Anda di halaman 1dari 23

OBAT YANG BEKERJA PADA SISTEM ENDOKRIN

RINGKSAN MATERI
Untuk memenuhi tugas matakuliah
Farmakologi

Oleh:

Beta Surya Pangestu (1601100021)

KEMENTERIAN KESEHATAN
POLITEKNIK KESEHATAN MALANG
JURUSAN KEPERAWATAN
DIII KEPERAWATAN MALANG
JUNI 2017
OBAT YANG BEKERJA PADA SISTEM ENDOKRIN

A.Pengenalan Sistem Endokrin

Sistem saraf pusat dan sistem endokrin bekerja sama untuk mempertahankan
homeostasis internal dan mengintegrasikan respons tubuh terhadap linkungan eksternal.
Aktivitas dan fungsi keduanya terkait erat sehingga akan lebih tepat jika menyebutnya sistem
endokrin. Hormon tertentu yang memepengaruhi fungsi tubuh tidak disekresikan oleh
kelenjar endokrin. Sebagai contoh, hormon jaringan,seperti prostaglandin diproduksi di
berbagai jaringan dan memiliki efek pada daerah lokalnya. Neurotransmitter seperti
norepinefrin dan dopamin juga diklasifikasikan sebagai hormon karena keduanya
disekresikan langsung ke aliran darah untuk disebarkan ke seluruh tubuh. Ada juga hormon
gastrointestinal (GI) yang diproduksi di sel GI dan bekerja secara lokal.

1. Hormon

Hormon adalah zat kimia yang dihasilkan di dalam tubuh dan yang memenuhi kriteria
spesifik.Beriut ini adalah karakteristik hormon:

 Diproduksi dalam jumlah yang sangat sedikit


 Disekresikan secara langsung ke dalam aliran darah
 Mengalir melalui darah ke tempat reseptor spesifik di seluruh tubuh
 Bekerja untuk meningkatkan atau menurunkan proses metabolik normal dari sel pada
sel saat bereaksi dengan tempat reseptor spesifiknya.
 Dipecah dengan segera

Hormon dapat bereaksi dengan tempat reseptor spesifik pada membran sel untuk
menstimulasi monofosfat adenosin siklik (Cyclic adenosine monophosphate, cAMP)
nukleotida di dalam sel untuk menimbulkan suatu efek.

2.Hipotalamus

Hipotalamus adalah pusat koordinasi respons saraf dan endokrin terhadap stimulus
internal dan eksternal. Hipotalamus secara konstan memantau homeostatis tubuh dengan
menganalisis masukan dari sitem saraf pusat (SPP) dan perifer serta mengkordinasi sistem
tersebut melalui sistem otonom, endokrin, dan sistem saraf. Pada praktiknya hipotalamus
menjadi “kelenjar utama” dari sistem neuroendokrin. Kelenjar ini membantu pengaturan
sistem saraf pusat dan otonom serta sistem endokrin untuk memepertahankan homeostatis.

3.Hipofifis

Kelenjar hipofisis terdapat di sela tursika bertulang yang berada di bawah lapisan dura
meter. Kelenajar ini terbagi menjadi tiga lobus: lobus anterior, lobus posterior, dan lobus
intermediat.

3.1 Hipofisis Anterior

Hipofisis anterior menghasilkan enam hormon hipofisis anterior utama. Hormon


tersebut antara lain hormon pertumbuhan (GH), adrenokotrikopin (ACTH), hormon
penstimulasi folikel (FSH), hormon luteinizing (LH), Proklaktin (PRL), dan hormon
penstimulasi tiroid (TSH) atau disebut juga tirotropin. Hormon hormon ini penting bagi
pengaturan pertumnuhan,reproduksi,dan beberapa proses metabolik. Defisiensi atau produksi
berlebuhan dari hormon hormon ini akan mengganggu pengaturan tersebut.

3.2 Hipofisis Posterior

Hipofisis posterior menyimpan dua hormon yang diproduksi oleh hipotalamus dan
ditempatkan dalam lobus posterior melalui akson saraf tempat keduanya diproduksi. Kedua
hormon tersebut adalah hormon ADH, disebut juga sebagai vasopresin, dan oksitosin. ADH
dilepaskan secara langsung sebagai respons terhadap peningkatan psmolaritas plasma atau
penurunan volume darah (yang sering menyebablan peningkatan osmolaritas). Osmoreseptor
pada hipotalamus menstimulasi pelepasan ADH. Oksitosin menstimulasi kontraksi otot polos
uterus pada fase akhir kehamilan dan juga menyebabkan pelepasan ASI wanita yang
menyusui.

3.3 Lobus Intermediet

Lobus intermediet pada hipofisis menghasilkan endofrin dan enkefalin, yang


dilepaskan sebagai respons terhadap nyeri yang berat atau stres dan menempati tempat
reseptor endofrin spesifik pada batang otak untuk menghambat persepsi nyeri. Hormon ini
juga diproduksi dalam jarinagan di area perifer dan area otak lainnya. Hormon ini dilepaskan
sebagai respons terhadap hiperaktivitas saat nyeri,stimulasi simpatis, stimulasi
transkutaneus,imajinasi terbimbing, dan latihan fisik berlebihan.

4.Kontrol
4.1 Aksi Hipotalamus-Hipofisis

Karena posisinya di dalam otak, hipotalamus distimulasi oleh berbagai hal, seperti
cahay, emosi, aktivitas korteks serebri, dan berbagai stimulus kimia dan hormonal. Secara
bersama-sama, hipotalamus dan hipofisis menjalankan funsinya secara erat untuk
memepertahankan aktivitas endokrin di sepanjang aksi hipotalamus-hipofisis (HPA). Aksi
ini berfungsi melalui serangkaian umpan balik negatif.

Berikut ini adalah cara kerja sistem umpan balik negatif. Pada saat hipotalamus
merasakan perlunya hormon tertentu, sebagai contoh hormon tiroid, hipotalamus akan
melepaskan faktor pelepas (TRH) secara langsung ke hipofisis anterior. Sebagai respons
terhadap TRH, hipofisis anterior mensekresikan TSH, yang akan menstimulasi kelenjar tiroid
untuk memproduksi hormon tiroid. Pada saat hipotalamus merasakan adanya peningkatan
kadar hormon tiroid, ia akan berhenti mensekresi TRH, menyebabkan penurunan produksi
TSH dan selanjutnya menurunkan kadar hormon tiroid. Hipotalamus yang merasakan adanya
penurunan hormon kadar hormon tiroid akan mensekresikan kembali TRH. Sistem umpan
balik negatif akan terus berlangsung dengan cara ini sehingga mempertahankan kadar
hormon tiroid dalam rentang normal yang relatif sempit.

