990).
Secara khusus, penentuan kelarutan semu (apperent solubility) asam
benzoat dapat dilakukan dengan metode gravimetri. Gravimetri meruakan cara
pemeriksaan jumlah zat yang paling tua dan paling sederhana dibandingkan
dengan cara pemeriksaan kimia lainnya. Kesederhanaan itu jlas kelihatan karena
dalam gravimetri jumlah zat ditentukan dengan menimbang langsung massa zat
yang dipisahkan dari zat-zat lain (Rivai, 1979).
Proses yang bersifat endotermis dalam satu arah adalah eksoterm dalam
arah yang lain. Karena proses pembentukan larutan dalam proses pengkristalan
berlangsung dengan laju yang sama dengan kesetimbangan maka perubahan-
perubahan energi netto adalah nol. Tetapi jika suhu dinaikkan maka proses akan
menyrap kalor. Dalam hal ini pembentukan larutan lebihdisukai. Segera setelah
suhu dinaikkan tidak berapa pada kesetimbangan karenaada lagi zat yang melarut.
Suatu zat yang menyerap kalor ketika melarut cenderung lebih mudah larut pada
suhu tinggi (Klienfelter, 1996).
Pengaruh temperatur dalam kesetimbangan kimia ditentukan dengan
Ho. Pada reaksi endoterm konstanta kesetimabangan akan naik seiring dengan
naiknya temperatur. Pada reaksi eksoterm kontasta kesetimabangan akan turun
dengan naikknya temperatur (Silbey dkk, 1996).
Larutan dapat digolongkan sesuai dengan keadaan terjadinya zat terlarut
dan pelarut, dan karena tiga wujud zat (gas, cair, padat kristal), ada sembilan
kemungkinan sifat campuran homogen antara zat terlarut dan pelarut Larutan
jenuh adalah suatu larutan dimana zat terlarut berada dalam kesetimbangan
dengan fase padat (zat terlarut). Larutan tidak jenuh atau hampir jenuh adalah
suatu larutan yang mengandung zat terlarut dalam konsentrasi di bawah
konsentrasi yang dibutuhkan untuk penjenuhan sempurna pada temperatur
tertentu. Larutan lewat jenuh adalah suatu larutan yang mengandung zat terlarut
dalam konsentrasi lebih banyak daripada yang seharusnya ada pada temperatur
tertentu, terdapat juga zat terlarut yang tidak larut (Martin. A, 1990).

II.2 Uraian Bahan


1. Aquades (F1 Edisi III 1979 Halaman 96)
Nama resmi : AQUADESTILLATA
Nama lain : Air suling, Aquades
Rumus kimia : H2O
Berat molekul : 18.02
Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau, mempunyai
rasa.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
Khasiat : Zat tambahan (Pelarut)

2. Alkohol (F1 Edisi III 1979 Halaman 65)


Nama resmi : AETHANOLUM
Nama lain : Alkohol
RM/BM : C2H6O/46.0
Pemerian : Cairan tak berwarna, jernih, mudah menguap, dan mudah
bergerak, bau khas dan rasa panas
Kelarutan : Hampir larut dalam larutan
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
Khasiat : Sebagai pengurang rasa sakit

3. Asam Benzoat (F1 Edisi III 1979 Halaman 49)


Nama resmi : ACIDUM BENZOICUM
Nama lain : Asam Benzoat
RM/BM : -/122,12
Pemerian : Hablur halus dan ringan, tidak berwarna, tidak berbau
Kelarutam : Larut dalam lebih kurang 350 bagian air, dalam lebih
kurang 3 bagian etanol (95%), dalam 8 bagian kloroform
P dan dalam 3 bagian eter P.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
Khasiat : Sebagai sampel

