Anda di halaman 1dari 47

Panduan Praktikum Formulasi

Teknologi Sediaan Cair Semi


Padat

Tim Pengampu:
Reynelda Juliani Sagala, M.Sc., Apt. (Koordinator)
Dion Notario, M.Sc., Apt.

Program Studi Farmasi


Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya Jakarta
2019

1
Halaman Pengesahan

Jakarta, 12 Juli 2019


Kepala Program Studi Farmasi Koordinator Praktikum

Fonny Cokro, M.Farm-Klin.,Apt Reynelda Juliani Sagala, M.Sc.,Apt

2
Daftar Isi

Halaman Pengesahan................................................................................................................ 2
Daftar Isi .................................................................................................................................... 3
Tata Tertib Praktikum ................................................................................................................. 4
Sirup .......................................................................................................................................... 5
Eliksir ......................................................................................................................................... 9
Suspensi ...................................................................................................................................12
Patch Transdermal....................................................................................................................16
Emulsi .......................................................................................................................................20
Salep ........................................................................................................................................32
Hidrogel ....................................................................................................................................36
Pasta ........................................................................................................................................40
Krim ..........................................................................................................................................43
Referensi .................................................................................................................................. 46
Sejarah Perubahan .................................................................................................................. 47

3
Tata Tertib Praktikum
1. Praktikan tidak diperkenankan masuk laboratorium sebelum jam praktikum dan batas
keterlambatan adalah maksimum 10 menit
2. Praktikan tidak diperbolehkan mengikuti praktikum apabila belum memenuhi syarat lulus
Pre-test yaitu Nilai Batas Lulus 60.
3. Tidak ada praktikum susulan atau tugas tambahan baik secara individu maupun
kelompok bagi mahasiswa yang tidak mengikuti praktikum
4. Setiap praktikan wajib mengisi presensi kehadiran di BAP
5. Setiap praktikan wajib membawa modul dan menyiapkan laporan sementara berupa
Pre-formulasi, Desain Formula, prosedur pembuatan, dan prosedur kontrol kualitas di
buku kerja praktikan.
6. Setiap praktikan wajib membawa jas laboratorium dan sepatu
7. Bobot Penilaian: UTS = 40%
UAS = 40%
Praktikum = 10% (Pameran= 60%, Laporan = 30%, kedisiplinan = 10%)
Tugas = 10%
8. Hal-hal yang lain yang belum tercantum dalam tata tertib ini akan disusun kemudian

4
Sirup
I. Tujuan
Mahasiswa mampu formulasi, membuat, dan melakukan kontrol kualitas/karakterisasi fisik
sediaan sirup
II. Dasar Teori
Sirup merupakan sedian pekat dalam air dari gula atau pengganti gula dengan atau tanpa
penambahan bahan pewangi dan zat obat. Dalam British Pharmacopeia sirup mengandung
sukrosa dengan konsentrasi minimal 45 %w/w. Rasa manis dapat diperoleh dengan
penambahan polyols atau penambah rasa. Sirup biasanya mengandung komponen-
komponen seperti penambah rasa, pengawet antimikrobia, pembau, pewarna, dan banyak
sirup-sirup mengandung pelarut-pelarut khusus, pembantu kelarutan, pengental, dan
stabilisator. Defenisi sirup dalam Farmakope Indonesia adalah larutan oral yang
mengandung sukrosa atau gula lain kadar tinggi, kecuali dinyatakan lain makan kadar gula
tidak kurang dari 50% dan tidak lebih dari 66%. Sirup dapat dibagi menjadi dua yaitu sirup
dengan dengan zat glikogenetik (senyawa yang diubah jadi glukosa dalam tubuh seperti :
sukrosa, dektrosa atau bukan gula seperti sorbitol, gliserin, dan propilen glikol) dan zat
bukan glikogenetik (metilselulosa dan hidrosimetilselulosa).
Dalam National Formularium (NF) “sirup sederhana” dibuat dengan 85 g sukrosa dalam air
murni yang cukup untuk membuat 100 ml sirup dan pada kadar ini tidak memerlukan
penambahan zat pengawet karena adanya efek osmosis karena larutan gula yang pekat
seperti itu resisten terhadap pertumbuhan mikroorganisme. Sirup yang mengandung
konsentrasi gula yang lebih rendah dibutuhkan kandungan alkohol polihidrik seperti sorbitol,
gliserol atau propilen glikol untuk menjaga gradien tekanan osmotik, selain itu dengan
adanya cosolvents membantu untuk mencegah kristalisasi dan mempertahankan kelarutan
semua komponen, pengawet seperti sodium benzoat, asam benzoat, dan parahidroksi
benzoat ester diperlukan.
Jenis sirup tidak mengandung bahan obat

5
Jenis sirup mengandung bahan obat

Pengawet Antimikrobia
Jumlah pengawet yang dibutuhkan untuk menjaga sirup terhadap pertumbuhan mikroba
tergantung dengan kandungan air dalam sediaan dan berdasarkan sifat dan aktivitas yang
diberikan dari masing-masing komponen dalam formulasi misalnya banyak dari minyak-
minyak pemberi rasa yang sudah bersifat steril dan mempunyai aktivitas antimikrobia.
Pengawet yang umum digunakan adalah asam benzoat (0.1%-0.2%), natrium benzoat (0.1-
0.2%) dan berbagai campuran metil-, propil-, dan butil-paraben (total ±0.1%). Penambahan
alkohol untuk membantu kelarutan bahan-bahan yang larut dalam alkohol, tetapi secara
normal alkohol tidak ada dalam produk akhir dalam jumlah yang dianggapp cukup sebagai
pengawet (15-20%)
Pemberi rasa
Pemberi rasa buatan atau alami seperti minyak-minyak menguap (contoh: minyak jeruk),
vanili, peppermint, lemon, herbal yang tersedia dalam bentuk minyak, ekstrak, dan larutan.
Pemberi rasa harus mempunyai kelarutan dalam air yang cukup. Akan tetapi, penambahan
sejumalh alkohol ke sirup untuk menjamin kelarutan dari pemberi rasa yang kelarutan dalam
air buruk

6
Pemberi warna
Pewarna yang digunakan umumnya larut dalam air, tidak bereaksi dengan komponen lain
dari sirup, dan warnanya stabil pada kisaran pH dan dibawah cahaya sirup masih tetap
stabil dalam penyimpanan.
Pembuatan sirup
Pemilihan metode pembuatan tergantung pada sifat kimia dan fisika bahan-bahan.
1. Larutan yang dibuat dengan bantuan panas
2. Larutan dari bahan-bahan dengan pengadukan tanpa penggunaan panas
3. Penambahan sukrosa pada cairan obat yang dibuat atau pada cairan yang diberi rasa
4. Perkolasi dari sumber-sumber bahan obat atau sukrosa.
Kontrol kualitas sirup
Uji organoleptik, viskositas, pH, dan kejernihan, stabilitas.

III. Jalannya Praktikum


1. Pre-tes dilakukan sebagai syarat mahasiswa dapat mengikuti praktikum. Nilai batas
lulus pre-test adalah 60 (skala 100). Bagi mahasiswa yang tidak memenuhi persyaratan
nilai batas lulus pre-test tidak diizinkan mengikuti proses praktikum selanjutnya. Teknis
pelaksanaan pre-test akan diatur pada saat praktikum

2. Desain Formula
Buatlah desain formula sirup beserta alasan pemilihan bahan dalam formula tersebut
dan tuliskan sifat fisika kimia yang relevan dari bahan-bahan yang Anda pilih.
Diskusikanlah desain formula Anda dengan dosen. Gunakanlah desain formula yang
telah disahkan untuk proses selanjutnya. (catatan: desain formula merupakan bagian tak
terpisahkan dari metode pembuatan dan kontrol kualitas)
Bila formula standar tidak ditemukan dan Anda tidak yakin dengan desain satu formula
saja, maka Anda diperkenankan merancang optimasi formula! (bisa dengan SLD, RSM,
atau desain factorial)

3. Pembuatan Sirup
Buatlah prosedur kerja pembuatan sirup secara tertulis beserta rasionalisasi (dasar
teoritik yang meyakinkan bahwa sirup dapat dibuat dengan cara tersebut dalam skala
produksi), diskusikan kepada dosen, kemudian lakukanlah pembuatan sirup
berdasarkan prosedur yang sudah disahkan oleh dosen.

4. Kontrol Kualitas Sirup


Buatlah studi pengendalian kualitas sirup dan studi stabilitas sirup berdasarkan teori di
atas (boleh ditambahkan dari referensi lain). Diskusikanlah prosedur tersebut bersama
dengan dosen kemudian lakukanlah prosedur yang sudah disahkan.
Desain formula, prosedur pembuatan, dan prosedur kontrol kualitas situp dalam bentuk
tertulis merupakan syarat mutlak untuk mengikuti diskusi.

7
5. Desain kemasan dan pengemasan
Buatlah desain kemasan primer dan sekunder beserta brosur-nya. Diskusikan desain
yang Anda buat kepada dosen kemudian cetaklah desain yang sudah disahkan.

IV. Bobot Penilaian

Komponen Penilaian Bobot

Pretest 20

Pre-formulasi, Desain Formula, prosedur 20


pembuatan, dan prosedur kontrol kualitas

Keterampilan bekerja di laboratorium 10

Data & Analisis Data 20

Produk jadi + pengemasan 10

Post test 20

Total Nilai 100

Rubrik penilaian dibuat terpisah dari dokumen ini.

8
Eliksir
I. Tujuan

Mahasiswa mampu melakukan formulasi, membuat, dan melakukan kontrol


kualitas/karakterisasi fisik sediaan Eliksir

II. Dasar Teori


Eliksir adalah larutan hidroalkohol yang jernih dan manis dimaksudkan untuk penggunaan vital,
dan biasanya diberi rasa untuk menambah kelezatan. Perbedaan sirup dan eliksir terdapat
pada kandungan gula dan konsistensinya. Eliksir kurang manis dan kurang kental karena
mengandung kadar gula yang lebih rendah sehingga kurang efektif dalam menutupi rasa
senyawa obat. Kandungan hidroalkohol eliksir menyebabkan lebih mudah mampu
mempertahankan komponen-komponen larutan yang larut dalam air dan yang larut dalam
alkohol dibandingkan sirup. Pembuatan eliksir lebih disukai dibandingkan sirup karena
kemudahannya. Komponen lain yang terdapat dalam eliksir sebagai pelarut pembantu selain
alkohol dan air adalah gliserin dan propilen glikol. Pemberi rasa manis seperti sukrosa, sorbitol,
gliserin dan/atau pemanis buatan seperti sakarin.Penambahan zat pewarna diperlukan untuk
meningkatkan penampilannya. Kandungan alkohol lebih dari 10-12% biasanya bersifat
pengawet sendiri dan tidak membutuhkan penambahan zat antimikroba untuk pengawetannya.
Eliksir bukan obat
Eliksir bukan obat yang dipilih untuk penambah zat-zat obat sebagai pembawa yang memberi
rasa enak dan pengencer eliksir obat yang ada. Pengenceran eliksir obat dengan
menggunakan eliksir bukan obat yang dipilih sebagai pengencer dan harus mempunyai
konsentrasi alkohol yang kira-kira sama dengan eliksir yang akan diencerkan. Rasa dan bau
serta semua komponen harus tercampurkan secara kimia dan fisika. Contoh eliksir bukan obat
yang biasa digunakan yaitu: Eliksir Aromatik, Eliksir Benzaldehid Campuran dan Eliksir Iso-
Alkohol.
Eliksir obat
Eliksir obat digunakan untuk tujuan pengobatan berdasarkan kandungan zat obat yang ada,
pada umumnya eliksir obat yang diperdagangan mengandung zat obat tunggal. Contoh: Eliksir
antihistamin, Eliksir hipnotik sedatif barbiturat, Eliksir fenobarbital, Eliksir sekobarbital, Eliksir
digoksin.
Contoh Eliksir

9
Pembuatan eliksir
Pengadukan dan atau dengan pencampuran dua atau lebih bahan-bahan cair. Komponen yang
larut dalam alkohol dan dalam air umumnya dilarutkan terpisah dalam alkohol dan air yang
dimurnikan berturut-turut. Kemudian larutan air ditambahkan kelarutan alkohol, dan sebaliknya,
untuk mempertahankan kekuatan alkohol yang setinggi mungkin selamanya sehingga
pemisahan yang minimal dari komponen yang larut dalam alkohol terjadi. Bila dua larutan
selesai dicampur, campuran dibuat sesuai volume dengan pelarut atau pembawa tertentu.
Kontrol kualitas eliksir
Uji organoleptik, viskositas, pH, dan kejernihan, stabilitas.

