KELOMPOK V :
2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala karunia yang
telah diberikan kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah mengenai
Glikosida tepat pada waktunya.
Makalah ini sengaja disusun guna melengkapi tugas salah satu mata kuliah yakni
Fitokimia serta agar selanjutnya makalah ini dapat menjadi pedoman atau dapat dipelajari
dengan mudah oleh mahasiswa.
Maka kami menyusun makalah ini agar dapat lebih mempermudah pembaca dalam
memahami tentang Glikosida.
Penyusun
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI...................................................................................................................... 3
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
PENDAHULUAN
TUJUAN PUSTAKA
Kandungan bahan aktif dan bahan non aktif dari bentuk sediaan lepaslambat
biasanya 2 kali atau lebih banyak dari sediaan lepas segera. formulasisediaan lepas
lambat digunakan suatu barrier kimia atau fisika untukmendapatkan pelepasan yang
lambat dari dosismaintenance, diantaranya adalahdengan penyalutan, matrik lemak atau
plastik, mikroenkapsulasi, ikatan kimiadengan resin penukar ion, dan sistem pompa
osmotik (Collett dan Moreton, 2002).
1. Kemungkinan terjadinya kegagalan sistem lepas lambat sehingga bahan aktif yang
relatif tinggi dilepas sekaligus (dose dumping).
2. Lebih sulit penanganan penderita apabila terjadi kasus keracunan atau alergi obat,
karena kandungan bahan aktif yang relatif lebih tinggi.
3. Harga obat biasanya lebih mahal karena biaya pengembangan dan produksi yang
relatif lebih tinggi.
2.2 Faktor–Faktor yang Harus Diperhatikan Pada Pembuatan Sediaan Sustained Release
1. Faktor - faktor biologis (Syukri, 2002)
a. Waktu paruh biologis
Waktu paruh biologis bertujuan menetapkan tingkatan terapi jangka waktu
lama. Waktu paruh pendek akan mengurangi frekuensi dosis. Obat - obat
dengan waktu paruh panjang lebih dari 8 jam tidak dipakai dalam bentuk
sediaan berkelanjutan karena efeknya sendiri sudah berkelanjutan.
b. Absorbsi
Absorbsi bertujuan untuk memperoleh keadaan dimana rata - rata
pelepasan jauh lebih rendah dibandingkan rata-rata absorbsi.
c. Metabolisme
Obat-obat yaang dimetabolisme sebelum absorbsi baik pada lumen atau
jaringan usus dapat menunjukkan ketersediaan hayati yang menurun.
2. Faktor fisika –kimia (Jantzen and Robinson, 1996) :
a. Ukuran dosis
b. Kelarutan
Senyawa dengan kelarutan yang sangat rendah (< 0,01 mg/ml) sudah
bersifat lepas lambat, pelepasan obat dari bentuk sediaan dalam cairan
gastrointestinal dibatasi oleh kecepatan disolusinya.
c. Koefisien partisi
Senyawa dengan koefisien partisi yang rendah akan mengalami kesulitan
menembus membran sehingga bioavaibilitasnya rendah.
d. Stabilitas
Obat yang tidak stabil dalam usus halus akan menunjukkan penurunan
bioavaibilitas jika diberikan dalam bentuk sediaan lepas lambat.
2.3 Kriteria Sediaan yang Baik Untuk Sustained Release
Sistem pelepasan obat bentuk sediaan sustained release memberikan konsentrasi obat
dalam plasma yang konstan (atau mendekati) selama periode waktu setelah obat diberikan.
Selama konsentrasi plasma obat dipertahankan dalam waktu yang lama, dengan
menggunakan bentuk sediaan sustained release efek samping dapat diminimalkan, frekuensi
pemberian obat dapat dilakukan, dan peningkatan kebutuhan pasien dapat dicapai khususnya
untuk terapi jangka panjang.
Tidak semua obat dapat dibuat dalam bentuk sediaan sustained release, oleh sebab itu
sediaan sustained release yang baik harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :
Salah satu obat yang cocok untuk dibuat dengan sediaan tablet sustained release adalah
obat anti inflamasi non steroid. Obat anti inflamasi golongan non steroid yang diberikan
secara oral, biasanya memiliki waktu paruh yang pendek. Oleh karena itu, untuk menjaga
efek farmakologis, maka obat harus diberikan berulang kali dalam interval waktu yang
pendek.Bentuk sediaan dengan sistem pelepasan terkendali merupakan salah satu alternatif
yang dapat digunakan untuk menjamin ketersediaan obat dalam jumlah terapi yang cukup
untuk waktu tertentu dan meningkatkan kepatuhan pasien.Modifikasi sediaan obat telah
banyak dikembangkan untuk memperbaiki laju pelepasan zat aktif, sehingga pelepasan obat
terkendali dengan tujuan memperpanjang kerja obat. Salah satu metode yang dikembangkan
untuk memodifikasi pelepasan obat adalah dengan membuat sediaan sustained release
(Agustin, 2015).
