PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Banyak obat-obat yang dapat merangsang sistem saraf pusat (SSP), tetapi yang
pemakaiannya disetujui secara medis terbatas, hanya pada pengobatan narkolepsi, gangguan
penurunan perhatian pada anak-anak, obesitas, dan pemulihan distress pernapasan. Kelompok
utama dari perangsang SSP adalah amfetamin dan kafein yang merangsang korteks serebri dari
otak; analeptik dan kafein yang berkerja pada otak dan medula untuk merangsang pernapasan.
Analeptika merupakan kelompok obat yang berfungsi untuk memulihkan kondisi tubuh;
umumnya merupakan obat-obat stimulansia. Dahulu, beberapa analeptik digunakan untuk
mengatasi intoksikasi berat akibat obat depresan umum, sekarang tindakan ini tersisih dengan
adanya tindakan konservatif berupa perawatan intensif yang hasilnya jauh lebih baik.
Sistem saraf pusat merupakan pusat pengendali pada tubuh manusia, namun pada usia
lanjut, terdapat penurunan fungsi kerjanya, berupa kelemahan daya ingat dan konsentrasi, lebih
lanjut dapat menyebabkan penyakit-penyakit diusia lanjut seperti demensia dan parkinson. Obatobatan nootropik atau
neurotropik
adalah
senyawa
yang
meningkatkan
kemampuan kognitif manusia (fungsi dan kapasitas otak). Obat ini digunakan
pada
gangguan
(insufisiensi)
cerebral
seperti
mudah
lupa,
kurang
C. Tujuan
1. Memaparkan definisi dan obat-obat golongan Psikoanaleptik dan Nootropik.
1
BAB II
PEMBAHASAN
A. PSIKOANALEPTIK
1. Definisi Obat Psikoanaleptik
Analeptika merupakan kelompok obat yang berfungsi untuk memulihkan kondisi tubuh;
umumnya merupakan obat-obat stimulansia. Analeptika bekerja sebagai stimulan pada sistem
saraf pusat (SSP). Pemacu SSP dapat meningkatkan aktifitas psikis. Senyawa ini dapat
menghilangkan rasa lelah dan penat, meningkatkan kemampuan berkonsentrasi. Senyawa ini
tidak boleh dipakai untuk mengobati depresi, obesitas, senilitas, debilitas atau kelesuan. Nilai
terapeutik senyawa ini masih dipersoalkan. Pemakai obat ini berisiko kurang tidur, cadangan
nergi tubuh terkuras, dan sesudah itu terjadi kelelahan absolut. Senyawa ini juga cepat
mengakibatkan toleransi dan ketergantungan.
2. Informasi dan mekanisme kerja
Stimulan Sistem Saraf Pusat (SSP) ini meningkatkan kadar neurotransmitter dalam sistem
tersebut. Agen ini menghasilkan stimulasi SSP dan pernapasan, dilatasi pupil, peningkatan
aktivitas motorik dan kewaspadaan mental, mengurangi keletihan, dan meningkatkan semangat.
2.1 Penggunaan secara umum
Agen ini digunakan pada pengobatan narkolepsi dan gangguan defisit perhatian
dengan hiperaktivitas pada anak-anak. Agens ini juga digunakan sebagai terapi
penunjang pembatasan kalori pada penanganan obesitas eksogen.
2.2 Kontra Indikasi
melepaskan
depot
intraselular
katekolamin.
Karena
amfetamin
juga
norepinefrin.
Efek kardiovaskular: selain efek SSP, amfetamin menyebabkan palpitasi,
aritmia jantung, hipertensi, sakit angina, kolaps pembuluh. Sakit kepala,
menggigil dan keringat mengucur dapat juga terjadi. Karena efek
kardiovaskularnya, amfetamin jangan diberikan kepada pasien dengan
1995).
Dosis 10-30 mg meningkatkan keterjagaan, waspada, tidak merasa lelah,
percaya diri, inisiatif meningkat, mampu berkonsentrasi, kenaikan aktivitas
3.1.3
lingkungan sekolahnya.
Narkolepsi: metilfenidat digunakan untuk pengobatan narkolepsi, suatu
penyakit dengan keinginan tidur yang luar biasa.
