Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 LATAR BELAKANG

Singkong (Manihot esculenta Crantz) adalah tumbuhan dari famili


Euphorbiaceae. Dari sudut pandang sosio-ekonomi, ini adalah salah satu tanaman
terpenting di daerah tropis dan sub-tropis di seluruh dunia. Di daerah asalnya di
Amerika Selatan, di mana ia dijinakkan ribuan tahun yang lalu, dan di Afrika, di
mana ia diperkenalkan pada abad ke-16, singkong merupakan salah satu sumber
makanan pokok bagi keluarga berpenghasilan rendah di daerah pedesaan . Sebaliknya
di Asia, singkong diperkenalkan beberapa saat kemudian, sekitar dua ratus tahun yang
lalu, dan terutama ditanam untuk mengekspor produk industri (keripik kering, pelet
dan pati untuk pakan ternak dan industri) dan juga untuk produksi bahan bakar.
Dalam hal ketahanan pangan, pentingnya tanaman ini bergantung pada beberapa sifat
tanaman.

Singkong yang mengandung pati di parenkim akar ini menjadi sumber penting
karbohidrat. Akar juga mengandung kadar vitamin C, riboflin, thiamin dan niasin
yang signifikan. Saat ini tanaman ini memberi makan lebih dari 800 juta orang di
seluruh dunia.

Beberapa penelitian sebelumnya menyatakan bahwa singkong atau umbi akarnya


mengandung derivat valin dan isoleusin berupa glikosida sianogenik linamarin dan
lotaustralin . Derivat ini dapat menjadi sitotoksik potensial, masyarakat mempercayai
daun singkong memiliki berbagai manfaat untuk pengobatan penyakit. Daun
singkong dipercaya dapat mengobati rematik, asamurat, anemia, konstipasi, serta
untuk meningkatkan daya tahan tubuh. Selain itu senyawa bioaktif yang terkandung
seperti linamarin dan lotaustralin, karoten, dan vitamin C yang terdapat dalam daun
singkong diduga mempunyai sifat anti kanker ( Richana, 2012 ).
Salah satu senyawa yang terkandung di dalam daun singkong adalah flavonoid
rutin. Rutin merupakan senyawa turunan dari flavonoid. Rutin memiliki aktifitas
antioksidan yang kuat, memperkuat daya kapilaritas pembuluh darah dan membantu
menghentikan edem atau pembengkakan vena. Rutin juga dapat menstabilkan vitamin
C, jika rutin diberikan secara bersamaan dengan vitamin C, maka aktifitas penyerapan
vitamin C akan semakin intensif. Rutin memiliki aktifitas antiinflamasi, sehingga
dapat diindikasikan bahwa rutin dapat menghambat beberapa pertumbuhan sel kanker
dan kondisi pre-kanker.Rutin dapat membantu mencegah aterogenesis dan
mengurangi toksisitas dari oksidasi kolesterol LDL. Melihat banyaknya manfaat rutin
untuk kesehatan dan bahan baku industri yang prospek sebagai agen pengobatan,
maka perlu disediakan rutin sebagai bahan baku dalam jumlah yang cukup. Daun
singkong yang merupakan sumber rutin, melimpah dan mudah didapat di Indonesia,
sehingga diharapkan rutin dapat menjadi salah satu produk unggulan dari
Indonesia.Tanaman singkong sebagai penghasil rutin, merupakan tanaman yang
mudah untuk ditanam, murah dan mudah didapatkan daunnya dalam jumlah banyak.
(Bahrudin dkk, 1990).
Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa kadar rutin lebih banyak pada daun
muda dibanding daun tua. Daun muda memiliki warna lebih hijau muda, ukuran lebih
kecil, lembar daun lebih tipis, tangkai kecil dan daun berada pada pucuk batang 30-50
cm ke bawah, sedang daun tua memiliki warna hijau tua, lembar daun tebal, tangkai
lebih besar, dan daun berada sekitar 50 cm ke bawah dari pucuk daun (Bahrudin dkk,
1990).
Flavonoid sebagai salah satu kelompok senyawa fenolik yang banyak terdapat
pada jaringan tanaman dapat berperan sebagai antioksidan. Aktivitas antioksidatif
flavonoid bersumber pada kemampuan mendonasikan atom hidrogennya atau melalui
kemampuannya mengkelat logam. Berbagai hasil penelitian menunjukkan bahwa
senyawa flavonoid mempunyai aktivitas antioksidan yang beragam pada berbagai
jenis sereal, sayuran dan buah-buahan. Penelitian-penelitian mengenai peranan
flavonoid pada tingkat sel, secara in vitro maupun in vivo, membuktikan pula adanya
korelasi negatif antara asupan flavonoid dengan resiko munculnya penyakit kronis
tertentu, salah satunya diduga karena flavonoid memiliki efek kardioprotektif dan
aktivitas antiproliferatif (Cook dan Samman, 1996).