III. Jalannya Praktikum


1. Pre-tes dilakukan sebagai syarat mahasiswa dapat mengikuti praktikum. Nilai batas lulus
pre-test adalah 60 (skala 100). Bagi mahasiswa yang tidak memenuhi persyaratan nilai
batas lulus pre-test tidak diizinkan mengikuti proses praktikum selanjutnya. Teknis
pelaksanaan pre-test akan diatur pada saat praktikum

2. Desain Formula
Buatlah desain formula eliksir beserta alasan pemilihan bahan dalam formula tersebut
dan tuliskan sifat fisika kimia yang relevan dari bahan-bahan yang Anda pilih.
Diskusikanlah desain formula Anda dengan dosen. Gunakanlah desain formula yang
telah disahkan untuk proses selanjutnya. (catatan: desain formula merupakan bagian tak
terpisahkan dari metode pembuatan dan kontrol kualitas)
Bila formula standar tidak ditemukan dan Anda tidak yakin dengan desain satu formula
saja, maka Anda diperkenankan merancang optimasi formula! (bisa dengan SLD, RSM,
atau desain factorial)

3. Pembuatan Eliksir
Buatlah prosedur kerja pembuatan eliksir secara tertulis beserta rasionalisasi (dasar
teoritik yang meyakinkan bahwa eliksir dapat dibuat dengan cara tersebut dalam skala
produksi), diskusikan kepada dosen, kemudian lakukanlah pembuatan eliksir
berdasarkan prosedur yang sudah disahkan oleh dosen.

4. Kontrol Kualitas Eliksir


Buatlah studi pengendalian kualitas eliksir dan studi stabilitas eliksir berdasarkan teori di
atas (boleh ditambahkan dari referensi lain). Diskusikanlah prosedur tersebut bersama
dengan dosen kemudian lakukanlah prosedur yang sudah disahkan.
Desain formula, prosedur pembuatan, dan prosedur kontrol kualitas eliksir dalam bentuk
tertulis merupakan syarat mutlak untuk mengikuti diskusi.

5. Desain kemasan dan pengemasan


Buatlah desain kemasan primer dan sekunder beserta brosur-nya. Diskusikan desain
yang Anda buat kepada dosen kemudian cetaklah desain yang sudah disahkan.

10
IV. Bobot Penilaian

Komponen Penilaian Bobot

Pretest 20

Pre-formulasi, Desain Formula, prosedur 20


pembuatan, dan prosedur kontrol kualitas

Keterampilan bekerja di laboratorium 10

Data & Analisis Data 20

Produk jadi + pengemasan 10

Post test 20

Total Nilai 100

Rubrik penilaian dibuat terpisah dari dokumen ini.

11
Suspensi
I. Tujuan

Mahasiswa mampu melakukan formulasi, membuat, dan melakukan kontrol


kualitas/karakterisasi fisik sediaan Suspensi.

II. Dasar Teori


Suspensi merupakan sediaan yang mengandung partikel obat halus (suspensoid) yang
terdistribusi merata di seluruh pembawa, yaitu obat menunjukkan derajat minimum
kelarutan.serbuk kering yang tersedia dalam bentuk sediaan suspensi lain yang ditujukan untuk
disuspensikan dalam pembawa cair, contohnya antibiotik yang tidak stabil apabila berada
dalam jangka waktu yang panjang dalam pembawa air.
Pada awal formulasi, terdapat pertimbangan yang harus diperhatikan oleh farmasis yaitu efikasi
terapetik, stabilitas kimia komponen formulasi, tampilan estetik, kualitas sediaan yang
diinginkan dalam sediaan farmasi, beberapa keistimewaan lain yang digunakan secara lebih
spesifik terhadap suspensi farmasi :
1. Suspensi farmasi yang dibuat dengan tepat mengendap secara perlahan dan harus
dengan mudah didispersikan kembali dengan pengocokan wadah secara perlahan
2. Ukuran partikel bahan tersuspensi harus bertahan cukup konstan dalam periode yang
panjang pada kondisi tanpa pengocokan
3. Suspensi harus dapat dituangkan dengan mudah dan rata dari wadah.
Kecepatan sedimentasi partikel suspensi
Faktor yang mempengaruhi kecepatan pengendapan partikel suspensi dimasukkan dalam
persamaan Stokes. Persamaan ini diturunkan pada kondisi ideal ketika partikel berbentuk sferis
sempurna dan seragam dalam suspensi yang sangat encer tanpa menghasilkan turbulensi,
tanpa adanya tumbukan dengan partikel lain, dan tanpa gaya tarik atau keterikatan pada
medium dispersi.
Kecepatan sedimentasi dan persamaan Stokes
( )
=

= kecepatan pengendapan
d = diameter partikel
= berat jenis partikel
= berat jenis medium
g = konstanta gravitasi
Ƞ = viskositas medium
stabilitas suspensi dipengaruhi oleh diameter partikel, berat jenis, dan viskositas medium.
Kecepatan jatuhnya partikel tersuspensi lebih besar untuk partikel besar dibandingkan partikel
kecil, faktor yang lain relatif konstan. Penurunan ukuran partikel fase terdispersi menghasilkan
kecepatan turunnya partikel yang lebih lambat. Apabila semakin besar berat jenis partikel,
semakin besar kecepatan mengendap partikel disaat berat jenis pembawa tidak berubah.
Pembawa berair dalam suspensi oral sehingga berat jenis partikel umumnya lebih besar
daripada berat jenis pembawa. Apabila partikel memiliki berat jenis kurang dari pembawa,

12
partikel akan cenderung untuk mengapung dan sulit untuk didistribusikan secara seragam
dalam pembawa.
Kecepatan pengendapan diturunkan melalui peningkatan viskositas medium dispersi.
Pengukuran viskositas dengan viskometer, seperti viskometer Brookfield yang mengukur
viskositas melalui kekuatan yang diperlukan untuk memutar poros dalam cairan yang diuji.
Jenis suspensi oral

Karakteristik fisik fase terdispersi suspensi


Pada umumnya sediaan suspensi farmasi yang baik, diameter partikel berada dalam rentang 1
sampai 50 µm. Penurunan ukuran partikel untuk menghasilkan serbuk obat halus dengan
ukuran 10 hingga 50 mm dengan penumbukan mikro (micropulverization). Mikropulverisasi
adalah penggerusan dengan kecepatan tinggi atau penggilingan dengan benturan yang efisien
dalam memperkecil serbuk hingga ukuran yang dapat diterima untuk suspensi oral dan topikal.
Pada ukuran partikel yang lebih halus, di bawah 10 µm, penggerusan fluid energi, atau jet
milling atau micronizing. Partikel yang telah dihaluskan tersapu ke dalam turbulensi aliran udara
dengan kecepatan sonik atau ultrasonik. Partikel dengan dimensi yang sangat kecil dapat
dihasilkan dengan menggunakan spray drying.
Penurunan ukuran partikel menghasilkan kecepatan pengendapan yang lebih lambat
dan seragam. Akan tetapi, penurunan ukuran partikel yang berlebihan harus dihindari karena
partikel halus memiliki kecenderungan untuk membentuk cake yang mampat pada endapan di
dasar botol. Pembentukan cake dapat dihindari dengan mencegah aglomerasi partikel menjadi
kristal atau massa yang lebih besar. Salah satu metode untuk mencegah kohesi yang kaku
antarpartikel kecil suspensi adalah pembentukan dengan sengaja agregasi yang kurang kaku
atau longgar dari partikel yang terikat bersama-sama melalui ikatan partikel dengan partikel
yang relatif lemah. Agregasi partikel tersebut disebut sebagai flok atau flokul. Flok mengendap
membentuk volume sedimen yang lebih tinggi dibandingkan partikel yang tidak terflokulasi,
struktur longgar yang memungkinkan agregat terpisah dengan mudah dan terdistribusi dengan
segera dengan pengocokan ringan.
Medium dispersi
Bahan pensuspensi ditambahkan dalam medium pendispersi untuk memberikan struktur
suspensi. Karboksimetilselulosa (CMC), metilselulosa, mikrokristalin selulosa, polivinilpirolidon,
xanthan gum, dan bentonit adalah sebagai bahan yang digunakan untuk mengentalkan medium

