Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Obat didefinisikan sebagai senyawa yang digunakan untuk mencegah,
mengobati, mendiagnosis penyakit atau gangguan, atau menimbulkan kondisi
tertentu. Misalnya, membuat seseorang infertile, atau melumpuhkan otot rangka
selama pembedahan. Ilmu khasiat obat ini mencakup beberapa bagian, yaitu
farmakognosi, biofarmasi, farmakokinetika, dan farmakodinamika, toksikologi,
dan farmakoterapi (Woro, 2016).
Sistaem saraf merupakan salah satu sistem yang berfungsi untuk memantau
dan merespon perubahan yang terjadi di dalam dan diluar tubuh atau lingkingan.
Sistem saraf juga bertanggung jawab sebagai sistem persepsi, perilaku dan daya
ingat, serta merangsang pergerakan tubuh (Farley et all, 2014).
Sistem saraf otonom adalah bagian susunan saraf yang mengurus persarafan
sruktur – struktur involuntar, seperti jantung, otot polos, dan kelenjar – kelenjar
didalam tubuh. Saraf ini tersebar diseluruh susunan saraf pusat dan tepi (Neal,
2006).
Sistem saraf otonom terdiri dari dua subsistem yaitu sistem saraf simpatis dan
sitem saraf parasimpatis yang bekerja saling berlawanan.
B. Tujuan Praktikum
Untuk menentukan efek farmakodinamik dari obat (atropin, adrenalin, dan
propanolol) pada hewan coba mencit (Mus Musculus) dengan parameter
pengamatan berupa vasodilatasi, vasokontilasi, bradikardi, grooming, piloreksi,
salivasi, uriasi, eksotalamus,tremor, warna daun telinga, dan diare.
D. Prinsip Praktikum
Prinsip dari percobaan ini yaitu penentuan efektifitas obat sistem saraf
otonom yakni atropin, adrenalin, dan propanolol terhadap hewan coba mencit
(Mus musculus) berdasarkan pengamatan efek farmakodinamik yang timbul setiap
interval waktu 5, 10, 15, 20, 25, dan 30 menit.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Dasar Teori
Sistem saraf merupakan serangkaian organ yang kompleks dan
bersambungan serta terdiri terutama dari jaringan saraf. Dalam mekanisme sistem
saraf, lingkungan internal dan stimulus eksternal dipantau dan diatur. Kemampuan
khusus seperti iritabilitas, atau sensitivitas terhadap stimulus, dan konduktivitas
atau kemampuan untuk mentransmisi suatu respon terhadap stimulasi, (Sloane,
2004).
Sistem persarafan terdiri dari sel-sel saraf (neuron) yang tersusun
membentuk system saraf pusat dan system saraf perifer. Sistem saraf pusat (SSP)
terdiri atas otak dan medulla spinalis. Sedangkan system saraf tepi (perifer)
merupakan susunan saraf diluar system saraf pusat yang membawa pesan ke dan
dari system saraf pusat, (Irianto, 2013).
Berdasarkan pertimbangan anatomi dan neurotransmitter, SSO dibagi
menjadi cabang simpatik dan parasimpatik. Sistem simpatik secara normal aktif
secara kontinu dan melakukan penyesuaian setiap saat terhadap perubahan
lingkungan. Sistem simpatoadrenal juga dapat dilepas sebagai unit, terutama saat
marah dan takut, dan mempengaruhi struktur yang dipersarafi secara simpatik
pada seluruh tubuh secara bersamaan, meningkatkan denyut jantung dan tekanan
darah, memindahkan aliran darah dari kulit kebagian spanknik ke otot rangka,
meningkatkan gula darah, mendilatasi bronkioolus dan pupil , dan secara umum
mempersiapkan organism untuk “melawan atau lari”, (G. Gilman, 2010).
Sistem parasimpatik yang terutama diatur untuk pengeluaran yang
tersendiri dan terlokalisasi, memperlambat denyut jantung, menurunkan tekanan
darah, menstimulasi pergerakan dan sekresi saluran cerna, membantu absorpsi
nutrien, melindungi retina dari cahaya brelebih, dan mengosongkan kandung
kemih dan rectum, ( G. Gilman, 2010).
Obat-obat sistem saraf otonom dibagi menjadi 5 bagian utama yaitu:
Parasimpatomimetik atau kolinergik. Efek obat golongan ini menyerupai efek
yang ditimbulkan dari aktivitas susunan saraf parasimpatis. Simpatomimetik atau
adrenergic yang efeknya menyerupai efek yang ditimbulkan oleh aktivitas
susunan saraf simpatis. Parasimpatolitik atau penghambat kolinergik menghambat
timbulnya efek akibat aktivitas susunan saraf parasimpatis. Simpatolitik atau
penghambat adrenergic menghambat timbulnya efek akibat aktivitas saraf
simpatis. Obat ganglion merangsang atau menghambat penerusan impuls di
ganglion (Mycek, 2013).
Penggolongan obat SSO dapat juga sebagai berikut: (Mycek, 2013)
1. Agonis kolinergik
Agonis kolinergik dibagi menjadi 3 kelompok yaitu:
a) Bekerja langsung
Obat-obat yang termasuk dalam kelompok ini yaitu: Asetilkolin, betanekol,
karbakol, dan pilokarpin.
b) Bekerja tak langsung (reversibel)
Obat-obat yang termasuk dalam kelompok ini yaitu: edrofonium, neostigmin,
fisostigmin, dan piridostigmin.
c) Bekerja tak langsung (ireversibel)
Obat-obat yang termasuk dalam kelompok ini yaitu: ekotiofat dan isoflurofat.
2. Antagonis kolinergik
Antagonis kolinergik terbagi ke dalam 3 kelompok yaitu:
a) Obat antimuskarinik
Obat-obat yang termasuk dalam kelompok ini yaitu: atropin, ipratropium, dan
skopolamin.
b) Penyekat ganglionik
Obat-obat yang termasuk dalam kelompok ini yaitu: mekamilamin, nikotin, dan
trimetafan.
c) Penyekat neuromuscular
Obat-obat yang termasuk dalam kelompok ini yaitu: atrakurium, doksakurium,
metokurin, mivakurium, pankuronium, piperkuronium, rokuronium, suksinilkolin,
tubokurarin, dan vekuronium.
3. Agonis adrenergic
Agonis adrenergik terbagi ke dalam 3 kelompok, yaitu:
a) Bekerja langsung
Obat-obat yang termasuk dalam kelompok ini yaitu: albuterol, klonidin,
dobutamin, dopamin, epinefrin, isopreterenol, metapreterenol, metoksamin,
norepinefrin*, fenilefrin, ritodrin, dan terbutalin.
b) Bekerja tak langsung
Obat-obat yang termasuk dalam kelompok ini yaitu: amfetamin dan tiramin.
c) Bekarja ganda
Obat-obat yang termasuk dalam kelompok ini yaitu: efedrin dan metaraminol.
4. Antagonis adrenergic
Antagonis adrenergik terbagi ke dalam 3 kelompok, yaitu:
a) Penyekat- α
Obat-obat yang termasuk dalam kelompok ini yaitu: doxazosin,
fenoksinbenzamin, fentolamin, prazosin, dan terazosin.
b) Penyekat- β
Obat-obat yang termasuk dalam kelompok ini yaitu: asebutolol, atenolol,
labetalol, metoprolol, nadolol, pindolol, propranolol, dan timolol (Mycek,2013).
Agonis muskarinik dibedakan atas (1) asetilkolin dan ester kolin sintetis
yaitu metakolin,karbakol, dan betanekol dan (2) alkaloid kolinergik yang terdapat
