Anda di halaman 1dari 64

OBJEK I ISOLASI TRITERPENOID DARI DAUN PEGAGAN

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Tujuan

Memahami dan dapat melakukan isolasi flavonoid dari daun ketela

pohon berikut analisis kualitatif golongan senyawa tersebutdengan metode

kromatografi lapis tipis (KLT).

1.2 Latar Belakang

Pengobatan tradisional yang berlandaskan sumber alam hayati

terutama tumbuh-tumbuhan dalam bentuk jamu, telah digunakan oleh

sebagian besar masyarakat Indonesia untuk mengobati berbagai penyakit.

Oleh karena itu, tidaklah mengherankan apabila tumbuhan obat merupakan

salah satu topik yang sangat penting dari pengobatan tradisional

(Achmad, 2007). Indonesia merupakan negara yang kaya akan tanaman

obat, dari sekian ribu tanaman obat tersebut, masih banyak sekali tanaman

yang belum diketahui khasiatnya. Salah satu diantara tanaman obat

tersebut adalah tanaman singkong atau ketela pohon atau ubi kayu, atau

dalam bahasa Inggris disebut cassava (Manihot utilissima pohl).

Tanaman singkong berasal dari Brazilia tetapi sekarang sudah

tersebar hampir di seluruh dunia. Indonesia termasuk salah satu negara

penghasil singkong utama dunia setelah Brazilia dan Zaire. Tanaman

1
Singkong banyak di tanam di daerahdaerah berlahan kering dengan sistem

pengairan yang hanya mengandalkan air hujan (Soetanto, 2001). Tanaman

singkong dapat diolah sebagai bahan makanan, dan daunnya dibuat

sayuran, tetapi untuk pengobatan masih jarang digunakan.

Salah satu senyawa yang terkandung di dalam daun singkong

adalah flavonoid rutin (Anonim, 2005). Rutin merupakan senyawa

turunan dari flavonoid. Rutin memiliki aktifitas antioksidan yang kuat,

memperkuat daya kapilaritas pembuluh darah dan membantu

menghentikan edem atau pembengkakan vena. Rutin juga dapat

menstabilkan vitamin C, jika rutin diberikan secara bersamaan dengan

vitamin C, maka aktifitas penyerapan vitamin C akan semakin intensif.

Rutin memiliki aktifitas antiinflamasi, sehingga dapat diindikasikan

bahwa rutin dapat menghambat beberapa pertumbuhan sel kanker dan

kondisi pre-kanker. Rutin dapat membantu mencegah aterogenesis dan

mengurangi toksisitas dari oksidasi kolesterol LDL (Anonim, 2009).

Rutin merupakan senyawa turunan dari flavonoid.Rutin memiliki

aktifitas antioksidan yang kuat, memperkuat daya kapilaritas pembuluh darah

dan membantu menghentikan edem atau pembengkakan vena. Rutin juga

dapat menstabilkan vitamin C, jika rutin diberikan secara bersamaan dengan

vitamin C, maka aktifitas penyerapan vitamin C akan semakin intensif. Rutin

memiliki aktifitas antiinflamasi, sehingga dapat diindikasikan bahwa rutin

dapat menghambat beberapa pertumbuhan sel kanker dan kondisi pre-

2
kanker.Rutin dapat membantu mencegah aterogenesis dan mengurangi

toksisitas dari oksidasi kolesterol LDL (Anonim, 2009).

Melihat banyaknya manfaat rutin untuk kesehatan dan bahan baku

industri yang prospek sebagai agen pengobatan, maka perlu disediakan

rutin sebagai bahan baku dalam jumlah yang cukup. Daun singkong

yang merupakan sumber rutin, melimpah dan mudah didapat di Indonesia,

sehingga diharapkan rutin dapat menjadi salah satu produk unggulan dari

Indonesia. Tanaman singkong sebagai penghasil rutin, merupakan tanaman

yang mudah untuk ditanam, murah dan mudah didapatkan daunnya dalam

jumlah banyak.

Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa kadar rutin lebih banyak

pada daun muda dibanding daun tua. Daun muda memiliki warna lebih hijau

muda, ukuran lebih kecil, lembar daun lebih tipis, tangkai kecil dan daun

berada pada pucuk batang 30-50cm ke bawah, sedang daun tua memiliki

warna hijau tua, lembar daun tebal, tangkai lebih besar, dan daun berada

sekitar 50 cm ke bawah dari pucuk daun. Isolasi rutin dari daun singkong

muda dengan cara maserasi menggunakan natrium hidroksida 1%

menghasilkan rutin sebesar 0,027% (b/b) (Bahrudin dkk, 1990).

Penelitian ini menggunakan daun tua, sehingga sampel dapat diambil setiap

bulan.

Indonesia mempunyai iklim tropik basah yang dipengaruhi oleh

angin muson barat dan angin muson timur. Dari bulan Oktober hingga

April, angin bertiup dari arah Utara Barat Laut membawa banyak uap

3
air dan hujan di kawasan Indonesia (musim penghujan), dari April hingga

Oktober angin bertiup dari Selatan Tenggara kering, membawa sedikit uap

air (musim kemarau). Faktor yang berperan dalam pengumpulan bahan

baku adalah masa panen (Gunawan dan Mulyani, 2004). Cahaya akan

mempengaruhi produksi flavonoid tanaman (Ghulamahdi, 2008). Kondisi

musim atau iklim ini diduga akan mempengaruhi kadar rutin pada daun

singkong.Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kapan waktu panen

daun singkong sehingga dapat menghasilkan rutin secara optimal.

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Flavonoid Rutin

Flavonoid merupakan senyawa polifenol yang mengandung 15

atom karbon yang tersusun dalam konfigurasi C6-C3-C6 yaitu cincin

benzene yang dihubungkan oleh tiga atom karbon yang dapat atau tidak

dapat membentuk cincin ketiga. Ketiga cincin tersebut masing-masing cincin

A, B dan C (Manito, 1980). Flavonoid terdapat dalam hampir semua

tumbuhan dari bangsa algae hingga gimnospermae. Flavonoid biasanya

berikatan dengan gula sebagai glikosid. Molekul yang berikatan dengan

gula tadi disebut aglikon. Hampir lebih dari 500 aglikon dan kurang

lebih 2000 flavonoid yang telah dikenal (Mursyidi, 1989).

Rutin memiliki nama kimia 3, 3’, 4’, 5, 7- penta hydroxyl flavon—

rutinosideatau kuersetin 3-rutinoside dengan berat molekul 610,51. Suatu

kristal berair kristal, terdapat pada beberapa tumbuh-tumbuhan diataranya

adalah Fagopyrum Usculentum Moench, Buckwheat Leaf Meal, Nicotiana

tabacum L, Forsythia suspensa, ydrangea paniculata. Kelarutan rutin adalah

1 gram larut dalam 1 liter air , 200 ml air mendidih, 7 ml alkohol

mendidih, larut dalam piridin, formamide dan larutan alkali, tetapi sukar larut

dalam alkohol, aseton, dan etil asetat, serta tak larut dalam kloroform,

eter, benzene, dan petroleum eter (Mursyidi, 1989). Struktur senyawa

rutin seperti terlihat pada Gambar 1.

5
Gambar 1. Struktur Kimia rutin

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa rutin memiliki aksi

fisiologis yang luas seperti antiinflamasi, antitumor, antibakteri, dan dapat

juga memperbaiki fungsi kapiler yang abnormal dengan mengurangi

kebocoran, mengurangi kerusakan kapiler vena karena ketidakcukupan

ekstremitas bawah (Ghica & Brett, 2004), dan juga berfungsi sebagai

hepatoprotektif (Munawaroh & Azizah, 2007). Rutin dan aglikonkuersetin

juga memiliki kemampuan sebagai antioksidan. Disamping antioksidan,

rutin memiliki efek farmakologis yang menarik seperti vasokontriktif,

spasmolitik, antiviral, positif inotropik, siklooksigenase dan lipoksigenase

inhibitor, dan antitumor (Hagels, 1999). Rutin juga mampu menghambat

aktivitas enzim mikrosomal dalam memetabolisme benzoapiran sebagai

inhibitor enzim mikrosomal (Widyaningsih, 2004

1.1.1 Tanaman Singkong (Manihot utilisima)

Tanaman Singkong memiliki klasifikasi sebagai berikut :

Kingdom : Plantae

6
Divisi : Spermatophyta

Sub Divisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledoneae

Ordo : Euphorbiales

Famili : Euphorbiaceae

Genus : Manihot

Spesies : Manihot utilissima

Nama Indonesia : Ketela Pohon, Ubi Kayu, Singkong

Nama Inggris : Cassava

(Rukmana, 1994).

1.1.2 Morfologi Tanaman

Tanaman singkong (Manihot utilissima pohl) termasuk

tumbuhan berbatang pohon lunak atau getas (mudah patah).

