Anda di halaman 1dari 37

PRAKTIKUM II

GRANULASI KERING

I. Tujuan
Menentukan pengaruh kadar pengikat dan jenis disintegran terhadap
sediaan tablet dengan teknik granulasi kering dengan zat aktif Ibuprofen.

II. Teori Dasar


II.1 Tablet
Tablet adalah sediaan padat yang mengandung bahan obat dengan atau
tanpa bahan pengisi. Berdasarkan metode pembuatan dapat digolongkan sebagai
tablet cetak dan tablet kempa (Kemenkes RI, 2014). Tablet memiliki berbagai
ukuran, bentuk, berat, kekerasan, ketebalan, desintegrasi, karakteristik disolusi,
dan aspek lainnya tergantung pada tujuan penggunaan dan metode pembuatan
(Ansel, 2014).
Tablet adalah salah satu sediaan obat yang memiliki beberapa keuntungan,
antara lain tablet merupakan bentuk sediaan yang utuh (mengandung dosis zat
aktif yang tepat/teliti) dan menawarkan kemampuan terbaik dari hampir semua
bentuk sediaan oral untuk ketepatan ukuran serta variabilitas kandungan yang
paling rendah, dan biaya pembuatan paling rendah, mudah dan murah untuk
dikemas serta dikirim. Tablet merupakan bentuk sediaan yang paling ringan dan
kompak. Tablet dapat disalut untuk melindungi zat aktif, menutupi rasa, bau yang
tidak enak, pemakaian oleh penderita lebih mudah, serta mudah ditelan dan kecil
kemungkinan tinggal dikerongkongan, terutama bila bersalut yang memungkinkan
pecah/hancurnya tablet tidak segera terjadi dibanding sediaan padat lainnya.
Dapat diproduksi secara besar-besaran, tablet merupakan bentuk sediaan oral yang
memiliki sifat pencampuran kimia, mekanik dan stabilitas mikrobiologi yang
paling baik (Lachman dan Lieberman, 1994).
Tablet dapat dinyatakan memenuhi kriteria tablet yang baik apabila tablet
kuat dan tahan terhadap gesekan-gesekan yang terjadi pada waktu pentabletan,
pengemasan, transportasi, dan penggunaannya. Untuk membuat tablet, selain zat

1
aktif seringkali diperlukan bahan tambahan untuk menyusun formulanya. Kualitas
dan kuantitas bahan tambahan ikut menentukan kualitas tablet. Adapun bahan-
bahan yang digunakan dalam formula tablet adalah sebagai berikut :
II.1.1 Bahan Pengisi (diluent)

Bahan pengisi dimaksudkan untuk memperbesar volume tablet. Bahan


pengisi harus memenuhi beberapa kriteria yaitu non toksik, harganya terjangkau,
secara fisiologis harus inert atau netral, stabil secara fisik dan kimia baik dalam
kombinasi dengan berbagai obat atau komponen tablet lain, dan harus bebas dari
berbagai jenis mikriorganisme. Contoh bahan pengisi yaitu Laktosa, amilum,
manitol, dekstrosa, sorbitol, sukrosa dan avicel (Lachman dan Lieberman, 1994).
II.1.2 Bahan Pengikat (binder)

Bahan pengikat ditambahkan untuk membentuk granul atau menaikan


kekompakan kohesi yang dicetak langsung, menyatukan atau mengikat granul
menjadi tablet sehingga menghasilkan teblet yang baik dan kompak. Kekompakan
sebuah tablet dapat juga dipengaruhi oleh tekanan pencetakan demikian pula oleh
bahan pengikat. Adapun contoh bahan pengikat yaitu pasta kanji dengan
konsentrasi (5-15%). Kanji merupakan bahan pembuat granul yang paling baik
dan menghasilkan kohesi tablet yang dapat segera hancur bila diformulakan
dengan baik (Lachman dan Lieberman, 1994). Bahan penghancur dapat dicampur
dengan bahan-bahan lain sebelum granulasi (pembentukan butiran-butiran) dan
digabungkan di dalam butiran-butiran (penambahan intraganular). Bahan
penghancur juga biasa dicampurkan dengan granul kering sebelum campuran
serbuk yang lengkap dipadatkan (penambahan ekstragranular). Prosedur yang
terakhir akan berperan pada pemecahan tablet yang efektif menjadi fragmen-
fragmen yang lebih kecil. Bahan penghancur juga dapat dipadukan sebagai bagian
intragranular dan ekstragranular (Aulton, 2007).
II.1.3 Bahan Penghancur (disintegrator)

Bahan penghancur berfungsi untuk memudahkan hancurnya tablet ketika


berkontak dengan cairan saluran cerna (Lachman dan Lieberman, 1994). Bahan
pengikat juga dapt menarik air kedalam tablet, mengembangkan dan

2
menyebabkan tablet pecah menjadi granul. Hancurnya tablet menjadi granul, akan
memperluas permukaan sehingga dapat mempercepat lepasnya zat aktif dari
tabletnya. Selanjutnya bahan penghancur akan menghancurkan granul menjadi
partikel-partikel. Kecepatan pelepasan zat aktif akan lebih cepat dari partikel
dibanding tablet yang masih utuh maupun dari granul tablet (Voight, 1994).
II.1.4 Bahan Pelincir (glidan)

Bahan pelincir berfungsi untuk mengurangi gesekan atau friksi yang terjadi antara
permukaan tablet dengan dinding die selama proses pengempaan dan penarikan
tablet. Salah satu bahan pelincir yang biasa digunakan adalah talk. Talk digunakan
karena memiliki tiga keuntungan yaitu dapat berfungsi sebagai bahan pengatur
aliran, sebagai bahan pelicin dan sebagai bahan pemisah bentuk. Pada umumnya
talk ditambahkan pada granulat sebanyak 2%. Penambahan Talk sebagai bahan
pembantu tablet berdasarkan farmakope dibatasi sampai tidak lebih dari 3%.
Untuk memperbaiki sifat alir biasanya Talk ditambah dengan Magnesium Stearat
sebanyak 0,2-0,3% (Voight, 1994).
II.1.5 Bahan Pelicin (Lubrikan)

Fungsi utama bahan pelincir adalah menunjang karakteristik aliran dari


granul atau meningkatkan aliran granul dari hopper kedalam die. Bahan pelicin
ditambahkan dengan tujuan untuk memacu aliran serbuk atau granul dengan jalan
mengurangi partikel-partikel (Hoover, 1979). Contoh bahan pelicin yang biasa
digunakan yaitu asam-asam stearat dan derivatnya. Bentuk garam yang sering
digunakan yaitu Kalsium dan Magnesium Stearat dengan konsentrasi 0,2-0,3%
(Voight, 1994).
II.2 Metode Granulasi
Pada proses pembuatan tablet dikenal 3 metode antara lain, metode
granulasi basah, granulasi kering, dan kempa langsung. Untuk praktikum ini
dilakukan dengan menggunakan metode granulasi basah. Granulasi basah adalah
proses menambahkan cairan pada suatu serbuk atau campuran serbuk alam suatu
wadah yang dilengkapi dengan pengadukan yang akan menghasilkan granul
(Siregar dan Saleh, 2010).

3
a. Granulasi Basah
Dalam proses granulasi basah zat berkhasiat, pengisi dan penghancur
dicampur homogen, lalu dibasahi dengan larutan pengikat, bila perlu ditambahkan
pewarna. Diayak menjadi granul dan dikeringkan dalam lemari pengering pada
suhu 40-50°C. Proses pengeringan diperlukan oleh seluruh cara granulasi basah
untuk menghilangkan pelarut yang dipakai pada pembentukan gumpalan
gumpalan dan untuk mengurangi kelembaban sampai pada tingkat yang optimum
(Lachman dan Lieberman, 1994). Setelah kering diayak lagi untuk memperoleh
granul dengan ukuran yang diperlukan dan ditambahkan bahan pelicin dan dicetak
dengan mesin tablet (Anief, 1994).
b. Granulasi kering
Metode granulasi kering disebut juga slugging, merupakan salah satu
metode pembuatan tablet dengan cara mengempa campuran bahan kering (partikel
zat aktif dan eksipien) menjadi massa padat yang selanjutnya dipecah lagi untuk
menghasilkan partikel yang berukuran lebih besar (granul) dari serbuk semula.
Prinsip dari metode ini adalah membuat granul secara mekanis, tanpa bantuan
bahan pengikat dan pelarut (Chaerunissa dkk, 2009). Telah digunakan bertahun-
tahun merupakan teknik yang berharga terutama pada keadaan dimana dosis obat
tinggi, peka terhadap pemanasan, kelembapan atau keduanya (Lachman dan
Lieberman, 2012). Granulasi kering memerlukan tempat dan mesin yang paling
sedikit, juga menghilangkan penambahan lembap pada pemakaian panas, seperti
pada langkah pembasahan dan pengeringan pada metode granulasi basah
(Lachman dan Lieberman, 2012).
c. Kempa langsung
Metode kempa langsung, yaitu pembuatan tablet dengan mengempa
langsung campuran zat aktif dan eksipien kering tanpa melalui perlakuan awal
terlebih dahulu. Metode ini merupakan metode yang paling mudah, praktis, dan
cepat pengerjaannya, namun, hanya dapat digunakan pada kondisi zat aktif yang

4
kecil dosisnya dan zat aktif yang tidak tahan terhadap panas dan lembab
(Chaerunissa dkk, 2009).

