Anda di halaman 1dari 30

TUGAS FITOMEDISIN

AKTIVITAS ANTITUMOR EKSTRAK METANOL BENALU TEH

(Scurulla atropurpurea) PADA KULIT MENCIT (Mus Musculus) YANG

DIINDUKSI DMBA SECARA IN VIVO

OLEH :

NAMA : TRI DEWI ASTUTI

NIM : N111 16 020

KELAS :C

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS HASANUDDIN
BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Masyarakat Indonesia telah mengenal dan menggunakan tanaman

berkhasiat sebagai obat. Banyak tanaman yang terdapat di alam selalu

digunakan sebagai obat, karena tanaman tersebut berkhasiat untuk

menyembuhkan penyakit. Selain itu banyak tanaman berkhasiat yang

mudah didapat di lingkungan sekitar. Di antaranya adalah benalu teh.

Menurut Samsi et al. (2007), daun dan batang tanaman benalu teh (S.

oortiana) mengandung alkaloid, flavonoid, glikosida, triterpen, saponin, dan

tanin yang berperan sebagai antioksidan. Tanaman benalu teh umumnya

digunakan sebagai obat batuk, diuretik, pen ghilang nyeri, perawatan

setelah persalinan, campak, amandel, dan kanker. Penelitian ilmiah yang

berhasil mengungkapkan khasiat, manfaat pengobatan, dan terapi kanker,

mendorong munculnya paradigma baru dalam dunia pengobatan modern,

yaitu back to nature atau kembali ke alam (Mangan, 2003).

Tumor dapat timbul karena adanya pertumbuhan sel yang tidak

beraturan dan tak terkontrol (abnormal). Tumor dapat bersifat kanker

(malignant) atau non-kanker jinak (National Cancer Institut,2006). Gen yang

ber- peran utama dalam memicu tumor adalah proto-oncogenes dan tumor

suppressor. Proto-oncogenes berperan dalam pertumbuhan sel tumor

sedangkan tumor suppressor sebagai penghambat pertumbuhan tumor itu

sendiri. Mekanisme kedua sel ini secara normal mencegah terjadinya


pembelahan sel yang berlebihan. Dalam kondisi sel yang mengalami mutasi

maka oncogenes akan meng- alami pembelahan sel yang tidak ter- kendali

tetapi gen tumor suppressor gagal menghambat pembelahannya (Kintzios,

& Barberaki, 2004).

Berbagai cara penyembuhan untuk melawan tumor dan kanker

sudah banyak dilakukan seperti pembedahan, penyinaran, kemoterapi, dan

imunoterapi, tetapi masing-masing cara penyembuhannya mempunyai

kelemahan sendiri sehingga penyembuhan kanker belum memuaskan

sampai saat ini. Penggunaan kemoterapi antikanker belum memberikan

hasil optimal karena obat tersebut tidak bekerja secara spesifik. Masalah

lain dalam kemoterapi adalah timbulnya sel kanker yang resisten sehingga

antikanker yang diberikan tidak sensitif lagi. Usaha untuk menemukan

antikanker yang lebih spesifik dan sensitif sangat diperlukan (Martini, 2005).

Berdasarkan hal tersebut maka banyak dilakukan penelitian tentang

pemanfaatan tanaman sebagai antitumor. Salah satu tanaman yang

berpotensi sebagai anti tumor yang diteliti yakni tanaman Benalu Teh.

I.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang, maka dapat dirumuskan permasalahan

sebagai berikut :

1. Bagaimana proses ekstraksi tanaman benalu teh ?

2. Bagaimana pengujian anti tumor terhadap tanaman benalu teh ?

3. Apa kandungan benalu teh yang dapat menghambat pertumbuhan

sel tumor ?
I.3 Manfaat

1. Memberikan informasi mengenai kandungan metabolit sekunder

pada ekstrak benalu teh

2. Memberikan informasi uji in vivo ekstrak benalu the pada hewan

mencit.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Benalu Teh

II.1.1 Klasifikasi dan Morfologi

Gambar 1. Benalu Teh

Benalu teh merupakan tumbuhan yang bersifat hemiparasit atau

setengah parasit, karena tumbuhan ini memiliki klorofil yang menunjang

untuk proses fotosintesis dengan hanya menyerap air serta bahan organik

atau anorganik dari tanaman teh yang ditumpanginya (Sunaryo et al.,

2006). Menurut Sunaryo (2008) klasifikasi benalu teh (Scurrula oortiana)

sebagai berikut:

