Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dalam dunia ini terdapat berbagai macam wujud zat yang menyusun dan menempati
segala ruang yang ada. Zat merupakan dasar pembentuk dari sebuah materi atau benda. Segala
benda yang ada di sekitar kita maupun yang ada di dalam tubuh kita merupakan susunan dari
berbagai zat. Seperti yang kita ketahui, zat memiliki wujud, bentuk, dan sifat yang berbeda-
beda. Zat memiliki wujud padatan, cair, maupun gas. Bentuk dari masing-masing zat tersebut
memiliki karakteristik yang berbeda-beda, sehingga lebih mudah dikenali bentuknya. Sifat-
sifat yang dimiliki masing-masing zat juga berbeda-beda, tergantung sifat intensif maupun
sifat ekstensifnya. Masing-masing zat tersebut dapat mengalami perubahan-perubahan yang
disebabkan oleh berbagai faktor yang dapat menghasilkan perubahan yang signifikan pada zat
tersebut, baik itu perubahan yang kasat mata ataupun perubahan yang dapat menghasilkan zat
baru yang berbeda dengan zat sebelumnya. Perubahan tersebut dapat berupa perubahan fisik
ataupun perubahan kimia. Sesuai dengan teori yang ada, bahwa sebuah zat memiliki massa
sehingga tercipta sebuah perbandingan massa tiap satuan volume dan terdapat pula gaya tarik
antar molekul yang menimbulkan meniskus.
Pada makalah ini akan dibahas mengenai pengertian wujud zat lebih dalam lagi hingga
pembahasan gaya antar molekul zat. Pentingnya pemahaman tentang wujud zat berguna untuk
mengetahui aplikasi wujud zat pada penerapan di kehidupan sehari-hari.

1.2 Tujuan Penulisan


Berdasarkan uraian latar belakang di atas, penulis memiliki beberapa tujuan dari
penulisan makalah ini, yaitu:
1. Untuk memahami pengertian wujud zat beserta penggolongannya.
2. Untuk mengetahui sifat-sifat dari masing-masing wujud zat, baik itu dari sifat
ekstensifnya maupun sifat intensifnya.
3. Untuk mempelajari perubahan zat berdasarkan perubahan fisika serta perubahan kimia.
4. Untuk mempelajari teori massa jenis zat dan penerapannya di dalam kehidupan sehari-
hari.
5. Untuk mengetahui proses gaya tarik-menarik antar molekul dan mengetahui terjadinya
meniskus zat.
BAB II
ISI

2.1 Pengertian dan Penggolongan Wujud Zat


Wujud zat merupakan bentuk-bentuk berbeda yang diambil oleh berbagai fase materi
berlainan. Secara historis, pembedaan ini dibuat berdasarkan perbedaan kualitatif dalam sifat
bulk/fisik. Dalam keadaan padatan, zat mempertahankan bentuk dan volume. Sedangkan
dalam keadaan cairan, zat mempertahankan volume tetapi menyesuaikan dengan bentuk
wadah tersebut. Dan pada wujud gas, zat mengembang untuk menempati volume apa pun
yang tersedia.
Zat atau materi adalah segala sesuatu yang menempati ruang dan juga memiliki massa.
Berdasarkan wujudnya, zat dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu:
a. Gas, contohnya udara memiliki ciri-ciri yaitu letak molekulnya sangat berjauhan,
molekul penyusunnya bergerak sangat bebas, gaya tarik menarik antar molekul hampir
tidak ada.
b. Cair, contohnya air, minyak, dan lain-lain. Ciri-cirinya yaitu memiliki letak molekul
agak berdekatan, molekul penyusunnya bergerak cukup bebas, molekulnya dapat
berpindah tempat tetapi tidak mudah untuk meninggalkan kelompoknya karena masih
terdapatnya gaya tarik-menarik serta memiliki bentuk yang mudah berubah.
c. Padat, contohnya kayu, batu, dan besi. Ciri-cirinya yaitu memiliki letak molekul yang
sangat rapat, molekulnya berdekatan, molekul penyusunnya sangat kuat sehingga gaya
tarik antar molekul sangat kuat, gerakan molekulnya sangat terbatas.

