Anda di halaman 1dari 39

BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Di Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam, termasuk

obat, salah satu tanaman obat yang sering digunakan masyarakat untuk pengobatan

ialah daun miana (Coleus scutellarioides (L) Benth). Daun miana mengandung

minyak atsiri, fenol, tanin, lemak, dan fitosterol (Kibbe, 2000).

Selain itu, daun miana mengandung alkaloid, flavonoid, dan polifenol yang

bersifat antibakteri (Sundari & Winarno, 1996).

Tanaman Miana (Coleus scutellarioides (L) Benth) merupakan tanaman hias

yang dapatdimanfaatkan sebagai obat tradisional yangberasal dari Asia Tenggara.

Corak, bentuk dan warna miana beranekaragam, tetapi yang berkhasiat obat adalah

daun yang berwarna merah kecoklatan (Dalimartha, 2007).

Tanaman daun miana (Coleus scutellariodies (L) Benth) senyawa-senyawa

yang berkhasiat sebagai antibakteri, diare, bisul, infeksi telinga, wasir maupun

penambah nafsu makan (Hidayat dan Hutapea, 1991).

Bakteri yang menyebabkan infeksi pada manusia, diantaranya adalah bakteri

Escherichia coli yang merupakan bakteri gram negatif penyebab penyakit diare dan

Staphylococcus aureus yang merupakan bakteri gram positif penyebab penyakit

kulit seperti bisul. Secara alami kedua bakteri ini merupakan bakteri flora normal

dalam tubuh, tetapi bila populasinya melebihi dan keberadaannya diluar habitat
aslinya, kedua bakteri tersebut dapat menimbulkan penyakit. Selain itu, kedua

bakteri ini merupakan bakteri patogen dan sering resisten terhadap berbagai jenis

antibiotik, sehingga sering mempersulit pemilihan antibakteri yang sesuai untuk

pengobatan. Oleh karena itu, perlu dilakukan pencarian senyawa yang memiliki

potensi sebagai antibakteri yang dapat mengatasi masalah infeksi.

Penelitian tentang khasiat daun miana (Coleus scutellariodies (L) Benth)

sebagai antibakteri telah dilakukan yaitu ekstrak etanol daun miana (Coleus

scutellariodies (L) Benth) memiliki aktivitas sebagai antibakteri terhadap

Saphylococcus aureus, Eschericia coli, dan Pseudomonas aeruginosa (Mpila, 2012).

Konsentrasi ekstrak 20%,40% dan 80% merupakan konsetrasi efektif untuk

mnghambat bakteri Staphylococcus aureus. Konsentrasi 10%, 20%, 40% dan 80%

merupakan konsetrasi efektif untuk menghambat bakteri Eschericia coli. Sedangkan

ekstrak 40%, dan 80% merupakan konsentrasi efektif untuk menghambat bakteri

Pseudomonas aeruginosa (Mpila, 2012).

Berdasarkan uraian tersebut, maka penelitian ini dapat mengetahui adanya

aktivitas antibakteri, konsentrasi efektif dan konsentrasi hambat minimal ekstrak

etanol daun miana (Coleus scutellariodies (L) Benth) terhadap pertumbuhan bakteri

Staphylococcus aureus. Maka dari itu penelitian kali ini mengembangkan dengan

melakukan pengujian aktivitas antibakteri ekstrak etanol daun miana terhadap

pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus.


B. Rumusan Masalah

Apakah ekstrak etanol daun miana (Coleus scutellariodies (L) Benth)

memiliki uji aktivitas sebagai bakteri Staphylococcus aureus ?

C. Tujuan Penelitian

Mengetahui efektivitas antibakteri ekstrak daun miana (Coleus

scutellariodies (L) Benth) terhadap aktivitas bakteri Saphylococcus aureus.

D.Manfaat Penelitian

1. Penelitian ini dapat memberikan informasi kepada masyarakat tentang teknik

budidaya dan manfaat daun miana (Coleus scutellariodies (L) Benth) sebagai

obat tradisional yang dapat digantikan sebagai bahan pengganti obat sintetik,

sehingga masyarakat tidak bergantung pada obat kimia (apotek).

2. Dapat menjadikan pengetahuan untuk menambah ilmu dibidang farmasi,

serta sebagai referensi untuk masukan bagi peneliti selanjutnya.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Uraian Daun Miana (Coleus scutellariodies (L) Benth)

1. Morfologi Tanaman (Rosanti, 2013)

Daun mempunyai naman ilmiah folium. Biasanya berwarna

hijau, walaupun beberapa jenis daun memiliki warna yang lain selain

hijau. Warna hijau disebabkan oleh kandungan zat hijau yang disebut

dengan klorofil. Berfungsi sebagai penangkap energi cahaya

matahari melalui fotosintesis.

Daun memiliki fungsi antara lain sebagai organ pernapasan,

tempat berlangsungnya peristiwa fotosintesis dan juga sebagai alat

perkembang biakan secara vegetatif atau secara aseksual atau tanpa

melalui peleburan antara sel kelamin betina dan sel kelamin jantan.

Beberapa jenis tumbuhan yang hanya memiliki tangkai daun

(lamina) saja. Helaian daun langsung menempel pada batang.

Posisinya terlihat seakan-akan daun memeluk batang, sehingga

sering disebut daun memeluk batang atau daun duduk.

Pangkal daun (basis folii) merupakanbagian helaian daun

yang berhubungan langsung dengan tangkai daun. Pangkal daun

miana Meruncing (acuminatus), biasanya terdapat pada bangun bulat

telur.

Ujung daun merupakan puncak daun, dimana letaknya paling

jauh dari tangkal daun. Ujung daun miana meruncing (acminatus).


Hampir mirip dengan ujung runcing, namum titik pertemuan tidak

menyempit secara betrahap, tetapi memiliki jarak yang cukup tinggi

pada akhir bagian ujung tersebut.

Tepi daun (morgo folii) hanya dibedakan dalam dua macam

yaitu tepi yang rata (integer) dan daun yang tidak rata. Tepi daun

miana yang tidak rata disebut juga tepi daun yang bertoreh (divisus)

atau berlekuk.