Tanaman singkong berbatang bulat dan bergerigi yang terjadi dari

bekas pangkal tangkai daun, bagian tengahnya bergabus dan

termasuk tumbuhan yang tinggi. Tanaman Singkong bisa mencapai

ketinggian 1-4 meter. Pemeliharaannya mudah dan produktif. Daun

singkong memilimempunyai daun sekitar 3-8 lembar. Tangkai daun

tersebut berwarna kuning, hijau atau merah (Arland, 2007).

7
1.1.3 Kegunaan tanaman

Tanaman Singkong (Manihot Utilissima ) merupakan

tanaman yang sudah dikenal oleh masyarakat sejak dahulu. Singkong

dikenal sebagai sumber energi alternatif pengganti beras/nasi. Perlu

diketahui bahwa ternyata seluruh bagian dari singkong memiliki

efikasi atau efetifitas yang berguna bagi manusia. Daun singkong

(Manihot utilissima) memiliki banyak manfaat, diantaranya untuk

dibuat sayuran dan berbagai aneka jenis makanan (Arifin, 2005).

1.1.4 Kandungan Daun Singkong

Daun singkong mengandung ( per 100 gram ) : Vitamin A

11000 SI-Vitamin C 275 mg-Vitamin B1 0,12 mg-Kalsium 165 mg-

Kalori 73 kal-Fosfor 54 mg-Protein 6,8 gram-Lemak 1,2 gram-Hidrat

arang 13 gram-Zat besi 2 mg (Arland, 2007).Daun ubi kayu

mengandung protein tinggi yaitu berkisar antara 20,6 – 34,4%

(Djamaludin, 1994), mengandung serat kasar sebesar 25,71%

(Sudaryanto, 1994)

2.2 Penyarian

Penyarian merupakan peristiwa perpindahan masa zat aktif yang

semula berada dalam sel, ditarik oleh cairan penyari sehingga zat aktif

larut dalam cairan penyari. Pada umumnya penyarian akan bertambah

8
baik bila permukaan serbuk simplisianya yang bersentuhan dengan penyari

semakin luas (Anonim, 1986).

2.3 Kromatografi Lapis Tipis (KLT) Kualitatif dan Kuantitatif

(Densitometri)

Kromatografi pertama kali dikembangkan oleh seorang ahli botani

Rusia Michael Tswett pada tahun 1903 untuk memisahkan pigmen

berwarna dalam tanaman dengan cara perkolasi ekstrak petroleum eter dalam

kolom gelas yang berisi kalsium karbonat (CaCO3) (Gandjar & Rohman,

2007). Kromatografi lapis tipis (KLT) adalah yang paling cocok untuk

analisis obat di laboratorium farmasi. Metode ini hanya memerlukan investasi

yang kecil untuk perlengkapan, menggunakan waktu yang singkat untuk

menyelesaikan analisis (15-30 menit) dan memerlukan jumlah cuplikan

yang sangat sedikit (kira-kira 0,1 g), kebutuhan ruangan minimum, dan

penanganannya sedehana (Stahl, 1985).

2.3.1 KLT untuk analisis kualitatif

KLT dapat digunakan untuk identifikasi senyawa baku.

Parameter pada KLT yang digunakan untuk identifikasi adalah

nilai Rf. Dua senyawa dikatakan identik jika mempunyai nilai

Rf yang sama jika diukur pada kondisi KLT yang sama. Rf

(Retardation faktor) merupakan harga perbandingan titik noda

dengan jarak elusi yang ditempuh pada lempeng fase diam

(Gandjar & Rohman, 2007).KLT untuk analisis senyawa

9
flavonoid pada prinsipnya sama dengan yang digunakan untuk

analisis senya wa organik lain. Pengerjaan KLT pada analisis

flavonoid bertujuan untuk mengisolasi flavonoid murni pada

skala mikro. Cara analisis ini cukup sederhana, dikerjakan dalam

tempo yang singkat, dan dibutuhkan sampel yang sedikit. Pelat

KLT tersedia di pasaran baik yang dilapiskan diatas kaca,atau

plastik. Seringkali dipilih pelat yang dilapiskan pada plastik karena

pelat tersebut dapat dipotong menjadi ukuran yang dikehendaki.

Sebagai fase diam, selulose mikrokristal, yaitu “avicel” sangat

cocok untuk isolasi flavonoid. Di samping itu dikenal juga fase

diam lain yaitu silika dan poliamid. Beberapa contoh penggunaan

fase diam dan campuran eluen untuk isolasi flavonoid dapat

dilihat pada tabel 1 (Mursyidi, 1989) .Tabel 1 .Kromatografi

Lapis Tipis (Mursyidi, 1989).

Jenis Flavonoids Fase Diam Eluen

Glikosid Flavonoid Selulose Tersier butyl alcohol, :

asam asetat : air

(4 : 1 : 5)

Poliamid Air : methanol : asam

asetat (1 : 18 : 1)

10
Silika Etil asetat : piridin : air :

methanol (80 : 20 : 10 :

5) (untuk flavon C

glikosida)

Aglikon flavonoid polar Selulose Benzen : asetat : Air

(misalnya : flavon, (125 : 72 : 5)

Flavonoid) Poliamid Metanol : asetat : air

(18 : 1 :1 )

Silika Benzen : piridin :

As.asetat (36 : 9 : 5 )

Aglikon flavonoid non Selulose Asam asetat 10-30 %

polar (misalnya : Silika Floroform : Metanol

isoflavon, flavon (15 : 1) atau (3 : 1)

termetilasi)

2.3.2 KLT untuk analisis kuantitatif

Analisis kuantitatif noda dapat dilakukan dengan

metode densitometri. Densitometri adalah metode analisis

instrumental yang didasarkan pada interaksi radiasi

11
elektromagnetik dengan analit yang merupakan noda pada

KLT. Interaksi radiasi elektromagnetik dengan noda pada KLT

yang ditentukan adalah absorbsi,transmisi, pantulan pendar

fluor dari radiasi semula. Densitometri lebih dititik beratkan

untuk menganalisis kuantitatif analit dengan kadar sangat kecil,

pada ekstrak yang masih terdapat metabolit sekunder, sehingga

perlu dilakukan pemisahan terlebih dahulu dengan KLT (Mulja dan

Suharman, 1995).

Analisis kuantitatif suatu senyawa yang telah

dipisahkan dengan KLT biasanya dilakukan dengan densitometer

langsung pada lempeng KLT. Densitometer dapat bekerja secara

serapan atau fluoresensi. Kebanyakan densitometer mempunyai

sumber cahaya monokromator untuk memilih panjang gelombang

yang cocok, sistem untuk memfokuskan sinar pada lempeng,

pengganda foton, dan rekorder (Gandjar dan Rohman, 2007).

2.4 Metabolit Sekunder

Metabolit sekunder dapat didefinisikan sebagai zat kimia bukan nutrisi

yang memainkan peran penting dalam proses keberadaan dan evaluasi

bersama antar jenis di lingkungan. Berbeda dengan metabolit primer yang

bersifat sama pada semua organisme hidup (pembentukan dan pemecahan

asam nukleat dan protein dari prekusornya seperti karbohidrat dan asam

karboksilat) kebanyakan metabolit sekunder bersifat spesifik pada setiap

12
jenis atau kelompok jenis organisme tertentu.Ciri spesifik metabolit sekunder :

struktur kimia beragam, penyebaran relatif terbatas, pembentukan

dipengaruhi oleh enzim dan bahan genetik tertentu, prosesbiosintesisnya

dipengaruhi oleh jumlah dan aktivitas enzim, merupakan aspek spesialisai

sel dalam proses diferensiasi dan perkembangan organisme,

kurangpenting bagi sel penghasil tetapi penting bagi organisme secara

keseluruhan (Mursyidi, 1989).

Hutan tropis yang kaya dengan berbagai jenis tumbuhan adalah

merupakan sumber daya hayati dan sekaligus gudang senyawa kimia baik

berupa senyawa kimia hasil senyawa metabolit primer seperti protein,

karbohidrat, lemak yang digunakan sendiri oleh tumbuhan tersebut untuk

pertumbuhannya, maupun senyawa metabolit sekunder seperti terpenoid,

steroid, kumarin, flavonoid, dan alkaloid. Senyawa metabolit sekunder

merupakan senyawa kimia yang mempunyai kemampuan bioaktifitas dan

berfungsi sebagai pelindung tumbuhan tersebut dari gangguan hama penyakit

untuk tumbuhan itu sendiri dan lingkungannya (Lenny, 2006). Sebagian

besar senyawa metabolit sekunder dibudidayakan secara in vivo, namun

mempunyai kelemahan yang dipengaruhi oleh musim, sehingga diperlukan

budidaya alternatif untuk produksi senyawa metabolit sekunder (Anonim,

2001).