Hipotalamus kemungkina juga dapat merasakan kadar TRH dan TSH dan mengatur
sekresi dalam rentang yang sempit, sekalipun jika hormon tiroid tidak diproduksi. Hipofisis
anterior dapat juga sensitif terhadap kadar TSH dan hormon tiroid sehingga dapat mengatur
hormon TSH-nya sendiri.Sistem ini menyediakan kendali dan pengaturan cadangan jika salah
satu bagian HPA mengalami kagagalan.Selain itu juga dapat menimbulkan komplikasi,
terutama jika terdapat kebutuhan untuk menolak atau berinteraksi dengan sistem total, seperti
pada kasus terapi sulih atau pengibatan gangguan endokrin.

4.2 Kontrol Lain

Hormon lain dilepaskan sebagai respons terhadap stimulus yang bukan dari hormon
penstimulasi. Seperti pada reaksi pankreas endokrin

Semakin banyak hal yang dipelajari tentang interaksi sistem saraf dan endokrin, ide-
ide baru terbentuk tentang bagaimana tubuh mengendalikan homeostatisnya yang rumit.
Ketika memberikan obat yang mempengaruhi endokrin atau sistem saraf, penting bagi
perawat untuk mengingat bagaimana eratnya kaitan semua aktivitas tersebut. Efek merugikan
yang diperkirakan atau tidak diperkirakan yang melibatkan area-area endokrin dan sistem
saraf juga sering terjadi.

B. Agens Hipotalamik dan Hipofisis

1. Faktor Pelepas Hipotalamik

Hipotalamus menggunakan sejumlah hormon atau faktor pelepas untuk menstimulasi


atau menghambat pelepasan hormon dari hipofisis anterior. Hormon-hormon ini ditemukan
dalam jumlah yang sahat sedikit sehingga struktur kimia yang sebenarnya belum dapat
diidentifikasi dengan jelas. Tidak semua hormon hipotalamik dapat digunakan sebagai agens
farmakologis.

Berikut beberapa obat yang bekerja sebagai faktor pelepas hipotalamik, antara laim:

 CRH yang berfunsi sebagai penstimuus pelepasan ACTH.


 Gozeralin (Zoladek) sebagai analog GnRH.Obat ini digunakan sebagai agens
antineoplastik untuk mengobati kanker prostat
 Histrelin (Supprelin) sebagai agonis GNRH, digunakan untuk mengobati pubertas dini
anak.
 Leu[rolid (Lupron) digunakan sebagai obat antineuplastik untuk mengobati kanker
tertentu, mengobati endometriosisdan jua pubertas dini yang terjadi akibat aktivitas
hipotalamus.
 Naferalin (Synarel), sebagai agonis GnRH yang poten, digunakan untuk mengurangi
produksi hormon gonad melalui stimulasi berulang pada tempat reseptornya.
Digunaka juga sebagai obat endometriosis dan pubertas dini.
 TRH (protilerin) digunakan hanya untuk tujuan diagnostik. Hormon ini menstimulasi
hipofisis untuk memproduksi tirotropi, yang akan alan menstimulasi tiroid untuk
menghasilkan hormon tiroid. TRH sedang dileti untuk diberikan pada pasien dengan
cedera medula spinalis jika diberikan dalam waktu yang sangat spesifik.
 GHRH (sermorelin) menstimulasi produksi hormon pertumbuhan oleh hipofisis
anterior. Obat ini digunakan untuk kebutuhan diagnostik anak-anak yang pendek
untuk menentukan adanya disfungsi hipotalamus atau hipofisis.

2. Hormon Hipofisis Anterior

Agens yang mempengaruhi fungsi hipofisis digunakan terutama untuk menyerupai


atau menolak efek dari hormon hipofisis spesifik. Obat ini digunakan sebagai terapi sulih
untuk kondisi yang disebabkan oleh hipofisis hipoaktif dengan tujuan diagnostik. Terdapat
tujuh macam obat berisi hormon hipofisis anterior yang banyak digunakan saat ini.

 Gonatdotropin korionik (Chorex) bekerja seperti LH dan menstimulasi dan


memstimulasi produksi testoteron serta progesteron.
 Kortikotropin (Achtar), atau ACTH,digunakan untuk tujuan diagnostik guna menguji
fungsi dan responsivitas adrenal.
 Kosintropin (Cortrosyn) digunakan untuk mendiagnosis disfungsi adrenal.
 Menotropin (Pergonal) adalah preparat gonadotropin yang sudah dimurnikan. Obat
ini berfungsi sebagai obat fertilitas untuk menstimulasi ovulasi dan spermatogenesis.
 Somatropin (Neutropin, Saizen, Genotropin, Serotism, dan lain-lain) adalah GH yang
diproduksi dengan penggunaan tteknologi DNA rekombinan.Obat ini digunakan
untuk mengobati anak-anak yang mengalami gagal tumbuh
 Somatrem (Protropin) adalah GH hasil rekayasa genetik dengan tambahan asam
amino, yang membuatnya bekerja lebih lama dan lebih murni daripada GH yang
berasal dari hewan. Obat ini juga digunakan untuk mengobati anak-anakyang gagal
tumbuh.
 Tritropin (Thytropar) sama dengan TSH dan digunakan sebagai agens diagnostik
untuk mengevaluasi fungsi tiroid.

2.1 Cara Kerja Obat dan Indikasi Terapeutik

Somatropin diindikasikan untuk pengobatan gagal tumbuh akibat kurangnya GH atau


gagal ginjal kronis, untuk pengobatan jangka panjang gagal tumbuh pada ana-anak yang lahir
lebih kecil dari usia gestasinya dan tidak dapat mengejar pertumbuhan normal pada usia 2
tahun, dan untuk pengobatan postur tubuh pendek akibat sindrom Turner. Obat ini memiliki
status orphan untuk meningkatkan produksi protein dan pertumbuhan pada berbagai status
terkait AIDS.

2.2 Farmakokinetik

Obat-obat ini diijeksikan dan mencapai kadar puncak dalam 7 jam. Obat tersebut
disebarluaskan ke seluruah tubuh dan dilokalisasi dalam jaringan yang perfusinya sangat
tinggi, terutama di hati dan ginjal. Ekskresi terjadi melalui urine dan feses. Pasien yang
menderita disfungsi ginjal atau hati dapat mengalami penurunan bersihan dan peningkatan
konsentrasi obat. Obat ini harus dihindari selama kehamilan dan laktasi karena berpotensi
menimbulkan efek merugikan pada janin dan neonatus.

2.3 Kontradiksi dan Pringatan

Obat-obat ini dikontaindikasikan pada pasien yang alergi terhadap obat ini atau
komponen yang terkandung di dalamnya. Obat ini juga dikontraindikasikan jika terdapat
penutupan epifisis atau lesi kranial.

