Anda di halaman 1dari 18

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori
1. Tanaman Daun Wungu (Graptophyllum pictum)
a. Deskripsi Tanaman Daun Wungu

Gambar 2.1 Tanaman Daun Wungu

Tanaman daun wungu merupakan tanaman yang berasal dari


Irian dan Polynesia. Tanaman ini dapat tumbuh di daerah dataran
rendah sampai ketinggian 1250 meter di atas permukaan laut. Daun
wungu (Graptophyllum pictum) merupakan tanaman perdu yang
memiliki batang tegak, ukurannya kecil dan tingginya hanya mencapai
3 meter. Tumbuhan ini biasanya tumbuh liar di pedesaan atau sengaja
ditanam sebagai tanaman hias atau tanaman obat. Daun wungu
mempunyai struktur posisi daun yang letaknya berhadap-hadapan.
Bunganya indah, bersusun dalam satu rangkaian tandan yang
berwarna merah tua. Batangnya berwarna wungu, penampang
batangnya berbentuk mendekati segi tiga tumpul (Permadi, 2008).
Daun wungu dikenal diberbagai daerah dengan berbagai nama
daerah masing-masing seperti demung, tulak, wungu (Jawa), daun
temen-temen, handeuleum (Sunda), karotong (Madura), temen (Bali),
daun putri, dongora (Ambon), kobi – kobi (Ternate) (Permadi, 2008).

7
8

Menurut Dalimartha dalam Fauzi (2016) ada tiga varietas, yaitu


berdaun wungu, berdaun hijau dan belang-belang putih. Sementara
varietas tanaman yang digunakan sebagai obat adalah varietas berdaun
wungu yang dinamakan Grapthophyllum pictum (L) Griff, var
luridosanguineum Sims (Gambar 2.1). Batang daun tumbuhan wungu
mengandung kalsium oksalat, asam formiat, dan lemak. Daun
berkhasiat sebagai peluruh kencing (diuretik), mempercepat
pemasakan bisul, pencahar ringan (laksatif), dan pelembut kulit.
Sedangkan bunganya berkhasiat sebagai pelancar haid.
Berdasarkan United States Department of Agriculture (USDA)
dalam Novita (2011), taksonomi tanaman wungu sebagai berikut :
Kingdom : Plantea
Subkingdom : Tracheobionta
Superdivisi : Spermatophyta
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Dicotyledonae
Subkelas : Asteridae
Ordo : Scrophulariales
Family : Acanthaceae
Genus : Graptophyllum
Spesies : Graptophyllum pictum (L.) Griff
b. Kandungan Kimia Daun Wungu
Kandungan kimia yang terkandung didalam daun wungu
(Graptophyllum pictum.) yaitu flavonoid, tannin, alkaloid, steroid,
saponin, glikosida. Kandungan yang komplek dan beragam dari daun
wungu ini menyebabkan memiliki fungsi sebagai daya antibakteri
(Kusumaningsih, 2015). Kesehatan Republik Indonesia telah
melakukan penelitian terhadap kandungan senyawa aktif yang terdapat
pada daun wungu yakni golongan flavonoid (4,5,7-trihidroksi
flavonol, 4,4-dihidroksi flavon, 3,4,7-trihidroksi flavon, dan luteolin-7
glukosida). Selain itu, terdapat kandungan senyawa lain pada daun
9