Gambar 1. Susunan partikel zat padat, cair, dan gas.

Zat padat adalah zat yang mempunyai bentuk dan volume tetap. Zat padat tersusun atas
partikel-partikel yang teratur dan mempunyai jarak antar partikel yang sangat rapat. Gaya
tarik-menarik antara partikel zat padat sangat kuat. Hal ini menyebabkan partikel tidak dapat
bergerak secara bebas untuk berpindah tempat. Keadaan ini menyebabkan zat padat dapat
mempertahankan bentuk dan volumenya, sehingga zat padat selalu mempunyai bentuk dan
volume yang tetap (Sukardjo, 2004: 112).
Cairan mempunyai volume tetap dan hanya sedikit dipengaruhi oleh tekanan, kerapatan,
dan viskositasnya lebih besar dari pada gas, dua zat dapat bercampur sempurna, bercampur
sebagian dan tidak bercampur dari titik kinetik dapat dianggap bahwa cairan adalah
kelanjutan dari fase gas, molekul-molekulnya mempunyai daya tarik yang kuat, sehingga
dapat menahan volume yang tetap (Sukardjo, 2004: 88).
Gas ideal sebenarnya tidak ada, jadi hanya merupakan gas hipotesis. Semua gas
sebenarnya tidak nyata. Pada gas ideal dianggap, bahwa molekul tidak tarik menarik dan
volume molekulnya dapat diabaikan terhadap volume gas itu sendiri atau ruang yang di
tempati. Sifat ideal ini hanya didekati oleh gas berartom satu pada tekanan rendah dan pada
temperatur yang relatif tinggi. Bila digunakan harga STP (1 atm) dan kita ambil 1 mol gas,
maka volume gasnya dapat diukur yang kita sebut volume molar pada STP, karena
merupakan volume dari 1 mol gas pada tekanan 1 atm (Oxtoby, 2001: 96).
Terdapat hukum yang menerapkan aplikasi gas atau udara, yaitu hukum Boyle. Pada
1622, Boyle menemukan bahwa udara dapat dimanfaatkan dan dapt berkembang bila
dipanaskan. Akhirnya ia menemukan hukum yang kemudian terkenal sebagai hukum Boyle
yang berbunyi, "bila suhu tetap, volume gas dalam ruangan tertutup berbanding terbalik
dengan tekanannya" atau dapat dinyatakan bahwa hasil kali tekanan dengan volume suatu gas
dalam ruang tertutup adalah tetap dengan syarat suhu gas konstan (Zul, 2009). Berikut ini
rumusan dari Hukum Boyle:

P1V1 = P2V2 = P3V3 = ....

Hukum boyle hanya berlaku dalam kondisi, yaitu suhu gas tetap, gas berada dalam ruang
tertutup, tidak terjadi reaksi kimia, dan tidak terjadi perubahan wujud gas. Berikut ini contoh
soal penerapan Hukum Boyle:
1. Suatu contoh gas yang beratnya 0,312 g dikurung dalam suatu silinder, dalam suatu
volume 183 cm3 dan di bawah tekanan 740 mmHg. Beberapa saat kemudian volume
yang diamati adalah 116 cm3. Bila diandaikan tak ada kebocoran dan temperatur dijaga
agar konstan, berapakah tekanannya sekarang?
Jawaban :
Karena massa dan temperatur tetap konstan dan hanya tekanan dan volume berubah,
dapatlah hukum Boyle digunakan untuk memecahkan problem. Karena volume
berkurang, maka pastilah tekanan bertambah. Jadi, P2 haruslah lebih besar daripada
tekanan awal P1 sebesar 740 mm.
P1V1 = P2V2
P2 = P1 . V1/V2
= 740 mm . 183cm3/116 cm3 (bilangan faktor lebih besar daripada satu, jadi P2 > 740
mmHg)
= 1,170 mm

