Anda di halaman 1dari 18

I.

Data Preformulasi
A. Zat Aktif
1. Paracetamol (Farmakope Indonesia VI hal. 1359 dan 1361, Martindale
38th, p. 115)

- Rumus molekul : C8H9NO2


- Berat molekul : 151,16 g/mol
- Pemerian : Serbuk hablur; putih; tidak berbau; rasa sedikit pahit
- Kelarutan : Larut dalam air mendidih dan dalam natrium hidroksida
1 N; mudah larut dalam etanol
- Khasiat : Analgetika dan antipiretika
- Dosis : 0,5-1 gram setiap 4-6 jam, dengan maksimal 4 gram
setiap hari (Martindale 38th, p.115)
- pH : 5,3-6,5
- Wadah : Dalam wadah tertutup rapat, tidak tembus cahaya.
Simpan pada suhu ruang, terlindung dari kelembapan dan panas.

B. Eksipien
1. Laktosa (Farmakope Indonesia IV hal.488-489, Handbook of
Pharmaceutical Excipients 6th, p. 359-360,362, dan 686)

- Rumus molekul : C₁₂H₂₂O₁₁


- Berat molekul : 342,30 g/mol
- Pemerian : Serbuk atau masa hablur, keras, putih atau putih krem.
Tidak berbau dan rasa sedikit manis. Stabil di udara, tetapi mudah menyerap
bau.
- Kelarutan : Mudah (dan pelan-pelan) larut dalam air dan lebih
mudah larut dalam air mendidih.
- Stabilitas : Pertumbuhan jamur dapat terjadi dalam kondisi lembab
(80% keatas). Lastosa dapat mengembangkan warna coklat pada proses
penyimpanan, reaksi tersebut dipercepat oleh suhu yang hangat dan kondisi
lembab (HOPE 6th, p. 360)
- Kegunaan : Sebagai pengisi (HOPE 6th, p. 359)
- Konsentrasi : 3–25% (HOPE 6th, p. 686)
- Wadah : Dalam wadah tertutup baik.
- OTT : Laktosa merupakan gula pereduksi, menghasilkan
warna cokelat (rekasi Maillard) reaksi dengan amina primer atau amina
sekunder (HOPE 6th, p. 362)
2. Amylum (Handbook of Pharmaceutical Excipients 6th, p. 685-686 dan 688-
689)

- Rumus molekul : (C6H10O5)n


- Pemerian : Serbuk sangat halus, tidak berbau dan tidak berasa,
putih sampai putih pucat.
- Kelarutan : Praktis tidak larut dalam etanol dan dalam air dingin
- Stabilitas : Stabil jika terlindung dari kelembaban tinggi. Dianggap
inert secara kimia dan mikrobiologis di bawah kondisi penyimpanan
normal.
- Kegunaan : Penghancur/pengiktat/pelicin (HOPE 6th, p. 685)
- Konsentrasi : 3–25% (HOPE 6th, p. 686)
- Wadah : Dalam wadah kedap udara di tempat yang sejuk dan
kering
- OTT : Pengoksidasi kuat

II. Formula
Paracetamol 250 mg
Mucilago amilum 10% qs
Laktosa qs
Amylum 5%

III. Perhitungan Penimbangan


a). Perhitungan
Dibuat 200 kapsul @ 500mg
● Bobot total = 200 kapsul x 500mg
= 100.000 mg
= 100 gram

● %Komponen granulat = 100% x 100 g = 100 gram

● Paracetamol = 250 mg x 200 kapsul


= 50.000 mg
= 50 gram

● Amylum 5% = 5/100 x bobot total


= 5/100 x 100 gram
= 5 gram
● Mucilago amylum 10% adalah amilum 10% didalam mucilago. Jika dibuat 100
g mucilago amylum, maka amilum yang ditimbang 10 g.

Pembuatan mucilago : Jumlah mucilago + ¼ - ⅓ x masa yang akan diikat


Maka = 1/3 x 100 gram = 33,3 gram
10% amilum = 10/100 x 33,3 gram = 3,33 gram

● Laktosa = 100 g - (50+5+3,33) g = 41,67 gram

• Bobot granul 0% H2O = (100 - kadar lembab) x bobot kering/100

= (100-...) x … g/100

= ... gram

• Kapsul saat praktik/jumlah kapsul


= (bobot granul 0% H2O x 200 kapsul/100)
= (... x 200)/100
= ... gram

• Bobot granul yang mengisi cangkang = bj nyata x vol cangkang


= ... x ...
= ...
• Bobot 1 kapsul = bobot granul 0% H2O/kapsul yg diperoleh
= .../... = ... gram

• Dosis zat aktif yang menempati 1 cangkang


= bobot yang mengisi cangkang/bobot 1 kapsul x dosis
= .../0,5 x 0,25
= .... gram

• Aturan pakai = dosis teori/dosis yang menempati 1 cangkang kapsul


= 0,25/...
= ...

b). Penimbangan

Nama Bahan Bobot Teoritis (g) Bobot Praktek(g)

