Efek perangsangan susunan saral pusat (SSP) baik oleh obat yang berasal dari alam
atau sintetik dapat diperlihatkan pada hewan dan manusia. Beberapa obat memperlihatkan
efek perangsangan SSP yang nyata dalam dosis toksik sedangkan obat lain memperlihatkan
elek perangsangan SSP sebagai efek samping.
Obat ini dapat dibedakan menurut derajat efek perangsang SPP yang
ditimbulkannya, yaitu :
1.
Konvulsan, langsung memberikan efek konvulsi, termasuk striknin,
pikrotoksin, pentilentetrazol, bemegrid, niketamid, dan toksin tetanus.
2. Analpetik, menimbulkan ganggauan tidur, termasuk efedrin,
amfetamin, kokain, pipradol, dan kamfer.
3.
Psychic energizer, memberikan rasa segar, termasuk kafein dan
derifat xantin lain, imipramin, amitriptilin, dan derivatnya.
Pada umumnya melalui dua mekanisme yaitu (1 ) mengadakan blokade sistem
penghambatan; (2) meninggikan perangsangan sinaps. Dalam SSP dikenal sistem
penghambatan pascasinaps dan penghambatan prasinaps.
1.Striknin
Indikasi
Striknin tidak bermanfaat untuk terapi, tetapi untuk menjelaskan fisiologi dan farmakologi
susunan saraf, obat ini menduduki tempat utama diantara obat yang bekerja secara sentral.
Striknin juga digunakan sebagai perangsang nafsu makan secara irasional berdasarkan
rasanya yang pahit.
Mekanisme Kerja
Striknin bekerja dengan cara mengadakan antagonisme kompetitif terhadap transmiter
penghambatan yaitu glisin di daerah penghambatan pascasinaps, dimana glisin juga bertindak
sebagai transmiter penghambat pascasinaps yang terletak pada pusat yanng lebih tinggi di
SSP.
Striknin menyebabkan perangsangan pada semua bagian SSP. Obat ini merupakan obat
konvulsan kuat dengan sifat kejang yang khas.
Efek Samping
Gambaran konvulsi oleh striknin ini berbeda dengan konvulsi oleh obat yang merangsang
langsung neuron pusat. Sifat khas lainnya dari kejang striknin ialah kontraksi ekstensor yang
simetris yang diperkuat oleh rangsangan sensorik yaitu pendengaran, penglihatan dan
perabaan. Striknin ternyata juga merangsang medula spinalis secara langsung. Atas dasar ini
efek striknin dianggap berdasarkan kerjanya pada medula spinalis dan konvulsinya disebut
konvulsi spinal. Medula oblongota hanya dipengaruhi striknin pada dosis yang menimbulkan
Pada kelompok-stimulasi tinggi, perubahan suara / suara serak, batuk, sakit tenggorokan,
nyeri spesifik, dyspnea, paresthesia, dispepsia, muntah, dan infeksi yang meningkat secara
signifikan dari baseline.
Dosis
Pentilentetrazol merupakan Kristal putih yang mudah larut dalam air, diperdagangkan dalam
bentuk tablet 100 mg, ampul 3 mL dan vial berisi larutan 10%.
5. Doksapram dan Niketamid
Indikasi
Kedua obat ini secara selektif merangsang pusat pernapasan pada penderita yang mengalami
depresi pernapasan.
Mekanisme Kerja
Merangsang semua tingkat sumbu serebrospinal sehingga mudah timbul kejang tonik klonik.
Kedua obat ini bekerja dengan meningkatkan derajat perangsangan, bukan dengan
mengadakan blokade pada penghambat sentral.
Efek Samping
Pada dosis subkonvulsi, kedua obat ini dapat menimbulkan efek samping berupa hipertensi,
takikardi, aritmia, batuk, bersin, muntah, gatal, tremor, kaku otot, berkeringat, kemerahan di
wajah dan hiperpireksia, Untuk mengatasi perangsangan SSP yang berlebihan atau terjadinya
kejang, dapat diberikan diazepam lV.
Kelemahannya karena:
1.
Efek perangsangnya berlangsung singkat saja (5-10menit). Karena
itu pemberiannya harus berulang kali. Efek singkat disebabkan oleh
adanya bolus effect ke organ lain.
