Anda di halaman 1dari 46

UJI AKTIVITAS ANTIHIPERURISEMIA EKSTRAK

DAUN MELINJO (Gnetum gnemon L.) PADA MENCIT


(Mus musculus)

PROPOSAL KTI

ERNAWATI IMROATUS SHOLIHAH


NIM : 19011107

DEPARTEMEN BIOLOGI FARMASI

AKADEMI FARMASI MITRA SEHAT MANDIRI


SIDOARJO

2022
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Asam urat atau hiperurisema merupakan produk akhir metabolisme

purin yang mengendap dalam jaringan dan peradangan yang dikenal dengan

nama gout atau encok (Sutrisna et al., 2010). Proses terjadinya asam urat

dapat dilihat melalui profil darah, yang mengalami peningkatan melebihi

kadar normalnya. Ukuran kadar asam urat normal menurut WHO (2016)

yaitu, pada laki;laki dewasa kadar normal asam urat adalah sekitar 2 – 7,5

mg/dL, sementara itu pada wanita yang sudah dewasa adalah 2 – 6,5 mg/dL.

Pada laki-laki dengan usia diatas 40 tahun kadar normal asam urat yaitu, 2 –

8,5 mg/dL dan pada wanita yaitu 2 – 8 mg/dL.

Hiperurisemia dapat meningkat dipengaruhi oleh usia, jenis kelamin,

berat badan, konsumsi makanan tinggi purin, berat badan, konsumsi alcohol,

penggunaan obat-obat tertentu, dan gangguan fungsi ginjal. Jenis makanan

seperti jeroan (hati, ginjal, dan paru), udang, kepiting, bayam, kacang –

kacangan dan biji melinjo termasuk jenis makanan yang mengandung purin

tinggi dan banyak dikonsumsi oleh masyarakat (Dira dkk, 2014).

Berdasarkan faktor umur dan jenis kelamin, hiperurisemia cenderung

meningkat pada pria berusia 30 tahun dan pada wanita berusia 50 tahun,

sehingga pria lebih beresiko daripada wanita (Dipiro et al., 2008). Hal ini

berhubungan dengan adanya hormon estrogen pada wanita yang dapat

membantu meningkatkan ekskresi asam urat dalam tubuh melalui ginjal,

sehingga asam urat dalam tubuh dapat terkontrol (Price dkk, 2005).
Hiperurisemia pada saat ini meningkat diseluruh dunia dan di

Indonesia. Indonesia diketahui memiliki tingkat prevalensi penyakit gout

mencampai 6-13,6/100.000 orang, dan terus mengalami peningkatan seiring

dengan meningkatnya usia (Krisyanella et al., 2019). Global Burdeb of

Diseases (GBD) melaporkan tingkat prevalensi hiperurisemia di Indonesia

mencapai 18% (Kusuma dkk, 2014).

Pengobatan hiperurisemia umumnya menggunakan obat sintesik

seperti allopurinol. Obat tersebut bekerja dengan cara menghambat aktivitas

xantin oksidase. Enzim xantin oksidase akan mengubah hipoxantin menjadi

xantin dan selanjutnya diubah menjadi asam urat. Penggunaan allopurinol

yang berkepanjangan memiliki efek samping seperti gangguan

gastrointestinal (mual, mutah, dan diare), leukopenia, anemia

aplastic,kerusakan hepar, nefritis interstisial, dan hipersensitivitas bila

digunakan dalam jangka panjang (Katzung et al., 2012). Efek samping yang

berbahaya dari penggunaan obat sintetik tesebut menyebabkan masyarakat

beralih ke alternatif pengobat dari bahan alam yang relatif lebih aman dan

efek sampingnya rendah. Saat ini banyak dikembangkan tanaman obat yang

diduga dapat menurunkan asam urat, Sehingga banyak peneliti mencoba

untuk mengembangkan obat dari bahan alam seperti daun melinjo (Gnetum

gnemon L.).

Melinjo (Gnetum gnemon L.) merupakan salah satu tumbuhan

berbiji terbuka (Gymnospermae) yang tumbuh di daerah tropis. Kandungan

kimia melinjo terutama pada biji dan daunnya antara lain saponin, flavonoid

dan tanin (Lestari dkk., 2013). Menurut Parhusip (2011) flavonoid dan
stillbenoids dari melinjo (Gnetum gnemon L.) merupakan komponen aktif

yang dapat berfungsi sebagai antioksidan.

Biji melinjo mempunyai kandungan yang sangat diperlukan oleh

tubuh salah satunya yaitu likopen dan karoten. Kulit melinjo mengandung

total karoten sebesar total karoten 241,220 ppm dan aktivitas antioksidan

sebesar 28.43 mg. L. Hasil: Terdapat perbedaan yang nyata kadar likopen

dan karoten biji melinjo rebus, melinjo segar dan melinjo goreng (p<0,05).

Kadar likopen biji melinjo rebus, melinjo segar dan melinjo goreng berturut-

turut adalah 0.0194±0.0003 mg/g; 0.0194 ±0.0002 mg/g dan 0.00094±0

mg/g. Kadar karoten melinjo biji melinjo rebus, melinjo segar dan melinjo

goreng masing-masing adalah 290.89±0.60 mg/g; 183.94 ±0.56 mg/g dan

167.04± 0.73 mg/g. (Suci,2017).

Daun melinjo memiliki senyawa metaboli sekunder. Senyawa

metabolik sekunder. Senyawa tersebut dapat dimanfaat sebagai bahan obat

tradisisional. Senyawa tersebut diantaranya tannin,saponin, dan flavonoid.

(Mukhlisah, 2014). Flavonoid merupakan golongan terbesar dari senyawa

fenol. Senyawa flavonoid dapat menghambat beberapa enzim seperti xantin

oksidase, siklogenase, lipoksigenase, fosfoinositida 3-kinase. Flavonoid

juga berfungsi untuk melancarkan peredaran darah ke seluruh tubuh,

menurunkan kolestrol, memperbaiki metabolisme dalam tubuh, dan sebagai

antioksidan.

Senyawa antioksidan tertinggi pada bagian daun yaitu sebanyak 5,97%


yang diperoleh dalam metode ekstraksi dengan menggunakan pelarut
aquadesr. Sedangkan pada bagian kulit buah memiliki aktivitas antioksidan
terendah yaitu 2,47% dengan perlakuan yang sama. Senyawa antioksidan
terbukti dapat menghambat aktivitas xantin oksidase untuk membentuk
asam urat (Cot et al.,2008). Penghambatan xanthin oksidase dapat
menghalangi biosintesis asam urat yang menjadi salah satu pendekatan
teraupetik untuk pengobatan hiperurisemia (Wang et al., 2008).

Berdasarkan latar belakang diatas, ekstrak daun melinjo (Gnetum

gnemon L.) yang memiliki flavonoid yang diduga memiliki aktivitas sebagai

antihiperurisemia. Hal ini yang membuat para peneliti untuk mengkaji lebih

lanjut mengenai aktivitas daun melinjo sebagai antihiperurisemia.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apakah ekstrak daun melinjo (Gnetum gnemon L.) mempunyai

aktivitas sebagai antihiperurisemia?

2. Bagaimana pengaruh pemberian ekstrak daun melinjo (Gnetum

gnemon L.) pada dosis 14 mg/kgBB, 28 mg/kgBB, dan 42 mg/kgBB

terhadap aktivitas antihiperurisemia pada mencit (Mus musculus)?

1.3 Tujuan Penelitian

1. Mengetahui aktivitas antihiperurisemia ekstrak daun melinjo

(Gnetum gnemon L.).

2. Mengetahui pengaruh pemberian ekstrak daun melinjo (Gnetum

gnemon L.) pada dosis 14 mg/kgBB, 28 mg/kgBB, dan 42 mg/kgBB

terhadap aktivitas antihiperurisemia pada mencit (Mus musculus).

