Anda di halaman 1dari 27

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang


Obat tradisional merupakan bahan atau ramuan yang berupa bahan
tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik) atau
campuran dari bahan tersebut yang secara turun temurun telah digunakan
untuk pengobatan berdasarkan pengalaman. Sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku, obat tradisional dilarang
menggunakan bahan kimia hasil isolasi atau sintetik berkhasiat obat,
narkotika atau psikotropika dan hewan atau tumbuhan yang dilindungi
(BPOM RI, 2006). Salah satu produk obat tradisional yang banyak diminati
oleh masyarakat adalah Jamu pegel linu. Jamu pegel linu digunakan
untuk menghilangkan pegel linu, nyeri otot dan tulang, memperlancar
peredaran darah, memperkuat daya tahan tubuh dan menghilangkan sakit
seluruh badan (Wahyunidan Tanti 2004).
Minat masyarakat yang besar terhadap produk jamu pegal linu sering
kali disalah gunakan produsen jamu yang nakal untuk menambahkan
bahan kimia obat. Pemakaian bahan kimia obat dalam jangka panjang
menyebabkan kerusakan fungsi organ tubuh. Oleh karena itu dibutuhkan
pengawasan oleh BPOM supaya tidak beredar bahan kimia obat yang
ditambahkan dalam jamu pegal linu (BPOM RI 2009). Badan POM RI
(2009) telah memberikan peringatan keras kepada produsen jamu dan
memerintahkan untuk menarik produk serta memusnahkannya,
membatalkan nomor pendaftaran produk bahkan mengajukannya ke
Pengadilan. Namun demikian berdasarkan pemantauan Badan POM RI,
diantara produk-produk jamu yang mengandung BKO masih ditemukan di
took jamu.
Beberapa jenis produk herbal yang sering dicampurkan dengan BKO
antara lain adalah produk pelangsingt ubuh, stamina pria, untuk gangguan
asam urat atau encok /pegallinu /flu tulang dan kegemukan badan. Bahan-
bahan kimia berbahaya yang sering digunakan meliputi Metampiron,
Fenilbutazon, Deksametason, siproheptadin, Allopurinol, CTM, Sildenafil
sitrat, Tadalafil dan Parasetamol. Obat-obat yang mengandung bahan-
bahan kimia tersebut memiliki efek samping berbahaya. Misalnya jamu
yang mengandung antalgin memiliki efek samping kelainan darah
(Harmanto dan Subroto, 2007) dan untuk jamu yang
mengandungsiproheptadinadalahkantuk, rasa letih, kantuk yang bersifat
sementara selama 2 minggu, mulut kering, mual dan obstipasi (Tjay dan
Rahardja, 2007).
Pada praktikum kali ini dilakukan identifikasi obat tradisional untuk
mengetahui apakah pada obat tradisional yang di ujikan memiliki
kandungan BKO di dalamnya.
I.2. Maksud dan Tujuan Praktikum
I.2.1. Maksud
Adapun maksud dari praktikum ini adalah untuk melakukan analisis
obat tradisional dari sediaan obat tradisonal (Jamu pegal linu dan jamu
penambah nafsu makan).
I.2.2 Tujuan
Adapun tujuan dari percobaan ini :
1. untuk melakukan evaluasi keseragaman bobot terhadap sediaan
obat tradisional
2. mengidentifikasi kandungan BKO dalam sediaan obat tradisional.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Antalgin
Antalgin merupakan salah satu obat golongan NSAID atau Non-
Steroidal Anti Inflammatory Drugs yang merupakan suatu derivat pirazolon
yang larut dalam air (Hoan Tjay, 2002 ). Antalgin memiliki rumus kimia
Cl3H16N3NaO4S.H2O dan mengandung tidak kurang dari 99% dan tidak
lebih dari 101,0%, dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan. Berbentuk
hablur putih atau putih kekuningan (Depkes RI, 1995).
Antalgin merupakan obat analgetik-antipiretik dan anti inflamasi.
Analgesik adalah obat untuk menghilangkan rasa nyeri dengan cara
meningkatkan nilai ambang nyeri di sistem saraf pusat tanpa menekan
kesadaran, sedangkan antipiretik merupakan obat yang menurunkan suhu
tubuh yang tinggi. Jadi, obat analgetik antipiretik adalah obat yang
mengurangi rasa nyeri dan serentak menurunkan suhu tubuh yang tinggi,
sedangkan antiinflamasi adalah obat untuk mengatasi pembengkakan
(Anief, 1995).
Menurut Anief (1995), umumnya cara kerja analgetik-antipiretik
dengan menghambat sintesa neurotransmitter tertentu yang dapat
menimbulkan rasa nyeri dan demam. Dengan blokade sintesa
neurotransmitter tersebut , maka otak tidak lagi mendapatkan “sinyal”
nyeri, sehingga rasa nyerinya berangsur-angsur menghilang.
II.2. Siproheptadin
Siproheptadin mengandung tidak kurang dari 98,5% dan tidak lebih
dari 100,5% C21H21N.HCl dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan.
Pemerian siproheptadin HCl yaitu serbuk hablur, putih sampai agak
kuning, tidak berbau atau praktis tidak berbau. Kelarutan siproheptadin
yaitu sukar larut dalam air (Anonim, 1995).