2.2 Sifat-Sifat Zat


2.2.1 Sifat Ekstensif
Sifat ekstensif merupakan sifat zat yang bergantung pada jumlah dan ukuran zat. Sifat
ekstensif zat dipengaruhi oleh volume dan massa. Semakin besar ukuran suatu zat, semakin
besar pula volume zat tersebut. Semakin banyak jumlah suatu zat, maka semakin besar pula
massa zat tersebut.
2.2.2 Sifat Intensif
Sifat intensif merupakan kebalikkan dari sifat ekstensif, yakni sifat zat yang tidak
bergantung pada jumlah dan ukuran zat. Sifat intensif suatu zat dapat dibedakan menjadi
dua, yaitu sifat fisik dan sifat kimia.
1. Sifat Fisik
Sifat fisik adalah sifat yang berhubungan dengan perubahan fisik zat itu. Sifat fisik
dapat digunakan untuk menjelaskan penampilan sebuah benda. Berikut ini sifat-sifat yang
dapat digolongkan kedalam sifat fisik, yaitu:
 Warna (berhubungan dengan panjang gelombang yang dipantulkan oleh permukaan
zat).
 Bau (berhubungan dengan gas atau uap yang dikeluarkan oleh suatu zat).
 Rasa (berhubungan dengan komposisi suatu zat).
 Kerapatan (banyaknya massa per satuan volume yang dinyatakan dalam g/ml).
Misalnya kerapatan suatu zat 0,5 g/ml, artinya tiap 1 ml zat tersebut mempunyai massa
sebesar 0,5 gram. nilai kerapatan ini identik dengan nilai massa jenis.
 Titik didih, yaitu suhu terendah suatu zat cair ketika mulai mendidih.
 Titik lebur, yaitu suhu terendah suatu zat padat ketika mulai melebur.
 Titik beku, yaitu suhu tendah suatu zat cair ketika mulai membeku.
 Daya hantar (berhubungan dengan kemampuan suatu zat untuk menghantarkan panas
atau arus listrik).
 Kemagnetan (berhubungan dengan kemampuan suatu zat (biasanya logam) untuk
dipengaruhi oleh suatu medan magnet).
 Kelarutan (berhubungan dengan kemampuan suatu zat untuk melarut dalam suatu
pelarut).
 Kekerasan (berhubungan dengan keras atau lunaknya suatu zat).

2. Sifat Kimia
Sifat kimia merupakan sifat yang menunjukkan kemampuan suatu zat untuk melakukan
reaksi kimia, atau dapat dikatakan juga sebagai sifat yang menyatakan interaksi antar zat.
Sifat-sifat yang tergolong ke dalam sifat kimia yaitu:
 Mudah tidaknya suatu zat terbakar, contohnya yaitu alkohol yang mudah terbakar.
 Kestabilan atau mudah tidaknya suatu zat terurai oleh pengaruh kalor atau panas.
Contoh zat yang cukup stabil yaitu air, karena dapat berubah menjadi gas oksigen dan
gas hidrogen pada suhu 2.000ºC.
 Kereaktifan atau mudah tidaknya suatu zat untuk bereaksi dengan zat lain. Contohnya
yaitu pada zat asam yang dapat bereaksi dengan zat basa sehingga dapat menghasilkan
garam.
 Perkaratan atau mudah tidaknya suatu zat membentuk karat. Contohnya yaitu pada besi
yang mudah berkarat pada tempat yang lembap.