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai

berikut:
1. Bagi peneliti

Menambah wawasan keilmuan di bidang penelitian tentang

aktivitas ekstrak daun melinjo (Gnetum gnemon L.).

2. Bagi akademik

Hasil penelitian ini diharapkan menjadi referensi untuk

penelitian lebih lanjut tentang aktivitas ekstrak daun melinjo

(Gnetum gnemon L.).

3. Bagi masyarakat

Penelitian ini diharapkan bisa memberi informasi bagi

masyarakat tentang manfaat daun melinjo (Gnetum gnemon L.)

sebagai antihiperurisemia.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Daun Melinjo (Gnetum gnemon)

Melinjo (Gnetum gnemon L) merupakan tanaman berbiji terbuka

(Gymnospermae). Tanaman ini berasal dari Asia Tenggara dan Pasifik.

Melinjo dapat dikenal juga dengan nama belinjo, melinjo bahasa jawa,

tangkil bahasa sunda, atau bago bahasa melayu dan bahasa tagalog, khalet

bahasa kamboja. Tanaman melinjo banyak ditanam dipekarangan rumah dan

dimanfaatkan biji dan daunnya.

2.1.1 Klasifikasi tanaman daun melinjo

Gambar 1. Daun Melinjo (Gnetum gnemon L)


(Sunanto, 1992)

Secara taksonomi tumbuhan, tanama melinjo diklasifikasi sebagai

berikut :

Kingdom. : Plantae

Sub Kingdom : Viridiplantae

Super Divisi. : Embryophyta

Divisi. : Tracheophyta

Kelas. : Gnetopsida

Sub Kelas. : Gnetidae

Ordo. : Ephedrales
Famili. : Gnetaceae

Genus. : Gnetum L.

Spesies. : Gnetum Gnemon L.

2.1.2 Morfologi tanaman

1. Daun

Tanaman melinjo memiliki daun tunggal, berbentuk bulat oval dan

terdiri dari beberapai helai daun, tepi merata, daun duduk saling berhadapan,

dan memiliki pertulangan menyirip. Selain itu, bagian dalam daun akan

memiliki serabut halus berwarna keputihan.

2. Batang

Tanaman melinjo mempunyai batang berbentuk bulan memanjang,

dengan diamater 10-20 cm bahkan lebih, tumbuh tegak dengan panjang

mencapai 15 – 20 m, permukaan batang merata. Batang juga memiliki

percabangan monopodial yaitu batang terlihat jelas, besar dan panjang

pertumbuhan cabangnya.

3. Bunga

Tanaman melinjo memili bunga tidak sempurna, terpisah antara

bunga jantan dan betina. Bunga jantan ini terdiri dari benang sari, dan bunga

betina terdiri dari karangan bulir. Biasanya dalam penyerbukan ini tidak

dilakukan secara langsung, namun tetapi memerlukan bantuan dari angin

maupun hewan sekitarnya.


4. Biji

Tanaman melinjo mempunyai biji melinjo terbuka, lapisan luar

keras, selaput dalam dilindungi dengan tandan bunga yang berdaging, biji

berwarna hijau muda kalau belum matang dan sudah matang akan berwarna

kemerahan tua.

5. Akar

Tanaman melinjo merupakan tanaman yang memiliki akar tunggang,

merayap kepermukaan, berwarna kecoklatan hingga abu – abu gelap, dan

juga dalam menembus dengan kedalam tanah 3-5 meter bahkan lebih.

Perakaran ini bermanfaat untuk menyokong tanaman agar lebih kuat dan

membantu menyerap unsur air dalam tanah.

2.1.3 Manfaat Daun Melinjo

Daun melinjo dapat digunakan sebagai menurunkan kadar asam urat,

mengelolah kadar gula dalam darah, menjaga berat tubuh tetap ideal,

meningkatkan daya tahan tubuh, dan menangkal radikal bebas.

2.1.4 Habitat Daun Melinjo


Melinjo merupakan suatu spesies tanaman berbiji terbuka

Gymnospermae, tumbuhan yang berasal dari Asia tropic dan Pasifik Barat.

Habitat tumbuhan ini tersebar dari Assam (India) sampai ke Fiji (Lestari,

2015). Tanaman ini bisa tumbuh mulai dari dataran rendah yaitu mulai dari

0 sampai dengan 1.200 m diatas permukaan laut (Sunanto, 1993).


2.1.5 Kandungan Senyawa

Tanaman melinjo (Gnetum gnemon) memiliki kandungan metabolik

sekunder sebagian besar menjadi antioksidan (Septiani et al., 2012). Daun

melinjo mengandung flavonoid, tannin, dan saponin (Mukhlisa, 2014). ).

Flavonoid merupakan golongan terbesar dari senyawa fenol. Senyawa

flavonoid sebagai inhibitor paten untuk beberapa enzim seperti xantin

oksidase, cyclooksigenase, lopoxygenase, phospoinositida 3-kinase

(Metodiewa et al., 1997).

1. Flavonoid

Gambar 2. Struktur Kimia Flavonoid


(Akbar, 2015)

Senyawa flavonoid merupakan salah satu senyawa metabolik

sekunder yang banyak ditemukan dalam tumbuhan – tumbuhan untuk

mengobati berbagai macam penyakit. Flavonoid berpotensi sebagai

antioksidan dan mempunyai aktivitas sebagai anti bakteri, anti inflamasi,

anti alergi dan anti trombosis (Lipinski dalam Rais, 2015). Flavonoid

dapat menghambat enzim xatin oksidase dan memliki pembersih super

oksida sehingga dapat menurunkan kadar asam urat dalam darah (Cos et

al., 1998).
2. Tanin

Gambar 3. Struktur Kimia Tanin


(Hovart, 1981)

Tanin merupakan senyawa aktif metabolit sekunder yang diketahui

mempunyai beberapa khasiat sebagai astrigen, anti diare, anti bakteri, dan

antioksidan. Tanin mempunyai zat yang sangat komplek.

3. Alkaloid

Gambar 4. Struktur Kimia Alkaloid


(Wink, 2008)

Alkaloid merupakan senyawa aktif metabolit sekunder yang ada

dalam daun melinjo. Alkaloid banyak ditemukan pada tumbuhan. Alkaloid

mengandug senyawa morfin yang bisa menghilangkan rasa sakit.


4. Saponin

Gambar 5. Struktur Kimia Saponin


(Sudjadi, 2010)

Saponin adalah jenis glikosida yang banyak ditemukan dalam

tumbuhan. Saponin memberikan rasa pahit pada pangan nabati. Ada saponin

triterpenoid atau steroid. Saponin larut dalam etanol. Saponin memiliki

aktivitas seperti antibakteri,antifungi,kemampuan menurunkan kolestrol

dalam darah,menghambat pertumbuhan sel tumur dan antioksidan. Setiap

bagian non gula mempunyai aktivitas yang bekerja sebagai anti oksidan

secara langsung.

2.2 Simplisia

Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat

yang belum mengalami pengolahan apapun juga dan kecuali dinyatakan

lain, berupa bahan yang telah dikeringkan. Simplisia dapat berupa

simplisia nabati, simplisia hewani dan simplisia pelican atau mineral

(Depkes RI, 2000).

1. Simplisia Nabati

Simplisia nabati adalah simplisia yang berupa tanaman utuh,

bagian tanaman atau eksudat tanaman. Yang dimaksud eksudat


tanaman ialah isi sel yang secara spontan keluar dari tanaman atau

yang dengan cara tertentu dikeluarkan dari selnya, atau zat-zat nabati

lainnya yang dengan cara tertentu dipisahkan dari tanamannya.