Pertulangan daun (nervatio) merupakan struktur penguat

helaian daun, sama fungsinya dengan tulang manusia yang memberi

kekuatan menunjang berdirinya tubuh. Tulang-tulang merupakan

jaringan yang dapat mengangkut air maupun hasil fotosintesis akar

dan batang serta menuju batang dan akar.

Struktur tulang daun terdiri ibu tulang daun (costa), tulang

cabang (nervus lateralis), dan urat daun (vena). Bentuk pertulangan

daun miana bertulang menyirip (penninervis). Pada sistem tulang

daun menyirip, posisi tulang-tulang cabang tersusun disebelah kanan

dan kiri ibu tulang daun. Dengan kata lain, daun memiliki satu ibu

tulang yang berjalan dari pangkal daun sampai keujung daun, dan dari

ibu tulang daun tumbuh tulang cabang ke samping kiri dan kanan,

seperti sirip ikan.

Warna daun pada umumnya, dan berwarna hijau. Namun tidak

jarang dijumpai dengan warna yang berbeda, ada juga yang memiliki
warna campuran seperti hijau bercampur merah pada puring

(codiaeum variegatum).

Permukaan daun dapat ditentuan dengan alat peraba (tangan)

licin (laevis),dimana permukaan daun terlihat mengkilap atau berlapis

lilin dan berbulu (pilosus), terdapat struktur bulu pada permukaan

daun.

2. Nama Daerah

Gresing, adang-adang, miana, pidato (Sumatra); jawer kotok, iler,

kentungan, hilep (Jawa); rango tati, serewung, ati-ati, panci-panci, saru-

saru majana (Sulawesi); cemeng, kunuwangi, kunu reto (Nusa Tenggara);

ate-ate, manamu (Maluku); buduma (Irian) (Mursito, 2007).

3. Klasifikasi Tanaman

Regnum : Plantae

Sub kingdom : Tracheobionta

Super Divisi : Spermatophyta

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida

Sub Kelas : Asteridae

Ordo : Lamiales

Famili : Lamiaceae

Genus : Coleus

Spesies : Coleus scutellarioides (L) Benth (Putra, 2016)

4. Kandungan Kimia daun miana


Tanaman miana mengandung minyak atsiri dan tanin (Depkes RI,

1989).

5. Manfaat Tanaman daun miana

Daunnya (Colei scutellaroidi Folium) digunakan dalam ramuan untuk

mengobati penyakit wasir, peluruh haid (emenagoga), penambah nafsu

makan (stomakik) (Depkes RI, 1989).

B. Simplisia

Simplisia adalah bahan alam yang digunakan sebagai obat yang belum

mengalami pengolahan apapun, umumnya dalam keadaan kering, langsung

digunakan sebagai obat dalam atau banyak digunakan sebagai obat dalam

sediaan galenik tertentu atau digunakan sebagai bahan dasar untuk

memperoleh bahan baku obat. Sedangkan sediaan galenik berupa ekstrak

total mengandung 2 atau lebih senyawa kimia yang mempunyai aktifitas

farmakologi dan diperoleh sebagai produk ekstraksi bahan alam serta

langsung digunakan sebagai obat atau digunakan setelah dibuat bentuk

formulasi sediaan obat yang sesuai (Depkes RI, 1995).

Dalam buku “Materia medika Indonesia”ditetapkan definisi bahwa

simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat yang belum

mengalami pengolahan apapun juga kecuali dinyatakan lain berupa bahan

yang telah dikeringkan (Depkes RI, 2000).

1. Klasifikasi Simplisia (Depkes RI, 1995)


Simplisia dibagi menjadi 3 golongan yaitu simplisia nabati, simplisia

hewani, dan simplisia pelikan (mineral)

a. Simplisia Nabati

Simplisia nabati adalah simplisia yang berupa tanaman utuh, bagian

tanaman/eksudat tanaman, Yang dimaksud dengan eksudat tanaman

adalah isi sel yang secara spontan keluar dari tanaman atau yang dengan

cara tertentu dikeluarkan dari selnya, atau zat-zat nabati lainnya yang

dengan cara tertentu dipisahkan dari tanamannya

b. Simplisia Hewani

Simplisia hewani adalah simplisia yang berupa hewan utuh, bagian

hewan atau zat-zat berguna yang dihasilkan oleh hewan dan belum berupa

zat kimia murni.

c. Simplisia Pelikan (mineral)

Simplisia pelikan atau mineral adalah simplisia yang berupa bahan

pelikan atau mineral yang belum diolah denagn cara sederhana dengan

belum berupa zat kimia murni.

C. Ekstraksi (Hanani, 2015)

Ekstraksi atau penyaringan merupakan proses pemisahan senyawa dari

matriks atau simplisia dengan menggunakan pelarut yang sesuai. Peran

ekstraksi dalam analisis fitokimia sangat penting karena sejak tahap awal

hingga akhir menggunakan proses ekstraksi, termasuk fraksinasi dan

pemurnian. Ada beberapa istilah yang dapat digunakan dalam ekstraksi,


antara lain ekstraktan (yakni, pelarut yang digunakan untuk ekstraksi), rafinat

(yakni, larutan senyawa atau bahan yang akan diekstraksi) dan linarut (yakni,

senyawa senyawa atau zat yang diinginkan terlarut dalam rafinat)

Metode ekstraksi yang digunakan tergantung pada jenis, sifat fisik dan

sifat kimia kandungan senyawa yang akan diekstraksi. Pelarut yang

digunakan tergantuk pada polaritasnya senyawa yang akan disari, mulai dari

yang bersifat non polar hingga polar, sering disebut sebagai ekstraksi

bertingkat. Pelarut yang mulai digunakan mulai dengan heksana, petroleum

eter, lalu selanjutnya kloroform atau diklometana, diikuti dengan

alkohol,metanol, dan terakhir apabila diperlukan, digunakan air. Simplisia

dikumpulkan dan dibersihkan dari pengotor dengan cara pemilahan

(pemisahan simplisia lain yang tidak digunakan) atau pencucian.