2.3 Perubahan Zat


2.3.1 Perubahan Fisika
Perubahan fisika merupakan suatu perubahan zat yang mana tidak menghasilkan zat
baru. Ciri-ciri yang termasuk kedalam perubahan fisika, yaitu tidak terbentuk zat jenis baru,
zat yang mengalami perubahan dapat kembali ke bentuk semula, dan perubahan yang terjadi
hanya berupa perubahan sifat fisik. Contoh perubahan zat yang termasuk perubahan fisika
yaitu:
1. Perubahan Bentuk
Perubahan ini tidak banyak bagian zat yang mengalami perubahan, yakni hanya
bentuk dan ukuran dari suatu zat. Contohnya yaitu perubahan saat beras ditumbuk menjadi
tepung dan kayu dipotong kemudian dirakit menjadi meja. Perubahan bentuk ini juga
tentunya tidak diikuti dengan perubahan sifat molekul zatnya.
2. Perubahan Wujud Zat
Setiap zat memiliki sifat yang berbeda-beda dan dapat berubah wujud dari satu wujud
ke wujud lainnya. Perubahan wujud zat dapat dibagi lagi menjadi:
a) Mencair
Mencair atau dikenal juga dengan istilah melebur dan meleleh merupakan perubahan
wujud zat dari padat menjadi cair. Perubahan ini dapat terjadi karena pada zat padat
ditambahkan energi panas yang dapat menyebabkan gerak partikel-partikel penyusun zat
tersebut bertambah cepat dan jarak antar partikel bertambah renggang. Jika pemanasan
diteruskan sampai pada suhu tertentu, gerak partikel menjad tidak teratur, bebas bergerak,
dan pada akhirnya wujud zat padat akan berubah menjadi cair. Suhu pada zat padat
berubah menjadi cair dinamakan titik leleh atau titik cair. Contoh peristiwa mencair yaitu
es dipanaskan menjadi air, besi padat dilelehkan, timah dileburkan, lilin dipanaskan, dan
lain-lain.
b) Membeku
Membeku merupakan peristiwa perubahan zat dari cair padat menjadi wujud padat.
Peristiwa ini terjadi saat zat cair didinginkan dan suhunya turun sehingga energi kalor
yang dimiliki akan berkurang karena dilepaskan oleh zat cair tersebut. Jika suhu terus
diturunkan, maka partikel akan kehilangan energinya dan mengakibatkan gerakan partikel
menjadi semakin lambat dan jarak antar partikel semakin mendekat. Pada suhu tertentu
partikel kehilangan energinya sehingga gerakannya hanya bergetar di tempat dan merapat
satu sama lain yang mengakibatkan suatu zat cair akan berubah wujud menjadi padat.
Contoh perubahan ini yaitu air yang dimasukkan dalam freezer akan menjadi es batu dan
lilin cair yang didinginkan.
c) Menguap
Menguap yaitu perubahan suatu wujud zat dari cair menjadi wujud gas. Menguap
dapat terjadi saat zat cair dipanaskan sehingga partikel zat cair tersebut akan menyerap
energi dan menyebabkan energi kinetiknya bertambah serta gerakannya akan semakin
cepat. Pada saat mendapatkan tambahan energi, partikel-partikel zat cair akan terlepas dari
kelompoknya dan bergerak bebas, sehingga akhirnya akan berubh wujud menjadi gas atau
uap. Peristiwa terlepasnya partikel uap dari permukaan zat cair dinamakan penguapan.
Namun, pada suhu tertentu penguapan tidak hanya terjadi pada permukaan zat cair saja,
melainkan pada seluruh bagian zat cair tersebut, yang mana disebut dengan peristiwa
mendidih. Contohnya yaitu air yang direbus dan bensin yang dibiarkan di tempat terbuka.
Proses penguapan dapat dipercepat dengan melakukan beberapa cara diantaranya yaitu
dengan memanaskan, memperluas permukaan zat cair, mengalirkan udara pada permukaan
zat cair, dan mengurangi tekanan pada permukaan zat cair.
d) Mengembun
Mengembun atau dikenal juga dengan istilah kondensasi merupakan peristiwa
perubahan wujud zat dari gas mejadi zat cair. Proses ini dapat terjadi ketika uap air di
udara melalui permukaan yang lebih dingin dari titik embun uap air sehingga uap air ini
akan terkondensasi menjadi titik-titik air atau embun. Contoh dari peristiwa mengembun
yakni proses terbentuknya awan, es batu yang diletakkan dalam gelas di udara terbuka.
e) Menyublim
Menyublim atau sublimasi merupkan perubahan wujud zat dari padat mejadi gas.
Proses ini dapat terjadi karena adanya penerimaan kalor ke dalam zat padat tersebut,
sehingga partikelnya akan semakin renggang dan menjauh dari kelompoknya dan akan
menyebabkan zat tersebut berubah wujud langsung menjadi gas tanpa melalui perubahan
menjadi zat cair terlebih dahulu. Contoh perubahan yang tergolong menyublim yaitu pada
kapur barus yang disimpan pada lemari pakaian yang lama-lama akan habis.
f) Mengkristal
Mengkristal atau disebut juga menghablur dan deposisi merupakan perubahan wujud
zat dari gas menjadi wujud padat. Perubahan ini merupakan kebalikan dari peristiwa
menyublim. Mengkristal dapat terjadi karena adanya pelepasan kalor dari zat gas tersebut
sehingga partikelnya akan menjadi lebih dekat dan nantinya akan berubah wujud menjadi
padat. Contoh peristiwa mengkristal yaitu pada pembuatan jelaga pada cerobong asap dan
perubahan uap menjadi salju.