2. Simplisia Hewani

Simplisia hewani ialah simplisia yang berupa hewan utuh,

bagian dari hewan atau zat-zat berguna yang dihasilkan oleh hewan

dan belum berupa zat kimia murni.

3. Simplisia Pelikan atau Mineral

Simplisia pelikan atau mineral ialah simplisia yang berupa

bahan pelican atau mineral yang belum diolah atau telah diolah

dengan cara sederhana dan belum berupa zat kimia murni.

2.3 Ekstrak

Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi

zat aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut

yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan

massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi

baku yang telah ditetapkan (Depkes RI, 2014).

2.4 Ekstraksi

Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia seperti

minyak atsiri, alkaloid, flavonoid dan lainnya yang larut sehingga terpisah

dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut yang sesuai. Metode

ekstraksi dibedakan menjadi dua yaitu cara dingin dan cara panas (Depkes

RI, 2000).

2.4.1 Metode Ekstraksi Cara Dingin


1. Maserasi

Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia dengan

menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengadukan pada

temperature suhu kamar dan cahaya. Sampel dipisahkan dari pelarut

dengan cara penyarian. Hasil maserasi disebut filtrat sedangkan

sampelnya disebut maserat. Maserat yang didapat dimaserasi berarti

dilakukan pengulangan penambahan pelarut setelah dilakukan

penyaringan maserat pertama dan seterusnya.

2. Perkolasi

Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru

sampai sempurna yang umumnya dilakukan pada temperature ruangan.

Serbuk sampel dibasahi secara perlahan dalam sebuah alat lcoholr.

Proses perkolasi memiliki kerugian yaitu menggunakan banyak pelarut

dan memakan waktu yang lama. Dilakukan secara terus menerus dan

berulan hingga mendapatkan ekstrak yang diinginkan.

2.4.2 Metode Ekstraksi Cara Panas

1. Sokletasi

Soxhlet merupakan ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru,

umumnya dilakukan menggunakan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi

konstan dengan adanya pendingin balik (kondensor). Pada metode ini,

padatan disimpan dalam alat alcohol dan dipanaskan, sedangkan yang

dipanaskan hanyalah pelarutnya. Pelarut terdinginkan dalam kondensor,

kemudian mengekstraksi padatan. Kelebihan metode soxhlet adalah

proses ekstraksi berlangsung secara kontinu, memerlukan waktu


ekstraksi yang lebih sebentar dan jumlah pelarut yang lebih sedikit bila

dibandingkan dengan metode maserasi atau perkolasi. Kelemahan dari

metode ini adalah dapat menyebabkan rusaknya solute atau komponen

lainnya yang tidak tahan panas karena pemanasan ekstrak yang dilakukan

secara terus menerus (Prashant Tiwari, et al., 2011)

2. Refluks

Refluks merupakan metode ekstraksi yang dilakukan pada titik

didih pelarut tersebut, selama waktu dan sejumlah pelarut tertentu dengan

adanya pendingin balik (kondensor). Pada umumnya dilakukan tiga

sampai lima kali pengulangan proses pada rafinat pertama. Kelebihan

metode refluks adalah padatan yang memiliki tekstur kasar dan tahan

terhadap pemanasan langsung dapat diekstrak dengan metode ini.

Kelemahan metode ini adalah membutuhkan jumlah pelarut yang banyak

( Irawan, B., 2010).

3. Infundasi

4. Infundasi merupakan metode penyarian dengan cara menyari


simplisia dalam
5. air pada suhu 90
6. O
7. C selama 15 menit. Infundasi merupakan penyarian yang umum
8. dilakukan untuk menyari zat kandungan aktif yang larut dalam air
dari bahan-bahan
9. nabati. Penyarian dengan metode ini menghasilkan sari/ekstrak yang
tidak stabil dan
10. mudah tercemar oleh kuman dan kapang. Oleh sebab itu,
sari yang diperoleh
11. dengan lcohol tidak boleh disimpan lebih dari 24 jam. Umumnya
infus selalu dibuat
12. dari simplisia yang mempunyai jaringan lunak,yang mengandung
minyak atsiri,dan
13. zat-zat yang tidak tahan pemanasan lama.(Depkes RI.1979
14. Infundasi merupakan metode penyarian dengan cara menyari
simplisia dalam
15. air pada suhu 90
16. O
17. C selama 15 menit. Infundasi merupakan penyarian yang umum
18. dilakukan untuk menyari zat kandungan aktif yang larut dalam air
dari bahan-bahan
19. nabati. Penyarian dengan metode ini menghasilkan sari/ekstrak yang
tidak stabil dan
20. mudah tercemar oleh kuman dan kapang. Oleh sebab itu,
sari yang diperoleh
21. dengan lcohol tidak boleh disimpan lebih dari 24 jam. Umumnya
infus selalu dibuat
22. dari simplisia yang mempunyai jaringan lunak,yang mengandung
minyak atsiri,dan
23. zat-zat yang tidak tahan pemanasan lama.(Depkes RI.1979
24. Infundasi
25. Infundasi merupakan metode penyarian dengan cara menyari
simplisia dalam
26. air pada suhu 90
27. O
28. C selama 15 menit. Infundasi merupakan penyarian yang umum
29. dilakukan untuk menyari zat kandungan aktif yang larut dalam air
dari bahan-bahan
30. nabati. Penyarian dengan metode ini menghasilkan sari/ekstrak yang
tidak stabil dan
31. mudah tercemar oleh kuman dan kapang. Oleh sebab itu,
sari yang diperoleh
32. dengan lcohol tidak boleh disimpan lebih dari 24 jam. Umumnya
infus selalu dibuat
33. dari simplisia yang mempunyai jaringan lunak,yang mengandung
minyak atsiri,dan
34. zat-zat yang tidak tahan pemanasan lama.(Depkes RI.1979
35. Infundasi
36. Infundasi merupakan metode penyarian dengan cara menyari
simplisia dalam
37. air pada suhu 90
38. O
39. C selama 15 menit. Infundasi merupakan penyarian yang umum
40. dilakukan untuk menyari zat kandungan aktif yang larut dalam air
dari bahan-bahan
41. nabati. Penyarian dengan metode ini menghasilkan sari/ekstrak yang
tidak stabil dan
42. mudah tercemar oleh kuman dan kapang. Oleh sebab itu,
sari yang diperoleh
43. dengan lcohol tidak boleh disimpan lebih dari 24 jam. Umumnya
infus selalu dibuat
44. dari simplisia yang mempunyai jaringan lunak,yang mengandung
minyak atsiri,dan
45. zat-zat yang tidak tahan pemanasan lama.(Depkes RI.1979
Infundasi merupakan metode penyarian dengan cara menyari

simplisia dalam air pada suhu 90⁰ C selama 15 menit. Infundasi

merupakan penyarian yang umum dilakukan untuk menyari zat

kandungan aktif yang larut dalam air dari bahan-bahan nabati. Penyarian

dengan metode ini menghasilkan sari/ekstrak yang tidak stabil dan

mudah tercemar oleh kuman dan kapang. Oleh sebab itu, sari yang

diperoleh dengan lcohol tidak boleh disimpan lebih dari 24 jam (Ansel,

2005).

4. Dekokta

Dekokta adalah infus dengan waktu 30 menit temperature sampai

titik didih air.

5. Digesti

Digesti merupakan cara maserasi dengan menggunakan

pemanasan yang lemah, yaitu pada suhu 40-50⁰C.

2.5 Tinjauan Bahan

1. Etanol

Gambar 6. Struktur Kimia Etanol


(Hambali, 2008)

Etanol mempunyai pemerian cairan bening, mudah menguap dan

mudah bergerak, tidak berwarna, berbau khas, rasa panas, mudah


terbakar, memberikan nyala biru yang tidak berasap. Etanol dapat

digunakan sebagai pelarut, germisida, minuman, bahan antibeku, bahan

bakar, bahan depressant dan kemampuan khususnya sebagai bahan kimia

intermediet untuk menghasilkan bahan kimia lain (Gaur, 2006).