4. Gliserin (FI Edisi III 1979 Halaman 271)


Nama resmi : GLYCEROLUM
Nama lain : Gliserol, gliserin
Rumus struktur : CH2OH-CHOH-CH2OH (C3H8O3)
Pemerian : Cairan seperti sirup, jernih, tidak berwarna, tidak
berbau manis diikuti rasa hangat
Kelarutan : Dapat bercampur dengan air dan etanol (95%)
P, praktis tidak larut dalam kloroform P, dan
dalam minyak lemak.
Khasiat : Zat tambahan (Pelarut)

5. Tween 80 ( F1 Edisi III 1979 Halaman 509)


Nama resmi : POLYSORBATUM 80
Nama lain : Polisorbat 80, tween
Pemerian : Cairan kental, transparan, tidak berwarna hampir tidak
mempunyai rasa.
Kelarutan : Mudah larut dalam air, dalam etanol (95%) P dalam etil
asetat P dan dalam methanol P, sukar larut dalam
paraffin cair P dan dalam biji kapas P.
Kegunaan : Dalam wadah tertutup rapat
Penyimpanan : Sebagai emulgator fase air
Khasiat : Zat tambahan
BAB III
METODE KERJA
III.1 Alat dan Bahan
A. Alat
1. Batang penaduk
2. Buret 25 ml
3. Corong pisah
4. Gelas piala 25 ml, 250 ml, dan 500 ml
5. Gelas ukur 25 ml dan 50 ml
6. Sendok tanduk
7. Timbangan
8. Timbangan digital dan analitik
B. Bahan
1. Alkohol 70%
2. Aquadest
3. Asam benzoat
4. Gliserin
5. Kertas saring
6. Tween 80
III.2 Prosedur Kerja
A. Pengaruh pelarut campur terhadap kelarutan zat
1. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan
2. Diukur masing-masing bahan yaitu:
Aquades = 60 ml, 60 ml, 60 ml, 60 ml ,60 ml
Alkohol = 0 ml, 10 ml, 20 ml, 30 ml, 40 ml,
Gliserin = 40 ml, 30 ml, 20 ml, 10 ml, 0 ml
3. Dimasukkan kedalam gelas kimia untuk masing-masing bahan. Misalnya
aquades = 60 ml, alkohol 0 ml, dan gliserin 40 ml. Masing-masing gelas
kimia di beri label
4. Diaduk sampai homogen untuk ketiga zat tersebut
5. Dilarutkan asam benzoat sedikit demi sedikit dalam masing-masing
campuran pelarut didapat larutan yang jenuh
6. Dikocok larutan dengan batang pengaduk selama beberapa menit, jika ada
endapan yang larut selama pengocokan
7. Ditambahkan asan benzoat lagi jika ada endapan yang larut selama
pengocokan, sampai didapat larutan yang jenuh kembali
8. Disaring menggunakan corong dan kertas saring
9. Dititrasi dengan NaOH 0,1 N jika telah didapatkan hasil filtrasi. Tetapi
sebelum dititrasi terlebih dahulu ditetesi sebanyak 3 tetes indikator PP 0,1
% sampai timbul warna merah mudah
10. Dibuat grafik antara kelarutan asam benzoat dengan % pelarut yang
ditambahkan.
B. Pengaruh penambahan surfaktan terhadap kelarutan zat
1. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan
2. Diukur dan ditimbang masing-masing bahan yaitu:
Aquades = 100 ml, 100 ml, 100 ml, 100 ml, 100 ml
Tween 80 = 0.2 gram, 0,4 gram, 0. 6 gram, 0,8 gram, 1 gram
3. Dimasukkan kedalam gelas kimia untuk masing-masing bahan. Misalnya
aquades 100 ml, Tween 80 = 0,2 gram. Masing-masing gelas kimia diberi
label.
4. Diaduk sampai homogen untuk kedua zat tersebut
5. Dilarutkan asam benzoat sedikit demi sedikit dalam masing-masing
campuran pelarut didapat larutan yang jenuh
6. Dikocok larutan dengan batang pengaduk selama beberapa menit, jika ada
endapan yang larut selama pengocokan
7. Ditambahkan asan benzoat lagi jika ada endapan yang larut selama
pengocokan, sampai didapat larutan yang jenuh kembali
8. Disaring menggunakan corong dan kertas saring
9. Dititrasi dengan NaOH 0,1 N jika telah didapatkan hasil filtrasi. Tetapi
sebelum dititrasi terlebih dahulu ditetesi sebanyak 3 tetes indikator PP 0,1
% sampai timbul kekeruhan yang stabil
10. Dibuat grafik antara kelarutan asam benzoat dengan konsentrasi tween 80
yang digunakan.
BAB IV
HASIL PRAKTIKUM DAN PEMBAHASAN
IV.1 Hasil Praktikum
A. Pengaruh Pelarut Campur Terhadap Kelarutan Zat
1. Tabel Pengamatan

