DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 2
NI KADEK CORNELIA AYU TRISNA (1608551014)
NI MADE FITRIANI (1608551015)
ADE ARI SUNDARI (1608551016)
MADE DEWI WIDYASTUTI (1608551017)
NI KADEK KARYAWATI (1608551018)
NI WAYAN INTAN INDAYANTI (1608551020)
I WAYAN AGUS WIDIANTARA (1608551021)
NI PUTU YESI ANITA DEWI (1608551022)
ANDREW BORNEO SALIAN PAWARRANGAN (1608551023)
NI LUH GEDE WIWIN PEBRIANI (1608551024)
PUTU ARISTIAWATI DUARSA (1608551026)
JURUSAN FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS UDAYANA
2017
A. GLIKOSIDA
I. Definisi dan Sifat Fisika Kimia Glikosida
Glikosida merupakan salah satu kandungan kimia tanaman yang termasuk dalam
kelompok metabolit sekunder. Di dalam tanaman, glikosida tidak lagi diubah menjadi
senyawa lain, kecuali bila memang mengalami penguraian akibat pengaruh lingkungan luar
(misalnya terkena panas dan teroksidasi udara) (Gunawan dan Mulyani, 2004).
Glikosida adalah senyawa yang tersusun dari molekul gula (glikon) yang berikatan
dengan molekul bukan-gula (molekul bukan gula tersebut dinamakan aglikon atau genin).
Keduanya dihubungkan oleh suatu bentuk ikatan berupa jembatan oksigen (O-glikosida),
jembatan nitogen (N-glikosida), jembatan sulfur (S-glikosida), maupun jembatan karbon (C-
glikosida). Apabila glikon dan aglikon saling terikat maka senyawa ini disebut sebagai
glikosida (Gunawan dan Mulyani, 2004). Gambar struktur ikatan glikon dan aglikon bisa
dilihat pada gambar berikut.
Glikon O Aglikon
2. Glikosida Sianogenik
Glikosida sianogenik/sianopora adalah glikosida yang pada ketika dihidrolisis akan
terurai menjadi bagiannya dan menghasilkan asam sianida (HCN). Glikosida sianogenik
secara kimia berarti glikosida dari hydroxynitriles dan milik metabolit sekunder dari
tanaman. Mereka merupakan amino tanaman asam yang diturunkan konstituen, hadir lebih
dari 2.500 spesies tanaman. Hidrogen sianida (HCN) sebagai produk hidrolisis mereka
pertama kali diisolasi bentuk tanaman pada tahun 1802 oleh Scrade (dari almond pahit dan
dari daun peach). Pelepasan HCN oleh tanaman pertama berasal dari senyawa tertentu
dengan Robiquet dan Charland yang terisolasi amygladin dari almond pahit. Pada hidrolisis
enzimatik glikosida sianogen menghasilkan aglikon dan bagian gula yang mana aglikon
dapat dikelompokkan menjadi compound alifatik dan aromatik (Sukardiman, dkk., 2014).
Cara menguji adanya HCN yaitu dengan cara bahan dimasukkan ke dalam erlenmeyer,
lalu diberi asam sulfat encer dan mulut erlenmeyer kemudian dipanaskan pelan-pelan
sehingga uap yang mengandung HCN akan menyentuh kertas pikrat yang berwarna kuning
dan segera akan berubah menjadi coklat kemerahan (merah bata). Dalam reaksi ini, natrium
pikrat yang berwarna kuning akan diubah menjadi natrium isopurpurat yang berwarna
cokelat kemerahan (merah bata). Fungsi asam sulfat adalah penghidrolisis (Gunawan dan
Mulyani, 2004).
Gambar 4. Proses deteksi adanya gas HCN (Gunawan dan Mulyani, 2004).
Sejak lama orang telah mengenal sifat racun dari akar Manihot sp. (singkong hutan).