3.1.4
Farmakokinetik
Amfetamin
diabsorbsi
sempurna
dalam
saluran
pencernaan,
dimetabolisme hati dan dikeluarkan dalam urin. Euforia yang disebabkan oleh
amfetamin berlangsung 4-6 jam atau 4-8 kali lebih lama dari efek kokain.
Amfetamin menimbulkan adiksi ketergantungan, toleransi, dan keinginan untuk
mendapatkan obat.
3.2 STRYCHNINE
Alkaloid dan flux vomica, biji tanaman Strychnos flux vomica di India.
3.2.1 Aksi Farmakalogik
a. Susunan Saraf Pusat:
Eksitasi pada semua bagian susunan saraf pusat
Menaikkan eksitabilitas neuronal dengan memblok mekanisme
inhibisinya.
Tidak spesifik stimulasi medulla oblongata, oleh karena itu tidak dapat
dipakai untuk memacu respirasi.
b. Kardiovaskular: Tensi berubah karena efek pada pusat vasomotor, termasuk
pada medulla spinalis
c. Gastrointestinal
Stimulasi, dipakai pada atonik konstipasi
Ekskresi striknin
Striknin mudah diserap dari saluran cerna dan tempat suntikan, segera
meninggalkan sirkulasi masuk ke jaringan. Kadar striknin di SSP tidak lebih
tinggi daripada di jaringan lain. Striknin segera dimetabolisme terutama oleh
enzim mikrosom set halt dan diekskresikan melalui urin. Ekskresi lengkap
dalam waktu 10 jam, sebagian dalam bentuk asal (Ganiswarna et al., 1995).
3.2.3
Efek striknin
Gejala keracunan striknin yang mula-mula timbul ialah kaku otot muka
dan leher. Setiap rangsangan sensorik dapat menimbulkan gerakan motorik
hebat. Pada stadium awal terjadi gerakan ekstensi yang masih terkoordinasi,
6
akhirnya terjadi konvulsi tetanik. Pada stadium ini badan berada dalam sikap
hiperekstensi (opistotonus). Semua otot lurik dalam keadaan kontraksi penuh.
Nafas terhenti karena kontraksi otot diafragma, dada dan perut. Episode kejang
ini terjadi berulang; frekuensi dan hebatnya kejang bertambah dengan adanya
perangsangan sensorik. Kontraksi otot ini menimbulkan nyeri hebat, dan
penderita takut mati dalam serangan berikutnya. Kematian biasanya disebabkan
oleh paralisis batang otak karena hipoksia akibat gangguan nafas. Kombinasi
dan adanya gangguan nafas dan kontraksi otot yang hebat dapat menimbulkan
asidosis respirasi maupun asidosis metabolik hebat; yang terakhir ini mungkin
akibat adanya peninggian kadar laktat dalam plasma.
Obat yang paling bermanfaat untuk mengatasi hal ini ialah diazepam 10
mg IV, sebab diazepam dapat melawan kejang tanpa menimbulkan potensiasi
terhadap depresi postictal, seperti yang umum terjadi pada penggunaan
barbiturat atau depresan non-selektif lain. Kadang-kadang diperlukan tindakan
anesthesia atau pemberian obat penghambat neuromuskular pada keracunan
yang hebat.
Pengobatan keracunan striknin ialah mencegah terjadinya kejang dan
membantu pernafasan. Intubasi endotrakeal berguna untuk memperbaiki
pernafasan. Dapat pula diberikan obat golongan kurariform untuk mengurangi
derajat kontraksi otot. Bilas lambung dikerjakan bila diduga masih ada striknin
dalam lambung yang belum diserap. Untuk bilas lambung digunakan larutan
KMnO4 0,5 atau campuran yodium tingtur dan air (1: 250) atau larutan asam
tanat. Pada perawatan ini harus dihindarkan adanya rangsangan sensorik
(Ganiswarna et al., 1995).