2. Aquadest

Gambar 7. Struktur Kimia Aquadest


(Anonim,1995)

Pemerian bahannya berupa cairan jernih, tidak bewarna, tidak berbau,

tidak mempunyai rasa (Depkes RI, 1979).

3. Na-CMC (Natrium Carboxylmetylcelullosa)

Gambar 8. Struktur kimia Na-CMC


(Depkes RI, 1995).

Pemerian bahannya berupa warna putih sampai krem, hampir

tidak berasa, hampir tidak berbau berbentuk serbuk dan granul.

Kelarutannya yaitu mudah terdispersi dalam air membentuk

larutan koloid, tidak larut dalam etanol,dalam eter dan dalam

pelarut organik (Depkes RI, 1995).

2.5.1 Allopurinol
Gambar 2.9 Stuktur Kimia Allopurinol
(Katzung, 1989)

Allopurinol adalah obat asam urat bekerja dengan cara menurunkan

kadar asam urat melalui mekanisme penghambat xantin osidase, enzim

xantin oksidase ini bekerja dengan menghambat hipoksantin menjadi

xanthine dan selanjutnya menjadi asam urat (Alegantina, 2000). Metabolit

alopurinol-l-ribonukleutida bertanggung jawab terhadap inhibisi tambahan

dari sintesis de novo purin (schunack et al., 1990). Allopurinol memiliki

waktu paruh dalam plasma sekitar 40 menit, allopurinol dapat

dihidroksilasi menjadi metabolit utamanya yaitu oksipurinol dengan waktu

paruh sekitar 14 jam. Allopurinol bekerja dengan cara menghambat enzim

xantin oksidase, maka hipoksantin dan xanthine diekskresikan lebih

banyak dalam urin sehingga kadar asam urat dalam darah dan urin

menurun (Mutschler, 1991). Allopurinol merupakan antihiperurisemia

pilihan pada pasien yang mengalami gangguan ginjal dan mempunyai

riwayat batu ginjal, serta pasien yang over produksi asam urat. Efek

samping dari allopurinol adalah rasa sakit, leukopenia, gangguan

gastrointestinal dan dapat memberikan serangan akut pada awal terapi

(Priyanto, 2008).

2.5.2 kalium oksanat


Gambar 2.10 Stuktur Kimia Kalium Oksanat
(Huang et al., 2008).

Kalium oksanat merupakan inhibitor enzim urikase yang bersifat

kompetitif dalam meningkatkan kadar asam urat dengan mencegah asam

urat menjadi allantoin, sehingga dapat digunakan sebagai indikator

hiperurisemia. Allantoin bersifat larut dalam air dan dapat diekskresi

melalui urin. Penghambatan enzim urikase oleh kalium oksonat

menyebabkan asam urat akan tertumpuk dan tidak tereliminasi dalam

bentuk urin. Dosis efektif kalium oksonat sebagai inhibitor urikase yaitu 250

mg/kg dengan pemberian intraperitoneal (Suhendi et al., 2011). Kadar asam

urat akan mencapai puncak tertinggi dalam waktu 2 jam setelah pemberian

kalium oksonat secara intraperitoneal dan kadarnya akan menurun hingga

mencapai normal setelah 8 jam pemberian (Huang et al., 2008).

2.6 Klasifikasi Hewan Uji

2.6.1 Mencit dapat di klarifikasikan sebagai berikut :

Gambar 11. Hewan Mencit (Mus musculus)


(kemp, 2000)
Kingdom : Animalia

Filum       :  Chordata

Subfilum :  Vertebrata

Kelas        :  Mamalia

Ordo         :  Rodentia

Famili       :  Muridae

Genus       :  Mus

Spesies     :  Mus musculus L

2.8.2 Morfologi Mencit

Mencit adalah kelompok hewan mamalia rodensia (pengerat) yang

masuk dalam famili Muridae. Hewan ini sering ditemukan di dekat

pemukiman dengan bentuk seperti tikus kecil. Di alam, hewan ini sering

dijumpai dengan warna hitam-keabuan sementara untuk hewan uji, warna

tikus ini diseleksi yang albino (putih). Hewan mencit sebagai hewan

percobaan sering digunakan dalam penelitian biologi, biomedis dan

reproduksi. Mencit memiliki ciri-ciri berupa bentuk tubuh kecil, berwarna

putuh, ekor merah muda. Mencit dewasa memiliki berat badan antara 20-40

g (Jantan),25-40 g (Betina). Volume lambung mencit yaitu 0,5 ml. suhu

ruang untuk pemeliharaan antara 18-19⁰C. Lama hidupnya 1-2 tahun.

Jumlah anak mencit rata-rata 6-15 ekor dengan berat lahir antara 0,5-1,5 g

(Akbar, 2010).

2.7 Hiperurisemia
Gambar 12. Struktur Kimia Hiperurisemia
(Dianati, 2015)

Hiperurisemia merupakan keadaan yang ditandai dengan adanya

peningkatan kadar asam urat dalam darah melebihi normal. Seseorang dapat

dikatakan hiperurisemia jika kadar asam urat yaitu, pada laki;laki dewasa

kadar normal asam urat adalah sekitar 2 – 7,5 mg/dL, sementara itu pada

wanita yang sudah dewasa adalah 2 – 6,5 mg/dL. Pada laki-laki dengan usia

diatas 40 tahun kadar normal asam urat yaitu, 2 – 8,5 mg/dL dan pada

wanita yaitu 2 – 8 mg/dL. Enzim xanthine oksidase merupakan enzim yang

berperan dalam sintesis asam urat, yang mengkatalisis oksidasi hipoxantin

menjadi xantin dan selanjutnya mengkatalisis oksidasi xantin menjadi asam

urat (Bustanji et al., 2011).

2.7.1 Faktor Penyebab Terjadinya Asam Urat

1. Makanan tinggi purin

Makanan dengan kadar purin tinggi antara lain jeroan, daging atau

makanan dari hasil laut (seafood),kacang – kacangan, bayam, biji melinjo

dapat menyebabkan meningkatnya kadar asam urat dalam darah.

2. Obat – obatan
Diuretika (furosemide dan hidroklorotiazida), obat kanker, vitamin

B12.

3. Obesitas

Kelebihan berat badan dapat meningkatkan kadar asam urat dan juga

memberikan beban menahan yang berat pada penopang sendi tubuh.

4. Usia

Meskipun kejadian hiperurisemia bisa terjadi pada semua tingkat usia

namun kejadian ini meningkat pada laki – laki dewasa berusia ≥ 30 tahun

dan wanita setelah menopause atau berusia ≥ 50 tahun, karena pada usia

ini wanita mengalami gangguan produksi hormone estrogen.

2.7.2 Patofisiologi Antihiperurisemia

Kondisi hiperurisemia yang meningkat dalam tubuh menyebabkan

terjadi penumpukan asam urat pada jaringan yang kemudian akan

membentuk kristal urat yang ujungnya tajam. Kondisi ini memacu

terjadinya respon inflamasi dan diteruskan dengan serangan gout.

Penumpukan asam urat dapat menimbulkan kerusakan hebat pada sendi

dan jaringan lunak dan dapat menyebabkan nephrolithiasis urat (batu

ginjal) dengan disertai penyakit ginjal kronis jika tidak mendapatkan

penanganan yang tepat dan segera (Kertia, 2009).