2. Batas keamanan obat ini sempit sehingga dosis untuk
menimbulkan perangsangan pusat napas tidak banyak berbeda
dengan dosis yang menimbulkan kejang.
Batas keamanan doksapram lebih luas dan efek sampingnya lebih
sedikit dibandingniketamid.
Dosis
Niketamid 1- 3 ml untuk perangsanan pernafasan. Doksapram 0,5- 1,5 mg
/ kgbb secara iv.
6.Metilfenidat
Indikasi
Bagian dari pengobatan komprehensif untuk attention-deficit hyperactivity disorders
(ADHD)
Mekanisme Kerja
Metilfenidat merupakan derivat piperidin. Berbeda dengan analeptik lainnya, metilfenidat
merupakan perangsang SSP ringan yang efeknya lebih menonjol terhadap aktivitas mental
dibandingkan terhadap aktivitas motorik. Namun pada dosis besar, metilfenidat dapat
menimbulkan perangsangan SSP secara umum baik pada manusia maupun pada hewan. Sifat
farmakologinya mirip amfetamin. Metilfenidat dapat disalahgunakan seperti halnya
amfetamin.
Efek Samping
Sakit perut, nausea, muntah, mulut kering, takikardi, palpitasi, aitmia, perubahan tekanan
darah, insomnia, gugup, anorexia, sakit kepala, mengantuk, pusing, gangguan dalam
pergerakan, atralgia, ruam kulit, pruritus, alopesia. Jarang terjadi : arteritis cerebral, angina,
hiperaktivitas, konvulsi, psikosis, tics termasuk sindroma Tourette, Neuroleptic Malignant
Syndrome, toleransi dan ketergantungan, retardasi pertumbuhan, menurunkan berat badan,
kelainan darah termasuk leukopenia dan trombositopenia, keram otot, gangguan penglihatan,
eksfoliatif, dermatitis, eritema multiform.
Dosis
Anak-anak diatas 6 tahun, dosis awal 5 mg, 1-2 kali sehari, naikan dosis jika perlu dengan
interval tiap minggunya sebnyak 5-10 mg per hari hingga maksimum 60 mg per hari dalam
dosis terbagi. Hentikan pemakaian jika tidak ada respon setelah 1 bulan, dan juga hentikan
secara periodik untuk menilai kondisi anak (Biasanya pada akhirnya dihentikan selama atau
setelah pubertas), untuk anak di bawah umur 6 tahun tidak direkomendasikan.
Dosis malam : Jika efek berkurang pada malam hari, pemberian 1 kali dosis pada sesaat
sebelum tidur dapat dilakukan.
Interaksi Obat
Adrenergik neuron blocker : metilfenidat memberikan efek antagonis terhadap efek hipotensi
Antidepresan : risiko hipertensi krisis jika deksamfetamin, dopamin, dopeksamin, efedrin,
isomethepthan, metilfenidat,
fenilefrin, fenilpropanolamin,
pseudoefedrin atau
simpatomimetik diberikan bersama.;Moklobemid : metilfenidat dapat menghambat
metabolisme SSRI dan trisiklik
Mekanisme Kerja
Teofilin menghambat nukleotida fosfodiesrerase siklik (PDE), sehingga menghambat
hidrolisis AMP siklik dan GMP siklik menjadi 5'-AMP dan 5'-GMP Penghambatan PDE
menyebabkan akumulas iAMP siklik dan GMP siklik, sehingga meningkatkan transduksi
sinyal melalui jalur ini. Toflin dan metiixantin sejenis tidak selektif terhadap penghambatan
PDE. Produksi nukleotida siklik diatur oleh interaksi ligan-reseptor endogen yang
menyebabkan aktivasi adenilat siklase dan guanilil siklase. Oleh karena itu inhibitor PDE
dapat dianggap sebagai obat yang meningkatkan aktivitas autakoid endogen, hormon, dan
neurotransmiter yang memberikan sinyal melalui nukleotida siklik. Teofilin juga merupakan
antagonis kompetitif pada reseptor adenosin. Adenosin dapat bertindak sebagai autakoid dan
transmiter dengan kerja biologis yang sangat banyak. Relevansi utama terhadap asma adalah
pengamatan bahwa adenosin dapat menyebabkan brokokonstriksi pada pasien asma dan
secara imunologis berpotensi menginduksi pelepasan mediator dari sel mast paru-paru. Oleh
karena itu, penghambatan kerja adenosin juga harus dipertimbangkan unruk menjelaskan
mekanisme kerja teofilin. Teofilin juga mempunyai bagian kerja antiinfamasinya terhadap
kemampuannya untuk mengaktivasi deasetilase histon dalam nuldeus. Menurut teori,
deasetilasi histon dapat mengurangi transkripsi beberapa gen proinflamatori dan memperkuat
efek kortikosteroid.
