FARMAKOLOGI-TOKSIKOLOGI
HISTAMIN DAN ANTIHISTAMIN
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS PANCASILA
JAKARTA
2020
I. Tujuan Percobaan
1. Memahami prinsip bekerjanya obat-obat antihistamin.
2. Untuk melihat pengaruh pemberian antihistamin dalam memproteksi
pengaruh histamin.
3. Untuk mengetahui efek antihistamin terhadap kulit yang disebabkan oleh
histamin dan ditandai dengan trypan blue.
1. Pada reseptor H1: kontraksi otot polos bronchi, usus dan rahim; vasodilatasi
vaskular mengakibatkan penurunan tekanan darah dan peningkatan denyut
jantung; peningkatan permeabilitas kapiler cairan dan protein berakibat
udema; hipersekresi ingus dan airmata, ludah dan dahak dan stimulasi ujung
saraf menyebabkan eritema dan gatal.
Bobot Kelinci
Kontrol CTM Diphenhidramin
1,9 kg 1,5 kg 1,3 kg
Warna Warna
sebelum sesudah
Mata Hidung Punggung Mata Hidung Punggung
Biru + Biru
Kontrol Putih Merah muda Putih Biru +++
++ +++
Biru Biru
CTM Putih Merah muda Putih Biru +
+ +
Diphenhidr Merah Biru Biru
Merah muda Putih Biru +
amin muda + +
Keterangan :
+ = Sedikit biru
++ = Biru
Diketahui :
Dosis Trypan Blue = 10 mg/kgBB
Konsentrasi = 2% = 2 gram/100 ml = 20 mg/ml
Berat kelinci = 1,5 kg
Ditanya : Dosis untuk kelinci dan Volume penyuntikan?
Jawab :
- Dosis untuk kelinci = Dosis x BB kelinci
= 10 mg/kgBB x 1,5 kg
= 15 mg
Dosis
- Volume penyuntikan =
Konsentrasi
15 mg
= x 1 ml
20 mg
= 0,75 ml
3. a. Kelinci 3 Diphenhidramin
Diketahui :
Dosis Diphenhidramin = 5 mg/kgBB
Konsentrasi = 2% = 2 gram/100 ml = 20 mg/ml
Berat kelinci = 1,3 kg
Ditanya : Dosis untuk kelinci dan Volume penyuntikan?
Jawab :
- Dosis untuk kelinci = Dosis x BB kelinci
= 5 mg/kgBB x 1,3 kg
= 6,5 mg
Dosis
- Volume penyuntikan =
Konsentrasi
6,5 mg
= x 1 ml
20 mg
= 0,325 ml
Diketahui :
Dosis Trypan Blue = 10 mg/kgBB
Konsentrasi = 2% = 2 gram/100 ml = 20 mg/ml
Berat kelinci = 1,3 kg
Ditanya : Dosis untuk kelinci dan Volume penyuntikan?
Jawab :
- Dosis untuk kelinci = Dosis x BB kelinci
= 10 mg/kgBB x 1,3 kg
= 13 mg
Dosis
- Volume penyuntikan =
Konsentrasi
13 mg
= x 1 ml
20 mg
= 0,65 ml
VII. Pembahasan
1. Pada praktikum ini dilakukan percobaan histamin dan antihistamin untuk
mengetahui atau mengevaluasi aktivitas suatu antihistamin (antialergi) di
dalam tubuh. Metode evaluasi histamin yang digunakan pada percobaan
adalah metode in vivo yaitu memberikan histamin dan antihistamin
langsung ke dalam tubuh hewan uji. Prosedur yang dilakukan adalah
pengaruh histamin aerosol pada mencit dan efek histamin pada kulit
kelinci dengan zat warna trypan blue.
2. Pada data (seluruh kelompok) pemberian histamin aerosol diketahui
mencit pertama yang hanya diberikan histamin aerosol menimbulkan
gejala antara lain gatal-gatal, mencari oksigen, dan bronkokonstriksi lebih
sering. Gejalanya dapat diamati dari mencit yang sering menggaruk-garuk,
sulit bernafas, dan kepala mencit yang sering mendongak ke atas berusaha
mencari oksigen. Hal ini disebabkan karena histamin yang telah masuk ke
tubuh mencit menstimulasi reseptor H1.
3. Aktivasi reseptor H1 pada otot polos akan menyebabkan histamin
merangsang kontraksi otot polos pada bronkus sehingga terjadi
bronkokonstriksi pada mencit. Kontraksi dari otot polos menyebabkan
bronkus menyempit sehingga oksigen yang masuk ke atau keluar dari
paru-paru akan terganggu dan membuat mencit sulit bernafas. Hal ini
menyebabkan mencit yang diberikan histamin menunjukkan gejala
mencari oksigen. Sedangkan gejala berupa gatal-gatal disebabkan karena
histamin yang masuk ke dalam tubuh akan menstimulasi rasa gatal melalui
kerja dari histamin yang merangsang breseptor H1 di ujung saraf sensoris.