13
dispersi dan membantu mensuspensikan suspensoid. Tetapi perlu diingat bahwa bahan polimer
tersebut dapat berikatan dengan bahan obat tertentu sehingga menyebabkan obat tidak
tersedia atau tersedia dengan lambat untuk menghasilkan efek terapetik. Juga, jumlah bahan
pensuspensi tidak boleh terlalu banyak karena menyebabkan suspensi terlalu kental untuk
dikocok atau dituang. Pengujian sifat alir adalah reologi. Reologi membahas karakteristik
viskositas serbuk, cairan, dan semisolid. Bahan dibagi menjadi dua kategori umum, Newtonian
dan non-Newtonian, bergantung pada sifat alir. Aliran Newtonian ditandai dengan viskositas
yang konstan, tanpa memperhatikan shear rates yang diterapkan. Aliran non-Newtonian
meliputi aliran plastis, pseudoplastis, dan dilatan.
Pembuatan suspensi
Perbedaan pemilihan cara pembuatan dapat mempengaruhi karakteristikk fisik, kestabilan fisik
dan rasio kekeruhan suspensi.
1. Cara dispersi
Cara ini digunakan karena pasrtikel pada pmebuatan suspensi harus benar-benar
terdispersi dalam fase air. Langkah awal adalah dengan mengetahui karakteristik
suspensi baik fase terdispersi maupun medium dispersi. Bahan tambahan lain seperti
alkohol, gliserin, propilen glikol, dan cairan higroskopis lain sebagai pembasah apabila
pembawa berair digunakan sebagai fase terdispersi. Pembasah dicampur dengan
aprtikel menggunakan alat penggiling koloid. Setelah serbuk sudah dibasahi, medium
dispersi (yang telah ditambah dengan semua komponen formula yang larut air, seperti
pewarna, pemberi aroma, dan pengawet) ditambahkan dalam bagian serbuk, dan
dicampur sebelum tambahan pembawa lain. Sebagian pembawa digunakan untuk
mencuci alat pencampur hingga bebas dari suspensoid, dan bagian tersebut digunakan
untuk membawa suspensi hingga volume akhir dan menjamin bahwa suspensi
mengandung konsentrasi bahan padat yang diinginkan. Produk akhir kemudian
dilewatkan melalui penggiling koloid atau blender lain atau alat pencampur lain untuk
menjamin keseragaman.
2. Cara presipitasi
Cara ini menggunakan pelarut organik untuk melarutkan partikel yang tidak larut agar
dapat tercampur dengan air. Pada cara ini dengan adanya pembasahan serbuk maka
didapatkan inti partikel yang lebih halus sehingga dapat memperlambat rasio kekeruhan.
Stabilitas fisik dapat diperoleh dengan memformulasikan suspensi dengan partikel
flokulasi dalam pembawa berstruktur atau pensuspensi tipe koloid hidrofil.
Kontrol kualitas
Uji organoleptik, volume pengendapan ( mempertimbangkan rasio tinggi akhir endapan (Hu)
terhadap tinggi awal (Ho) pada waktu suspensi mengendap dalam suatu kondisi standar),
Kecepatan Pengendapan (Hukum Stokes), daya kocok sedimen, viskositas, pengukuran
diameter rata-rata partikel, pH, dan stabilitas.
III. Jalannya Praktikum
1. Pre-tes dilakukan sebagai syarat mahasiswa dapat mengikuti praktikum. Nilai batas lulus
pre-test adalah 60 (skala 100). Bagi mahasiswa yang tidak memenuhi persyaratan nilai
batas lulus pre-test tidak diizinkan mengikuti proses praktikum selanjutnya. Teknis
pelaksanaan pre-test akan diatur pada saat praktikum

14
2. Desain Formula
Buatlah desain formula suspensi beserta alasan pemilihan bahan dalam formula
tersebut dan tuliskan sifat fisika kimia yang relevan dari bahan-bahan yang Anda pilih.
Diskusikanlah desain formula Anda dengan dosen. Gunakanlah desain formula yang
telah disahkan untuk proses selanjutnya. (catatan: desain formula merupakan bagian tak
terpisahkan dari metode pembuatan dan kontrol kualitas)
Bila formula standar tidak ditemukan dan Anda tidak yakin dengan desain satu formula
saja, maka Anda diperkenankan merancang optimasi formula! (bisa dengan SLD, RSM,
atau desain factorial)

3. Pembuatan Suspensi
Buatlah prosedur kerja pembuatan eliksir secara tertulis beserta rasionalisasi (dasar
teoritik yang meyakinkan bahwa suspensi dapat dibuat dengan cara tersebut dalam
skala produksi), diskusikan kepada dosen, kemudian lakukanlah pembuatan suspensi
berdasarkan prosedur yang sudah disahkan oleh dosen.

4. Kontrol Kualitas Suspensi


Buatlah studi pengendalian kualitas suspensi dan studi stabilitas suspensi berdasarkan
teori di atas (boleh ditambahkan dari referensi lain). Diskusikanlah prosedur tersebut
bersama dengan dosen kemudian lakukanlah prosedur yang sudah disahkan.
Desain formula, prosedur pembuatan, dan prosedur kontrol kualitas suspensi dalam
bentuk tertulis merupakan syarat mutlak untuk mengikuti diskusi.

5. Desain kemasan dan pengemasan


Buatlah desain kemasan primer dan sekunder beserta brosur-nya. Diskusikan desain
yang Anda buat kepada dosen kemudian cetaklah desain yang sudah disahkan.

IV. Bobot Penilaian


Komponen Penilaian Bobot

Pretest 20

Pre-formulasi, Desain Formula, prosedur 20


pembuatan, dan prosedur kontrol kualitas

Keterampilan bekerja di laboratorium 10

Data & Analisis Data 20

Produk jadi + pengemasan 10

Post test 20

Total Nilai 100


Rubrik penilaian dibuat terpisah dari dokumen ini.

15
Patch Transdermal
I. Tujuan

Mahasiswa mampu melakukan formulasi, membuat, dan melakukan kontrol


kualitas/karakterisasi fisik sediaan patch transdermal

II. Dasar Teori

Patch Transdermal merupakan sediaan farmasi yang didesain untuk pemakaian di atas kulit
dengan bantuan lapisan adesif. Sejumlah obat per unit waktu dilepaskan ke dalam kulit selama
periode waktu tertentu secara terkontrol. Obat yang dihantarkan melalui sediaan patch
transdermal mempunyai kemampuan khusus untuk menembus lapisan kulit dan mencapai
konsentrasi plasma efektif. Durasi pemakaian sediaan transdermal bisa mencapai 24 - 96 jam
atau bahkan 1 minggu. Obat yang diberikan melalui sediaan transdermal relatif aman dan tidak
mengalami metabolisme lintas pertama, sehingga dosis yang diperlukan untuk mencapai
rentang terapetik seringkali lebih rendah dibandingkan dengan sediaan oral.

Patch transdermal dapat dibuat dengan sistem membran dan sistem matriks. Sistem membran
merupakan generasi pertama dari sediaan transdermal. Sistem membran ini terdiri dari lapisan
belakang (backing layer) yang bersifat impermeable baik terhadap uap air maupun bahan aktif,
dan menutup reservoir obat menuju ke luar. Backing layer bisa berupa polietilen
tereftalat/alumunium foil/ propilen atau polivinil klorida atau lapisan tipis polietilen. Obat
dilarutkan atau disuspensikan dalam cairan atau media padat kemudian disimpan dalam
reservoir. Pengendalian pelepasan obat tergantung pada membran polimer yang dapat berupa
membran non-porous, microporous atau semipermeabel (terbuat dari propilen atau selulosa
asetat atau kopolimer etilen/vinil/asetat). Lapisan adesif terdiri berupa bahan perekat yang
sensitif tekanan, yang seringkali berupa polimer berbasis poliakrilat yang mampu memfasilitasi
ikatan antara patch dengan kulit. Lapisan pelindung (drug-impermeable) merupakan lapisan
protektif atau disebut juga dengan release liner mencegah lepasnya obat keluar dari kemasan.
Lapisan protektif ini harus dilepaskan sebelum pemakaian patch (Gambar 1).

16
Gambar 1. Patch transdermal sistem membran

Generasi kedua patch transdermal setelah sistem membran adalah sistem matriks. Di dalam
sistem matriks ini reservoir obat terdiri dari matrik hidrofilik atau lipofilik yang sebagian besar
mengandung obat yang terdispersi secara homogen dalam bentuk partikel solid sementara
hanya sejumlah kecil fraksi obat yang terdispersi molekuler.

Gambar 2. Beberapa macam patch transdermal sistem matriks

Dibandingkan dengan sistem membran, sistem matriks lebih banyak digunakan sebab cara
pembuatannya relatif sederhana dan menghasilkan patch yang lebih tipis sehingga nyaman
digunakan. Beberapa jenis patch dengan sistem matriks ini dapat dilihat pada Gambar 2.

Dalam formulasi patch transdermal, setidaknya terdapat tiga jenis bahan penting yaitu zat aktif,
polimer, dan enhancer. Polimer dapat berupa hidrofilik maupun hidrofobik adalah plasticizer
yang berfungsi untuk menghasilkan lapisan matriks yang tipis. Polimer hidrofobik menyebabkan
terbentuknya lapisan yang kuat elastis namun membuat obat terjebak di dalam matriks.
Sedangkan polimer hidrofilik menyebabkan terbentuknya pori di dan membuat obat lebih mudah
lepas dari matriksnya. Namun, terlalu banyak pori di dalam matriks juga menyebabkan sediaan
menjadi rapuh. Oleh karena itu jumlah matriks hidrofobik dan hidrofilik perlu dioptimasi. Untuk
mempermudah permeasi obat ke dalam stratum corneum, diperlukan bahan-bahan enhancer.
Bahan enhancer ini dapat berupa surfaktan, asam lemak, atau ko-solven seperti tween 80,
asam oleat, dan propilen glikol.

Metode pembuatan patch transdermal yang paling populer adalah solvent casing. Untuk
membuat sediaan transdermal dengan metode ini, mula-mula larutan polimer dengan
konsentrasi tertentu dipanaskan pada air panas (suhu sekitar 70°C) kemudian dituangkan ke
dalam cetakan dan dipanaskan pada suhu 50°C hingga kering (semalam) sehingga terbentuk
backing layer yang elastis. Selanjutnya, zat aktif, polimer, dan enhancer dilarutkan dalam air

17
panas, dituangkan ke dalam cetakan yang telah terlapisi backing layer (dicor atau casted),
kemudian dibiarkan mengering pada suhu kamar di dalam desikator (1-3 hari) atau dioven pada
suhu rendah (40-45°C) selama 6-8 jam. Setelah kering, patch diambil dari cetakan, bagian
depan ditempelkan pada lapisan perekat (dapat diperoleh dari perban/plester luka), kemudian
dipotong sesuai dengan ukuran yang diinginkan. Patch yang sudah jadi dapat diuji kualitas
fisiknya melalui serangkaian pengujian seperti ketebalan, keseragaman bobot, lipatan, dan
kandungan lembab, karakterisasi dengan FTIR dan mikroskopik. Sedangkan pengujian lebih
lanjut terkait kinetika difusi obat melalui kulit akan dibicarakan pada matakuliah Biofarmasetika.

III. Jalannya Praktikum

1. Pre-test

Pre-tes dilakukan sebagai syarat mahasiswa dapat mengikuti praktikum. Nilai batas lulus pre-
test adalah 60 (skala 100). Bagi mahasiswa yang tidak memenuhi persyaratan nilai batas lulus
pre-test tidak diizinkan mengikuti proses praktikum selanjutnya. Teknis pelaksanaan pre-test
akan diatur pada saat praktikum

2. Desain Formula

Buatlah desain formula patch transdermal beserta alasan pemilihan bahan dalam formula
tersebut dan tuliskan sifat fisika kimia yang relevan dari bahan-bahan yang Anda pilih.
Diskusikanlah desain formula Anda dengan dosen. Gunakanlah desain formula yang telah
disahkan untuk proses selanjutnya. (catatan: desain formula merupakan bagian tak terpisahkan
dari metode pembuatan dan kontrol kualitas)

Bila formula standar tidak ditemukan dan Anda tidak yakin dengan desain satu formula saja,
maka Anda diperkenankan merancang optimasi formula! (bisa dengan SLD, RSM, atau desain
factorial)

3. Pembuatan Patch

Buatlah prosedur kerja pembuatan patch secara tertulis beserta rasionalisasi (dasar teoritik
yang meyakinkan bahwa patch dapat dibuat dengan cara tersebut dalam skala produksi),
diskusikan kepada dosen, kemudian lakukanlah pembuatan patch berdasarkan prosedur yang
sudah disahkan oleh dosen.

4. Kontrol Kualitas Patch

Buatlah studi pengendalian kualitas patch dan studi stabilitas patch berdasarkan teori di atas
(boleh ditambahkan dari referensi lain). Diskusikanlah prosedur tersebut bersama dengan
dosen kemudian lakukanlah prosedur yang sudah disahkan.