Cahaya merupakan faktor luar yang dapat mempengaruhi

pembentukan metabolit sekunder tanaman. Beberapa kultur jaringan tanaman

menunjukkan tingkat pertumbuhan yang dipengaruhi oleh panjang

13
penyinaran, kualitas cahaya dan intensitas cahaya (Anonim, 2011). Faktor

iklim termasuk suhu udara, sinar matahari, kelembaban udara dan angin,

unsur-unsur ini sangat berpengaruh terhadap proses pertumbuhan tanaman

(Mila, 2009).

14
BAB III

PROSEDUR PEKERJAAN

3.1 Alat dan Bahan

3.1.1 Alat

 Botol Maserasi

 Erlenmeyer

 Corong

 Spatel

 Hot Plate/Waterbath

 Rotary Evaporator

 Pipet Kapiler

3.1.2 Bahan

 Daun Singkong Segar

 Metanol

 Karbon Aktif

 Kapas

 Kertas Saring

 N-Heksan

 Kloroform

15
 Plat KLT

 Vanilin Sulfat

3.2 Cara Kerja

1. Daun singkong segar 1 Kg dikutil dan dirajang

2. Direbus selama 1 jam

3. Saring selagi panas, diamkan selama 3 hari

4. Saring, ambil endapan

5. Endapan dimaserasi dengan metanol 250 ml. Jika perlu dipanaskan dan

disaring selagi panas

6. Uapkan filtrat endapan daun singkong dengan rotary evaporator

7. Lakukan rekristalisasi

8. Ambil endapan yang terbentuk

9. Cek KLT senyawa hasil isolasi dengan fase diam kertas saring, fase

gerak Butanol: Asam Aseatat:Air (4:1:5). Liat fse diam di bawah sinau

UV sebelum dan sesudah elusi, gunakan sitro borat sebagai

penampakan noda Flavonoid

16
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

 Randamen rutin

Diket:

Bobot bahan baku (awal)=1 Kg→ 100mg

Bobot simplisia (akhir)=0,00027 Kg→ 270mg

Rumus randemen:

bobot simplisia (akhir)


= × 100%
bobobt bahan baku (awal)

270 mg
× 100%
1000 mg

= 27%

 Analisis Kualitatif

a) Sistem KLT I

Fase diam : Selulosa

Fase gerak : Asam asetat 15 %

Jarak migrasi : 8 cm

Deteksi : Sinar tampak, UV 254, UV 366, dan Pereaksi semprot sitrob

orat Penotolan : masing-masing 3 totolan pipa kapiler

17
b) Sistem KLT II

Fase diam : Selulosa

Fase gerak : n-

Butanol:Asam asetat:Air (4:1:5 % v/v; lapisan atas)

Jarak migrasi : 5,3 cm

Deteksi

: Sinar tampak, UV 254, UV 366, dan Pereaksi semprot

sitroborat

Penotolan : masing-masing 3 totolan pipa kapiler

18
 Analisis Kuantitatif

a) Pembuatan Kurva Baku

19
b) Perhitungan Kadar

 Kadar Flavonoid Total terhadap Pembanding

Keterangan:

X = Kadar flavonoid total dihitung sebagai flevonoidpembanding (dalam %)

Cp = Konsentrasi larutan pembanding (yang dipilih konsentrasi 0,001%)

Au = Serapan larutan sampel dengan AlCl3

Abu = Serapan larutan sampel tanpa AlCl3

Ap = Serapan larutan pembanding dengan AlCl3 (0,294)

Abp = Serapan larutan pembanding tanpa AlCl3(0,165)

1,25 = Faktor konstanta

20
 Kadar Rata-Rata Kadar Flavonoid Total terhadap Pembanding

21
4.2 Pembahasan

Isolasi senyawa kimia dari bahan alam adalah sebuah usaha

bagaimanacaranya memisahkan senyawa yang bercampur sehingga kita dapat

menghasilkansenyawa tunggal yang murni. Tanaman mengandung ribuan

senyawa yangdikategorikan sebagai metabolit primer dan metabolit sekunder.

Biasanya prosesisolasi senyawa dari bahan alami ini mentargetkan untuk

mengisolasi senyawametabolit sekunder, karena senyawa metabolit sekunder

diyakini dan telah ditelitidapat memberikan manfaat bagi kehidupan manusia.

Sehingga praktikum kali inidilakukan untuk mengisolasi rutin (flavonoid-3-

glikosida) sebagai salah satu jenisglikosida flavonoid (glikosida flavonol)

yang terkandung dalam daunsingkong/ketela pohon.

Tanaman singkong berasal dari Brazilia tetapi sekarang sudah

tersebarhampir di seluruh dunia. Indonesia termasuk salah satu negara

penghasil singkongutama dunia setelah Brazilia dan Zaire. Tanaman Singkong

banyak di tanam didaerah-daerah berlahan kering dengan sistem pengairan

yang hanya mengandalkanair hujan. Tanaman singkong dapat diolah sebagai

bahan makanan, dan daunnyadibuat sayuran, tetapi untuk pengobatan masih

jarang digunakan. Salah satusenyawa yang terkandung di dalam daun

singkong adalah flavonoid rutin. Rutinmerupakan senyawa turunan dari

flavonoid.

Glikosida flavonoid termasuk rutin merupakan salah satu

metabolitsekunder yang bersifat polar, termasuk kedalam kelompok glikosida

22
O (molekulgula berikatan dengan O-aglikon). Rutin daun singkong (satu zat

aktif) sebagai bahan obat-obatan dan kosmetik, serta jadi zat pengatur

tumbuh tanaman.

Pada praktikum kali ini, simplisia yang digunakanadalah serbuk daun

Ketela pohon (Manihot utilissima)

Berikut ini klasifikasi dari Ketela pohon:

Kingdom : Plantae

Divisi : SpermatophytaSub Divisi : Angiospermae

Ordo : Euphorbiales

Famili : Euphorbiaceae

Genus : Manihot

Spesies : Manihot utilissima

Langkah pertama yang dilakukan adalah daun singkong segar

sebanyak 1Kg dikutil dan dirajang, kemudian direbus sealam satu jam. Setelah

selesai direbus, saring hasil rebusan yaitu daun singkong selagi panas,

kemudain diamkan selama tiga hari sampai terbentuk endapan. Jika endapan

telah terbentuk, pisahkanlah antara endapan dengan air hasil endapan yang

berada pada bagian atas. Hasil dari endapan dipindahkan ke dalam botol infus.

23
Selanjutnya tambahkan metanol pada hasil endapan untuk dilakukan

maserasi selama tiga kali dalam kurun waktu ± 15 menit dengan pemanasan di

water bath sambil diaduk sampai homogen antara endapan dengan pelarut.

Jika telah selesai, diamkanlah beberapa waktu untuk sampai dapat dipisahkan

antara endapan dengan pelarut. Pelarut yang telah dipisahkan dimasukkan

dalam wadah botol infus lain, dan untuk endapan kembali dilakukan maserasi

di atas water bath dengan penambahan metanol dengan kurun waktu ± 15

menit. Maserasi dilakukan dengan pengulangan sebanyak tiga kali sampai

benar-benar terpisahkan antara endpan dengan pelarut metanol.

Maserasi dilakukan dengan menggunakan larutanmethanol. Bentuk

aglikon dan glikosidanya dapat disari menggunakan pelarutmethanol karena

methanol termasuk penyari yang ideal yang dapat menyari flavonoidyang

berada dalam bentuk glikosida maupun aglikon bebasnya.Selanjutnya filtrate

yang diperolehdibagi menjadi dua, masing-masing 5,0 ml.

Bagianyangpertamadiuapkanhingga pekat,dengan rotary evaporator dan

bagian ini (sampel

A) akan digunakan untuk analisis aglikon bebas danglikosidanya secara

kualitatif dengan metode KLT.

Bagian kedua diuapkan hingga kental lalu ditambahkan 5ml HCl

1%.Penambahan HCl dimaksudkan untuk menghidrolisis glikosida flavonoid.

Hal inidilakukan untuk memisahkan bentuk aglikon dari glikosidanya. Setelah

24
itu direfluksselama 1 jam. Hal ini dilakukan untuk menyempurnakan reaksi.

Setelah direfluks,hasil refluks didinginkan dan kemudian ditambahkan 5 mL

air kemudian dimasukkandalam corong pisah.

Partisi dilakukan dengan menambahkan 10 ml eter pada larutan

hasilhidrolisis. Digojog menggunakan corong pisah, kemudian ambil fase eter-

nya lalusisihkan. Penggojogan tidak boleh terlalu kuat karena methanol yang

masih tersisadapat membentuk emulsi dengan eter. Sedangkan fase air nya

ditambah eter lagi,disari lagi hingga diperoleh lagi fase eter dan fase air. Fase

eter yang diperolehkemudian ditambah Natrium sulfat lalu diuapkan tanpa

panas. Kemudian digunakansebagai sampel B1, yaitu untuk analisis flavonoid

kuersetin. Fase air yang diperolehdari partisi tadi diuapkan dengan pemanasan

hingga kurang lebih 1 ml. ini digunakankemudian untuk analisi

s senyawa rutin-nya (sebagai sampel B2).