Rutin atau kuersetin 3-rutinosida pertama kali diisolasi dari Fagopyrum


esculentum dan sampai sekarang tumbuhan ini masih tetap digunakan. Tidak dapat
diragukan lagi bahwa dari semua glikosida kuersetin, rutin paling luas penyebarannya
dan mungki terdapat pada 25 % dari flora setempat salah satunya adalah Manihot
esculenta atau yang biasa kita kenal dengan sebutan ketela pohon atau singkong
(Harborne, 1987)
Menurut Lingga (1986) singkong (Manihot esculenta) merupakansumber bahan
makanan ketiga di Indonesia setelah padi dan jagung. Singkong tidak memiliki
periode matang yang jelas, akibatnya periode panen dapat beragam sehingga dapat
disimpulkan bahwa singkong dapat ditemukan dengan mudah di Indonesia. Atas
dasar tersebut, untuk mempelajari teknik isolasi flavonoid dari tumbuhan ini
khususnya rutin, singkong menjadi pilihan sampel yang cocok untuk melakukan
pengujian ini mengingat jumlahnya yang banyak dan gampang ditemukan.

I.2 TUJUAN
1. Mengetahui dan mempraktekkan cara mengisolasi senyawa flavonoid dari
Manihot escullenta Crantz
2. Mengetahui cara mengidentifikasi senyawa flavonoid hasil isolasi

I.3 MANFAAT
1. Mampu mempraktekkan cara mengisolasi senyawa flavonoid dari Manihot
escullenta Crantz
2. Mampu mengidentifikasi senyawa golongan flavonoid hasil isolasi

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Manihot escullenta Crantz

2.1 KLASIFIKASI

Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Sub divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledoneae
Ordo : Euphorbiales
Famili : Euphorbiaceae
Genus : Manihot
Spesies : Manihot utilissima
Pohl : Manihot esculenta (Soelistijono, 2006)

2.2 MORFOLOGI

Tanaman singkong (Manihot esculenta Crantz.) termasuk tumbuhan


berbatang pohon lunak atau getas (mudah patah). Tanaman singkong berbatang bulat
dan bergerigi yang terjadi dari bekas pangkal tangkai daun, bagian tengahnya
bergabus dan termasuk tumbuhan yang tinggi. Tanaman Singkong bisa mencapai
ketinggian 1-4 meter.Daun singkong memiliki tangkai panjang dan helaian daunnya
menyerupai telapak tangan, dan tiap tangkai mempunyai daun sekitar 3-8 lembar.
Tangkai daun tersebut berwarna kuning, hijau atau merah (Soedarmo, dkk, 1984).

Berdasarkan sifat fisik dan kimia, singkong merupakan umbi atau akar
pohon yang panjang dengan rata-rata bergaris tengah 2-3cm dan panjang 50-80cm,
tergantung dari jenis singkong yang ditanam. Sifat fisik dan kimia singkong sangat
penting artinya untuk pengembangan tanaman yang mempunyai nilai ekonomi tinggi.
Daging umbi singkong berwarna putih atau kekuning kuningan. Karakterisasi sifat
fisik dan kimia singkong ditentukan olah sifat pati sebagai komponen utama dari
singkong (Susilawati et al., 2008).

Tinggi Mannihot esculenta Crantz bisa mencapai 7 meter dengan cabang agak
jarang, akar tunggang dengan sejumlah akar cabang yang kemudian membesar
menjadi umbi akar yang dapat dimakan.Daun ubi kayu tumbuh di sepanjang batang
dengan tangkai yang panjang.Bunganya berumah satu dan kematangan bunga jantan
dan bunga betina berbeda waktunya sehingga penyerbukan berlangsung dengan
persilangan (Lingga, 1986).