18
Desain formula, prosedur pembuatan, dan prosedur kontrol kualitas patch dalam bentuk tertulis
merupakan syarat mutlak untuk mengikuti diskusi.

5. Desain kemasan dan pengemasan

Buatlah desain kemasan primer dan sekunder beserta brosur-nya. Diskusikan desain yang
Anda buat kepada dosen kemudian cetaklah desain yang sudah disahkan.

IV. Bobot Penilaian

Komponen Penilaian Bobot

Pretest 20

Pre-formulasi, Desain Formula, prosedur 20


pembuatan, dan prosedur kontrol kualitas

Keterampilan bekerja di laboratorium 10

Data & Analisis Data 20

Produk jadi + pengemasan 10

Post test 20

Total Nilai 100

Rubrik penilaian dibuat terpisah dari dokumen ini.

19
Emulsi
I. Tujuan
Mahasiswa mampu melakukan formulasi, pembuatan, dan kontrol kualitas sediaan emulsi

II. Dasar Teori

Teori pembentukan dan stabilitas emulsi

Emulsi adalah dispersi koloidal (1 nm - 0,5 𝝁m) atau dispersi kasar (>0,5 �m) yang terdiri dari
dua atau lebih cairan tidak saling campur, yang disebut juga dengan fase terdispersi/dispers
dan fase pendispersi/kontinyu (medium). Obat atau zat aktif umumnya terlarut di dalam fase
dispers. Emulsi dikategorikan dalam jenis air dalam minyak (A/M) apabila fase terdispersi
berupa bahan-bahan larut air dan medium berupa bahan larut minyak, pada emulsi jenis minyak
dalam air (M/A) berlaku sebaliknya. Selain emulsi jenis A/M dan M/A terdapat juga emulsi
dalam emulsi yaitu emulsi jenis minyak dalam air dalam minyak (M/A/M) dan air dalam minyak
dalam air (A/M/A) (Gambar 1).

Gambar 1. Ilustrasi persebaran


droplet fase terdispersi ke
dalam fase kontinyu. A)
minyak dalam air (M/A), B) air
dalam minyak (W/O), C) air
dalam minyak dalam air
(A/M/A), D) minyak dalam air
dalam minyak (M/A/M)

Emulsi merupakan sistem


dispersi yang tidak stabil secara
termodinamika. Pada saat dua
buah cairan yang tidak saling
campur dikocok dengan kuat,
terbentuk tetes-tetesan kecil
(droplet) yang terdispersi
homogen, namun segera
bergabung dan kembali pada
keadaan awal ketika
pengocokan dihentikan.
Penggabungan droplet-droplet
ini disebabkan karena gaya
kohesi lebih besar daripada adhesi. Gaya kohesi ini merupakan manifestasi energi atau
tegangan antar muka pada lapisan batas. Droplet-droplet yang semula homogen pada waktu

20
pengocokan akan saling bergabung untuk menurunkan luas kontak antar muka dan lebih jauh
menurunkan energi permukaan. Penggabungan droplet-droplet ini menunjukkan gejala
ketidakstabilan emulsi yang dapat diamati secara langsung yaitu berupa : sedimentasi
(pengendapan), flokulasi, creaming, pemisahan fase, dan koalesens (Gambar 2).

Gambar 2. Gejala instabilitas pada emulsi

Dalam emulsi encer, kecepatan pemisahan (bisa berupa sedimentasi atau creaming) mengikuti
hukum Stokes sebagai berikut:

(1)

= kecepatan pengendapan (tinggi endapan per satuan waktu )


= percepatan gravitasi bumi
= jari-jari droplet
= massa jenis fase kontinyu (medium)
= massa jenis fase terdispersi

21
= viskositas medium

Berdasarkan hukum sedimentasi Stokes (persamaan 1) diketahui bahwa sedimentasi terjadi


ketika � < 0, sebaliknya creaming terjadi ketika � > 0. Dengan menggunakan hukum Stokes,
dapat dilakukan beberapa hal untuk meningkatkan stabilitas emulsi yaitu dengan
mengupayakan agar kecepatan pengendapan mendekati nol. Usaha utama yang harus
dilakukan adalah memperkecil perbedaan densitas antara fase kontinyu dengan fase terdispersi
dan pada saat yang sama juga memperbesar viskositas fase kontinyu. Emulsi umumnya terdiri
dari air dan minyak di mana densitas air sekitar 1 g/mL dan densitas minyak antara 0,7 - 0,9
g/mL. Oleh karena itu, untuk memperkecil perbedaan densitas antara fase kontinyu dengan
fase terdispersi dapat dilakukan pemilihan bahan terutama minyak dengan densitas tinggi
(mendekati densitas air). Peningkatan viskositas fase kontinyu yang berupa air dapat dilakukan
dengan menambahkan agen pengental seperti alginat, tragakan, CMCNa atau turunan selulosa
yang lainnya. Minyak umumnya memiliki viskositas tinggi sehingga tidak diperlukan agen
pengental apabila fase kontinyu dalam formula emulsi berupa minyak. Usaha kedua untuk
menurunkan kecepatan sedimentasi adalah dengan memperkecil ukuran partikel. Hal ini dapat
dilakukan dengan melakukan penggilingan dengan alat penggiling seperti blender,
homogenizer, atau colloid mill. Meskipun demikian, perlu diingat bahwa pengecilan ukuran
partikel berdampak juga pada kenaikan luas kontak antarmuka dan lebih jauh lagi
meningkatkan energi bebas permukaan (persamaan 2 dan 3).

(2)

(3)

= luas permukaan kontak antar muka (seringkali disimbolkan dengan )


= diameter partikel droplet
= energi bebas permukaan
= tegangan antar muka air dan minyak

Peningkatan energi bebas permukaan membuat emulsi tidak stabil. Diperlukan suatu agen
pengemulsi atau emulgator yang mampu membentuk lapisan film di sekitar globul-globul yang
terdispersi untuk menghindari kohesi antar partikel droplet. Emulgator dapat dibagi menjadi tiga
kelompok yaitu:
1. Monomolekuler. Surfaktan yang mengadsorbsi antarmuka minyak-air untuk
membentuk lapisan film monomolekuler dan mereduksi tegangan permukaan.
Berkurangnya tegangan permukaan berimbas pada penurunan energi bebas permukaan
yang menyebabkan stabilisasi emulsi. Meskipun demikian, mekanisme utama stabilisasi
emulsi oleh surfaktan terletak pada pembentukan lapisan film bermuatan listrik (diukur

22
dengan potensial zeta) di permukaan droplet yang menyebabkan gaya tolak menolak
antar partikel droplet yang selanjutnya mencegah terjadinya koalesens.
2. Multi-Molekuler. Koloid hidrofilik yang membentuk lapisan film multi-molekuler di sekitar
droplet yang terdispersi dalam emulsi M/A. Selain itu, koloid hidrofilik umumnya
meningkatkan viskositas medium yang berakibat pada penurunan kecepatan
sedimentasi atau creaming. Jenis emulgator ini hanya sesuai untuk emulsi tipe M/A.
3. Partikulat. Partikel-partikel padatan halus yang teradsorpsi pada antarmuka di antara
dua cairan yang tidak saling campur dan membentuk lapisan film partikel di sekitar
globul yang terdispersi.

Contoh masing-masing emulgator masing-masing dapat dilihat pada gambar 3.

Gambar 3. Beberapa contoh emulgator

Di antara ketiga jenis emulgator di atas, surfaktan merupakan emulgator yang paling penting.
Surfaktan banyak dipakai dalam sistem emulsi farmasetik baik M/A ataupun A/M tergantung
pada nilai HLB (hydrophilic lipophilic balance) masing-masing. Secara umum, surfaktan dengan
HLB antara 9 - 12 sesuai untuk emulsi tipe M/A, dan surfaktan dengan HLB 3 - 6 sesuai untuk
emulsi A/M. Pemilihan surfaktan secara lebih cermat dapat dilakukan dengan melakukan
kalkulasi HLB butuh total (total required HLB, RHLB) dari suatu campuran kemudian memilih
surfaktan dengan nilai HLB yang sama dengan HLB butuh atau mengkombinasikan surfaktan
dengan proporsi tertentu untuk menghasilkan nilai HLB kombinasi sesuai dengan HLB butuh.
Sebagai contoh, berikut ini diberikan sebuah formula emulsi:

23
Nilai HLB butuh komponen fase minyak (1-4) untuk menghasilkan emulsi M/A telah diketahui.
Maka nilai HLB butuh total fase minyak adalah berat masing-masing bahan dibagi dengan berat
total fase minyak dikalikan dengan nilai RHLB masing-masing yaitu:

Total nilai HLB butuh adalah 10,60. Untuk mencapai nilai HLB tersebut, dapat ditambahkan
kombinasi surfaktan dengan nilai HLB di atas dan di bawah yang dikehendaki, misalkan Tween
80 dan Span 80 yang masing-masing mempunyai nilai HLB 15 dan 4,3 secara berurutan.
Jika jumlah emulgator yang dikehendaki adalah 2 g maka jumlah Tween 80 (HLB yang lebih
tinggi) dikalkulasi sebagai berikut:

(Total RHLB - HLB rendah) / (HLB tinggi - HLB rendah) = (10,60 - 4,3) / (15 - 4,3) = 0,59
Jumlah Tween 80 = 0,59 × 2 g = 1,18 g
Jumlah Span 80 = 2 - 1,18 = 0,82 g

Nilai HLB butuh untuk masing-masing bahan telah tersedia dalam literatur dan dapat dilihat
pada gambar 4.

24
Gambar 4. Daftar nilai HLB butuh bahan-bahan farmasetik umum

Selain dari faktor-faktor di atas yaitu ukuran partikel, densitas fase kontinyu dan fase dispersi,
viskositas fase kontinyu, dan emulgator ada faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap
stabilitas fisik emulsi, salah satunya adalah faktor suhu. Pada suhu tertentu emulsi mampu
mengalami inversi (pembalikan fase). Perubahan temperatur dapat mempengaruhi polaritas
terutama emulgator non-ionik dan selanjutnya dapat menyebabkan inversi. Emulgator non-ionik,
terutama yang mengandung rantai polioksietilen, menjadi lebih lipofilik pada temperatur yang
lebih tinggi karena rantai polar-nya tidak mampu lagi berinteraksi dengan air. Hasilnya, nilai
HLB turun, maka pada temperatur yang lebih tinggi nilai HLB menjadi berubah pada rentang
A/M. Emulsi M/A yang dibuat menggunakan emulgator dengan rantai polioksietilen dapat
mengalami inversi apabila disimpan pada suhu di atas phase inversion temperature (PIT) yaitu
di atas 60°C. Perubahan tipe emulsi ini dapat dideteksi dengan pengukuran viskositas,
konduktivitas, dan/atau menggunakan pewarna larut air kemudian diamati dengan mata
telanjang dan dilanjutkan pengamatan mikroskopik.