2.4 Efek merugikan

Efek merugikan yang palin sering terjadi pada penggunaan GH adalah pembentukan
antibodi terhadap GH dan kemudian tanda-tanda inflamasi serta reaksi jenis autoimun;
pembengkakan dan nyeri sendi; dan reaksi endokrin pada hipotirodisime serta resistensi
insulin.

3. Antagonis Hormon Pertumbuhan

3.1 Cara Kerja Obat dan Indikasi Terapeutik

Somatostatin adalah faktor penghambat yang dilepaskan dari hipotalamus. Obat ini
tidak

digunakan untuk mengurangi kadar GH, meskipun obat ini dapat melakukannya secar efektif.
Karena obat ini dapat menimbulkan beberapa efek pada banyak sistem sekretori, dan
memiliki durasi kerja yang singkat, obat ini tidak dianjurkan sebagai agens terapeutik.
Analog somatostatin, oktreotid asetat, dianggap lebih kuat dalam menghambat pelepasan GI
dengan efek inhibisi yang lebih sedikit terhadap pelepasan insulin. Oleh karena itu, oktreotid
asetat lebih dipilih daripada somatostatin.

3.2 Farmakokinetik

Oktreotid diabsorpsi dengan cepat dan didistribusikan secara luas ke seluruh tubuh.
Obat ini dimetabolisme di jaringan, kira-kira 30% diekskresikan melalui urine tanpa
perubhan. Pasien yang menderita disfungsi ginjal dapat mengalami akumulasi kadar obt yang
lebih tinggi. Tidak ada penelitian yang adekuat tentang efek obat ini pada kehamilan dan
laktasi, dan hanya digunakan jika manfaatnya pada ibu jauh lebih besar daripada resiko
potensialnya pada janin atau neonatus.

3.3 Kontraindikasi dan Peringatan


Obat ini dikontraindikasikan pada pasien yang alergi dengan obat ini. Obat ini harus
digunakan secara hati-hati jika pasien memiliki gangguan endokrin lainnya, dan pada
kehamilan atau laktasi.

3.4 Efek Merugikan

Okteotrid menyebabkan berbagai keluhan GI. Konstipasi atau diare, flatulensi, dan
mual merupakan hal yang biasa terjadi. Okteotrid juga menyebabkan kolesistitis akut, ikterus
kolestatik, obstruksisaluran biliaris, dan pankreatitis. Hal lainnya yang sering terjadi yaitu
sakit kepala, sinus bradikardia, atau aritmia jantung, dan penurunan toleransi glukosa.
Okteotrid harus diberikan secara subkutan, dan dapat menyebabkan rasa tidak nyaman dan
atau inflamasi pada tempat injeksi.
3.5 Interaksi Obat-Obat yang Penting Secara Klinis
Peningkatan kadar bromokotropin dalam serum dan peningatan toksisitas terjadi jika
obat ini dikombinasikan dengan eritromisin. Kombinasi ini harus dihindari.Selain itu efek
obat akan menurun jika dikombinasikan dengan fenotiazin, jikalau digunaka pasien harus
diperhatikan secar cermat.
4. Hormon Hipofisis Posterior
Hipofisis posterior menyimpan dua hormon yang diproduksi di hipotalamus yaitu
ADH dan Oksitosin. ADH bersifat antidiuretik, hemostatik dan vasopresor.
4.1 Cara Kera Obat dan Indikasi Terapeutik
ADH dilepaskan sebagai respons terhadap peningkatan osmolaritas plasma atau
penurunan volume darah. ADH menghasilkan aktivitas antidiuretik pada ginjal,
menyebabkan bagian kortikal dan medula duktus pengumpul menjadi permabel terhadap air
sehingga meningkatkan reabsorpsi air dan mengurangi pembentukan urine. Aktivitas ini
mengurangi osmolaritas plasma dan meningkatkan volume darah.
4.2 Farmakokinetik
Obat ini diabsorpsi dan dimetabolisme dengan cepat; obat ini diekskresikan melalui
hati dan ginjal. Obat ini tidak boleh digunakan selama kehamilan karena adanya risiko
kontraksi uterus yang dapat membahayakan janin. Efek obat ini selama laktasi tidak jelas
sehingga harus digunakan secara hati-hati pada ibu yang menyusui.
4.3 Kontraindikasi dan Peringatan
Preparat ADH dikontraindikasikan jika terdapat alergi terhadap obat ini dan
komponen-komponennya atau ada disfungsi ginjal yang berat. Obat ini harys digunakan
secara hati-hati jika terdapat penyakit vaskular; epilepsi; asma; dan kehamilan atau laktasi.
4.4 Efek Merugikan
Efek merugikan dari penggunaan preparat ADH meliputi intoksikasi air, akibat
perpindahan cairan sama retensi cairan; tremor, berkeringat, vertigo, dan sakit kepala, akibat
retensi cairan; kram abdomen, flatulensi,mual, dan muntah, akibat stimulasi motilitas GI; dan
iritasi lokal pada hidung, akibat pemberian obat melalui hidung. Reaksi hipersensitivitas juga
pernah diaporkan, berkisar dari ruam sampai konstriksi bronkus.
C. Agens Adrenokortikal
Agens adrenokortikal banyak digunaka mensupresi sistem imun dan benar-benar
membantu orang untuk merasa lebih baik. Akan tetapi, obat ini tidak menyembuhkan
gangguan inflamasi sehingga hanya boleh digunakan dalam jangka waktu yang pendek.
1. Kelenjar Adrenal
Dua kelenjar adrenal merupakan bagian pipih yang terdapat di atas masing-masing
ginjal. Setiap kelenjar terdiri dari inti dalam atau medula adrenal dan bagian yang disebut
korteks adrenal. Medula Adrenal merupaka bagian yang sebenarnya dari sistem saraf pusat
(SSP). Kelenjar adrenal menghasilkan hormon yang disenut kortikosteroid, yang memiliki
tiga jenis yaitu androgen, glukokortikoid, dan mineralokortikoid.
 Androgen, hormon ini dapat mempertahankan kadar stimulasi seluler tertentu dan
dapat berperan dalam pertumbuhan sensitif-sel pada beberapa jenis kanker, terutama
anker prostat, payudara, dan ovarium.
 Glukokortikoid, disebut demikian karena menstimulasi peningkatan kadar glukosa
untuk energi.
 Mineralokortikoid, mempengaruhi kadar elektroli dan homeostatis.
1.1 Kontrol
Korteks adrenal berespon terhadap hormon ACTH, yang mengaktivasi stres melalui
SSP .Kerja yang dilakukan hormon tersebut meliputi:
 Meningkatkan volume darah (efek aldosteron)
 Menyebabkan pelepasan glukosa yang menhasilkan energi
 Memperlambat laju pertumbihan protein
 Menghambat aktivitas inflamasi dan sistem imun
1.2 Infusiensi Adrena
Beberapa pasien mengalami kekurangan hormon adrenokortikal dan mengalami
tanda-tanda infusiensi adrenal. Kondisi ini terjadi jika pasien tidak memproduksi ACTH
dalam jumlah yang cukup, kelenjar adrenal tidak mampu berespons terhadap ACTH, kelenjar
adrenal rusak dan tidak dapat memproduksi horom yang cukup, atau sekunder aibat
pengangkatan kelenjar melalui operasi. Hal yang palin sering menyebabkan infusiensi
adrenal adalah penggunaan jangka panjang kortikosteroid.
1.3 Krisis Adrenal
Pasien yang mengalami infusiensi adrenal dapat memiliki kondisi yang cukup baik
sampai mereka mengalami periode stress ekterm, seperti kecelakaan kendaraan bermotor,
prosedur bedah, atau infeksi masif. Pasien yang mengalami infusiensi adrenal diobati dengan
infus masif berisi steroid pengganti, pemantauan yang konstan, dan prosedur penunjang
kehidupan.
2. Glukokortikoid
Beberapa glukokortikoid tersedia untuk pengobatan farmakologis. Glukokortikoid
tersebut berbeda dalam hal rute pemberian dan durasi kerjanya.
 Beklometason (Beclovent) tersedia sebagai inhalan pernafasan dan semprotan hidung.
 Betametason (celestone, dll) adalah steroid kerja lama. Tersedia untuk penggunaan
sistemik parental, oral dan juga topikal.
 Budesonid (Rhinocort, Entocort EC) alah steroid tang relatif baru untuk penggunaan
intranasal.
 Kortison (Cortone Asetat) merupakan salah satu obat obat kortikosteroid pertama.
Digunakan secara oral dan parental.
 Deksametason (Decardon, dll) merupakan obat yang banyak digunakan dan tersedia
dalam berbagai bentuk dengan berbagai ragam penggunaan.
 Flunisolid (Aero-Bid, Nasalide) terbukti berhasil sebagai inhalan pernafasan.
 Hidrokortison (Cortef, dll) adalah kortikosteroid yang sangat kuat yang memiliki sifat
glukokortikoid dan mineralokortikoid. Banyak dipilih seagai agens topikal dan
oftalmik.
 Metilprednisolon (Medrol) memiliki aktivitas mineralokortikoid yang sedikit pada
dosis terapeutik. Tersedia dalam berbagaibentuk oral, parental, intra-artikular, dan
preparat enema retensi.
 Prednisolon (Delta Cortef, dll) adalahh kortikosteroid kerja-sedang dengan efek hanya
berlangsung selama satu hari. Digunakan untuk injeksi intralesi dan intra-artikular,
juga tersedia dalam bentuk oral dan topikal.
 Triamsinolon (Aristocort, Kenaject, dll) tersedia dalam berbagai bentuk.
2.1 Cara Kerja Obat dan Indikasi Terapeutik
Glukokortikoid memasuki sel terget dan berikatan dengan reseptor sitoplasmik,
menimbulkan berbagai reaksi kompleks yang menyebabkan efek anti-inflamasi dan imuno
supresif. Glukokortikoid diindikasikan untuk pengobatan jangka pendek berbgai gangguan
inflamasi, meredakan ketidaknyamanan dan memberi kesempatan pada tubuh untuk pulih
dari berbgai efek inflamasi..