Sampel A, B1, dan B2 dianalisis secara kualitatif menggunakan

metodekromatografi lapistipis.

sistem pertama menggunakan fase gerak asam asetat 15%, sedangkan sistem k

eduamenggunakan campuran n-butanol – asam asetat- air (4:1:5). Sistem satu

bersifatlebih polar karena mengandung air lebih banyak dari sistem dua.

Kedua sistem inidiamati pada sinar tampak, UV 254, UV 366 sebelum

disemprot sitroborat dan padasinar tampak, UV 366 setelah disemprot

sitroborat.

25
Karena sistem satu bersifat polar, maka sistem ini digunakan

untukmenganalisis rutin yg bersifat polar. Rutin yang polar akan terelusi oleh

fasegeraknya, sedangkan senyawa non polar akan tertahan pada fase diam

karenalemahnya interaksi dengan fase geraknya. Pada sampel A terlihat

adanya bercakdengan Rf 0,06; 0,26; dan 0,53 pada UV254 dan UV366 baik

sebelum maupunsesudah disemprot. Sedangkan pada sampel B1 dan B2 tidak

ditemukan adanya bercak baik sebelum maupun sesudah disemprot.

Kedua sampel ini tidak terelusi, halini menunjukan bahwa kedua totolan

bersifat nonpolar karena tidak terelusi oleh fasegerak yang bersifat polar.Hasil

elusi ini menunjukkan bahwa sampel A didugamengandung glikosida rutin.

Hal ini dapat terjadi karena pada sampel A merupakanekstrak ketela

pohon yang tidak mengalami hidrolisis menjadi aglikonnya. Padasampel B1

tidak ada bercak elusi yang timbul, hal ini tentu saja terjadi karena sampelB1

merupakan fraksi eter yang bersifar nonpolar yang akan menyari

aglikon(kuersetin), eter tidak mampu menyari rutin yang bersifat polar. Pada

sampel B2 jugatidak menunjukkan adanya rutin, hal ini menunjukkan bahwa

rutin sepenuhnya telahterhidrolisis menjadi kuersetin. Jika rutin belum

terhidrolisis sempurna maka akantersari rutin pada fraksi ini.

Sedangkan pada sistem kedua merupakan sistem yang bersifat

nonpolar, makasistem ini digunakan untuk menganalisis kuersetin yang juga

bersifat nonpolar. Padasistem ini semua sampel terelusi dengan menghasilkan

26
beberapa bercak. Bercak yang bersifat polar akan sulit terelusi (Rf kecil)

sedangkan senyawa yang bersifat nonpolarakan mudah terelusi (Rf besar).

Pada sampel A ditemukan bercak pada Rf 0,19 dan0,34 pada sinar tampak dan

UV 254 sebelum disemprot. Nilai Rf yang kecil tersebutmenunjukan bahwa

senyawa pada sampel A merupakan senyawa polar yang didugasebagai rutin.

Pada sampel B1 ditemukan bercak pada Rf 0,66 dan 0,98. Rf yang besarini

menunjukan bahwa senyawa pada sampel B1 merupakan senyawa nonpolar

yangdiduga sebagai kuersetin. Hal ini sesuai dengan teori bahwa sampel B1

mengandungkuersetin karena sampel B1 diberi perlakuan hidrolisis rutin

menjadi kuersetin.Sedangkan pada sampel B2 ditemukan bercak pada Rf 0,15;

0,38 (Rf rendah) dan pada Rf 0,58; 0,66 ; 0,98 (Rf tinggi). Hal ini

menunjukkan adanya senyawa baik polarmaupun nonpolar pada sampel B2.

Dilihat dari warna pada bercak elusi sistem satu dibanding sistem dua,

bercak pada sistem dua akan berwarna lebih terang dibandingkanpada sistem s

atu. Hal initerjadi karena pada sistem dua, senyawa yang terelusi adalah

kuersetin dimanakuersetin memiliki gugus OH lebih banyak pada struktur

flavonoid utamanya. Padasistem satu, salah satu OH pada struktur flavonoid

terkonjugasi dengan gugus gula.Gugus OH pada struktur flavonoid berfungsi

sebagai ausokrom yang dapatmenguatkan intensitas warna p

ada suatu senyawa.

27
Kemudian dilakukan analisis secara kuantitatif dengan menghitung

kadarflavonoid total yang dinyatakan dengan kesetaraan pembanding

kuersetin. Padaanalisis ini digunakan sampel B1 karena sampel mengandung

rutin yang telahmengalami hidrolisis menjadi aglikonnya yaitu kuersetin.

Dengan terhidrolisisnyaseluruh glikosida menjadi kuersetin dapat

menggambarkanflavonoidtotalyang berada dalam sampel 4,99 mg daun ketela

pohon. Larutan uji B1 dipipet 500 µLditambah methanol 1,5 mL pada tabung

reaksi kemudian ditambahkan dengan 0,1 mL Na-

asetat; 2,8ml air suling, dan AlCl310%, kemudian larutan dicampur

hinggahomogen dan diinkubasi pada suhu kama selama 30 menit.Inkubasi ini

dilakukanagar kuersetin yang memiliki gugus orto hidroksi karbonil telah

bereaksi sempurnadengan AlCl3.Reaksi ini akan dimaksutkan untuk

memberikan perpanjangan serapangugus flavonoid.

Larutan ini dibuat kembali dengan tanpa penambahan

AlCl3.Kemudian, larutan diukur pada alat spektrofotometer UV-Vis 415 nm.

Selain itu jugadilakukan pembacaan absorban larutan pembanding kuersetin

10 mg/mL yang diberi perlakuan sama dengan

larutanB1.Setelahdidapatkandataabsorban,makadilakukan perhitungan kadar fl

avonoid total. Dari percobaan isolasi flavonoid dari daun ketela pohon ini dida

patkan kadar flavonoid total 6,149.10-3 %. Nilai ini belum tentusepenuhnya

benar karena belum dapat dipastikan semua rutin terhidrolisis

sempurnamenjadi kuersetin.

28
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1. Rutin merupakan salah satu jenis glikosida flavonoid yang bersifat

polar, sehingga dapat diekstraksi dengan pelarut polar seperti air,

metanol,etanol. Filtrat yang didapat dari hasil penyarian didinginkan

untuk memepercepat pembentukan kristal. Memisahkan aglikon dan

glikosidanya dapat dilakukan dengan hidrolisis asam.

2. Aanalisa dari aglikon dan glikosida ini dapat dilakukan dengan

menggunkan kromatografi lapis tipis, dan menggunakan eluen tertentu

sesuai dengan kepolaran senyawa yang dianalisa.

5.2 Saran

Diharapkan selama praktikum/pengujian berlangsung dilakukan

sesuai prosedur yang telah ditetapkan agar tidak terjadi kesalahan yang

tidak diinginkan dan mendapatkan hasil yang benar sesuai tujuan

29
DAFTAR PUSTAKA

Asif,Mohammad.,Khodadadi,Elham.2013.Medicinal Uses And Chemi

stry Of

Flavonoid Contents Of Some Common Edible Tropical Plants. J

ournal ofParamedical Sciences (JPS) Summer 2013 Vol.4, No.3

ISSN 2008-4978.

Ashok,Praveen Kumar dan Bhawana Saini. Int Journal Pharmacy

2013.

HPLC Analysis and of rutin from stem bark of ginkgo biloba L.

ISSN 2278-4136 JPP 2013; 2(4);68-71

Bakhtiar, Amri. 1992. Isolasi Rutin Dari Daun Ubi Kayu

(Manihot utillisima) Menggunakan Resin Amberlit XAD4.

FMIPA Universitas Andalas : Padang

Gritter,R,Bobbit, J.M dan Schwarting,A. 1991. Pengantar

Kromatografi,7-

30
25, diterjemahkan oleh Padmawinata,K. Bandung:ITB

Harmita. 2004. Majalah Ilmu Kefarmasian Vol.1 No.3:Petunjuk

Pelaksana-

an Vlidasi Metode dan cara,117-135,Departemen Farmasi

FMIPA. Jakarta:UI

Hahlbrock K. 1981. Flavonoids. dalam The Biochemistry of Plants,

Vol.

7: SecondaryPlant Products. New York: Academic Press.

Hal:425-456.