25
Mikroorganisme juga dapat mempengaruhi stabilitas emulsi. Adanya bakteri di dalam emulsi
dapat mendegradasi emulgator non-ionik dan anionik, gliserin dan gom yang berakibat pada
kerusakan emulsi. Oleh karena itu, suatu agen antimikroba dengan konsentrasi tertentu harus
ditambahkan untuk mencegah serangan mikroba. Secara umum, mikroba tumbuh di fase air
sehingga antimikroba yang digunakan sebagai pengawet harus terpartisi kuat ke dalam fase air.
Selain itu, antimikroba yang digunakan harus dalam bentuk tak terionisasi agar dapat masuk ke
dalam membran sel bakteri. Perbandingan konsentrasi antimikroba dalam bentuk terion dan
tidak terion sangat dipengaruhi oleh pH, maka pH medium harus diperhitungkan (lihat kembali
persamaan Handerson-Hasselbalch pada teori dapar). Dan yang terakhir, antimikroba harus
berada dalam bentuk tidak terikat dengan bahan lain di dalam emulsi, sebab antimikroba yang
terkompleksasi dengan bahan lain menjadi kurang efektif dalam membunuh bakteri.

Teknologi pembuatan sediaan emulsi

Di industri farmasi metode pembuatan emulsi dengan metode kondensasi adalah yang paling
umum digunakan. Bahan-bahan yang larut dalam fase minyak dan fase air dilarutkan secara
terpisah kemudian dipanaskan pada suhu tertentu (umumnya 60 - 70°C). Selagi panas, fase
internal (fase terdispersi) ditambahkan pelan-pelan ke dalam fase kontinyu sambil diaduk.
Pemanasan dihentikan dan emulsi terus diaduk pada suhu kamar hingga suhu emulsi mencapai
kesetimbangan dengan suhu kamar. Pada suhu tinggi tegangan permukaan dan viskositas
turun sehingga akan memudahkan proses emulsifikasi. Namun perlu juga diingat bahwa
temperatur akan meningkatkan energi kinetik droplet yang mampu memicu terjadinya
koalesensi. Oleh karena itu, emulsi tidak boleh disimpan terlalu lama pada suhu tinggi.

Beberapa peralatan mekanik dapat digunakan untuk membantu proses emulsifikasi antara lain:
pengaduk mekanik, homogenizer, ultrasonifier, dan colloid mills.

Pengaduk mekanik dapat berupa batang pengaduk yang terhubung dengan impeller atau
baling-baling. Tipe pengaduk sesuai untuk emulsi dengan viskositas rendah. Mixer yang lain
dapat berupa pisau dayung (paddle blades), counter rotating blades, atau planetary action
blades untuk fluida dengan persyaratan khusus. Derajat pengadukan dikendalikan oleh
kecepatan rotasi impeller, tetapi pola aliran cairan dan efisiensi pencampuran dikendalikan oleh
tipe impeller dan posisinya di dalam kontainer, ada/tidaknya baffles, dan bentuk umum dari
kontainer.

Homogenizer adalah alat pendispersi yang bekerja dengan cara menekan campuran melalui
lubang inlet kecil pada tekanan tinggi (500 - 5000 psi). Ketika cairan masuk ke dalam
homogenizer melalui inlet, maka secara bersamaan pegas ditekan, terjadi tumbukan hidrolik
yang kemudian menghasilkan partikel-partikel terdispersi. Proses ini dapat terjadi berulang kali
dan cairan dapat dimasukkan kembali (recycle) hingga menghasilkan emulsi seperti yang
dikehendaki.

Beberapa ultrasonifier dalam produksi emulsi skala lab antara lain adalah alat pizoelectric dan
peralatan berbasis pluit cairan Pohlman. Alat pizoelectric relatif mahal dan hanya sesuai untuk

26
cairan dengan viskositas rendah dan ukuran partikel kecil. Ultrasonifier berbasis pluit cairan
Pohlman yang tersedia secara komersial bekerja dengan cara mengalirkan cairan melalui pipa
kecil pada tekanan sedang sehingga mengenai sebuah pisau. Tekanan yang dipersyaratkan
adalah sekitar 150 - 350 psi dan menyebabkan pisau bervibrasi dengan cepat dan
menimbulkan gelombang ultrasonik.

Colloid mills bekerja dengan cara mengaplikasikan tekanan tinggi yang dihasilkan di antara
rotor dan stator dari penggiling. Colloid mills sebenarnya digunakan dalam pembuatan suspensi
dengan komponen padatan yang sedikit terbasahi, namun juga bisa diaplikasikan pada emulsi.
Pembahasan lebih lanjut mengenai peralatan mekanik dalam pembuatan emulsi dapat dibaca
pada Buku Farmasi Industri karangan Lachman dkk.

Kontrol kualitas sediaan emulsi

Pengukuran volume sedimentasi adalah suatu cara yang paling mudah dilakukan dalam
pengamatan kualitas emulsi. Meskipun cara ini bermula untuk mengukur stabilitas suspensi,
namun dapat juga diterapkan untuk emulsi. Prinsipnya, ketika emulsi tidak stabil terjadilah
penggabungan droplet-droplet membentuk sedimen yang berujung pada pemisahan fase.
Volume sedimen ini bisa diukur dalam gelas ukur. Rasio antara volume emulsi awal dengan
volume sedimen (F) mengindikasikan ketidakstabilan emulsi. Semakin tinggi nilai F maka
emulsi semakin tidak stabil.

= Rasio sedimentasi
= Volume sedimentasi
= Volume awal

Apabila rasio sedimentasi ini diukur tiap waktu-waktu tertentu maka dapat diukur kecepatan
sedimentasinya yaitu sebagai F per satuan waktu t. Namun cara ini akan memakan waktu lama
apabila emulsi yang dibuat cukup stabil. Jika terbentuk emulsi yang cukup stabil diperlukan
bantuan sentrifugasi beberapa kali lipat dari percepatan gravitasi bumi untuk mempercepat
terjadinya sedimentasi. Kecepatan pengendapan yang diperoleh kemudian dikonversi pada
percepatan gravitasi normal berdasarkan hukum Stokes (Persamaan 1).

27
Pengamatan mikroskopik dapat dilakukan untuk menilai stabilitas emulsi sekaligus tipe emulsi.
Stabilitas emulsi secara mikroskopik dikaji dengan melakukan pengukuran distribusi ukuran
partikel droplet (Gambar 5) dari waktu ke waktu. Gejala ketidakstabilan (biasanya koalesensi)
terlihat ketika ukuran partikel droplet semakin lama semakin besar. Sesuai dengan hukum
Stokes (Persamaan 1), apabila diameter ukuran partikel besar maka kecepatan sedimentasi
meningkat yang berarti bahwa stabilitas emulsi rendah. Sedangkan pengamatan tipe emulsi
secara mikroskopik dapat dilakukan dengan menambahkan pewarna larut air ke dalam emulsi
kemudian diamati di bawah mikroskop. Pada emulsi tipe M/A maka fase kontinyu berwarna
sedangkan fase terdispersi tidak berwarna. Pada emulsi tipe A/M berlaku sebaliknya (Gambar
6). Penentuan ukuran partikel dengan metode mikroskopik memiliki kelemahan yaitu adanya
gerak Brownian acak yang menyebabkan hasil pengukuran tidak reprodusibel.

Gambar 5. Distribusi ukuran partikel emulsi

Gambar 6. Pengamatan tipe emulsi secara


mikroskopis

Penentuan stabilitas dan tipe emulsi M/A juga dapat dilakukan dengan mengukur konduktivitas
fase kontinyu. Fase kontinyu yang berupa air mampu menghantarkan arus listrik yang dapat
dibaca konduktansinya. Metode pengukuran stabilitas dengan konduktansi didasarkan pada

28
siklus pemanasan-pendinginan-pemanasan. Kurva konduktivitas dibuat pada siklus tersebut.
Indeks stabilitas didefinisikan sebagai di mana adalah perubahan konduktivitas antara
35 - 45°C dan adalah interval konduktivitas antara dua kurva pemanasan pada suhu 35°C.
Indeks stabilitas menyatakan perubahan konduktivitas relatif antara dua siklus. Semakin kecil
nilai indeks stabilitas berarti emulsi semakin stabil.

Gambar 7. Konduktivitas vs
temperatur. 1) pemanasan, 2)
pendinginan, 3) pemanasan

Ketidakstabilan emulsi akan


mempengaruhi profil reologi dari waktu ke waktu. Perubahan ini dapat diamati dengan membuat
reogram dari sediaan uji selama interval waktu tertentu. Perubahan reogram yang nyata
menandakan ketidakstabilan emulsi. Pembahasan lebih detail tetang reologi dapat dilihat dalam
modul praktikum farmasi fisika.

III. Jalannya Praktikum

1. Pre-test

Pre-tes dilakukan sebagai syarat mahasiswa dapat mengikuti praktikum. Nilai batas lulus pre-
test adalah 60 (skala 100). Bagi mahasiswa yang tidak memenuhi persyaratan nilai batas lulus
pre-test tidak diizinkan mengikuti proses praktikum selanjutnya. Teknis pelaksanaan pre-test
akan diatur pada saat praktikum

2. Desain Formula

29
Buatlah desain formula emulsi beserta alasan pemilihan bahan dalam formula tersebut dan
tuliskan sifat fisika kimia yang relevan dari bahan-bahan yang Anda pilih. Diskusikanlah desain
formula Anda dengan dosen. Gunakanlah desain formula yang telah disahkan untuk proses
selanjutnya. (catatan: desain formula merupakan bagian tak terpisahkan dari metode
pembuatan dan kontrol kualitas emulsi)

Bila formula standar tidak ditemukan dan Anda tidak yakin dengan desain satu formula saja,
maka Anda diperkenankan merancang optimasi formula! (bisa dengan SLD, RSM, atau desain
factorial)

3. Pembuatan Emulsi

Buatlah prosedur kerja pembuatan emulsi secara tertulis beserta rasionalisasi (dasar teoritik
yang meyakinkan bahwa emulsi dapat dibuat dengan cara tersebut dalam skala produksi),
diskusikan kepada dosen, kemudian lakukanlah pembuatan emulsi berdasarkan prosedur yang
sudah disahkan oleh dosen. Minimal menggunakan dua metode pembuatan/alat yang berbeda.

4. Kontrol Kualitas Emulsi

Buatlah studi pengendalian kualitas emulsi dan studi stabilitas emulsi berdasarkan teori emulsi
di atas (boleh ditambahkan dari referensi lain). Diskusikanlah prosedur tersebut bersama
dengan dosen kemudian lakukanlah prosedur yang sudah disahkan.

Desain formula, prosedur pembuatan emulsi, dan prosedur kontrol kualitas emulsi dalam bentuk
tertulis merupakan syarat mutlak untuk mengikuti diskusi.

5. Desain kemasan dan pengemasan

Buatlah desain kemasan primer dan sekunder beserta brosur-nya. Diskusikan desain yang
Anda buat kepada dosen kemudian cetaklah desain yang sudah disahkan.

30
IV. Bobot Penilaian

Komponen Penilaian Bobot

Pretest 20

Pre-formulasi, Desain Formula, prosedur 20


pembuatan, dan prosedur kontrol kualitas

Keterampilan bekerja di laboratorium 10

Data & Analisis Data 20

Produk jadi + pengemasan 10

Post test 20

Total Nilai 100

Rubrik penilaian dibuat terpisah dari dokumen ini.