Mereka menggunakannya sebagai cadangan makanan setelah terlebih dahulu mengolah dan
dihilangkan racunnya. Pada tahun 1830, racun singkong telah berhasil diisolasi dan
diketahui bahwa senyawanya berupa glikosid manihotoksin. Bersamaan dengan itu, telah
berhasil diisolasi glikosida-glikosida sejenis yang menghasilkan HCN, antara lain yaitu
amigladin dan Prunus amygladus, linamarin dari biji Linum usitatissinum, dan faseolutanin
(Phaseolus lutanus). Ketika dihidrolisis akan menghasilkan asam prusat, gula, dan HCN
(Gunawan dan Mulyani, 2014).
a. Sumber Glikosida Sianogenik
1) Wild Cherry Bark
Wild cherry bark adalah kulit kayu kering dari tanaman Prunus serotia (famili
Rosacecae) yang dikumpulkan dalam musim rontok, lalu disimpan dalam bejana yang
kedap udara. Tanaman ini berupa semak yang simplisianya berupa potongan-potongan
melengkung tipis, mudah mengelupas dan berwarna coklat merah serta apabila dibasahi
akan memberikan bau benzaldehida yang khas, rasa kelat, dan pahit (Gunawan dan
Mulyani, 2014). Kandungan kimia yang terdapat pada wild cherry bark yaitu glikosida
sianogenik prunasin dan enzim prunase. Pada hidrolisis akan menghasilkan senyawa
fluoresensi dan juga terkandung asam benzoat, asam trimetilgalat, asam kumarat, dan
beberapa jenis tannin. Wild cherry bark digunakan terutama dalam sediaan obat batuk
karena memiliki khasiat antitusivum dan sedatif lemah serta rasanya segar (Gunawan dan
Mulyani, 2014).
2) Singkong
Singkong mengandung racun linamarin dan lotaustralin, yang keduanya termasuk
golongan glikosida sianogenik. Linamarin terdapat pada semua bagian tanaman, terutama
terakumulasi pada akar dan daun. Singkong dibedakan menjadi dua tipe yaitu pahit dan
manis. Singkong tipe pahit mengandung kadar racun yang lebih tinggi daripada tipe manis.
Jika singkong mentah atau yang dimasak kurang sempurna dikonsumsi, maka racun
tersebut akan berubah menjadi senyawa kimia yang dinamakan hidrogen sianida. Singkong
manis mengandung sianida kurang dari 50 mg per kilogram, sedangkan yang pahit
mengandung sianida lebih dari 50 mg per kilogram. Kandungan glikosida sianogeniknya
sangat bervariasi, dari yang hanya berjumlah sedikit hingga berjumlah 1000 ppm. Namun,
sejauh ini belum pernah ditemukan singkong yang berpotensi untuk menyintesis zat-zat
sianogenik (Arisman, 2008).
Gejala keracunan sianida seperti pada singkong diantaranya penyempitan
kerongkongan, mual, muntah, sakit kepala, bahkan pada kasus beratdapat menimbulkan
kematian. Untuk mencegah keracunan singkong, sebelum dikonsumsi sebaiknya singkong
(terutama singkong pahit) dicuci untuk menghilangkan tanah yang menempel, kulitnya
dikupas, dipotong-potong, direndam dalam air bersih yang hangat selama beberapa hari,
dicuci, lalu dimasak sempurna, baik itu dibakar atau direbus, namun untuk singkong tipe
manis sebenarnya hanya memerlukan pengupasan dan pemasakan untuk mengurangi kadar
sianida kr tingkat non toksik. Zat sianogenik dalam singkong akan terhidrolisis oleh enzim
linimarase dan hidroksinitrit menjadi D-glukosa, HCN, dan aseton (Arisman, 2008).