2.3.2 Perubahan Kimia


Perubahan kimia merupakan perubahan yang bersifat kekal yakni perubahan suatu zat
yang dapat menghasilkan zat jenis baru. Ciri-ciri dari perubahan kimia, yaitu menghasilkan
zat jenis baru, zat yang telah mengalami perubahan tidak dapat kembali ke bentuk semula,
perubahan diikuti dengan perubahan sifat kimia yang terjadi melalui suatu proses kimia
pula, dan selama proses perubahan kimia, massa zat sebelum reaksi dan sesudah reaksi
adalah sama.
Perubahan kimia dapat menyebabkan komposisi atau susunan zat-zat penyusun materi
akan mengalami perubahan sehingga komposisi zat awal akan berbeda dengan komposisi zat
akhir setelah perubahan. Peristiwa perubahan kimia biasanya disertai dengan adanya ciri-ciri
seperti perubahan warna, perubahan suhu, timbul adanya gas, dan dapat juga terbentuk
endapan. Perubahan kimia dapat melalui beberapa proses, antara lain yaitu:
g) Pembakaran, contohnya yaitu pembakaran kertas menjadi abu yang mana abu tersebut
tidak akan mungkin kembali lagi menjadi bentuk awalnya yakni kertas.
h) Pembusukan, contohnya yaitu bahan-bahan makanan ataupun buah-buahan yang telah
membusuk tidak akan bisa kembali lagi menjadi bentuk awalnya yang segar.
i) Perkaratan atau korosi, contohnya yaitu pada berbagai macam logam yang mengalami
perkaratan tidak akan dapat diubah lagi menjadi bentuk awalnya yang tidak
mengalami perkaratan.
2.4 Massa Jenis Zat
Massa jenis adalah pengukuran massa setiap satuan volume benda. Semakin tinggi
massa jenis suatu benda, maka semakin besar pula massa setiap volumenya. Massa jenis rata-
rata setiap benda merupakan total massa dibagi dengan total volumenya. Massa jenis
merupakan ciri khusus dari setiap zat murni. Kegunaan mengetahui massa jenis adalah agar
benda atau suatu zat dapat dimanfaatkan secara tepat sesuai dengan fungsi dan kebutuhan,
misalnya:
 Alumunium digunakan sebagai bahan logam pesawat terbang, karena kuat tetapi
massanya ringan.
 Helium digunakan sebagai pengisi balon udara agar dapat terbang karena massa
jenisnya lebih rendah dari udara.
 Polistyrene digunakan sebagai bahan kotak makanan atau pelindung pada kardus untuk
memberi ruang yang luas tetapi tidak berat, karena polystyrene massa jenisnya rendah.
Nilai perbandingan antara massa dan volume suatu benda disebut sebagai besaran massa jenis
atau kerapatan dan diberi simbol ρ (rho). Rumus untuk menentukan massa jenis adalah :