Dalam melakukan ekstraksi terhadap simplisia sebaiknya digunakan

simplisia yang segar, tetapi karena berbagai keterbatasan umumnya

dilakukan terhadap bahan yang telah dikeringkan. Kerja berbagai enzim yang

terdapat dalam simplisia segar akan dihambat pada proses ekstraksi.

Pengeringan simplisia dilakukan setelah kerja enzim dihambat dengan cara

mencelupkan dalam metanol mendidih selama beberapa detik sehingga

perubahan senyawa secara enzimatis dapat dicegah atau dikurangi. Cara

pengeringan dipilih yang tidak mengakibatkan terjadinya perubahan

metabolit baik secara kualitatif ataupun kuantitatif .


Pengeringan dilakukan secepat-cepatnya, selain pengaruh sinar

matahari dengan suhu yang tidak terlalu tinggi. Salah satu contoh pegeringan

sering dilakukan adalah dengan aliran udara. Sebelum simplisia diekstraksi,

simplisia kering dapat disimpan dalam wadah tertutup rapat dan tidak terlalu

lama, untuk mencegah timbulnya hama/kutu yang dapat merusak kandungan

kimia. Pengecilan ukuran diperlukan agar proses ekstraksi berjalan cepat.

1. Metode ektraksi (Hanani, 2015)

Tujuan ekstraksi adalah menarik atau memisahkan senyawa dan

campurannya atau simplisia. Ada berbagai cara yang telah diketahui.

Masing-masing cara tersebut memliki kelebihan dan kekurangannya.

Pemilihan metode dilakukan dengan memerhatikan antara lain sifat

senyawa, pelarut yang digunakan dan atal tersedia. Struktur untuk setiap

senyawa, suhu dan tekanan merupakan faktor yang perlu diperhatikan

dalam melakukan ekstraksi. Alkohol merupakan salah satu pelarut yang

paling banyak dipakai untuk menyari secara total.

a. Cara dingin (Harbone, 1987)

1) Maserasi

Maserasi adalah proses pengestrakan simplisia dengan

menggunakan pelarut dengan beberapa uji pengocokan atau

pengadukan pada temperatur ruangan (kamar). Secara

teknologi termasuk ekstraksi dengan prinsip metode

pencapaian konsentrasi pada keseimbangan. Maserasi kinetik


berarti dilakukan pengadukan yang kontinun (terus-menerus).

Remaserasi berarti dilakukan pengulangan penambahan pelarut

setelah dilakukan penyaringan maserasi pertama dan

seterusnya.

2) Perkolasi

Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu

baru sampai sempurna (exhaustive extraction) yang umumnya

dilakukan pada temperatur ruang. Prosesnya terdiri dari

tahapan pengembangan bahan, tahap maserasi antara, tahap

perkolasi sebenarnya (penetasan/penampungan ekstrak), terus

menerus sampai diperoleh ektrak (perkolat) dan jumlahnya 1-

5 kali bahan.

b. Cara panas (Harbone, 1987)

1) Refluks

Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur

pada titik didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut

terbatas yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik.

Umumnya dilakukan pengulangan proses pada residu pertama

sampai 3-5 kali sehingga dapat termasuk proses ekstraksi

sempurna.

2) Sokhlet

Sokhlet adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang

selalu baru yang umumnya dilakukan dengan alat khusus


sehingga terjadi ekstraksi kontinyu dengan jumlah pelarut

relatif konstan dengan adanya pendingin balik.

3) Digesti

Digesti adalah maserasi kinetik (dengan pengadukan

berkala) pada temperatur yang lebih tinggi dari temperatur

ruang (kamar), yaitu secara umum dilakukan pada temperatur

40°C-50°C.

4) Infus

Infus adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur

penangas air mendidih, temperatur terukur 96°C-98°C selama

waktu tertentu (15-20 menit).

5) Dekok

Dekok adalah infus yang waktunya lebih lama (lebih dari

30 menit) dan temperatur sampai titik didih air.

Namun dalam penelitian ini digunakan metode ekstraksi maserasi

yang merupakan cara penyaringan yang sederhana. Maserasi dilakukan

dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari. Cairan

penyari akan menembus masuk pada dinding sel dan masuk kedalam

rongga sel yang mengandung zat aktif, zat aktif akan larut dan karena

adanya perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif didalam sel dengan

yang diluar sel, maka larutan yang terpekat didesak keluar. Peristiwa

tersebut berulang sehingga terjadi keseimbangan konsentrasi. Maserasi

digunakan untuk penyarian simplisia yang mengandung zat aktif yang


mudah larut dalam cairan penyari. Pada penyarian dengan cara maserasi

perlu dilakukan pengadukan. Pengadukan dilakukan untuk meratakan

konsentrasi larutan diluar butir serbuk simplisia, sehingga dengan

pengadukan tersebut tetap terjaga adanya derajat perbedaan konsentarsi

yang sekecil-kecilnya antara larutan dalam sel dengan larutan diluar sel

(Dirjen POM, 1989:10).

Hasil maserasi diuapkan pada tekanan rendah pada suhu tidak

lebih dari 50°C hingga konsentrasi yang yang dikehendaki (Dirjen POM,

1979:9).

Keuntungan dari penyarian maserasi adalah cara pengerjaan dan

peralatan yang digunakan sederhana dan mudah diusahakan. Sedangakan

kerugian cara maserasi adalah pengerjaanya lama dan penyariannya

kurang sempurna. Maserasi pada umumnya dilakukan dengan cara 10

bagian simplisia dengan derajat halus yang cocok dimasukkan kedalam

bejana, kemudian dituangi dengan 75 bagian cairan penyari, ditutup dan

dibiarkan selama 5 hari terlindung dari cahaya, sambil berulang-ulang

diaduk. Setelah 5 hari sari diserkai ampas diperas. Ampas ditambah

cairan penyari secukupnya diaduk dan disertai sehingga diperoleh

seluruh sari sebanyak 100 bagian. Bejana ditutup, dibiarkan ditempat

yang sejuk, terlindung dari cahaya, selama 2 hari, kemudian diendapkan

dipisahkan (Depkes RI, 1986).