31
Salep
I. Tujuan

Mahasiswa mampu mendesain formula, melakukan pembuatan, dan melakukan kontrol kualitas
salep

II. Dasar Teoritik

Menurut Farmakope Eropa, salep adalah sediaan semi padat bebas air yang terdiri dari satu
fase. Berdasarkan ketercampuran/kelarutannya dalam air maka salep dapat diklasifikasikan
menjadi salep hidrofobik, hidrofilik, dan dapat dicuci dengan air (Farmakope Eropa) atau
menurut klasifikasi USP dapat diklasifikasikan berdasarkan basisnya yaitu basis minyak, basis
serap, basis dapat dicuci dengan air dan basis larut air. Namun, supaya tidak tumpang tindih
dengan matakuliah farmasetika maka pada praktikum ini, pembahasan akan dibatasi pada
oleogel, lipogel, dan salep hidrofilik.

Oleogel

Gel hidrokarbon atau sering disebut dengan oleogel adalah basis yang umum digunakan dalam
sediaan salep. Untuk membuat oleogel, molekul gelator (gelling agent) dalam konsentrasi
rendah ditambahkan ke dalam minyak. Dengan cara pemrosesan yang sesuai (pemanasan,
pengadukan, dan pendinginan), molekul yang terdispersi di fase minyak akan berkumpul
dengan sendirinya membentuk jaringan 3 dimensi (pembentukan struktur minyak cair). Proses
berkumpulnya molekul-molekul ini didorong oleh gaya Van der Waals, ikatan hidrogen, interaksi
sterik, interaksi ionik, atau ikatan kovalen.

Pembentukan oleogel yang homogen adalah hasil kesetimbangan yang optimum antara
interaksi solvent-gelator dan gelator-gelator. Sifat oleogel ditentukan baik dengan pertimbangan
termodinamika (kelarutan) dan aspek kinetika (kinetika kristalisasi), karena ukuran dan bentuk
kristal akan sangat tergantung dari sifat kinetika dari proses kristalisasi gelator. Berdasarkan
jumlah gelator atau senyawa yang ditambahkan ke dalam minyak, oleogel dapat dikategorikan
sebagai gel mono atau multi-komponen. Meskipun demikian, dilaporkan bahwa campuran
gelator lebih efisien dan mampu menangkap minyak melalui aksi kapiler antara ko-kristal
gelator yang berkumpul dengan sendirinya.

Lipogel

Lipogel adalah isogel yang dibuat dari trigliserida cair dan padat. Trigliserida ini bisa diperoleh
secara alami di dalam lemak babi atau trigliserida rantai campuran dan semi sintetik. Sifat
lipogel ditentukan oleh panjang rantai asam lemak dan jumlah ikatan rangkap. Lipogel alami
memiliki matriks yang terdiri dari trigliserida yang memiliki dua atau tiga asam lemak tak jenuh.
Lipogel semisintetik mengandung asam lemak jenuh yang resisten terhadap oksidasi. Untuk

32
mendapatkan campuran semi padat dari trigliserida cair dan padat, digunakan asam lemak
antara C8 sampai C18. Struktur koloidal lipogel merupakan hasil dari kristalisasi asam lemak
tak jenuh rantai panjang. Meskipun demikian, jika melihat bahwa keseragaman komponen-
komponennya rendah, kristal yang besar tidak dapat terbentuk.

Salep Hidrofobik

Salep hidrofobik merupakan sediaan dengan basis larut air. Umumnya, basis terdiri dari
campuran makrogol (PEG) cair dan padat. Berbeda dengan salep pada umumnya, menurut
Farmakope Eropa, salep hidrofobik mengandung sejumlah air yang sesuai. Selama proses
pembuatan, makrogol cair dan padat dilebur pada suhu 60°C dan didinginkan secara bertahap.
Selama proses pendinginan, makrogol dengan berat molekul tinggi akan terkristalisasi kembali.
Rasio antara komponen cair dan padat dipilih sedemikian rupa sehingga terbentuk massa
dengan konsistensi seperti parafin yang homogen.

Struktur matriks salep makrogol tergantung pada proporsi bahan kristalin. Diasumsikan bahwa
rantai makrogol 1500 menata dirinya sendiri dalam posisi tegangan paralel dan membentuk
kristal lamellae di antara di mana makrogol cair bidang hidrofilik dapat ditempatkan. Sebagai
alternatif, manakala makrogol dengan rantai lebih panjang (BM > 3000) lamellae dapat
terbentuk berupa rantai makrogol terlipat dengan makrogol cair ditempatkan di antara lamellae
individu. Kristal yang terdiri dari lamellae mengatur dirinya sendiri dimulai dari sebiji di unit yang
besar yang disebut dengan spherulites yang saling kontak satu sama lain dan membentuk
sebuah struktur matriks gel yang koheren di dalam salep. Pada jaringan ini, fraksi yang tersisa
dari makrogol cair terimobilisasi. Dengan demikian, salep makrogol sebenarnya adalah isogel
dengan penyusun struktural sama dengan gel hidrokarbon atau lipogel. Salep makrogol dapat
menyerap air namun dalam jumlah sedikit sebelum akhirnya “mencair” (liquefy) karena
tercampur sempurna dengan air. Jika dipersyaratkan untuk memasukkan sejumlah besar air
(>10%) maka komponen pembentuk matriks seperti alkohol setostearil harus disertakan.

Basis makrogol tidak menyebabkan iritasi kulit, mempunyai sifat adesif dan potensial
penyebaran yang sesuai serta tidak menyebabkan oklusi. Berdasarkan sifat hidrofiliknya,
makrogol dapat dicuci dengan air dan dapat diaplikasikan pada kulit berambut. Adanya aktivitas
osmotik menyebabkan salep menimbulkan efek dehidrasi pada kulit. Potensi absorpsi air ini
dapat dimanfaatkan untuk salep antimikrobial dengan mengabsorpsi eksudat pada luka. Salep
basis makrogol bersifat higroskopik dan mencair pada suhu ruang yang lembab. Oleh karena
itu, salep makrogol harus disimpan dalam wadah kedap tersegel dan terlindung dari matahari
(selain itu juga mencegah autooksidasi).

33
III. Jalannya Praktikum

1. Pre-test

Pre-tes dilakukan sebagai syarat mahasiswa dapat mengikuti praktikum. Nilai batas lulus pre-
test adalah 60 (skala 100). Bagi mahasiswa yang tidak memenuhi persyaratan nilai batas lulus
pre-test tidak diizinkan mengikuti proses praktikum selanjutnya. Teknis pelaksanaan pre-test
akan diatur pada saat praktikum

2. Desain Formula

Buatlah desain formula salep beserta alasan pemilihan bahan dalam formula tersebut dan
tuliskan sifat fisika kimia yang relevan dari bahan-bahan yang Anda pilih. Diskusikanlah desain
formula Anda dengan dosen. Gunakanlah desain formula yang telah disahkan untuk proses
selanjutnya. (catatan: desain formula merupakan bagian tak terpisahkan dari metode
pembuatan dan kontrol kualitas)

Bila formula standar tidak ditemukan dan Anda tidak yakin dengan desain satu formula saja,
maka Anda diperkenankan merancang optimasi formula! (bisa dengan SLD, RSM, atau desain
factorial)

3. Pembuatan Salep

Buatlah prosedur kerja pembuatan salep secara tertulis beserta rasionalisasi (dasar teoritik
yang meyakinkan bahwa salep dapat dibuat dengan cara tersebut dalam skala produksi),
diskusikan kepada dosen, kemudian lakukanlah pembuatan salep berdasarkan prosedur yang
sudah disahkan oleh dosen.

4. Kontrol Kualitas Salep

Buatlah studi pengendalian kualitas salep dan studi stabilitas salep berdasarkan teori di atas
(boleh ditambahkan dari referensi lain). Diskusikanlah prosedur tersebut bersama dengan
dosen kemudian lakukanlah prosedur yang sudah disahkan.

Desain formula, prosedur pembuatan, dan prosedur kontrol kualitas salep dalam bentuk tertulis
merupakan syarat mutlak untuk mengikuti diskusi.

5. Desain kemasan dan pengemasan

Buatlah desain kemasan primer dan sekunder beserta brosur-nya. Diskusikan desain yang
Anda buat kepada dosen kemudian cetaklah desain yang sudah disahkan.

34
IV. Bobot Penilaian

Komponen Penilaian Bobot

Pretest 20

Pre-formulasi, Desain Formula, prosedur 20


pembuatan, dan prosedur kontrol kualitas

Keterampilan bekerja di laboratorium 10

Data & Analisis Data 20

Produk jadi + pengemasan 10

Post test 20

Total Nilai 100

Rubrik penilaian dibuat terpisah dari dokumen ini.

35
Hidrogel
I. Dasar Teori

Hidrogel adalah salah satu jenis gel di mana agen pengembangnya berupa air. Agen
pengembang ini (gelling agent) dapat berupa senyawa in-organik maupun polimer organik.
Agen pengembang in-organik umumnya adalah kelompok senyawa filosilikat montmorilonit
seperti bentonit, laponit dan veegum atau berupa silika koloidal. Koloidal silika terdiri dari
partikel-partikel yang utamanya berbentuk sferis ukuran nanometer dengan gugus silanol
superfisial yang mampu membentuk ikatan silang melalui ikatan hidrogen. Gel jenis ini dapat
bersifat tiksotropik pada konsentrasi sekitar 15 - 20%. Hal ini bisa terjadi karena ada interaksi
kompetitif antara air dengan gugus silanol yang membentuk jaringan gel melalui ikatan
hidrogen, yang mampu menurunkan stabilitas gel.

Kristal jernih hidrogel dapat dibentuk dari silika amorf ketika indeks refraktif fase air diatur
sedemikian rupa sehingga sama dengan silika (dengan penambahan poli-ol seperti sorbitol atau
gliserol). Formulasi seperti ini tidak berperan penting dalam sediaan yang ditujukan untuk
dermal tetapi menjadi populer pada pasta gigi.

Kapasitas pembentukan gel silika koloidal ditingkatkan dengan adsorpsi surfaktan (derivat
makrogol kationik atau non-ionik) pada permukaan partikel silika. Pada keadaan setengah
maksimal adsorpsi pada permukaan silika, partikel yang terbentuk akan teragregasi melalui
interaksi hidrofobik, sehingga pada konsentrasi yang relatif rendah (sekitar 5%) terbentuklah
hidrogel.

Montmorillonit terdiri dari partikel berbentuk seperti plat/lempeng berdimensi koloidal


(90%<1um) dengan komposisi filosilikat 2 kali lebih besar. Di dalam montmorillonit, kation
monovalen ditempatkan di dalam ruang antara lempeng-lempeng. Kation ini dihidrasi sejak
kontak dengan air yang menyebabkan tanah liat mengembang. Lempeng montmorillonit
individual membawa muatan negatif pada permukaan, tetapi kelebihan muatan positif pada
pecahan bidang. Hal ini menyebabkan pembentukan gel karena agregasi ionik dan memicu
terbentuknya struktur jaringan tiga dimensional.