3) Pucuk Bambu (Rebung)
Semua rebung bambu mengandung HCN (sianida) yang dihasilkan karena
mengandung glikosida sianogenik. Rebung bambu selain memiliki kandungan HCN yang
tinggi serta rasa yang pahit, rebung juga sangat berbahaya untuk dikonsumsi. Rebung
bambu yang memiliki kandungan HCN di bawah ambang berbahaya dapat dimakan
sebagai sayuran atau campuran bahan makanan lainnya. Bambu yang menghasilkan rebung
dengan kandungan HCN rendah dan dapat dimakan tidak sampai 10% dari spesies bambu
yang ada (Handoko, 2004).
3. Glikosida Isothiosionat/Glukosinaolat
Glikosida yang terdiri dari aglikon isothiosianat ditemukan pada beberapa bii-bijian
dari tanaman Cruciferae atau Brassicaceae. Contoh glikosida isothiosianat yang menonjol
adalah sinigrin (mustar hitam), sinalbin (mustar putih), dan glukonapin (biji sawi). Bila
dihidrolisis dengan enzim myrosin, menghasilkan minyak mustar yang memiliki bau khas
dan berasa pahit getir. Walaupun minyak lemak dalam biji lebih banyak daripada minyak
atsiri yang dihasilkan dengan hidrolisis, namun aktivitas diakibatkan oleh minyak atsiri
(Samuellsson, 1999; Sukardiman, dkk., 2014).
4. Glikosida Flavonol
Glikosida flavonol dan aglikon biasanya dinamakan flovonoid. Glikosida ini
merupakan senyawa yang sangat luas penyebarannya di dalam tanaman. Di alam dikenal
dengan adanya sejumlah besar flavonoid yang berbeda-beda dan merupakan pigmen kuning
yang tersebar luas di seluruh permukaan tanaman tingkat tinggi. Kandungan flavonoid yang
paling dikenal adalah rutin, kuersitrin, dan sitrus bioflavonoid (termasuk hesperidin,
hesperetin, diosmin dan naringenin).
Rutin dan hesperidin dinamakan vitamin P atau faktor permeabilitas. Rutin dan
hesperidin pernah digunakan dalam pengobatan berbagai kondisi yang ditandai oleh
pendarahan kapiler dan peningkatan kerapuhan kapiler. Bioflavonoid sitrus pernah
diusulkan dalam pengobatan gejala-gejala penyakit demam. Bukti kemanjuran terapetik dari
rutin, sitrus bioflavonoid dan senyawa yang sekerabat, terutama diarahkan kepada beberapa
sediaan penunjang diet (food supplement).
5. Glikosida Lakton
Glikosida lakton merupakan glikosida yang mengandung aglikon lakton. Lakton
merupakan senyawa ester siklik. Salah satu contoh senyawa lakton di alam adalah kumarin.
a. Sumber Kumarin
Kumarin yang dapat ditemukan dalam tanaman adalah scopolamine dalam
Belladonne, limettin dalam pohon citrus, serta skimming dalam Japanese Star anise
(Fessenden dan Fessenden, 1997) . Meskipun kumarin tersebar luas dalam tanaman,
tetapi glikosida yang mengandung kumarin (glikosida lakton) sangat jarang
ditemukan. Beberapa glikosida dari turunan hidroksi kumarin ditemukan dalam bahan
tanaman seperti skimin dari tanaman Star anise Jepang, aeskulin dalam horse chesnut,
daphnin dalam tanaman mezereum, fraksin, skopolamin, dan limettin. Diantara
glikosida hidroksi kumarin ini tidak ada yang penting untuk pengobatan (Gunawan
dan Mulyani, 2004).
b. Kegunaan Kumarin dalam Bidang Farmasi
Kumarin adalah salah satu senyawa metabolik sekunder yang memiliki
kerangka dasar α-benzo pyron. Beberapa kelompok senyawa kumarin memiliki efek
farmakologis dan fisiologis tertentu seperti senyawa furanokumarin dapat menghambat
efek karsinogen serta mempunyai nilai ekonomi sebagai komponen aktif racun ikan
(Adfa, 2006).