𝑚
ρ= Keterangan :
𝑣
ρ = massa jenis atau kerapatan (kg/m³)
m = massa benda (kg)
v = volume benda (m³)
Massa jenis suatu zat berbeda-beda dengan zat lain. Berikut adalah daftar massa jenis dari
beberapa zat:
Massa Jenis Massa Jenis
No. Nama Zat No. Nama Zat
Kg/m³ g/cm³ Kg/m³ g/cm³
1 Air (4ºC) 1.000 1 9 Seng 7.140 7,14
2 Alkohol 790 0,79 10 Es 920 0,92
3 Air raksa 13.600 13,60 11 Gula 1600 1,60
4 Aluminium 2.700 2,70 12 Garam 2200 2,20
5 Besi 7.900 7,90 13 Kaca 2600 2,60
6 Emas 19.300 19,30 14 Tembaga 8900 8,90
7 Kuningan 8.400 8,40 15 Minyak tanah 800 0,80
8 Platina 10.500 10,50 16 Oksigen 1,3 0,0013
Satuan untuk besaran massa jenis dalam SI (Satuan Internasional) adalah kg/m³.
Namun, satuan g/cm³ masih sering digunakan sebagai satuan massa jenis yang lain.
Hubungan antara kedua satuan tersebut adalah sebagai berikut.
1 1
1𝑔= 𝑘𝑔 𝑑𝑎𝑛 1 𝑐𝑚3 = 𝑚3
1.000 1.000.000

𝑔 1 1 𝑘𝑔
1 = ∶ = 1.000 𝑘𝑔/𝑚³
𝑐𝑚3 1.000 1.000.000 𝑚3

1𝑘𝑔/𝑚3 = 0,001 𝑔/𝑐𝑚³

Konsep massa jenis dapat digunakan untuk memecahkan beberapa masalah dalam
kehidupan sehari-hari, diantaranya:
1) Ban karet
Ban karet digunakan untuk berenang ataupun untuk pertolongan pada kecelakaan
angkutan air. Udara yang dipompakan ke dalam ban tersebut akan menurunkan massa jenis
ban sehingga ban selalu terapung pada air.
2) Sarana transportasi
Di pulau Kalimantan sebagian besar memanfaatkan sungai sebagai jalur pengiriman
hasil hutan. Sarana transportasi yang biasa digunakan seperti kapal, rakit sampan yang
terbuat dari kayu. Massa jenis kayu lebih kecil daripada air sehingga kayu dapat terapung.
3) Mengangkat beban yang tenggelam di dasar laut atau sungai
Benda yang tenggelam diikatkan ke balon yang akan dipompa dengan udara ringan
seperti hidrogen. Setelah berisi udara balon tersebut akan naik dan mengangkat benda
tersebut karena massa jenis balon lebih kecil dari air.
4) Membasmi jentik-jentik nyamuk di genangan air yang tidak mengalir
Minyak dengan jenis tertentu yang massa jenisnya lebih kecil dari air disemprotkan ke
permukaan air. Minyak tersebut akan membentuk lapisan tipis di atas permukaan air. Jentik-
jentik nyamuk akan mati karena tidak bisa bernafas akibat permukaan air tertutup oleh
lapisan tipis tersebut.