3.3 PICROTOXIN
Picrotoxin pikrotoksinin: pikrotin
Picrotoxin merupakan stimulan kuat pada SSP. Konvulsi klonik dan
inkoordinasi yang terjadi menyerupai akibat pentilentetrazol. Pada dosis yang lebih
besar, terjadi konvulsi tonik-klonik, fleksi dulu baru ekstensi. Disertai pula dengan
kenaikan tensi, salivasi, stimulasi vasomotor dan emesis. Stimulasi respirasi terjadi
pada dosis yang mendekati dosis konvulsi (Wibowo & Gofir, 2001). Picrotoxin
merupakan perangsang SSP yang kuat, dan bekerja pada semua bagian SSP
(Ganiswarna et al., 1995).
7
Manfaat terapetik:
Pemberian i.v.: aktivasi EEG untuk diagnostik epilepsi, sub convulsive dose
ditambah dengan stimulasi photic akan mengaktifkan fokus epileptogenik.
Diuji coba untuk kasus geriatni/senilitas (Wibowo & Gofir, 2001).
3.4.3
Sediaan
Pentilentetrazol merupakan kristal putih yang mudah larut dalam air,
diperdagangkan dalam bentuk tablet 100 mg, ampul 3 ini dan vial berisi larutan
10% (Ganiswarna et al., 1995).
sehingga
terjadi
peningkatan
tidal
volume
karena
aktivasi
chemoreceptor karotis dan neuron pusat nafas. Dosis lebih besar pada kucing
merangsang neuron pernafasan maupun neuron lain yang terletak di medula
oblongata. Selektivitas niketamid lebih rendah daripada doksapram, juga pada
manusia. Lamanya perangsangan nafas sesudah pemberian IV tunggal hanya
berlangsung 5-10 menit. Efek yang singkat ini rupanya mencerminkan adanya
bolus effect yaitu sebagian besar obat mula-mula-mula didistribusikan ke SSP,
kemudian mengalami redistribusi ke organ lain. Hal ini pula yang menimbulkan
serangan kejang sesudah pemberian berulang, karena dosis yang menimbulkan
kejang umumnya tidak berbeda jauh dengan dosis yang diperlukan untuk
merangsang nafas (Ganiswarna et al., 1995).
c. Efek
Batas keamanan doksapram lebih besar dan efek sampingnya lebih sedikit
dibandingkan niketamid. Pada dosis subkonvulsi, kedua obat ini dapat
menimbulkan efek samping berupa hipertensi, ikardi, aritmia, batuk, bersin,
muntah, gatal, tremo, kaku otot, berkeringat, kemerahan di wajah dan
hyperpyrexia. Untuk mengatasi perangsangan SSP yang berlebihan atau
terjadinya kejang, dapat diberikan diazepam IV. Analeptik dengan dosis di
bawah dosis yang menimbulkan kejang, tidak efektif untuk mengatasi koma
yang dalam; bahkan depresi post ictal yang terjadi sesudah kejang akan
memperburuk keadaan koma (Ganiswarna et al., 1995).
9
3.5.2
Ethamivan
Seperti juga Nikethamid, tidak menyebabkan aktifasi carotid chemoreceptor,
tidak ada stimulasi selektif respirasi dan tidak menaikkan volume tidal.
a. Efek Samping:
Hipertensi, takhikardi, arithmia, batuk, sneezing, muntah, gatal, tremor,
rigiditas otot, berkeringat, flushing, hipepireksia.
Gejala stimulasi SSP ini diterapi dengan diazepam. Pemberian analeptik
pada koma tidak bermanfaat, karena dosisnya hams dosis konvulsif
akan tetapi depresi pasca konvulsinya justru akan memperdalam
komanya.
b. Manfaat terapetik:
Terbatas pada: Intoksikasi sedatif-hipnotik
Penyakit Paru obstruksi menahun (Wibowo & Gofir, 2001).
3.6 METHYLPHENIDATE
3.6.1 Farmakodinamik.
Metiltenidat merupakan derivat piperidin. Berbeda dengan analeptik
lainnya, metilfenidat merupakan perangsang SSP ringan yang efeknya lebih
menonjol terhadap aktivitas mental dibandingkan terhadap aktivitas motorik.