2.3 KANDUNGAN KIMIA

Umbi singkong merupakan sumber energi yang kaya karbohidrat namun sangat
miskin akan protein. Sumber protein yang bagus justru terdapat pada daun singkong
karena mengandung asam amino metionin.Selain umbi akar singkong banyak
mengandung glukosa dan dapat dimakan mentah.Rasanya sedikit manis, ada pula
yang pahit tergantung pada kandungan racun glukosida yang dapat membentuk asam
sianida (Sadjad, 2000).

Umumnya daging umbi singkong berwarna putih atau kekuning kuningan,


untuk singkong yang rasanya manis menghasilkan paling sedikit 20 mg HCN per
kilogram umbi akar yang masih segar dan 50 kali lebih banyak pada umbi yang
rasanya pahit. Pada jenis singkong yang pahit, proses pemasakan sangat diperlukan
untuk menurunkan kadar racunnya (Soelistijono, 2006)

Singkong digelari sebagai makanan super oleh Center for Science in the Public
Interest berkat kandungan nutrisinya. Sebutir singkong ukuran sedang menyediakan
lebih dari 200 persen kebutuhan harian akan vitamin A. Vitamin ini muncul dalam
bentuk beta karoten, yang memberikan warna kuning oranye pada ubi. Vitamin A
sendiri member manfaat untuk penglihatan, kulit, dan tulang (Widowati, dan
Damardjati, 2001).

Singkong juga berfungsi sebagai antioksidan, membantu mencegah infeksi dalam


pencernaan, saluran kencing, dan paru-paru. Dalam sebuah studi yang digelar oleh
Kansas State University pada tahun 2003, dan dipublikasikan di The American
Society for Nutritional Sciences, ditemukan hubungan antara kekurangan vitamin A
dan emphysema (infeksi paru-paru yang menyebabkan kesulitan bernafas). Singkong
juga merupakan sumber terbaik vitamin C (sepotong singkong memenuhi 66 persen
kebutuhan vitamin C dalam sehari), tembaga, vitamin B6, zat besi, kalsium,
potasium, dan mangaan. Singkong juga kaya serat(Soelistijono, 2006).

Kandungan patinya yang tinggi membuatnya kurang bekerja untuk sistem


pencernaan, yang menghilangkan penyebab sakit perut. Seratnya yang tinggi mampu
mencegah sembelit (dan penyebab penyakit perut lainnya). Vitamin A, B,C, kalsium,
dan potasiumnya membantu meringankan radang perut, dan masalah sejenis karena
manfaat anti peradangannya (Soelistijono, 2006)

Flavonoid merupakan salah satu kelompok senyawa metabolit sekunder yang


paling banyak ditemukan di dalam jaringan tanaman (Rajalakshmi dan S.
Narasimhan, 1985). Flavonoid termasuk dalam golongan senyawa phenolik dengan
struktur kimia C6-C3-C6 (White dan Xing, 1951; Madhavi et al., 1985; Maslarova,
2001). Kerangka flavonoid terdiri atas satu cincin aromatik A, satu cincin aromatik B,
dan cincin tengah berupa heterosiklik yang mengandung oksigen dan bentuk
teroksidasi cincin ini dijadikan dasar pembagian flavonoid ke dalam sub-sub
kelompoknya (Hess, 1995). Sistem penomoran digunakan untuk membedakan posisi
karbon di sekitar molekulnya (Cook dan Samman, 1996). Berbagai jenis senyawa,
kandungan dan aktivitas antioksidatif flavonoid sebagai salah satu kelompok
antioksidan alami yang terdapat pada sereal, sayur-sayuran dan buah, telah banyak
dipublikasikan.

avonoid berperan sebagai antioksidan dengan cara mendonasikan atom


hidrogennya atau melalui kemampuannya mengkelat logam, berada dalam bentuk
glukosida (mengandung rantai samping glukosa) atau dalam bentuk bebas yang
disebut aglikon (Cuppett dan Hall, 1954).