2.7.3 Diagnosis

Kadar asam urat dalam darah ditentukan oleh keseimbangan antara

produksi (10% pasien) dan ekskresi (90% pasien). Bila keseimbangan ini

terganggu maka dapat menyebabkan terjadinya kadar asam urat dalam


darah yang disebut hiperurisemia (Manampiring et al, 2011). Kriteria

diagnostik untuk hiperurisemia adalah:

1. Adanya kristal urat yang khas dalam cairan sendi

2. Inflamasi maksimal terjadi pada hari pertama

3. Lebih dari sekali mengalami serangan akut artritis

4. Tofi ( dugaan klinis atau dibuktikan secara histologi)

5. Topus (deposit besar dan tidak teratur dari natrium urat) di

kartigokartikular (tulang rawan) dan kapsula sendi

2.7.4 Penatalaksanaaan Terapi

A. Terapi farmakologi

1. NSAID (Non Steroid Anti Inflammatory Drug)

NSAID adalah suatu kelas obat yang dapat menekan

inflamasi melalui inhibisi enzim cyclooxygenase (COX). Ada

beberapa NSAID yang sering digunakan misalnya diklofenak,

indometasin, ketoprofen, celecoxib, pirixicam, indometasin.

2. Kortikosteroid

Kortikosteroid sering digunakan untuk menghilangkan gejala

dan akan mengontrol serangan. Berperan dalam menghambat proses

inflamasi. Contohnya : dexamethasone, hidrokortison, prednisone.

3. Urikostatik

Bekerja dengan cara memblokir pusat pretin molybdenum

yang merupakan situs aktif pada xantin oksidase. Xanthine oksidase


diperlukan untuk mengoksidasi hipoxantin dan xantin menjadi asam

urat. Contohnya : allopurinol dan febuxostat.

4. Urikosurik

Obat urikosurik meningkatkan ekskresi urat diginjal dengan

menghambat reapsorpsi pada proksimal tubule. Karena mekanisme

ini ada kemungkinan batu ginjal atau batu disaluran kemih. Untuk

mencegah resiko ini dosis awal harus rendah ditingkatkan perlahan –

lahan, dan hidrasi yang cukup. Tidak boleh dipakai pada kondisi

overproduktif atau nefrolitasis ginjal. Contohnya : probenesid,

sulfinpirazon, benzbromarone.

5. Urikolitik

Sebagai katalisator, urat oxidase merubah asam urat menjadi

alantoin pada binatang tingkat rendah. Manusia tidak memiliki

enzim ini. Bila dipakai secara parenteral, uricase adalah penurun urat

yang lebih cepat disbanding allopurinol. Contohnya : urat oksidase

6. Kolkisin

Kolkisin dipakai untuk arthritis gout akut cenderung

menyebabkan diare berat terutama bagi pasien dengan mobilitas terbatas.

Sebaiknya dipakai untuk pencegahan saja atau sebagai pilihan terakhir.

Kolkisin diekskresi melalui urin. Tidak menurunkan kadar urat dalam

serum, dan kalua menjadi pilihan maka harus diberikan secepat mungkin

saat serangan terjadi agar efektif. Kolkisin direkomendasikan untuk


diberikan dalam dosis rendah sebelum memulai obat penurun urat,

kemudiaan dianjurkan sampai 1 tahun setelah urat dalam serum menjadi

normal.

B. Terapi Non Farmakologi

1. Penurunan berat badan (bagi yang obesitas)

2. Mengurangi makanan yang mengandung purin tinggi

3. Mengurangi konsumsi alkohol

4. Meningkatkan asupan cairan

5. Terapi es pada tempat yang sakit

2.10 Kromatografi Lapis Tipis (KLT)

Kromatografi lapis tipis (KLT) merupakan metode pemisahan

komponen – komponen atas dasar perbedaan adsorbs atau partisi oleh fase

diam dibawah pengaruh Gerakan pelarut pengembang atau pelarut

pengembang campur. Pemilihan pelarut sangat berpengaruh dalam analisa

kromatografi lapis tipis (KLT). Data yang diperoleh dari KLT adalah nilai

Rf yang berguna untuk identifikasi senyawa. Nilai Rf dapat didefinisikan

sebagai jarak tempuh dari senyawa dari titik asal dibagi dengan jarak yang

ditempuh oleh pelarut. Oleh karena itu bilangan Rf selalu lebih kecil dari

1,0 (Hostettmann, 1995).


BAB III
KERANGKA KONSPTUAL
3.1 Kerangka Konseptual

HIPERURISEMIA

Terapi Farmakologi

Obat Sintetik Tradisional Herbal

Allopurinol Ekstrak Daun Melinjo

Kandungan Fitokimia

Alkaloid Saponin Flavonoid Tanin

Penurunan Kadar Asam Urat

Analisa Data

Gambar 13. Skema Kerangka Konseptual Peneliti


3.2 Hipotesis
Hipotesis penelitian ini adalah adanya aktivitas ekstrak daun melinjo
(Gnetum gnemon L.) dalam menurunkan kadar asam urat pada mencit.
HO :
1. Ekstrak daun melinjo (Gnetum gnemon L.) tidak mempunyai

aktivitas sebagai antihiperurisemia

2. Estrak daun melinjo (Gnetum gnemon L.) dosis 14mg/kgBB,

28mg/kgBB, 42 mg/kgBB tidak dapat menurunkan kadar asam urat

pada mencit

HI :

1. Ekstrak daun melinjo (Gnetum gnemon L.) mempunyai aktivitas

sebagai antihiperurisemia

2. Ekstrak daun melinjo (Gnetum gnemon L.) dosis 14mg/kgBB, 28

mg/kgBB, 42 mg/kgBB dapat menurunkan kadar asam urat pada

mencit
BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Desain Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian yang bersifat eksperimental yang

bertujuan untuk mengetahui aktivitas antihiperurisemia ekstrah daun

melinjo (Gnetum gnemon L.) pada mencit (Mus musculus) serta analisa

data.

4.2 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Biologi Farmasi Akademi

Mitra Sehat Mandiri Sidoardo pada bulan Februari – juni

4.3 Variabel Penelitian

4.3.1 Variable Bebas

Variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi atau yang

menyebabkan perubahan. Variabel bebas pada penelitian ini adalah ekstrak

daun melinjo (Gnetum gnemon).

4.3.2 Variabel Terikat

Variabel terikat adalah faktor-faktor yang diamati dan diukur oleh

peneliti dalam sebuah penelitian untuk menentukan ada tidaknya pengaruh

dari variabel bebas. Variabel terikat pada penelitian ini adalah aktivitas

antihiperurisemia pada mencit (Mus musculus).


4.3.3 Variabel Kontrol

Variabel kontrol pada penelitian ini adalah control negatif

menggunakan CMC Na dan control positif menggunakan allopurinol.

4.4 Defini Operasional

3. Hiperurisemia merupakan keadaan yang ditandai adanya

peningkatan kadar asam urat dalam darah melebihi normal, pada

laki;laki dewasa kadar normal asam urat sekitar 2 – 7,5 mg/dL,

sementara itu pada wanita yang sudah dewasa sekitar 2 – 6,5 mg/dL

4. Ekstrak daun melinjo diperoleh dengan metode maserasi dengan

menggunakan etanol 70%

5. Dosis ekstrak daun melinjo yang digunakan adalah 14 mg/kgBB, 28

mg/kgBB, 42 mg/kgBB.

6. Hewan uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah mencit

dengan berat 20-30 gram sebanyak 25 ekor mencit.

7. Mencit dikatakan hiperurisemia bila kadar asam uratnya mencapai

1,7-3,0 mg/dL. Bahan uji dikatakan memiliki aktivitas sebagai

antihiperurismia jika bisa menurunkan kadar asam urat dalam

mencit.

4.5 Populasi dan Sampel

4.5.1 Populasi
Populasi yang digunakan pada penelitan ni adalah himpunan seluruh

tanaman daun melinjo (Gnetum gnemon L.).