di aalam yaitu muskari, pilokarpin, dan arekolin, beserta senyawa sintetisnya.
Antagonis muskarinik dikelompokkan dalam 3 kelompok yaitu (1) alkaloid
antimuskarinik, atropine dan skopolamin; (2) deprivat seministisnya. (3) dan
derivan sintetisnya (Dept. farmakologi dan terapi UI, 2007).
Agonis kolinergik
Agonis kolinergik meniru efek asetilkolin dengan cara berikatan langsung
pada kolinoseptor. Obat ini adalah ester sintetik kolin, seperti karbakol dan
betanekol, atau alkaloid alam seperti pilokarpin (Mycek, 2013).
a. Agonis kolinergik langsung
Semua obat kolinergik yang bekerja langsung mempunyai masa kerja lebih
lama dibandingkan asetilkolin. Beberapa diantaranya yang sangat bermanfaat
dalam terapi (pilokarpin dan betanekol) lebih mudah terikat pada reseptor
muskarinik dan kadang-kadang dikenal sebagai obat muskarinik. Namun
demikian, sebagai satu grup, maka agonis yang bekerja langsung ini menunjukkan
kurang spesifik dalam kerjanya, yang sudah tentu akan membatasi penggunaan
klinisnya (Mycek, 2013)
Asetilkolin adalah suatu senyawa amonium kuartener yang tidak mampu
menembus membran.Walaupun sebagai suatu neurotransmitter saraf parasimpatis
dan kolinergik, namun dalam terapi zat ini kurang penting karena beragam
kerjanya dan sangat cepat di-inaktifkan oleh asetilkolinesterase. Aktivitasnya
berupa muskarinik dan nikotinik. Kerjanya termasuk menurunkan denyut jantung
dan curah jantung, menurunkan tekanan darah (Mycek, 2013).
Asetilkolin juga mempunyai kerja lain seperti pada saluran cerna, asetilkolin
dapat meningkatkan sekresi saliva, memacu sekresi dan gerakan usus. Sekresi
bronkial juga dipacu.Pada saluran genitourinaus, tonus otot detrusor urine juga
ditingkatkan.Pada mata, asetilkolin memacu kontraksi otot siliaris untuk melihat
dekat dan menkontriksi otot sfingter pupil sehingga timbul miosis (Mycek, 2013).
Betanekol mempunyai struktur yang berkaitan dengan asetilkolin;
asetatnya diganti dengan karbamat dan kolinnya dimetilasi.kerja nikotiniknya
kecil atau tidak ada sama sekali, tetapi kerja muskariniknya sangat kuat. Masa
kerjanya berlangsung sekitar 1 jam (Mycek, 2013). Kerja : memacu langsung
reseptor muskarinik, sehingga tonus dan motilitas usus meningkat, dan memacu
pula otot detrusor kandung kemih sementara trigonum dan sfingter kemih
melemas, sehingga urin terpencar keluar (Mycek, 2013).
Karbakol (karbamikolin) bekerja sebagai muskarinik maupun nikotinik.
Kerja : berefek sangat kuat terhadap sistem kardiovaskuler dan sistem pencernaan
karena aktivitas pacu ganglion-nya dan mungkin tahap awalnya memacu dan
kemudian mendepresi sistem tersebut. Penetesan lokal pada mata, dpat meniru
efek asetilkolin yang menimbulkan miosis (Mycek, 2013).
Pilokarpin menunjukkan kativitas muskarinik dan terutama digunakan
untuk oftalmologi. Kerja : dapat menimbulkan miosis dengan cepat dan kontraksi
otot siliaris. Pada mata akan terjadi suatu spasme akomodasi, da penglihata akan
terpaku pada jarak tertentu, sehingga sulit untuk memfokus suatu objek.
Pilokarpin adalah salah satu pemacu sekresi kelenjar keringat, air mata, dan
saliva, tetapi obat ini tidak digunkan untuk maksud demikian (Mycek, 2013).
b. Inhibitor kolinesterase
Pada bagian sistem syaraf otonom terdapat suatu enzim yang sangat penting
yaitu Asetilkolin asetil hidrolase (AchE) atau biasa disebut dengan
asetilkolinesterase.Enzim ini ditemukan pada celah syaraf kolinergik,
neuromuscular junction, dan darah.Enzim ini sangat penting karena berfungsi
untuk memecah asetilkolin menjadi asetat dan kolin.Obat dalam hal ini bereaksi
dengan menghambat enzim kolinesterase pada celah sinaptik.Sedangkan obat-
obatannya beraksi dengan 2 tipe, yaitu sebagai Inhibitor reversibel dan sebagai
Inhibitor Ireversibel (Mycek, 2013).
1. Antikolinesterase Reversibel
Obat ini dapat berinteraksi secara kompetitif dengan sisi aktif enzim
AChE dan dapat terbalikkan / reversibel.Obat pada golongan ini bersifat larut air.
Contoh obat-obatan yang bersifat inhibitor reversibel ini yaitu (Mycek, 2013) :
Fisotigmin merupakan substrat yang relatif stabil yang berfungsi meng-
inaktifkan secara reversible asetil kolinesterase. Akibatnya terjadi potensiasi
aktivasi kolinergik diseluruh tubuh. Kerja : lama kerja sekitar 2-4 jam, dapat
mencapai dan memacu SSP.
Neostigmin suatu senyawa sintetik yang dapat menghambat
asetilkolinesterase secara reversible seperti fisotigmin, tetapi lebih polar dan oleh
sebab itu tidak dapat masuk dalam SSP. Masa kerjanya 2-4 jam. Neostigmin juga
bermanfaat sebagai simtomatik pada mistenia gravis, suatu penyakit autoimun
yang disebabkan oleh antiboditerhadap reseptor nikotinik yang terikat pada
reseptol asetilkolin dari sambungan neuromuskular.Efek samping berupa salivasi,
muka merah, dan pans, menurunnya tekanan darah, mual, nyeri perut, diare dan
bronkospasme.
Piridogstimin penghambat kolinesterase lain yang digunakan untuk
pengobatan jangka panjang miastenia gravis. Masa kerjanya lebih panjang (3-6
jam) dari neogstigmin (2-4 jam).
Edrofonium kerja obat ini mirip dengan neostigmin, kecuali obat ini lebih
cepat diserap dan masa kerjanya lebih singkat (sekitar 10-20 menit). Edrofonium
amin kuartener dan digunakan untuk mendiagnosis miastenia gravis.Injeksi
intravena edrofonium menyebabkan peningkatan kekuatan otot dengan cepat.
Kelebihan dosis dari obat ini harus diperhatikan karena mungkin menimbulkan
krisis kolinergik. Atropin adalah antidotumnya.
2. Antikolinesterase Irreversibel
Sejumlah senyawa organofosfat sintetik mempunyai kapasitas untuk
melekat secara kovalen pada asetilkolinesterase. Keadaan ini memperpanjang efek
asetilkolin pada semua tempat pelepasannya. Kebanyakan dari obat ini sangat
toksik dn dikembangkan hanya untuk keperluan militer sebagai racun saraf.
Senyawa turunannya seperti paration digunakan sebagai inteksida.
Isoflurofat merupakan organofosfat yang terikat secara kovalen pada serin-
OH pada sisi aktif asetilkolinesterase. Sekali terikat, maka enzim menjadi tidak
aktif secara permanen, dan restorasi (pemulihan kembali) aktivitas
asetilkolinesterase memerlukan sintesis molekul enzim baru. Setelah terjadi
modifikasi kovalen asetilkolinesterase, maka enzim yang terfosforisasiakan