2. Ekstrak (Hanani, 2015)


Ekstrak adalah sediaan cair, kental atau kering yang merupakan

hasil proses ekstraksi atau penyarian suatu matriks atau simplisia

menurut cara yang sesuai. Ekstrak cair diperoleh dari ekstraksi yang

masih mengandung sebagian besar cairan penyari sudah diuapkan,

sedangkan ekstrak kering akan diperoleh jika sudah tidak mengandung

cairan penyari. Tingtur (tinctura) merupakan sediaan cair yang dibuat

dengan cara maserasi atau perkolasi suatu simplisia dengan pelarut yang

tertera pada masing-masing monografi. Kecuali dinyatakan lain, tingtur

dibuat dengan menggunakan 20% zat berkhasiat dan 10% untuk zat

berkhasiat keras.

D. Bakteri (Harti, 2005)

Bakteri merupakan organisme uniseluler, nukleoid atau tidak

memiliki membram inti, tidak berklorofil, saprofit atau parasit, pembelahan

biner, termasuk protista.Protista dibagi menjadi 2 macam yaitu:

1. Prokariotik meliputi bakteri, alga bitu hijau

2. Eukariotik meliputi jamur, ganggang, lumut, protozoa.

Tabel 1. Perbandingan prokariotik dan eukariotik

Keterangan Prokariotik Eukariotik


Organisme Bakteri dan sianobakteri Jamur, hewan, manusia
Ukuran sel 1 1-10mm 5-100mm
Membram inti Tidak ada Ada
Organel Beberapa/tidak ada Inti, mitokondria
DNA Sirkuler dalam sitoplasma Linier panjang,

terkemas dalam inti


RNA dan protein Diseintesis dalam sitoplasma RNA dalam inti, protein

dalam sitoplasma
Organisme Unisel Multisel

1. Staphylococcus aureus

Klasifikasi Staphylococcus aureus menurut Bergey’s manual of Sistematic

Bacteriologi (Sudarminto, 2015) adalah sebagai berikut:

Kingdom : Monera

Divisi : Firmicutes

Sub Divisi : Schizomycetes

Kelas : Bacilli

Bangsa : Bacillales

Suku : Staphylococcaceae

Marga : Staphylococcus

Jenis : Staphylococcus aureus

2. Morfologi Staphylococcus aureus

Nama Staphylococcus aureus berasal dari kata “Staphele” yang berarti

kumpulan dari anggur dan kata “Aureus” dalam bahasa latin yang berarti
emas. Nama tersebut berdasarkan bentuk dari sel-sel yang berwarna

keemasan.

Staphylococcus aureus merupakan bakteri gram positif, berbentuk

bulat, bergaris tengah 0,5-1,5 makrometer, terdapat bergorombol seperti buah

anggur, satu-satu atau berpasangan, tidak bergerak, tidak tahan asam, diatas

pembenihan ada berupa koloni bulat dan sedikit cembung, amorf dan tidak

transparan. Bakteri ini bersifat intasif, membentuk koagulase, membentuk

pigmen kuning emas, dengan koloni berwarna abu-abu hingga kuning

keemasan (Hatta, 2013).

Staphylococcus aureus tahan garam dan tumbuh baik pada medium

yng mengandum 0,9% NaCl, serta dapat memfermentasi manitol.

Staphylococcus aureus secara fakultatif mampu memfermentasikan enzim

koagulase, hyalurodiase, fosfatase, protease, dan lipase (Irianto, 2013).

Bakteri Staphylococcus aureus adalah sel berbentuk bola diamter rata-

rata 0,7-1,2µm tersusun dalam kelompok-kelompok. Pada biakan cair

ditemukan dalam bentuk berpasangan, rantai pendek dan kokus yang tunggal.

Kokus muda bersifat gram positif. Bakteri Staphylococcus aureus tidak

bergerak dan tidak membentuk spora. Bakteri ini tumbuh pada suhu 37°C.

Pertumbuhan baik dan khas adalah pada suasana aerob, bersifat anaerob

fakultatif dan pH optimum untuk pertumbuhan adalah 7,4. Bakteri ini

berbentuk bulat, cembung, dan mengkilap. Warna khas adalah kuning

keemasan (Sartika, 2013).

E. Medium Untuk Mikroorganisme


Medium berfungsi untuk mengisolasi, menumbuhkan

mikroorganisme, memperbanyak jumlah, menguji sifat-sifat fisiologi, dan

menghitung jumlah mikroba. Dalam proses pembuatan medium harus

disterilisasi dan menerapkan metode aseptis untuk menghindari kontaminasi

pada medium (Safitri,2010).

Ada 2 jenis medium yang dapat dibedakan berdasarkan komponen

dasar yang membentuknya yaitu: (Safitri,2010).

1. Medium Kompleks

Dibuat dari bahan alami yang komposisinya tidak diketahui secara

pasti. Komponen medium kompleks terdisi atas hasil penguraian atau

ekstrak dari beberapa jenis jaringan tumbuhan, daging, kasein, ragi yang

kaya akan polipeptida, asam amino, vitamin dan mineral.

2. Medium yang tersusun dari bahan kimia tertentu

Jenis medium ini dibuat dari beberapa jenis bahan kimia dengan

konsentrasi tertentu. Bahan kimia yang digunakan terdiri dari sumber C

(misal glukosa, dekstrosa dan sukrosa), sumber N (misalnya NH2NO3,

NH4Cl, urea), sumber P (misal KH2PO4), vitamin dan sumber mineral

seperti Fe, Mn, S, dan lain-lain.

Sedangkan jenis medium berdasarkan komposisinya medium

terbagi menjadi empat, yaitu medium umum, medium selektif, medium

diperkaya, dan medium diferensial (Safitri, 2010).