Glikosida sianogenik terdiri dari kelompok pertahanan kimia yang paling


banyak dipelajari, mungkin karena toksisitas senyawa ini diketahui pada arthropoda
dan hewan lainnya. Sianida yang dihasilkan dari pemecahan glikosida adalah racun
yang efektif bahkan untuk tanaman. Karena potensi sianogenik spesies ini, konsumsi
singkong olahan yang tidak diolah berisiko terhadap kesehatan manusia. Intoksikasi
akut dengan sianida dapat menyebabkan muntah, takipnea, takikardia pusing, sakit
kepala, sakit perut, diare, kebingungan mental dan kejang. (Zevallos, 2016)

Glikosida sianogenik relatif luas di kingdom tumbuhan dan merupakan


kelompok penting metabolit sekunder yang terlibat dalam pertahanan tanaman
melawan herbivora arthropoda. Secara kimiawi, senyawa ini terdiri dari aglycone
tipe-hidroksynitril dan bagian gula (kebanyakan D-glukosa). (Dalam singkong,
linamarin yang diturunkan dari L-valin dan Lota yang diturunkan dari L-isoleucine
(metil linamarin) adalah glikosida sianogenik paling banyak, lebih dari 90% dan di
bawah 10% dari total senyawa sianogenik di singkong. (Zevallos, 2016)

Glikosida Sianoge
Linamarin Lotaustralin

Flavonoid

Rutin Isomer kaemferol 3-O-rutinoside

Hidrokumarin

Scopoletin Esculetin
Scopolin Esculin

Monoterpen

Linalool (E)--ocimene

Fenil propanoid

Metil salisilat
Homoterpen

4,8 dimetil 1,3E,8 dimetilnonatriene 4,8,12-trimethyl-1,3E,7E,11-


tridecatetraene

Minyak atsiri

(Z)-3-hexen-1-ol (E)-2-hexen-1-ol

2.4 CARA EKSTRAKSI

Daun segar (6 kg) ditumbuk dengan MeOH mendidih. Setelah penyaringan,


ekstrak diuapkan sampai kering dan residu dicuci dengan beberapa bagian heksana
untuk menghilangkan klorofil dan heksana-sol lainnya. Residu coklat diuapkan untuk
menghasilkan padatan coklat tua (222 g) yang kemudian diekstraksi dengan
CH2C12-MeOH-H20 (6: 4: 1). Tambahkan H20 disyaratkan seperlunya untuk
memisahkan lapisan. Lapisan atas diuapkan untuk menghasilkan padatan coklat (80
g) yang dikromatografi pada kolom silika gel (1,8 kg) dan dielusi dengan gradien
CH2CI2-MeOH-H20 (fase bawah) 20: 3: 1 (201) , 10: 3: 1 (91), 7: 3: 1 (131). Pada
tahap ini,eluen KLT menunjukkan adanya empat senyawa, lotaustralin 5, linamarin 6,
nikotinin 7 dan rutin 8. Pelepasan pelarut memberi padatan kuning-coklat (24 g) yang
dikromatografi pada kolom gel silika ( 1,65 kg). Kolom dielusi dengan gradien
CH2C12-MeOH-H20 (fase bawah) (10: 3: 1 (300 ml), 7: 3: 1 (3.4 1)). Fraksi
berturut-turut digabungkan berdasarkan perilaku mereka pada KLT dan diuapkan
untuk memberi campuran. Dari 5 dan 6 sebagai padatan agak kuning (6,2 g), senyawa
7 sebagai padatan kuning (0,5 g) dan senyawa 8 sebagai padatan kuning (0,1 g).
(Prawat, 2008)

2.5 CARA PEMURNIAN

Untuk mendapatkan informasi dasar tentang metabolisme rutin pada biji soba,
flavonol 3-glukosidase (f3g) dimurnikan dari biji soba tartary (Fagopyrum tataricum).
F3g terdiri dari dua isozim, dan karakteristiknya sangat mirip dengan enzim degradasi
rutin (RDE), walaupun berat molekul dan konstanta kinetik sangat berbeda. Selain
itu, konsentrasi rutin dan isoquercitrin dan aktivitas f3g yang sesuai diukur selama
pematangan biji sariawan dan soba umum. Rutin dan isoquercitrin meningkat saat
pematangan, dan konsentrasi rutin tetap tinggi pada biji yang matang. Aktivitas rutin
3-glukosidase dan aktivitas isoquercitrin 3-glukosidase juga meningkat selama
pematangan dan tetap tinggi dengan sedikit pengurangan pada benih matang. Dalam
benih seperti itu, bagian utama rutin ditemukan di embrio, dan hampir semua
aktivitas f3g terdeteksi di testa. Hasil ini mendukung hipotesis bahwa aktivitas f3g
bukanlah faktor pembatas utama konsentrasi rutin pada benih matang sepenuhnya.
(Suzuki, 2002)

BAB III
PROSEDUR PERCOBAAN

3.1 ALAT DAN BAHAN


Alat : Tungku rebusan, kempa hidrolik, wadah penampung, botol 500 ml,
botol 100 ml, seperangkat alat rotary evaporator, corong, kain
penyaring.
Bahan : Methanol, etil asetat, air, kertas saring, plat KLT.