2.2 Farmakokinetik
Obat-obat ini diabsorpsi dengan baik dari berbagai tempat. Obat ini dimetabolisme
oleh sistem alami, terutama di hati, dan diekskresikan melalui urine. Glukokortikoid
diketahui menembus plasenta dan masuk ke ASI.
2.3 Kontaindikasi dan Peringatan
Obat ini dikontraindikasikan jika ada alergi terhadap preparat steroid; pada kondisi
infeksi akut; dan pada laktasi. Obat ini harus digunakan dengan hati-hati pada pasien yang
menderita diabetes, ulkus peptik akut, gangguan endokrin lainnya, atau kehamilan.
2.4 Efek Merugikan
Efek merugikan dari penggunaan glukokortikodi berkaitan dengan rute pemberian
yang digunakan. Seperti penggunaan sitemik yang akan akan mengakibtakan gangguan
endokrin, dan penggunaan lokal yang dapat menimbulkan inflamasi lokal dan infeksi.
2.5 Interksi Obat-Obat yang Penting Secara Klinis
Terdapat peningkatan efek terapiutik dan efek toksik jika kortikosteroid diberikan
bersama eritromisin, ketokonazol, atau troleandomisin. Terdapat risiko peningkatan kadar
serum dan penurunan efektivitas jika kortikosteroid dikombinasikan dengan salisilat,
barbiturat, fenitoin, atau rifampin.
3. Mineralokortikoid
Mineralokortikoid klasik adalah aldosteron. Aldosteron menahan natrium-dan disertai
air-di dalam tubuh dan mengekskresi kalium. Aldeosteron tidak lagi tersedia dalam
penggunaan farmakologis. Jika digunakan dalam dosis tinggi, kortison glukokortikoid dan
hidrokortison memiliki efek mineralokortikoid. Akan tetapi, efek ini biasanya tidak cukup
untuk mempertahankan keseimbanagan elektrolit pada insufisiensi adrenal. Fludrokortison
(Florinef) adalah mineralokortikoid yang lebih kuat dan diunakan untuk terapi sulih, dalam
konmbinasi dengan glukokortikoid.
3.1 Cara Kerja Obat dan Indikasi Terapeutik
Mineralokortikoid meningkatkan reabsorpsi natrium dalam tubulus ginjal dan
meningkatkan ekskresi kalium dan hidrogen, menyebabkan retensi air dan natrium. Obat-obat
ini diindikasikan, dalam kombinasi dengan glukokortikoid, untuk terapi sulih pada
insufisiensi adrenal primer dan sekunder. Obat ini juga diindikasikan untuk pengobatan
sindrom adronogenital boros garam jika diminum dengan glukokortikoid yang tepat.
Fludrokortison sedang dicoba untuk pengobatan hipotensi ortostatik yang berat karena efek
retensi air dan natrium yang dimilikinya dapat meneybabkan peningkatan tekanan darah.
3.2 Farmakokinetik
Obat ini diabsorbsi secara lambat dan didistribusikan ke seluruh tubuh. Obat ini
mengalami metabolisme di hati menjadi bentuk tidak aktif. Mineralokorikoid diketahui dapat
menembus plasenta dan masuk ke ASI.