Namun pada dosis besar, metilfenidat dapat menimbulkan perangsangan SSP
secara umum baik pada manusia maupun pada hewan. Sifat farmakologinya
mirip amlelamin. Metilfenidat dapat disalahgunakan seperti halnya amfetamin
(Ganiswarna et al., 1995).
3.6.2
Farmakokinetik.
Metilfenidat mudah diabsorpsi melalui saluran cerna, kadar puncak
dalam plasma dapat dicapai dalam 2 jam. Waktu paruh plasma antara 1-2 jam
tetapi kadar dalam otak jauh melebihi kadar dalam plasma. Metabolitnya yang
80% berupa asam retalinat hasil deesterifikasi metilfenidat akan dikeluarkan
bersama urin (Ganiswarna et al., 1995).
3.6.3
Sediaan
Metilfenidat HCl, tersedia dalam bentuk tablet 5, 10 atau 20 mg. Dosis
dewasa biasanya 2-3 kali 10 mg sehari. Dosis anak dengan hiperkinetik, mulamula 025 mg/kgBB sehari. Bila belum efektif dosis dinaikkan dua kali lipat tiap
10
minggu sehingga tercapai dosis optimal 2 Mg/kgBB sehari. Obat ini diberikan
dalam dua porsi yang sama, sebelum makan pagi dan makan siang. Metilfenidat
juga tersedia dalam bentuk tablet lepas lambat 20 mg dengan masa kerja
kurang lebih 8 jam. Dengan preparat ini frekuensi pemberian obat dapat
dikurangi (Ganiswarna et al., 1995).
3.6.4
Indikasi.
Metilfenidat telah dicoba secara ekstensif untuk pengobatan berbagai
depresi mental, pengobatan keracunan depresan SSP, atau untuk menghilangkan
rasa apatis akibat berbagai hal; tetapi efektivitasnya masih diragukan.
Metilfenidat dan dekstroamfetamin merupakan obat tambahan yang
penting pada sindrom hiperkinetik pada anak dan dewasa yang ditandai dengan
adanya Attention Deficit Disorder (ADD) yang dahulu disebut disfungsi otak
minimal. Sayangnya kedua obat ini, terutama dekstroamfetamin, dapat menekan
pertumbuhan badan pada penggunaan kronik. Efek samping metilfenidat yang
lain yaitu insomnia, mual, iritabel, nyeni abdomen, sakit kepala dan
meningkatnya denyut jantung. Efek samping ini bersifat sementara dan dapat
dikendalikan dengan menurunkan dosis obat. Metilfenidat yang diberikan secara
oral dapat menimbulkan gejala idiosinkrasi berupa episode halusinasi akut
(Ganiswarna et al., 1995).
waktu paronya panjang. Perbaikan klinis tercapai dalam 3-4 minggu (Wibowo &
Gofir, 2001).
3.8 XANTHINES
3.8.1 Sejarah dan Kimia
Derivat xantin terdiri dari kafein, teofilin dan teobromin ialah alkaloid
yang terdapat dalam tumbuhan. Sejak dahulu ekstrak tumbuh-tumbuhan ini
digunakan sebagai minuman. Ketiganya merupakan derivat xantin yang
mengandung gugus metil. Xantin sendiri ialah dioksipurin yang mempunyai
struktur mirip dengan asam urat. Kafein ialah 1, 3, 7-trimetilxantin; teofilin ialah
1 ,3-dimetilxantin; dan teobromin ialah 3,7-dimetil-Xantin (Ganiswarna et al.,
1995).
3.8.2
Farmakodinamik
Teofilin, kafein dan teobromin mempunyai efek farmakologi yang sama
yang bermanfaat secara klinis. Obat-obat ini menyebabkan relaksasi otot polos,
terutama otot polos bronkus, merangsang SSP, otot jantung, dan meningkatkan
diuresis. Teobromin tidak bermanfaat secara klinis karena efek farmakologisnya
rendah (Ganiswarna et al., 1995).