Siproheptadin HCl digunakan sebagai antihistamin. Obat ini
memiliki indikasi sebagai hay fever, urtikaria, migren. Obat ini memiliki
efek samping mual, muntah, anemia hemolitik, leucopenia. Dosis yang
diberikan yaitu 4 mg 3-4 kali sehari, rentang dosis 4-20 mg sehari
maksimal 32 mg sehari, untuk anak dibawah 2 tahun tidak dianjurkan,
anak 2-6 tahun 2 mg 2-3 kali sehari maksimal 12 mg sehari, anak 7-14
tahun 4 mg 2-3 kali sehari maksimal 16 mg sehari (Anonim, 2000).
Siproheptadin merupakan obat yang digunakan untuk mengatasi
reaksi aleergi seperti pilek alergi dan gatal-gatal. Obat ini selain berefek
sebagai anti alergi, obat ini juga berefek sebagai antiserotonin. Efek ini
menyebabkan meningkatnya nafsu makan. Makan yang banyak tanpa
diimbangi oleh olahraga mengakibatkan banyak lemak yang tertimbun.
Lemak yang tertimbun itulah yang mengakibatkan berat badan menjadi
naik.
II.3. Jamu
II.3.1. Definisi Jamu
Definis jamu atau obat tradisional berdasarkan Undang-Undang
Kesehatan RI no 23 tahun 1992 adalah bahan atau ramuan bahan yang
berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian
(galenik) atau campuran dari bahan tersebut yang secara turun-temurun,
telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengelaman.
Menurut Hermanto (2007), jamu bisa manfaatkan untuk obat luar
dan obat dalam yang harus diminum. Obat luar bisa di oles, digosok,
direndam atau ditempel. Image jamu biasanya bau yang tidak enak dan
rasanya pahit. Khasiat jamu dipercaya sejak jaman dahulu. Selanjutnya
seiring dengan berjalannya waktu, negara Indonesia dijajah Belanda,
sehingga masuklah budaya barat yang memperkenalkan obat medis yang
praktis, kecil, tidak berbau dan tinggal ditelan.
Pembuatannya jamu sendiri menggunakan bermacam-macam
tumbuhan yang diambil langsung dari alam berupa bagian dari tumbuhan
seperti rimpang (akar-akaran), daun-daunan, kulit batang dan buah.efek
samping jamu relatif kecil dibandingkan obat medis. Namun tidak mudah
meyakinkan kalangan medis untuk meresepkan jamu yang belum
dilakukan penelitian ilmiah atau uji klinis (Hermanto,2007).
Sesuai dengan Keputusan Kepala badan POM
no.HK.00.05.41.1384 tahun 2005, obat tradisional dilarang menggunakan:
1. Bahan kimia hasil isolasi atau sintetik berkhasiat obat.
2. Narkotika atau psikotropika.
3. Hewan atau tumbuhan yang dilindungi sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
II.3.2. Jenis Jamu atau Obat Tradisional
Sesuai dengan Keputusan Kepala Badan POM RI No.00.05.4.2411
tahun 2004, berdasarkan cara pembuatan serta jenis klaim penggunaan
dan tingkat pembuktian khasiat. Obat Bahan Alam Indonesia
dikelompokkan menjadi tiga jenis yaitu :
1. Jamu
Merupakan obat tradisional warisan nenek moyang. Dipasaran,
bisa dijumpai dalam bentuk herbal kering siap seduh atau siap rebus,
juga dalam bentuk segar rebusan sebagaimana dijajakan para penjual
jamu gendong (Yuliarti, 2008).
Beberapa contoh jamu gendong menurut Lewi (2008):
a. Jamu beras kencur
Jamu beras kencur dipercaya dapat menghilangkan pegal-pegal
pada tubuh. Selain itu, jamur beras kencur dapat merangsang nafsu
makan, sehingga selera makan meningkat dan tubuh menjadi lebih sehat.
Bahan yang digunakan yaitu beras dan kecur.Jamu kunir asam.
b. Jamu kunir asam
Digunakan untuk menyegarkan atau dapat membuat tubuhmenjadi
dingin. Manfaat lain untuk menghindarkan dari panas dalam atau sariawan
serta membuat perut menjadi dingin. Bahan yang digunakan yaitu kunyit,
gula.
c. Jamu Pahitan
Jamu pahitan dimanfaatkan untuk gatal-gatal dan kecing manis.
Manfaat lainnya untuk menghilangkan bau badan, menurunkan kolesterol,
perut kembung atau sebah, jerawat, pegal dan pusing. Bahan yang
digunakan sambiloto.
d. Jamu kudu laos
Khasiat jamu kudu laos adalah untuk menurunkan tekanan darah.
Selain itu, untuk melancarkan peredaran darah, menghangatkan badan,
membuat perut terasa nyaman, menambahkan nafsu makan,
melancarkan haid. Bahan yang digunakan yaitu mengkudu masak
ditambah rimpang laos dan biasanya ditambahkan buah asam masak.
2. Obat Herbal Terstandar
Sedikit berbeda dengan jamu, herbal terstandar umumnya sudah
mengalami pemprosesan, misalnya berupa ekstrak atau kapsul. Herbal
yang sudah diekstrak tersebut sudah diteliti khasiat dan keamanannya
melalui uji pra klinis (terhadap hewan) dilaboratorium. Disebut herbal
terstandar, karena dalam proses pengujiannya telah diterapkan standar
kandungan bahan, proses pembuatan ekstrak, higenitas, serta uji
toksisitas untuk mengetahui ada atau tidaknya kandungan racun dalam
herbal (Yuliarti,2008).