1. Medium Umum
Merupakan medium umum semi sintetik atau alami yang

mengandung nutrisi umum untuk mikroorganisme, contohnya: Nutrient

Broth/NB, Nutrient Agar/ NA, adalah medium umum untuk bakteri dan

Potatoes Doxtrose Agar/PDA dipergunakan untuk mengkultur berbagai

jenis jamur atau fungi.

2. Medium Selektif

Merupakan medium sintetik yang ditambahkan zat kimia tertentu

yang dapat mencegah pertumbuhan sekolompok mikroorganisme yang

tidak diinginkan tanpa menghambat pertumbuhan mikroorganisme target.

Contohnya Briliant Green Lactose Bile Broth (BGLBB) yang digunakan

dalam pertumbuhan bakteri Coli tinja, jenis medium ini dapat

menghambat pertumbuhan bakteri pemfermentasi selain bakteri colifom.

3. Medium Diperkaya

Merupakan medium sintetik yang mengandung komponen-

komponen yang berasal dari makhluk hidup, seperti darah, serum, atau

ekstrak jaringan tumbuhan dan hewan.

4. Medium Diferensial

Merupakan medium yang mengandung senyawa kimia tertentu

yang dapat membedakan sifat mikroorganisme tertentu dalam suatu

kultur campuran dari jenis mikroorganisme lainnya karena adanya


perbedaan respon terhadap senyawa kimia. Sebagai contoh adalah Eosine

Methylene Blue (EMB) yang digunakan dalam uji konfirmasi bakteri

E.coli di dalam uji Most Probable Number (MPN) menampilkan tipe

koloni yang berwarna metalik kehijauan. Sedangkan bakteri enterobacter

menunjukan warna merah muda tanpa unsur metalik.

Jenis medium berdasarkan bentuknya dapat dibagi menjadi tiga

yaitu medium cair, medium semi padat, medium padat. Medim padat dan

semi padat adalah medium cair yang ditambahkan bahan pemadat yaitu

agar. Agar merupakan ekstrak dari ganggang laut yang secara kimiawi

tersusun dari karbohidrat kompleks dengan monomes galaktosa. Sifatnya

sulit dicerna oleh enzim, tidak toksik dan bersifat padat pada kisaran 0°-

8°C, agar sangat sesuai untuk digunakan sebagai bahan pemadat untuk

digunakan sebagai bahan pemadat untuk medium tumbuh

mikroorganisme (Safitri.R, 2010).

Selain itu, karena sifatnya masi berbentuk cair pasa suhu 45°C

yang tidak letak terhadap kebanyakan mikroorganisme, agar dapat

digunakan untuk membuat suspensi mikroorganisme. Suspensi

mikroorganisme ini digunakan untuk tujuan analisis kuantitatif atau

isolasi mikroorganisme. Bentuk-bentuk agar padat adalah : (Safitri.R,

2010).

1. Agar miring (Slant agar)

2. Agar diri (Deep tube agar)

3. Agar datar (Plate agar).


Natrium Agar adalah medium padat untuk pertumbuhan

mikroorganisme yang umum digunakan dalam berbagai kultur

mikroorganisme. Ada beberapa jenis agar-agar yang tumbuh berbagai jenis

bakteri baik. Beberapa memiliki lebih banyak garam didalamnya, beberapa

memiliki lebih banyak protein. Namun Nutrient Agar adalah medium standar

untuk tumbuh berbagai jenis bakteri dan merupakan cara yang baik untuk

mulai belajar tentang bagaimana koloni bakteri dapat tumbuh dan menyebar

(Safitri, 2010).

Tipe organisme yang dikultur dengan menggunakan Nutrient Agar

(Safitri,2010).

Mikroorganisme Pertumbuhan
Escheria coli Sangat baik
Staphylococcus aureus Sangat baik
Staphylococcus epidermis Sangat baik

F. Sterilisasi Medium

Sterilisasi merupakan suatu usaha untuk membebaskan atau

memusnahkan alat-alat atau bahan-bahan dari segala macam bentuk

kehidupan, terutama mikroorganisme. Sterilisasi alat-alat atau medium dapat


dikerjakan secara mekanik, secara kimia, atau secara fisik. Cara sterilisasi

yang digunakan tergantung pada jenis dan sifat bahan yang disterilkan.

Dalam proses sterilisasi alat maupun bahan banyak sekali cara yang dapat

dilakukan. Namun yang akan dibahas kali ini adalah sterilisasi dengan uap

panas bertekanan (Safitri, 2010).

Pada sterilisasi dengan uap panas bertekanan, alat yang digunakan pada

autoklaf. Sterilisasi dengan autoklaf merupakan cara sterilisasi paling baik

jika dibandingkan dengan cara-cara sterilisasi lainnya. Alat atau bahan yang

dapat disterilkan dengan cara ini tidak akan rusak karena pemanasan dan

tekanan tinggi (Safitri, 2010).

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Ini merupakan Jenis penelitian eksperimental laboratorium dengan

tujuan untuk mengetahui uji aktivitas bakteri pada ekstrak etanol daun miana

(Coleus scutellariodies (L) Benth).

B. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April 2018 sampai Juni. Tempat

pelaksanaan penelitian ini bertempat dilaboratorium fitokimia dan

mikrobologi Prodi S1 Farmasi Stikes Mega Rezky Makassar


C. Sampel

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun miana

(Coleus scutellariodies (L) Benth) yang langsung diambil dari kelurahan

Malino, kabupaten Gowa.

D. Alat dan Bahan yang digunakan

Alat-alat yang digunakan adalah cawan petri (Pyrex), cawan porselin,

gelas kimia 100ml (Pyrex), vial, gelas ukur 100ml (Pyrex), inkubator

(Memmert dan Labtech), jarum ose, mikrometer, labu erlemeyer 100ml

(Pyrex), lampu spritus, labu ukur (Pyrex), autoklaf (GEA), oven (E-

Scientific), penangas air (Memmert dan Labtech), pipet skala (Vitlab), pipet

tetes (Normax), tabung reaksi (Pirex), timbangan analitik (HWH), jangka

sorong, blender (Miyako).