Efek Samping
Efek merugikan pada SSP meliputi sakit kepala, ansietas, gelisah, agitasi, insomnia, pening,
dan seizure. Reaksi ini lebih sering terjadi pada anak-anak daripada dewasa dan juga lebih
sering terjadi setelah pemberian intravena yang cepat atau pasien dengan konsentrasi serum
teofilin yang berlebih. Reaksi serius dapat terjadi tanpa didahului gejala ringan. Pengurangan
dosis dapat menghilangkan efek samping SSP, tetapi jika berlanjut atau menjadi berat, teofilin
harus dihentikan.
Urtikaria dapat terjadi akibat hipersensitivitas terhadap garam etilendiamin dalam aminofilin.
Reaksi alergi mungkin tidak terlihat selama 12-24 jam setelah pengobatan dimulai. Teofilin
menurunkan resitensi perifer, meningkatkan curah jantung, dan menyebabkan efek vagus
pusat. Palpitasi, bradikardi sinus, ekstrasistol, hipotensi, takikardi ventrikular, kontraksi
ventrikular prematur (premature uentricular contraction, PVC) dan henti jantung pernah
dilaporkan. Walaupun efek kardiovaskular umumnya ringan dan sementara, reaksi yang
serius, seperti aritmia ventrikular, dapat terjadi tanpa peringatan. Pasien harus dipantau
dengan hati-hati. Pada pasien overdosis teofilin akut kemungkinan besar mengalami
hipotensi, hipokalemia, dan atau asidosis metabolik daripada pasien yang mendapat
overmedikasi kronis. Pasien yang menderita overmedikasi kronis dapat mengalami seizure
dan aritmia serius dengan konsentrasi serum 28-70 g/mL. Aritmia jantung meliputi fibrilasi
atrium atau futer atrium, takikardi atrium multifokal, takikardia sinus, takikardia
supraventrikular dan kontraksi ventrikular prematur dengan ketidakstabilan hemodinamik.
Dosis
Teofilin sekarang kurang berperan karena manfaatnya sedikit, jendela terapeutiknya sempit,
dan memerlukan pemantauan kadar obat. Asma pada malam hari dapat diperbaiki dengan
sediaan teofilin lepas-lambat, tetapi intervensi lain seperti glukokortikoid inhalasi atau
salmeterol kemungkinan lebih efektif.
Pengobatan dimulai dengan pemberian teofilin 12-16 mg/kg/hari (dihitung sebagai basa
bebas) sampai maksimum 400 mg/hari selama sedikitnya 3 hari. Anak-anak berusia <1 tahun
memerlukan dosis yang lebih kecil dosis dalam miligram per kilogram per hari mungkin
dihitung sebagai 0,2 x (usia dalam minggu). Permulaan dengan dosis rendah ini
meminimalkan efek samping awal berupa mual, muntah, gelisah, dan insomnia yang sering
berkurang dengan terapi kontinu dan akhirnya mengeliminasi kemungkinan kelebihan
konsentrasi plasma 20 l /mL pada pasien berusia >1 tahun yang tidak mempunyai gangguan
fungsi hati atau jantung. Selanjutnya, dosis ditingkatkan dalam 2 tahap berturut-turut menjadi
16-20, dan selanjutnya 18 dan 22 mg/kg/hari (sampai maksimal 800 mg/hari) tergantung pada
usia dan respons klinis pasien dan memungkinkan penyesuaian dosis sedikitnya dalam 3 hari.
Konsentrasi plasma teofilin ditentukan sebelum penyesuaian dosis selanjutnya dibuat.