Divisio : Magnoliophyta

Classis : Magnoliopsida

Ordo : Santalales

Familia : Loranthaceae
Genus : Scurrula

Spesies : Scurrula oortiana

Benalu teh merupakan salah satu kelompok tumbuhan parasit.

Jenis-jenis parasit anggota suku Loranthaceae dan Viscoideae merupakan

kelompok yang bersifat parasit fakultatif. Pada suku tersebut memiliki

karakteristik daun berwarna menempel pada berbagai jenis semak dan

umumnya adalah pohon (Sunaryo et al., 2006). Benalu suku Loranthaceae

merupakan hemiparasit, melekat pada tumbuhan inang dengan haustoria

yang banyak atau merupakan kompleks haustoria primer tunggal. Daun

kebanyakan berhadapan dan kadang-kadang berseling, tunggal.

Perbungaan pada umumnya aksiler jarang sekali terminal, dikasium atau

bunga tunggal, biasanya mengelompok membentuk tandan atau payung.

Bunga diklamid,biseksual. Kelopak bunga merupakan bibir menyelaput di

ujung bakal buah. Mahkota bunga koripetalus atau gamopetalus, 4–6

merus, mengatup. Benangsari sama banyaknya dengan daun mahkota dan

terletak saling berhadapan, epipetalus. Bakal buah tenggelam, tangkai putik

dan kepala putik tunggal. Buah menyerupai beri. Berbiji satu dan dikelilingi

oleh lapisan lekat di luar berkas pengangkutan (Uji et al., 2007).

Benalu Scurrula oortiana memiliki ciri-ciri berupa tumbuhan perdu,

berperawakan ramping, tumbuhan dewasanya bersosok tegar, bagian

vegetatif yang masih muda ditutupi oleh rambut-rambut binang yang padat

berwarna keemasan atau kecoklatan dan menjadi jarang setelah dewasa.

Daun berhadapan, bentuk helaian lonjong sampai bundar telur, panjang 9-


14 cm dan lebar 4,5-6 cm, pangkal daun agak menjantung, panjang tangkai

daun 3-8 cm, perbungaan aksiler, tandan dengan 4-12 bunga, panjang

sumbu perbungaan 8-40 mm. bunga berseksual, diklamid, panjang pedisel

3-9 mm, braktea berbentuk jorongsampai agak bundar, cembung

membundar, panjang 5-7 mm, menutupibakal buah, mahkota bunga

ramping, ujung menggada dan runcing, panjang tabung mahkota 10-30

mm, panjang kepala sari 2-3 mm, buah ramping, panjang 11-14 mm

termasuk panjang tangkai 7-11 mm, biji kecil, berukurang 1-2 mm berbentuk

bulat pipih, menyerupai cakram, biasanya menempel pada tumbuhan inang

beserta kotorang burung pemakannya (Sunaryo et al., 2006).

Jenis inang yang ditumpangi benalu S. oortiana sangat beragam,

mulai dari tanaman hortikultura hingga tumbuhan yang terdapat di hutan-

hutan. Demikian benalu tersebut tidak menjadi parasit pada jenis inang

tertentu atau tidak spesifik (Pitojo, 1996). Relung ekologi, jenis-jenis parasit

benalu lebih banyak menginfeksi bagian-bagian ranting dan cabang pada

tumbuhan inangnya dan jarang yang menginfeksi bagian batang. Benalu

dapat menetap selama bertahun-tahun pada berbagai jenis pohon berkayu.

Pohon-pohon yang ditumpangi benalumungkin terganggu dan akan mati,

terutama jika jumlah benalunya cukup besar, karena bagian-bagian cabang

atau ranting yang terserang akan mati (Sunaryo, 1998).