Bahan-bahan yang digunakan etanol 96%, air suling, ekstrak daun

miana, medium Nutrient Agar (NA), Amoxicilin, Na CMC, aluminium foil,

tissue, kapas, kertas HVS, Paper Disk dan baikan murni Staphylococcus

aureus.

E. Pengolahan Sampel

Sampel daun miana yang telah diambil dicuci bersih dengan air

mengalir untuk menghilangkan kotoranyang menempel. Kemudian daun

miana di potong-potong kecil dan dikeringkan dengan cara diangin-

anginkan. Setelah itu sampel diserbukkan selanjutnya disimpan dalam toples

dan sampel siap untuk diekstraksi.

F. Sterilisasi Alat
Alat-alat yang digunakan dicuci dengan detergen atau dibilas dengan

air suling. Alat-alat yang terbuat dari gelas dubungkus dengan kertas HVS

dan disterilkan dengan menggunakan oven 160-170°C selama 2 jam. Alat-

alat logam disterilkan dengan menggunakan lampu spritus selama 30 detik.

Alat-alat karet dan plastik (tidak tahan pemanasan dengan suhu tinggi)

disterilkan dengan autoklaf pada suhu 121°C selama 15 menit.

G. Cara Kerja

1. Pembuatan Ekstrak Etanol Daun Miana

Ekstrak daun miana diperoleh dengan cara maserasi menggunakan

etanol 96%, sebanyak 500 g serbuk simplisia daun miana yang diperoleh

dimasukkan dalam toples kaca untuk dimaserasi, kemudian direndam

dengan larutan etanol 96% sampai serbuk simplisia terendam selama

3×24 jam, sampel yang direndam tersebut disaring menggunakan kain

menghasilkan maserat dan residu. Residu diremaserasi dengan larutan

etanol 96% selama 2 hari. Selanjutnya maserat yang diperoleh ekstrak

kental. Ekstrak etanol ditimbang dan disimpan dalam wadah gelas

tertutup sebelum digunakan dalam pengujian.

2. Pembuatan Medium Agar miring

Ditimbang medium NA sebanyak 0,23 g lalu dilarutkan dengan

aquadest sebanyak 10 ml dengan menggunakan labu Erlemeyer,

kemudian dipanaskan hingga semua zat tersebut larut sempurna,

disterilkan dalam autoklaf pada suhu 121°C selama 15 menit, kemudian


medium dimasukkan kedalam tabung reaksi ditutup menggunakan kapas

dibiarkan dalam suhu ruangan dengan kemiringan 30°.

3. Inokulasi Bakteri pada Media Agar Miring

Bakteri uji diambil dengan jarum ose steril kemudian ditanamkan

pada media agar dengan cara menggores secara zig-zag diatas permukaan

medium agar miring, melalui dari ujung bagian bawah sampai bagian

atas, lalu diinkubasi dalam inkubator pada suhu 37°C selama 24 jam.

4. Pembuatan suspensi larutan uji

Bakteri uji yang telah di inokulasikan, diambil 1 ose dengan jarum


ose steril lalu disuspensikan ke dalam tabung yang berisi 2 ml larutan
NaCI 0,9%.
5. Penyiapan Medium Nutrient Agar

Ditimbang medium NA sebanyak 0,23 g lalu dilarutkan dengan

aquadest sebanyak 10 ml dengan menggunakan labu Erlemeyer,

kemudian dipanaskan diatas hotplate hingga semua zat tersebut larut

sempurna, disterilkan dalam autoklaf pada suhu 121°C selama 15 menit,

setelah itu diambil bakteri yang telah di suspensikan kemudian

dimasukkan kedalam erlenmeyer yang berisi medium sambil digoyang-

goyang setelah itu masukkan kedalam cawan petri dan dibiarkan hingga

memadat.

Komposisi Nutrient Agar (NA)

1) Ekstrak daging 3 g
2) Pepton 5 g

3) Agar 15 g

4) Air suling dengan 1000 ml.

6. Uji mikrobiologi
Ekstrak etanol daun miana (Coleus scutellarioides (L) Benth) dibuat
dalam konsentrasi 5%, 10%, 15% dan larutan kontrol (Amoxicillin)
dengan cara ditimbang 0,05g, 0,010g dan 0,015g ekstrak etanol daun
miana lalu ditambahkan masing–masing aquadest sebanyak 10 ml,
kemudian dicelupkan paper disk pada larutan ekstrak yang telah dibuat
dalam beberapa konsentrasi begitupun pada kontrol positif dan kontrol
negatif, kemudian diletakkan diatas medium yang telah memadat, setelah
itu cawan petri dibungkus dengan kertas kemudian dimasukkan kedalam
inkubator pada suhu 37°C selama 24 jam.
7. Pengamatan dan pengukuran
Pengamatan dilakukan setelah 1×24 jam masa inkubasi. Daerah
bening merupakan petunjuk kepekaan bakteri terhadap antibiotik atau
bahan antibakteri lainnya yang digunakan sebagai bahan uji yang
dinyatakan dengan lebar zona hambat. Diameter zona hambat diukur
dalam satuan millimeter (mm) menggunakan jangka sorong. Kemudian
diameter zona hambat tersebut dikategorikan kekuatan daya antibakteri.
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

Tabel 2. Data Hasil Pengamatan Uji Daya Hambat Tablet serbuk Jahe

merah terhadap Escherichia coli

Konsentrasi Diameter Diameter Diameter Respon


Formula 1 2 3 Rata-rata Hambatan
(mm) (mm) (mm) Pertumbuhan
Larutan Kontrol (-) 0 0 0 0 Tidak ada
hambatan
Larutan kontrol(+) 7,0 13,4 15,2 11,8 mm Kuat

F1 5% 6,2 4,0 5,9 5,37 mm Sedang

F2 10% 10,4 6,9 8,4 8,51 mm Sedang

F3 15% 11,3 8,8 9,3 9,8 mm Sedang

B. Pembahasan

Pada penelitian ini dilakukan uji aktivitas antibakteri ekstrak daun miana

(Coleus scutellariodies (L) Benth) terhadap aktivitas bakteri Saphylococcus aureus.

Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui efektivitas antibakteri ekstrak daun

miana (Coleus scutellariodies (L) Benth) terhadap aktivitas bakteri Saphylococcus

aureus.

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun miana (Coleus

scutellariodies (L) Benth) yang langsung diambil dari kelurahan Malino, kabupaten

Gowa. Sampel daun miana yang telah diambil dicuci bersih dengan air mengalir

untuk menghilangkan kotoran yang menempel. Kemudian daun miana di potong-

potong kecil dan dikeringkan dengan cara diangin-anginkan. Setelah itu sampel

diserbukkan selanjutnya disimpan dalam toples dan sampel siap untuk diekstraksi.

Ekstrak daun miana diperoleh dengan cara maserasi menggunakan etanol 96%,

sebanyak 500 g serbuk simplisia daun miana yang diperoleh dimasukkan dalam

toples kaca untuk dimaserasi, kemudian direndam dengan larutan etanol 96% sampai

serbuk simplisia terendam selama 3×24 jam, sampel yang direndam tersebut disaring

menggunakan kain menghasilkan maserat dan residu. Residu diremaserasi dengan


larutan etanol 96% selama 2 hari. Selanjutnya maserat yang diperoleh ekstrak kental.

Ekstrak etanol ditimbang dan disimpan dalam wadah gelas tertutup sebelum

digunakan dalam pengujian.

Pada penelitian ini dilakukan dengan metode difusi agar menggunakan

medium Nutrient Agar (NA) yang dituang secara aseptis kedalam cawan petri yang

merupakan media pertumbuhan atau sumber nutrisi bagi pertumbuhan mikroba uji.

Pembuatannya dengan cara ditimbang NA 2,3 gram lalu dilarutkan kedalam 100 ml

aquadest dan dipanaskan pada hot plate, lalu dibuat media agar miring NA steril

dengan cara dituang sebanyak ±10 ml pada tabung reaksi dan ditutup dengan kapas

lalu disterilisasi di autoklaf pada suhu 121℃ selama 15 menit kemudian dikeluarkan

dan dibiarkan memadat. Media yang telah memadat kemudian diinokulasikan

dengan bakteri Esherchia coli menggunakan jarum ose steril kemudian diinkubasi

pada suhu 37℃ selama 24 jam. Bakteri Esherchia coli yang telah diinokulasi

diambil menggunakan jarum ose steril kemudian disuspensikan menggunakan NaCl

sebanyak 5 ml hingga keruh, kemudian suspensi bakteri uji tersebut dimasukkan

dalam Erlenmeyer yang berisi 10 ml medium agar yang telah dibuat lalu digoyang

hingga homogen. Setelah homogen medium yang berisi suspensi bakteri uji tersebut

dimasukkan dalam cawan petri secara aseptis dan dibiarkan hingga memadat.

Ekstrak etanol daun miana (Coleus scutellarioides (L) Benth) dibuat dalam

konsentrasi 5%, 10%, 15% dan larutan kontrol (Amoxicillin) dengan cara ditimbang

0,05g, 0,010 g dan 0,015 g ekstrak etanol daun miana lalu ditambahkan masing–

masing aquadest sebanyak 10 ml,


Pembuatan konsentrasi ekstrak etanol daun miana (Coleus scutellarioides (L)

Benth) dibuat dalam konsentrasi 5%, 10%, 15% dengan cara ditimbang 0,05 gr,

0,010 gr dan 0,015 gr ekstrak etanol daun miana lalu ditambahkan masing–masing

aquadest sebanyak 10 ml sehingga diperoleh konsentrasi yang diinginkan yaitu 5%,

10% dan 15%. Dilakukan juga pembuatan larutan kontrol positif (Amoxicilin) dan

negatif (aquades).

Pada penelitian ini dilanjutkan dengan pengujian aktivitas antibakteri ekstrak

daun miana (Coleus scutellariodies (L) Benth) terhadap aktivitas bakteri

Staphylococcus aureus. Pengujian ini dilakukan dengan cara paper disk dicelupkan

kedalam masing-masing konsentrasi dan kontrol kemudian menempatkan paper disk

pada medium agar. Penempatan paper disk yang telah diberi sediaan pada medium

bertujuan untuk melihat zona hambat dari ekstrak daun miana (Coleus

scutellariodies (L) Benth) terhadap bakteri Staphylococcus aureus. Medium yang

telah diberi paper disk diinkubasi dalam inkubator dengan suhu 370C selama 1 x 24

jam. Diinkubasi selama 24 jam karena pada waktu tersebut bakteri dimungkinkan

telah berada pada fase logaritmik atau eksponensial, pada fase tersebut bakteri

melakukan pembelahan secara konstan dan jumlah sel meningkat. Bertambahnya

jumlah bakteri dapat dihambat oleh paper disk yang telah diberi antibakteri. Setelah

diinkubasi dilakukan pengamatan dan pengukuran pada zona bening yang terbentuk

disekitar paper disk. Pengukuran diameter dilakukan dengan menggunakan alat

jangka sorong untuk menentukan luas zona hambat dan nilai konsentrasi hambat

minimum pada bakteri Staphylococcus aureus.


Keefektifan aktivitas antibakteri dapat dilihat dari zona hambat yang

terbentuk. Davis dan Stout (1971) menjelaskan bahwa klasifikasi respon hambatan

pertumbuhan bakteri yang dilihat berdasarkan diameter zona bening terdiri atas 4

kelompok yaitu respon lemah (diameter ≤5 mm), sedang (diameter 5-10 mm), kuat

(diameter 10-20 mm), dan sangat kuat (diameter ≥20 mm).

Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak etanol daun miana

memiliki daya hambat terhadap bakteri Staphylococcus aureus. Hal ini dapat dilihat

dari konsentrasi 5% yaitu ekstrak etanol daun miana dapat menghambat

pertumbuhan bakteri dengan zona hambatan 5,37 mm, pada konsentrasi 10%

dengan zona hambatan 8,57 mm, serta pada konsentrasi 15% dengan zona hambatan

sebesar 9,8 mm, sedangkan kontrol negatif tidak memiliki daya hambat dan kontrol

positif dengan zona hambat 11,7 mm. Pada tabel data hasil pengamatan dimana

ketiga konsentrasi sediaan tablet ini yaitu konsentrasi 5%, 10% dan 15% telah

menunjukkan adanya aktivitas antibakteri. Data hasil penelitian menunjukkan

ekstrak etanol daun miana dengan konsentrasi 5%, 10% dan 15% memiliki respon

hambatan terhadap bakteri Staphylococcus aureus. Diantara ketiga konsentrasi yang

digunakan, hambatan yang paling besar adalah konsentrasi 15%. Respon hambatan

yang diperoleh dari ketiga konsentrasi 5%, 10% dan 15% itu termasuk kategori

sedang.

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi ukuran zona hambatan

diantaranya ( Saraswati, 2011 ) :

a. Kepadatan inokulum, jika inokulum terlalu sedikit, maka zona hambat akan

menjadi besar meskipun kepekaan organisme tidak berubah.


b. Waktu dan penggunaan kertas cakram, tidak boleh lebih dari batas waktu

yang dibolehkan karena dapat mempersempit diameter zona hambatan.

c. Suhu inkubasi, untuk memperoleh pertumbuhan yang optimal, inkubasi pada

suhu 35℃ - 37℃.

d. Waktu inkubasi, hampir semua cara penggunaan waktu inkubasi 16-18 jam.

e. Ukuran cawan petri, kedalaman medium, dan pemberian jarak pada cakram

antibiotik.

Selain itu adapun faktor lain yang mempengaruhi ukuran zona hambatan

diantaranya waktu, suhu, jumlah tipe bakteri, senyawa organik dan konsentrasi. Nilai

pH dari medium, beberapa antimikroba pada kondisi asam dan beberapa basa

alkali/basa.
32

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan, disimpulkan

bahwa ekstrak etanol daun miana (Coleus scutellariodies (L) Benth) efektif

terhadap penghambatan bakteri dengan menunjukkan adanya aktivitas

antibakteri terhadap bakteri Staphylococcus aureus.

B. Saran

Dilakukan penelitian lanjutan dengan menggunakan konsentrasi ekstrak

daun miana kosentrasi tertinggi metode pengujian pada uji daya hambat

yang berbeda.
33
34

DAFTAR PUSTAKA

Dalimartha, S. 2007. Atlas Tumbuhan ObatIndonesia. Jilid 2. Trubus Agriwidya,


Jakarta.

Depkes Republik Indonesia, 2000. Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan


Obatcetakan pertama. Jakarta. Hal 2-5.

Depkes RI, 1995. Materi Medika Indonesia. Jilid VI, Jakarta: Depkes RI, hal.109-
110.

Dirjen POM, 1979. Farmakope Indonesia Edisi III, Departemen Kesehatan


Republik Indonesia. Jakarta.
Dirjen POM, 1989. Sediaan Galenik, Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Jakarta.
Hanani E., Hadinata,T.V.D., dan Hanif, A. 2015. Analisis Fitokimia. Jakarta:
EGC.
Harbone, J.B, 1987. Metode Fitokima; Penuntun Cara Modern Menganalisis
Tumbuhan, diterjemahkan oleh Padmawinata, K, 70, ITB, Bandung.
Harti. S.A, 2015. Peran Mikrobiologi dalam Bidang Kesehatan. Edisi I:
Yogyakarta.
Hatta, M. Baharuddin, 2013. Mikrobiologi Keperawatan bagian FK UH/ RSUUD
Dr. W. Sudirohusodo. Makassar.
Irianto, Koes. 2013. Mikrobiologi Medis (Medical Mocrobiology). Anggota Ikatan
Penerbit Indonesia (IKAPI). Bandung.
Kibbe AH, 2000. Handbook Of Pharmaceutical Excipient.3rd. American
Pharmaceutical Association. USA.
Latief Abdul,July.M dan Amalia,H.H, 2012. Obat Tradisional. Jakarta: EGC.

Mursito Bambang, 2007. Sehat Di usai Lanjut Ramuan Tradisional. Penebar


Swadaya: Jakarta.
Mpila D.A. 2012. Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Daun Miana Coleus
scutellariodies (L) benthTerhadap Staphylococcus aureus,Escherichia coli
dan Pseudomonas aeruginosa Secara In-Vitro. Pharmacon. 1(1): 15-20.
35

Putra S.W, 2016. Kitab Herbal Nusantara Aneka Resep & Ramuan Tanaman
Obat Untuk Berbagai Gangguan Kesehatan: Yogyakarta.
Rosanti Dewi, 2013. Morfologi Tumbuhan. PT Gelora Aksara Pratama: Penerbit
Erlangga.
Safitri.R & Novel. S.S, 2010. Analisis Mikroorganisme Isolasi dan Kultur:
Jakarta.
Sartika Riska, Melky dan Anna I.S. Purwiyanto. 2013. Aktifitas Antibakteri
Ekstrak Rumput laut Staphylococcus aureus. Program Studi Ilmu Kelautan
FMIPA, Universitas Sriwijaya Indonesia.
Sudarminto Setyo Yowono. 2015. Rumput Laut Merah. Universitas Brawijaya.

Sundari D & Winarno MW. 1996. Pemanfaatan Tumbuhan sebagai Obat Diare
di Indonesia.Cermin Dunia Kedokteran.

Syamsuhidayat SS., Hutapea JR. 1991. Inventaris Tanaman Obat Indonesia.


Depertemen Kesehatan RI, Jakarta.
36

Lampiran 1

Gambar I

Gambar II

Keterangan :

Gambar I : Daun Miana (Folia Coleus scutellarioides (L) Benth)

Gambar II : Tanaman Miana (Coleus scutellarioides (L) Benth)


37
38
39

Anda mungkin juga menyukai