Harbone,J.B.1987.Metode Fitokimia penuntun cara modern menganal

isis

tumbuhanterbitan kedua. Bandung: ITB

Mamik Ponco Rahayu . 2011. Petunjuk Praktikum Kimia Produk Ala

m,

IsolasiSenyawa Glikosida Flavonoid Dari Daun Ketela Pohon

(Manihot utillisima,pohl).Universitas Setia Budi : Surakarta .

31
Markham, K.R. 1988. Cara Mengidentifikasi Flavonoid. Bandung:

ITB.

Sekolah Farmasi ITB .

Wagner,Hildebert&SabineBladt.1996.Plant Drug Analysis A Thin

LayerChromatography Atlas Second Edition. New York :

Springer

32
LAMPIRAN

Skema Kerja

Daun singkong dirajang

Direbus 1 jam

Saring dan diamkan 3 hari


Saring, ambil endapan


maserasi dengan etanol
etanol


filtrat dirotary


Hitung randemen

33

Uji KLT

Gambar

Sampel daun singkong Rotary filtrat

Hasil maserasi Uji KLT

34
OBJEK II ISOLASI TRITERPENOID DARI DAUN PEGAGAN

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Tujuan

 Mengetahui mekanisme isolasi daun pegagan (Centella asiatica)

 Mengetahui senyawa-senyawa kimia yang terkandung dalam daun

pegagan (Centella asiatica)

 Mengetahui khasiat dan kegunaan dari senyawa triterpenoid

 Memhami isolasi alkaloid triterpenoid terhadap daun pegagan

1.2 Latar Belakang

Di negara berkembang seperti Indonesia ini penggunaan tumbuh-

tumbuhan untuk pengobatan masih sangat sering dilakukan. Salah satunya

tanaman pegagan yang dianggap sebagai rumput liar ternyata digunakan oleh

masyarakat dan bermanfaat untuk menurunkan demam, mengobati diare,

campak, wasir, darah tinggi dan penambah daya ingat (Besung, 2009: 115).

Tanaman pegagan merupakan salah satu jenis tanaman yang

mempunyai beberapa efek farmakologi diantaranya antiperetik, antimikroba

dan antibakteri. Penelitian sebelumnya dilakukan oleh Jagtap dkk (2002) yang

35
menunjukkan bahwa aktivitas antimikroba ekstrak etanol pegagan merupakan

ekstrak yang paling aktif dibandingkan ekstrak petroleum eter dan ekstrak air.

Indonesia adalah salah satu negara yang dikenal dengan alamnya yang

kaya dengan tanaman berkhasiat untuk pengobatan penyakit secara

tradisional, salah satunya adalah tanaman pegagan (Centella asiatica L.).

Supaya obat tradisional dapat diterima di kalangan praktek kedokteran, maka

pengembangan terus didasarkan pada prinsip-prinsip pengembangan obat

dalam kedokteran modern. Hasil-hasil yang secara empirik harus pula

didukung oleh bukti-bukti ilmiah adanya manfaat klinik obat serta keamanan

pemakaian pada manusia.

Tanaman pegagan (Centella asiatica L.) merupakan salah satu

tanaman obat yang memiliki banyak manfaat, sehingga menarik perhatian para

ahli untuk meneliti dan mengembangkannya dalam rangka eksplorasi obat

baru yang berasal dari alam. Sejauh ini bukti ilmiah efek herba pegagan

sebagai antipiretik belum diketahui. Tanaman pegagan seringkali

dimanfaatkan oleh masyarakat Indonesia sebagai obat alternatif untuk

mengobati berbagai macam penyakit seperti wasir, demam, pembengkakan

hati atau liver, bisul, darah tinggi, penambah daya ingat, campak, amandel,

sakit perut dan kurang nafsu makan. Penelitian tentang tanaman obat di

Indonesia untuk pengobatan demam memang sudah banyak dilakukan, tetapi

penelitian tentang tanaman pegagan untuk pengobatan demam belum

dilakukan Dengan dasar inilah yang mendorong peneliti melakukan penelitian

ini sehingga diharapkan dalam pegagan dapat digunakan sebagai obat

36
alternatif yang berkhasiat sebagai antipiretik yang berguna bagi perkembangan

pengobatan tradisional terutama dalam perkembangan ilmu pengkulturan

tanaman.

Herba pegagan atau Centella asiatica (L.) Urban merupakan salah satu

tanaman suku Apiaceae atau Umbelliferae yang banyak digunakan dalam

industri obat alami, baik sebagai penyusun ramuan maupun sebagai bahan

baku ekstrak. Pegagan merupakan tanaman liar yang banyak tumbuh di

perkebunan, tepi jalan, pematang sawah ataupun di ladang yang agak basah

(Dalimartha, 2006).

Kandungan kimia pegagan memiliki peranan penting dalam aplikasi

obat dan gizi dengan komponen biologi aktif triterpen saponin (Loiseau dan

Mercier, 2000). Pegagan diklaim memiliki berbagai efek farmakologi, yang

digunakan untuk penyembuhan luka, gangguan mental dan neurologi,

aterosklerosis, fungicidal, antibakteri, antioksidan, dan antikanker (Ullah et al,

2009).Penggunaan pegagan dalam makanan dan minuman sudah meningkat

selama bertahun-tahun karena manfaat kesehatan seperti antioksidan, anti

inflamasi, penyembuh luka, meningkatkan memori, dan lainnya (Subathra et

al, 2005).

Ekstrak methanol dari tumbuhan pegagan menunjukkan zona hambat

terhadap Vibrio alginolyticus, Vibrio vulnificus, dan Streptococcus sp (Wei et

al, 2008). Selain itu, kandungan n-heksana, karbontetraklorida,

kloroformfraksi terlarut ekstrak methanol dari Centellaasiatica menunjukkan

aktifitas antibakteri terhadap 5 bakteri gram positif (Bacillus cereus, Bacillus

37
megaterium, Bacillus subtilis, Staphylococcus 2 aureus, danSarcinalutea) dan

8 bakteri gram negative (Escherichi coli, Pseudomonas aeruginosa, salmonella

typhi, Shigellaboydii, Shigelladysenteriae, Vibrio mimicus, dan Vibrio

parahemolyticus) (Ullah et al, 2009). Karies gigi atau gigi berlubang adalah

suatu penyakit pada jaringan keras gigi yang ditandai oleh rusaknya email dan

dentin disebabkan oleh aktifitas metabolisme bakteri dalam plak yang

menyebabkan terjadinya demineralisasi akibat interaksi antar produkproduk

mikroorganisme, ludah, dan bagian-bagian yang berasal dari makanan dan

email (Ramayanti dan Purnakarya, 2013).

Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007 menunjukkan bahwa

hampir separuh penduduk Indonesia mengalami karies gigi dengan prevalensi

karies sebesar 46,5% dan yang mempunyai pengalaman karies sebesar 72,1%.

Makanan kariogenik merupakan faktor penyebab utama terjadinya karies

bersama-sama dengan faktor mikroorganisme, gigi (host) dan waktu.

Mikroorganisme sangat berperan menyebabkan karies.

Streptococcus mutans dan Lactobacillus merupakan 2 dari 500 bakteri

yang terdapat pada plak gigi dan merupakan bakteri utama penyebab

terjadinya karies. Plak adalah suatu masa padat yang merupakan kumpulan

bakteri yang tidak terkalsifikasi, melekat erat pada permukaan gigi, tahan

terhadap pelepasan dengan berkumur atau gerakan fisiologis jaringan lunak.

Bakteri yang kariogenik tersebut akan memfermentasikan sukrosa menjadi

asam laktat yang sangat kuat sehingga mampu menyebabkan demineralisasi

(Brown and Dodds, 2008). Demineralisasi yaitu hilangnya sebagian atau

38
seluruh mineral dari jaringan keras gigi yang diikuti oleh kerusakan bahan

organik gigi karena terlarut dalam asam sehingga terjadi karies gigi (Dharsono

dkk, 2013). 3 Penderita karies pada umumnya datang ke dokter gigi setelah

merasakan sakit berdenyut pada giginya dan sakit bila diperiksa dengan cara

perkusi atau bersentuhan dengan gigi antagonisnya. Ini menandakan infeksi

sudah menjalar ke jaringan apical (Lehner T, 1992).

39
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Botani

2.1.1 Klasifikasi

Berdasarkantaksonomi,tumbuhanUsnea

spLinn.dapatdiklasifikasikansebagai berikut :

Kingdom : Fungi

Filum : Ascomycotina

Kelas : Ascolichens

Ordo : Lecanorales

Famili : Parmeliaceae

Genus : Usnea

Species : Usnea sp

2.1.2 Nama Daerah

Nama lain pegagan (Centella asiatica L.). di daerah yaitu:

40
Pegagan (Aceh), pegago (Minangkabau), daun kaki kuda (Melayu),

antanan gede / antanan rambat (Sunda), semanggen (Indramayu, Cirebon)

gagan-gagan/ganggagan/kerok betook/panegowang/rending/calingan rambat

(Jawa), kos tekosan (Madura), taidah (Bali), belele (Sasak), wisu-wisu/pagaga

(Makassar), daun tungke-tungke/cipubalawo (Bugis), hisu – hisu (Sulawesi),

sarowati, kori – kori (Halmahera), kolotidi manora (Ternate),

dogauke/gogauke/sandanan (Irian).