3.3 Kontraindikasi dan Peringatan


Obat ini dikontraindikasikan jika ada alergi terhadap obat tersebut; pada kondisi
hipertensi berat, GJK, atau penyakit jantung. Obat ini harus digunakan dengan hati-hati pada
kehamilan, pada kondisi infeksi, dan asupan natrium tinggi.
3.4 Efek Merugikan
Efek merugikan yang biasanya timbul pada penggunaan mineralokortikoid
berhubungan dengan peningkatan volume cairan. Reaksi alergi, berkisar dari ruam kulit
sampai anafilaksis, juga pernha dilaporkan.
3.5 Interaksi Obat-Obat Penting Secara Klinis
Penurunan efektivitas salisilat, barbiturat, hidantoin, rifampin, dan antikolinesterase
pernah dilaporkan jika obat ini dikombinasikan dengan mineralokortikoid.
D. Agens Tiroid dan Paratiroid
1.Kelenjar Tiroid
1.1 Struktur
Kelenjar tiroid terdapat di bagian tengah leher, mengelilingi trakea seperti suatu
pelindung. Tiroid adalah kelenjar vaskular dengan dua lobus, masing-masing berada di sisi
trakea, dan ismus kecil yang mengubungkan kedua lobus tersebut. Kelenjar ini dibentuk oleh
sel yang diatur dalam bentuk folikel sirkular.Kelenjar tiroid menghasilkan dua jenis hormon
tiroid yang sedikit berbeda, dengan menggunakan iodin yang ditemukan di dalam diet;
tetraiodotironin atau levotirokisinyang mengandug liotironin dimana liotironin tersebut
mengandung iodin.
1.2 Kontrol
Produksi dan pelepasan hormon tiroid diatur oleh hormon hipofisis anterior yang
disebut hormon penstimulasi tiroid (TSH). Sekresi TSH diatur oleh hormon pelepas tirotropin
(TRH), suatu faktor pengatur hipotalamik. Serangkain mekanisme umpan balik negatif yang
rumit menjaga kadar hormon tiroid tetap berada dalam rentang normal yang sempit.
1.3 Fungsi
Hormon tiroid mengatur laju metabolisme, yaitu kecepatan pembakaran eneregi, di
hampir seluruh sel tubuh. Hormon tiroid memengaruhi produksi panas dan suhu tubuh;
konsumsi oksigen dan curah jantung; volume darah; aktivitas sistem enzim; dan metabolisme
karbohidrat, lemak, dan protein. Hormon tiroid juga merupakan regulator yang penting untuk
pertumbuhan dan perkembangan, terutama di dalam sistem reproduksi dan sistem saraf.
Karena tiroid memiliki efek yang tersebar di seluruh tubuh, setiap disfungsi kelenjar tiroid
akan menimbulkan efek sistemik yang besar.
2. Disfungsi Tiroid
Disfungsi tiroid melibatkan aktivitas yang kurang, yang disebut hipotiroidisme, atau
aktivitas yang berlebihan, yang disebut hipertiroidisme.

2.1 Hipotiroidisme
Hipotirodisme adalah kurangnya kadar hormon tiroid yang dibutuhkan untuk
mempertahankan metabolisme normal. Kondisi ini terjadi pada beberapa keadaan
patofisiologis berikut ini:
 Tidak adanya kelenjar tiroid
 Kurangnya iodin di dalam diet untuk memproduksi kadar hormon tiroid yang
dibutuhkan
 Kurangnya jaringan tiroid yang berfungsi dengan baik akibat tumor atau gangguan
autoimun
 Kurangnya TSH akibat penyakit hipofisis
 Kurangnya TRH akibat tumor atau gangguan hipotalamus
2.2 Hipertiroidisme
Hipertiroidisme terjadi ketika terlalu banyak hormon tiroid yang diproduksi dan
dilepaskan ke sirkulasi. Penyakit Graves (masalah autoimun) adalah kondisi yang paling
sering menyebabkan hipertiroidisme.
3. Hormon Tiroid
Beberapa produk hormon pengganti tersedia untuk mengobati hipotiroidisme. Produk-
produk ini mengandung hormon tiroid alami maupun sintetis. Hormon pengganti bekerja
dengan menggantikan kadar hormon tiroid yang rendah atau tidak ada mensupresi TSH yang
diproduksi secara berlebihan oleh hipofisis.

 Levotiroksin (Synthroid, Levoxyl, Levo-T, Levothroid), adalah hormon pengganti yang


paling banyak digunakan karena bioavaibilitas dan realibitasnya yang dapat
diprediksi.
 Thyroid Dessiacated (Armour Thryoid, dll) dibuat dari kelenjar tiroid hewan yang
dikeringkan dan mengandung T3 serta T4.
 Liotironin (Cytomel) memiliki awitan yang cepat dan durasi kerja yang lama.
 Liotriks (Thyrolar) Tidak dianjurkan oleh pasien dengan sakit jantung atau mudah
mengalami reaksi ansites.

3.1 Cara Kerja Obat dan Indikasi Terapeutik

Hormon sulih tiroid meningkatkan laju metabolisme jaringan tubuh, meningkatkan


konsumsi oksigen, pernapasan, frekuensi jantung, pertumbuhan dan maturasi, serta
metabolisme lemak, karbohidrat, dan protein.

3.2 Farmakokinetik

Obat ini diabsorpsi dengan baik dari saluran GI dan berikatan dengan protein serum.
Deiodinasi obat terjadi di beberapa tempat, termasuk hati, ginjal dan jaringan tubuh lainnya.
Eliminasi terjadi terutama di empedu. Hormon tiroid tidak menembus plasenta dan tampak
tidak menimbulkan efek pada janin.

3.3 Kontraindikasi da Peringatan


Obat ini tidak boleh digunakan jika ada alergi terhadap obat tersebut atau
pengikatnya, selama tirotoksitosis akut, atau selama infark miokard akut, karena hormon
tiroid dampak memperburuk semua kondisi tersebut, obat ini harus digunakan dengan hati-
hati selama laktasi karena obat ini dapat masuk ke ASI dan dapat menekan produksi tiroid
bayi, dan pada kondisi hipoadrenal, seperti penyakit addison.

3.4 Efek Merugikan

Jika dosis yang digunakan untuk terapi sulih sudah benar, hanya sedikit efek
merugikan yang berhubungan dengan obat tersebut. Reaksi pada kulit dan kerontokan rambut
terkadang terjadi,terutama selama bulan-bulan pertama pengobatan pada anak-anak. Gejala
hipertiroidisme dapat terjadi pada saat pengaturan dosis. Beberapa efek yang kurang dapat
diperkirakan berkaitan denga stimulasi jantung dan efek pada SSP.

3.4 Interaksi Obat-Obat Penting Secara Klinis

Penurunan absorpsi hormon tiroid terjadi jika obat tersebut diminum bersamaan
dengan kolesteramin. Efektivitas antikoagulan oral akan meningkat jika dikombinasikann
dengan tiroid. Penurunan efektivitas glikosida digitalis dapat terjadi jika kedua obat tersebut
dikombinasikan. Klirens teofilin akan menurun pada keadaan hipotiroid.