wungu berupa alkaloid non-toksik, saponin, tanin galat, antosianin,


dan asam-asam fenolat (asam protokatekuat, asam p-hidroksi
benzoate, asam kafeat, asam p-kumarat, asam vanilat, asam siringat,
dan asam ferulat).
Senyawa – senyawa tersebut berfungsi sebagai berikut :
1) Senyawa Flavonoid
Senyawa Flavonoid merupakan senyawa yang mudah larut
dalam pelarut polar seperti etanol, butanol dan aseton. Flavanoid
golongan terbesar dari senyawa fenol, senyawa fenol mempunyai
sifat efektif menghambat pertumbuhan virus, bakteri dan jamur.
Flavonoid bekerja dengan cara denaturasi protein. Proses ini juga
menyebabkan gangguan dalam pembentukan sel sehingga merubah
komposisi komponen protein. Fungsi membran sel yang terganggu
dapat menyebabkan peningkatan permeabilitas sel, diikuti dengan
terjadinya kerusakan sel bakteri. Kerusakan tersebut menyebabkan
kematian sel bakteri (Sya’haya dan Iyos, 2016).
Senyawa flavonoid dapat menghambat mikroorganisme
karena kemampuannya membentuk seyawa kompleks dengan
protein dan bersifat antivirus (Wahyuningtyas, 2008)
2) Senyawa Tanin
Senyawa tanin merupakan senyawa metabolit sekunder
yang berasal dari tumbuhan yang terpisah dari protein dan enzim
sitoplasma. Senyawa ini tidak larut dalam pelarut non-polar, seperti
eter, kloroform dan benzena tetapi mudah larut dalam air, dioksan,
aseton dan alkohol serta sedikit larut dalam etil asetat. Senyawa ini
mempunyai aktivitas antioksi dan menghambat pertumbuhan tumor
(Sya’haya dan Iyos, 2016).
Senyawa tanin dapat digunakan sebagai aplikasi lokal luka
pada kerongkongan dan rongga mulut terutama stomatitis. Tanin
mempunyai aksi fisiologis dalam penghambatan bakteri
(Wahyuningtyas, 2008).
10

3) Senyawa Alkaloid
Senyawa alkaloid merupakan senyawa organic bahan alam
yang terbesar jumlahnya baik dari segi jumlah maupun sebarannya.
alkaloid dalam daun wungu mempunyai kemampuan sebagai anti
inflamasi (anti radang) dan sebagai analgesik (mengurangi rasa
sakit) (Wahyuningtyas, 2008).
4) Senyawa Steroid
Senyawa Steroid adalah suatu kelompok senyawa yang
mempunyai kerangka dasar siklopentanoperhidrofenantrena, yang
memiliki empat cincin terpadu (biasa ditandai cincin A, B, C dan
D). Senyawa golongan ini mempunyai efek fisiologis tertentu,
beberapa diantaranya yang sangat umum dikenal adalah kolesterol
(Sya’haya dan Iyos, 2016).
5) Senyawa Saponin
Senyawa Saponin merupakan senyawa glikosida kompleks
yaitu senyawa hasil kondensasi suatu gula dengan suatu senyawa
hidroksil organik yang apabila dihidrolisis akan menghasilkan gula
(glikon) dan non-gula (aglikon) serta busa (Sya’haya dan Iyos,
2016).
c. Kegunaan Daun Wungu
Daun wungu banyak dimanfaatkan masyarakat sebagai obat
ambeien atau wasir, sembelit, peluruh kencing, pelancar haid, obat
bisul, dan beberapa kondisi seperti anti-jamur, anti-inflamasi, dan
anti-plak. Selain itu, daun wungu juga dapat digunakan untuk
pengobatan terhadap luka, bengkak, borok, bisul, penyakit kulit, dan
secara eksperimental ekstrak daun wungu berperan menghambat
pembengkakan dan menurunkan permeabilitas membran (Fauzi,
2016). Daun wungu (Graptophylum pictum) mempunyai khasiat
sebagai obat sembelit, peluruh kencing, pelancar haid, obat bisul dan
obat wasir (Wahyuningtyas, 2008).
11

Pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh


Kusumaningsih (2015), didalam ekstrak daun wungu (Graptophyllum
pictum) mengandung senyawa yang dapat menghambat pertumbuhan
bakteri Streptococcus mutans sebagai bakteri penyebab utama karies.
Berdasarkan penelitian oleh Sya’haya dan Iyos (2016), pada ekstrak
daun wungu (Graptophyllum pictum) dapat digunakan untuk
menyembuhkan penyakit hemoroid dikarenakan pada daun tersebut
mengandung senyawa alkaloid nontoksik, flavonoid, steroid, saponin,
tanin yang mempunyai kemampuan sebagai anti-inflamasi dan
berfungsi sebagai analgesik sehingga mempunyai sifat melunakan
tinja, namun tidak menyebabkan diare dan menurunkan nilai ambang
nyeri. Ekstrak daun wungu sendiri sudah diproduksi dalam bentuk
kapsul dan bisa dikonsumsi dengan cara direbus lalu airnya di minum
atau dijadikan lalapan yang telah memiliki ijin BPOM.