4. Pada data (seluruh kelompok) pemberian histamin aerosol diketahui
mencit kedua diberikan antihistamin dan histamin. Gejala-gejala yang
muncul pada mencit kedua masih menunjukkan gatal-gatal dan
bronkokonstriksi tetapi sudah berkurang. Diberikan diphenhidramin pada
mencit kedua berperan sebagai antihistamin yang merupakan golongan
antagonis reseptor H1. Pada percobaan ini, diphenhidramin mengusir
histamin secara kompetitif dari reseptornya. Diphenhidramin bersaing
dengan histamin bebas untuk menempati reseptor H1 terutama pada otot
polos bronkus. Ikatan obat diphenhidramin dengan reseptor H1 dapat
mengurangi efek dari pemberian histamin. Hal ini dapat dilihat dari gejala-
gejala yang muncul pada mencit kedua sudah berkurang yaitu frekuensi
mencari oksigen menjadi lebih jarang dibandingkan dengan mencit
pertama karena adanya antihistamin pada mencit kedua yang mampu
menekan kerja histamin.
5. Pada percobaan efek histamin terhadap kulit kelinci, diberikan zat warna
trypan blue pada ketiga ekor kelinci. Diberikan trypan blue sebagai zat
warna yang dapat mengeluarkan warna biru dari kapiler bila terdapat
peningkatan permeabilitas kapiler. Kelinci kedua diberikan klorfeniramin
(CTM) sebagai antihistamin sedangkan kelinci ketiga diberikan
diphenhidramin sebagai antihistamin.
6. Pada data (seluruh kelompok) percobaan efek histamin terhadap kelinci
dapat diketahui kelinci pertama (kontrol) yang hanya diberikan histamin
dan trypan blue, tidak disuntikkan klorfeniramin (CTM) ataupun
Diphenhidramin sebagai antihistamin mengalami perubahan warna yang
sangat signifikan. Perubahan tersebut dapat dilihat dari mata, hidung, dan
punggung kelinci yang menjadi sangat biru (+++). Hal ini menunjukkan
bahwa histamin yang telah masuk ke dalam tubuh kelinci menyebabkan
peningkatkan permeabilitas kapiler. Histamin bekerja menduduki reseptor
H1 dan aktivasi pada reseptor H1 menyebabkan peningkatan permeabilitas
kapiler, lalu protein dan cairan plasma keluar ke ruangan ekstrasel dan
menimbulkan edema.
7. Pada data percobaan efek histamin terhadap kelinci kelompok 1,3, dan 5
kelinci kedua yang disuntikkan CTM dan kelinci ketiga yang disuntikkan
Diphenhidramin juga mengalami perubahan warna. Tetapi, perubahan
warna pada mata, hidung, dan punggung kelinci kedua dan kelinci ketiga
menjadi hanya sedikit biru (+). Hal ini membuktikan bahwa antihistamin
di dalam tubuh kelinci sudah bekerja secara optimal. CTM dan
Diphenhidramin sebagai antihistamin golongan antagonis reseptor H1
bekerja secara kompetitif dengan menduduki reseptor H1. CTM dan
Diphenhidramin memberi efek yang cukup kuat yaitu dapat mengurangi
gejala akibat histamin di dalam tubuh yaitu menghambat peninggian
permeabilitas kapiler dan edema.
8. Pada data efek histamin pada kelinci kelompok 2,4, dan 6 kelinci kedua
yang disuntikkan CTM mengalami perubahan warna menjadi biru (++).
Sedangkan kelinci ketiga yang disuntikkan diphenhidramin menjadi
sedikit biru (+). Hasil percobaan ini memperlihatkan bahwa
diphenhidramin memiliki efek antihistamin lebih kuat.
9. Berdasarkan literatur Farmakologi dan Terapi Edisi V halaman 279,
Diphenhidramin dan Klorfeniramin (CTM) adalah antihistamin golongan
antagonis reseptor H1. Diphenhidramin yang merupakan golongan
etanolamin memiliki efek antihistamin + sampai dengan ++. Sedangkan
Chlorfeniramin (CTM) yang merupakan golongan alkilamin memiliki efek
antihistamin ++ sampai dengan +++. Hal ini menunjukkan efek
antihistamin yang dimiliki CTM lebih tinggi atau kuat dibandingkan
diphenhidramin.
10. Pada data kelompok 2,4,6 antihistamin CTM belum memberikan efek
yang optimal jika dibandingkan dengan pemberian antihistamin
diphenhidramin. Dapat dikatakan bahwa hasil percobaan yang didapatkan
kelompok 2,4,6 bertentangan dengan teori literatur yang menyatakan
bahwa efek antihistamin yang dimiliki CTM seharusnya lebih kuat
dibandingkan diphenhidramin.
VIII. Kesimpulan
1. Mencit pertama yang hanya diberikan histamin aerosol menunjukkan
reaksi alergi yang lebih sering dibandingkan mencit kedua yang telah
diberikan antihistamin.
2. Kelinci pertama yang tidak diberikan antihistamin mengalami peningkatan
permeabilitas kapiler yang sangat tinggi dibandingkan kelinci kedua dan
ketiga yang telah diberikan antihistamin.
3. Antihistamin yang telah diberikan pada mencit dan kelinci mampu bekerja
secara optimal untuk menghambat kerja atau efek dari histamin di dalam
tubuh.