3.2 CARA KERJA


a. Daun singkong segar 20 kg di rajang.
b. Rebus selama 1 jam
c. Kempa, tamping air hasil kempa , diamkan selama 3 hari.
d. Saring, ambil endapan.
e. Endapan dimaserasi dengan methanol 500 mL, jika perlu panaskan dan saring
selagi panas.
f. Uapkan filtrat endapan daun singkong dengan rotary evaporator.
g. Lakukan rekristalisasi.
h. Ambil endapan yang terbentuk.
i. Cek KLT senyawa hasil isolasi dengan fase diam silica gel, fase gerak
buthanol : asam asetat : air (4:1:5). Lihat fase diam di bawah sinar UV 365
sebelum dan sesudah di elusi, gunakan sitro borat sebagai penampak noda
flavonoid.

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 HASIL
Organoleptis
Bentuk : Amorf
Warna : Kekuningan
Bau : Bau khas
Rasa : -
Berat sampel daun singkong
Jumlah daun singkong yang diisolasi adalah 20 kg

Jumlah kristal yang didapat dari proses isolasi adalah 0,1603 g


0,5844
cm
% Randemen = 10.000 x 100 % = 0,005844 %

Profil KLT
2,2
cm
Rf = 4 = 0,55
Hasil uji KLT flavonoid

Amorf dari daun singkong


4.2 PEMBAHASAN

Isolasi flavonoid yaitu rutin (flavonoid-3-glikosida) dari tanaman singkong


(Manihot escullenta Crantz), menggunakan bagian daun dari singkong. Daun
singkong yang digunakan harus yang segar, agar kandungan zat aktif pada tumbuhan
tidak berkurang dan tidak rusak. Daun singkong merah memilik kandungan flavonoid
lebih tinggi daripada daun singkong hijau. Daun singkong yang dikumpulkan adalah
sebanyak kurang lebih 20 kg.

Metode ekstraksi yang digunakan dalam isolasi daun singkong ini adalah
maserasi panas, dengan cara perebusan dengan air panas yang bertujuan agar
flavanoid yang ingin diisolasi dapat bercampur dengan air, karena rutin merupakan
metabolit sekunder yang bersifat polar maka akan larut dalam pelarut polar yaitu air.
Selain itu, air yang digunakan untuk melarutkan senyawa rutin dalam daun singkong
adalah air panas karena rutin lebih cepat larut dalam air panas. Dengan penggunaan
air yang kemudian dipanaskan membuat semua senyawa polar dalam daun singkong
tertarik bersama filtrate. Namun, karena senyawa polar yang terkandung di dalam
daun singkong tidak hanya senyawa rutin, maka akan bayak komponen-komponen
pengotor yang ikut larut dalam air.

Saat keadaan larutan masih panas, dilakukan penyaringan dengan kertas saring.
Hal ini dilakukan agar senyawa yang didapat adalah murni dan senyawa yang tidak
dikehendakai dapat tertinggal di kertas saring.

Endapan dapat terbentuk apabila konsentrasi senyawa melebihi kelarutan.


Endapan senyawa isolasi dilarutkan dengan methanol, digunakan methanol karena
methanol merupakan pelarut universal sehingga dapat melarutkan berbagai simplisia.
Tujuan dari pemanasan yaitu untuk mempercepat tahapan maserasi yang dilakukan
sehingga flavonoid dapat larut lebih cepat dalam methanol.
Pemisahan senyawa dari pelarutnya dapat dilakukan dengan diuapkan
menggunakan rotary evaporator. Tujuan dari pengguanaan rotary evaporator ini
adalah untuk memekatkan konsentrasi larutan sehingga di dapatkan larutan dengan
konsentrasi yang lebih tinggi. Hasil kristal kaemferol baru didapatkan setelah hasil
rekristalisasi didiamkan selama seminggu. Hasil yang didapatkan dari evaporasi ini
adalah ekstrak kental. Hasil amorf yang didapatkan dari isolasi adalah 0,1603 gram
dari 20 kg sampel.
Setelah kristal didapatkan baru di uji dengan KLT. Uji KLT dilakukan dengan
menggunakan fase diam silica gel dan fase gerak butanol : asam asetat : air (4:1:5).
Uji kromatografi lapis tipis dilakukan untuk uji kualitatif atau identifikasi senyawa,
dengan menggunakan senyawa pembanding. Bila senyawa yang diuji sama dengan
senyawa pembanding dilihatdari persamaan nilai Rf yang didapat. Pada uji KLT yang
dilakukan nilai Rf yang didapatkan adalah 0,55. Nilai Rf yang diperoleh sedikit
berbeda dengan yang ada di literatur. Pada literatur nilai Rf adalah 0.5. Perbedaan ini
kemungkinan terjadi akibat pemilihan eluen yang kurang tepat atau ketidaktelitian
dalam pengerjaan. Pada pelaksanaan uji KLT terjadi peristiwa tailing. Hal ini
dikarenakan kemungkinan senyawa yang tidak murni atau dapat juga disebabkan
pemilihan eluen yang kurang tepat.