Gambar 2.2 Obat Herbal Daun Wungu


2. Ekstraksi
Ekstraksi merupakan sediaan pekat yang diperoleh dengan
mengestraksi zat aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani
menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua
pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan
sedemikian hingga memenuhi baku yang ditetapkan (Rusmiati, 2010).
12

Ekstraksi bertujuan untuk melarutkan senyawa-senyawa yang


terdapat dalam jaringan tanaman ke dalam pelarut yang dipakai untuk
proses ekstraksi tersebut.
Menurut Indri et al (2014), simplisia adalah bagian tumbuhan yang
mengandung obat yang diolah menjadi bahan obat nabati. Simplisia dibagi
menjadi :
a. Simplisia lunak (rimpang, daun, akar)
Mudah ditembus cairan penyari, sehingga tidak perlu diserbuk hingga
halus.
b. Simplisia keras (biji, kulit, kayu, kulit akar)
Harus dihaluskan terlebih dahulu sebelum penyarian.
Jenis-jenis ekstraksi berdasarkan metode ekstraksi dengan
menggunakan pelarut, terdiri dari :
1) Ekstraksi cara dingin (cold)
a) Maserasi
Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia dengan
menggunakan pelarut simplisia dengan beberapa kali pengocokan
atau pengadukan pada temperature ruangan (kamar). Maserasi
bertujuan untuk menarik zat-zat yang berkhasiat yang tahan
pemanasan atau tidak tahan pemanasan. Secara teknologi maserasi
termasuk ekstraksi dengan prinsip metode pencapaian konsentrasi
pada keseimbangan. Maserasi dilakukan dengan beberapa kali
pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruangan atau kamar.
b) Perkolasi
Perkolasi merupakan proses penyaringan simplisia dengan jalan
melewatkan pelarut yang sesuai secara lambat pada simplisia dalam
suatu percolator. Perkolasi bertujuan agar zat yang berkhasiat tertarik
seluruhnya dan biasanya dilakukan untuk zat berkhasiat yang tahan
ataupun tidak tahan pemanasan.
2) Ekstraksi cara panas (hot)
a) Refluksi
13

b) Soxhlet
c) Digesti
3. Obat Kumur
a. Definisi Obat Kumur
Obat kumur merupakan suatu larutan air yang digunakan
sebagai pembersih untuk meningkatkan kesehatan rongga mulut,
estetika dan kesegaran nafas. Obat kumur dapat digunakan untuk
membunuh bakteri, menghilangkan bau tak sedap dan mencegah karies
(Kono et al., 2018).
Pemakaian obat kumur bertujuan untuk menghambat
pertumbuhan bakteri karena berfungsi sebagai antiseptik yang
mempunyai sifat sebagai antibakteri. Antiseptik adalah suatu senyawa
yang dapat menghambat pertumbuhan atau perkembangan bakteri tanpa
merusak secara keseluruhan (Prijantoyo, 1996)
b. Komposisi Obat Kumur
Menurut Gagari dan Kabani dalam Yuliharsini (2008), Bahan
dasar yang tergantung di dalam sebuah larutan obat kumur diantaranya
adalah air, alcohol, zat pemberi rasa, dan bahan pewarna. Kandungan
lainnya dapat berupa humektan, astringen, zat pengemulsi, bahan –
bahan terapeutik, dan bahan – bahan antimicrobial. Bahan aktif dalam
sebuah obat kumur biasanya adalah bahan antimicrobial yamg memiliki
efek pengurangan terhadap sejumlah mikroorganisme dalam rongga
mulut.
c. Mekanisme Obat kumur terhadap Gingivitis
Penyembuhan gingivitis dapat dilakukan dengan cara
pengontrolan plak dan skeling. Pengontrolan plak dapat dilihangkan
melalui pembersihan mekanis dan kimiawi, kontrol plak lebih efektif
melalui pembersihan secara mekanis seperti dengan sikat gigi, benang
gigi, dan berkumur (Nasri dan Imran, 2017).
Selain dengan pembersihan mekanis, penyembuhan gingivitis
dapat dibantu dan dipercepat dengan menggunakan bahan antibakteri
14