2.1.3 Morfologi Tanaman

Pegagan (Centella asiatica (L.) Urban.) merupakan tanaman

herba tahunan yang tumbuh di daerah tropis dan berbunga sepanjang

tahun. Bentuk daunnya bulat seperti ginjal manusia, batangnya lunak

dan beruas, serta menjalar hingga mencapai satu meter. Pada tiap ruas

tumbuh akar dan daun dengan tangkai daun panjang sekitar 5– 15 cm

dan akar berwarna putih, dengan rimpang pendek dan stolon yang

merayap dengan panjang 10–80 cm (van Steenis, 1997). Tinggi

tanaman berkisar antara 5,39–13,3 cm, dengan jumlah daun berkisar

antara 5–8,7 untuk tanaman induk dan 2–5 daun pada anakannya

(Bermawie etal., 2008).Bunga umumnya 3, yang ditengah dudukyang

disamping bertangkai pendek, daun pelindung 2, panjang 3-4 mm,

bentuk bulat telur, mahkota bunga berwarna merah lembayung,

panjang 1-1,5 mm, lebar sampai 0,75 mm. buah pipih lebar lebih

41
kurang 7 mm dantinggi lebih kurang 3mm, bertekuk dua, jelas

berusuk, berwarna kuning kecoklatan, berdinding agak tebal.

Pegagan (Centella asiatica (L.) Urban.) mempunyai batang

yang pendek, sehingga dianggap tidak mempunyai batang, dari batang

tersebut tumbuh geragih atau stolon yang tumbuh horisontal diatas

tanah dan berbuku-buku. Dari buku yang menyentuh tanah tersebut

keluar akar dan tunas yang akan tumbuh menjadi tanaman baru.

Pegagan (Centella asiatica (L.) Urban.) mempunyai banyak manfaat.

Pegagan (Centella asiatica (L.) Urban.) secara tradisional banyak

digunakan untuk mengobati penyakit kulit. Pegagan (Centella asiatica

(L.) Urban.) juga dapat digunakan untuk mengobati sakit perut, batuk,

batuk berdarah dan disentri, penyembuh luka, radang, pegal linu,

asma, wasir, tuberculosis, lepra, demam, dan penambah selera makan.

2.1.4 Kegunaan Tradisional

Pegagan secara tradisional banyak digunakan untuk penyakit

kulit% Di samping untuk penggunaan topikal pegagan 5uga

digunakan untuk mengobati sakit perut' batuk' batuk berdarah dan

disentri' penyembuhan luka radang, pegal linu, asma, wasir,

tuberculosis, lepra, demam dan penambah selera makan.

2.2 Kandungan Kimia

Centella asiatica Urb / C. Asiatica banyak mengandung berbagai

senyawa aktif dan senyawa yang terpenting adalah golongan triterpenoid

42
saponin. Triterpenoid saponin meliputi asiatic acid, madecassoside,

asiaticoside, centelloside. Selain itu, herba pegagan juga mengandung

unidentified terpene seperti madecassic acid, thankuniside, isothankuniside,

brahmoside, brahmic acid, brahminoside, madasiatic acid, meso-inositol,

carotenoids, hydrocotylin, vellarine(Besung,2009).

Komponen lain yang terkandung adalah minyak atsiri (volatil oil),

flavonoid, asam amino, acetate, camphor, cineole, senyawa – senyawa

polyacetylene, kaempferol, quercetin, myo-inosito, resins, tannin, fytosterol

(seperti campesterol, stigmasterol, sitosterol), garam mineral (seperi garam

kalium, natrium, magnesium, kalsium, besi), alkaloid hidrokotilinadan

karbohidrat (Soegihardjodan Koensoemardiyah).

Kandungan triterpenoid saponin yaitu asiatic acid pada pegagan

berfungsi untuk meningkatkan aktivasi makrofag.Triterpenoids merupakan

antioksidan sebagai penangkap radikal bebas yang dapat mematikan sel – sel

otak dan merevitalisasi pembuluh darah. Asiaticoside dan senyawa sejenis

juga berperan berkhasiat anti lepra (kusta). Secara umum, pegagan berkasiat

sebagai hepatoprotektor yaitu melindungi sel hati dari berbagai kerusakan

akibat racun dan zat berbahaya (Thongnopnua, 2008).

Zat vellarine yang ada pada herba pegagan memberikan rasa pahit.

Kandungan vitamin berfungsi untuk meningkatkan stamina dan vitalitas serta

sebagai antioksidan yang membantu dalam perkembangan sel – sel otak.

Selain itu garam – garam mineral sebagai pembentuk sel darah merah (zat

43
besi) yang berfungsi dalam mylenisasi otak dan peningkatan daya konsentrasi.

Menurut penilitian yang dilakukan di Afrika oleh salah satu Mahasiswi IPB

(Ine Wasillah), tumbuhan pegagan ini mampu mengobati penyakit sifilis.

Struktur Triterpen saponin dari herba pegagan (WHO, 1999)

Triterpenoid R1 R2 Rumus Berat molekul

saponin molekul

Asiatic acid C30H48O5


H OH 488

Asiaticoside C48H78O19
H O-glu-glu- 958

rham

Madecassoside C48H78O20
OH O-glu-glu- 974

44
rham

Madecassic C30H48O6
OH OH 504
acid

2.3 Kegunaan

Berikut ini adalah hasil dari beberapa penelitian yang telah dilakukan

mengenai manfaat dari lada hitam (Piper nigrumL):

1. Lada hitam (Piper nigrumL) secara tradisional telah digunakan

sebagai obat-obatan.Lada hitam mengandung sejumlah kecil senyawa

chemopreventive seperti β-karoten,piperine, asam tannic dan

capsaicin.Lada hitam juga dilaporkan kaya akan glutation peroksidase,

glukosa-6-fosfat dehidrogenase, dan vitamin E

2. Lada hitam yang di ekstrak menggunakan air dan etanol, keduanya

menunjukkan aktivitas antioksidan yang kuat .

3. Suplementasi dengan lada hitam atau piperine dapat mengurangi diet

tinggi lemak yang diinduksi stres oksidatif pada sel. Piperine(suatu

alkaloid aktif) yang diketahui memiliki aktivitas farmakologis antara

lain anti metastatic, anti mutagenik dan antioksidan.

4. Piperine yang dikombinasikan dengan chrysinyaitu suatu inhibitor

aromatase alamiyang dikenal sebagai suplemen bioperin dapat

45
meningkatkan hormon testosterone dengan cara meminimalkan koversi

testosteron menjadi esterogen .

2.4 Uji Farmakologi

Pada tanaman pegagan yaitu, Rebusan daun mempunyai daya

antelmintik terhadap cacing tambang anjing secara in vitro. Infusa daun

mempunyai daya antiseptik terhadap bakteri Streptococcus viridan. Fraksi

yang larut dalam etilasetat daun pegagan dapat berefek pada penurunan

tekanan darah sistemik kucing. Herba: ekstrak herba mempunyai daya

antibakteri terhadap Staphylococcus aureus dan Escherichia coli. Pemberian

sediaan herba secara iv maupun enteral pada anjing dapat berefek pada

penurunan tekanan darah sistemik dan memiliki efek penyembuhan luka

bakar; dalam bentuk sediaan krim dan jeli mempunyai stabilitas yang relatif

baik dibandingkan dalam bentuk salep. Minyak atsiri daun : berefek pada

pelarutan batu ginjal (kalsium). Asiatikosida dan Oksiasiatikosida (hasil

oksidasi) berefek terhadap bakteri. Rumus bangun asiaticoside Pada

percobaan dengan Mycobacterium tuberculose, diketahui bahwa efek dari

senyawa tersebut mempunyai kemiripan dengan dihidrostreptomisin; di

samping itu asiatikosida berefek pula terhadap Mycobacterium leprae;

diperkirakan efek tersebut melalui pelarutan mantel dinding sel bakteri.

Dilaporkan juga bahwa asiatikosida mempunyai sifat sebagai antiflogis dalam

upaya penyembuhan luka. Senyawa poliasetilen pada Centella asiatica (L.)

Urb.