3. Fitofarmaka
Merupakan jamu dengan kasta tertingggi karena khasiat,
keamanan serta standar proses pembuatan dan bahannya telah diuji
secara klinis, jamu berstatus sebagai fitofarmaka juga dijual diapotek dan
sering diresepkan oleh dokter (Yuliarti,2008).
Menurut Hermanto (2007), di Indonesia hingga saat ini baru ada 5
produk fitofarmaka, yaitu:
a. Nodiar
Merupakan fitofarmaka anti-diare dengan bahan baku daun jambu biji
(Psidium guajava) dan Curcuma domestica.
b. Rheumaneer.
Merupakan fitofarmaka anti rematik dengan bahan baku Curcuma
xanthorrhiza.
c. Stimuno
Merupakan fitofarmaka untuk meningkatkan kekebalan tubuh dengan
bahan baku meniran (Phyllanthus niruri).
d. X-gra
Merupakan aprodisiak dengan bahan baku linzhi (Ganoderma
lucidum), pasak bumi (Eurycoma) dan ginseng.
II.3.3 Syarat Pembuatan Jamu/Obat Tradisional
Terhadap jamu/obat tradisional, pemerintah belum mengeluarkan
persyaratan yang mantap, namun dalam pembinaan jamu, pemerintah
telah mengeluarkan beberapa petunjuk yakni sebagai berikut (Santoso,
2006) :
1. Kadar air tidak lebih dari 10%. Ini untuk mencegah berkembang
biaknya bakteri, kapang dan khamir (ragi).
2. Jumlah kapang dan khamir tidak lebih dari 10.000 (sepuluh ribu).
3. Jumlah bakteri nonpatogen tidak lebih dari 1.000.000 (1 juta).
4. Bebas dari bakteri patogen seperti Salmonella.
5. Jamu yang berbentuk pil atau tablet, daya hancur tidak lebih dari 15
menit (menurut Farmakope Indonesia). Toleransi sampai 45 menit.
6. Tidak boleh tercemar atau diselundupi bahan kimia berkhasiat. Selain
itu, pembuatan jamu tradisional juga memerlukan bahan
tambahanberupa pengawet yang tidak lebih dari 0,1 %
Pengawet yang diperbolehkan (Depkes R.I, 1994) :
1. Metil p - hidroksi benzoat (Nipagin)
2. Propil p - hidroksi benzoat (Nipasol
3. Asam sorbat atau garamnya
4. Garam natrium benzoat dalam suasana asam
5. Pengawet lain yang disetujui.
II.3.4 Manfaat Dan Bahaya Jamu
1. Manfaat Jamu
Adapun manfaat dari jamu, yaitu (Yuliarti, 2008):
a) Menjaga kebugaran tubuh
Berbagai jenis memiliki fungsi untuk menjaga kebugaran tubuh
termasuk menjaga vitalitas, menghilangkan rasa tidak enak di badan yang
mengganggu kebugaran tubuh misalkan lemah, letih, lesu.
b) Menjaga kecantikan
Selain menjaga kebugaran, beberapa jenis jamu juga berfungsi
menjaga dan meningkatkan kecantikan. Beberapa hal yang termasuk di
sini di antaranya menyuburkan rambut, melembutkan kulit, memutihkan
kulit, menghilangkan bau badan serta bau mulut dan lain sebagainya.
c) Mencegah penyakit
Beberapa jenis jamu berfungsi meningkatkan kekebalan tubuh
sehingga dapat mencegah gangguan-gangguan kesehatan ringan
misalnya influenza, mabuk perjalanan, dan mencegah cacat pada janin.
d) Mengobati penyakit
Manfaat jamu yang paling dikenal di masyarakat adalah untuk
mengobati penyakit. Berbagai jenis jamu mulai dipercaya untuk mengobat
berbagai jenis penyakit misalnya asam urat, asma, batu ginjal, bronkitis,
demam berdarah, diabetes militus, desentri, eksem, hipertensi, influenza,
kanker, gangguan kolesterol, lepra, lever, luka, malaria, peradangan,
rematik, TBC, tifus, tumor dan usus buntu.
2. Bahaya Jamu
a. Herbal Berbahaya
Sebagian besar orang berpendapat bahwa yang alami lebih aman
dan kecil sekali efek sampingnya karena sifat herbal yang kontruksif
terhadap tubuh. Namun, harus tetap dipahami bahwa yang alami bisa saja
tidak aman bila cara pemanfaatannya salah. Selain itu ada beberapa
bahan alam yang menyebabkan efek negatif seperti (Hermanto , 2007):
1. Aristolochia sp. Yang menyebabkan gagal ginjal stadium lanjut.
2. Produk Kava-kava (Piper metysticum) merupakan herbal sedatif yang
bersifat hepatotoksik (meracuni hati), biasanya digunakan untuk
menenangkan diri.
3. Ephedra bisa menyebabkan serangan jantung dan stroke. Produk
ephedra digunakan untuk menurunkan berat badan, bisa
menyebabkan tekanan darah meningkat, detak jantung menjadi tidak
teratur, rasa gelisah, sakit kepala, dan susah tidur.
4. Batang pohon kina (Cinchonae cortex) dan daun artimisia (Artemesiae
folium) yang dapat menyebabkan resistensi Plasmodium falciparum
dan Plasmodium vivax terhadap obat anti malaria.
b. Mengandung Bahan Kimia Obat
Beberapa jenis jamu dinilai berbahaya karena didalamnya
terkandung bahan kimia obat (BKO). Menurut temuan Badan POM, obat
tradisional yang sering dicemari BKO umumnya adalah obat tardisional
yang digunakan pada penyakit-penyakit tertentu seperti tabel berikut ini
(Yuliarti, 2008):
Tabel 2.1 Jamu yang Mengandung Bahan Kimia Obat
Kegunaan Obat Tradisional BKO yang sering Ditambahkan