Aquadest , Alkohol, Residu Sampel yang Kelarutan


Gliserin larut

60 ml, 0 ml, 40 ml 0,01 g 0,24 g 416,666 (sukar larut)

60 ml, 10 ml, 30 ml 0,10 g 0,15 g 666,666 (sukar larut)

60 ml, 20 ml, 20 ml 0,02 g 0,23 g 434,782 (sukar larut)

60 ml, 30 ml, 10 ml 0,02 g 0,23 g 434,782 (sukar larut)

60 ml, 40 ml, 0 ml 0,09 g 0,16 g 625 (sukar larut)

2. Perhitungan Residu, Sampel yang Larut dan Kelarutan


a. Rumus :
 Residu = (berat kertas saring + sampel) – berat kertas saring
 Sampel yang larut = berat sampel – residu
𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑝𝑒𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡
 Kelarutan = 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡

b. Perhitungan :
 Aquadest 60 ml, Alkohol 0 ml, dan Gliserin 40 ml
Diketahui :
 Berat sampel = 0,25 g
 Berat kertas saring = 0,74 g
 Berat kertas saring + sampel = 0,75 g
Penyelesaian :
 Residu = 0,75 g – 0,74 g = 0,01 g
 Sampel yang larut = 0,25 g – 0,01 g = 0,24 g
100 𝑚𝑙
 Kelarutan = = 416,666 (sukar larut)
0,24 𝑔

 Aquadest 60 ml, Alkohol 10 ml, dan Gliserin 30 ml


Diketahui :
 Berat sampel = 0,25 g
 Berat kertas saring = 0,43 g
 Berat kertas saring + sampel = 0,53 g
Penyelesaian :
 Residu = 0,53 g – 0,43 g = 0,10 g
 Sampel yang larut = 0,25 g – 0,10 g = 0,15 g
100 𝑚𝑙
 Kelarutan = = 666,666 (sukar larut) .
0,15 𝑔

 Aquadest 60 ml, Alkohol 20 ml, dan Gliserin 20 ml


Diketahui :
 Berat sampel = 0,25 g
 Berat kertas saring = 0,70 g
 Berat kertas saring + sampel = 0,72 g
Penyelesaian :
 Residu = 0,72 g – 0,70 g = 0,02 g
 Sampel yang larut = 0,25 g – 0,02 g = 0,23 g
100 𝑚𝑙
 Kelarutan = = 434,782 (sukar larut)
0,23 𝑔

 Aquadest 60 ml, Alkohol 30 ml, dan Gliserin 10 ml


Diketahui :
 Berat sampel = 0,25 g
 Berat kertas saring = 0,64 g
 Berat kertas saring + sampel = 0,66 g
Penyelesaian :
 Residu = 0,66 g – 0,64 g = 0,02 g
 Sampel yang larut = 0,25 g – 0,02 g = 0,23 g
100 𝑚𝑙
 Kelarutan = = 434,782 (sukar larut)
0,23 𝑔
 Aquadest 60 ml, Alkohol 40 ml, dan Gliserin 0 ml
Diketahui :
 Berat sampel = 0,25 g
 Berat kertas saring = 0,70 g
 Berat kertas saring + sampel = 0,79 g
Penyelesaian :
 Residu = 0,79 g – 0,70 g = 0,09 g
 Sampel yang larut = 0,25 g – 0,09 g = 0,16 g
100 𝑚𝑙
 Kelarutan = = 625 (sukar larut)
0,16 𝑔