Berikut ini beberapa contoh soal perhitungan massa jenis zat:


1. Jika massa jenis logam emas yang dimasukkan ke dalam gelas ukur 18,2 g/cm³, dan
volumnya 5 dm³. Berapa massa logam emas tersebut?
Diketahui = Massa jenis (ρ) = 18,2 g/cm³
Volume (v) = 5 dm³ = 5.000 cm³
Massa logam (m) = ........?
Jawab :
Massa jenis (ρ) = massa/volume
18,2 g/cm³ = massa/5.000 cm³
Massa = 18,2 g/cm³ x 5.000 cm³ = 91.000 g = 91 kg
Jadi, massa logam emas adalah 91.000 gram atau 91 kilogram.

2.5 Gaya Tarik Menarik Antar Molekul dan Meniskus Zat


2.5.1 Gaya Tarik Menarik Antar Molekul
Bila suatu zat kovalen cair menguap, molekul melepaskan diri dari tegangannya.
Dalam hal ini akan ada tiga macam gaya tarik antar molekul. Satu diantaranya disebut gaya
tarik Van der Waals. Gaya tarik yang lemah disebabkan oleh dipol imbasan sekejap, yang
terjadi pada semua molekul. Gaya tarik Van der Waals yang kuat disebut gaya tarik dipol-
dipol, terjadi antara momen dipol permanen. Gaya tarik ketiga lebih kuat dari gaya Van der
Waals. Gaya ini hanya terjadi antara molekul tertentu dan disebut ikatan hidrogen.
Perbedaan gaya-gaya tarik antar molekul-molekul zat murni dicerminkan oleh titik didih dan
titik leleh zat-zat tersebut. Pada umumnya gaya tarik yang kuat dan ukuran molekul yang
besar akan mengakibatkan titik leleh dan titik didih yang tinggi.
a. Dipol Imbasan Sekejap
Terdapat tarikan antara elektron pada suatu molekul dan inti-inti molekul yang lain,
yang dapat dibayangkan sebagai akibat menggesernya posisi atau getaran elektron dan inti-
intinya. Suatu getaran dalam sebuah molekul mengimbas (menginduksi) suatu geseran
dalam elektron-elektron suatu molekul tetangga. Bila banyak molekul berkumpul bersama-
sama, seperti dalam keadaan cair, gesekan-gesekan ini disinkronka, sehingga terdapat suatu
tarikan netto antara banyak molekul bertetangga. Dipol-dipol imbasan bersifat sekejap.
Getaran terjadi miliyaran kali dalam satu detik, maka pada kejap berikutnya dipol itu hilang,
atau mungkin arah polaritas telah dibalik.
Tarikan lemah yang disebabkan oleh dipol imbas sekejap, pertama kali diuraikan
dalam tahun 1930-an oleh seorang ahli fisika jerman, Fritz London, sehingga disebut gaya-
gaya london. Gaya london inilah yang menyebabkan adanya tarikan antara molekul-molekul
senyawa non-polar. Molekul-molekul besar lebih efektif ditarik satu sama lain dibandingkan
dengan molekul-molekul kecil.
Molekul dengan distribusi elektron yang besar dan baur lebih kuat saling menarik,
daripada molekul-molekul yang elektronnya lebih kuat terikat. Misanya iodin (I2) dan fluor
(F2). Molekul iodin yang lebih besar saling tarik menarik dengan lebih kuatdaripada molekul
flour yang lebih kecil. Zat yang molekulnya hanya mengalami gaya London mempunyai
titik didih dan titik leleh yang rendah. Jika molekul-molekulnya kecil, zat-zat ini biasanya
berbentuk gas pada temperatur kamar.
b. Gaya Tarik Dipol-dipol
Molekul yang memiliki momen dipol permanen adalah molekul polar. Gaya tarik
antara dua molekul polar disebut gaya tarik dipol-dipol. Tarikan ini lebih kuat daripada
tarikan antara molekul-molekul non-polar. Zat-zat yang terdiri dari molekul polar cenderung
mempunyai titik didih dan titik leleh yang lebih tinggi daripada molekul non-polar yang
besarnya kira-kira sama.
c. Ikatan Hidrogen
Tarikan antar molekul yang sangat kuat, dapat terjadi pada molekul-molekul yang jika
satu molekul mempunyai sebuah atom hidrogen yang terikat pada sebuah atom
berelektronegativitas besar, dan molekul tetangganya mempunyai sebuah atom
berelektronegativitas tinggi dan mempunyai sepasang elektron bebas. Inti hidrogen yaitu
proton ditarik oleh pasangan elektron yang berdektan dan berayun bolak balik antara kedua
atom tersebut. Tarikan dua molekul yang menggunakan sebuah proton yang digunakan
bersama-sama disebut dengan ikatan hidrogen.
Ikatan hidrogen yang kuat hanya terbentuk oleh molekul yang mengandung nitrogen,
oksigen, atau flour. Tiga zat yang sifat-sifatnya sangat dipengaruhi oleh ikatan hidrogen
adalah air (H2O), amonia (NH3), dan hidrogen fluorida (HF).