Pegal linu/Encok/rematik Fenilbutazon, metampiron,


diklofenaksodium, piroksikam,
parasetamol, prednison, atau
deksametason

Pelangsing Sibutramin hidroklorida

Peningkat stamina/obat kuat pria Sildenafil sitrat

Kencing manis/diabetes Glibenklamid

Sesak nafas/asma Teofilin

(Yuliarti. 2008)
II.3.5 Pedoman Untuk Mengkonsumsi Jamu Tradisional
Sebagai pedoman bagi masyarakat yang ingin membeli atau
mengkonsumsi obat tradisional, Pemerintah telah menetapkan Permenkes
RI no 246/Menkes/Per/V/1990 tentang izin usaha industri obat tradisional
dan pendaftaran obat tradisional yaitu :
Pada pembungkus, wadah atau etiket dan brosur Obat Tradisional
Indonesia harus dicantumkan kata “JAMU” yang terletak dalam lingkaran
dan ditempatkan pada bagian atas sebelah kiri;
Kata "JAMU" harus jelas dan mudah dibaca, dan ukuran huruf
sekurangkurangaya tinggi 5 (lima) milimeter dan tebal 1/2 (setengah)
millimeter dicetak dengan warna hitam di atas warna putih atau warna lain
yang menyolok.
Pada pembungkus, wadah atau etiket dan brosur Obat Tradisional
Lisensi harus dicantumkan lambang daun yang terletak dalam lingkaran
dan ditempatkan pada bagian atas sebelah kiri.
Lambang daun harus jelas dengan ukuran sekurang-kurangnya
lebar 10 (sepuluh) milimeter dan tinggi 10 (sepuluh) milimeter, warna
hitam di atas dasar putih atau warna lain yang menyolok dengan bentuk
dan rupa. Penandaan yang tercantum pada pembungkus, wadah, atiket
dan atau brosur harus berisi informasi tentang :
a. Nama obat tradisional atau nama dagang
b. Komposisi
c. Bobot, isi atau jumlah obat tiap wadah
d. Dosis pemakaian;
e. Khasiat atau kegunaan
f. Kontra indikasi (bila ada)
g. Kedaluwarsa
h. Nomor pendaftaran
i. Nomor kode produksi; k.Nama industri atau alamat sekurang-
kurangaya nama kota dan kata “INDONESIA"
j. Untuk Obat Tradisional Lisensi harus dicantumkan juga nama dan
alamat industri pemberi lisensi (Depkes R.I, 1990)
II. 4 Uraian Bahan
1 Asam Asetat (FI ed V. 2014; hal. 136)
.
Nama Resmi : ACETIC ACID
Nama Lain : Asam Asetat
RM / BM : CH3COOH / 60,05
Pemerian : Cairan; jernih tidak berwana; bau khas,
menusuk;rasa yang tajam.
Kelarutan : Dapat bercampur dengan air, dengan etanol
dan dengan gliserol.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
2 Aquadest (FI ed III. 1979; Hal. 96)
.
Nama Resmi : AQUA DESTILLATA
Nama Lain : Air Suling ; aquadest
RM / BM : H2O / 18,02
Pemerian : Cairan jernih; tidak berbau; tidak mempunyai
rasa.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
3 Chloroform (FI ed III. 1979; hal. 151)
Nama Resmi : Chloroform
Nama Lain : Kloroform
RM / BM : CHCl3 /119,38 g/mol
Pemerian : cairan, mudah menguap; tidak berwarna;
bau khas; rasa manis dan membakar.
Kelarutan : larut dalam lebih kurang 200 bagian air;
mudah larut dalam etanol mutlak, dalam eter,
dalam sebagian besar pelarut organik, dalam
minyak atsiri dan dalam minyak lemak.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik bersumbat kaca,
terlindung dari cahaya