II.1.2 Kandungan Kimia Benalu Teh

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Murwani & Simanjuntak

(2002), ekstrak air benalu teh (S. oortiana) mengandung senyawa catechin,
phytol flavonoid glikosida dan kafein. Menurut Simanjutak et al. (2004),

benalu teh lebih banyak mengandung senyawa-senyawa polar. Menurut

Samsi et al. (2007), daun dan batang tanaman benalu teh (S. oortiana)

mengandung alkaloid, flavonoid, glikosida, triterpen, saponin, dan tanin

yang berperan sebagai antioksidan. Menurut Simanjuntak et al. (2004),

bahwa benalu teh pada genus Scurrula mengandung 16 senyawa yang

terdiri dari enam senyawa asam lemak tak jenuh, dua xantin, dua glikosida

flavonol, satu glikosida monoterpen, satu glikosida lignan dan empat flavon.

Senyawa aktif yang terkandung dalam tanaman benalu meliputi flavonoid,

tannin, asam amino, karbohidrat, alkaloid, dan saponin.

Flavonoid adalah senyawa polifenol yang banyak terdapat pada

tanaman sayuran dan buah-buahan. Flavonoid telah menunjukan

potensinya sebagai antioksidan, antimutagenik, antineoplastic, dan

aktivitas vasoldilatori (Ikawati et al., 2008). Flavonoid juga berfungsi sebagai

antimikroba yang dapat merusak membran plasma (Robinson, 1995).

Senyawa aktif lainya adalah tanin yang merupakan polifenol. Senyawa

tersebut, dapat mengikat dan mengendapkan protein serta larut dalam air.

Tanin umumnya digunakan untuk pengobatan penyakit kulit dan sebagai

antibakteri, namun juga banyak diaplikasikan untuk pengobatan diare,

hemostatik (penghentian pendarahan) dan wasir (Haryani, 2013).

II.1.3 Manfaat Benalu Teh

Benalu teh merupakan tanaman pengganggu yang hidup pada

tanaman teh. Potensinya sebagai obat telah diketahui masyarakat melalui


cerita dari mulut kemulut. Sebagaimana umumnya obat tradisional dari

tumbuhan, benalu teh digunakan dalam bentuk total ekstrak air (Murwani &

Simanjutak, 2002). Tanaman benalu teh umumnya digunakan sebagai obat

batuk, diuretik, penghilang nyeri, perawatan setelah persalinan, campak,

amandel, dan kanker. Selain itu juga tanaman benalu teh dapat digunakan

untuk mengobati penyakit cacar sapi, cacar air, dan cacing tambang

(Haryani, 2013).

Sebagai kajian ilmiah telah dilakukan untuk membuktikan khasiat

tersebut. Murtini et al. (2006) melaporkan bahwa ekstrak batang dan daun

dari benalu the spesies S. oortiana bersifat sitotoksis terhadap sel tumor

WEHI-164. Aktivitas sitotoksik terhadap sel tumor U251 (human

glioblastoma cells). Secara tradisional, tanaman benalu teh telah

dimanfaatkan sebagai obat diare, kanker, amandel dan untuk memperbaiki

system imun. Ekstrak benalu teh pada spesies Scurrula oortiana berkasiat

sebagai immunomodulator karena mampu meningkatkan rataan bobot

relatif bursa Fabricius dan bobot relatif timus. Pada penelitian tersebut

kelompok ayam yang diberi ekstrak S. oortiana dan diinfeksi Marek’s

Disease Virus (MDV) tidak mengalami penurunan pada 20 hari

pascainfeksi, sehingga hal tersebut menunjukkan bahwa ekstrak S.

oortiana mampu menghambat imunosupresi akibat infeksi MDV (Samsi et

al., 2007). Senyawa yang terkandung pada benalu teh mempunyai daya

aktivitas sebagai antioksidan adalah senyawa katekin (Simanjuntak et al.,

2004).
II.1.4 Penggunaan Empiris Benalu Teh

Benalu (Scurulla atropurpurea) merupakan tanaman perdu

bercabang banyak, menempel sebagai parasit di pohon inangnya.