II.3 Ibuprofen
Ibuprofen merupakan derivat asam propionat yang bersifat analgesik kuat,
antipiretik,dan daya anti inflamasi yang tidak terlalu kuat. Ibuprofen relative lebih
lama dikenal dan tidak menimbulkan efek samping serius pada dosis analgetik,
sehingga Ibuprofen dijual sebagai obat generik bebas dibeberapa Negara
(Zubaidah, 2009). Ibuprofen berbentuk serbuk hablur, putih hingga hamper putih,
berbau khas lemah. Ibuprofen praktis tidak laur dalam air, sangat mudah larut
dalam etanol, dalam metanol, dalam aseton dan dalam kloroform, sukar larut
dalam etil asetat (Zubaida, 2009).
Ibuprofen bekerja dengan menghambat enzim siklooksigenase sehingga
konversi asam aeakidonat menjadi terganggu. Ada dua jenis siklooksigenasi, yang
dinaman COX-1 dan COX-2. COX-1 terdapat pada pembuluh darah, lambung,
dan ginjal, sedangkan COX-2 keberadaannya diinduksi oleh terjadinya inflamasi
oleh sitokin dan merupakan mediator inflamasi. Aktivitas antipiretik, analgesik,
dan antiinflamasi dari Ibuprofen berhubungan dengan kemampuan inhibisi COX-
2, adapun efek smaping seperti perdarahan saluran cerna dan kerusakan ginjal
adalah disebabkan inhibisi COX-1. Ibuprofen menghambah COX-1 dan COX-2
serta membatasi produksi prostaglandin yang berhubungan dengan respon
inflamasi (Ganiswara, 2003).
Ibuprofen dosis rendah (200 mg dan 400mg) banyak tersedia. Ibuprofen
memiliki durasi tergantung dosis yaitu sekitar 4-8 jam, yang lebih lama dari waktu
paruh. Dosis yang dianjurkan bervariasi tergantung masa tubuh dann indikasi.
Umumnya dosis oral 200-400 mg (50-10 mg/ kg BB pada anak-anak) setiap 4-6
jam, dapat ditambahkan sampai dosis harian 800-1200 mg. jumlah maksimum
Ibuprofen untuk orang dewasa adalah 800 mg per dosis atau 1200 mg per hari
(Dewland, 2009).

5
Perhitungan dosis Ibuprofen untuk antipiretik, analgesik dan antiinflamasi
a. 1 bulan – 3 bulan = 5 mg/kg sehari 3 atau 4 kali
5 mgx 4,2 kg
- 1 bulan = x 1 tablet = 0,105 mg
kg
5 mgx5,2 kg
- 3 bulan = x 1 tablet = 0,150 mg
kg
b. 3 bulan – 6 bulan = 50 mg sehari 3 kali
50 mg
x 1 tablet = 0,25 tablet
200 mg
c. 6 bulan – 12 bulan = 50 mg sehari 3 atau 4 kali
50 mg
x 1 tablet = 1, 5 tablet
200 mg
d. 1 tahun – 4 tahun = 100 mg sehari 3 kali
100 mg
x 1 tablet = 0,5 tablet
200 mg
e. 4 tahun – 7 tahun = 150 mg sehari 3 kali
150 mg
x 1 tablet = 0,75 tablet
200 mg
f. 7 tahun – 10 tahun = 200 mg sehari 3 kali
200 mg
x 1 tablet = 1 tablet
200 mg
g. 10 tahun – 12 tahun = 300 mg sehari 3 kali
300 mg
x 1 tablet = 1, 5 tablet
200 mg
h. 12 tahun – 18 tahun = 200 – 400 mg sehari 3 atau 4 kali
400 mg
x 1 tablet = 2 tablet
200 mg
i. Dewasa 400 mg sehari setiap 4 – 6 jam
400 mg
x 1 tablet = 2 tablet
200 mg
(Sweetman, 2009)

6
Kesimpulan :
Sediaan Ibuprofen 200 mg digunakan untuk umur :
- 10 tahun – 12 tahun = 1 tablet – 1,5 tablet sehari 3 kali
- 12 tahun – 18 tahun = 1,5 tablet – 2 tablet sehari 3 – 4 kali
- Dewasa = 2 tablet sehari setiap 4-6 kali

III. Formula
Formula Kadar(%)
Ibuprofen 40
Fase Dalam Povidone (PVP) 2
Metil Selulosa 10
Laktosa Monohidrat 40,2
Metil Selulosa 5
Fase Luar Talk 2
Magnesium Stearat 1

IV. Preformula Zat Aktif

Struktur Molekul

(FI Edisi ke-5, hlm.541, Softfile)


C13H18O2
Rumus molekul (FI Edisi ke-5, hlm.541, Softfile)
Ibuprofen
Nama (FI Edisi ke-5, hlm.541, Softfile)
Ibuprofen
Nama lain (FI Edisi ke-5, hlm.541, Softfile)
(±)-2-(p-Isobutilfenil)asam propionat[15687-27-1]
Nama kimia (±)Campuran [58560-75-1]
(FI Edisi ke-5, hlm.541, Softfile)
206,28
Berat molekul (FI Edisi ke-5, hlm.541, Softfile)
Serbuk hablur, putih hingga hampir putih berbau khas
Pemerian lemah.
(FI Edisi ke-5, hlm.541, Softfile)
75 -78C
Suhu Lebur (The Pharmaceutical Codex, Edisi ke-12, hlm. 908,
Hardcopy)
Ph pH 3,6-4,6

7
(USP 24 NF 19, hlm. 855, Softfile)
Sangat mudah larut dalam etanol, metanol, aseton dan
kloroform, sukar larut dalam etil asetat; praktis tidak
Kelarutan
larut dalam air.
(FI Edisi ke-5, hlm.541, Softfile)
Tanpa oksigen, Ibuprofen stabil pada suhu 30-110C
selama 4 hari
Stabilitas (The Pharmaceutical Codex, Edisi ke-12, hlm. 909,
Hardcopy)
Interaksi antara Ibuprofen dan asam stearate, strearil
alcohol, kalsium strearat, danmg srearat. Ditemukan
oleh Gordon dan Conorkers. Terjadi reaksi apabila
Inkompatibilitas dicampurkan pada kecepatan suhu 1,5C per menit dan
suhu tinggi 30-110C
(The Pharmaceutical Codex, Edisi ke-12, hlm. 909,
Hardcopy)
Dalam wadah tertutup rapat
Penyimpanan (FI Edisi ke-5, hlm.545, Softfile)
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2014.
Farmakope Indonesia Edisi ke- V. Jakarta :
Daftar Pustaka Departemen Kesehatan RI
Lund, Walter. 1994. The Pharmaceutical Codex.
12thed. London : The Pharmaceutical Press.

V. Preformula Eksipien
V.1 Laktosa Monohidrat

Struktur molekul

(HOPE Edisi ke- 6, hlm.364, Softfile)


Rumus molekul C12H22O11_H2O
(HOPE Edisi ke- 6, hlm.364, Softfile)
CapsuLac; GranuLac; Lactochem; lactosum
monohydricum; Monohydrate; Pharmatose;
Nama lain PrismaLac; SacheLac; SorboLac; SpheroLac;
SuperTab 30GR; Tablettose.
(HOPE Edisi ke- 6, hlm.364, Softfile)
Nama kimia Lactose
(HOPE Edisi ke- 6, hlm.364, Softfile)
Berat molekul 360.31
(HOPE Edisi ke- 6, hlm.364, Softfile)
Kristal putih, tidak berbau, sedikit manis
Pemerian

8
(HOPE Edisi ke- 6, hlm.364, Softfile)
201-202 oC
Suhu Lebur
(HOPE Edisi ke- 6.hlm.365, Softfile)
Praktis tidak larut dalam etanol, eter, kloroform.
Kelarutan Dalam air 1:5,24 suhu 40 oC 1:3,05, suhu 50 oC 52,30
suhu 60 oC 1:1,71 suhu 80 oC 1:0,96
(HOPE Edisi ke- 6, hlm.366, Softfile)
Pertumbuhan jamur dapat terjadi pada kondisi lembab
(relatif diatas 80%, Laktosa dapat berwarna coklat
pada penyimpanan, reaksi dipercepat oleh kondisi
Stabilitas
yang hangat dan lembab. Kemurnian Laktosa
bervariasi dan evaluasi warna mungkin penting,
terutama jika pada formula tablet putih.
(HOPE Edisi ke- 6, hlm.366, Softfile)
Inkompatibel dengan senyawa yang memiliki gugus
amina primer, amina sekunder, asam amino,
Inkompatibilitas
ampetamin, dan lisinopril. Reaksi dengan amina
sekunder terjadi reaksi maillard
(HOPE Edisi ke- 6, hlm.366, Softfile)
Dalam wadah tertutup baik, ditempat yang sejuk dan
Penyimpanan kering
(HOPE Edisi ke- 6, hlm.366, Softfile)
Binder/Pengisi
Kegunaan
(HOPE Edisi ke- 6, hlm.364, Softfile)
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2014.
Farmakope Indonesia Edisi ke- V. Jakarta :
Departemen Kesehatan RI
Pustaka
Rowe, Raymond C. 2009. Handbook Of
Pharmaceutical Exicipient 6th ed. London : The
Pharmaceutical Press.