melepas secara perlahan satu gugus isopropilnya. Kehilangan satu gugus alkil,
yang sering disebut sebagai penuaan, menjadi sulit sekali bagi reaktivator kimia
seperti pralidoksim, untuk memecah ikatan antara sisa obat dan enzim. Obat saraf
yang baru, ditujukan untuk militer, bekerja setelah beberapa menit atau detik,
sedangkan DFP dalam 6-8 jam. Kerja : kerja obat ini meliputi pacuan kolinergik
umum, kelumpuhan fungsi motor (yang menimbulkan kesulitan bernapas), dan
kejang. Isoflurofat menimbulkan pula miosis kuat dan bermanfaat terapeutik.
Atroin dosis besar mampu melawan semua efek muskarini dan efek sentral
Isoflurofat.
Antagonis Kolinergik
Antagonis kolinergik (disebut juga obat penyekat kolinergik atau obat
antikolinergik) mengikat kolinoreseptor tetapi tidak memicu efek intraseluler
diperntarai reseptor seperti lazimnya yang paling bermanfaat dari obat golongan
ini adalah menyekat sinaps muskarinik pada saraf parasimpatis secara selektif
oleh karena itu, efek persarafan parasimpatis menjadi terganggu, dan kerja pacu
simpatis muncul tanpa imbangan.
a. Obat antimuskarinik
Obat golongan ini seperti atropin dan skopolamin bekerja menyekat
reseptor muskarinik yang menyebabkan hambatan semua fungsi muskarinik.
Selain itu, obat ini menyekat sedikit perkeualian neuron simpatis yang juga
kolinergik, seperti saraf simpatis yang menuju kelenjar keringat. Bertentangan
dengan obat agonis kolinerik yang kegunaan teraupetiknya tebatas, maka obat
penyekat kolinergik ini sangat menguntungkan dalam sejumlah besar situasi
klinis. Karena obat ini tidak menyekat nikotinik, maka obat antimuskarinik ini
sedikit atau tidak mempengaruhi smbungan saraf otot rangka atau ganglia
otonom.
Atropin, alkaloid belladonna, memiliki afinitas kuat terhadap reseptor
muskarink, dimana obat ini terikat secara kompetitif, sehingga mencegah
asetilkolin terikat pada tempatnya di reseptor muskarinik.Atropin menyekat
reseptor muskarinik baik di snetral maupun saraf tepi. Kerja obat ini secara umum
berlangsung sekitar 4 jam kecuali bila diteteskan kedalam mata, maka kerjanya
sampai berhari-hari (Mycek, 2013).
Skolapomin, alkaloid beladona lainnya, dapat menimbulkan efek tepi
yang sama dengan efek atropin. Tetapi efek skopolamin lebih nyata pada SSP dan
masa kerjanya lebih lama dibandingkan atropine (Mycek, 2013).
Ipratropium penyedotan Ipratropium, suatu turunan kuartener atropin,
bermanfaat untuk pengobatan asma dan penyakit paru obstruksi menahun
(PPOM) pada pasien yang tidak cocok menelan agonis adrenergic (Mycek, 2013).
b. Penyekat ganglionik
Obat ini menunjukkan tidak adanya selektivitas terhadap ganglia simpatis
maupun parasimpatis dan tidak efektif sebagai antagonis neuromuskular. Oleh
karena itu, obat ini menghentikan semua keluaran sistem saraf otonom pada
reseptor nikotinikrespon yang teramati memang kompleks dan sulit diduga,
sehingga tidak mungkin meperoleh kerja yang selektif. Obat penyekat ganglionik
jarang digunakan untuk maksud terapi saat ini. Tetapi obat ini sering digunakan
sebagai alat dalam eksperimen farmakologi (Mycek, 2013).
Nikotin satu komponen dalam roko sigaret, nikotin memiliki sejumlah
kerja yang kurang menyenangkan. Tergantung pada dosis, ikotin mendepolarisasi
ganglia, menimbulkan pertama kali gejala pacuan dan kemudian diikuti oleh
paralisis dari semua ganglia. Efek pacunya kompleks, termasuk peningkatan
tekanan darah, pertambahan denyut jantung ( akibat pelepasan transmitter dari
ujung saraf adrenergik dan medula adrenalis ), serta peningkatan peristaltis dan
sekresi. Pada dosis lebih tinggi, teanan darah justru menurun karena penyekatan
ganglionik, dan aktivitas saluran cerna otot-otot kandung kemih terhenti (Mycek,
2013).
Trimetafan adalah obat penyekat ganglionik nikotinik bekerja singkat dan
bersifat kompetitif yang harus diberikan secara infus intravena. Saat ini trimetafan
digunakan untuk menurunkan tekanan darah dalam keadaan darurat seperti
hipertensi yang disebabkan oleh edema paru atau pecahnya aneurisma aorta bila
obat lain tidak dapat digunakan (Mycek, 2013).
Mekamilamin menyekat kompetitif ganglia nikotinik lama kerjanya
berkisar 10 jam setelah pemberian tunggal. Ambilan obat melalui penyerapan oral
baik, berbeda dengan trimetafan.
a. Obat penyekat neuromuscular
Penyekat neuromuskular bermanfaat secara klinik selama opersi guna
melemaskan otot secara sempurna tanpa memperbanyak obat anastesi yang
sebanding dalam melemaskan otot. Obat penyekat neuromuskular ini strukturnya
analog dengan asetilkolin dan bekerja baik sebagai antagonis (tipe
nondepolarisasi) maupun agonis (tipe depolarisasi) terhadap reseptor yang
terdapat cekungan sambungan neuromuscular (Mycek, 2013).
Agonis adrenergik
Agonis adrenergik merupakan obat yang memacu atau meningkatkan
syaraf adrenergic oleh karena itu obat-obat yang bekerja secara agonis adrenergik
ini beraksi menyerupai neurotransmitternya, yaitu nor-adrenalin. Agonis
adrenergik juga dinamakan dengan adrenomimetik. Obat-obat yang bekerja
dengan cara ini bereaksi dengan reseptor adrenergik, yaitu reseptor adrenergik α
& reseptor adrenergik β. Obat agonis adrenergi memiliki 3 mekanisme kerja
yaitu (Mycek, 2013).:
a) Agonis bekerja langsung
obat-obat yang bekerja lngsung pada reseptor α dan β dengan menimbulkan efek
mirip pacuan saraf simpatis atau pelepasan hormon epinefrin dari medula
adrenalis, contoh obat agonis yang bekerja langsung.
a. Epinefrin : epinefrin berinteraksi terhadap reseptor α dan β. Pada dosis
rendah, efek β (vasodilatasi) pada sistem vaskular menonjol sekali, sedangkan
pada dosis tinggi, efek α (vasokontriksi) menjadi efek terkuat (Mycek, 2013).
Kerja : kerja utama epinefrin adalah pada sistem kardiovaskuler. Senyawa ini
memperkuat daya kontraksi otot jantung (miokard) (inotropik positif: kerja β1).
Oleh sebab itu, curah jantung meningkat pula.Akibat dar efek ini maka kebutuhan
oksigen otot jantung meningkat juga. Epinefrin mengkontriksi areriol dikulit,
membran mukosa dan visera (efek α) dan mendilatasi pembuluh darah kehati dan
otot rangka (efek β2) aliran darah ke ginjal menurun. Oleh karena itu, efek
kumulatif epinefrin adalah peningkatan tekanan sistolik bersama dengan sedikit
penurunan tekanan diastolik yang akhirnya menimbulkan refleks perlambatan