4. Agens Antitiroid

Obat yang digunakan untuk menghambat produksi hormon tiroid dan mengobati
hipertiroidisme antara lain tiomida dan larutan iodin.

4.1 Tiomida

Propiltiourasil (PTU) adalah tiomida yang paling sering digukan. Tiomida lain yang
tersedia adalah metimazol (Tapazole).

4.1.1 Cara Kerja Obat dan Indikasi Terapeutik

Tioamid mencegah pembentukan hormon tiroid di dalam sel tiroid, menurunkan kadar
hormon tiroid di dalam serum. Obat ini juga menghambat sebagian konversi T4 menjadi T3
tinkat sel.

4.1.2 Farmakokinetik

Obat ini diabsorpsi dengan baik dari saluran GI dan kemudian dikonsentrasikan dalam
kelenjar tiroid. Beberapa ekskresi dapat dideteksi di dalam tiroid. Metimazol menembus
plasenta dan ditemukan dalam jumlah besar di dalam ASI. PTU memiliki kemampuan yang
rendah untuk menembus plasenta dan masuk ke dalam ASI.

4.1.3 Kontraindikasi dan Peringatan

Tiomida dikontraindikasikan jika terdapat alergi terhadap obat antitiroid dan selama
kehamilan. Obat ini harus digunakan secara hati-hati selama laktasi karena adanya risiko
antitiroid pada bayi.

4.1.4 Efek Merugikan

Efek merugikan yang banyak terjadi pada penggunaan obat ini adalah efek supresi
tiroid. Propilturasil dihubungkan dengan mual, muntah, dan keluhan pada GI. Metimazol juga
dihubungkan dengan supresi sumsum tulang.

4.2 Larutan Iodin

Iodin dosis rendah diperlukan tubuh untuk pembentukan hormon tiroid. Akan tetapi,
iodin dosis tinggi akan menghambat fungsi tiroid. Oleh sebab itu, preparat iodin terkadang
digunakan untuk mengobati hipertiroidisme dan sebgai agens diagnostik atau untuk
menghancurkan jaringan tiroid pada kasus penyakit Grave yang berat.

4.2.1 Cara Kerja Obat dan Indikasi Terapeutik

Obat-obat ini menyebabkan sel tiroid menjadi sangat jenuh dengan iodin dan berhenti
menghasilkan hormon tiroid. Larutan iodin digunakan untuk mensupresi kelenjar tiroid
prabedah, mengobati tirotoksikosis akut sampai kadar tioamida dapat berpengaruh, atau
menghambat tiroid selama radiasi. Larutan iodin juga digunakan untuk menghambat fungsi
tiroid pada kedaruratan raiasi.

4.2.2 Farmakokinetik

Obat ini diabsorpsi dengan cepat dengan cepat di saluran GI dan didistribusikan
secara luas ke seluruh cairan tubuh. Ekskresi terjadi melalui urine. Iodin radioaktif dapat
masuk ke ASI karena dapat menembus plasenta, obat ini dapat menimbulkan hipertiroidisme
serta goiter pada janin atau bayi baru lahir jika dikonsumsi saat fase kehamilan.

4.2.3 Kontraindikasi dan Peringatan

Penggunaan larutan iodin dikontraindikasikan selama kehamilan karena efeknya pada


kelenjar tiroid ibu dan janin, dan pada kondisi edema paru atau tuberkolosis paru.
4.2.4 Efek Merugikan

Efek merugikan yang paling banyak terjadi pada penggunaan obat ini adalah
hipotiroidisme, iodisme, noda pada gigi, ruam kulit, dan terjadinya goiter.

4.2.5 Interaksi Obat-Obat Pentung Secara Klinis

Karena penggunaan obat yang menghancurkan fungsi tiroid dapat mengubah kondisi
pasien dari hipertiroidisme menjadi hipotiroidisme, pasien yang meminum obat pada kondisi
yang dimetabolisme secara berbeda pada kondisi hipotiroidisme dan hipertiroidisme, atau
obat yang memiliki rentang aman sempit yang dapat berubah akibat perubahan fungsi tiroid,
harus dipantau dengan ketat. Obat-obat ini meliputi antikoagulan, teofilin, digoksin,
metropolol, dan propranolol.

5. Kelenjar paratiroid

5.1 Struktur dan Fungsi

Kelenjar paratiroid adalah empat kelompok jaringa kelenjar yang sangat kecil yang
terletak di belakang kelenjar tiroid. Sel-sel ini menhasilkan hormon paratiroid (PTH) atau
parathormon. PTH adalah regualator kadar kalsium serum yang paling penting di dalam
tubuh dengan berrbgai fungsi yang dimilikinya.

5.2 Kontrol

Kalsium adalah elektrolit yang digunakan dalam berbagai proses metabolisme tubuh.
Proses ini termasuk sistem transpor membran, konduksi impuls sarafm kontraksi otot, dan
pembentukan darah. Untuk mecapai semua eek ini, kadar kalsium harus dipertahankan antara
9 dan 11 mg/dl. Hal ini dicapai melalui pengaturan kalsium serum oleh dua hormon, PTH dan
kalsitonin.

6. Disfungsi Paratiroid dan Gangguan Terkait

Disfungsi paratiroid meliputi,hipoparatiroidisme, paratiroidisme,penyakit paget, dan


osteoporosis pascamenopause.

7. Agens Antihipokalsemik

Rendahnya kadar hormon paratiroid menyebabkan hipokalsemia, atau defisiensi


kalsium. Kalsitirol (Rocaltrol) adalah bentuk vitamin D yang paling banyak digunakan.
Dihidrotaksis (Hytakerol) juga banyak digunakan.
7.1 Cara Kerja Obat dan Indikasi Terapeutik

Senyawa vitamin D mengatur absorpsi kalsium dan fosfat dari usus halus, resorpsi
mineral di dalam tulang, dan reabsorpsi fosfat dari tubulus ginjal. Bekerja sama dengan PTH
dan kalsitonin untuk mengatur homeostatis kalsium. Penggunaan agens ini diindikasikan
untuk penatalaksanaan hipokalsemia pada pasien yang menjalani dialisis ginjal kronis dan
untuk pengobatan hipoparatiroidisme.

7.2 Farmakokinetik

Obat ini diabsorpsi dengan baik dari saluran GI dan didistribusikan secara luas ke
seluruh tubuh. Obat ini disimpan di hati,lemak, otot, kulit, dan tulang. Setelah dimetabolisme
di hati, obat ini terutama diekskresikan melalui urinr.

7.3 Kontraindikasi dan Peringatan

Obat ini tidak boleh digunakan jika diketahui terdapat alergi terhadap vitamin D,
hiperkalsemia, toksisitas vitamin D, atau kehamilan. Obat ini harus digunakan dengan hati-
hati jika terdapat riwayat batu ginjal atau selama laktasi.