Tanaman yang sering digunakan dalam peribahasa “bagaikan benalu” ini

tumbuh tersebar di wilayah Indocina, Thailand, Indonesia, dan Filipina. Di

Indonesia, benalu dapat hidup pada wilayah dataran menengah sampai

pegunungan. Benalu berkembang biak secara generatif menggunakan

bijinya

Benalu teh secara tradisional digunakan untuk penyembuhan

berbagai penyakit diare, kanker, dan amandel (Samsi, 2005). Beberapa

penelitian telah melaporkan efek benalu teh diantaranya sebagai perbaikan

sistem imun (Winarno et al, 2003), hambatan pertumbuhan sel tumor

(Nugroho et al, 2000) obat diuretik, cacar air, antiviral, dan antihipertensi

(Sulistio, 2008)

Untuk membuat jamu anti kanker dari tanaman benalu, sediakan

sebanyak 5 gram daun benalu, 3 gram daun teh, 5 gram rimpang kunir

putih, dan 600 mL air. Semua ramuan dilarutkan dalam air dan dibuat

infusa, diminum 3 kali sehari setelah makan.

II.2 Tumor

II.2.1 Pengertian Tumor

Tumor merupakan sekelompok sel-sel abnormal yang terbentuk

hasil proses pembelahan sel yang berlebihan dan tak terkoordinasi, atau
dikenal dengan istilah neoplasia. Neo berarti baru, plasia berarti

pertumbuhan atau pembelahan, jadi neoplasia mengacu pada

pertumbuhan sel yang baru, yang berbeda dari pertumbuhan sel-sel di

sekitarnya yang normal.

II.2.2 Penggolongan Tumor

Tipe tumor berdasarkan pertumbuhannya dapat dibedakan menjadi

tumor ganas (malignant tumor) dan tumor jinak (benign tumor). Terdapat

perbedaan sifat yang nyata diantara dua jenis tumor ini.

Terdapat beberapa sifat yang membedakan antara tumor jinak dan ganas :

a. Pertumbuhannya

Tumor ganas pertumbuhannya relatif lebih cepat karena

memang lebih aktif dan agresif, akibatnya jika di permukaan tubuh

akan tampak tumor membesar dengan cepat dan seringkali di

puncaknya disertai dengan luka atau pembusukan yang tidak

kunjung sembuh. Luka menahun ini diakibatkan suplai nutrisi kepada

sel-sel tumor tidak mampu mengimbangi lagi sel-sel tumor yang

jumlah sangat cepat berlipat ganda, akibatnya sel-sel yang berada

diujung tidak mendapat nutrisi dan mati.

b. Perluasannya

Tumor jinak tumbuh secara ekspansif atau mendesak, tetapi

tidak merusak struktur jaringan sekitarnya yang normal. Hal ini

dikarenakan tumor jinak memiliki kapsul yang membatasi antara

bagian sel-sel tumor yang abnormal dengan sel-sel normal.


Sebaliknya pada tumor ganas yang memang tak berkapsul, tumor ini

tumbuhnya infiltratif atau menyusup sembari merusak jaringan

disekitarnya. Pertumbuhan semacam ini pertama kali ditemukan

oleh Hippocrates. Beliau menamakan sebagai cancer (bahasa latin

dari kepiting) karena menurutnya proses infiltratif seperti demikian

menyerupai bentuk capit kepiting. Akibat proses infiltratif tersebut,

maka jaringan disekitar tumor ganas seringkali rusak, dan jika

jaringan yang diinfiltrasi itu berupa pembuluh darah maka tumor jenis

ini dapat menimbulkan gejala perdarahan. Contohnya, pada kanker

paru salah satu gejalanya adalah batuk darah.