4.5.2 Sampel

Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah menggunakan 2 kg

daun melinjo (Gnetum gnemon L.).

4.5.3 Teknik Sampling

Teknik sampling yang digunakan simple random sampling yaitu

pengambilan sampel dipilih secara acak dimana setiap anggota populasi

memiliki kesempatan yang sama untuk menjadi sampel

4.6 Instrumen Penelitian

4.6.1 Alat

alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah timbangan hewan, oral

sonde, spuit 1 cc, alat pengukur kadar asam urat, test strip uric acid,

timbangan analitik pisau, blender, penjepit kayu, beaker glass, gelas ukur,

pipet tetes, ayakan 30 mesh, cawan porselin, corong kaca, pengaduk kaca,

toples untuk tempat maserasi, waterbath, kertas saring, aluminium foil,

silika gel GF 254, tabung reaksi.

4.6.2 Bahan

Bahan yang digunakan berupa ekstrak daun melinjo (Gnetum

gnemon).
Kalium Oksonat, Na-CMC, tablet allopurinol, Aquadest, Ethanol (70%), N-

heksan,, FeCl3, Mg, pereaksi Dragendorf, pereaksi Meyer, pereaksi

Wagner, kloroform, H2SO4, HCl, asam asetat dan mencit (Mus musculus)

berumur 2-3 bulan dengan bobot antara 20-30 gram.

4.7 Prosedur Pengumpulan Data

4.7.1 Determinan Tanaman

Tanaman yang digunakan yaitu daun melinjo (Gnetum

gnemon). Determinan tanaman dilakukan di Akademi Farmasi Mitra

Sehat Mandiri Sidoarjo.

4.7.2 Penyiapan Simplisia

1. Pengumpulan bahan baku

Pengumpulan bahan baku sangat menentukan kualitas bahan

baku terutama pada masa panen.

2. Sortasi basah

Sortasi basah dilakukan untuk memisahkan kotoran - kotoran

atau bahan - bahan asing lainnya darbahan simplisia. Misalnya pada

simplisia yang dibuat dari akar suatu tanaman obat, bahan - bahan

asing seperti tanah, kerikil, rumput, batang, daun, akar yang telah

rusak, serta pengotoran lainnya harus dibuang.

3. Pencucian
Pencucian dilakukan untuk menghilangkan kotoran yang

melekat pada simplisia dengan menggunakan air bersih yang

mengalir.

4. Pengubahan bentuk (Perajangan)

Perajangan dilakukan untuk mempermudah proses

pengeringan dalam pembuatan simplisia.

5. Pengeringan

Pengeringan bertujuan untuk mendapatkan simplisia yang

tidak mudah rusak dan bisa disimpan lama.

6. Sortasi kering

Sortasi kering dilakukan dengan meletakkan simplisia dalam

wadah pada sinar matahari dan ditutupi kain hitam.

7. Pengepakan dan penyimpanan

Wadah penyimpanan simplisia harus mampu melindungi

simplisia dari cemaran mikroba, kotoran dan serangga serta

mempertahankan senyawa aktifnya.

4.7.3 Pembuatan Ekstrak

Proses ekstrak dilakukan menggunakan serbuk kering simplisia daun

melinjo dengan metode maserasi menggunakan pelarut Etanol 70%.

Maserasi dilakukan dengan menambahkan satu bagian simplisia ke dalam

maserator dengan sepuluh bagian pelarut (1:10). Sampel dimaserasi selama

3 x 24 jam dengan menggunakan pelarut yang sama. Maserat yang didapat

lalu dipisahkan dengan filtrasi dengan menggunakan corong Buchner untuk


mempercepat penyaringan. Filrat yang didapat laku digabung kemudian

diuapkan dengan menggunakan rotary evaporate pada suhu 60⁰C sampek

menjadi endapan tidak terlalu kental. Kemudian proses dilanjutkan dengan

pembuatan ekstrak kental dengan waterbath pada suhu 50⁰C. Selanjutnya

ditentukan nilai randemen yang diperoleh, persen bobot (b/b) antara hasil

dengan simplisia yang sudah dikentalkan.

4.7.4 Uji Bebas Etanol

Ekstrak ditambah asam sulfat pekat kemudian dipanaskan bila tidak

ada bau eter berarti pada ekstrak sudah tidak terdapat etanol.

4.7.5 Skrining Fitokimia

Skrining fitokimia dilakukan untuk mengetahui kandungan senyawa

aktif yang terdapat dalam ekstrak daum melinjo (Gnetum gnemon).

a. Alkaloid

Larutan 50 mg ekstrak ditambah 1 ml asam sulfat 2N

kemudian ditambahkan reagen Dragendorff dan Mayer sebanyak 3

tetes, jika positif mengandung alkaloid terbentuk warna merah

sampai jingga pada pereaksi Dragendorff dan terbentuk endapan

putih kekuningan pada pereaksi Mayer (Kristanti dkk, 2008)

b. Flavonoid

Larutan sampel 1 ml tambahkan H2SO4 pekat. Terbentuknya

warna coklat kemerahan, merah bata sampai coklat kehitaman

menandakan adanya kandungan flavonoid (Depkes RI, 1979).

c. Saponin
Ekstrak kental dilarutkan dengan 10 ml aquadest, masukkan

ke dalam tabung reaksi sebanyak 1 ml setelah itu dipanaskan diatas

busen. Diamkan hingga dingin lalu dikocok secara kuat sehingga

terbentuk buih setinggi 1 cm yang stabil menunjukan positif

mengandung saponin (Fajriaty et al., 2018).

d. Tanin

Ekstrak kental dilarutkan lalu ditambah aquadest 10 ml

dimasukkan sedikit ke dalam tabung reaksi dan dipanaskan diatas

Bunsen lalu disaring. Filtrat yang diperoleh ditambahkan 3 tetes

FeCI3. Terbentuknya warna hijau kehitaman atau biru tua

menunjukan adanya tannin (Depkes RI, 1979).

e. Polifenol

Ekstrak kental dilarutkan terlebih dahulu dimasukkan sekitar

ke dalam tabung reaksi, lalu ditambahkan 3 tetes pereaksi FeCI3.

Hasil uji larutan dinyatakan positif mengandung polifenol apabila

terjadi perubahan warna larutan menjadi hijau, biru kehitaman,

hitam kehijauan (Depkes RI, 1979).

4.7.6 Uji Kromatografi Lapis Tipis (KLT)

Uji kromotografi lapis tipis (KLT) dilakukan untuk mengetahui

profil sekaligus mengidentifikasi zat aktiv yang terkandung dalam ekstrak

etanol daun melinjo sebagai anti diabetes pada mencit, pengujiannya

menggunakan silika gel GF 254 sebagai fase diam dengan fase gerak n-
heksa metil – etil asetat dengan perbandingan 1:4 jika terbentuk noda

bewarna kuning berkecoklatan pada sinar tampak dan kuning kehijauan

pada sinar UV maka menadakan adanya kandungan senyawa flavonoid,

penampakan bercak dilihat menggunakan setector UV 366 nm selanjunya

menggunakan detector UV 366 UV selanjutnya dihitung nilai Rf (Ahmad,

2015)

4.7.7Aktivitas Penurunan Antihiperurisemia

1. Penyiapan Larutan Natrium CMC 1%

Natrium CMC sebanyak 1 gram lalu masukkan kedalam

mortar lalu tambah air panas kemudian diaduk hingga terbentuk

massa yang kental dan ditambah air hingga volume 100 ml, sehingga

didapat Na-CMC dengan konsentrasi 0,5%.

2. Pembuatan Suspensi Larutan Allopurinol

Dosis Allopurinol pada manusia adalah 100 mg/hari. Dosis

yang ditimbang pada penelitian ini adalah 13 mg/kg BB mencit.