Amorf yang didapat dapat dikatakan belum murni karena nilai Rf yang
didapatkan berbeda. Tapi dari analisa tersebut belum bisa dikatakan bahwa kristal
yang didapatkan bukan rutin karena untuk uji yang lebih pasti sebaiknya
menggunakan perbandingan noda dalam satu plat silica.
Sehingga dapat dilihat noda yang didapatkan apakah sama dengan standar atau
tidak. Selain itu untuk kepastian pengujian kualitatif kemferol ini, bisa dilanjutkan
dengan uji dengan instrument seperti spektrofotometer UV-Vis, Spektrofotometer
massa atau NMR.
BAB V

PENUTUP

5.1 KESIMPULAN
1. NilaiRf yang diperoleh yaitu 0.428 dengan eluen etil asetat : asam asetat :
air (4:1:5)
2. Berat rendemen yang diperoleh adalah 0,1603 g
3. % rendemen yang diperoleh adalah 0,005844 %
4. Nilai Rf adalah 0,5
5. Terjadi peristiwa tailing

5.2 SARAN
1. Praktikan harus memahami cara kerja dari objek praktikum
2. Praktikan harus teliti dan cekatan dalam melaksanakan praktikum

DAFTAR PUSTAKA
Bachtiar, Amri; Arbain, Dayar; Putra, Dedi Prima; Allen, Yohannes; Syafni,
Nova.2016.Diktat Praktikum Kimia Bahan Alam II. Padang: Fakultas Farmasi
Universitas Andalas

Cook, N. C. dan S. Samman. 1996. Review Flavonoids-Chemistry, Metabolism,


Cardioprotective Effect and Dietary Sources. J. Nutr. Biochem (7): 66-76

Cuppett, S., M. Schrepf dan C. Hall III. 1954. Natural Antioxidant Are They
Reality. Illinois : AOCS PressHarbone, J.B. 1987. Metode Fitokimia penuntun cara
modern menganalisis tumbuhan terbitan kedua. Bandung: ITB

Hess, D. tt. Plant Physiology, Molecular, Biochemical, and Physiological


Fundamentals of Metabolism and Development. Singapore : Toppan Company (S) Pte
Ltd

Lingga, P. 1986. Bertanam Umbi-umbian. Jakarta: Swadaya

Richardson, VA Kenneth. 2011. Evaluation of Three Cassava Varieties for Tuber


Quality and Yield. Gladstone Road Agricultural Centre Crop Research Report No. 4 :
Bahamas Rajalakshmi, D dan S. Narasimhan. 1985. Food Antioxidants: Sources and
Methods of Evaluation. Hongkong : Marcel Dekker Inc.

Sadjad, S. 2000. Bahan Pangan Sumber Karbohidrat. Jakarta : Penebar Swadaya

Soelistijono.S. 2006 . Tanaman Singkong. Jakarta : Penebar Swadaya Jurnal


Teknologi Industri dan Hasil Pertanian Volume 13, No. 2

White, P.J. dan Y. Xing. 1954. Antioxidants from Cereals and Legumes dalam
Foreidoon Shahidi: Natural Antioxidants, Chemistry, Health Effect and Applications.
Illinois : AOCS Press Champaign
Widowati, S dan D.S. Damardjati. 2001. Manfaat dan Khasiat Tanaman Singkong.
Jakarta : UI Press

Anda mungkin juga menyukai