4 Eter (FI ed V. 2014; hal. 393)


Nama Resmi : ETER
Nama Lain : Eter
RM / BM : C4H10O / 74,12
Pemerian : Cairan mudah bergerak, mudah menguap;
tak berwarna; berbau khas. Teroksidasi
perlahan-lahan oleh udara dan cahaya
dengan membentuk peroksida. Mendidih
pada suhu lebih kurang 35°
Kelarutan : Larut dalam air; dapat bercampur dengan
etanol, dengan benzen, dengan kloroform,
dengan heksan, dengan minyak lemak dan
dengan minyak menguap.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat, tidak tembus
cahaya, diisi sebagian; pada suhu tidak lebih
dari30°; jauh dari api.
5 Methanol (FI ed III. 1979; Hal. 706)
.
Nama Resmi : METANOL
Nama Lain : Methanol
RM / BM : CH3OH
Pemerian : Cairan tidak berwarna, jernih, bau khas.
Penyimpanan : Dalam Wadah Tertutup Baik
Kelarutan : Dapat bercampur dengan air, membentuk
cairan jernih tidak berwarna
6 NaOH (FI ed III. 1979; hal. 412)
Nama Resmi : NATRII HYDROXYDUM
Nama Lain : Natrium Hidroksida
RM / BM : NaOH/40,00
Pemerian : Bentuk batang, butiran, massa hablur atau
keping, kering, rapuh dan mudah meleleh
basah. Sangat alkalis dan korosif. Segera
menyerap CO2
Kelarutan : angat mudah larut dalam air dan etanol
(95%)
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
7 N-Butanol (FI ed III. 1979; hal. 663)
.
Nama Resmi : n-Butanol
Nama Lain : Butanol P
RM : CH3.CH2.CH2.CH2.OH
Pemerian : Cairan jernih tidak berwarna
Kelarutan : Larut dalam 11 bagian air pada suhu 15,5 o
BAB III
METODE KERJA
III.1 Alat dan bahan
III.1.1 Alat
Adapun alat yang digunakan pada praktikum ini yaitu bunsen,
corong, corong pisah, erlenmeyer, gelas beaker, gelas ukur, lempeng
KLT, pipet tetes, rak tabung, sendok tanduk, spatel, tabung reaksi,
timbangan analitik, UV 254 dan UV 366.
III.1.2 Bahan
Adapun bahan yang digunakan pada praktikum ini yaitu Aquadest,
Alkohol, Antalgin, Asam Asetat, Ciproheptadin, Jamu SonggoKaps®, Jamu
GemukBadan®, Metanol, Kloroform, Natrium Hidroksida, n- butanol,
Petroleum eter dan eter.
III.2 Cara Kerja
III.2.1 Pengamatan Sediaan Obat Tradisional
1. Disiapkan jamu Songgo Kaps® dan jamu Gemuk Badan®
2. Diamati nama produk, bentuk sediaan, komposisi, klaim khasiat,
cara pemakaian, cara penyimpanan, alamat produsen, kode
registrasi, tanggal kadaluarsa, golongan sediaan obat tradisional
3. Diuji organoleptik (bau, warna, rasa)
III.2.2 Uji Keseragaman Bobot
1. Ditimbang satu kapsul, dikeluarkan isi kapsul, ditimbang bagian
cangkangnya dihitung bobot isi kapsul.
2. Dilakukan penimbangan terhadap 19 kapsul lainnya dengan cara
yang sama dan dihitung bobot rata-rata isi 20 kapsul
3. Dihitung keseragaman bobotnya.
III.2.3 Identifikasi BKO
III.2.3.1 Identifikasi antalgin untuk jamu pegal linu dan rematik
A. Larutan A
1. Disipakan alat dan bahan.
2. Ditimbang jamuSonggoKaps®sebanyak 5 g .
3. Dimasukkan ke dalam erlenmeyer dan disari dengan 50 ml
petroleum eter kemudian disaring.
4. Diambil residu dan ditambahkan 50 ml etanol dan disaring.
5. Diuapkan filtrat hinggga 5 ml.
6. Ditotolkan di lempeng KLT.
B. Larutan B
1. Disipakan alat dan bahan.
2. Ditimbang jamu Songgo Kaps® sebanyak 5 g dan ditambahkan
25 mg Antalgin.
3. Dimasukkan ke dalam erlenmeyer dan disari dengan 50 ml
petroleum eter kemudian disaring.
4. Diambil residu dan ditambahkan 50 ml etanol dan disaring.
5. Diuapkan filtrat hinggga 5 ml.
6. Ditotolkan di lempeng KLT.
C. Larutan C
1. Disiapkan alat dan bahan.
2. Dibuat larutan pembanding antalgin0.1 % dalam 10 ml etanol.
3. Ditotolakan di lempeng KLT.
D. Cara Kromatografi Lapis Tipis
1. Disiapkan lempeng KLT .
2. Ditotolkan larutan A, B dan C.
3. Dielusi menggunakan eluen kloroform: metanol: asam asetat
(7:3:0.5).
4. Diamati bercak pada UV 254 dan UV 366.
III.2.3.2 Identifikasi Ciproheptadin dalam jamu penambah nafsu
makan
A. Larutan A
1. Disiapkan alat dan bahan.
2. Ditimbang jamuGemukBadan® sebanyak 5 g.
3. Ditambahkan 30 ml metanol, dikocok selama 30 menit.
4. Disaring dan diuapkan filtrat hingga kering.
5. Ditambahkan 50 ml etanol dan dikocok selama 30 menit.
6. Disaring dan diambil filtrat, kemudian dibasakan dengan NaOH
sampai pH 9.
7. Dimasukkan ke dalam corong pisah dan ditambah 25 ml eter
selama 3 kali.
8. Diambil lapisan eter dan diupkan hingga kering.
9. Ditambahkan 5 ml etanol.
10. Ditotolkan dilempeng KLT
B. Larutan B
1. Disiapkan alat dan bahan.
2. Ditimbang jam Gemuk Badan® 5 g, ditambahkan 100 mg.
3. Ditambahkan 30 ml metanol, dikocok selama 30 menit.
4. Disaring dan diuapkan filtrat hingga kering.
5. Ditambahkan 50 etanol dan dikocok selama 30 menit.
6. Disaring dan diambil filtrat, kemudian dibasakan dengan NaOH
sampai pH 9.
7. Dimasukkan ke dalam corong pisah dan ditambah 25 ml eter
selama 3 kali.
8. Diambil lapisan eter dan diupkan hingga kering.
9. Ditambahkan 5 ml etanol .
10. Ditotolkan dilempeng KLT.
C. Larutan C
1. Disiapkan alat dan bahan.
2. Dibuat larutan pembanding Ciproheptadin 0.5 g dalam 10
mlmetanol.
3. Ditotolkan dilempeng KLT.
D. Cara Kromatografi Lapis Tpis
1. Disiapkan Lempeng KLT .
2. Ditotolkan Larutan A, B dan C.
3. Dielusi Menggunakan Eluen Metanol : N-Butanol (60:40).
4. Diamati Bercak Pada UV 254 dan UV 366