7.4 Efek Merugikan

Efek merugikan yang paling sering terjadi pada penggunaan obat ini berhubungan
dengan GI dan juga efek pada SSP.

7.5 Interaksi Obat-Obat yang Penting Secara Klinis

Terdapat peningkatan hipermagnesemia jika obat ini digunakan bersama antasid yang
mengandung magnesium. Absorpsi obat ini akan berkutang jika diminum bersama
kolestiramin atau minyak mineral.

8. Agens Antihiperkalsemik

Obat yang digunakan untuk mengobati kelebihan hormon paratiroid atau kadar
kalsium serum serum yang tinggi antara bisfofonat, kalsitonin, dan galium. Obat ini bekerja
pada kabar kalsium dalam serum dan tidak secara langsung pada kelenjar paratiroid atau
hormon paratiroid.

8.1 Bisfosfonat

Bifosfonat meliputi etidronat (Didronel), pamidronat (Aredia), risedronat (Actonel),


tiludronat (Skelid), alendronat (Fosamax), dan asam zoledronat (Zometa).
8.1.1 Cara Kera Obat dan Indikasi Terapeutik

Bifosfonat memperlambat resorpsi normal dan abnormal, tetapi tidak menghambat


pembentukan tulang normal dan mineralisasi.

8.1.2 Farmakokinetik

Obat ini diabsorpsi dengan baik dari usus halus dan tidak mengalami metabolisme.
Obat ini diekskresikan relatif tanpa perubahan melalui urine.

8.1.3 Kontraindikasi dan Peringatan

Obat ini tidak boleh digunakan pada kondisi hipokalsemia, selama kehamilan atau
laktasi, atau jika ada riwayat alergi terhadap bisfosfonat. Obat ini harus digunakan dengan
hati-hati pada pasien yang menderita disfungsi ginjal, penyakit GI bagian atas.

8.1.4 Efek Merugikan

Efek merugikan yang paling banyak terjadi pada penggunaan bisfosfonat adalah
adalah sakit kepala, mual, dan diare. Terdapat juga peningkatan nyeri tulang pada pasien
yang menderita penyakit Paget.

8.1.5 Interaksi Obat-Obat yang Penting Secara Klinis

Absorpsi bisfosfonat oral menurun jika diminum bersama antasid, produk kalsium, zat
besi, atau multivitamin. Terdapat juga peningkatan distres GI jika bisfosfonat dikombinasikan
dengan aspirin.

8.2 Kalsitonin

Kalsitonin adalah hormon yang disekresi oleh kelenjar tiroid untuk menyeimbangkan
efek hormon paratiroid.

8.2.1 Cara Kerja Obat dan Indikasi Terapeutik

Hormon ini menghambat responsi tulang, dan meningkatkan ekskresi fosfat, kalsium,
dan natrium dari ginjal.

8.2.2 Farmakokinetik

Obat ini dimetabolisme dalam jaringan tubuh menjadi fragmen yang tidak aktif, yang
dieksresikan oleh ginjal. Obat ini menembus plasenta.
8.2.3 Kontraindikasi dan Peringatan

Obat ini tidak boleh digunakan selama laktasi. Kalsitonin salmon tidak boleh jika ada
alergi terhadap salmon atau produk ikan.

8.2.4 Efek Merugikan

Efek merugikan yang paling banyak terjadi pada penggunaan obat ini adalah flushing
pada wajah dan tangan, ruam kulit, mual dan muntah, sering berkemih, dan inflamasi lokal di
tempat injeksi.

9. Agens Antihiperkalsemik

Galium (Ganite) adalah obat lain yang digunakan sebagai agens antihiperkalsemik.

9.1 Cara Kerja Obat dan Indikasi Terapeutik

Galium menghambat resorpsi kalsium tulang dan mengurangi pergantian tulang,


menghasilkan konsentrasi kalsium yang rendah. Obat ini diberikan secara IV .

9.2 Farmakokinetik

Galium mencapai kadar puncak dengan lambat. Obat ini diperkirakan tidak
mengalami metabolisme, dan diekskresikan mealui urine. Obat ini dapat menembus plasenta.

9.3 Kontraindikasi dan Peringatan

Galium dikontraindikasikan jika terdapat disfungsi ginjal yang berat atau laktasi. Obat
ini harus digunakan dengan hati-hati pada pasien yang mengalami hipokalsemia ringan atau
yang sedang hamil.

9.4 Interaksi Obat-Obat yang Penting Secara Klinis

Karena adanya resiko gagal ginjal, kewaspadaan yang ekstrem harus diterapkan jika
obat nefrotoksik lain digunakan secara bersama, termasuk aminoglikosida dan amfoterisin B.

E. Agens Antidiabetik

Diabetes militus adalah gangguan metabolik yang paling banyak terjadi. Diabetes
adalah gangguan rumit yang memengaruhi berbagai organ akhir dan menyebabkan berbagai
komplikasi klinis.

1. Regulasi Glukosa
Glukosa adalah sumber energi utama tubuh manusia. Kontrol kadar glukosa
merupakan fungsi ginjal.

1.1 Kelenjar Pankreas

Pankreas adalah kelenjar endokrin, yang menghasilkan hormon, dan juga kelenjar
ensokrin, yang melepaskan natrium bikarbonat serta emzim pankreatik secara langsung ke
dalam duktus empedu kemudian dilepaskan ke usus halus, tempat menetralisir kimus asam
dari lambung dan membantu pencernaan

1.2 Insulin

Insulin adalah hormon yang dihasilkan oleh sel beta dalam islet langerhens. Insulin
bertugas untuk menstimulasi transpor glukosa ke dalam sel dan menstimulasi sintesis
glikogen.

2. Diabetes Melitus

Diabetes melitus ditandai dengan gangguan yang kompleks dalam metabolisme.


Gangguan tersebut menyebabkan peningkatan sidensi sejumlah gangguan, meliputi:

 Aterosklerosis,yaitu serangan jantung dan stroke yang berhubugan dengan


pembentukan plak aterosklerotik dalam lapisan pembuluh darah
 Retinopati, yang menyebabkan hilangnya penghlihatan karena pembuluh darah kecil
yang ada di dalam mata menyempit dan menutup
 Neuropati, disertai perubahan motorik dan sensorik pada tungkai dan kaki serta
perubahan progresif dalam saraf lain karena suplai oksigen ke saraf ini perlahan
berhenti
 Nefropati, disertai disfungsi ginjal yang berhubungan dengan perubahan membran
dasar glomerulus

Gangguan metabolik keseluruhan yang dihubungkan dengan diabetes dianggap terjadi


akibat kurangnya hormon insulin. Diabetes melitus diklasifikasikan sebagai tipe 1, diabetes
melitus bergantung insulin (Insulin Dependent Diabetes Melitus, IDDM), atau tipe 2, diabetes
melitus tidak bergantung insulin (Non-Insulin Dependent Diabetes Melitus, NIDDM).