3.8.3
Farmakokinetik
Metilxantin didistribusikan ke seluruh tubuh. melewati plasenta dan
masuk ke air susu ibu. Volume distribusi kafein dan teofilin ialah antara 400 dan
600 ml/kg; pada bayi prematur nilai ini lebih tinggi. Derajat ikatan protein
teofilin ternyata lebih besar daripada kafein. Dalam kadar terapi ikatan teofilin
dengan protein kira-kira 60% tetapi pada bayi baru lahir dan pada pasien sirosis
hati ikatan protein ini lebih rendah (40%).
Eliminasi metilxantin terutama melalui metabolisme dalam hati.
Sebagian besar diekskresikan bersama urin dalam bentuk asam metilurat atau
metilxantin. Kurang dari 20% teofilin dan 5% kafein akan ditemukan di urin
dalam bentuk utuh. Waktu paruh plasma kafein antara 3-7 jam, nilai ini akan
12
menjadi 2 kali lipat pada Wanita hamil tua atau wanita yang menggunakan pil
kontrasepsi jangka panjang. Sedangkan waktu paruh plasma teofilin pada orang
dewasa 8-9 jam dan pada anak muda kira-kira 3,5 jam. Pada pendent sirosis hati
atau udem paru akut, kecepatan eliminasi sangat bervariasi dan berlangsung
lebih lambat, pernah dilaporkan lebih dari 60 jam. Pada bayi prematur,
kecepatan eliminasi teofilin dan kafein sangat menurun; waktu paruh kafein
rata-rata 50 jam, sedangkan teofilin pada berbagai penelitian berkisar antara 2036 jam (Ganiswarna et al., 1995).
Metilxantin cepat diabsorpsi setelah pemberian oral, rektal atau
parenteral. Sediaan bentuk cair atau tablet tidak bersalut akan diabsorpsi secara
cepat dan lengkap. Absorpsi juga berlangsung lengkap untuk beberapa jenis
sediaan lepas lambat. Absorpsi teofilin dalam bentuk garam yang mudah larut,
misalnya teofilin Na glisinat atau teofilin kolin tidak lebih baik.
Sediaan teofilin parenteral atau rektal ternyata tetap menimbulkan
keluhan nyeri saluran cerna, mual dan muntah. Rupanya gejala ini berhubungan
dengan kadar teofilin dalam plasma. Keluhan saluran cerna yang disebabkan
oleh iritasi setempat dapat dihindarkan dengan pemberian obat bersama
makanan, tetapi akan terjadi penurunan absorpsi teofilin.
Dalam keadaan perut kosong, sediaan teofilin bentuk cair atau tablet
tidak bersalut dapat menghasilkan kadar puncak plasma dalam waktu 2 jam,
sedangkan kafein dalam waktu 1 jam.
Saat ini tersedia teofilin lepas lambat, yang dibuat sedemikian rupa agar
dosis teofilin dapat diberikan dengan interval 8, 12 atau 24 jam. Ternyata sediaan
ini bervariasi kecepatan maupun jumlah absorpsinya antar pasien; khususnya
akibat pengaruh adanya makanan dan waktu pemberian.
Pada umumnya adanya makanan dalam lambung akan memperlambat
kecepatan absorpsi teofilin tetapi tidak mempengaruhi derajat besarnya absorpsi.
Dan penelitian didapatkan bahwa bioavailabilitas sediaan lepas lambat tertentu
menurun akibat pemberian bersama makanan sedang penelitian lain-lain
mendapatkan yang sebaliknya.
Absorpsi juga dapat menurun bila pasien dalam keadaan berbaring atau
tidur. Faktor-faktor ini yang menyebabkan kadar teofilin dalam darah sukar
bertahan dalam keadaan konstan sepanjang hari. Juga sulit mendapatkan kadar
13
konstan untuk pengobatan asma kronis. Larutan teofilin yang diberikan sebagai
enema diabsorpsi lebih lengkap dan cepat, sedangkan Sediaan supositoria
diabsorpsi lambat dan tidak menentu. Pemberian teofilin 1 M harus dihindarkan
karena menimbulkan nyeri setempat yang lama.