B. Pengaruh Penambahan Surfaktan Terhadap Kelarutan Zat


1. Tabel Pengamatan

Teween Residu Sampel yang larut Kelarutan


80

2 ml 0,04 g 0,21 g 476,19 (sukar larut)

4 ml 0,05 g 0,20 g 500 (sukar larut)

6 ml 0,07 g 0,18 g 555,55 (sukar larut)

8 ml 0,06 g 0,19 g 526,31 (sukar larut)

2. Perhitungan Residu, Sampel yang Larut dan Kelarutan


a. Rumus :
 Residu = (berat kertas saring + sampel) – berat kertas saring
 Sampel yang larut = berat sampel – residu
𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑝𝑒𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡
 Kelarutan = 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡

b. Peritungan :
 Aquadest 100 ml dan Tween 80 2 ml
Diketahui :
 Berat sampel = 0,25 g
 Berat kertas saring = 1,15 g
 Berat kertas saring + sampel = 1,19 g
Penyelesaian :
 Residu = 1,19 g – 1,15 g = 0,04 g
 Sampel yang larut = 0,25 g – 0,04 g = 0,21 g
100 𝑚𝑙
 Kelarutan = = 467,19 (sukar larut)
0,21 𝑔

 Aquadest 100 ml dan Tween 80 4 ml


Diketahui :
 Berat sampel = 0,25 g
 Berat kertas saring = 0,90 g
 Berat kertas saring + sampel = 0,95 g
Penyelesaian :
 Residu = 0,95 g – 0,90 g = 0,05 g
 Sampel yang larut = 0,25 g – 0,05g g = 0,20 g
100 𝑚𝑙
 Kelarutan = = 500 (sukar larut)
0,20 𝑔

 Aquadest 100 ml dan Tween 80 6 ml


Diketahui :
 Berat sampel = 0,25 g
 Berat kertas saring = 0,72 g
 Berat kertas saring + sampel = 0,79g
Penyelesaian :
 Residu = 0,79 g – 0,72 g = 0,07 g
 Sampel yang larut = 0,25 g – 0,07 g = 0,18 g
100 𝑚𝑙
 Kelarutan = = 555,55 (sukar larut)
0,18 𝑔

 Aquadest 100 ml dan Tween 80 8 ml


Diketahui :
 Berat sampel = 0,25 g
 Berat kertas saring = 0,78 g
 Berat kertas saring + sampel = 0,84 g
Penyelesaian :
 Residu = 0,84 g – 0,78 g = 0,06 g
 Sampel yang larut = 0,25 g – 0,06 g = 0,19 g
100 𝑚𝑙
 Kelarutan = = 526,31 (sukar larut)
0,19 𝑔