yang mampu menghambat pertumbuhan plak maupun menurunkan


jumlah bakteri di dalam plak. Penggunaan bahan antibaketri umumnya
dikemas dalam bentuk cairan obat kumur (Zubardiah et al., 2007).
Obat kumur sangat baik untuk mengobati infeksi, mengurangi
inflamasi, menghilangkan nyeri, mengurangi halitosis, dan mengurangi
risiko terhadap karies. Obat kumur merupakan suatu produk yang
mengandung bahan aktif bersifat antiseptik dan antimikroba, yang
berguna untuk meningkatkan oral hygiene.(Sunnati, 2014).
Berdasarkan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh
Clarissa et al (2014), menunjukkan bahwa berkumur dengan obat
kumur yang mengandung ekstrak daun teh hijau dapat menyembuhkan
keradangan gingiva dan menurunkan skor PBI.
Pada penyembuhan gingivitis dapat dilihat setelah beberapa
waktu dilakukannya perlakuan, seperti hasil penelitian sebelumnya
yang dilakukan oleh Arzanudin et al (2015), dalam melihat pengaruh
ekstrak daun papaya terhadap penurunan indeks gingivitis yang
menunjukkan perlakuan selama rentang waktu 10 hari mendapatkan
hasil yang lebih baik dibandingkan rentang waktu 5 hari. Hal ini sesuai
dengan teori fase penyembuhan luka dimana pada fasae inflamasi
terjadi pada hari ke 0-5, fase proliferasi terjadi pada hari ke 3-14, dan
fase maturasi terjadi pada hari ke 7-1 tahun.
4. Gingivitis
a. Gingiva
Gingiva merupakan bagian mukosa rongga mulut yang
mengelilingi gigi dan menutupi linger (ridge alveolar), yang
merupakan bagian dari apparatus pendukung gigi, periodonsium, dan
memberntuk hubungan dengan gigi. Gingiva dapat beradaptasi terhadap
perubahan lingkungan dan rongga mulut yang merupakan bagian
pertama dari saluran pencernaan dan daerah awal masuknya makanan
dalam system pencernaan. Jaringan rongga mulut terpapar terhadap
sejumlah besar stimulus, temperature, dan konsistensi makanan dan
15

minuman, komposisi kimiawai, asam dan basa sangat bervariasi.


Gingiva yang sehat berwarna merah muda, tepinya seperti pisau sesuai
dengan kontur gigi geligi (Manson dan Eley, 1993).
1) Bagian – bagian gingiva
Pembagian gingiva yang digunakan untuk kepentingan klinis, yaitu :
a) Papila interdental/ gingival interdental
Papila interdental merupakan gingiva yang mengisi ruangan
interdental, yaitu ruangan di antara dua gigi yang letaknya
berdekatan dari daerah akar sampai titik kontak. Papila interdental
ini terdiri atas bagian lingual dan bagian fasial. Bagian samping
menunjukkan batas yang dibentuk oleh gingiva bebas dari dua gigi
yang berdekatan dan bagian tengah dari papilla interdental berfungsi
mencegah terjadinya penumpukan makanan diantara dua gigi
pengunyahan (Putri et al., 2010).
b) Gingiva bebas atau tidak cekat (unattached gingiva atau fre
gingiva/marginal gingiva)
Gingiva tidak cekat merupakan bagian gingiva yang tidak
melekat erat pada gigi, mengelilingi leher gigi, membuat lekukan
seperti kulit kerang. Gingiva tidak cekat ini mulai dari arah mahkota
sampai pertautan semento email. Gingiva tidak cekat tidak melekat
erat ke gigi, dinding lateral dari gingiva ini merupakan dinding dari
sulkus gingiva kedalam sulkus gingiva ini dapat dimasukkan sonde
atau probe dengan jalan meregangkan gingiva secara hati-hati (Putri
et al., 2010).
c) Gingiva cekat (attached gingiva)
Gingiva cekat merupakan lanjutan marginal gingiva, meluas
dari free gingival groove sampai ke pertautan mukogingival. Gingiva
cekat melekat erat kesementum mulai dari sepertiga bagian akar ke
periosteum tulang alveolar. Fungsi dari gingiva cekat adalah
menahan jika ada tekanan mekanik yang terjadi selama
pengunyahan, bicara, dan sikat gigi, selain itu, juga berfungsi
16