jantung (Mycek, 2013).
b. Norepinefrin
Obat ini akan memacu semua tipe reseptor adrenergik. Namun dalam
kenyataannya, bila obat ini diberikan pada manusia dalam dosis terapi, maka
reseptor adrenergik α saja yang paling dipengaruhi (Mycek, 2013). Kerja
kardiovaskuler : norepinefrin menyebabkan kenaikan tahanan perifer akibat
vasokontriksi kuat hampir semua lapangan vaskular, termasuk ginjal. Pada
preparat jaringan jantung terpisah, norepinefrin akan memacu kontraktilitas
jantung namun secara invivo, pacuan ini hanya ringan sekali bila ada hal ini akibat
dari peningkatan tekanan darah yang emacu suatu refleks berkaitan dengan
aktivitas vagal melalui pacuan baroreseptor (Mycek,2013).
a. Isoproterenol
Bekerja langsung yang terutama memacu reseptor β1 dan β2 (Dept.
farmakologi dan terapi UI, 2007). Kerja Kardiovaskular : pacuan obat ini seaktif
epinefrin sehingga bermanfaat pada pengobatan blok antrioventrikular atau henti
jantung. Isoproterenol mendilatasi pula arteriol otot rangka (kerja β2.), sehingga
mengurangi tahanan perifer. Karena kerja pacu jantungnya, obat in mungkin
enaikkan sedikit tekanan sistol, tetapi sangat menurunkan tekanan arteri rerata dan
tekanan diastolic (Mycek, 2013).
b. Dopamin
Dopamin dapat mengaktifkan reseptor adrenergik α dan β. Sebagai contoh,
pada dosis tinggi obat ini menimbulkan vasokontriksi dengan mengaktifkan
reseptor α, sebaliknya pada dosis rendah, obat akan memacu reseptor jantung β
(Mycek, 2013).
c. Dobutamin
Kerja : adalah suatu katekolamin sintetik, bekerja langsung yang merupakan
agonis reseptor β1. Obat ini tersedia dalam bentuk campuraan resemik (Mycek,
2013).
d. Fenilefrin
Fenilefterin adalah obat adrenergik sintetik langsung yang terutama mengikat
reseptor α2. Fenilefterin adalah suatu vasokontriktor yang mampu meningkatkan
tekanan sistolik maupun diastolik.Efeknya terhadap jantung langsung tidak ada,
tetapi memacu refleks bradikardia bila diberikan parental. Obat ini digunakan
untuk enaikkan tekanan darah dan menghentikan serangan
tarikardiasupraventrikular. Dosis besar dapat menyebabkan sakit kepala
hipertensif dan ketidakteraturan jantung (Mycek, 2013).
e. Metoksamin
Metoksamin adalah obat adrenergik sintetik bekerja langsung yang mengikat
reseptor alpha, terlebih lagi reseptor α1 dan α2.Obat ini digunakan juga untuk
menanggulangi hipotensi selama operasi yang memperoleh anastesi halotan.Obat
ini cenderung tidak memacu aritmia jantung pada pasien yang disensitisasi
anastesi umum halotan. Efek samping yang terjadi berupa sakit kepala hipertensif
dan muntah-muntah (Mycek, 2013).
f. Klonidin
Klonidin adalah agonis α2 yang digunakan pada hipertensi esensial untuk
menurunkan tekanan darah karena kerjanya pada SSP. Obat ini dapat digunakan
juga untuk mengurangi gejala yang timbul akibat putus obat opiat atau
benzodiazepine (Mycek, 2013).
g. Metaproterenol
Obat ini dapat idberikan peroral atau inhalasi. Obat ini bekerja terutama pada
reseptor β2, menimbulkan efek ringan pada jantung. Obat ini menyebabkan
dilatasi bronkiolus dan memperbaiki fungsi aliran udara. Obat ini berfungsi
sebagai bronkodilator pada pengobatan asma dan melegakan bronkospasme
(Mycek, 2013).
h. Terbutalin
Tetrabulin yang bersifat lebih selektif daripada metaproterenol dan masa
kerjanya lebih lama. Obat ini diberikan baik secara oral ataupun subkutan.
Digunakan sebagai bronkodilator dan mengurangi kontraksi rahim pada
persalinan premature (Mycek, 2013).
i. Albuterol
Albuterol adalah agonis β2 selektif yang sifatnya mirip sekali dengan
tetrabutalin. Obat ini banyak dignakan sebagai inhalan untuk mengatasi
bronkospasme (Mycek, 2013).
b). Agonis adrenergik bekerja tidak langsung
Obat-obat ini memperkuat efek norepinefrin endogen, tetapi tidak langsung
mempengaruhi reseptor pasca sinaptik (Mycek, 2013).
a. Amfetamin
Amfetamin sering diduga hanya bekerja sebagai pacu sentral kuat saja
oleh pecandu penyaahgunaan obat.Sebenarnya obat ini dapat menaikkan tekanan
darah dengan jelas karena kerja agonis α-nya pada pembuluh darah sebagaimana
juga efek pacu β-nya pada (Dept. farmakologi dan terapi UI, 2007).
b. Tiramin
Tiramin tidak digunakan dalam klinik, tetapi banyak ditemukan dalam
makanan fermentasi, seperti keju dan anggur chianti. Obat ini adalah produk
normal dari hasil metabolisme tirosin (Mycek, 2013).
c) Agonis adrenergik bekerja ganda
a. Efedrin
Efedrin adalah alkaloid tumbuhan, tetapi sekarang dapat dibuat secara
sintetik. Obat ini adalah obat adrenergik bekerja ganda, berarti tidak saja melepas
simpanan norepinefrin dari ujung saraf, tetapi mampu pula memacu langsung
reseptor α dan β. Oleh karena itu, sejumlah besar kerja adrenergik yang muncul
sering sekali dengan efek epinefrin, walaupun sedikit lebih lemah (Mycek, 2013).
b. Metaraminol
Metaraminol adalah obat adrenergik yang bekerja ganda dengan kerja
yang mirip norepinefrin. Obat ini digunakan pada pengobatan syok dan untuk
mengatasi hipotensi mendadak (Mycek, 2013).
Antagonis adrenergic
Antagonis adrenergik mengikat adrenoseptor tetapi tidak menimbulkan
efek intraseluler yang diperantarai reseptor seperti lazimnya (Mycek, 2013).
Obat penyekat adrenergik α
Obat-obat yang menyekat adrenoseptor α sangat mempengaruhi tekanan darah.
a. Fenoksibenzamin
Kerja fenoksibenzamin ini berakhir sekitar 24 jam setelah pemberian tunggal.
Setelah obat disuntikkan, belum terjadi penyekatan beberapa jam karena molekul
harus dibiotransformasi lebih dulu menjadi bentuk aktif (Mycek, 2013).
Kerja Efek kardiovaskular : penurunan resistensi perifer ini menimbulkan refleks
takikardia. Lebih jauh kemampuan untuk menyekat reseptor α2 presinaptik pada
jantung justru menimbulkan peningkatan curah jantung (Mycek, 2013). Reversal
epinefrin : fenoksibenzamin tidak mempunyai efek terhadap kerja isoproterenol
yang murni sebagai agonis β (Mycek, 2013).
b. Fentolamin
Kebalikan dari fenoksibenzamin, fentolamin menimbulkan penyekatan
kompetitif terhadap reseptor α1 dan α2. Kerja obat ini berakhir setelah 4 jam
pemberian tunggal. Fentolamin digunakan juga untuk terapi feokromositoma dan
keadaan klinis lainnya ditandai dengan pelepasan katekolamin berlebihan (Mycek,
2013).
c. Prazosin, terazosin, dan doksazosin