IV.2 Pembahasan
A. Pengaruh Pelarut Campur Terhadap Kelarutan Zat
Pada praktikum kali ini kami melakukan percobaan yang berjudul
pengaruh pelarut campur terhadap kelarutan zat. Di praktikum ini kami
melakukan 3 perlakuan dengan menggunakan aquadest, alcohol dan gliserin
sebagai pelarut dari asam benzoat sebagai zat terlarut.
Pertama-tama kami membahas tentang perlakuan pertama. Pada perlakuan
pertama kami menggunakan aquadest sebanyak 60ml, alcohol 0ml, dan gliserin
40ml. Kemudian kami menyiapkan bahan dan memasukannya kedalam gelas
kimia. Setelah itu,diaduk 3 bahan itu sampai dengan homogen kemudian
dimasukan sedikit demi sedikit asam benzoat sebanyak 250mg. Kemudian diaduk
±5 menit sampai asam benzoatnya larut. Setelah itu,disaring menggunakan corong
dan kertas saring. Sebelum melakukan penyaringan kami menimbang terlebih
dahulu kertas saring dan dicatat berat dari kertas saring setelah itu kami
melakukan penyaringan dan setelah sesudah proses penyaringan kertas saringnya
dikeringkan dengan menggunakan oven ±15 menit. Setelah itu,ditimbang lagi
kertas saringnya dan diperoleh hasil 0,75g dan residunya =(berat kertas saring +
sampel) – berat kertas saring.Diketahui berat kertas saring sebelum penyaringan =
0,74g sehingga penyelesaianya. Residu = 0,75g – 0,74g = 0,01g. Perlakuan yang
sama juga dilakukan pada percobaan 1-5
Pada percobaan 2 bahan yang digunakan adalah aquadest sebanyak 60ml,
alkohol 10ml, dan gliserin 30ml dan diperoleh hasil Residu = 0,53g – 0,43g =
0,10g.
Pada percobaan 3 bahan yang digunakan adalah aquadest sebanyak 60ml,
alkohol 20ml, dan gliserin 20ml dan diperoleh hasil Residu = 0,72g – 0,70g =
0,02g.
Pada percobaan 4 bahan yang digunakan adalah aquadest sebanyak 60ml,
alkohol 30ml, dan gliserin 10ml dan diperoleh hasil Residu = 0,66g - 0,64g =
0,02g.
Pada percobaan 5 bahan yang digunakan adalah aquadest sebanyak 60ml,
alkohol 40ml, dan gliserin 0ml dan diperoleh hasil Residu = 0,79g - 0,70g =
0,09g.
Berdasarkan hasil residu dari masing-masing perlakuan asam benzoat
lebih cepat larut pada perlakuan ke 1, 3 dan 4. Hal ini disebabkan oleh
pengadukan dan jenis pelarut. Karena asam benzoat larut dalam lebih kurang 30
bagian air,dalam lebih kurang 3 bagian etanol (95%) p, dalam 8 bagian kloroform
p dan dalam 1 bagian eter p.
B. Pengaruh Penambahan Surfaktan Terhadap Kelarutan Zat
Surfaktan merupakan suatu sampel yang sekaligus memiiki gugus
hidroksil dan gugus lipofilik sehingga dapat mempersatukan campurnan yang
terdiri dari air dan minyak. Penambahan surfaktan dalam larutan akan
menyebabkan turunnya tegangan atau konstan walaupun konsentrasi surfaktan
ditingkatkan. Bila surfaktan ditambahkan konsentrasi ini maka surfaktan
mengagresasi membentuk micel. Konsentras membentuknya micel ini disebut
oritical micelle concetration (CMC). Tegangan permukaan akan menurun hingga
CMC tecapai. Setelah CMC tecapai,tegangan permukaan akan konstan yang
menunjukan bahwa antar menjadi jenuh dan terbentuk micel yang berada dalam
keseimbangan dinamis dengan menomernya (Gonaro 1990).
Pada praktikum kali ini kami melakukan percobaan pengaruh penambahan
surfaktan terhadap kelarutan zat. Dimana surfaktan yang digunakan yaitu Tween
80. Pada praktikum ini kami melakukan lima percobaan/perlakuan untuk
menganalisis kelarutan sampel terhadap penambahan surfaktan. Sampel yang
digunakan yaitu asam benzoat sebanyak 250 mg.
Pada perlakuan satu (Aquadest 100 ml + 2 ml Tween 80) pertama
disediakan alat dan bahan yaitu 100 ml aquadest dan 0,2 ml tween 80. Setelah itu
kedua bahan dimasukan kedalam gelas kimia, kemudian diaduk kedua bahan
sampai homogen. Setelah homogen dimasukkan sedikit demi sedikit asam benzoat
kemudian di aduk cepat selama ± 15 menit. Kemudian di saring menggunkan
corong dan kertas saring. Kemudian setelah penyaringan kertas saring di
keringkan menggunakan oven selama ± 15 menit setelah itu di timbang kertas
saring yang sudah kering. Kemudian di lakukan perhitungan residu, sampel yang
larut dan kelarutannya dan di dapatkan hasil yaitu residu 0,04 g,sampel yang larut
= 0,21 gram, dan kelarutannya= 476,190. Sehingga dikatakan sukar larut.
Pada perlakuan kedua (Aquadest 100 ml dan Tween 4 ml) cara
pengerjaannya sama dengan perlakuan satu dan di dapat hasil residu = 0,05 g,
sampel yang larut = 0,209 dan kelarutannya 500. Sehingga dikatakan sukar larut.
Pada perlakuan tiga (Aquadest 100 ml dan Tween 6 ml) cara
pengerjaannya sama dengan perlakuan sebelumnya dan di dapat hasil residu =
0,07 gram, sampel yang larut = 0,182 dan kelarutannya = 555,55. Sehingga di
katakan sukar larut.
Pada perlakuan empat (Aquadest 100 ml dan Tween 8 ml ) cara
pengerjaannya sama dengan perlakuan sebelumnya dan di dapat hasil residu =
0,06 gram, sampel yang larut = 0,192 dan kelarutannya = 526,31. Sehingga di
katakan sukar larut.
Menurut hasil pengamatan asam benzoat sukar larut dalam Tween 80 dan
Aquadest. Hal ini sesuai deangan literatur karena asam benzoat larut dalam
kurang 350 bagian air, dan dalam tiga bagian etanol (95᷁᷁ %) P, dalam delapan
bagian kloroform P dan dalam tiga bagian eter.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
V.1 Kesimpulan
A. Pengaruh Pelarut Campur Terhadap Kelarutan Zat
Dari hasil percobaan ini dapat disimpulkan bahwa :
1. Surfaktan dapat mempengaruhi kelarutan asam benzoat
2. Asam benzoat sukar larut dalam aquadest dan tween 80
3. Hasil residu :
a. Pengaruh pelarut campur terhadap kelarutan zat
1. 0,01 g
2. 0,10 g
3. 0,02 g
4. 0,02 g
5. 0,09 g
b. Pengaruh penambahan surfaktan terhadap kelarutan zat
a. 0,04g
b. 0,05g
c. 0,07g
d. 0,06g
Perbedaan residu ini disebabkan oleh perbedaan perlakuan terhadap zat
terlarut. Faktoryang mempengaruhinya antara lain yaitu pengadukan dan sifat
kelarutan dari zat terlarut. Adapun faktor-faktor lain yang mempengaruhinya
antara lain :
1. Suhu (temperatur)
2. Ukuran zat terlarut
3. Volume pelarut
4. Pengadukan
DAFTAR PUSTAKA