Kemudian tambahkan Na-CMC 0,5% masukkan labu 10 ml kocok

ad homogen. Allopurinol digunakan sebagai kontrol positif

(Hardian, 2014).

3. Pembuatan Suspensi Induktor Antihiperurisemia

Dosis efektif pada kalium oksanat sebagai induktor

hiperurisemia pada mencit adalah 250 mg/kg BB (Suhendi et al,

2011). Preparasi dilakukan dengan mensuspensi kalium oksanat

dengan Na-CMC 0,5% lalu diberi jus hati ayam secara oral untuk

menginduksi hiperurisemia 0,5 mL/20g BB (Cendriani dkk, 2014).


4. Pembuatan Suspensi Ekstrak Daun Melinjo

Ekstrak daun melinjo ditimbang sebanyak 0,5 gram kemudian

dimasukkan medalam mortir tambahkan Na-CMC 0,5% gerus

hingga homogen kemudian masing – masing konsentrasi dicukupkan

dengan suspense Na-CMC 0,5% hingga 50ml.

5. Penyiapan Hewan Uji

Hewan uji yang digunakan 25 ekor mencit, kemudian dibagi

menjadi 5 kelompok, setiap uji terdiri dari 5 ekor mencit. Hewan

mencit dipuasan makan selama ± 18 jam. Sebelum diberi

perlakuan hewan uji diukur kadar asam urat darah sebaai kadar

awal (normal). Setelah itu dinduksikan dengan kalium oksanat

sebanyak 250 mg/KgBB secara intraperitonial dan 2 ml/20grBB

jus hati secara oral. Satu jam kemudian hewan uji diambil darah

untuk diukur kadar asam uratnya. Selanjutnya hewan uji

diberikan perlakuan sesuai kempok perlakuan secara oral. Jam ke

2 dan ke 4 diambil darah untuk diukur kadar asam urat setelah

diberi perlakuan. Mencit mengalami hiperurisemia bila kadar

asam uratnya mencapai 1,7-3,0 mg/dL. Sedangkan kadar asam

urat normal pada mencit adalah 0,5-1,4 mg/dL. Dikelompokkan

menjadi lima yaitu:

a. Kelompok kontrol negatif : kelompok yang diinduksi jus hati


ayam 0,2% b/v + kalium oksanat 250 mg/kgBB dan diberikan
suspensi CMC 0,5% atau 0,5 ml/kgBB.
b. Kelompok kontrol positif : kelompok yang diinduksi jus hati
ayam 0,2% b/v + kalium oksanat 250 mg/kgBB dan diberikan
suspensi allopurinol 13mg/kgBB.
c. Kelompok ekstrak daun melinjo dosis 100 mg/kgBB :
kelompok yang diinduksi jus hati ayam 0,2% b/v + kalium
oksanat 250 mg/kgBB + ekstrak daun melinjo 14 mg/kgBB.
d. Kelompok ekstrak daun melinjo dosis 200 mg/kgBB :
kelompok yang diinduksi jus hati ayam 0,2% b/v + kalium
oksanat 250 mg/kgBB + ekstrak daun melinjo 28 mg/kgBB.
e. Kelompok ekstrak daun melinjo dosis 300 mg/kgBB :
kelompok yang diinduksi jus hati ayam 0,2% b/v + kalium
oksanat 250 mg/kgBB + ekstrak daun melinjo 42 mg/kgBB.

4.7.8 Pengukuran Kadar Asam Urat

Kadar sama urat darah diukur menggunakan metode POCT,

menggunakan strip test. Prinsipsnya, darah akan diabsorbsi dan

menyebabkan area target berubah warna menjadi merah. Hasil akan tampak

pada layar alat pengukur setelah 20 detik. Persentase penurunan kadar asam

urat darah (%P).

4.8 Analisa Data

Analisa data hasil penelitian yang digunakan untuk melihat aktivitas

dari pemberian ekstrak daun melinjo ialah dengan menggunakan metode

analisa variansi (ANOVA) dengan metode tukey dengan tingkat

kepercayaan 95%.
Kerangka Kerja

Daun Melinjo

Pembuatan Simplisia

Pembuatan Ekstrak

Uji Bebas Etanol

Skrining Fitokimia

Uji aktivitas antihiperurisemia ekstrak daun melinjo

Penyiapan mencit Pengujian ekstrak daun


melinjo terhadap mencit

Penginduksian mencit
dengan kalium oksanat Pengukuran kadar asam
urat setelah pemberian
perilaku