Kerja kardiovaskuler : prazosin dan terazosin menurunkan resistensi vaskular
perifer dan menurunkan tekanan darah arterial dengan melemaskan otot polos
arteri dan vena (Mycek, 2013).
Obat penyeka adrenergik β
Semua obat penyekat β yang digunakan dalam klinik bersifat antagonis
kompetitif.
a. Propranolol
Suatu antagonis- β non-selektif kardiovaskular, vasokonstriksi perifer,
bronkokonstriksi, peningkatan retensi natrium, menghambat kerja isoproterenol
(Mycek, 2013).
b. Timolol dan nadolol: antagonis- β non-selektif
Timolol menyekat juga adrenoseptor β1 dan β2 dan leih kuat dari
propranolol.Nadolol kerjanya sangat panjang. Nadolol mengurangi produksi
cairan humor mata dan digunakan secara topikal pada pengobatan glaukoma sudut
terbuka menahun, dan dapat pula sesekali digunakan untuk pengobatan sistemik
hipertensi (Dept. farmakologi dan terapi UI, 2007).
c. Asebutolol, atenolol, metoprolol, dan esmolol antagonis β selektif
Kerja : obat-obat penyekat – β menurunkan tekanan darah pada hipertensi
dan meningkatkan toleransi latihan fisik dan angina (Mycek, 2013).
d. Pindolol, dan asebutolol: antagonis dengan aktivitas agonis parsial
Kerja : pada kardiovaskular asebutolol dan pindolol bukan penyekat
murni; melainkan mempunyai kemampuan memacu dengan lemah sekali reseptor
β1 dan β2 dan oleh karena itu disebut memiliki aktivitas simpatomimetik intrinsik.
Serta pengurangan efek metabolic (Mycek, 2013).
e. Labetalol penyekat α dan β
Kerja : obat ini tidak mengganggu kadar lipid atau glukosa darah alam
serum (Mycek, 2013).
Obat-obat yang mempengaruhi pelepasan atau ambilan kembali neurotransmitter
a. Reserpin
Awal kerja obat ini lambat timbul tetapi masa kerjanya panjang. Bila obat
dihentikan kerjanya menetap selama beberapa hari (Dept. farmakologi dan terapi
UI, 2007).
b. Guanetidin
Obat ini sekarang jarang digunakan untuk pengobatan hipertensi karena
sering menimbulkan hipotensi ortostatik dan mengganggu fungsi seksual pada
lelaki (Dept. farmakologi dan terapi UI, 2007).
c. Kokain
Kokain adalah unik diantara anastesi lokal yang mampu menyekat enzim
ATPase diaktifkan Na dan K melintas membran sel neuron adrenergik. Akibatnya,
norepinefrin menumpuk dalam ruang sinaptik, menimbulkan bertambahnya
aktivitas simpatetik dan memperkuat kerja epinefrin dan norepinefrin. Oleh
karena itu, dosis kecil katekolamin mampu menimbulkan efek yang diperkuat
pada pasien yang menelan kokain dibanding yang tidak menelannya
(dept.farmakologi Dan terapi UI, 2010).
Obat yang mempengaruhi sistem saraf otonom terbagi 2 sesuai dengan
mekanisme kerja terhadap tipe neuron yang dipengaruhi kelompok pertama. Obat
– obat kolinergik yang terhadap reseptor yang berikatan dengan asetilkolin.
Kelompok kedua obat- obat adrenergik bekerja terhadap reseptor yang dipacu
oleh norepinefrin atau epinefrin. Obat kolinergik dan adrenergik bekerja dengan
memicu atau menyekat neuron dalam sistem saraf otonom ( Champe, 2013 ).
Anatomi sistem saraf otonom, yaitu ( Champe, 2013 )
1. Neuron epinefrin : Sistem saraf otonom membawa impuls saraf dari SSP
menuju organ efektor melalui 2 jenis neuro efektor.
2. Neuron aferen : neuron ( serabut ) aferen system saraf otonom penting dalam
pengeluaran reflex system ini ( sebagai contoh, penekana pada sinus koratiks dan
lengkung aorta ) dan pemberian sinyal kepada SSP untuk mempengaruhi cabang
eferen system saraf otonom untuk memberika tenggapan.
3. Neuron simpatis : sistem saraf otonom eferen dibagi menjadi system saraf
simpatis dan parasimpatis, serta system saraf enteris.
4. Neuron parasimpatis : serabut praganglion parasimpatis berasal dari cranium
dan dari region sacral medulla spinalis yang bersinapsis pada ganglion dekat, atau
pada per organ efektor.
5. Neuron entiris :sistem saraf enteris merupakan divisi ketiga system saraf
otonom. System ini merupakan kumpulan serabut saraf yang mempersarafi
saluran pencernaan, pangkreas, dan kantung empedu.
Adrenoseptor dibagi menjadi dua tipe utama, yaitu reseptor α
memperantarai efek eksitasi dari amina simpatomimetik, sementara efek
inhibisinya secara umum diperantarai oleh reseptor β (kecuali pada otot polos
uterus, di mana stimulasi α merupakan inhibisi, dan pada jantung, di mana
stimulasi β dapat dibedakan dengan : (i) fenolamin dan propanolol yang masing-
masing memblok reseptor α dan β secara selektif ; dan (ii) potensi relatif
norepinefrin (NE), epinefrin (E), dan isoprenalin (I) pada jaringan yang berbeda-
beda (Neal, 2006).
Reseptor asetilkolin (kolinoseptor) dibagi menjadi subtype nikotinik dan
muskariakjnik. Asetilkolin yang dilepAK
askan pada terminal saraf serabut parasimpatis pascaganglion bekerja pada
reseptor muskarinik dan dapat diblokir secara selektif oleh atropine. Terdapat lima
subtype reseptor muskarinik, tiga diantaranya sudah diketahui dengan jelas, yaitu
M1, M2 dan M3. Reseptor M1 terdapat pada otak dan sel parietal lambung, reseptor
M2 terdapat pada jantung, dan reseptor M3 terdapat pada otot polos dan kelenjar.
Reseptor nikotinik terdapat pada ganglion otonom dan medulla adrenal, dimana
efek asetilkolin (atau nikotin) dapat diblok secara selektif oleh heksametonium.
Reseptor nikotinik pada sambungan saraf otonom dari otot skele tidak diblok oleh
heksametonium, namun diblok oleh tubakurarin. Oleh karena itu, reseptor pada
ganglion dan sambungan saraf otot berbeda, meskipun keduanya distimulasi oleh
nikotin, sehingga disebut nikotinik (Neal, 2006).
Penghambat saraf adrenergik menghambat aktivitas saraf adrenergik
berdasarkan gangguan sintesis, atau penyimpanan dan penglepasan
neurotransmiter di ujung saraf adrenergik. Dalam kelompok ini termasuk
guanetidin, guanadrel, reserpin, dan metirosin. Guanetidin adalah prototipe
penghambat saraf adrenergik. Guanetidin dan guanadrel memiliki gugus guanidin
yang bersifat basa relatif kuat. guanadrel dan guanetidin bekerja dengan cara yang
sama. Reserpin adalah alkaloid terpenting dan Rauwolfia serpentina. Metirosin
merupakan penghambat enzim tirosin hidroksilase yang mengkatalisis konversi
tirosin menjadi DOPA, dan yang merupakan enzim penentu dalam biosintesis NE
dan Epi. Pada dosis 1-4 g sehari, obat ini mengurangi biosintesis NE dan Epi
sebanyak 35-80% pada pasien feokromositoma. Efek maksimal terjadi setelah