Paracetamol 50

Amilum 5

Mucilago Amylum 10% 3,33

Laktosa 41,67
IV. Cara Kerja
1. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan.
2. Dibuat mucilago amylum dengan cara: amilum dimasukkan sedikit demi sedikit ke
dalam beaker glass yang berisi air panas lalu diaduk ad homogen dan jernih.
3. Ditimbang 50 gram paracetamol, 3,33 gram mucilago amylum, 41,67 gram
laktosa, dan 5 gram amilum.
4. Digerus paracetamol, laktosa, dan amilum didalam lumpang yang berbeda, ad
halus.
5. Dimasukkan paracetamol dan laktosa yang sudah digerus dan juga amilum
kedalam baskom lalu diaduk ad homogen. Ditambahkan mucilago amyli ad
terbentuk massa yang kompak.
6. Diteteskan etanol sedikit demi sedikit ke dalam baskom sampai terbentuk massa
yang kompak, kemudian diayak dengan ayakan mesh no. 12.
7. Lalu dikeringkan dalam oven dengan suhu 30-40 derajat celcius selama ± 15 menit,
kemudian dilakukan uji evaluasi kadar lembab.
8. Setelah kering kembali dilakukan pengayakan menggunakan ayakan mesh no. 16,
kemudian dilakukan uji evaluasi granul meliputi uji sifat alir, distribusi ukuran
partikel, dan bobot granul.
9. Kemudian granul dimasukkan ke dalam cangkang kapsul no. 0
10. Dilakukan uji evaluasi kapsul, meliputi uji keseragaman bobot dan waktu hancur.
11. Dimasukkan 20 kapsul di dalam setiap botol, diberi etiket dan di serahkan.

V. Uji Evaluasi
A. Evaluasi Granul
1. Sifat Alir
a. Langsung (Lachman hal. 685, Aulton hal. 612)
Alat : Granul Flow Tester
Cara : Ditimbang 25 g granul, ditempatkan pada corong alat uji
waktu alir dalam keadaan tertutup, dibuka penutup dan
dibiarkan granul mengalir dan catat waktu
Syarat : (Aulton hal. 612)
Kecepatan Alir Keterangan
(g/s)
>10 Bebas Mengalir
4-10 Mudah Mengalir
1,6-4 Sukar Mengalir
<1,6 Sangat Sukar Mengalir
Rumus : v = gram/waktu

b. Tidak Langsung (Lachman hal. 684, aulton hal. 248)


Alat : Granul Flow Tester
Cara : Ditampung granul yang keluar dari corong pada kertas grafik
mm block, dicatat tinggi (h), diameter (d) dan jari-
jari (r), dihitung sudut istirahat α
Syarat:
Sudut Istirahat Sifat Alir
<25 Sangat baik
25-30 Baik
30-40 Cukup baik
>40 Buruk
Tan α : 𝒉
r

2. Uji Kadar Lembab (Lachman hal. 655, Voight hal 172)


Cara : ditimbang 25 g granul, dimasukkan ke dalam oven suhu 40-60 derajat
ad bobot konstan
Syarat : 3-5% (Voight hal. 172), 2-4% (Lachman hal. 655)
Rumus : %kelembaban = 𝑾𝟎−𝑾𝟏
𝐖𝟎
W0 = bobot awal
W1 = bobot setelah pengeringan

3. Uji Bobot Jenis (Lachman hal. 682)


Alat : oven dan timbangan analitik
Cara : dimasukkan granul ke gelas ukur 25 ml, ditimbang bobot granul,
dihitung hasilnya
Rumus: 𝜌 = m/v

4. Distribusi ukuran partikel (Martin Farmasi Fisika hal. 1037)


Alat : Mesin pengayak
Cara : ditimbang 25 g granul, dipasang alat dan digunakan no mesh 20-120,
dinyalakan alat selama 15 menit, dimatikan alat dan ditimbang masing-
masing bobot granul dari no mesh terbesar sampai terkecil
Rumus: %bobot = 𝒃𝒐𝒃𝒐𝒕 x 100%
𝝐𝒃𝒐𝒃𝒐𝒕

Dav = 𝝐(%𝒃𝒐𝒃𝒐𝒕 𝒙 𝒅 𝒑𝒂𝒓𝒕𝒊𝒌𝒆𝒍)


𝟏𝟎𝟎
Syarat: 400-800 mm (Martindale hal. 703 dan 675)
Jika diplotkan, bobot masing-masing nomor mesh dengan diameter partikel
akan membentuk kurva distribusi normal yang berbentuk lonceng

\
B. Evaluasi Kapsul
1. Keseragaman Bobot (FI Ed.III hal 6)
Alat : timbangan analitik
Cara :
(1) Ditimbang 20 kapsul
(2) Ditimbang kembali kapsul satu persatu.
(3) Dikeluarkan isi semua kapsul, ditimbang bagian seluruh bagian cangkang
kapsul
(4) Dihitung bobot isi kapsul dan bobot rata-rata isi kapsul
Syarat : perbedaan bobot isi tiap kapsul terhadap bobot rata-rata tiap
isi kapsul tidak boleh lebih dari yang yang ditetapkan kolomA
dan setiap 2 kapsul tidah lebih dari yang ditetapkan kolom B.
Rumus : % Penyimpangan =