V.2 Povidone (PVP)

Struktur molekul

(HOPE Edisi ke- 6, hlm.581, Softfile)


Rumus molekul (C6H9NO)n
(HOPE Edisi ke- 6, hlm.581, Softfile)
Nama lain E1201; Kollidon; Plasdone; poly[1-(2-oxo-1-

9
pyrrolidinyl)ethylene]; lyvidone;
polyvinylpyrrolidone; povidonum; Povipharm; PVP;
1-vinyl-2-pyrrolidinone polymer.
(HOPE Edisi ke- 6, hlm.581, Softfile)
Nama kimia Polyvirylypyrrolidone (PVP)
(HOPE Edisi ke- 6, hlm.581 Softfile)
Berat molekul 2500–3 000 000
(HOPE Edisi ke- 6, hlm.581 Softfile)
Serbuk putih halus hingga putih krem, berbau atau
Pemerian hamper tidak berbau, bubuk higroskopis
(HOPE Edisi ke- 6, hlm.582, Softfile)
150 oC
Suhu Lebur
(HOPE Edisi ke- 6, hlm.582, Softfile)
Mudah larut dalam asam, kloroform, etanol 95%,
Kelarutan keton, metanol dan air, praktis tidak larut dalam eter,
hidrokarbon dan minyak mineral.
(HOPE Edisi ke- 6, hlm.582, Softfile)
Larutan berair rentan terhadap pertumbuhan jamur dan
akibatnya memerlukan bahan pengawet yang sesuai.
Povidone dapat disimpan dalam kondisi bias atau
Stabilitas
tanpa mengalami dekomposisi ataupun degredasi.
Namun povidon higroskopis harus disimpan dalam
wadah kedap udara, ditempat sejuk dan kering.
(HOPE Edisi ke- 6, hlm.689, Softfile)
Povidone kompetibel dalam larutan dengan berbagai
resin alami dan sintesis molekul anorganik dan bahan
Inkompatibilitas kimia lainnya. Ini membentuk adduct dalam larutan.
Bebrapa pengawet dapat berpengaruh oleh
pembentukan kompleks dengan povidone
(HOPE Edisi ke- 6, hlm.582, Softfile)
Disimpan dalam wadah tertutupi, sejuk dan kering.
Penyimpanan
(HOPE Edisi ke- 6, hlm.583, Softfile)
Pengikat (0,5–5%) dan dipakai sebanyak 20%
Kegunaan
(HOPE Edisi ke- 6, hlm.582, Softfile)
Rowe, Raymond C. 2002. Handbook Of
Pharmaceutical Exicipient 6th ed. London : The
Pustaka Pharmaceutical Press.
Farmakope Europa. 2005.European Pharmacopea.
Dewan Eropa

V.3 Metil Selulosa

10
Struktur molekul

(HOPE, Edisi ke- 6.hlm.438, Softfile)


C6H7O2(OH)x(OCH3)y
Rumus molekul (HOPE, Edisi ke- 6.hlm.438, Softfile)

Benecel; Cellacol; Culminal MC; E461; Mapolose;


Nama lain Methocel; methylcellulosum; Metolose; Tylose; Viscol.
(HOPE, Edisi ke- 6.hlm.438, Softfile)
Nama kimia Cellulose methyl ether
(HOPE, Edisi ke- 6.hlm.438, Softfile)
Berat molekul 10 000–220 000 Da
(HOPE, Edisi ke- 6.hlm.438, Softfile)
Metil selulosa bubuk atau butiran berserat putih. Hampir
tidak berbau dan tidak berasa, harus diberi label untuk
menunjukkannya jenis viskositas (viskositas larutan 1
Pemerian
dalam 50).
(HOPE, Edisi ke- 6.hlm.438, Softfile)
Mulai coklat pada 190–200oC; mulai menghitam di 225-
Suhu lebur 230oC.
(HOPE, Edisi ke- 6.hlm.438, Softfile)
Praktis tidak larut dalam aseton, metanol, kloroform, etanol
(95%), eter, larutan garam jenuh, toluena, dan air panas.
Larut dalam asam asetat glacial dan dalam campuran yang
Kelarutan
sama volume etanol dan kloroform. Dalam air dingin, metil
selulosa membengkak dan menyebar perlahan untuk
membentuk dispersi koloid kental.
(HOPE, Edisi ke- 6.hlm.439, Softfile)
Serbuk Metil selulosa stabil, meskipun sedikit higroskopis.
Stabilitas Bahan curah harus disimpan dalam wadah kedap udara
dalam keadaan dingin, tempat yang kering.
(HOPE, Edisi ke- 6.hlm.439, Softfile)
Metil selulosa tidak kompetibel dengan
aminacrinehidroklorida; klorokresol; merkuriklorida;
fenol; resorsinol; asam tannic; peraknitrat;
Inkompatibilitas
cetylpyridiniumklorida; asam p-hydroxybenzoic;
paminobenzoic
AC id; methylparaben; propylparaben; dan butyl paraben.
(HOPE, Edisi ke- 6.hlm.439, Softfile)
Disimpan dalam wadah kedap udara dalam keadaan dingin,
Penyimpanan tempat yang kering.
(HOPE, Edisi ke- 6.hlm.439, Softfile)

11
Desintegran
Kegunaan
(HOPE, Edisi ke- 6.hlm.439, Softfile)
Rowe, Raymond C. 2002. Handbook Of Pharmaceutical
Pustaka Exicipient6th ed. London : The Pharmaceutical
Press.

V.4 Talkum

Struktur molekul

(Dioxsilane Oxomagnesium Hydrate, 2007)


Rumus molekul Mg2 (Si2O5)4 (OH)4
(HOPE Edisi ke- 6, hlm.728, Softfile).
Hydrous magnesium calcium silicate;
Hydrousmagnesium silicate; Imperial; Luzenac
Pharma; magnesium hydrogen metasilicate;
Nama lain Magsil Osmanthus; Magsil Star; powdered talc;
purified French chalk; Purtalc; soapstone;
steatite; Superiore; Talkum
(HOPE Edisi ke- 6, hlm.728, Softfile).
Nama kimia Talc
(HOPE Edisi ke- 6, hlm.728 Softfile)
Berat molekul 379,259
(FDA, 2007)
Putih sampai putih keabu-abuan, halus, serbuk
kristal, tidak berbau dan hambar .
Pemerian
(HOPE Edisi ke- 6, hlm.728 Softfile)
900-1000C
Suhu Lebur
(Dioxsilane Oxomagnesium Hydrate, 2007)
Praktis tidak larut dalam air, etanol dan dietil
Kelarutan
eter.
(HOPE Edisi ke- 6, hlm.729 Softfile)
Stabil dan dapat disterilisasi dengan pemanasan
Stabilitas
pada 160C
(HOPE Edisi ke- 6, hlm.729 Softfile)

12
Inkompatibel dengan senyawa ammonia
Inkompatibilitas
kuartener
(HOPE Edisi ke- 6, hlm.729 Softfile)
Dalam wadah tertutup rapat, ditempat sejuk dan
Penyimpanan
kering (HOPE Edisi ke- 6, Softfile).
Glidant
Kegunaan
(HOPE Edisi ke- 6, hlm.729 Softfile)
Dioxsilane Oxomagnesium Hydrate. (2007).
National Center for
BiotechnologyInformation
FDA. (2007). Unites States Pharmacopeia
National Formulary. USP 30/NF 25.
Pustaka Unites states : Twinbrook Parkway
Rowe, Raymond C.(2009). Handbook Of
Pharmaceutical
Exicipient. (6th ed). London : The
Pharmaceutical
Press.

V.5 Magnesium Stearat

Struktur molekul

(Magnesium Stearate, 2017)


Rumus molekul [CH3(CH2)16COO]2 Mg
(HOPE Edisi ke- 6, hlm.404, Softfile)
Dibasic Magnesium Stearate; Magnesium
distearate; magnesia stearas; Magnesium
Nama lain octadecanoate; Octadecanoic acid, magnesium
salt; Stearic acid, Magnesium salt
(HOPE Edisi ke- 6, hlm.404, Softfile)
Nama kimia Octadecanoic acid magnesium salt
(HOPE Edisi ke- 6, hlm.404, Softfile)
Berat molekul 591,24
(HOPE Edisi ke- 6, hlm.404, Softfile)
Serbuk halus, putih dan voluminous; bau lemah
khas; mudah melekat dikulit, bebas dari butiran
Pemerian
(HOPE Edisi ke- 6, hlm.404, Softfile)
117-150C (comercial samples); 126-130C
Suhu Lebur (high purlty magnesium)
(HOPE Edisi ke- 6, hlm.404, Softfile)
Tidak larut dalam air, dalam etanol dan dalam
Kelarutan
eter.
(HOPE Edisi ke- 6, hlm.404, Softfile)

13
Magnesium Stearat stabil dan harus disimpan
Stabilitas dalam wadah tertutup baik di tempat sejuk dan
kering
(HOPE Edisi ke- 6, hlm.404, Softfile)
Tidak kompatibel dengan asam kuat, alkali dan
garam besi. Hindari pencampuran dengan bahan
pengoksidasi kuat. Magnesium Stearate tidak
Inkompatibilitas
dapat digunakan pada produk yang mengandung
aspirin, beberapa vitamin, dan kebanyakan
garam alkaloid.
(HOPE Edisi ke- 6, hlm.404, Softfile)
Dalam wadah tertutup baik
Penyimpanan
(FI Edisi ke- 5, hlm. Softfile).
Kegunaan Lubrikan (HOPE Edisi ke- 6, hlm.404, Softfile)
Magnesium Stearate. (2017). National Center
Biotechnology Information.
Rowe, Raymond C. (2009). Handbook Of
Pustaka
Pharmaceutical Exicipient (6th ed).
London: The Pharmaceutical
Press.