berhari-hari, efek ini dapat dilihat dengan mengukur kadar katekolamin dan
metabolitnya dalam urin (Sulistia, 2007).
B. Uraian Obat dan Hewan Coba
1. Uraian bahan
a. Aqua pro injeksi (Ditjen POM, 1979)
Nama resmi : AQUA STERILE PRO INJECTION
Nama lain : Air steril untuk injeksi
Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna dan tidak berbau.
Kegunaan : Sebagai bahan pembuat injeksi dan control.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik.
2. Uraian obat
a. Atropin (Sulistia, 2007)
Nama paten : Hycocyamin, homatropin, cendotropin
Golongan obat : Antagonis kolinergik antimuskarinik
Indikasi : Pada organ mudah efek samping mulut kering,
gangguan miksi, meteorisme sering terjadi tetapi tidak
membahayakan. Pada organ tua efek sentral terutama
sindrom
dimensi dapat terjadi.
Kontaindikasi : Gagal ginjal, jantung dan hipertroti prostat.
Efek samping : Pada organ mudah efek samping mulut kering,
gangguan miksi, meteorisme sering terjadi tetapi tidak
membahayakan. Pada organ tua efek sentral terutama
sindrom
dimensi dapat terjadi.
Farmakodinamik : Atropin sulfat menghambat M. Constrictor
pupillae dan M.
Ciliaris lensa mata, sehingga menyebabkan midriasis dan
siklopegia
(paralilis mekanisme akomodasi) (Harvey, 2013).
Farmakokinetik : Aksi onset: cepat, absorpsi lengkap, terdistribusi secara
cepat dalam badan, menembus plasenta,masuk dalam air
susu, menembus sawar darah otak, metabolisme hepatik,
ekskresi: urin
Dosis : Oral 3 dd 0,4-0,6 mg tablet tetrad.
c. Epinefrin (MIMS, 2010: 372)
Golongan obat : Agonis adrenergik kerja langsung
Indikasi : Anastesi lokal.
Kontraindikasi : Inflamasi lokal & atau sepsis.
Farmakodinamik : Memperkuat dan mempercepat daya kontraksi otot
jantung (myocard)
yang akan menyebabkan curah jantung meningkat
sehingga mempengaruhi kebutuhan efek oksigen dari otot
jantung (Harvey, 2013).
Farmakokinetik : Metabolisme : diambil oleh saraf adrenergic
dan dimetabolisme oleh monoamine oksidase dan katekol
o-metiltransferase.
Dosis : 1 amp IM atau SK.
d. Propanolol (MIMS, 2010: 45)
Golongan obat : Antagonis adrenergik penghambat reseptor β
Indikasi : Hipertensi, sebagai monoterapi.
Kontraindikasi : Syok kardiogenik, sindrom sick sinus, bradikardia.
Farmakodinamik : Menghambat reseptor β, mengurangi curah jantung dan
bersifat inotropik dan kronotropik negatif. Akibat
penghambatan reseptor β ialah curah jantung, kekuatan,
dan konsumsi oksigen akan menurun (Harvey, 2013).
Farmakokinetika : Onset beta-bloker oral 1 – 2 jam , durasi 6 jam. Distribusi
Vd= 3,9 L/kg untuk dewasa menembus Plasenta, sejumlah
kecil masuk air susu. Ikatan protein pada bayi 68% dan
dewasa 93%. Metabolisme aktif di hati dan kombinasi
tidak aktif.
Dosis : Awal 5 mg 1 x/hr, dapat ditingkatkan menjadi 10-20 mg
1x/hari
C. Uraian Hewan Coba
Klasifikasi Hewan Mencit (Mus Musculus ) (Harrington (1972):
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Mamalia
Ordo : Rodentia
Famili : Muridae
Suku :Murinae
Genus :Mus
Spesies :Mus musculus
D. Karakteristik Hewan Coba (Virginiana, 2007)
Berat badan dewasa : jantan: 20 – 40g, betina: 18 – 35g
Mulai dikawinkan : 8 minggu (jantan dan betina)
Lama kehamilan : 19 – 21 hari
Jumlah pernapasan : 140-180/menit, turun menjadi 80 dengan anestesi, naik
sampai 230 dalam stress.
Tidal volume : 0,09 - 0,23
Detak jantung : 600-650/menit, turun menjadi 350 dengan anestesi, naik
sampai 750 dalam stress.
Volume darah : 76-80 ml/kg
Tekanan darah : 130-160 sistol; 102-110 diastol, turun menjadi 110 sistol,
80 diastol dengan anestesi.
Kolesterol : 26,0-82,4 mg/100 mL
BAB III
METODE PERCOBAAN
A. Alat dan Bahan
a. Alat
1. Alung
2. Gelas ukur
3. Injeksi
4. Lumping
5. Pipet tets
6. Sendok tanduk
7. Timbangan analatik
b. Bahan
1. Alkohol
2. Aqua pro injeksi
3. Atropin
4. Epinefrin
5. Propanolol
6. Tisu
c. Cara Kerja
1. Pembuatan larutan adrenalin
1) Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan
2) Dibuat larutan stok dengan memipet adrenalin 1 ml, kemudian
diencerkan dalam 5 ml dengan menggunakan aqua proinjeksi
3) Dimasukkan kedalam labu ukur dan di cukupkan sampai batas
dengan menggunakan aqua proinjeksi.
4) Diberi etiket
2. Pembuatan larutan atropin
1) Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan
2) Dibuat larutan stok dengan memipet atropin 1 ml,
kemudian diencerkan dalam 5 ml dengan menggunakan aqua
proinjeksi
3) Dimasukkan kedalam labu ukur dan di cukupkan sampai batas
ukur dengan menggunakan aqua proinjez
4) Diberi etiket
3. Perlakuan hewan coba
a. Pemberian adrenalin
1. Disiapkan alat dan bahan.
2. Ditimbang hewan uji mencit (Mus musculus) yang akan
digunakan
3. Diangkat ujung ekor mencit (Mus musculus).
4. Dijepit ekor diantara jari manis dan jari kelingking.
5. dijepit tengkuk mencit (Mus musculus) dengan ibu jari dan jari
telunjuk seerat mungkin.
6. Diisi spoit dengan adrenalin, kemudian disuntikkan ke kulit
bawah bagian perut dengan tidak mengenai usus secara
perlahan.
7. Diamati efek farmakodinamik yang ditimbulkan oleh adrenalin
pada mencit (Mus musculus) setiap selang waktu 5’, 10’, 15’
20’. 25, 30.
b. Pemberian atropin + adrenalin
1. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan
2. Ditimbang hewan uji mencit (Mus musculus) yang akan
digunakan
3. Diangkat ujung ekor mencit (Mus musculus).
4. Dijepit ekor diantara jari manis dan jari kelingking.
5. dijepit tengkuk mencit (Mus musculus) dengan ibu jari dan jari
telunjuk seerat mungkin.
6. Diisi spoit dengan atropin+adrenalin, kemudian disuntikkan ke
kulit bawah bagian perut dengan tidak mengenai usus secara
perlahan.
7. Diamati efek farmakodinamik yang ditimbulkan oleh adrenalin
pada mencit (Mus musculus) setiap selang waktu 5’, 10’, 15’
20’. 25, 30.
c. Propanol
1. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan
2. Ditimbang hewan uji mencit (Mus musculus) yang akan
digunakan
3. Diangkat ujung ekor mencit (Mus musculus).
4. Dijepit ekor diantara jari manis dan jari kelingking.
5. dijepit tengkuk mencit (Mus musculus) dengan ibu jari dan jari
telunjuk seerat mungkin.
6. Diisi spoit dengan propanol, kemudian dimasukkan kedalam
mulut hewan uji.
7. Diamati efek farmakodinamik yang ditimbulkan oleh adrenalin
pada mencit (Mus musculus) setiap selang waktu 5’, 10’, 15’
20’. 25, 30.