Pengukuran kadar asam


urat mencit Analisa
setelah data
penginduksian
Gambar 14. Bagan Kerangka Kerja
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, Jamaludin. 2015. Metode Penelitian Administrasi Publik.
Yogyakarta :Gava Media.
Akbar B. 2010. Tumbuhan Dengan Kandungan Senyawa Aktif Berpotensi
Sebagai Bahan Anifertilitias. Jakarta : Adabia Press. Pp 6-7.
Akbar, Sa’dun (2015) Instrumen Perangkat Pembelajar. Bandung: PT.
Remaja Rosda Karya.
Alegantina, S., Isnawati A., dan Arifin K.M., 2000. Disolusi dan Penetapan
Kadar Allopurinol Sediaan Generik dan Sediaan dengan Nama
Dagang. Departemen Kesehatan RI, Jakarta.
Anonim, 1995, Farmakope Indonesia, Edisi IV, 175, 783-784, Departemen
Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.
Ansel, H. C., 2005, Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, diterjemahkan oleh
Ibrahim, F., Edisi IV, 605-619,UI Press.
Bustanji Y, Hudaib M, Tawaha K, Mohamad M, Almasri I, Hamed S, Oran
S (2011) In Vitro xanthine oxidase inhibition by selected Jordanian
medicinal plants. Jordan J Pharm Sci 4:49-56.
Cendriani, F., Muslichah, S. and Ulfa, E.U. 2014. Uji Aktivitas
antihiperurisemia ekstrakn-heksana, etil asetat, dan etanol 70%
daun tempuyung (Sonchus arvensis L.) pada mencit jantan
hiperurisemia, e-Jurnal Pustaka Kesehatan, 2(2), pp. 205-210.
Cos P., et al., 1998 Structure Activity Relationship and Classification of
Flavonoid as Inhibitor of Xanthine Oxidase and Superoxide
Scavengers, J.Nat.Prod., 61:71-78.
Côté, J., & Fraser-Thomas, J. (2008). Play, practice, and athele
development. In D. Farrow, J. Baker, & C. MacMahon (Eds.)
Developing elite sport performance: Recearchers and coaches put
theory into practice (pp, 17-28). New York: Rautledge,
Depkes Ri, 1979. Farmakope Indonesia Edisi Iii. Jakarta: Departemen
Kesehatan Republik Indonesia.
Depkes Ri, 1995. Farmakope Indonesia Edisi Iv. Jakarta: Departemen
Kesehatan Republik Indonesia.
Depkes RI. 2000. Parameter standar umum ekstrak tumbuhan obat. Jakarta:
Direktorat Jendral Pengawas Obat dan Makanan, Depkes RI.
Depkes RI. Farmakope Indoesia edisi V. Jakarta: depkes ri: 2014
Dianati, N. A. (2015) Gout dan hiperurisemia Jurnal Majority. Volume 4
Nomor 3, Halaman 87-88.
Dipiro, J. T., Dipiro, C.V., Wells, B.G., & Sewinghammer, T.L. 2008.
Pharmacoteraphy Handbook Seventh Edition. USA : McGraw-Hill
Company.
Dira, Kadek Prawisanti dan Ida Bagus Putra Astika. 2014. “Pengaruh
Struktur Modal, Likuiditas, Pertumbuhan Laba, dan Ukuran
perusahaan pada kualitas laba”. Issn,232-856 hal 64-78.
Fajriaty, I., Hariyanto, I. H., Andres, Setyaningrum, R., 2018. Skrining
Fitokimia dan Analisa Kromatografi Lapis Tipis dari Ekstrak
Etanol Daun Bintangur (Calophyllum soulattri Burm. F.) Jurnal
Pendidikan Infomatika dan Sains, 7(1), 54-67.
Gour, K. 2006. Process Optimatization for the Production of Ethanol via
Fermentation. [dissetation]. Punjab: Thapar Intitute of Engineering
& Thechnologi.
Hostettmann, M Hostettman, MD, Marston A, 1995, Cara Kromatografi
preparative Penggunaan pada Isolasi Senyawa Alam, hal 10, ITB,
Bandung.
Hovart, 1981, Tannins : Definition. 2001, http: //www.ansci.cornell.edu/
plant/toxycagents//tannin/ definition.html.animal science
webmaster, Cornert University. Diakses 13 Agustus 2013.
Irawan, B., 2010. Peningkatan Mutu Minyak Nilam Dengan Ekstraksi dan
Destilasi Pada Berbagai Pomposisi Pelarut, Testis, Universitas
Diponegoro, Semarang, Indonesia.
Katzung, B. G., 1989, Farmakologi Dasar dan Klinik, diterjemahkan oleh
Staf Pengajar Laboratorium Farmakologi, 287, Fakultas
Kedokteran Universitas Sriwijawa, EGC, Jakarta.
Katzung, B.G. 2012. Basic & Clinical Pharmacology. Edisi 12. USA:
McGraw-Hill.
Kemp., B. J. (2000). Research Report: Maintaning Quality of Life.
http//:.getriil.org. Di akses 10 juni 2014
Kertia, Nyonya. 2009. Asam Urat Benarkah hanya Menyerang Laki-laki.
Yogyakarta : pete benteng Pustaka.
Kristanti, Alfinda Novi., dkk. 2008. “Buku Ajar Fitokimia”. Airlangga
University Press. Surabaya.
Kusuma, A., Mahardian, Wahyuningrum, R. and Wisyanti 2014. Aktivitas
antihiperurisemia ekstrak etanol herba pegagang pada mencit
jantan dengan induksi kofein, Pharmacy, 11(01), pp. 62-74.
Lestari, Ika. (2013). Perkembangan Bahan Ajar Berbasis Kompetensi:
Sesuai dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Padang.
Academia.
Lestari, T (2015). Kkumpulan teori untuk kajian pustaka penelitian
kesehatan. Yogyakarta : Nuha medika.
Lipinskin Rais, R, I. 2015. Isolasi dan penentuan kadar flavonoid ekstrak
etanolik herba Sambiloto (Andrograpis paniculate (BURM. F
NESS). Fakultas Farmasi Universitas Ahmad Dahlan.
Mukhlisah, N, A. 2014. Pengaruh level ekstrak daun melinjo (Gnetum
gnemon L) sebagai anti feedant terhadap larva ulat grayak
(Spodoptera litura Fab.) pada tanaman sawi (Brasica sinensis L.)
Mutschler, E., 1991, Dinamika Obat, Edisi 5, ed.A S. Widinato, Mathilda. B
dan Ranti, ed., Bandung, Institut Teknologi Bandung Press.
Price, S. A., dan Wilson, L.M., 2005, Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-
proses Penyakit, Edisi 6, hal. Vol 2, diterjemahkan oleh pendit, B.
U., Hartanto, H., Wulansari, p., Mahanani, .D.A.,Penerbit Buku
Kedokteran EGC, Jakarta.
Priyanto, 2008. Farmakologi Dasar Untuk Mahasiswa Farmasi dan
Keperawatan, Edisi II. Leskonfi. Jakarta. Hal 86, 93-94.
Schunack, W, Mayer, K., dan Haake,M.,1990, Senyawa Obat,
diterjemahkan oleh bagian farmakologi FK UNAIR, Edisi II, 187,
Gadja Mada University Press, Yogyakarta.
Sudjadi. 2010. Kimia Farmasi Analisis. Pustaka Pelajar, Yogyakarta 121-
250.
Sunanto, H., 1992, Aren – Budidaya dan Multigunanya, Penerbit Kanisus,
Yogyakarta.
Sunanto, Hatta 1993. Budidaya Pala Komoditas Eksplor. Yogyakarta:
Kanisius.
Sutrisna, Edy. 2010. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Kencana
Prenada Media Group.
Wink, M. (2008). Ecological Roles of Alkaloids. Wink, M. (Eds.)Modern
Alkaloids, Structure, Isolation Synthesis and Biology,
Wiley,Jerman: Wiley-VCH Verlag GmbH & Co. KgaA.
Lampiran – lampiran

1. Perhitungan dosis CMC Na 0,5%

 Suspensi CMC Na 0,5% = 500 mg/10 ml

= 50 mg/1 ml

= 0,5 mg/0,5 ml

 Larutan CMC Na 0,5% = 0,5/100 x 25

= 0,125 gr

 Air panas = 20 x 0,125 = 3,125 ml

2. Perhitungan dosis Allopurinol

 Allopurinol yang digunakan adalah tablet 100 mg

Dosis untuk mencit berat 20 gr

Konversi dosis manusia ke mencit

0,0026 x 100 mg = 0,26

 Dosis Kg/BB mencit

1000 x 0,26 = 13 Kg/BB


20

 Dosis pemakaian

0,26 x 10 ml = 0,2 ml
13

 CMC Na 0,5%

0,5 x 100 ml = 0,5 gr = 500 mg

 Air panas

500 : 20 = 10.000 = 10 ml

3. Perhitungan dosis kalium oksanat


 Dosis pada mencit secara I.P 250 mg/KgBB

250 mg x 20 gr
1000 gr

= 5 mg/0,5 ml I.P x 10 mencit

Upscale

= 50 mg/5 ml

Pada BB mencit 20 gr ( 10 ekor)

4. Perhitungan dosis ekstrak daun melinjo dosis 100mg/KgBB tikus.

Konfersi ke mencit 100 mg x 0,14 = 14 mg/kgBB mencit

 Berat mencit 20 gr

20 gr x 14 mg = 0,28 mg
1000 gr
 Ekstrak

0,28 mg x 100 ml = 0,28 ml


100 mg

 CMC Na

0,5 ml x 100 ml = 0,5 gr = 500 mg

 Air panas

500 : 20 = 10.000 = 10 ml

 Larutan baku induk

100 mg ekstrak/ 100 ml Aq.dest

5. Perhitungan dosis ekstrak daun melinjo dosis 200 mg/KgBB tikus

Konfersi ke mencit 200 mg x 0,14 = 28 mg/kgBB mencit

 Berat mencit 20 gr

20 gr x 28 mg = 0, 56 mg
1000 gr
 Ekstrak
0,56 mg x 100 ml = 0,28 ml
200 mg

 CMC Na

0,5 ml x 100 ml = 0,5 gr = 500 mg

 Air panas

500 : 20 = 10.000 = 10 ml

 Larutan baku induk

200 mg ekstrak/ 100 ml Aq.dest

6. Perhitungan dosis ekstak daun melinjo dosis 300 mg/KgBB tikus

Konfersi ke mencit 300 mg x 0,14 = 42 mg/kgBB mencit

 Berat mencit 20 gr

20 gr x 42mg = 0,84 mg
1000 gr
 Ekstrak

0,84 mg x 100 ml = 0,28 ml


300 mg

 CMC Na

0,5 ml x 100 ml = 0,5 gr = 500 mg

 Air panas

500 : 20 = 10.000 = 10 ml

 Larutan baku induk

300 mg ekstrak/ 100 ml Aq.dest

Anda mungkin juga menyukai