VI. Rasionalisasi Formula


Tablet adalah sediaan padat mengandung bahan obat dengan satu atau
tanpa mengisi. Pada umumnya tablet mengandung zat aktif dan bahan pengisi,
bahan pengikat, disintegran dan lubrikan, dapat juga mengandung bahan warna,
bahan pengaroma, dan bahan pemanis (Kemenkes RI, 2014). Tablet dibuat dengan
3 cara umum yaitu granulasi basah, granulasi kering, dan kempa langsung
(Kemenkes RI, 2014). Granulasi adalah kumpulan serbuk dengan volume lebih
besar yang saling melekat satu sama lain (Syamsuni, 2006).
Metode pembuatan tablet pada kali ini yaitu menggunakan metode
granulasi kering. Bahan aktif Ibuprofen memiliki sifat alir dan kompaktibilitas
yang buruk (Syofyan, 2015). Selain itu, Ibuprofen inkompatibilitas dengan
Magnesium Stearat pada temperatur 30-110°C (Lund, 1994), sehingga pembuatan
tablet dengan metode granulasi kering dapat digunakan dalam pembuatan tablet
pada kali ini. Granulasi kering disebut juga dengan slugging, yaitu memproses
partikel zat aktif dan eksipien dengan mengempa campuran bahan kering menjadi
masa padat yang selanjutnya dipecah untuk menghasilkan partikel yang berukuran
lebih besar dari serbuk semula. Teknik ini cukup baik untuk zat aktif yang
memiliki dosis efektif yang besar untuk dikempa langsung (Gad, 2008).

14
Formula pada kali ini menggunakan bahan tambahan yaitu Laktosa, PVP,
Metil Selulosa, Talkum, Magnesium Stearat. Laktosa digunakan sebagai bahan
pengisi karena Ibuprofen praktis tidak larut dalam air, sehingga diperlukan bahan
pengisi tablet yang larut dalam air. Laktosa juga bersifat inert dan merupakan zat
pengisi yang umum digunakan serta aman bagi tubuh (Syamsuni, 2006). Laktosa
yang digunakan yaitu Laktosa Monohidrat. Selain itu kelarutan Laktosa
Monohidrat adalah 1:5 dalam air. Laktosa Monohidarat adalah gula pereduksi
dengan otensial bereaksi dengan gugus amin sekunder dan primer (reaksi mailard)
ketika disimpan dibawah kondisi kelembaban yang tinggi dalam waktu yang lama
(Rowe, 2009). Ibuprofen tidak mengandung gugus amin sehingga tidak
menimbulkan reaksi mailard dengan Laktosa (Goodman & Gilman, 2008).
Povidone digunakan sebagai binder (pengikat) karena pada literatur
Handbook of Pharmaceutical disebutkan bahwa PVP dapat digunakan sebagai
pengikat dengan kadar 0,5 – 5%. PVP merupakan salah satu bahan umum yang
digunakan sebagai binder dalam pembuatan tablet, dimana keunggulan PVP
dibandingkan dengan bahan pengikat lain yaitu dapat berfungsi sebagai bahan
pengikat yang baik tidak hanya dengan metode granulasi basah, tetapi juga untuk
granulais kering. PVP larut sempurna dalam air dan dapat berperan sebagai bahan
pengikat sempurna dengan bahan pengisi gula serta menghasilkan granul dengan
sifat alir yang baik (Riawati, 2013). Granulasi dengan menggunakan PVP akan
menghasilkan sistem granulasi yang baik, mudah kering, dan kompres yang sangat
baik (Lachman, 1994). PVP sebagai binder tidak menunjukkan adanya penurunan
disolusi (Narang dan Sai, 2015).
Metil Selulosa digunakan sebagai disintegran karena pada viskositas yang
tinggi, Metil Sellulosa dapat digunakan sebagai disintegran. Kadar yang biasa
digunakan dalam disintegran yaitu 2-10% (Rowe, 2009). Metil Selulosa memiliki
mekanisme kerja swelling sebagai disintegran yaitu masuknya air kedalam tablet
menyebabkan disintegran mengembang dan tekanan diseluruh bagian tablet
mengakibatkan ikatan partikel dalam tablet pecah. Bahan penghancur atau
disintegran juga dapat dipadukan sebagai bagian intragranular dan ekstragranular,

15
secara intragranular granul dipecah menjadi partikel sedangkan secara
ekstragranular tablet dipecah menjadi granul (Aulton, 2002).
Talkum digunakan sebagai glidan, karena memiliki bentuk yang sperikal
atau bulat sempurna sehingga dapat meningkatkan sifat alir dari granul. Lubrikan
yang baik harus memiliki sifat pelumas, pelincir, dan antilengket. Talkum
memiliki sifat pelincir dan antilengket yang baik, bahkan murah dan mudah di
dapat, tetapi sifat pelumas Talkum kurang baik. Dalam formula ini Talkum hanya
berfungsi sebagai lubrikan karena konsentrasinya hanya pada rentang 1-10%
(Rowe, 2009). Talkum memiliki sifat pelumas kurang baik maka dikombinasikan
dengan Magnesium Stearat sehingga bila keduanya digabungkan maka akan
saling melengkapi. Magnesium Stearat memiliki sifat hidrofob sehingga akan
menghambat pelepasan bahan berkhasiat. Namun jika Magnesium Stearat
dikombinasikan dengan Talkum sebagai lubrikan berpengaruh meningkatkan laju
disolusi obat (tablet) (Syofyan, 2005). Dalam pencampuran Magnesium Stearat
tidak dilakukan secara homogen, karena dikhawatirkan akan membuat disintegrasi
dan disolusi obat tidak berjalan secara optimal yaitu memerlukan waktu yang
lebih lama (Aulthon, 2002).

VII. Perhitungan
VII.1 Formula
Kadar Ibuprofen : 200 mg
Bobot Tablet : 500 mg (dibuat untuk 100 tablet)

Kondisi
Formula Perhitungan 1 tablet Perhitungan 100 tablet
sebenarnya
93,5 93,5
Fase dalam (93,5%) x 500 mg = 467,5 mg x 50 g = 46,75 g
100 100
Ibuprofen 200 mg x 100 tablet
200 mg 20,001 g
20.000 mg = 20 g
Povidone 2 10 mg x 100 tablet =
(PVP) (15%) x 467,5 mg = 10 mg 1.000 mg = 1 g
100 1g

Metil Selulosa 10
x 500 mg = 50 mg 50 mg x 100 tablet
100 5,001 g
5.000 mg = 5 g

16
Talkum 1 5 mg x 100 tablet = 500
x 500 mg = 5 mg 0,500 g
100 mg
Magnesium 0,5 2,5 mg x 100 tablet =
Stearat x 500 mg = 2,5 mg 0,252 g
100 250 mg
Laktosa 93,5
Monohidrat ( x 500 mg) – (200 +
100 200 mg x 100 tablet =
20,001 g
5+ 10 + 50 + 2,5) mg = 200 20.000 mg = 20 g
mg
Fase luar (6,5%)
Metil Selulosa 5 26,7380 mg x 63,2834
x 500 mg = 26,7380
93,5 tablet = 15.821 mg = 1,5820 g
mg 1,5821 g
Talkum 5,3476 mg x 63,2834
1 tablet = 3.164 mg =
x 500 mg = 5,3476 mg 0,3164 g
93 0,3164 g

Magnesium 0,5 2,6738 mg x 63,2834


Stearat x 500 mg = 2,6738 mg tablet = 1.582 mg = 0,1580 g
93 0,1582 g

Massa granul yang diperoleh = 29,585 g


Bobot granul teoritis menjadi = 46,75 g
Fase luar yang ditambahkan = 2,0567 g
29,585 g+ 2,0567 g
Jumlah tablet yang dibuat = x 100 tablet
46,75 g
= 63,2834 tablet
29,585 g+ 2,0567 g
Bobot tablet = = 0,500 g = 500 mg
63,2834 tablet

VIII. Prosedur
1. Disiapkan alat dan bahan.
2. Dilakukan milling dengan mengayak Ibuprofen, Laktosa, Magnesium
Stearat menggunakan ayakan rumah tangga.
3. Ditimbang bahan-bahan fase dalam
4. Ditimbang Ibuprofen sebanyak 20 g diatas wadah dari kertas
menggunakan neraca analitik secara penimbangan langsung.
5. Ditimbang Povidone (PVP) sebanyak 1 g diatas wadah dari kertas
menggunakan neraca analitik secara penimbangan langsung.