46
2.4.1 Farmakologi klinik

Penggunaan krim yang mengandung 1% ekstrak Centella asiatica selama

3 minggu pada 22 pasien dengan infeksi kulit yang kronis, 17 pasien

dapat sembuh total dan 5 pasien yang lain terjadi pengurangan besar

lukanya. Dilaporkan bahwa pengobatan secara oral berupa kapsul berisi

Centella asiatica atau asiatikosida dan potasium klorida efektif dalam

upaya terapi dapson pada penderita lepra. Ekstrak Centella asiatica

berefek sebagai anti tukak setelah pemberian secara oral. 15 pasien

dengan tukak peptik dan tukak duodenum yang diberi ekstrak Centella

(60 mg/orang), 93% pasien menunjukkan kemajuan pasti secara subyektif

dan 73% pasien dinyatakan sembuh setelah pemeriksaan endoskopi dan

radiologi. Studi klinik herba Centella pada pengobatan beberapa

gangguan vena menunjukkan adanya efek terapetik yang positif. Pada

pasien dengan keluhan insufisiensi vena yang diobati dengan ekstrak

tersebut menunjukkan adanya suatu kemajuan yang signifikan pada

distensi vena dan udem.

2.4.2 Efek yang tidak diinginkan

Ada kemungkinan terjadi reaksi alergi pada kulit pada penggunaan

secara topikal.

2.4.3 Kontraindikasi

Alergi terhadap tanaman Umbeliferae.

47
2.4.4 Toksisitas

Terdapat kemungkinan terjadinya efek karsinogenik kulit tikus

(rodent) pada penggunaan berulang.

2.4.5 Kegunaan di masyarakat

Daun: sebagai penambah nafsu makan, peluruh air seni, pembersih

darah, disentri, sakit perut, radang usus, batuk, sariawan, sebagai kompres

luka, lepra, sipilis. Getah: digunakan pada upaya pengobatan borok,

nyeri perut, cacing.

Herba: digunakan pada upaya pengobatan luka pada penderita

lepra dan gangguan pembuluh darah vena; di samping itu semua bagian

tumbuhan digunakan sebagai obat batuk, masuk angin, mimisan, radang

cabang paru-paru, disentri. Di Brasilia tumbuhan ini digunakan untuk

penyembuhan kanker uterus.

Biji untuk pengobatan disentri, sakit kepala dan penurun panas.

Pegagan pada penelitian di RSU Dr. Soetomo Surabaya dapat dipakai

untuk menurunkan tekanan darah, penurunan tidak drastis, jadi cocok

untuk penderita usia lanjut. Kebanyakan pegagan dikonsumsi segar untuk

lalapan, tetapi ada yang dikeringkan untuk dijadikan teh, diambil

ekstraknya untuk dibuat kapsul atau diolah menjadi krem, salep, obat

jerawat, maupun body lotion.

48
BAB III

PROSEDUR KERJA

3.1 Alat dan Bahan

3.1.1 Alat

 Botol maserasi

 Rotary evaporator

 Erlenmeyer

 Beker glass

 Botol infus

 Corong

 Penangas air

 Spatula

 Blender

3.1.2 Bahan

 Daun pegagan yang kering

 Kertas saring

 Methanol

 Norit

 Kapas

 Plat KLT

49
 Kloroform

3.2 Cara Kerja

1. Daun pegagan segar dikeringkan selama 1 minggu kemudian

haluskan

2. Timbang lebih kurang 50 gram serbuk kering daun pegagan dan

maserasi dengan methanol sebanyak 3X1 hari

3. Saring hasil maserasi dengan kapas dan gabungkan lalu kemudian

di uapkan dengan rotary evaporator hingga tinggal sepertiganya

4. Bagi ekstrak encer kedalam 5 erlemeyer kemudian masing-masing

ditambah norit dengan perbandingan 30:1 (30 mL larutan : 1 gram

norit). Sebelumnya norit harus diaktifkan terlebih dahulu

5. Aduk ekstrak cair yang telah dicampur norit selama 15 menit

kemudian diamkan saring dengan kertas saring. Apabila berwarna

maka ulangi prosedur tersebut.

6. Filtrate digabungkan kemudian di rotary evaporator hingga kering .

jika berupa cairan kental maka diuapkan dengan waterbath hingga

diperoleh serbuk kering triterpenoid

7. Timbang dan tentukan randemennya

8. Lakukan kromatografi lapis tipis untuk mengetahui profil KLT

ekstrak tritepenoid:

a. Siapkan chamber KLT dan jenuhkan dengan eluen

kloroform-heksan (1:4)

50
b. Siapkan KLT 2X7 cm. beri garis bawah dan atas lalu

totolkan larutan ekstrak pada batas bawah plat KLT

c. Masukkan plat KLT dalam chamber dan elusi dengan yang

ada hingga merambat sampai tanda batas

d. Keluarkan plat KLT , kering anginkan

e. Lihat noda KLT dibawah lampu UV 254nm dan 360 nm

f. Semprot KLT dengan reagen vanillin sulfat kemudian

panaskan . amati noda yang timbul

51
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

4.1.1 Daun Pegagan :

 Titik leleh pada pegagan : 121 oC

berat ekstrak
 𝑅𝑎𝑛𝑑𝑒𝑚𝑒𝑛 𝑒𝑘𝑠𝑡𝑟𝑎𝑘 = × 100%
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑎𝑤𝑎𝑙

10,8447 𝑔𝑟𝑎𝑚
= × 100%
80 𝑔𝑟𝑎𝑚

= 13,555%

52
4.2 Pembahasan

Dari hasil isolasi triterpenoid dari daun pegagan hal yang pertama kali

yang harus dilakukan adalah membersihkan sampel segar yang akan

dikeringkan dari kotoran yang menempel pada daun pegagan tersebut. Jika

setelah bersih maka daun pegagan dicuci untuk membersihkan apakah ada

tanah atau pengotor lain yang masih menempel. Untuk isolasi daun pegagan,

sampel yang kita gunakan adalah daun pegagan yang kering. Jadi sampel

harus kita keringkan dengan bantuan sinar matahari tetapi dengan cara

diangin-anginkan. Pengeringan daun pegagan kami memerlukan waktu sekitar

3-4 hari sehingga diperoleh hasil sampel yang kering.

Setelah pengeringan daun pegagan tidak bias langsung digunakan

karena masih dalam ukuran besar, sehingga harus kita perkecilkan atau

menghaluskan sampel tersebut untuk memperbesar luas permukaan sampel

dengan cara memblender daun pegagan. Tujuan untuk dihaluskan daun

tersebut adalah mempermudah proses penyarian. Penyarian yang digunakan

adalah metode maserasi.

Maserasi adalah salah satu jenis metoda ekstraksi dengan sistem tanpa

pemanasan atau dikenal dengan istilah ekstraksi dingin, jadi pada metoda ini

pelarut dan sampel tidak mengalami pemanasan sama sekali. Sehingga

maserasi merupakan teknik ekstraksi yang dapat digunakan untuk senyawa

53
yang tidak tahan panas ataupun tahan panas . Maserasi merupakan cara

penyarian yang sederhana.

Maserasi dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia dalam

cairan penyari . Jadi, Maserasi merupakan cara ekstraksi yang paling

sederhana dengan cara merendam serbuk simplisia menggunakan pelarut yang

sesuai dan tanpa pemanasan.Prinsip maserasi adalah pengikatan/pelarutan zat

aktif berdasarkan sifat kelarutannya dalam suatu pelarut (like dissolved

like),penyarian zat aktif yang dilakukan dengan cara merendam serbuk

simplisia dalam cairan penyari yang sesuai selama tiga hari pada temperatur

kamar, terlindung dari cahaya, cairan penyari akan masuk ke dalam sel

melewati dinding sel. Isi sel akan larut karena adanya perbedaan konsentrasi

antara larutan di dalam sel dengan di luar sel. Larutan yang konsentrasinya

tinggi akan terdesak keluar dan diganti oleh cairan penyari dengan konsentrasi

rendah ( proses difusi ). Peristiwa tersebut berulang sampai terjadi

keseimbangan konsentrasi antara larutan di luar sel dan di dalam sel.

Selama proses maserasi dilakukan pengadukan dan penggantian cairan

penyari setiap hari. Endapan yang diperoleh dipisahkan dan filtratnya

dipekatkan. Maserasi merupakan cara penyarian sederhana yang dilakukan

dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari selama beberapa

hari pada temperatur kamar dan terlindung dari cahaya.

54
Salah satu kandungan kimia yang terkandung dalam daun pegagan

adalah triterpenoid. adapun pemeriksaan triterpenoid dari pegagan (Centella

asiatica (L) Urban) yang digunakan adalah bagian daunnya yang telah disortir

terlebih dahulu. Daun pegagan (Centella asiatica (L) Urban) yang digunakan

merupakan daun yang telah kering. Tujuan digunakan daun yang telah kering

agar simplisia bertahan lama dan tidak berjamur. Untuk pemeriksaan

triterpenoid ini kami menggunakan metode maserasi. Dipilihnya metode ini

karena metode ini lebih sederhana, hanya dengan perendaman selama tiga hari

lalu disaring dan digabungkan dari ketiga hasil maserasi tersebut kedalam

botol infus besar. Selain itu sampel yang digunakan dalam jumlah yang

banyak pelarut yang digunakan adalah methanol karena metanol ini

merupakan pelarut yang universal yang bisa melarutkan semua senyawa yang

terkandung dalam simplisia.