Natrium diklofenak adalah obat anti inflamasi non-steroid yang merupakan senyawa
aktif dengan efek farmakologis sebagai analgetik, antipiretik dan antiradang.Mekanisme
kerja natrium diklofenak yaitu menghambat sintesa prostaglandin yaitu suatu mediator
nyeri.Na Diklofenak mempunyai harga t ½ pendek (1-2 jam), sehingga frekuensi pemberian
diulang beberapa kali untuk mendapatkan efek yang diinginkan.Obat dengan waktu paruh
yang sangat pendek membutuhkan jumlah obat yang cukup banyak pada setiap unit dosis
untuk mempertahankan efek berkelanjutan. Untuk menghindari pemakaian obat berulang
dan untuk menghindari efek yang tidak diinginkan (fluktuasi kadar obat dalam plasma)
maka diklofenak dibuat sediaan lepas lambat (Agustin, 2015).
Natrium diklofenak biasanya digunakan untuk perawatan penyakit reumatik.Penyakit
reumatik biasanya diderita oleh pasien lansia dimana pasien tersebut seringkali lupa
meminum obat tepat pada waktunya, sehingga kepatuhan pasien untuk minum obat sangat
kurang.Oleh karena itu, kecepatan eliminasi dari suatu pelepasan obat yang diperlambat
diharapkan dapat mempertahankan konsentrasi natrium diklofenak, sehingga mempunyai
efek terapeutik dalam darah pada periode waktu yang lebih lama.
Hydroxy propyl methyl cellulose (HPMC) merupakan matriks yang tepat untuk
digunakan dalam pembuatan tablet lepas lambat, karena dapat membentuk suatu lapisan gel
yang dapat mengatur lepasnya zat aktif pada tablet secara teratur serta dapat diramalkan
(3,4). Berdasarkan permasalahan tersebut, maka dilakukan formulasi tablet sustained release
natrium diklofenak menggunakan matriks HPMC jenis metolose 90 SH 4000 sebagai
pengatur pelepasan zat aktif. Formula tablet dibuat dengan konsentrasi matriks yang
berbedabeda (Agustin, 2015).
2.5 Formulasi
Bahan Konsentrasi
Na Diklofenak 50 mg
Metolose 90 SH 4000 15 %
Mucilago Amili (%) 1,5 %
Laktosa 26 mg
Mg stearate 3,5 mg
Amilum 4 mg
- Na Diklofenak :
50 mg x 200 = 10000mg
- Metolose 90SH 4000 :
15/100 x 100mg = 15 mg
Penimbangan 15 mg x 200 = 3000 mg
- Mucilago amili :
1,5/100 x 100 = 1,5 mg
Penimbagan : 1,5mg x 200 = 300mg
- Laktosa :
26/100 x 100 = 26 mg
Penimbangan : 26mg x 200 = 5200 mg
- Mg Stearat :
3,5/100 x 100 = 3,5 mg
Penimbangan : 3,5mg x 200 = 700 mg
- Amilum :
4/100 x 100 = 4mg
Penimbangan : 4mg x 200 = 400mg
↓
Granul ditambahkan dengan fase luar (magnesium stearat dan amilum)
1. Kerapatan nyata
1. Granul ditimbang 100 g (W)
2. Dimasukkan kedalam gelas ukur 200 ml yang terpasang pada gelas ukur tap
density tester.
3. Permukaan granul diratakan dan volumenya (Vo) dibaca.
4. Kerapatan nyata (ρn) dihitung dengan persamaan berikut:
ρn = 𝑊 (𝑔)/𝑉o (ml)
2. Kerapatan Mampat
1. Granul ditimbangan 100 g (W)
2. Dimasukkan kedalam gelas ukur 200 ml yang terpasang pada gelas ukur tap
density tester.
3. Permukaan granul diratakan, gelas ukur dihentakkan sebanyak 500 kali lalu
volume serbuk setelah pemampapatan dibaca (Vm).
4. Kerapatan mampat (ƿm) dihitung dengan persamaan berikut:
ρm = 𝑊 (𝑔)/𝑉𝑚 (𝑚𝑙)