17
a. Ditimbang sebagian Metil Selulosa sebagai disintegran sebanyak 5
g diatas kertas perkamen menggunakan neraca analitik secara
penimbangan langsung.
b. Ditimbang Talkum sebanyak 0,5 g diatas kertas perkamen
menggunakan neraca analitik secara penimbangan langsung.
c. Ditimbang Magnesium Stearat sebanyak 0,25 g diatas kertas
perkamen menggunakan neraca analitik secara penimbangan
langsung.
d. Ditimbang Laktosa Monohidrat sebayak 20 g diatas wadah dari
kertas menggunakan neraca analitik secara penimbangan langsung.
6. Dilakukan mixing fase dalam dengan metode geometric dilution
a. Dimasukkan Ibuprofen sebanyak 20 g dan Laktosa Monohidrat
sebanyak 20 g kedalam toples kemudian dilakukan mixing dengan
metode tumbling selama 10 menit.
b. Dimasukkan Povidone (PVP) sebayak 3 g, Metil Selulosa 5 g dan
Talkum 0,5 g kedalam plastik kemudian dilakukan mixing dengan
cara high speed mixing selama 10 menit.
c. Dimasukkan campuran pada point a sebanyak 6,5 g kedalam
campuran yang ada didalam plastic kemudian dilakukan mixing
kembali dengan metode tumbling selama 10 menit.
d. Dimasukkan campuran pada point c kedalam campuran pada point
a kemudian dilakukan mixing dengan metode tumbling selama 10
menit.
e. Dimasukkan Magnesium Stearat sebanyak 0,25 g kedalam
campuran pada point d kemudian dilakukan mixing dengan metode
tumbling selama 10 menit.
7. Dilakukan slugging pada campuran serbuk fase dalam
a. Dimasukkan hasil mixing fase dalam kedalam die pada alat cetak
tablet konvensional, hingga terbentuk slug dengan masing-masing
bobot lebih dari 500 mg.
8. Dilakukan proses granulasi kering

18
a. Dimasukkan hasil slugging kedalam mortar kemudian digerus
dengan perlahan hingga terbentuk granul.
9. Diayak granul yang telah terbentuk
a. Disusun ayakan mesh no 12 dan mesh no 30 dengan ayakan mesh
no 12 ada diatas.
b. Dimasukkan granul kedalam ayakan mesh no 12.
c. Dilakukan pengayakan hingga granul lolos semua pada ayakan
mesh no 12.
d. Ditimbang granul yang tertahan pada mesh no 30.
- Bobot granul = 26,086 g
e. Ditimbang serbuk yang lolos pada mesh no 30 (bobot serbuk tidak
boleh lebih dari 20 %).
- Bobot serbuk = 3,499 g
10. Ditimbang bahan-bahan fase luar
a. Ditimbang Metil Selulosa disintegran sebanyak 1,5821 g diatas
perkamen menggunakan neraca analitik secara penimbangan
langsung.
b. Ditimbang Talkum sebanyak 0,3164 g diatas perkamen
menggunakan neraca analitik secara penimbangan langsung.
c. Ditimbang Magnesium Stearat sebanyak 0,1582 g diatas perkamen
menggunakan neraca analitik secara penimbangan langsung.
11. Dilakukan mixing antara fase dalam dan fase luar
a. Dimasukkan granul dan serbuk fase dalam kedalam toples.
b. Dimasukkan Metil Selulosa sebanyak 1,5821 g kedalam toples
kemudian dilakukan mixing dengan metode tumbling selama 5
menit.
c. Dimasukkan Talkum sebanyak 0,3164 g dan Magnesium Stearat
sebanyak 0,1582 g kedalam toples kemudian dilakukan mixing
dengan metode tumbling selama 2 menit.
12. Dilakukan kompresi tablet dengan mesin cetak tablet konvensional

19
a. Ditimbang campuran fase dalam dan fase luar yang telah homogen
masing-masing 500 mg untuk 1 tablet Ibuprofen (penimbangan
dilakukan sampai campuran fase dalam dan fase luar habis).
b. Dilakukan kompresi tablet satu persatu hingga diperoleh tablet
yang sesuai.
c. Dilakukan pengecekan kekerasan tablet dengan alat hardness tester
sebanyak 5 tablet atau lebih untuk mengontrol agar gaya yang
digunakan untuk kompresi tablet seragam dan sesuai.
13. Tablet Ibuprofen dievaluasi (Evaluasi kekerasan tablet, kerapuhan tablet,
keseragaman bobot tablet, keragaman bobot tablet, ukuran tablet dan
waktu hancur tablet).
IX. Evaluasi Granul dan Tablet
a. Organoleptik
Tujuan :
Mengetahui bentuk fisik dari tablet memenuhi syarat atau tidak.
Prinsip :
Evaluasi dilakukan dengan mengamati secara visual.
Prosedur :
1. Semua tablet Ibuprofen diambil dari wadah
2. Diamati secara visual (warna, bau, tekstur)
Penafsiran hasil :
Tabel 9.1 Hasil Pengamatan Uji Organoleptik
Formula 1 Formula 2 Formula 3 Formula 4
Bau : Bau : Bau : Bau :
Khas obat Khas obat Khas obat Khas obat
ibuprofen ibuprofen ibuprofen ibuprofen

Warna : Warna : Warna : Warna :


Putih Putih Putih Putih

Tekstur : Tekstur : Tekstur : Tekstur:


Halus Halus Halus Halus
sedikit
kasar

Bentuk : Bentuk : Bentuk : Bentuk :

20
Kaplet Kaplet Kaplet Kaplet
Kesimpulan : Uji organoleptik tablet formula 1-4 memenuhi syarat

b. Friabilitas (Uji Kerapuhan)


Tujuan :
Mengetahui ketahanan tablet terhadap gesekan dan benturan yang dialami.
Prinsip :
Menggunakan alat dengan diameter internal 238-291 mm dan kedalama
36-40 mm. alat akan berotasi 25±1 rpm, rotasi dilakukan sebanyak 100x
kemudian tablet diambil dan beratnya ditimbang sebelum dan sesudah
perlakuan. Apabila berat tablet <650 mg maka diambil sebanyak 6,5 g dan
apabila berat tablet >650 mg diambil sebanyak 10 tablet (FDA, 2007).
Prosedur :
1. Diambil tablet Ibuprofen 500 mg, kemudian membersihkan debu
pada tablet menggunakan kuas.
2. Ditimbang tablet Ibuprofen sebanyak 6,500 g dengan neraca analitik.
3. Ditekan tombol nomor 2 (run).
4. Dimasukkan jumlah bobot tablet pada layar.
5. Dimasukkan tablet kedalam alat.
6. Diamati sampai putaran selesai, mengambil tablet dari alat.
7. Dihilangkan debu pada setiap tablet dengan menggunakan kuas.
8. Ditimbang tablet dan mencatat hasil penimbangannya kemudiaan
menghitung % kerapuhan.

Alat : Friabilator tester


Penafsiran hasil :
Tabel 9.2 Hasil Pengamatan Uji Kerapuhan Formula 4
Bobot tablet awal (Wo) Bobot tablet % Friabilitas
akhir (Wo)
6,500 g 6,4710 g 0,4462
Kesimpulan : Sifat kerapuhan tablet formula 4 memenuhi syarat karena
kurang atau sama dengan dari 1%.

21
Tabel 9.3 Hasil Pengamatan % Friabilitas
Formula % Friabilitas Kesimpulan
1. 0,86 Memenuhi syarat
2. 0,35 Memenuhi syarat
3. 0,087 Memenuhi syarat
4. 0,4462 Memenuhi syarat
8. 0,21 Memenuhi syarat
Kesimpulan : Sifat kerapuhan tablet formula 1-4 dan formula 8 memenuhi
syarat karena kurang atau sama dengan dari 1%.

c. Keseragaman bobot
Tujuan:
Mengetahui apakah tiap tablet memiliki bobot yang sama atau tidak
Prinsip :
Timbang 20 tablet, hitung bobot rata-rata tiap tablet. Jika ditimbang satu
persatu tidak boleh lebih dari 2 tablet yang bobotnya menyimpang dari
bobot rata-ratanya lebih besar dari harga yang ditetapkan kolom A, dan
tidak satu tablet yang bobotnya menyimpang dari bobot rata-rata pada
kolom B. jika tidak mencukupi 20 tablet, dapat digunakan 10 tablet: tidak
satu tabletpun yang bobotnya menyimpang lebih besar dari bobot rata-rata
yang ditetapkan kolom A dan tidak satupun yang bobotnya menyimpang
lebih besar dari bobot rata-rata kolom kolom B (Depkes RI, 1979).
Prosedur :
1. Ditimbang dengan seksama 20 tablet.
2. Dihitung bobot rata-rata tiap tablet.
3. Sesuaikan bobot rata-rata tablet berdasarkan syarat yang ditentukan
(Aulton, 2002).
Tabel 9.4 Pesyaratan Penyimpangan Bobot Tablet
Penyimpangan bobot rata-rata (%)
Bobot rata-rata
A B
25 mg atau kurang 15% 30%
16 mg sampai dengan 150 mg 10% 30%
151 mg sampai 300 mg 7,5% 15%

22
Lebih dari 300 mg 5% 10%
Alat : Neraca analitik
Penafsiran hasil :
Tabel 9.5 Hasil Pengamatan Bobot Tablet Formula 4
No. tablet Bobot tablet (g) % Penyimpangan
1. 0,499 -0,2
2. 0,497 -0,6
3. 0,501 0,2
4. 0,504 0,8
5. 0,500 0
6. 0,504 0,8
7. 0,503 0,6
8. 0,502 0,4
9. 0,498 -0,4
10. 0,505 1
11. 0,501 0,2
12. 0,501 0,2
13. 0,502 0,4
14. 0,500 0
15. 0,506 1,2
16. 0,503 0,6
17. 0,503 0,6
18. 0,502 0,4
19. 0,503 0,6
20. 0,506 1,2
Rata-rata 0,502 ± 0,0025 g 0,38 ± 0,5129 %
Rentang 0,497 g – 0,506 g -0,6 – 1,2
Hasil rentang bobot tablet dengan penyimpangan ± 5 % adalah 0,4769 g –
0,5271 g
Kesimpulan : Pada formula 4 memenuhi syarat karena tidak ada 1 tablet
pun yang kurang dari 0,4769 g dan lebih dari 0,5271 g.
Tabel 9.6 Hasil Pengamatan Keseragaman Bobot Tablet
Formula 1 2 3 4
0,4982± 0,4986± 0,5010± 0,5020±
Rata-Rata (g)
0,0041 0,0028 0,0017 0,0025
0,4733- 0,4737– 0,4760- 0,4769-
Penyimpangan 5% (g)
0,5231 0,5235 0,5261 0,5271
0,4484- 0,4487– 0,4509- 0,4518-
Penyimpangan 10% (g)
0,5480 0,5485 0,5511 0,5522
NilaiPenerimaan (%) 2,5114 1,6063 0,7450 0,8736
Kesimpulan: Pada formula 1-4 memenuhi syarat
d. Kekerasan tablet
Tujuan :