c. Metastasis

Metastasis merupakan anak sebar, artinya kemampuan suatu

jaringan tumor untuk lepas dari induknya dan menempel serta

mampu hidup dan berkembang lebih lanjut pada jaringan tubuh lain

yang letaknya jauh dari jaringan tumor induk. Misalnya kanker

payudara dapat bermetastasis hingga ke paru-paru dan

menyebabkan gangguan proses pernapasan. Jalur metastasis bisa

melalui aliran darah, aliran limfe maupun proses terlepas/terjatuh

langsung menempel pada tempat tertentu. Metastasis hanya terjadi

pada tumor ganas. Tumor jinak tidak pernah bermetastasis. Oleh

karena metastasis inilah maka tumor ganas pada kaki misalnya

dapat berakibat fatal terhadap penderitanya.


d. Gambaran selular

Tumor ganas di bawah mikroskop akan tampak sekumpulan

sel-sel yang seringkali tidak menyerupai jaringan normal semestinya,

bahkan sel-sel ganas bisa memberi gambaran yang sama sekali

tidak menyerupai sel apapun dalam tubuh manusia (tidak

berdiferensiasi/anaplasi). Sedangkan tumor jinak umumnya

diferensiasinya baik, artinya gambaran sel-selnya masih serupa sel-

sel normal asalnya namun aktvitas pembelahannya saja yang lebih

aktif. Jadi dapat disimpulkan bahwa semakin anaplastik /

berdiferensiasi semakin buruk suatu tumor maka tumor itu pastilah

semakin ganas.

e. Kekambuhan

Tumor jinak umumnya dengan dioperasi secara tepat jarang

untuk kambuh lagi. Tumor ganas memiliki kekambuhan lebih tinggi

dikarenakan proses pembedahannya sulit untuk benar-benar tuntas

dikarenakan memang jaringan abnormal ini tidak berkapsul sehingga

sulit untuk dibedakan dan dipisahkan dari jaringan normal sekitarnya

yang sudah diinfiltrasi. Selain itu tumor ganas tahap lanjut umumnya

penyebaran sudah lebih luas bahkan sudah bermetasasis jauh

sehingga operasi adalah tidak mungkin menyembuhkan lagi karena

sel-sel ganas sudah ada hampir di setiap bagian tubuh.


II.2.3 Penyebab Tumor

Tumor disebabkan oleh mutasi dalam DNA sel. Sebuah penimbunan

mutasi dibutuhkan untuk tumor dapat muncul. Mutasi yang mengaktifkan

onkogen atau menekan gen penahan tumor dapat akhirnya menyebabkan

tumor. Sel memiliki mekanisme yang memperbaiki DNA dan mekanisme

lainnya yang menyebabkan sel untuk menghancurkan dirinya melalui

apoptosis bila DNA rusak terlalu parah. Mutasi yang menahan gen untuk

mekanisme ini dapat juga menyebabkan kanker. Sebuah mutasi dalam satu

oncogen atau satu gen penahan tumor biasanya tidak cukup menyebabkan

terjadinya tumor. Sebuah kombinasi dari sejumlah mutasi dibutuhkan.

Apoptosis adalah proses aktif kematian sel yang ditandai dengan

pembelahan DNA kromosom, kondensasi kromatin, serta fragmentasi

nukleus dan sel itu sendiri. Mutasi yang menekan gen untuk mekanisme

tersebut biasanya dapat memicu terjadinya kanker.

Penuaan menyebabkan lebih banyak mutasi di DNA. Ini berarti

prevalensi tumor meningkat sejalan dengan penuaan. Ini juga kasus di

mana orang tua yang terdapat tumor, kebanyakan tumor ini merupakan

tumor ganas. Contohnya, bila seorang wanita berumur 20 tahun memiliki

tumor di dadanya kemungkinan besar tumor ini adalah jinak.


BAB III

METODE PENELITIAN

III.1 Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah kandang hewan

coba (bak plastik), kawat, tempat makan, tempat minum, beaker glass,

erlenmeyer, gelas ukur, kertas saring, timbangan digital, ayakan tepung,

papan bedah, satu set alat bedah, pipet tetes, gunting, pinset, pengaduk

kaca, corong bunchner, rotary evaporator, refrigerator, mikrotom, kaset,

water bath, obyek glass, deck glass, sonde lambung yang dimodifikasi,

kamera, mikropipet, tip, hot plate, sentrifius, botol flakon, mikroskop, spuit

ukuran 1 ml, hand glove, dan masker.