BAB IV
HASIL PENGAMATAN
IV.1 Data Pengamatan
IV.1.1 Tabel Pengamatan Keseragaman Bobot Sediaan Kapsul Jamu
Gemuk Badan

Bobot Bobot Bobot


% A B
No Kapsul Cangkang Isi/Zat
Penyimpangan (7,5%) (15%)
(g) (g) (g)
1 0,64 0,10 0,54 -7,56  
2 0,56 0,15 0,41 18,32 x x
3 0,65 0,19 0,46 8,37 x 
4 0,60 0,10 0,5 0,4  
5 0,63 0,09 0,54 -7,56 x 
6 0,61 0,11 0,5 0,4  
7 0,58 0,10 0,48 4,39  
8 0,64 0,11 0,53 -5,57  
9 0,65 0,12 0,53 -5,57  
10 0,61 0,11 0,5 0,4  
11 0,57 0,11 0,46 8,37 x 
12 0,70 0,11 0,59 -17,52 x x
13 0,60 0,10 0,5 0,4  
14 0,60 0,10 0,5 0,4  
15 0,66 0,10 0,56 -11,55 x 
16 0,58 0,12 0,46 8,37  
17 0,63 0,11 0,52 -3,58  
18 0,61 0,11 0,5 0,4  
19 0,60 0,11 0,49 2,4  
20 0,58 0,11 0,47 6,38  
Bobot
12,3 2,26 10,04 0,99
Total
Bobot
rata- 0,615 0,113 0,502 0,0495 x x
rata
Keterangan :
X = Tidak memenuhi persyaratan
 = Memenuhi persyaratan
IV.1.2 Tabel Pengamatan Keseragaman Bobot Sediaan Kapsul Jamu
Pegal Linu