Gel montmorillonit sensitif terhadap elektrolit karena pembentukannya berdasarkan interaksi


ionik. Gel bentonit bersifat tiksotropik dan menunjukkan transisi gel-sol terinduksi geseran yang
jelas. Pengaruh mekanik (kejutan, geseran) merusak keadaan terstruktur dan menyebabkan
sistem “mencair” (liquefy). Ketika dibiarkan, partikel-partikel saling menjangkau sama lain
melalui gerakan Brownian dan kembali membangun matriks gel yang membuat sistem
memadat kembali. Sifat tiksotropik ini lebih jauh dapat ditingkatkan dengan penambahan
natrium karbonat. Selama penyimpanan, gel bentonit tidak mengalami perubahan viskositas;
perubahan suhu juga memberikan efek yang kecil pada viskositas. Gel ini stabil pada pH 4,5 -
10,5.

36
Untuk membuat gel bentonit, dapat dilakukan penambahan sejumlah kecil bahan ke dalam air
kemudian diaduk dengan mixer kecepatan tinggi. Pembentukan gel membutuhkan waktu
berjam-jam, namun hal ini bisa dipersingkat dengan menggunakan air panas (80 - 90°C).

Selain penggunaan agen pengembang in-organik, hidrogel juga sering dibuat menggunakan
agen pengembang organik. Agen pengembang ini berupa polimer baik natural, semi-sintetik,
dan sintetik. Hidrogel dibuat dengan mengembangkan molekul organik di dalam air atau pelarut
campuran etanol-air. Secara umum, hidrogel untuk sediaan kulit tidak di cross-link dan dapat
mengembang dengan tak terbatas.

Pada saat pengambilan air sedikit, bodies dengan karakteristik elastik terbentuk. Dengan
meningkatnya kandungan air, sistem terbentuk dengan perilaku aliran plastik. Pada konsentrasi
air yang lebih tinggi, terjadi transisi dari gel ke sol yang dicirikan dengan tipe aliran
pseudoplastik. Pembentukan gel dari agen pengembang yang berupa polimer organik ada
bermacam-macam cara yaitu interlocking linear macromolecules, pembentukan struktur
menyerupai kristal, pembentukan domain heliks dan pembentukan gel ionotropik.

Interlocking Linear Macromolecules

Hidrogel tipe ini terjadi pada makromolekul liner yang mengembang tak terbatas pada
konsentrasi yang tinggi tanpa adanya interaksi yang spesifik. Aksi penghambatan aliran di
dalam gel ini berdasarkan pada interpenetrasi makromolekul dengan proses interlocking
mekanikal yang saling bergantian. Dengan peningkatan konsentrasi polimer, konversi dari sol
pseudoplastik tanpa nilai yield menjadi sebuah gel yang mempunyai nilai yield dapat terjadi.
Mekanisme pembentukan gel sangat efisien untuk makromolekul yang sangat besar dan
panjang seperti asam-asam poliakrilat. Ketika gugus karboksilat pada polimer-polimer ini
dinetralkan dengan alkali dalam sebuah medium yang relatif sedikit mengandung elektrolit, efek
repulsif dari muatan negatif yang terjadi akan menyebabkan polimer menegang secara
ekstensif dan menghasilkan pembentukan gel. Beberapa contoh polimer agen pengembang
yang bekerja dengan mekanisme interlocking linear macromolecules antara lain PVP, PVA, dan
karbomer.

Pembentukan struktur menyerupai kristal

Pada jenis gel ini terjadi interaksi antara rantai polimer dari pengaturan segmen polimer di
dalam bentuk struktur menyerupai kristal yang teratur. Mekanisme gelatinisasi ini sangat khas
pada eter selulosa dan maltodekstrin.

Pembentukan domain heliks


Salah satu mekanisme yang mungkin untuk menghubungkan rantai polimer adalah
pembentukan double helix oleh dua rantai polimer. Interaksi ini sangat kuat dan hanya
menghasilkan gel dengan sifat penyebaran yang baik dengan jumlah domain heliks tidak terlalu

37
besar. Manakala pembentukan heliks dinyatakan, sebagai contoh dengan gelatin, hidrogel yang
terbentuk yang menunjukkan fenomena reodestruksi. Pada sebuah tekanan geser tertentu,
matriks dirusak secara irreversibel dan bahkan setelah fase istirahat yang panjang tidak akan
pulih kembali.

Pemulihan memerlukan helik baru yang terbentuk kembali, yang mana dapat diperoleh secara
khas dengan pendinginan campuran yang sudah dipanaskan secara bertahap. Gel akan
menunjukkan transisi sol-gel yang thermo-reversibel. Struktur helik dapat ditemui pada gelatin,
amilum, atau galaktomanan.

Pembentukan gel ionotropik

Pada gel ionotropik, ikatan silang dari makromolekul ionik dibentuk oleh ion multivalen. Efek ini
dapat non spesifik atau, pada kasus alginat, menuju ke sebuah struktur yang sangat spesial
(struktur egg-box). Pada strukur ini, kation divalen, umumnya Ca2+, ditampung dalam struktur
zigzag dari struktur asam gulluronat dari asam alginat. Berdasarkan pada mekanisme
interaksinya yang kuat, gel ionotropik sering menunjukkan kemampuan penyebaran yang
rendah. Hidrogel dari makromolekul organik dapat dikenali di dalam sediaan film-forming dan
non-film-forming. Salah satu contoh agen pengembang film-forming eter selulosa.

Hidrogel yang diperoleh dari karbomer anionik tidak meninggalkan lapisan film setelah
digosokkan pada kulit. Hal ini berdasarkan sensitivitas elektrolit gel karbomer yang
menyebabkan matriks gel rusak pada saat diaplikasikan ke kulit di bawah pengaruh garam
yang ada; hidrogel nampak meleleh dan tidak membentuk sebuah film.

III. Jalannya Praktikum

1. Pre-test

Pre-tes dilakukan sebagai syarat mahasiswa dapat mengikuti praktikum. Nilai batas lulus pre-
test adalah 60 (skala 100). Bagi mahasiswa yang tidak memenuhi persyaratan nilai batas lulus
pre-test tidak diizinkan mengikuti proses praktikum selanjutnya. Teknis pelaksanaan pre-test
akan diatur pada saat praktikum

2. Desain Formula

Buatlah desain formula beserta alasan pemilihan bahan dalam formula tersebut dan tuliskan
sifat fisika kimia yang relevan dari bahan-bahan yang Anda pilih. Diskusikanlah desain formula
Anda dengan dosen. Gunakanlah desain formula yang telah disahkan untuk proses selanjutnya.
(catatan: desain formula merupakan bagian tak terpisahkan dari metode pembuatan dan kontrol
kualitas)

38
Bila formula standar tidak ditemukan dan Anda tidak yakin dengan desain satu formula saja,
maka Anda diperkenankan merancang optimasi formula! (bisa dengan SLD, RSM, atau desain
factorial)

3. Pembuatan Gel

Buatlah prosedur kerja pembuatan gel secara tertulis beserta rasionalisasi (dasar teoritik yang
meyakinkan bahwa gel dapat dibuat dengan cara tersebut dalam skala produksi), diskusikan
kepada dosen, kemudian lakukanlah pembuatan gel berdasarkan prosedur yang sudah
disahkan oleh dosen. Minimal menggunakan dua metode pembuatan/alat yang berbeda.

4. Kontrol Kualitas Gel

Buatlah studi pengendalian kualitas gel dan studi stabilitas gel berdasarkan teori di atas (boleh
ditambahkan dari referensi lain). Diskusikanlah prosedur tersebut bersama dengan dosen
kemudian lakukanlah prosedur yang sudah disahkan.

Desain formula, prosedur pembuatan gel, dan prosedur kontrol kualitas dalam bentuk tertulis
merupakan syarat mutlak untuk mengikuti diskusi.

5. Desain kemasan dan pengemasan

Buatlah desain kemasan primer dan sekunder beserta brosur-nya. Diskusikan desain yang
Anda buat kepada dosen kemudian cetaklah desain yang sudah disahkan.

IV. Bobot Penilaian

Komponen Penilaian Bobot

Pretest 20

Pre-formulasi, Desain Formula, prosedur 20


pembuatan, dan prosedur kontrol kualitas

Keterampilan bekerja di laboratorium 10

Data & Analisis Data 20

Produk jadi + pengemasan 10

Post test 20

Total Nilai 100


Rubrik penilaian dibuat terpisah dari dokumen ini.

39
Pasta
I. Tujuan

Mahasiswa mampu melakukan formulasi, membuat, dan melakukan kontrol


kualitas/karakterisasi fisik sediaan pasta

II. Dasar Teori

Pasta adalah sediaan semipadat untuk dipakai di kulit dan mengandung sejumlah besar serbuk
yang terdispersi secara halus. Pada Farmakope Eropa tidak dijelaskan secara spesifik berapa
proporsi bahan yang tersuspensi untuk membedakan pasta dengan salep. Sebagai contoh di
dalam Farmakope Jerman, sediaan dengan 20% bahan padat terdispersi masih dianggap
sebagai salep sementara pasta zink dideskripsikan mempunyai kandungan serbuk sejumlah
30% - 50%. Berdasarkan jumlah padatan, maka pasta bisa dibedakan menjadi pasta halus
(sekitar 30% bahan padat) dan pasta keras (sekitar 50% bahan padat). Pasta cair adalah
sediaan di mana 50% bahan padat terdispersi di dalam minyak, namun sediaan pasta cair ini
tidak diperhitungkan sebagai sediaan semipadat.

Parameter reologi pasta sangat ditentukan oleh kandungan bahan padat yang mempunyai
perbedaan efek solidifikasi pada basis murni. Utamanya, di dalam pasta dengan konsentrasi
tinggi (>50% bahan padat), partikel serbuk yang terdispersi terkemas dengan sangat rapat yang
memungkinkan terjadinya interaksi interpartikulat. Sejumlah besar fraksi basis mengalami
kontak langsung dengan permukaan partikel terdispersi dan saling berinteraksi satu sama lain.
Partikel-partikel terpisah satu sama lain melalui sebuah lapisan film basis yang tipis di mana
gaya kapiler dapat diberikan pada partikel-partikel serbuk.

Struktur dan perilaku pasta tidak hanya bergantung pada konsentrasi fase padat terdispersi saja
tetapi juga pada ukuran partikel. Partikel halus yang terdispersi mempunyai luas permukaan
yang lebih besar yang tidak hanya memfasilitasi terjadinya interaksi tetapi juga adsorpsi pada
fase kontinyu. Berdasarkan interaksi antara partikel terdispersi, pasta dengan konsentrasi tinggi
menunjukkan perilaku aliran shear-thickening : dilatant bodies. Utamanya, dengan pengadukan
kuat akan dihasilkan pengentalan cairan yang diinduksi oleh geseran yang pada akhirnya akan
menuju pada perilaku menyerupai padatan. Pada sistem dengan konsentrasi padatan yang
rendah atau pada gaya geser yang lebih kecil, perilaku reologi basis akan lebih dominan yang
umumnya menunjukkan perilaku aliran plastik.

Farmakope Eropa tidak secara eksplisit membedakan antara pasta hidrofobik dan hidrofilik
tetapi kedua tipe formulasi tersebut mungkin ada secara komersial.

40
Pasta Hidrofobik

Pasta hidrofobik mengandung utamanya zink oksida dan/atau pigmen anorganik yang lain
sebagai padatan. Namun beberapa bahan lain seperti amilum yang terdispersi di dalam salep
hidrofobik seperti gel hidrokarbon atau lipogel dapat digunakan. Pada saat kandungan bahan
padat sangat tinggi, pasta akan mengabsorpsi cairan dan beraksi sebagai pendehidrasi
(penarik air). Pasta halus dengan kandungan bahan padat yang rendah akan menunjukkan sifat
basisnya yang mempunyai fungsi sebagai pelindung dan pelicin.