Kumarin dan tonka bean, adalah biji yang mengandung kumarin dari Dipteryx
odorata dan Dipteryx oppositifolia (family Leguminosae). Dahulu digunakan dalam
farmasi sebagai bahan aroma. Beberapa turunan kumarin masih digunakan karena sifat
antikogulansianya. Khasiat antispasmodik dari kulit Viburnum prunifolium dan
Viburnum opulus dianggap diakibatkan oleh adanya kandungan skopoletin (6-metoksi-
7-hidroksikumarin) dan kumarin lain (Gunawan dan Mulyani, 2004).
Produk alami lain yang mengandung kumarin adalah kantaridin dan santonin.
Kantaridin digunakan untuk tujuan dermatologi. Santonin berasal dari bongkol bunga
Artemisia cbina, Artemesia maritima (Famili Compositae) yang belum terbuka.
Santonin dahulu digunakan sebagai obat cacing, tetapi karena kemungkinan
menimbulkan keracunan di AS maka saat ini tidak lagi digunakan (Gunawan dan
Mulyani, 2004).
6. Glikosida Alkohol
Glikosida alkohol ditunjukkan oleh aglikonnya yang memiliki gugus hidroksil. Salah
satu senyawa yang termasuk senyawa glikosida alkohol adalah salisin. Salisin dapat
ditemukan di beberapa tanaman dari spesies Salix dan Populus. Salisin terdapat di kulit kayu
dari tanaman spesies Salix dan Populus. Salix purpurea da Salix fragilis adalah tanaman
yang merupakan penghasil salix yang utama. Glikosida populin (benzoilsalisin) juga
merupakan salisin yang ditemukan pada kulit Salicaceae (Gunawan dan Mulyani, 2004).
Emulsin menghidrolisis salisin menjadi salisin menjadi glukosa dan saligenin
(salisilalkohol). Salisin memiliki khasiat antirematik. Daya kerja dari salisin sangat mirip
dengan asam salisilat. Kemungkinan di dalam tubuh manusia, salisin dioksidasi menjadi
asam salisilat. Pengenalan sifat salisin yang demikian ini memberikan penjelasan terhadap
pemakaian korteks saliv dan populus oleh masyarkat awam (Gunawan dan Mulyani, 2004).
7. Glikosida Fenolik
Glikosida fenolik merupakan senyawa yang memiliki struktur kimia sederhana yaitu
sebuah inti aromatik dengan substitusi gugus –OH dan gugus alkil/alkinela (Sukardiman
dkk., 2014).
Glikosida fenol dari glikosida alami yang mempunyai kandungan bercirikan senyawa
fenol, arbutin yang terkandung dalam uva ursi dan tanaman Ericaceae lain menghasilkan
hidrokuinon sebagai aglikonnya. Hesperidin dalam buah jeruk juga dapat digolongkan
sebagai glikosida fenol (Gunawan dan Mulyani, 2004).
Uva ursi adalah daun kering dari Arctostaphyios uva ursi famili Ericaceae. Daun uva
ursi berwarna hijau sampai hijau cokelat. Uva ursi merupakan senyawa yang mengandung
glikosida arbutin, metil arbutin, tannin, asam gallat, asam ellagat, katekhol, ursona, dan
turunan flavon kuersetin (Gunawan dan Mulyani, 2004).
Glikosida fenolik memiliki berbagai aktivitas farmakologik seperti antipiretik,
antiseptik, laksan ringan, perbaikan permeabilitas kapiler, dan anti-oksidan (Sukardiman
dkk., 2014).
Gambar 9. Struktur arbutin dan hidrokuinon
8. Glikosida Aldehida
Salinigrin yang terkandung dalam Salix discolor terdiri dari glukosa yang terikat oleh
m-hidroksibenzaldehida sehingga merupakan glikosida yang aglikonnya suatu aldehida.