2.1 Hiperglikemia

Hiperglikemia, atau gula darah tinggi, terjadi jika terdapat insufisinsi insulin yang
berkaitan dengan glukosa yang ada dalam sistem.
2.1 Hipoglikemia

Hipoglikemia atau konsentrasi gula darah kurang dari 40 mg/dl. Terjadi pada
beberapa situasi klinis, termasuk kelaparan,dan jika pengobatan hiperglikemia insulin atau
agens oral menurunkan kadar glukosa darah terlalu randah.

3. Insulin Pengganti

Insulin pengganti digunakan untuk mengobati diabetes melitus pada orang dewasa
yang tidak berespons terhadap diet, latihan fisik, dan agens oral, serta untuk diabetes tipe 1
yang membutuhkan insulin pengganti.

3.1 Cara Kerja Obat dan Indikasi Terapeutik

Insulin bekerja dengan bereaksi terhadap sisi reseptor spesifik pada sel. Insulin
pengganti digunakan untuk mengobati diabetes melitus dengan indikasi insulin tidak dapat
bekerja dengan baik karena terdapat gangguan fungsional. Preparat insulin tersedia untuk
penggunaan jangka pendek dan jangka pnjang.

3.2 Farmakokinetik

Berbagai insulin yang tersedia di pasaran diproses di dalam tubuh seperti insulin
endogen. Kadar puncak, awitan, dan durasi dari berbagai preparat tersebut bervariasi sesuai
jenis insulin. Insulin tidak menembus plasenta dan masuk ke ASI.

3.3 Kontraindikasi dan Peringatan

Karena insulin digunakan sebagai hormon pengganti, insulin tidak memiliki


kontraindikasi. Pasien yang alergi terhadap produk kerbau dan babi hanya boleh
menggunakan insulin manusia.

3.4 Efek Merugikan

Efek merugikan yang paling banyak terjadi pada penggunaan insulin adalah
hipoglikemia dan ketoasidosis, bisa dikontrol dengan dosis yang tepat dan tempat injeksi.

3.5 Interaksi Obat-Obat yang Penting Secara Klinis

Perawat harus berhati-hati ketika memberikan obat lain yang dapat menurunkan kadar
glukosa darah kepada pasien yang menggunakan insulin untuk menstabilkan kondisinya.
Penyesuaian dosis diperlukan jika salah satu obat ini digunakan atau dihentikan.
4. Agens Antidiabetik Oral

Sulfonilurea dalah obat pertama yang dikenalkan, obat ini menstimulasi pankreas
untuk melepaskan urine.Agens lainnya yaitu nonsulfonilurea, bekerja untuk mengurangi
resistensi insulin atau mengubah absorpsi dan ambilan glukosa. Sering dikombinasikan
bersama Sulfonilurea untuk meningkatkan efektivitas.

4.1 Cara Kerja Obat dan Indikasi Terapeutik

Sulfonilurea menstimulasi pelepasan insulin dari sel beta pankreas. Obat ini
memperbaiki ikatan insulin dan dapat benar-benar meningkatkan sejumlah reseptor insulin..

4.2 Farmakokinetik

Obat ini diabsorpsi dengan cepat dari saluran GI dan dimetabolisme di hati serta
diekskresikan melalui urine.

4.3 Kontraindikasi dan Peringatan

Sulfonilurea dikontraindikasikan jika terdapat alergi terhadap salah satu sulfonilurea


dan pada diabetes dengan komplikasi demam, infeksi berat, trauma berat, bedah mayor,
ketoasidosis, penyakit ginjal atau hati yang berat, kehamilan atau laktasi. Obat ni juga
dikontraindikasikan untuk pengobatan diabetes tipe 1.

4.4 Efek Merugikan

Efek merugikan yang paling sering terjadi terkait dengan penggunaan sulfolinurea
adalah hipoglikemia dan distres GI. Reaksi kulit alergi dilaporkan pada penggunaan beberapa
obat dan, terdapat peningkatan risiko mortalitas kardiovaskuler, terutama pada penggunaan
agens generasi pertama.

4.5 Interaksi Obat-Obat yang Penting Secara Klinis

Hati-hati dalam mengunakan obat yang mengasamkan uerine, karena ekskresi


sulfonilurea dapat menurun

Obat ini harus hati-hati digunakan bersama penyakit-β, yang dapat menyamarkan
tanda hipoglikemia, dan bersama alkohol, yang dapat mengubah kadar glukosa.

5. Agens Peningkat Glukosa

Terdapat beberapa kondisi merugikan yang berhubungan dengan hipoglikemia, atau


gula darah rendah abnormal. Dua agens yang digunkan untuk meningkatkan glukosa dalam
kondisi tersebut; diazoksid (Proglycem) dan glukagon (GlucaGen).

5.1 Cara Kerja Obat dan Indikasi Terapeutik

Agens ini meningkatkan kadar glukosa darah dengan mengurangi pelepasan insulin
dan mempercepat pemecahan glikogen di hati untuk melepaskan glukosa. Obat ini
diindikasikan untuk pengobatan reaksi hipoglikemik yang berhubungan dengan kanker
pankreas atau kanker lainnya; dan pengobatan jangka pendek hipoglikemia akut akibat
disfungsi hipofisis anterior.

5.2 Farmakokinetik

Glukagon dan diazoksid diabsorpsi dengan cepat dan didistribusikan secara luas ke
seluruh tubuh serta diekskresikan malalui urine.

4.3 Kontraindikasi dan Peringatan

Diazokoid dikontraindikasikan jika terdapat alergi terhadap sulfonamid atau tiazid.


Kedua obat ini dikontraindikasikan penggunaannya pada kehamilan dan laktasi. Obat ini
harus digunakan sengan hati-hati pada pasien yang menderita disfungsi ginjal atau hati atau
penyakit kardiovaskuler.

4.4 Efek Merugikan

Glukagon berhubunga dengan rasa tidak nyaman pada GI, mual, dan muntah.
Diazoksid dikaitkan dengan efek vaskuler, reaksi ini berhubugan dengan kemampuan
dizoksid untuk merealisasikan otot polos arteriolar.

4.5 Interaksi Obat-Obat yang Penting Secara Klinis

Terdapat peningkatan risiko toksisitas jika diazoksid digunakan dalam kombinasi


dengan diuretik tiazid, karena strukturnya sama.

Tampak terjadi peningkatan efek antikoagulasi jika glukagon dikombinasikan dengan


antikoagulan oral. Jika kombinasi ini dilakukan, dosis harus disesuaikan.

Anda mungkin juga menyukai