Pasta Hidrofilik

Dalam pasta hidrofilik, padatan terdispersi secara halus di dalam hidrogel yang dapat
mengental bila dikocok. Pada praktiknya, pasta hidrofilik kurang lazim dibandingkan dengan
pasta hidrofobik. Pasta hidrofobik dapat beraksi sebagai pendehidrasi seperti serbuk yang
daplikasikan di kulit.

III. Jalannya Praktikum

1. Pre-test

Pre-tes dilakukan sebagai syarat mahasiswa dapat mengikuti praktikum. Nilai batas lulus pre-
test adalah 60 (skala 100). Bagi mahasiswa yang tidak memenuhi persyaratan nilai batas lulus
pre-test tidak diizinkan mengikuti proses praktikum selanjutnya. Teknis pelaksanaan pre-test
akan diatur pada saat praktikum

2. Desain Formula

Buatlah desain formula pasta beserta alasan pemilihan bahan dalam formula tersebut dan
tuliskan sifat fisika kimia yang relevan dari bahan-bahan yang Anda pilih. Diskusikanlah desain
formula Anda dengan dosen. Gunakanlah desain formula yang telah disahkan untuk proses
selanjutnya. (catatan: desain formula merupakan bagian tak terpisahkan dari metode
pembuatan dan kontrol kualitas)

Bila formula standar tidak ditemukan dan Anda tidak yakin dengan desain satu formula saja,
maka Anda diperkenankan merancang optimasi formula! (bisa dengan SLD, RSM, atau desain
factorial)

3. Pembuatan Pasta

Buatlah prosedur kerja pembuatan pasta secara tertulis beserta rasionalisasi (dasar teoritik
yang meyakinkan bahwa pasta dapat dibuat dengan cara tersebut dalam skala produksi),
diskusikan kepada dosen, kemudian lakukanlah pembuatan pasta berdasarkan prosedur yang
sudah disahkan oleh dosen.

41
4. Kontrol Kualitas Pasta

Buatlah studi pengendalian kualitas pasta dan studi stabilitas pasta berdasarkan teori di atas
(boleh ditambahkan dari referensi lain). Diskusikanlah prosedur tersebut bersama dengan
dosen kemudian lakukanlah prosedur yang sudah disahkan.

Desain formula, prosedur pembuatan, dan prosedur kontrol kualitas pasta dalam bentuk tertulis
merupakan syarat mutlak untuk mengikuti diskusi.

5. Desain kemasan dan pengemasan

Buatlah desain kemasan primer dan sekunder beserta brosur-nya. Diskusikan desain yang
Anda buat kepada dosen kemudian cetaklah desain yang sudah disahkan.

IV. Bobot Penilaian

Komponen Penilaian Bobot

Pretest 20

Pre-formulasi, Desain Formula, prosedur 20


pembuatan, dan prosedur kontrol kualitas

Keterampilan bekerja di laboratorium 10

Data & Analisis Data 20

Produk jadi + pengemasan 10

Post test 20

Total Nilai 100

Rubrik penilaian dibuat terpisah dari dokumen ini.

42
Krim
I. Tujuan

Mahasiswa mampu mendesain formula, membuat, dan melakukan kontrol kualitas sediaan krim

II. Dasar Teori

Di dalam Farmakope Eropa, krim didefinisikan sebagai sediaan multifase yang terdiri dari fase
lipofilik dan fase air. Krim terbentuk dengan memasukkan air ke dalam salep yang dapat dicuci
dengan air. Krim merupakan sistem yang mengandung satu atau lebih agen pengemulsi.
Produk akhir krim berupa sistem serupa emulsi di mana air berlaku sebagai fase dispersi (krim
lipofilik) atau sebagai fase kontinyu (krim hidrofilik).

Krim Lipofilik

Fase kontinyu dalam krim lipofilik bersifat non-polar (bisa berupa salep hidrofobik atau gel
lipofilik). Fase terdispersi berupa larutan berair. Untuk meningkatkan stabilitas fisik, umumya
krim lipofilik mengandung agen pengemulsi tipe A/M seperti wool alcohols, ester sorbitan, dan
monogliserida. Apabila fase kontinyu/eksternal berupa gel hidrofobik, maka krim akan
mempunyai sifat penyebaran yang baik. Namun, krim lipofilik mempunyai inkompatibilitas
dengan bahan aktif yang bersifat ampifilik (contoh : polidocanol). Krim lipofilik mempunyai efek
sebagai pelicin dan sesuai untuk diaplikasikan pada kulit kering. Krim lipofilik ini bersifat oklusif
parsial dan memicu hidrasi stratum corneum.

Krim Hidrofilik

Di dalam krim hidrofilik, fase kontinyu berupa fase air dan fase terdispersi bersifat lipofilik. Krim
hidrofilik ini mengandung agen pengemulsi tipe M/A seperti sabun natrium atau trolamin,
alkohol lemak tersulfatasi, polisorbat atau ester polietoksi asam lemak, dan polietoksi alkohol
lemak dengan mengacu pada Farmakope Eropa. Jika ditinjau dari sisi struktural, maka krim tipe
M/A dapat dipertimbangkan sebagai sistem campuran yang terdiri dari hidrogel dan emulsi.

Krim hidrofilik terdiri dari setidaknya dua campuran agen pengemulsi (complex emulsifiers),
kombinasi molekul ampifilik hidrofilik dan lipofilik. Komponen hidrofilik menentukan tipe emulsi
dan menstabilkan fase minyak yang terdispersi. Sedangkan komponen lipofilik seperti alkohol
setostearil yang terkristalisasi baik sendiri maupun bersama dengan komponen hidrofilik akan
membentuk matriks yang menentukan sifat semipadat dan stabilitas.

Krim hidrofilik dengan struktur matriks lamellar dibuat melalui proses panas. Fase lemak dan air
mula-mula dipanaskan secara terpisah dan kemudian dicampur pada suhu 70°C dan secara
bertahap didinginkan sementara pengadukan terus dilakukan. Dengan cara ini struktur koloidal
yang diinginkan tetap terjaga. Krim yang diproduksi dengan cara dingin kurang stabil meskipun
digunakan salep yang bisa dicuci dengan air sebagai starting material.

43
Karakteristik semipadat krim hidrofilik tradisional disebabkan oleh sebuah kristal campuran
lamellar dari agen pengemulsi hidrofilik dan matriks penyusunnya. Formulasi dermal
kontemporer seringkali berdasarkan pada hidrogel makromolekuler pembangunnya seperti
karbomer untuk memperoleh sifat reologik yang diinginkan. Keuntungan penggunaan hidrogel
ini adalah dapat menurunkan jumlah emulgator dan ko-emulgator yang dipersyaratkan
(biasanya berupa lemak). Hal ini mengarah pada formulasi-formulasi yang dikenal dalam dunia
kosmetik sebagai “light creams”. Untuk membedakannya dengan tradisional krim, maka dalam
beberapa produk disebut dengan emulgel atau emgel. Meskipun demikian sediaan ini sesuai
dengan definisi krim menurut Farmakope Eropa. Seringkali, humektan seperti gliserol, propilen
glikol, atau sorbitol sering ditambahkan dalam krim hidrofilik untuk mencegah penguapan air
dari kulit.

Risiko kontaminasi mikroba pada krim hidrofilik lebih besar daripada krim lipofilik karena
memiliki fase eksternal berupa air. Oleh karena itu dibutuhkan pengawet untuk mencegah
pertumbuhan mikroba. Beberapa pengawet yang sering digunakan adalah asam sorbat,
potasium sorbat, campuran ester p-hidroksi benzoat, atau asam benzoat.

III. Jalannya Praktikum

1. Pre-test

Pre-tes dilakukan sebagai syarat mahasiswa dapat mengikuti praktikum. Nilai batas lulus pre-
test adalah 60 (skala 100). Bagi mahasiswa yang tidak memenuhi persyaratan nilai batas lulus
pre-test tidak diizinkan mengikuti proses praktikum selanjutnya. Teknis pelaksanaan pre-test
akan diatur pada saat praktikum

2. Desain Formula

Buatlah desain formula krim beserta alasan pemilihan bahan dalam formula tersebut dan
tuliskan sifat fisika kimia yang relevan dari bahan-bahan yang Anda pilih. Diskusikanlah desain
formula Anda dengan dosen. Gunakanlah desain formula yang telah disahkan untuk proses
selanjutnya. (catatan: desain formula merupakan bagian tak terpisahkan dari metode
pembuatan dan kontrol kualitas)

Bila formula standar tidak ditemukan dan Anda tidak yakin dengan desain satu formula saja,
maka Anda diperkenankan merancang optimasi formula! (bisa dengan SLD, RSM, atau desain
factorial)

3. Pembuatan Krim

Buatlah prosedur kerja pembuatan krim secara tertulis beserta rasionalisasi (dasar teoritik yang
meyakinkan bahwa krim dapat dibuat dengan cara tersebut dalam skala produksi), diskusikan

44
kepada dosen, kemudian lakukanlah pembuatan krim berdasarkan prosedur yang sudah
disahkan oleh dosen.

4. Kontrol Kualitas krim

Buatlah studi pengendalian kualitas krim dan studi stabilitas krim berdasarkan teori di atas
(boleh ditambahkan dari referensi lain). Diskusikanlah prosedur tersebut bersama dengan
dosen kemudian lakukanlah prosedur yang sudah disahkan.

Desain formula, prosedur pembuatan, dan prosedur kontrol kualitas krim dalam bentuk tertulis
merupakan syarat mutlak untuk mengikuti diskusi.

5. Desain kemasan dan pengemasan

Buatlah desain kemasan primer dan sekunder beserta brosur-nya. Diskusikan desain yang
Anda buat kepada dosen kemudian cetaklah desain yang sudah disahkan.

IV. Bobot Penilaian

Komponen Penilaian Bobot

Pretest 20

Pre-formulasi, Desain Formula, prosedur 20


pembuatan, dan prosedur kontrol kualitas

Keterampilan bekerja di laboratorium 10

Data & Analisis Data 20

Produk jadi + pengemasan 10

Post test 20

Total Nilai 100

Rubrik penilaian dibuat terpisah dari dokumen ini.

45
REFERENSI

Ansel HC, Popovich NG, Allen LV. Pharmaceutical dosage form and drug delivery system.
Parkway PA: William & Wilkins. 2011.

Niazi SK. Handbook of pharmaceutical manufacturing formulations, liquid product, second


edition, Vol. 3. New York: Informa Healthcare USA, Inc. 2009.

Niazi SK. Handbook of pharmaceutical manufacturing formulations, semi solid product, Vol.
4. New York: Informa Healthcare USA, Inc. 2009.

Voight, R, 1995, Buku Pelajaran Teknologi Farmasi, diterjemahkan oleh Soendani N.S.,
UGM Press, Yogyakarta

46
Sejarah Perubahan
Tanggal Penyusun Perubahan
Reynelda Juliani Sagala,
12 Juli 2019 M.Sc.,Apt
Dion Notario, M.Sc.,Apt

47

Anda mungkin juga menyukai