23
Mengetahui kekuatan yang dimiliki oleh tablet.
Prinsip :
Menggunakan alat hardness tester untuk mengukur tingkat kekuatan
(kg,ons, unit) yang dibutuhkan untuk memecah tablet (Ansel, 2014).
Prosedur :
1. Ditekan tombol power pada bagian belakang alat
2. Ditekan tombol
3. Ditekan tombol masukkan tablet yang akan diukur kekerasannya.
4. Dipilih hardness untuk mengukur kekerasan tablet.
5. Dilihat hasil yang tertera pada layar alat.
Alat : Hardness tester
Penafsiran hasil :
Tabel 9.7 Hasil Pengamatan Kekerasan Tablet
No
Formula 1 Formula 2 Formula 3 Formula 4 Formula 8
tablet
1. 5,1 5,5 4,5 5,1 7,4
2. 5,4 5,3 3,0 5,5 7,0
3. 6,1 5,1 4,0 3,8 7,5
4. 5,1 5,7 3,8 3,9 6,9
5. 5,4 - 3,8 - 7,5
6. 6,1 - 3,8 - 7,5
7. 4,6 - 5,8 - 9,1
8. 6,9 - 3,8 - 9,2
9. 4,7 - 3,7 - 7,9
10. 5,8 - 4,9 - 7,9
Rata-
rata 5,52 5,4 4,11 4,575 7,79 kg/cm2
kg/cm2
Standar
0,7115 0,2582 0,7767 0,8539 ± 0,7448
deviasi
Kesimpulan : Kekerasan tablet formula 1-4 dan formula 8 memenuhi
syarat karena masuk kedalam rentang 4 – 8 kg.
e. Waktu hancur
Tujuan :
Mengetahui waktu hancur tablet ketika kontak dengan air pada lambung.
Prinsip :
Uji waktu hancur tidak menytakan bahwa sediaan atau bahan aktifnya
terlarut sempurna. Sediaan dinyatakan hancur sempurna bila sisa sediaan

24
yang tertinggal pada kasar alat uji merupakan massa lunak yang tidak
memiliki inti yang yang jelas. Alat terdiri atas uatu rangkaian keranjang
gelas piala berukuran 1000ml, dengan tinggi 134-160 mm dan diameter
dalam 97-115 mm. thermostat untuk memanaskan cairan media (35-38°C)
waktu yang diperlukan untuk bergerak kebawah (Kemenkes RI, 2014).
Prosedur :
1. Dimasukkan 1 tablet pada masing-masing 6 tabung dari keranjang.
2. Dimasukkan cakram pada tiap tabung.
3. Dinyalakan alat menggunakan air bersuhu 37 ± 2°C.
4. Diangkat keranjang pada akhir batas waktu.
5. Dinamati semua tablet, semua tablet harus hancur sempurna apabila 1
atau 2 tablet tidak hancur sempurna ulangi pengujiaan dengan 12
tablet lainnya.
Alat : Disintegration tester.
Penafsiran hasil :
Tabel 9.8 Hasil Pengamatan Uji Waktu Hancur Tablet
No. Formula 1 Formula 2 Formula 3 Formula 4 Formula 8
tablet (detik) (detik) (detik) (detik) (detik)
1. 52 61 2100 246 138
2. 55 58 1980 249,6 154
3. 75 47 1715 253,2 299
4. 75 47 1680 310,2 400
5. 75 58 1850 393,6 476
6. 75 47 1995 708 807
Rata- 67,83 ± 1886,67± 360 ± 379 ±
53 ± 6,6633
rata 10,1721 152,47 163,9631 226,620
Kesimpulan : Waktu Hancur pada formula 1, 2, 4 dan 8
memenuhi syarat karena kurang dari 900 detik.
f. Keseragaman ukuran tablet
Tujuan :
Mengetahui keseragama ukuran dari masing-masing tablet.
Prinsip :
Sebanyak 10 tablet diukur tebal dan diameter dengan menggunakan alat
ukur.
Prosedur :

25
1. Diambil tablet sebanyak 10 tablet.
2. Diukur tebal dan diameter tablet dengan menggunakan alat ukur
jangka sorong.
Alat : Jangka sorong.

Penafsiran hasil :
Tabel 9.8 Hasil Pengamatan Ukuran Tablet
No Diameter (mm) Tebal (mm) D/T
1. 6,10 5,05 1,2079
2. 6,10 5,05 1,2079
3. 6,10 5,05 1,2079
4. 6,10 5,05 1,2079
5. 6,10 5,05 1,2079
Rata-rata 1,2079
Kesimpulan : Hasil pengukuran keseragama ukuran memenuhi
syarat karena memiliki standar deviasinya adalah nol.
Tabel 9.9 Hasil Pengamatan Uji Keseragaman Ukuran
Formula Ukuran (D/T)
1. 1,2039
2. 1,3474 ± 0,0061
3. 1,22
4. 1,2079
Kesimpulan : Hasil pengukuran keseragama ukuran formula 1-4
memenuhi syarat karena memiliki standar
deviasinya kurang dari 2 %.
g. Evaluasi keseragaman sediaan
Tujuan :
Mengetahui kandungan bahan aktif paracetamol dalam tablet dengan
metode keragaman bobot.
Prinsip :

26
Menimbang 20 tablet paracetamol, menggerus dan menimbang setara
dengan 50 mg paracetamol untuk ditetapkan kadarnya kemudian
menghitung nilai penerimaan dengan rumus NP = |M-Χ| + ks (Kemenkes
RI, 2014).
Prosedur :
1. Mencari Nilai jumlah zat aktif Ibuprofen (mg)
a. Dibuat fase gerak dengan mencampurkan air dan asam fosfat P
hingga Ph 2,5 dan asetonitril p (1340,680) kemudian
disaring.
b. Dibuat larutan baku internal dengan menimbang valeroferon
yang dilarutkan dengan fase gerak hingga kadar ± 0,35 mg/ml.
c. Dibuat larutan baku dengan menimbang Ibuprofen BFFI,
dilarutkan kedalam asetonitril hingga kadar kurang dari 0,5
mg/ml kemudian dipipet 2 ml dan diencerkan dengan larutan
baku internal dalam labu ukur 100 ml sampai tanda batas.
d. Membuat larutan uji Ibuprofen
- Ditimbang tidak kurang dari 20 tablet, kemudian digerus ad
homogen.
- Ditimbang kembali ±1200 mg Ibuprofen kemudian
dimasukkan kedalam beaker glass.
- Ditambahkan 100 ml larutan baku internal kemudian dikocok
selama 10 menit.
e. Disuntikkan secara terpisah ± 5 ml larutan baku dan larutan uji
Ibuprofen kedalam kromatografi detector 254 nm kolom 25 cm x
4,6 mm berisi bahan pengisi L1 (Oktadesil silina terikat secara
kimiawi pada partikel mikroskopika atau partikel kramik dengan
diameter 3-10 µm atau batang silica monolitik).
f. Kromatografi direkam dan diukur respon puncak utama.
g. Dihitung jumlah dalam mg Ibuprofen dalam tiap tablet dengan
rumus :

27
A Ru
100 C ( )( )
W Rs
Keterangan :
A = Bobot rata-rata tablet (mg)
W = Bobot serbuk yang digunakan dalam larutan uji
(mg)
Ru dan Rs = Perbandingan respon puncak Ibuprofen dan baku
2. Dilakukan penimbangan sebanyak 10 tablet kemudian dicari nilai
bobot rata-rata tablet dan % bobot tablet.
3. Dihitung nilai penerimaan dengan menggunakan rumus :
NP = |X-M| + k.s
Alat : Timbangan analitik, HPLC/KCKT

Penafsiran hasil :
Tabel 9.10 Hasil Pengamatan Keragaman Bobot Formula 4
Bobot tablet (mg) X

499 100,1591 Jika Nilai A = 100,4 %


497 99,7577
501 100,5606
500 100,3599
501 100,5606
501 100,5606
500 100,3599
502 100,7613 X́ = 100,4
498 99,9584 98,5 ≤ X́ ≤ 101,5
503 100,9620 Maka M = X́
Ẃ = 500,2 X́ = 100,4
a) Nilai simpangan baku =
0,3640 %
b) Nilai penerimaan

NP = |X-M| + k.s
NP = |100,400-100,400| + (2,4)(0,3640 %)
NP = |0| + 0,8763 %
NP = 0,8763 %

28
Kesimpulan : Nilai Penerimaan Formula 4 memsuhi syarat
karena NP ≤ 15%
Tabel 9.11 Hasil Pengamatan Nilai Penerimaan
Formula 1 2 3 4
Nilai A 100,1 % 100,2 % 100,3% 100,4 %
Nilai
2,5114 % 1,6063 % 0,7450 % 0,8736 %
Penerimaan
Kesimpulan : Nilai Penerimaan Formula 1-4 memenuhi syarat
karena kurang dari 15%.