melindungi lepasnya gingiva bebas pada saat ada tekanan yang


menuju ke mukosa alveolar (Putri et al., 2010).
2) Gambaran Klinis Gingiva Sehat
Menurut Manson dan Eley (1993), gambaran klinis gingiva yang
sehat akan memudahkan seseorang untuk mengenali kondisi gingiva
yang tidak normal pada pemeriksaan gingiva. Gambaran klinis gingiva
sehat yaitu :
a) Warna, gingiva normal umumnya merah jambu (coral pink). Hal ini
disebabkan oleh adanya pasokan darah, tebal, dan derajat lapisan
keratin epitelium serta sel-sel pigmen (Putri et al., 2010)
b) Ukuran, besar gingiva ditentukan oleh jumlah elemen seluler,
interseluler dan pasuka darah (Putri et al., 2010). Menurut Manson
dan Elay (1993), adanya pertambahan ukuran gingival merupakan
tanda adanya pertambahan ukuran gingival merupakan tanda adanya
penyakit periodontal.
c) Kontur, kontur gingiva sangat bervariasi. Keadaan ini dipengaruhi
oleh bentuk dan susunan gigi geligi pada lengkungnya, lokasi dan
luas area kontak proksimal dan interdental gingiva oral maupun
vertibular. Papila interdental menutupi bagian interdental sehingga
tampak lancip (Putri et al., 2010).
d) Konsistensi, gingiva melekat erat ke struktur dibawahnya dan tidak
mempunyai lapisan submukosa sehingga gingiva tidak dapat
digerakkan dan kenyal (Putri et al., 2010).
e) Tekstrur, permukaan gingiva cekat berbintik-bintik seperti kulit
jeruk. Bintik-bintik ini disebut dengan Stipling (Putri et al., 2010).
Menurut Manson dan Eley (1993), hilangnya Stipling merupakan
tanda adanya penyakit periodontal.
f) Kecenderungan perdarahan pada probing pada tekanan lembur.
g) Gingiva yang sehat akan berdarah saat prob dimasukkan ke sulkus
dengan hati-hati atau bila gingiva dipalpasi dengan jari (Putri et al.,
2010).
17

Gambar 2.3 Gingiva sehat


b. Gingivitis
Gingivitis adalah peradangan pada gusi (gingiva). Gingivitis
sering terjadi dan bisa timbul kapan saja setelah tumbuhnya gigi. Ciri-
cirinya diantaranya gusi meradang, tampak merah, membengkak, dan
mudah berdarah (Mumpuni dan Pratiwi, 2013).
Gingivitis merupakan inflamasi gingiva, dimana gingiva terlihat
kemerahan, adanya pembengkakan dan mudah berdarah. Penyebab
gingivitis adalah akumulasi plak dalam waktu yang cukup lama yang
mengelilingi gigi. Gingivitis paling sering dijumpai dalam keadaan
kronis dan tanpa sakit, tetapi episode akut dan sakit dapat menutupi
keadaan kronis tersebut. Keparahan sering kali dinilai berdasarkan
perubahan-perubahan warna, kontur, konsistensi dan adanya perdarahan
(Adnyasari dan Astuti,2003)