3.8.4
Intoksikasi
Pada manusia, kematian akibat keracunan kafein jarang terjadi. Gejala
yang biasanya paling mencolok pada penggunaan kafein dosis berlebihan ialah
muntah dan kejang. Kadar kafein dalam darah yang dapat menimbulkan
keracunan antara 80 mg/mm sampai lebih dari 1 mg/ml. Walaupun dosis letal
akut kafein pada orang dewasa antara 5-10 g, namun reaksi yang tidak
diinginkan telah terlihat pada penggunaan kafein 1 g (15 mg/kg 88) yang
menyebabkan kadar dalam plasma di atas 30 mg/ml.
Gejala permulaan berupa sukar tidur, gelisah dan eksitasi yang dapat
berkembang menjadi delirium ringan. Gangguan sensoris berupa tinitus dan
kilatan cahaya sering dijumpai. Otot rangka menjadi tegang dan gemetar, sering
pula ditemukan takikardi dan ekstrasistal; sedangkan pernafasan menjadi lebih
cepat.
Intoksikasi yang fatal lebih sering dijumpai pada penggunaan teofilin
dibanding dengan kafein. Keracunan teofilin biasanya terjadi pada pemberian
obat berulang secara oral maupun parenteral. Aminofilin IV harus disuntikan
perlahan-lahan. selama 20-40 menit untuk menghindari gejala keracunan akut,
misalnya sakit kepala, palpitasi, pusing, mual, hipotensi dan nyeri prekordial.
Suntikan 500mg IV yang cepat dapat menyebabkan kematian karena anemia
jantung. Gejala keracunan lain berupa takikardi, gelisah hebat, agitasi dan
muntah. Gejala ini biasanya berhubungan dengan kadar teofilin dalam plasma
yang melebihi 20 mg/ml.
Kejang lokal atau umum dapat pula terjadi, kadang-kadang tanpa
didahului gejala keracunan. Kejang ini biasanya terjadi bila kadar obat dalam
plasma melebihi 40 g/ml, namun demikian kejang dan kematian dapat pula
terjadi pada kadar 25 mg/ml. Kejang akibat keracunan metilxantin biasanya
dapat diatasi dengan diazepam, walaupun pada beberapa kasus serangan kejang
tidak dapat diatasi dengan diazepam IV, fenitoin dan fenobarbital. Bayi prematur
14
relatif lebih tahan terhadap keracunan teofilin; kadar obat dalam plasma sampai
80 mg/ml hanya menimbulkan gejala keracunan yang berupa takikardi
(Ganiswarna et al., 1995).
3.8.5
Sediaan
Xantin merupakan alkaloid yang bersifat basa lemah; biasanya diberikan
dalam bentuk garam rangkap. Untuk pemberian oral dapat diberikan dalam
bentuk basa bebas atau bentuk garam, sedangkan untuk pemberian parenteral
perlu sediaan dalam bentuk garam.
Kafein merupakan kristal putih yang awal dalam air dengan
perbandingan 1 : 46. Kafein-Na benzoat, dan kafein sitrat, berupa senyawa
putih, agak pahit, larut dalam air. Yang pertama tersedia dalam ampul 2 ini
mengandung 500 mg untuk suntikan IM, sedangkan kafein sitrat terdapat dalam
bentuk tablet 60 dan 120 mg untuk pemakaian oral.
Teofilin berbentuk kristal putih, pahit dan sedikit larut dalam air. Tablet
teofilin 100 dan 200 mg digunakan untuk pemberian oral. Aminofilin
merupakan garam teofilin untuk penggunaan IV, tersedia dalam ampul 10 ini
mengandung 250 mg dan ampul 20 ini mengandung 500 mg. Teofilin tersedia
juga sebagai suppositional yang mengandung 125,250 dan 500 mg santa sirup
dan elixir.
Pentoksifilin (1 (5.oksoheksil)-3,7 dimetilxantin) di Amerika Serikat
digunakan untuk klaudikasio intermiten pada penyakit pembuluh arteri yang
bersilat oklusif kronis. Pada uji klinik, pentoksifihin terbukti memperpanjang
jarak tempuh berjalan sebelum mulai timbul gejala klaudikasio; ditemukan juga
bukti langsung penambahan aliran darah pada kaki yang mengalami ischemia.