Atkins' Physical Chemistry, 7th Ed. by Julio De Paula, P.W. Atkins

Dirjen POM., 1979, “Farmakope Indonesia”, edisi III, Jakarta

Gandjar, Ibnu Gholib, Abdul Rahman, 2007, ”Kimia Farmasi Analisis”, Pustaka
Pelajar. Yogyakarta
Jufri, Mahdi, dkk, 2004. “Formulasi Gameksan dalam Bentuk Mikroemulsi”,
Majalah ilmu kefarmasian.
Kleinfelter, Keenam.1996. ”kimia untuk universitas”. Jakarta: Erlangga

Martin, A., 1990, “Farmasi Fisika”, Buku I, UI Press, Jakarta

Moechtar., 1990, “Farmasi Fisika”, UGM Press, Yogyakarta

Mirawati.2013. Penentun Praktikum Farmasi Fisika . Makassar, Jurusan Farmasi.


Universitas Muslim Indonesia.
Nikeherpianti Lolok. 2018. “Petunjuk Praktikm Farmasi Fisik 1”. Stikes Mandala
Waluya. Kendari
Sinko, P. 1990. Farmasi Fisika . Buku II, UI Press, Jakarta

Tungadi, Robert. 2009.“Penuntun Praktikum Farmasi Fisika“. Jurusan Farmasi


Universitas Negeri Gorontalo. Gorontalo

Anda mungkin juga menyukai