Gambar 2.4 Gingivitis


Menurut Carranza dalam Prestiyanti (2014), gingivitis jika tidak
dirawat, peradangan dapat berlanjut ke jaringan periodontal pendukung
yang lebih dalam yaitu ligamentum periodontal, sementum, dan tulang
alveolar. Kerusakan pada jaringan pendukung akan mengakibatkan gigi
kehilangan penyangga, goyang dan mudah lepas. Penyembuhan
18

gingivitis dapat dilakukan dengan menghilangkan plak secara lebih


efektif melalui pembersihan mekanis seperti dengan sikat gigi, benang
gigi dan alat pembersih interdental lainnya.
1) Etiologi Gingivitis
Penyebab utama gingivitis yaitu plak gigi yang disebabkan oleh
kebersihan mulut yang buruk, posisi gigi yang tidak teratur dapat
menjadi faktor pendukung. Umumnya plak berakumulasi dalam jumlah
yang sangat banyak di regio interdental yang sempit, inflamasi gusi
cenderung dimulai pada daerah papila interdental dan menyebar dari
daerah tersebut ke sekitar leher gigi. Penumpukan bakteri plak pada
permukaan gigi merupakan penyebab utama penyakit periodontal.
Penyebab penyakit periodontal selain plak bisa disebabkan oleh faktor
non-plak (Rianti, 2010).
Penyakit yang ditimbulkan oleh bakteri pada jaringan keras gigi
maupun jaringan pendukungnya tergantung pada umur dan ketebalan
plak. Umur plak menentukan macam kuman dalam plak, sedangkan
macam kuman dalam plak menentukan penyakit yang ditimbulkan oleh
plak (Putri et al., 2010).
Plak muda terdiri dari bakteri yang dapat membentuk
polisakarida ekstraseluler termasuk diantaranya adalah Streptococcus
mutans, Streptococcus bovis, Streptococcus sanguis dan Streptococcus
salivarius. Jenis Actinomyces juga ditemukan pada plak muda. Plak tua
adalah plak yang umurnya tujuh hari yang ditandai dengan munculnya
jenis bakteri Spirochaeta dan Vibrio. Peningkatan paling menonjol pada
pematangan plak ini ditandai dengan terus bertambahnya Actinomyces
naeslundi, bila dibiarkan berkembang biak beberapa hari akan
menimbulkan inflamasi gingiva (Putri et al., 2010).
Faktor etiologi penyakit periodontal biasanya diklasifikasikan
menjadi faktor lokal dan sistemik. Faktor lokal menyebabkan terjadinya
peradangan akibat dari deposit plak dan kalkulus di atas permukaan
gigi, makanan yang terselip, gigi yang berlubang, restorasi tepi gigi
19

yang menggantung, dan tambalan gigi yang tidak pas (Adams et al,
1997). Sedangkan faktor sistemik mengontrol respon jaringan terhadap
faktor lokal, jadi efek iritasi lokal dapat diperparah oleh kondisi
sistemik, contohnya pengaruh hormonal masapubertas, kehamilan,
menopause, defisiensi vitamin, diabetes mellitus, dan pengaruh
penyakit sistemik lainnya (Vikasari et al, 2016).
2) Karakteristik Gingivitis
Karakteristik gingivitis menurut Manson dan Eley (1993) adalah
sebagai berikut:
a) Perubahan Warna Gingiva
Tanda klinis dari peradangan gingiva adalah perubahan
warna. Warna gingiva ditentukan oleh beberapa faktor termasuk
jumlah dan ukuran pembuluh darah, ketebalan epitel, keratinisasi
dan pigmen di dalam epitel. Gingiva menjadi memerah ketika
vaskularisasi meningkat atau derajat keratinisasi epitel mengalami
reduksi atau menghilang.Warna merah atau merah kebiruan akibat
proliferasi dan keratinisasi disebabkan adanya peradangan gingiva
kronis. Pembuluh darah vena akan memberikan kontribusi menjadi
warna kebiruan. Perubahan warna gingiva akan memberikan
kontribusi pada proses peradangan. Perubahan warna terjadi pada
papila interdental dan margin gingiva yang menyebar pada attached
gingiva.
b) Perubahan Konsistensi
Kondisi kronis maupun akut dapat menghasilkan perubahan
pada konsistensi gingiva normal yang kaku dan tegas. Pada kondisi
gingivitis kronis terjadi perubahan destruktif atau edema dan
reparatif atau fibrous secara bersamaan serta konsistensi gingiva
ditentukan berdasarkan kondisi yang dominan.
c) Perubahan Klinis dan Histopatologis
Gingivitis terjadi perubahan histopatologis yang
menyebabkan perdarahan gingiva akibat vasodilatasi, pelebaran
20