Perbaikan klinis ini terutama disebabkan oleh perbaikan fleksibilitas sel darah
merah yang semula subnormal, penurunan kadar fibrinogen dalam plasma dan
penurunan viskositas darah.
Respons klinik terhadap pemberian pentoksifilin secara kronis, tidak
berhubungan dengan perubahan resistensi perifer dan denyut Jantung; obat ini
juga tidak bertindak sebagai vasodilator. Jadi cara kerja obat ini belum jelas
benar. Hasil terapi yang menguntungkan baru terlihat 2 minggu sesudah
pengobatan. Dosis pentoksitilin yaitu 3 x 400 mg sehari per oral.
15
3.8.6
Minuman Xantin
Minuman xantin yang paling popular ialah kopi, teh, coklat, dan
minuman cola. Kopi dan teh mengandung kafein, sedangkan coklat
mengandung teobromin. Kadar kafein dalam daun teh (lebih kurang 2%) lebih
tinggi daripada kadarnya dalam biji kopi (0.7-2%). Satu botol minuman cola
berisi 35-55 mg kafein. Satu cangkir kopi rata-rata berisi 100-150 mg kafein,
mendekati dosis terapi. Tidak dapat disangkal lagi bahwa popularitas minuman
xantin ditentukan oleh daya stimulasinya, sedangkan daya stimulasi ini berbeda
pada setiap individu. Anak lebih peka terhadap perangsangan xantin daripada
orang dewasa; maka sebaiknya anak jangan minum kopi atau teh. Pasien dengan
tukak peptik yang aktif dan hipertensi sebaiknya tidak minum minuman yang
mengandung kafein (Ganiswarna et al., 1995).
3.9 TEOFILIN
Pemberian iv. cepat dan aminofilin (500 mg) mengakibatkan kematian
mendadak oleh serangan jantung, karena presipitasi teofilin pada pH darah
mengakibatkan konsentrasinya naik.
Aminofilin harus diberikan dalam injeksi lambat, lebih dari 20-40 menit.
Gejala intoksikasi:
Toksik berat: nyeri kepala, palpitasi, dizziness, mual, hipotensi, nyeri pericardial.
Lain-lain: takikardia, restlessness berat, agitasi, emesis (pada konsentrasi plasma
lebih dari 20 g/ml).
Kejang lokal/general pada konsentrasi lebih dan 40 g/ml. Tapi ada kasus yang
kejang dan meninggal pada konsentrasi 25 g/ml. Terapi kejang: pemberian
diazepam/fenitoin/fenobarbital dan kalau perlu dengan usaha life saving yang lain.
Efek pada miokard/koroner: tidak jelas (Wibowo & Gofir, 2001).
3.9.1
Absorpsi
Teofilin mencapai konsentrasi maksimal dalam 2 jam, sedang kafein dalam 1
jam. Distribusi ke seluruh tubuh, volume distribusi kafein/teofilin 400-550
ml/kg. Teofilin 50 persen terikat plasma, kafein lebih besar lagi. Dalam cairan
serebrospinalis konsentrasi kafein lebih larut dalam lemak daripada teofilin.
Kafein : 3,5 jam
16
Pertimbangan buat peminum kopi pada pasien yang mendapat fenitoin, juga
pasien dengan tukak lambung (peptic ulcer).
3.9.3
Perhatian
Secara umum obat golongan ini jarang digunakan pada kasus depresi sistem
saraf pusat.
Sebagian obat (misalnya amphetamine) sering disalahgunakan.
17
gangguan
(insufisiensi)
cerebral
seperti
mudah
lupa,
kurang
mempunyai
vasoaktivitas
yang
langsung,
yakni
tidak
mengubah
ritme
dasar
EEG,
tetapi
menurunkan
jumlah
gelombang-gelombang delta.
Melewati sawar darah otak (blood brain barrier) dalam keadaan normal
maupun patologik.
Mempunyai efek samping yang minimal tidak mempengaruhi sistem
kardiovaskuler maupun pernapasan.
2. Manfaat Nootropik
-
Mengatasi
involusi
yang
terkait
dengan
usia
lanjut,
seperti
3. Obat-obatan Nootropik
NO
NAMA GENERIK
SEDIAAN
dragee : 100 / 200mg
1.