Bobot Bobot Bobot


%
No Kapsul Cangkang Isi/Zat A B
Penyimpangan
(g) (g) (g)
1 0,55 0,06 0,49 -4,7  
2 0,47 0,08 0,39 16,67 x x
3 0,52 0,09 0,43 8,12 x 
4 0,56 0,08 0,48 -2,56  
5 0,57 0,08 0,49 -4,7  
6 0,53 0,07 0,46 1,71  
7 0,51 0,04 0,47 -0,42  
8 0,57 0,07 0,5 -6,83  
9 0,50 0,04 0,46 1,71  
10 0,58 0,06 0,52 -11,11 x 
11 0,57 0,07 0,5 -6,83  
12 0,58 0,07 0,51 -8,97 x 
13 0,49 0,08 0,41 12,4 x 
14 0,55 0,07 0,48 -2,56  
15 0,57 0,08 0,49 -4,7  
16 0,51 0,08 0,43 8,12  
17 0,52 0,07 0,45 3,85  
18 0,56 0,08 0,48 -2,56  
19 0,51 0,08 0,43 8,12  
20 0,57 0,08 0,49 -4,7  
Bobot
10,79 1,43 9,36 0,06
Total
Bobot
rata- 0,5395 0,0715 0,468 0,003 x x
rata
Keterangan :
X = Tidak memenuhi persyaratan
 = Memenuhi persyaratan

IV.1.3 Tabel Pengamatan Identifikasi BKO


Pengamatan UV
Pengamtan UV 366
Jamu Pegal Linu Baku 254
Pembanding Antalgin Warna Warna
Rf Rf
Noda Noda
Jamu pegal linu - - Ungu 0,72
Jamu pegal linu + Antalgin - - Ungu 0,72
Baku pembanding
Hijau 0,64 - -
Antalgin