Salinigrin adalah suatu isomer dari helisin (o-hidroksibenzaldehida dan glukosa) dan dapat
juga diperoleh melalui proses oksidasi lemah dari salisin. Amigdalin yang menghasilkan
benzaldehida pada hidrolisisnya dapat pula digolongkan ke dalam glikosida kelompok
aldehida. Salah satu contoh tanaman glikosida aldehida adalah vanilla (vanili) (Gunawan
dan Mulyani, 2004).
Vanili merupakan aglikon yang terjadi selama pengolahan buah vanili melalui
fermentasi. Buah vanili didapatkan dari tanaman rambat epifit Vanilla planifolia yang
banyak tumbuh di dataran tinggi tropis, termasuk Indonesia. Vanili ini adalah bentuk
aldehida dari metal-protokatekhuat (Gunawan dan Mulyani, 2004).
Buah vanili yang biasanya dipanen adalah buah yang belum masak, namun sudah
tumbuh sepenuhnya yang ditandai dengan ujung atas buah telah berubah warnanya dari
hijau menjadi kuning. Buah hasil panen ini tidak berbau harum karena bau harum
ditimbulkan oleh senyawa vanili (4-hidroksi-3-metoksi-benzaldehida) yang mana akan
terbentuk selama proses fermentasi. Selama proses fermentasi, vanili akan dibebaskan dari
bentuk glikosidanya. Pengeringan dan pemanasan dilakukan secara berganti-gantian dalam
jangka waktu 2-3 bulan sehingga buah akan berubah warna menjadi coklat tua atau hitam
selam (Gunawan dan Mulyani, 2004).
Buah vanili segar akan mengandung glikosida, yaitu glukovanilin (vanillosida) dan
bentuk alkohol dari glukovanillat. Selama fermentasi, senyawa-senyawa tersebut akan
mengalami oksidasi dan hidrolisis oleh enzim yang terdapat dalam semua bagian tanaman.
Pada proses hidrolisis bentuk alkohol glukovanilat akan dihasilkan molekul glukosa dan
vanilik alkohol yang pada proses oksidasi lebih lanjut akan diubah menjadi vanilik aldehida
atau vanillin. Vanilin juga telah bisa disintesis menggunakan bahan baku eugenol (berasal
dari komponen penyusun minyak cengkeh) atau guniacol (metal catechol). Dalam tanaman,
terbentuknya vanilli melewati jalur biosintesis asam ferulat. Biosintesis dimulai ketika buah
tidak bertambah panjang lagi yaitu kira-kira 8 bulan setelah penyerbukan (Gunawan dan
Mulyani, 2004).
Karakteristik dari vanili yaitu berwarna hijau sampai hijau kekuningan, bau khas yang
menyenangkan, memiliki rasa tajam dan astringent. Vanili banyak digunakan dalam parfum,
industri makanan dan minuman serta sebagai koringen pada sediaan farmasi ataupun sebagai
pereaksi pembentuk warna dalam analisis farmasi (Gunawan dan Mulyani, 2004).
9. Glikosida Saponin
Glikosida saponin adalah glikosida yang aglikonnya berupa sapogenin. Pola glikosida
saponin terdiri dari lima satuan gula seperti asam glukuronat. Nama saponin terkait dengan
sifat glikosida ini yang berbuih di dalam air. Sering digukanan sebagi racun ikan dan untuk
mencuci pakaian. Sifat lainnya adalah dapat menyebabkan hemolisis darah. Aglikonnya
dapat dibagi menjadi 3 kelompok yaitu inti triterpen (glikosida saponin triterpen), inti
kardenolida (glikosida jantung), dan inti steroid (saponin steroid). Kegunaan dari glikosida
saponin bagi bidang farmasi cukup banyak, yaitu:
1. Bahan baku untuk sintesis hormon steroid. Tanaman yang mengandung glikosida
dengan inti steroid umumnya tidak digunakan langsung untuk obat namun diisolasi
aglikonnya (diosgenin, solasodina dan lain-lain) sebagai bahan baku sintesis hormon
steroid yang banyak digunakan untuk pil KB. Tanaman yang mengandung glikosida
saponin antara lain Dioscorea sp., Agave sp., Solanum sp., dan Costus sp.