kapiler dan penipisan atau ulserasi epitel. Kondisi tersebut


disebabkan karena kapiler melebar yang menjadi lebih dekat ke
permukaan, menipis dan epitelium kurang protektif sehingga dapat
menyebabkan rupture pada kapiler dan perdarahan gingiva.
d) Perubahan Tekstur Jaringan Gingiva
Tekstur permukaan gingiva normal seperti kulit jeruk yang
biasa disebut sebagai stippling. Stippling terdapat pada daerah
subpapila dan terbatas pada attached gingiva secara dominan, tetapi
meluas sampai ke papila interdental.
Tekstur permukaan gingiva ketika terjadi peradangan kronis
adalah halus, mengkilap dan kaku yang dihasilkan oleh atropi epitel
tergantung pada perubahan eksudatif atau fibrotik. Pertumbuhan
gingiva secara berlebih akibat obat dan hiperkeratosis dengan tekstur
kasar akan menghasilkan permukaan yang berbentuk nodular pada
gingiva.
e) Perubahan Posisi Gingiva
Adanya lesi pada gingiva merupakan salah satu gambaran
pada gingivitis. Lesi yang paling umum pada mulut merupakan lesi
traumatic seperti lesi akibat kimia, fisik dan termal. Lesi akibat
kimia termasuk karena aspirin, hidrogen peroksida, perak nitrat,
fenol dan bahan endodontik. Lesi karena fisik termasuk tergigit,
tindik pada lidah dan cara menggosok gigi yang salah yang dapat
menyebabkan resesi gingiva. Lesi karena termal dapat berasal dari
makanan dan minuman yang panas. Gambaran umum pada kasus
gingivitis akut adalah epitelium yang nekrotik, erosi atau ulserasi
dan eritema, sedangkan pada kasus gingivitis kronis terjadi dalam
bentuk resesi gingiva.
f) Perubahan Kontur gingiva
Perubahan pada kontur gingiva berhubungan dengan
peradangan gingiva atau gingivitis tetapi perubahan tersebut dapat
juga terjadi pada kondisi yang lain.
21

Peradangan gingiva terjadi resesi ke apikal menyebabkan


celah menjadi lebih lebar dan meluas ke permukaan akar. Penebalan
pada gingiva yang diamati pada gigi kaninus ketika resesi telah
mencapai mucogingival junction disebut sebagai istilah McCall
festoon.
3) Klasifikasi Gingivitis
Gingivitis yang terjadi hanya berkaitan dengan plak merupakan
hasil interaksi antara bakteri dalam plak dan host. Penelitian
epidemiologis menunjukkan adanya hubungan langsung antara deposit
plak dan keparahan gingivitis. Interaksi tersebut dapat diperburuk oleh
pengaruh faktor lokal, sistemik, medikasi serta malnutrisi (Hartati et
all., 2011).
Menurut Rosad (2009) klasifikasi gingivitis berdasarkan
keparahannya dibedakan menjadi 2 yaitu :
a) Gingivitis Akut
Gambaran klinis pada gingivitis akut adalah pembengkakan
yang yang berasal dari peradangan akut dan gingiva yang lunak.
Debris yang berwarna keabu-abuan dengan pembentukan membran
yang terdiri dari bakteri, leukosit polimorfonuklear dan degenarasi
epitel fibrous.
Pada gingivitis akut terjadi pembentukan vesikel dengan
edema interseluler dan intraseluler dengan degenerasi nukleus dan
sitoplasma serta rupture dinding sel.
b) Gingivitis Kronis
Gambaran gingivitis kronis adalah pembengkakan lunak yang
dapat membentuk cekungan sewaktu ditekan yang terlihat infiltrasi
cairan dan eksudat pada peradangan. Pada saat dilakukan probing
terjadi perdarahan dan permukaan gingiva tampak kemerahan.
Degenerasi jaringan konektif dan epitel dapat memicu peradangan
dan perubahan pada jaringan tersebut. Jaringan konektif yang
mengalami pembengkakan dan peradangan sehingga meluas sampai
22