X. Pembahasan
Pada praktikum kali ini dilakukan pembuatan tablet Ibuprofen 200 mg
dengan metode granulasi kering. Praktikum kali bertujuan untuk membandingkan
jenis disintegran yang berbeda pada masing-masing formula. Formula 1
menggunakan disintegran Amilum Manihot, formula 2 menggunakan Avicel PH
101, kelompok 3 menggunakan HPMC, dan formula 4 menggunakan Metil
Selulosa. Selain disintegran, praktikan juga membandingkan tablet yang
dihasilkan dari konsentrasi pengikat yang berbeda. Formula 4 menggunakan
pengikat PVP 2 % sedangkan formula 8 menggunakan pengikat PVP 4 %.
Pengaruh dari jenis disintegran dan konsentrasi pengikat yang berbeda bisa dilihat
dari hasil evaluasi tablet.
Obat Ibuprofen efektif sebagai analgesik dan aktivitas antiinflamasi yang
lemah. Sediaan Ibuprofen 200 mg digunakan untuk umur 10 tahun – 12 tahun 1
tablet – 1,5 tablet sehari 3 kali, umur 12 tahun – 18 tahun 1,5 tablet – 2 tablet
sehari 3 – 4 kali dan Dewasa 2 tablet sehari setiap 4 – 6 jam.
Mekanisme kerja HPMC, amilum, dan Metil selulosa sebagai disintegran
adalah dengan menyerap dan mengambil air kedalam tablet kemudian

29
mengembang (swelling) (Bala dkk, 2012). Sedangkan mekanisme kerja Avicel
sebagai disintegran adalah dengan aksi wicking yang cepat. Ketika kontak dengan
cairan maka air akan ditarik dalam pori-pori kemudiaan cairan memecah ikatan
antar partikel (Lachman, 1994).
a. Uji organoleptis
Uji organoleptis dilakukan secara visual. Hasil uji organoleptis pada
formula 4 tidak ditemukan adanya tablet yang mengalami kerusakan, tablet
memiliki warna yang agak kecoklatan, permukaan tablet agak sedikit kasar,
bentuk kaplet tanpa adanya chipping atau cracking, tidak terdapat sticking dan
picking, dan bau khas pahit seperti bau paracetamol serbuk pada umumnya. Hasil
organoleptik formula 2 sampai formula 4 menghasilkan tablet yang berwarna
putih, bentuk kaplet tanpa adanya chipping atau cracking, tidak terdapat sticking
dan picking, halus, dan bau khas pahit seperti bau ibuprofen serbuk pada
umumnya. Sehingga dapat disimpulkan bahwa formula 2 sampai formula 4
menghasilkan tablet yang acceptable. Sedangkan untuk formula 1 kurang
acceptable karena tekstur tabletnya sedikit kasar.
b. Uji keseragaman bobot
Pada pengujian keseragaman bobot ini digunakan sampel tablet Ibuprofen
sebanyak 20 tablet. Pengujian keseragaman bobot ini menjadi indikasi dari
keseragaman dosis zat aktif dan keseragaman distribusi obat pada granul
(Lachman dkk.,2007). Evaluasi keseragaman bobot dilakukan untuk mengetahui
penyimpangan bobot tablet. Pada hasil evaluasi keseragaman bobot tablet,
memenuhi persayaratan nilai penyimpangan tidak kurang dan tidak melebihi 5%
atau 10%. Hal tersebut dikarenakan dapat mempengaruhi keseragaman dosis pada
obat. Penyimpangan yang terlalu tinggi ataupun terlalu rendah dapat
menyebabkan dosis bahan aktif tidak sesuai. Bobot rata-rata dari formula 4 adalah
0,5020±0,0025 g dengan bobot terendah tablet adalah 0,497 g dan nilai bobot
tertinggi adalah 0,506 g. Hasil tersebut memenuhi persyaratan berdasarkan hasil
rentang bobot tablet dengan penyimpangan 5 % yaitu 0,4769-0,5271 g maupun
penyimpangan 10 % yaitu 0,4518-0,5522 g. Berdasarkan formula 1 sampai formula
3, formula 1 penyimpangan 5 % dan 10% adalah 0,4733-0,5231 g dan 0,4484-

30
0,5480 g, formula 2 adalah 0,4737–0,5235 g dan 0,4487– 0,5485 g serta formula 3
adalah 0,4760-0,5261 g dan 0,4509-0,5511 g. Sehingga dapat disimpulkan bahwa
penyimpangan 5 % dan 10 % terkecil ada pada formula 1.
c. Uji waktu hancur
Uji waktu hancur tidak menyatakan bahwa sediaan atau bahan aktifnya
terlarut sempurna. Sediaan dinyatakan hancur sempurna bila sisa sediaan yang
tertinggal pada alat uji merupakan massa lunak yang tidak mempunyai inti yang
jelas. Persyaratan waktu hancur tablet kurang dari 15 menit (Kemenkes RI, 2014).
Hasil uji waktu hancur pada formula 4 didapatkan rata-ratanya adalah 360 ±
163,9631 detik. Hasil tersebut memiliki standar deviasi yang tinggi dikarenakan
adanya tablet yang melekat pada saat pengujian sehingga semakin lama waktu
hancurnya. Sedangkan waktu hancur untuk formula 1 adalah 67 ± 10,1721 detik,
formula 2 adalah 53 ± 6,6633 detik, formula 3 adalah 1886,67 ± 152,47 detik dan
formula 8 adalah 379 ± 226,620. Waktu hancur antara formula 1 sampai formula 4
dipengaruhi oleh jenis disintegran yang berbeda. Dapat disimpulkan bahwa
disintegran yang paling baik adalah disintegran Avicel PH 101 pada formula 2
dikarenakan waktu hancur tablet pada formula 2 lebih singkat dibandingkan
formula 1, 3 dan 4. Apabila formula 4 dibandingkan dengan formula 8, formula 8
memiliki waktu hancur sedikit lebih lama dibandingkan dengan formula 4 karena
kadar pengikat formula 8 lebih besar yaitu 4% sedangkan pada formula 2 hanya
2%. Pegikat juga dapat mempengaruhi kekuatan tablet semakin tinggi kadar
pengikat maka semakin lama waktu hancur obat tersebut, karena granul-granul
akan saling berikatan secara kuat.
d. Uji friablilitas
Friability test bertujuan untuk mengetahui nilai kekuatan tablet, yang
dalam perlakuannya dianggap seperti dalam proses produksi dan administrasi.
Tablet yang mudah rapuh dapat terkikis secara mekanis selama penangangan.
Selama penanganan, tablet menjadi sasaran tekanan, bergesekan satu dengan yang
lainnya atau permukaan padat lainnya, yang dapat mengakibatkan kehilangan
lapisan tablet pada bagian permukaan. Kemampuan tablet untuk menahan gesekan
sangat penting karena untuk memastikan bahwa bobot tablet yang sampai kepada

31
konsumen benar dan tablet tidak berubah bentuk selama penanganan (Aulton
dkk.,2013). Tablet yang memiliki bobot kurang dari 650 mg, perlu ditimbang
hingga mencapai 6,5 g. Setiap tablet dibersihkan dari debu yang melekat lalu
dimasukkan ke dalam alat Friability tester yang akan otomatis berputar hingga
100 kali putaran. Syarat dari bobot yang hilang ketika pengujian yaitu tidak lebih
dari 1,0%. Jika ada satu tablet yang pecah atau rusak, maka dinyatakan tidak
memenuhi syarat (FDA, 2007).
Hasil uji friabilitas untuk formula 1 adalah 0,86, formula 2 adalah 0,35%,
formula 3 adalah 0,0087%, formula 4 adalah 0,4462% dan formula 8 adalah
0,21%. Berdasarkan hasil uji friabilitas pada formula 1-4 dan formula 8
memenuhi syarat dan friabilitas yang paling kecil adalah formula 3 dengan
disintegran HPMC. Sedangkan apabila friabilitas formula 4 dan 8 dibandingkan,
maka friabilitas lebih baik adalah formula 8 dengan kadar PVP 4%. Namun
formula 1, 2, dan 4 masih memenuhi syarat karena friabilitasnya kurang dari 1%.
e. Keseragaman ukuran
Keseragaman ukuran tablet dilakukan dengan menggunakan jangka
sorong. Bertujuan untuk mengetahui standar deviasi atau penyimpangan ukuran
tablet yang satu dengan yang lain. Berdasarkan hasil pengujian keseragaman
ukuran tablet pada 5 tablet didapatkan bahwa keseragaman ukuran formula 4
adalah 1,2079. Syarat keseragaman ukuran dilihat dari hasil standar deviasi
dimana syarat standar deviasinya adalah kurang dari 2. Berdasarkan formula 1
sampai formula 4, formula 1 dengan nilai keseragaman ukuran 1,2039, formula 2
dengan nilai keseragaman ukuran 1,3474 ± 0,0061, formula 3 dengan nilai
keseragaman ukuran 1,22 dan formula 4 dengan nilai keseragaman ukuran 1,2079,
dimana hasil keseragaman ukuran formula 1, 3 dan 4 memiliki standar defiasi nol.
Nilai standar deviasi nol menunjukkan bahwa tablet yang dihasilkan memiliki
ukuran yang sama.
f. Keseragaman sediaan (keragaman bobot)
Persyaratan kadar merupakan salahsatu tolak ukur kualitas suatu obat.
Obat akan optimal memberikan efek farmakologinya apabila sesuai dengan kadar
yang ditentukan. Pengujian keseragaman sediaan pada kali ini dilakukan dengan