Bobot rata-rata isi Perbedaan bobot isi kapsul dalam %


kapsul
A B
120 mg atau lebih ± 10 % ± 20%
Lebih dari 120 mg ± 7,5 % ± 15 %

2. Waktu Hancur (FI Ed.III hal 6, FI Ed.V hal 1641)


Alat : Desintegration tester
Cara :
1. Dimasukan masing_masing 1 kapsul ke dalam alat uji waktu hancur
2. Dimasukkan satu kasa berukuran 10 mesh pada tiap tabung dan jalankan
alat
3. Gunakan air sebagai media dengan suhu 37 + 2o C
4. Dicatat waktunya, semua kapsul harus hancur, kecuali bagian dari
cangkang kapsul
Syarat : < 15 menit
VI. Tabulasi Hasil Data
A. Evaluasi Granul
1. Sifat Alir
a. Secara Langsung
Bobot (g) Waktu (s) Kecepatan alir (g/s) Sifat alir

𝑥̅
b. Secara tidak langsung
Bobot (g) h (cm) d (cm) r (cm) Tan α α Sifat alir

2. Kadar lembab
Penimbangan Bobot (gram)
Cawan kosong
Cawan + granul awal
Cawan + granul akhir
Bobot awal granul
Bobot granul setelah kering

3. Bobot Jenis
Bobot granul Volume granul
4. Distribusi Ukuran Partikel
No. Mesh Diameter Mesh rata-rata (cm) Bobot (g) % Bobot % bobot x α
20
20/60
40/60
90/100
100/120
120
𝑥̅

B. Evaluasi Kapsul
1. Keseragaman Bobot
No. Bobot cangkang + isi (g) Bobot isi (g) Bobot cangkang (g) % penyimpangan
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
2. Waktu Hancur
Kapsul ke- Waktu Hancur (s)
1
2
3
4
5
6
𝑥̅
VII. Pembahasan Formula
1. Pada percobaan ini zat aktif yang digunakan adalah parasetamol karena merupakan
obat analgetik-antipiretik yang banyak diproduksi dan digunakan oleh masyarakat
karena keamannya.
2. Dibuat dalam bentuk sediaan kapsul bertujuan untuk memudahkan pasien dalam
mengkonsumsi obat karena memiliki keunggulan yang baik. Seperti mudah
dikonsumsi, mudah dibawa, obat tidak banyak meninggalkan residu dibanding
sediaan tablet.
3. Metode pembuatan kapsul yang digunakan adalah dengan granulasi basah, hal ini
disebabkan karena parasetamol merupakan bahan dengan karaketristik
kompaktibilitas kurang baik dan sifat alirnya yang buruk. Untuk memperbaiki sifat
alir dan kompaktibilitas maka dalam pembuatan tablet digunakan metode granulasi
basah.
4. Selain zat aktif, kapsul terdiri dari bahan tambahan dengan fungsi yang berbeda
diantaranya bahan pengisi, penghancur, pengikat, pelincir dan pelicin.
5. Laktosa digunakan sebagai pengisi, karena dapat meningkatkan kecepatan disolusi
zat aktif dari sediaan kapsul.
6. Sediaan kapsul ini mengandung mucilago amylum sebagai pengikat. Mucilago
amylum merupakan bahan pengikat yang baik, dapat menghasilkan granul dan
tablet yang mudah hancur dalam tubuh dan bersifat netral serta non reaktif sehingga
dapat digunakan dengan kebanyakan zat aktif.
7. Sediaan kapsul ini mengandung amylum yang digunakan sebagai glidan (pelincir).
Glidan ditambahkan dalam formulasi kapsul untuk membantu granul atau masa
yang akan dimasukan kedalam kapsul tidak terjadi gesekan dan dapat mengalir
dengan baik.
VIII. Brosur, Kemasan dan Etiket
A. Brosur
B. Kemasan

C. Etiket
IX. Daftar Pustaka
1. Departemen Kesehatan Republik Indonesia.2020. Farmakope Indonesia
Edisi VI. Jakarta: Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan,
h.1359 dan 1361.
2. Departemen Kesehatan Republik Indonesia.2014. Farmakope Indonesia
Edisi V. Jakarta: Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan,
h.1641.
3. Departemen Kesehatan Republik Indonesia.1995. Farmakope Indonesia
Edisi IV. Jakarta:Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan,
h.488-489.
4. Departemen Kesehatan Republik Indonesia.1979. Farmakope Indonesia
Edisi III. Jakarta:Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan, h.6.
5. Brayfield, A., 2014. Martindale The Complete Drug Reference 38th
Edition. Pharmaceutical Press, London, p.115.
6. Rowe RC, Sheskey PJ, dan Quinn ME. Handbook of Pharmaceutical
Exipients. 6th ed. London: the Pharmaceutical Press, 2009, p.359-360,
362,685-686, 688-689.
X. Lampiran

Anda mungkin juga menyukai