2.5.2 Meniskus Zat


Salah satu hal yang berkaitan dengan gaya tarik antar molekul adalah tegangan
permukaan. Tegangan permukaan adalah gaya yang membuat cairan cenderung membentuk
tetesan atau membentuk permukaan melengkung (meniskus) bila cairan bersentuhan dengan
suatu wadah. Gaya antar molekul zat yang sama atau serupa dapat disebut sebagai gaya
kohesif. Gaya-gaya antar molekul zat yang berlainan terutamanya antara cairan atau gas
dengan zat padat disebut gaya adhesif. Misalnya antara air dan kaca, molekul air ditarik
dengan kuat ke gugus-gugus –O–H yang terikt pada permukaan kaca, jadi air cenderung
menyerap ke atas sepanjang dinding dalam wadah. Karena adanya tarikan antar molekul
kohesif, molekul yang merayap ini menarik molekul-molekul air untuk ikut menyerap naik.
Naiknya sekolom cairan dalam suatu tabung sempit disebut kenaikan kapiler. Tinggi kolom
tergantung dari jari-jari tabung, tegangan permukaan cairan, dan bobot kolom cairan yang
naik k atas. Karena kuatnya tarikan antar molekul kohesif, air memiliki tegangan permukaan
yang tinggi dibandingkan zat-zat lain.
BAB III
PENUTUP

3.1 Simpulan
Berdasarkan pembahasan pada bab isi, maka dapat ditarik beberapa simpulan, yaitu:
1. Wujud zat adalah bentuk dari masing-masing zat yang memiliki perbedaan, karena zat
digolongkan menjadi 3, yaitu zat padat, zat cair, dan zat gas.
2. Sifat zat ada dua yaitu sifat intensif (berdasarkan volume dan massa zat) dan sifat
ekstensif (berdasarkan sifat fisika dan sifat kimia zat).
3. Perubahan zat dibedakan menjadi dua, yaitu perubahan fisika (berupa perubahan
bentuk dan perubahan wujud zat) dan perubahan kimia (contohnya pada proses
pembakaran, pembusukan, dan perkaratan).
4. Massa jenis zat adalah bilangan yang menyatakan massa zat tiap satuan volumenya.
5. Gaya tarik antar molekul diantaranya adalah gaya Van der Waals, gaya dipol imbasan
sekejap, gaya tarik dipol-dipol, dan ikatan hidrogen. Meniskus terjadi karena adanya
gaya antar molekul yang menyebabkan terjadinya tegangan permukaan.
DAFTAR PUSTAKA

Alfian, Zul. 2009. Kimia Dasar. Medan: USU Press.


Kleinfelter, Donald C. dkk.. 1986. Kimia untuk Universitas. Jakarta: Erlangga
Oxtoby, Gillis. 2001. Prinsip-Prinsip Kimia Modern. Jakarta: Erlangga.
Sukardjo. 2004. Kimia Fisika. Yogyakarta: Rineka Cipta.

Anda mungkin juga menyukai