Walaupun sediaan teofilin lepas diperpanjang biasanya memungkinkan dosis dua kali sehari,
variasi laju dan tingkat absorpsi sediaan tersebut memerlukan kalibrasi regimen individual
untuk setiap pasien dan sediaan.
Interaksi Obat
Kafein
Indikasi
menghilangkan rasa kantuk, menimbulkan daya pikir yang cepat, perangsang pusat
pernafasan dan fasomotor, untuk merangsang pernafasan pada apnea bayi prematur
Mekanisme Kerja
Kafein sedikit meningkatkan pelepasan Norepinefrin dan Dopamin dan meningkatkan
aktivitas neuron di banyak daerah otak. Kafein diabsorpsi dari saluran cerna, didistribusikan
dengan cepat ke seluruh jaringan, dan mudah melintasi sawar plasenta. Banyak efek kafein
dipercaya terjadi melalui antagonisme kompetitif pada reseptor adenosin. Adenosin adalah
neuromodulator yang memengaruhi sejumlah fungsi di SSP. Efek sedatif ringan yang terjadi
ketika adenosin mengaktifkan subtipe reseptor adenosin tertentu dapat diantagonis oleh
kafein.
Efek Samping
Toleransi terhadap efek stimulan kafein terjadi dengan cepat. Karena itu, suatu sindrom
putus-kafein ringan telah dibuktikan dalam penelitian terkontrol dengan hanya menghentikan
konsumsi kopi satu sampai dua cangkir per hari secara tiba-tiba. Reaksi putus kafein terdiri
atas perasaan lelah dan sedasi. Pada dosis lebih tinggi, dilaporkan terjadi sakit kepala dan
mual selama reaksi putus-kafein, muntah jarang terjadi. Meskipun sindrom putus-kafein
dapat terlihat, hanya sedikit pemakai kafein yang melaporkan kehilangan kendali atas asupan
kafein atau sangat kesulitan mengurangi atau menghentikan kafein jika diinginkan.Gejala
yang biasanya paling mencolok pada penggunaan kafein dosis berlebihan ialah muntah dan
kejang. Walaupun dosis letal akut kafein pada orang dewasa antara 5-10 g, namun reaksi yang
tidak diinginkan telah terlihat pada penggunaan kafein 1 g (15 mg/kgBB) yang menyebabkan
kadar dalam plasma di atas 30 g/ml. Gejala permulaan berupa sukar tidur, gelisah dan
eksitasi yang dapat berkembang menjadi delirium ringan. Gangguan sensoris berupa tinitus
dan kilatan cahaya sering dijumpai. Otot rangka menjadi tegang dan gemetar, sering pula
ditemukan takikardi dan ekstrasistol,sedangkan pernapasan menjadi lebih cepat.
Dosis
apnea pada bayi : 2.5-5 mg/kgBB/hr, keracunan obat depresan : 0.5-1 gr kafein Na-Benzoat
(Intramuskuler).
Interaksi Obat
Kafein jarang sekali digunakan untuk pengobatan keracunan obat depresan SSP. Kalau
digunakan biasanya diberikan 0,5 g kafein Na benzoat.Kombinasi tetap kafein dengan
analgetik misalnya aspirin digunakan untuk pengobatan berbagai sakit kepala. Hanya sedikit
data yang dapat memperkuat indikasi ini. Kalein juga digunakan dalam kombinasi dengan
alkaloid ergot untuk pengobatan migren, perbaikan ini didasarkan atas kemampuan
metilxantin menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah serebral.
Efek Pada Organ
1.Rangsangan pada SSP/ pusat napas
2.Relaksasi otot polos
3.Dilatasi Koroner
4.Aktivitas otot rangka
5.Diuresi
Teofilin
+
+++
+++
+
+++
Teobromin
+
+
+
+
++
Kafein
+++
+
+
+++
+
DAFTAR PUSTAKA
Syarif, Amir. dkk. 2007. Farmakologi dan Terapi. Jakarta : Balai Penerbit Fakultas
Kedokteran UI.
Goodman and Gilman. 2007. Dasar Farmakologi Terapi, Edisi 10. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
BPOM. 2008. Informatorium Obat Nasional Indonesia. Jakarta : Sagung Seto
Kee,
Proses
Tjay, Tan Hoan dan Kirana Rahardja. 2007. Obat-Obat Penting. Jakarta :
Gramedia.