ke permukaan jaringan epitel. Penebalan epitel, edemadan invasi


leukosit dipisahkan oleh daerah yang mengalami elongasi terhadap
jaringan konektif. Konsistensi kaku dan kasar dalam mikroskopis
nampak fibrosis dan proliferasi epitel adalah akibat dari peradangan
kronis yang berkepanjangan.
5. Papillary Bleeding Index (PBI)
Menurut Saxer dan Muhlemann dalam Lumumba et al., (2015)
indeks yang digunakan untuk mengukur gingivitis adalah menggunakan
Papillary Bleeding Index (PBI). Indeks ini diperkenalkan oleh Muhlemann
HR pada tahun 1977 sebagai modifikasi dari Sulcus Bleeding Index (SBI)
oleh Mahlemann dan Son. Indeks ini merupakan indikator yang sensitif
untuk mengetahui tingkat keparahan peradangan gusi pada seseorang. Gigi
yang diperiksa adalah gigi 16, 12, 11, 21, 22, 24, 26, 31, 32, 36, 41, 42, 44,
dan 46. Probing dilakukan pada keempat kuadran. Pada kuadran pertama
yang diperiksa hanya pada bagian palatal, pada kuadran kedua yang
diperiksa bagian fasial/bukal, pada kuadran ketiga pada bagian lingual dan
kuadran keempat pada bagian fasial/bukal. Pemeriksaan dilakukan dengan
jalan menelusuri sulkus ± 2mm dengan probe yang tidak tajam (tipis bulat
bagian ujungnya) dengan tekanan jari ringan mulai dari dasar papila
hingga ke puncaknya dari distal ke mesial. Setelah 20-30 detik satu
kuadran telah lengkap dilakukan probing, intensitas perdarahan dinilai
dalam skor dan dicatat.

Gambar 2.5 Grade of papillary bleeding index


23

Tabel 2.1 Papillary Bleeding Index


Skor Keterangan
0 Tidak ada perdarahan saat probing
Setelah dilakukan probing pada sulkus mesial dan distal, 20-30
1
detik kemudian tampak perdarahan berupa titik
Tampak perdarahan berupa garis yang jelas atau beberapa titik
2
perdarahan pada bagian marginal gingiva
Tampak perdarahan di bagian interdental yang kurang lebih
3
ditutupi oleh darah
Perdarahan yang berlebih segera setelah probing, darah
mengalir ke daerah interdental untuk menyelubungi bagian dari
4
gigi atau gingival.

Penilaian dan perhitungan skor PBI (Papillary Bleeding Index)


dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :
Masing – masing elemen gigi ditambahkan
PBI =
Jumlah permukaan yang diperiksa
Kriteria skor Papillary Bleeding Index (PBI) adalah dengan
kriteria sebagai berikut:

Tabel 2.2 Kriteria Skor Papillary Bleeding Index (PBI)

Kriteria Skor
Sangat baik 0 – 1,3
Baik 1,4 – 2,7
Buruk 2,8 – 4,0
24

B. Kerangka Teori

Faktor Sistemik :
- Penyakit Diabetes
Mellitus
- Faktor Kehamilan
- Hormonal Masapubertas
- Menopause
- Defisiensi Vitamin
Mekanisme Obat Gingivitis
Kumur Faktor Lokal :
- Plak
- Kalkulus
- Gigi Berlubang
Senyawa - Restorasi Tepi Gigi
Obat Kumur Antibakteri Yang Menggantung
- Tambalan Gigi Yang
Tidak Pas

Flavonoid, Tannin,
Ekstrak Daun Alkaloid, Steroid, Saponin,
Wungu Glikosida

Gambar 2.6 Kerangka Teori

C. Hipotesis atau Pertanyaan Penelitian


Ho : Tidak ada pengaruh obat kumur ekstrak daun wungu (Graptophyllum
pictum) terhadap gingivitis pada pasien diabetes melitus prolanis di
Klinik Mulia Husada 02 Kaliwungu Kendal.
Ha : Ada pengaruh obat kumur ekstrak daun wungu (Graptophyllum
pictum) terhadap gingivitis pada pasien diabetes melitus prolanis di
Klinik Mulia Husada 02 Kaliwungu Kendal.

Anda mungkin juga menyukai