Selain itu harganya juga relatif lebih murah dibandingkan dengan

pelarut- pelarut lainnya. Setelah dimaserasi dan uapakan dengan rotary

evaporator.Evaporator adalah sebuah alat yang berfungsi mengubah sebagian

atau keseluruhan sebuah pelarut dari sebuah larutan dari bentuk cair menjadi

uap. Evaporator mempunyai dua prinsip dasar, untuk menukar panas dan

untuk memisahkan uap yang terbentuk dari cairan. Evaporator umumnya

terdiri dari tiga bagian, yaitu penukar panas, bagian evaporasi (tempat di mana

cairan mendidih lalu menguap), dan pemisah untuk memisahkan uap dari

cairan lalu dimasukkan ke dalam kondenser (untuk diembunkan/kondensasi)

55
atau ke peralatan lainnya. maserat yang didapatkan tambahkan norit atau arang

jerap yang bertujuan untuk menghilangkan klorofil yang terdapat pada daun

pegagan dan agar didapatkan senyawa yang murni. Sehingga didapatkan

larutan yang jernih yang kemudian diuapkan kembali sehingga didapatkan

larutan yang kental yang kemudian didiamkan agar didapatkan endapan.

Norit yang digunakan adalah norit yang sudah diaktifkan didalam oven

selama 24 jam. Perbandingan norit yang digunakan adalah 30:1. Dimana

setiap larutan pegagan 30 ml ditambahkan 1 gram norit supaya dapat mengikat

bahan pengotor dan menjernihkan larutan dengan sangat optimal. Setelah

diberikan norit maka diaduk hasil sampel tersebut dengan menggunakan spatel

atau batang pengaduk, jangan sekali-kali mengocok sediaan karena dapat

menyebabkan botol pecah. Ini disebabkan karena sifat methanol atau pelarut

yang digunakan mudah meledak.

Setelah diaduk selama 15 menit maka larutan tersebut disaring dengan

menggunakan kertas saring dan kapas supaya memisahkan antara larutan

dengan norit yang sudah ditambahkan. Apabila larutan tersebut belum jernih

maka perlu diulangi proses ini dengan cara dan perbandingan yang sama.

Lakukan penyaringan dengan hati-hati dan lakukan sampai larutan didapatkan

larutan yang jernih. Karena apabila masih hijau maka akan susah untuk proses

pemurnian yang akan dilakukan dengan proses kristalisasi.

56
Proses selanjutnya adalah pengkristalisasi,Kristalisasi adalah proses

pembentukan bahan padat dari pengendapan larutan, melt (campuran leleh),

atau lebih jarang pengendapan langsung dari gas. Kristalisasi juga merupakan

teknik pemisahan kimia antara bahan padat-cair, di mana terjadi perpindahan

massa (mass transfer) dari suat zat terlarut (solute) dari cairan larutan ke fase

kristal padat.

Setelah didapatkan endapan, kemudian dihitung berat rendemen dari

senyawa yang di dapatkan sebanyak 13,555% dan dilakukan pula uji titik
0
lebur yang diperoleh 121 C. Rendemen adalah perbandingan jumlah

(kuantitas) minyak yang dihasilkan dari ekstraksi tanaman aromatik.

Rendemen menggunakan satuan persen (%).

Semakin tinggi nilai rendemen yang dihasilkan menandakan nilai

minyak asiri yang dihasilkan semakin benyak. Karena nilai rendemen dari

pegagannya lumayan tinggi itu artinya didalam daun pegagan banyak

mengandung minyak atsiri, sehingga sifat dari pegagan tersebut mudah

menguap. besarnya titik lebur suatu zat padat dipengaruhi oleh Bentuk dan

sifat ikatan atom-atom sehingga dapat juga digunakan sebagai jalan untuk

mengetahui kemurnian suatu zat. Apabila suatu zat padat tercampur oleh

bahan pengotor, maka tentu saja akan mempengaruhi besarnya titik lebur zat

murni.

57
Dalam bidang farmasi, suatu senyawa obat murni dapat ditentukan

kemurniannya salah satunya dengan jalan penentuan titik leburnya. Selain itu

penentuan titik lebur dari suatu bahan obat juga digunakan dalam pembuatan

sediaan obat (terutama untuk obat yang diberikan melalui rektal), dan

diperlukan pada penentuan cara penyimpanan suatu sediaan obat agar tidak

mudah rusak pada suhu kamar/tertentu.

Pada titik lebur, getaran pada partikel zat padat dapat mengatasi

kekuatan gaya tarik menarik yang beroperasi pada zat padat. Seperti ti-tik

didih, ti-tik lebur zat padat tergantung pada kekuatan gaya tarik menarik.

Natrium klorida (NaCl) merupakan senyawa ionik yang terdiri dari banyak

ikatan ionik yang kuat.

58
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari praktikum yang telah dilaksanakan didapatkan kesimpulan

sebagai berikut :

1. paada tumbuhan pegagan (Centella asiatica L) mengandung senyawa

triterpenoid . Senyawa triterpenoid yang terdapat pada pegagan adalah

asiatikosida, asam madekasat, asam asiatat.

2. Senyawa triterpenoid pada pegagan (Centella asiatica) dapat sebagai

pengobatan lepra, luka bekas operasi, luka bakar, keloid, fibrosis,

radioterapi, anispermatogenik, dan anti radang usus.

3. Randemen yang didapatkan pada saat praktikum adalah 13,555%

4. Titik lebur yang diperoleh adalah 1210 C.

5.2 Saran

1. Teliti, hati-hati dan serius dalam melaksanakan percobaan, dan sesuai

dengan prosedur kerja

2. Pahami terlebih dahulu prosedur kerja sebelum melaksanakan percobaan

3. Pergunakan alat-alat praktikum yang benar-benar bersih dan kering

4. Lakukan penambahan reagen secara kuantitatif

5. Pergunakan pipet tetes yang berbeda untuk masing4masing reagen atau

larutan uji untuk mendapatkan hasil yang lebih akurat.

59
DAFTAR PUSTAKA

Adhan, M. 1997. Teknik Kromatografi untuk Analisis Bahan Makanan.

Yogyakarta : Andi, 27-35

Badan BPOM RI. 2010. Acuan sediaan Herbal volume Kelima edisi pertama

Badan BPOM RI. 2010. pegagan Centella asitica (L.)urban. jakarta :

Direktorat Obat asli Indonesia

Barnes, J.L.A. Anderson and J.D.Philipson.2002. Herbal Medicines,

Second edition. pharmaceutical press, London, 530 p

Djamal, Rusjdi. 2010. Prinsip-prinsip Dasar Isolasi dan Identifkasi.

Universitas baiturrahmah

Gritter,R,J,J,M. Bobbits and A.E. Schwarting. 1987. Introduction

to Chromatography (pengantar Kromatorafi), edisi ke2 , diterjemahkan

oleh K.Padmawinata.Bandung:penerbit ITB

Hasaanah, Ifnaini Wirdatul. 2009. Pengaruh ekstrak daun pegagan

(centella asiatica) terhadap spermatogenesis Mencit (Mus musculus).

Malang : UIN Maulana Malik Ibrahim

Herlina dan ,. Hutasoit. 2010. Pengaruh Senyawa Murni Dari Pegagan

60
(Centella asiatica (L.)Urban Terhadap Fungsi Kognotif Belajar dan

Mengingat dan Efek toksisitas pada mencit (Mus Musculus) Betina.

Sriwijaya: FMIPA Universitas Sriwijaya.

Hermanto,M.Ghulamahdi,L.K.Darusman,A.Sutandi dan N.Bermawie.

2011. Penetapan bahan diagnose status hara NPK pada jaringan Tanaman

pegagan , Bul littro, vol.22 No.2,2011, 186-187

Palmadisastra,Y,A,Syaugi dan S.Anggia.2007. Formulasi sediaan

salep antikeloidal yang mengandung Ekstrak terfasilitasi panas

microwave dari herba pegagan (centella asiatica(L.). Seminar

Kebudayaan Indonesia Malaysia Kuala Lumpur

Touchstone, J,C,MF.Dobbins.1983.Practice of thin layer

Chromatography,Canada:John wiley& sons, 2-12

61
LAMPIRAN

Penyaringan Pegagan

Proses Berlangsung Rotary Evaporator

62
Pegagan setelah di rotary evaporator

Hasil Uji Titik Lebur

63
Hasil Uji Rekristalisasi

Hasil Uji Kristalisasi

64

Anda mungkin juga menyukai