Pyritinol HCl
larutan 100ml;
Ampul 20mg
Caps.400/800/1200mg
2.
Piracetam
sirup 10%,
Ampul 1g/5ml
3.
3.1
Mecobalamin
Ampul 500 lg
PIRACETAM
Piracetam adalah kelompok obat nootropik. Obat ini berfungsi
kronik
dan
kecanduan,
serta
membantu
dalam
(2-oxo-1
pyrolidine-acetamid)
merupakan
tidak
berbau.
Piracetam
bekerja
dengan
cara
pengaturan
cerebrovaskular
dan
juga
iskemik.
Piracetam
mempengaruhi
aktifitas
otak
3.1.2 Farmakokinetik
Distribusi, Piracetam di distribusikan melewati sawar
otak dan terkonsentrasi pada bagian abu-abu dari korteks
cerebri dan cerebelum, nukleus caudatus, hipokampus, korpus
20
genikulatum
lateral,
dan
pleksus
koroideus.
Ekskresi,
3.1.3 Indikasi
Gejala-gejala involusi yang berhubungan dengan usia
lanjut, seperti kemunduran daya pikir, astenia, gangguan
adaptasi dan reaksi psikomotorik yang terganggu.
Alkoholisme kronik dan adiksi seperti pre-delirium dan
delirium tremens serta gangguan fungsi dan kemunduran
intelegensia yang diakibatkan oleh alkoholisme kronik
(gangguan ingatan, konsentrasi pikiran, perhatian, dan
intelegensi).
Gejala pasca trauma : Disfungsi serebral sehubungan
dengan akibat pasca trauma (sakit kepala, vertigo,
agitasi, gangguan ingatan dan astenia.
3.1.4 Dosis
Dosis dan jangka waktu penggunaan piracetam akan
ditentukan oleh dokter sesuai dengan kondisi yang ingin
ditangani, tingkat keparahannya, dan kondisi kesehatan
pasien. Dosis akan direvisi oleh dokter dan disesuaikan
menurut perkembangan kondisi.
Dosis
umum
pemakaian
tablet
piracetam
untuk
22
3.2
PYRITINOL HCl
Obat ini diindikasikan untuk pasca trauma otak, perdarahan
darah
3.3
MECOBALAMIN
Merupakan bentuk vitamin B12 dengan gugus metil aktif yang
Mecobalamin
terlibat
dalam
sintesis
timidin
pada
Lesitin,
suatu
mielin.Mecobalamin
Bersama
Asam
komponen
diperlukan
Folat
dan
untuk
Vitamin
utama
kerja
B6.
dari
normal
selubung
sel
Mecobalamin
saraf.
bekerja
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
24
Analeptika merupakan kelompok obat yang berfungsi untuk memulihkan kondisi tubuh;
umumnya merupakan obat-obat stimulansia. Analeptika bekerja sebagai stimulan pada sistem
saraf pusat (SSP). Pemacu SSP dapat meningkatkan aktifitas psikis. Senyawa ini dapat
menghilangkan rasa lelah dan penat, meningkatkan kemampuan berkonsentrasi. Senyawa ini
tidak boleh dipakai untuk mengobati depresi, obesitas, senilitas, debilitas atau kelesuan. Nilai
terapeutik senyawa ini masih dipersoalkan. Pemakai obat ini berisiko kurang tidur, cadangan
nergi tubuh terkuras, dan sesudah itu terjadi kelelahan absolut. Senyawa ini juga cepat
mengakibatkan toleransi dan ketergantungan.
Obat Nootropik atau Neurotropik adalah senyawa yang meningkatkan
kemampuan kognitif manusia (fungsi dan kapasitas otak). Obat ini digunakan
pada gangguan (insufisiensi) cerebral seperti mudah lupa, dan kurang
konsentrasi. Obat-obatan Nootropik antara lain piracetam, pyritinol dan
mecobalamin.
DAFTAR PUSTAKA
Ganiswarna, S.G., et al. 1995. Farmakologi dan Terapi. Gaya Baru : Jakarta.
25
26