2. Digunakan langsung sebagai obat. Sebagai Tonikum contohnya adalah ginseng; untuk
obat jantung (Digitalis sp.); Glycyrrhizae Radix dan Abri Folium dan sebagai diuretik.
3. Untuk bahan pencuci dan pengemulsi: buah rerak (Sapindus rerak), koteks Quallaia
saponaria.
4. Untuk minuman: Sarsaparillae Radix (akar Smilax medica- Liliaceae).
5. Memiliki efek anti inflamasi, anti fungi dan anti moluska.
(Sukardiman, dkk., 2014)
B. Tanin
Istilah tanin diperkenalkan oleh Seguil pada tahun 1796. Tanin merupakan senyawa
organik yang terdiri dari campuran senyawa polifenol kompleks, dibangun dari elemen C,H,O
yang memiliki berat molekul cukup tinggi (lebih dari 1000) dan dapat membentuk kompleks
dengan protein (Harborne, 1996). Senyawa-senyawa tanin juga dapat diartikan sebagai suatu
senyawa-senyawa dengan bobot molekul antara 500-3000, serta mempunyai sejumlah gugus
hidroksi fenolik dan membentuk ikatan yang stabil dengan protein dan biopolimer lain,
misalnya selulosa dan pektin.
I. Sumber
Tanin merupakan metabolit sekunder yang banyak dijumpai pada tumbuhan. Tanin
terdapat luas dalam tumbuhan berpembuluh, dalam angiospermae terdapat khusus dalam
jaringan kayu. Dalam tumbuhan, letak tanin terpisah dari protein dan enzim sitoplasma, bila
jaringan tumbuhan rusak, misalnya dimakan hewan (Harborne, 1996). Tanin dapat
ditemukan pada jaringan tumbuhan pada organ daun, tunas, akar, batang dan biji (Ashok dan
Upadhyaya, 2012).
II. Sifat Fisika Kimia Tanin
Tanin berupa massa seperti serbuk, serpihan, dan spons berwarna kekuningan hingga
coklat muda. Pada mikroskop, tanin biasanya tampak sebagai massa butiran bahan berwarna
kuning atau cokelat (Ashok dan Upadhyaya, 2012). Sifat fisika kima tanin sebagai berikut :
a. Sifat kimia tanin
- Merupakan senyawa kompleks dalam bentuk campuran polifenol yang sukar
dipisahkan sehingga sukar mengkristal.
- Tanin dapat diidentifikasi dengan kromatografi.
- Senyawa fenol dari tanin mempunyai efek astringensia, antiseptik dan pemberi warna.
b. Sifat fisika tanin
- Jika dilarutkan ke dalam air akan membentuk koloid dan memiliki rasa asam dan
sepat.
- Jika dicampur dengan alkaloid dan glatin akan terjadi endapan.
- Tidak dapat mengkristal.
- Mengendapkan protein dari larutan dan bersenyawa dengan protein tersebut sehingga
tidak dipengaruhi oleh enzim protiolitik.