Bahan-bahan yang digunakan adalah mencit (Mus musculus) galur

Balb/c jenis kelamin jantan, umur 4-6 minggu dengan berat badan 15-20 g,

Na-CMC, pakan (pellet), serbuk kayu (sekam), air, ekstrak benalu teh,

DMBA, klorofom, etanol (70%, 75%, 80%, 95%), etanol absolut, formalin

10%, xylene, paraffin, minyak imersi, hematoksilin eosin, alkohol, aquades,

kapas dan tisu.

III.2 Ekstraksi Sampel

Pembuatan ektrak Benalu teh (Scurrula atropurpurea) dengan cara

sebagai berikut: daun dan batang benalu teh dikumpulkan dari perkebunan

teh Wonosari Lawang. Sampel dikering-anginkan dengan tujuan untuk

menghilangkan kadar air dan dihaluskan hingga menjadi serbuk kering agar

luas permukaanya semakin besar sehingga senyawa yang diinginkan cepat


keluar dan lebih banyak. Bubuk kering benalu teh sebanyak 1 kg dimaserasi

dengan methanol 70% sebanyak 3 x 2,5 L hingga ampas tidak berwarna

lagi. Maserat dipekatkan dengan rotary evaporator hingga diperoleh ekstrak

kental metanol (Fitrya, 2011). Ekstrak yang sudah pekat dikeringkan

dengan mengalirkan gas N2 untuk menghilangkan pelarut yang masih ada.

III.3 Uji Fitokimia

Ekstrak yang telah diperoleh kemudian diidentifikasi mengunakan uji

fitokimia untuk mengetahui kandungan senyawa flavonol dalam ekstrak

tersebut. Ekstrak metanol benalu teh dimasukkan dalam tabung reaksi

kemudian dilarutkan dalam 1-2 mL metanol panas 50%. Kemudian

ditambahkan 0,5 mL HCl pekat lalu dipanaskan pada penangas air, jika

terjadi perubahan warna merah tua sampai ungu menunjukkan hasil yang

positif (metode Bate Smith-Metchalf).

Untuk uji lanjutnya larutan ekstrak dan metanol ditambahkan dengan

logam Mg kemudian diamati perubahan warna yang terjadi (metode

Wilstater). Warna merah sampai jingga menunjukkan senyawa flavon,

warna merah tua menunjukkan flavonol atau flavonon, warna hijau sampai

biru menunjukkan aglikon atau glikosida (Kristanti, dkk, 2008 dan Marlaina,

2005).

III.4 Pengujian Antitumor

III.4.1 Pemeliharaan Hewan Coba

Pemeliharaan hewan coba ini dilakukan dengan pemberian makan

pelet dan minum secara ad libitum, yaitu hewan coba diberi makan pelet 3
-5 g/mencit/hari dan minum ditambahkan jika telah habis. Pemberian pakan

dilakukan pada pukul 08.00 WIB. Penggantian sekam dilakukan seminggu

2 kali. Ini dilakukan hingga penelitian berakhir (Smith dan Mangkoewidjojo,

1988).

Hewan coba yang digunakan adalah mencit (Mus musculus) falur

Balb/c kelamin jantan, umur 4-6 minggu dengan berat badan 15 – 20 g

(Manoharan, 2010). Sebanyak 24 mencit dibagi kedalam 4 kelompok yang

masing-masing kelompok terdiri dari 6 ekor mencit, keempat kelompok

tersebut adalah sebagai berikut :

 Kelompok 1 : (K+) Mencit diinduksi DMBA tanpa pemberian ekstrak

 Kelompok 2 : (P1) Mencit diinduksi DMBA + Ekstrak benalu teh 750 mg

 Kelompok 3 : (P2) Mencit diinduksi DMBA + Ekstrak benalu teh 1500

mg

 Kelompok 4 : (P3) Mencit diinduksi DMBA + Ekstrak benalu teh 2250

mg

III.4.2 Pemberian Senyawa Karsinogen

Semua hewan coba yang telah diaklimatisasi diinduksi DMBA

dengan konsentrasi 25µg dalam 100µl aseton secara subkutan sebanyak 2

kali dalam satu minggu pada pukul 12.00 WIB selama 6 minggu.