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil pengamatan
1. Tabel hasil pengamatan
Hewan Coba

Efek Mencit 1 Mencit 2 Mencit 3


Farmakologi 5 1 1 2 2 3 5 1 1 2 2 3 5 1 1 2 2 3
0 5 0 5 0 0 5 0 5 0 0 5 0 5 0

Vasodilatase - - - - - - - - - - - - - - - - - -
Vasokantilasi - - - - - - - - - - - - - - - - - -
Brodikardi + + + + + + + + + + - - + - + + + +
Grooming + - - - - - - - - - - - + + + + + +
Piloreksi - - - - - - - - - - - - - - - - - -
Salivasi - - - - - - - - - - - - - - - - - -
Urasi - - - - - - - - - - - - - - - - - -
Eksotalamus - - - - - - - + + - - - - - - - - -
Tremor - - - - - - - + - - - - - + - - - -
Warna daun - - - - - - - - - - - - - - - - - -
telinga
Diare - - - - - - - - - - - - - - - - - -

2. Perhitungan
a) Efinefrin 0,2 = 1 ml
Dosis Mencit = 0,0026 x 0,2 mg
= 0,00052
35,34
Dosis untuk mencit 1 = x 0,00052 ml
20𝑔
= 0,0009 mg / 35,34 g / BB Mencit
0,0009 𝑚𝑔
Bobot yang ditimbang = x 1 ml
0,2 𝑚𝑔
= 0,0045 ml

b) Atropin 0,5 mg + efinefrin


Dosis Mencit = 0,0026 x 0,5 mg
= 0,0013
38,16
Dosis untuk mencit 2 = x 0,0013 ml
20𝑔
= 0,0024 mg / 38,16 g / BB Mencit
0,0024𝑚𝑔
Bobot yang ditimbang = x 5 mg
0,5 𝑚𝑔
= 0,024g
c) Propanolol 30 mg
Dosis Mencit = 0,0026 x 30 mg
= 0,078
33,34
Dosis untuk mencit 3 = x 0,078 ml
20𝑔
= 0,130 mg / 33,34 g / BB Mencit
0,130 𝑚𝑔
Bobot yang ditimbang = x 0,2 mg
0,5 𝑚𝑔
= 0,0008 g