III. Klasifikasi Tanin
Berdasarkan strukturnya tanin dibedakan menjadi dua kelas yaitu tanin terkondensasi
(condensed tannins) dan tanin terhidrolisis (hydrolysabletannins) (Hagerman, 1998).
a. Tanin Terkondensasi
Tanin terkondensasi terdiri dari beberapa unit flavonoid (flavan-3-ol)
dihubungkan oleh ikatan-ikatan karbon. Tanin jenis ini tidak dapat dihidrolisis, tetapi
dapat terkondensasi menghasilkan asam klirida. Tanin jenis ini kebanyakan terdiri dari
polimer flavonoid yang merupakan senyawa fenol. Nama lain dari tanin terkondensasi
adalah proantosianidin. Proantosianidin merupakan polimer dari flavonoid yang
dihubungkan melalui C8 dengan C4. Salah satu contohnya adalah Sorghum procianidin,
senyawa ini merupakan trimer yang tersusun dari epikatekin dan katekin. Tanin
terkondensasi banyak terdapat dalam paku-pakuan, gymnospermae, dan tersebar luas
dalam angiospermae, terutama pada jenis tumbuhan berkayu (Robinson, 1991). Makin
murni tanin terkondensasi, makin kurang kelarutannya dalam air dan makin mudah
diperoleh dalam bentuk kristal. Tanin larut dalam pelarut polar dan tidak larut dalam
pelarut non polar (Robinson, 1991).
b. Tanin Terhidrolisis
Tanin terhirolisis merupakan derivat dari asam galat (3,4,5-trihidroxyl benzoic
acid). Tanin ini biasanya berikatan dengan karbohidrat dengan membentuk jembatan
oksigen, maka dari itu tanin ini dapat dihidrolisis dengan menggunakan asam sulfat atau
asam klorida. Salah satu contoh jenis tanin ini adalah galotanin yang merupakan
senyawa gabungan karbohidrat dan asam galat (Hagerman, 1998).
Adfa, M. 2006. 6-Metoksi, 7-Hidroksi Kumarin dari Daun Pacar Air (Impatiens balsamina
Linn.). Jurnal Gradien, Vol. 2(2):183-186.
Arisman.2008. Keracunan Makanan: Buku Ajar Ilmu Gizi. Jakarta: Buku Kedokteran EGC,
hal. 150-151.
Ashok, P. K., and Upadhyaya, K.. 2012. Journal of Pharmacognosy and Phytochemistry.
Phytojournal, Vol. 1(3): 1-3.
Fessenden dan Fessenden. 1997. Dasar-Dasar Kimia Organik. Jakarta: Binarupa Aksara, Hal.
116.
Gunawan, D. dan Mulyani, S.. 2004. Ilmu Obat Alam (Farmakognosi) Jilid I. Jakarta:
Penebar Swadaya. Hal. 66-103.
Handoko, A. 2004. Budi Daya Bambu Rebung. Yogyakarta: Kanisiu. Hal. 11.
Masduki, I.. 1996. Efek Antibakteri Ekstrak Biji Pinang (Areca catechu) Terhadap S.aureus
dan E.coli In Vitro. Cermin Dunia Kedokteran. 109:21-24.
Najib, A. 2006. Ringkasan Materi Kuliah Fitokimia II. Makassar: Fakultas Farmasi
Universitas Muslim Indonesia.
Nurhalimah, H., Novita W., dan Tri Dewanti W.. 2015. Efek Antidiare Ekstrak Daun Beluntas
(Pluchea indica L.) Terhadap Mencit Jantan yang Diinduksi Bakteri Salmonella
thypimurium. Jurnal Pangan dan Agroindsutri. Vol 3(3): 1083-1094.
Oktiarni, D., Syalfinaf M., dan Suripno. Pengujian Ekstrak Daun jambu Biji (Psidium guajava
Linn.) Terhadap Penyembuhan Luka Bakar Pada Mencit (Mus musculus). GRADIEN
Journal, Vol 8:752-755.
Robinson, T. 1995. Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi. Edisi Kedua. Bandung: ITB.
Sukardiman, Mangestuti Agil, Bambang Prajogo, dan Abdul Rahman. 2014. Farmakognosi
Jilid 1. Surabaya: Airlangga University Press. Hal.43-56.
Samuelsson, G.. 1999. Drugs of Natural Origin.A Textbook of Pharmacognosy. 4thed.
Stockholm: Apotekarsocieten.