Jamu Gemuk Badan Pengamatan UV


Pengamtan UV 366
Baku Pembanding 254

Siproheptadin Warna Warna


Rf Rf
Noda Noda
Jamu gemuk badan - - Ungu 0,96
Jamu gemuk badan +
- - Ungu 0,94
Siproheptadin
Baku pembanding
Hijau 0,38 - -
Siproheptadin
IV.2 Perhitungan
2. Perhitungan Jamu Gemuk
1. Perhitungan Jamu Pegal Linu
Badan
Diketahui : jarak eluen : 5 cm Diketahui : jarak eluen : 5 cm
Sampel A : 3,6 Sampel A : 4,8
Sampel B : 3,6 Sampel B : 4,7
Sampel C : 3,2 Sampel C : 1,9
jarak noda jarak noda
Rumus : Rf = Rumus : Rf =
jarak eluen jarak eluen
Sampel A
Sampel A jarak noda
Rf =
jarak noda jarak eluen
Rf =
jarak eluen 4,8
= =0,96
3,6 5
= =0,72
5 Sampel B
Sampel B jarak noda
Rf =
jarak noda jarak eluen
Rf =
jarak eluen 4,7
= =0,94
3,6 5
= =0,72
5 Sampel C
Sampel C jarak noda
Rf =
jarak noda jarak eluen
Rf =
jarak eluen 1,9
= =0,38
3,2 5
= =0,64
5
IV. Pembahasan
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 007 Tahun 2012
tentang registrasi obat tradisional dikatakan bahwa obat tradisional
dilarang mengandung bahan kimia obat yang merupakan hasil isolasi atau
sintetik berkhasiat obat, tidak boleh mengandung narkotika atau
psikotropika, dilarang mengandung etil alcohol lebih dari 1%, kecuali
dalam bentuk sediaan tingtur yang pemakaiannya dengan pengenceran;
dan tidak boleh mengandung bahan lain yang berdasarkan pertimbahngan
kesehatan dan berdasarkan penelitian membahayakan kesehatan.
Pada percobaan ini dilakukan uji kandungan Bahan Kimia Obat
(BKO) pada obat tradisional Songgo Caps dan Gemuk Badan. Obat
Songgo Caps merupakan obat tradisional dengan indikasi membantu
meredakan encok dan pegal linu, sedangkan Gemuk Badan adalah obat
tradisional yang membantu memperbaiki nafsu makan. Pengujian
kandungan Bahan Kimia Obat dilakukan dengan menggunakan metode
KLT (Kromatografi Lapis Tipis). Baku pembanding yang digunakan untuk
pengujian pada obat Songgo Caps adalah larutan antalgin, karena
antalgin merupakan salah satu obat analgetik-antipiretik yang paling
sering ditemukan terkandung dalam obat-obat tradisional dengan indikasi
pegal linu, yang beredar di pasaran.Dan untuk pengujian pada obat
tradisional Gemuk Badan digunakan baku pembanding larutan
siproheptadin. Siprohepadin merupakan obat antihistamin yang juga
merupakan antagonist-serotonin sehingga dapat meningkatkan nafsu
makan berdasarkan pengaruhnya terhadap pusat-pusat tertentu di
hipotalamus (Tjay & Rahardja, 2007).
Pada pengujian kandungan antalgin dalam obat tradisional Songgo
Caps, penggunaan petroleum eter yang merupakan pelarut non-polar,
dilakukan dengan tujuan untuk memisahkan sampel dari bahan-bahan
pengotor yang larut pada pelarut non-polar, sehingga residu yang
tertinggal adalah senyawa polar yang diduga adalah antalgin. Antalgin
merupakan senyawa polar yang larut dalam air dan etanol 95% oleh
karena itu residu yang didapatkan kemudian dilarutkan dengan etanol.
Sedangkan penggunaan metanol pada pengujian kandungan
siproheptadin adalah untuk melarutkan siproheptadin, karena
siproheptadin mudah larut dalam metanol (Depkes RI,1979)
Hasil yang didapatkan pada pengujian kandungan BKO dalam
Songgo Caps yaitu, nilai Rf 0,72 untuk larutan A (Sampel) dan larutan B
(Sampel + antalgin), dan nilai Rf 0,64 untuk larutan C (Baku pembanding
antalgin). Sedangkan hasil yang didapatkan pada pengujian kandungan
BKO dalam Gemuk Badan yaitu, nilai Rf 0,96 untuk larutan A (Sampel),
nilai Rf 0,94 untuk larutan B (Sampel + siproheptadin), dan nilai Rf 0,38
untuk larutan C (Baku pembanding Siproheptadin).
Selain pengujian kandungan BKO, pada percobaan ini juga
dilakukan uji keseragaman bobot dari obat tradisional Songgo Caps dan
Gemuk Badan dan hasil yang di dapatkan pada obat traditional songgo
caps ada tiga kapsul yang menyimpang, dan pada Gemuk Badan ada tiga
kapsul juga yang menyimpang dan persyaratan untuk keseragam bobot
rata-rata tiap isi kapsul tidak boleh lebih dari dua kapsul yang
penyimpanannya lebih besar dari harga yang di tetapkan oleh kolom A
dan tidak satu kapsulpun yang penyimpangannya melebihi yang
ditetapkan oleh kolom B jadi keseragaman bobot pada obat traditional
Songgo Caps dan Gemuk Badan tidak memenuhi syarat.
BAB V
PENUTUP
V.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang diperoleh adalah ;
1. Pada pengujian keseragaman bobot obat tradisional Songgo Caps
dan Gemuk Badan hasil yang di dapatkan pada obat tradisional
songgo caps ada tiga kapsul yang menyimpang dan pada Gemuk
Badan ada tiga kapsul juga yang menyimpang jadi keseragaman
bobot pada obat traditional Songgo Caps dan Gemuk Badan tidak
memenuhi syarat.
2. Sediaan jamu dengan merek Songgo Caps sebagai jamu pegal linu
negatif atau tidak mengandung bahan kimia obat berupa antalgin
karena nilai rf 0,72 untuk larutan A (Sampel) dan larutan B (Sampel
+ antalgin), dan nilai Rf 0,64 untuk larutan C (Baku pembanding
antalgin) dan untuk sediaan jamu gemuk badan hasil yang
diperoleh negatif atau tidak mengandung bahan kimia obat berupa
siproheptadin karena nilai Rf 0,96 untuk larutan A (Sampel), nilai Rf
0,94 untuk larutan B (Sampel + siproheptadin), dan nilai Rf 0,38
untuk larutan C (Baku pembanding Siproheptadin).
V.2 Saran
Sebaiknya pada pengamatan obat tradisional selanjutnya setiap
kelompok dapat mengerjakan percobaan analisis bahan kimia obat yang
terdapat pada jamu dengan indikasi yang berbeda-beda
DAFTAR PUSTAKA
Dirjen POM. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta :Depkes RI.

Kepmenkes R.I. No. 661/Menkes/SK/VII/1994. Tentang Persyaratan Obat


Tradisional, Depkes R.I. Jakarta.

Santoso, Sardjono O.,2006. Penggunaan Obat Tradisional secara


Rasional, Artikel Bagian farmakologi Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, Jakarta

Yuliarti, Nurheti, 2008. Tips Cerdas Mengkonsumsi Jamu, Penerbit Banyu


Media, Yogyakarta

Hermanto dan Subroto, 2007. Pilih Jamu dan Herbal tanpa Efek Samping,
Penerbit PT Elex Media Komputindo, Jakarta.

Permenkes R.I. No. 246/Menkes/Per/V/1990. Tentang Izin Usaha Industri


Obat Tradisional Dan Pendaftaran Obat Tradisional, Depkes R.I.
Jakarta.
LAMPIRAN

Jamu pegal linu Jamu Gemuk Badan

UJI KESERAGAMAN BOBOT

Penimbanmgan kapsul Penimbanmgan kapsu kosong


gemuk badan gemuk badan
Penimbanmgan kapsul Penimbanmgan kapsul kosong
pegal linu pegal linu

Bobot total serbuk jamu Bobot total serbuk jamu


gemuk badan pegal linu

Pelarutan sampel
Penyaringan larutan sampel

pH awal dan akhir jamu gemuk badan +


siproheptadin
Sampel + Antalgin

Pengamatan lempeng KLT

Anda mungkin juga menyukai