Pembahasan
Sistem saraf merupakan serangkaian organ yang kompleks dan
bersambungan serta terdiri terutama dari jaringan saraf. Dalam mekanisme sistem
saraf, lingkungan internal dan stimulus eksternal dipantau dan diatur. Kemampuan
khusus seperti iritabilitas, atau sensitivitas terhadap stimulus, dan konduktivitas
atau kemampuan untuk mentransmisi suatu respon terhadap stimulasi, (Sloane,
2004).
Sistem persarafan terdiri dari sel-sel saraf (neuron) yang tersusun
membentuk system saraf pusat dan system saraf perifer. Sistem saraf pusat (SSP)
terdiri atas otak dan medulla spinalis. Sedangkan system saraf tepi (perifer)
merupakan susunan saraf diluar system saraf pusat yang membawa pesan ke dan
dari system saraf pusat, (Irianto, 2013).
Pada percobaan kali ini pemberian obat dengan cara menyuntikan dibagian
bawah perut dan melalui oral hewan coba yaitu 3 ekor mencit dengan interval
waktu 5, 10, 15, 20, 15, dan 30 menit.

Pada percobaan pertama, mencit A akan disuntikan obat efinefrin melalui IP


(Intra Peritonial). Terlebih dahulu obat efinefrin 1 ml akan di encerkan dengan
menambahkan API (Aqua Pro Inject) sebanyak 4 mL, setelah itu dipipet lagi 1 ml
dari hasil pengenceran pertama dan ditambahkan lagi dengan 4 mL API (Aqua
Pro Injeksi) dan dipipet lagi 1 ml dari hasil pengenceran ke 2 dan ditambahkan
dengan API (Aqua Pro Injeksi) sebanyak 4 mL. Selanjutnya, disuntikan sebanyak
0,2 mL menggunakan dispo. Pada mencit A terjadi reaksi bradikardi hingga menit
ke 30 dan terjadi grooming pada menit ke 5.

Pada percobaan kedua, mencit B akan disuntukan obat atropine dan efinefrin
melalui IP (Intra Peritonial). Terlebih dahulu obat atropine 1 ml akan di encerkan
dengan menambahkan API (Aqua Pro Inject) sebanyak 4 mL, setelah itu dipipet
lagi 1 ml dari hasil pengenceran pertama dan ditambahkan lagi dengan 4 mL API
(Aqua Pro Injeksi) dan dipipet lagi 1 ml dari hasil pengenceran ke 2 dan
ditambahkan dengan API (Aqua Pro Injeksi) sebanyak 4 mL dan perlakuan yang
sama dilakukan pada obat efinefrin diencerkan hingga 3 kali pengenceran.
Selanjutnya, disuntikan pertam atropine sebanyak 0,2 mL pada mencit B dan
setelah itu disuntikan lagi dengan 0,2 mL efinefrin. Pada mencit B terjadi reaksi
bradikardi hingga menit ke 20 dan pada menit ke 10 dan 15 terjadi eksotalamus
pada mencit B, dan pada menit ke 5 juga terjadi tremor pada mencit. Dan
memasuki menit ke 25 mencit B mengalami kematian akibat efek samping yang
ditimbulkan dari obat.

Pada percobaan ketiga, mencit C akan diberikan obat propanolol melalui oral.
Terlebih dahulu obat propanolol 1 ml akan di encerkan dengan menambahkan
API (Aqua Pro Inject) sebanyak 4 mL. Selanjutnya, diberikan pada mencit
melalui oral secara perlahan-lahan.. Pada mencit C terjadi bradikardi di menit 5,
10, 15, 20 dan 30 dan mencit mengalami grooming pada menit ke 5, 10, 15, 20,
25, dan 30.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengamatan yang telah didapatkan dapat disimpulkan
bahwa obat epinefrin termasuk obat golongan agonis adrenergik kerja langsung
yang ditandai dengan efek farmakodinamik setelah pemberian obat yaitu
grooming, tremor, saliva serta vasodilatasi pada mencit. Dan efek
farmakodinamik pada hewan coba (mencit) setelah pemberian obat propanolol
yang ditandai vasodilatasi, grooming, dan bradikardia. Hal ini menunjukkan
bahwa propanolol termasuk dalam golongan obat antagonis adrenergik penyekat
β.
B. Saran
Sebaiknya praktikan lebih teliti lagi dalam melakukan percobaan dan pada
saat melakukan perhitungan bahan sehingga kesalahan overdosis yang
menyebabkan kematian pada mencit dapat dihindari
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2017. Farmakologi dan Toksikologi II Revisi 7. Tim Dosen Lab


Farmakologi.
Universitas Muslim Indonesia. Makassar.
Anonim. 2016. MIMS Petunjuk Konsultasi, Edisi 16. PT. Bhuana Ilmu Populer.
Jakarta.
Champe, Pamela C. 2013. Farmakologi ulasan bergambar. Edisi IV. EGC:
Jakarta.
Ditjen POM. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Departemen
Kesehatan Republik
Indonesia: Jakarta.
Farmakologi dan Terapi. Edisi 5. 2007. Departemen Farmakologi dan Terapeutik
FK UI :
Jakarta.
Ganiswara, S.,2012,Farmakologi dan Terapi Edisi V, Bagian Farmakologi dan
terapi
kedokteran UI: Jakarta.
Gilman, G,. 2010. Manual Farmakologi dan Terapi. EGC: Jakarta.
Harrington, J., F., 1972., Seed Storage and Longevity, in : Seed Biologyvo.
III.ed.by TT.
Kozlowski. Academic Press: New York, London.
Harvey A. Richard., 2013. Farmakologi Ulasan Bergambar Edisi ke-4. Buku
kedokteran,EGC. Jakarta.
Irianto, Koes. 2013. Anatomi dan Fisiologi untuk Mahasiswa. Alfabeta. Bandung
Mycek, Mary. J. dkk. 2013. Farmakologi Ulasan Bergambar Edisi 2.
Widya medika. Jakarta
Neal, Michael j. 2006., At a glance farmakologi medis. Erlangga. Jakarta.
Sloene, Ethel. 2004. Anatomi dan fisiologi untuk pemula. Penerbit buku
kedokteran EGC.
Jakarta.
Sulistia, dkk. 2007. Farmakologi Dan Terapi. Departemen Farmakologik dan
Terapeutik.
Jakarta.
Virgiana, R. 2007. Pengaruh Pemberian Larutan serbuk daun manggis
(GraciamangostanaL.) Terhadap Berat Testis Mencit(Mus
musculus), GalurDDY.Skripsi SarjanaPendidikan Biologi: UHAMKA.

LAMPIRAN
a. Cara Kerja

Anda mungkin juga menyukai