32
metode karagaman bobot. Nilai A (Kadar bahan aktif) pada sediaan tablet
Ibuprofen 500 mg yang diinginkan oleh praktikan yitu 100,4 %. Berdasarkan
perhitungan dari 10 tablet, rata-rata nilai A yaitu 100,4%. Hasil tersebut
memenuhi syarat. Dari rata-rata nilai A didapatkan Nilai Penerimaan yaitu
0,8736%. Hasil Nilai Penerimaan tersebut memenuhi syarat karena Nilai
penerimaan kurang dari 15%.
Berdasarkan formula 1 sampai formula 4, Nilai Penerimaan yang paling
baik adalah formula 3 dengan Nilai Penerimaan 0,7450%. Hasil tersebut
menunjukan bahwa penyimpangan keragaman bobot pada formula 3 paling kecil.

g. Uji kekerasan
Evaluasi kekerasan atau hardness tester dilakukan pada 10 tablet.
Dilakukan dengan menggunakan alat Hardness Tester. Uji kekerasan
dimaksudkan untuk mengetahui kekuatan yang dimiliki oleh tablet. Uji kekerasan
merupakan alat ukur untuk mengevaluasi kekuatan tablet (Agoes, 2012).
Kekerasan tablet merupakan parameter penting yang dapat mencegah kerusakan
tablet selama proses transportasi, penanganan hingga penyimpanan Tablet yang
dihasilkan tidak boleh terlalu keras karena akan mempengaruhi hancurnya tablet
pada saat kontak dengan air pada lambung. Jika tablet memiliki kekerasan yang
rendah maka tablet akan mudah pecah ketika proses pengemasan dan
pendistribusian. Persyaratan dari uji kekerasan yaitu 30-80 N/cm2 (3-8 kg) (Hu
dkk, 2013). Nilai kekerasan dinyatakan dalam satuan kg. Kekerasan tablet
dipengaruhi oleh bahan pengikat, apabila kadar pengikat yang digunakan tinggi
maka akan menghasilkan ikatan yang kuat pada tablet sehingga tablet tidak mudah
pecah dan menghasilkan kekuatan tablet yang baik. Rata-rata hasil yang di dapat
pada formula 4 adalah 4,525 kg/cm2 ± 0,9106, maka dinyatakan memenuhi syarat.
Hasil formula 1, 2, 3, 4, dan 8 yang memiliki hasil kekerasan tertinggi adalah pada

33
formula 8 yang menggunakan kadar pengikat PVP 4% dengan nilai kekerasan 7,79
kg/cm2 ± 0,7448.

XI. Kesimpulan
Dari hasil evaluasi yang dilakukan, diketahui bahwa tablet yang
menggunakan disintegran pada formula 2 yaitu Avicel PH 101 lebih baik
dibandingkan dengan disintegran HPMC, Amprotab dan Metil Selulosa.
Sedangkan untuk pengikat PVP 4% pada formula 8 lebih baik dibandingkan
pengikat PVP 2% pada formula 4.
Formula Formula Formula Formula Formula
Evaluasi
1 2 3 4 8
Evaluasi Tablet

Uji
x √ √ √ -
Organoleptik
Keseragaman
√ √ √ √ -
Bobot

Kekerasan √ √ √ √ √
Friabilitas √ √ √ √ √
Waktu Hancur √ √ x √ √
Keseragaman √ √ √ √ -
sediaan

34
Keseragaman
ukuran
√ √ √ √ √

Keterangan :
√ : Memenuhi syarat
× : Tidak memenuhi syarat
- : Tidak Dibandingkan

XII. Daftar Pustaka


Agoes, Goeswin. (2012). Sediaan Farmasi Padat. Bandung: ITB.
Anief, M. (1994). Farmastetika. Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press.
Ansel, H. C. (1989). Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Diterjemahkan
oleh Ibrahim, F,. Edisi ke-4. Jakarta: Universitas Indonesia Press.
Ansel, H.C. Allen, L, V,. Popovich, N.G. (2014). Ansel’s Pharmaceutical
Dosage Forms and Drug Delivery system. Edisi ke-10. Lippincott
Wiliam dan Wilkins. Baltimore.
Aulton, M.E. dan Taylor, Kevin M. G. (2007). Aulton’s Pharmaceutics:
The Desaign and Manufacturer of Medicines (3th ed). London:
Churchill Livingstone Elsevier.
Aulton, M.E. dan Taylor, Kevin M. G (2002). Aulton’s Pharmaceutics:
The Desaign and Manufacturer of Medicines (2rd ed). London:
Churchill Livingstone Elsevier.
Aulton, Michael E dan Taylor, Kevin M. G. (2013). Aulton’s
Pharmaceutics the Design and Manufacture of medicines 4 th
edition. British: Elsevier.
Bala, Rajni, Sushil Khansa, Piavin Pawar. (2012) Polymers in Fast
Disintegrating Tablet-A Review. Asian Journal of Pharmaceuticak
and Clinical Research. Vol 5, 8-14.
Chaerunnisa, Anis, dkk. (2009). Farmasetika Dasar: Konsep Teoritis dan
Aplikasi Pembuatan Obat. Bandung: Widya Padjajaran.

35
Chillas, S. M. (2013). The Formulation and Evaluation of Orally
Disintegrating Tablets : Diphenhiydramine HCl. Toledo :
University of Toledo.
Departemen Kesehatan RI. (1979). Farmakope Indonesia Edisi ke-3.
Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia
Dewland., S. Reader., & P. Berry. (2009).  Bioavailability of Ibuprofen
following oral administration of standard Ibuprofen, sodium
Ibuprofen or Ibuprofen acid incorporating poloxamer in healthy
volunteers. BMC Clinical Pharmacology,4(9), 19.
Dioxosilane Oxomagnesium Hydrate. (2007). National Center for
Bitechnology Information.
FDA. (2007). Unites states Pharmacopeia National Formulary. USP
30/NF 25. Unites states: Twinbrook Parkway.
Gad, S. 2008. Pharmaceutical Manufacturing Book Production and
Process. New Jersey.
Ganiswara, SG. (2003). Farmakologi dan Terapi Edisi ke- 4. Jakarta:
FKUI
Goodman and Gilman. (2008). Manual of Pharmacology and
Therapeutics. United states: The McGraww Hill Companies.
Hoover, W. H..(1979). Methods for determination and factors affecting
rumen microbial synthesis : review : J. Anim Sci.

Hu, Liandong.Gu, Deliang. Hu, Qiaofeng. Zhang, Hailey. dan Xun Yang.
(2013). A Novel Approach to Formulate and Optimize Orally
Disintegrating Tablets of Bambu Hydrochloride. Pharmaceutical
Analytica Acta. (Vol. 4/ No. 3).
Japanese Pharmacopoeia Cimmittee. (2006). The Japanese
th
Pharmacopoeia. (15 ed). Tokyo : The Menistry of Health, Labous
and Welfae.
Kemenkes RI. (2014). Farmakope Indonesia Edisi ke-5. Jakarta:
Kementrian Kesehatan RI.
Lachman, Leon, & Lieberman, H. A. (1994). Teori dan Praktek Farmasi
Industri. Jakarta: UI Press.
Lachman, Leon, & Lieberman H. A. (2014). Teori dan Praktek Farmasi
Industri. Edisi ke-3 (Siti Suyatmi, Penerjemah). Jakarta:
Universitas Indonesia.
Lund, Walter. (1994). The Pharmaceutical Codex (12thed). London: The
Pharmaceutical Press.
Magnesium Stearate. (2017). National Center for Biotechnology
Information.
Narang, Ajit S dan Sai H S. Boddu. (2015). Excipient Applications in
Formulation Design and Drug Delivery. USA: The University of
Toledo.
Pawar, H., Varkhade, C., Jadhav, P., & Mehla, K. (2014). Development
and evaluation Orodispersible Tablets Using a Natural

36
Polysaccharide isolated from Cassia Tora seds. Integrative
Medicine research.
Riawati. (2013). Formula Tablet Kunyah Attapulgit dengan Variasi
Konsentrasi Bahan Pengikat Polivinil Pirolidon Menggunakan
Metode Granulasi Basah. Pontianak: Univesitas Tanjungpura.
Rowe, Raymond C (Editor). (2009). Handbook of pharmaceutical
excipient (6thed). London: Pharmaceutical Press
Siregar, C.J.P., dan Wikarsa, S. (2010). Teknologi Farmasi Sediaan Tablet
Dasar- Dasar Praktis. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Sweetman, Sean C. (2009). Martindale. (36thed). London: The
Pharmaceutical Press.
Syamsuni. (2006). Ilmu Resep. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Syofyan dkk. (2015). Pengaruh Kombinasi Magnesium Stearat dan
Talkum Sebagai Lubrikan Terhadap Profil Disolusi Tablet Ibu
Profen. Jurnal Sains Farmasi dan Klinis, 01, 195-206.
Tjay, T.H. dan Rahardja, K. (2002).Obat-obat Penting. 295-298. Edisi ke-
5. Jakarta: Elex Media Komputindo.
Wahyuni. (2016). Pemanfaatan Pati Umbi Tire (Amorphophallus
onchopillus) Sebagai Bahan Pengikat Tablet Ibuprofen Dengan
Metode Granulasi Basah. [Skripsi]. Makassar: Universitas Islam
Negeri Alauddin Makassar.
Voight, R. (1994). Buku Pelajaran Teknologi Farmasi. Terjemahan:
S.Noerono. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.
Zubaida, I. (2009). Perbandingan Mutu Fisik dan Profil Disolusi Tablet:
Ibuprofen Merk Dagang dan Generik. Surakarta: Universitas
Muhammadiyah Surakarta.

37

Anda mungkin juga menyukai