III.4.3 Pemberian Ekstrak Benalu Teh

Ekstrak benalu teh (Scurrula oortiana) sebagai anti tumor diberikan

pada hewan coba setelah diinduksi DMBA yaitu minggu ke-7. Ekstrak

diberikan dengan konsentrasi bertingkat yaitu dosis 1 sebanyak


750mg/KgBB dalam 0,5 ml CMC 0,5%; dosis 2 sebanyak 1500mg/KgBB

dalam 0,5 ml CMC 0,5%; dan dosis sebanyak 2250mg/KgBB dalam 0,5 ml

CMC 0,5% pada pukul 12.00 WIB. Pemberian ini dilakukan setiap hari

hingga minggu ke-12

III.4.3 Perhitungan Berat Badan Mencit

Pengamatan berat badan untuk setiap kelompok penting untuk

dilakukan, karena penurunan berat badan bahkan hingga kematian hewan

coba merupakan parameter termudah untuk diamati. Untuk mengetahui

perkembangan berat badan mencit dapat dilakukan dengan cara

menimbangnya sebanyak satu kali dalam seminggu.

III.4.4 Pengamatan Preparat Histopatologi Jaringan Kulit yang Terkena

Tumor

Pengamatan terhadap histopatologis kulit mencit (Mus musculus)

diamati dibawah mikroskop komputer dengan menggunakan perbesaran

40-100x pada lima lapang pandang. Pengukuran dilakukan pada ketebalan

lapisan kulit mencit. Nilai rata-rata tebal lapisan kulit diperoleh dengan cara

menarik garis secara vertikal dan horizontal pada lapisan epidermis dengan

lapang pandang yang dipilih secara acak.


BAB IV

PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil pengamatan histopatologi kulit mencit yang

diinduksi DMBA, diketahui bahwa rata-rata ketebalan lapisan kulit mencit

yang diberi ekstrak metanol benalu teh menunjukkan perbedaan

Pada irisan membujur kulit dari mencit yang diberi berbagai

perlakuan memperlihatkan ketebalan lapisan kulit. Ketebalan lapisan kulit

tersebut dapat dilihat pada gambar di bawah ini:

(Kelompok K-) (Kelompok K+)

(Kelompok P1)

(Kelompok P2) (Kelompok P3)


Keterangan :
K- : Kelompok mencit Kontrol Negatif
K+ : Kelompok mencit Kontrol Positif
P1 : Kelompok mencit yang diberikan perlakuan 750 mg/kgBB ekstrak
benalu teh
P2 : Kelompok mencit yang diberikan perlakuan 1500 mg/kgBB ekstrak
benalu teh
P3 : Kelompok mencit yang diberikan perlakuan 2250 mg/kgBB ekstrak
benalu teh

Berdasarkan gambar di atas, tampak pada gambar kelompok K+

memiliki ketebalan lapisan kulit 1002μm. Hal ini mengindikasikan bahwa sel

epitel berproliferasi dan mengalami keratinosit, sel-sel tersebut mendesak

kepermukaan kulit dan mendesak kebagian dermis kulit sehingga lapisan

kulit menebal. Sel yang mengalami keratinosit dicirikan dengan sel epitel

berlapis gepeng, kering dan tidak berinti. Sel keratinosit secara tetap

diperbaharui melalui mitosis sel-sel dalam lapisan basal. Sel-sel yang baru

dibentuk melalui proliferasi sel-sel lapis basal, secara berangsur digeser

kepermukaan epitel. Selama perjalanan, mereka berdiferensiasi,

membesar dan mengumpulkan filamen keratin makin banyak dalam

sitoplasmanya. Sel-sel mendekati permukaan, sel tersebut mati dan badan

sel mirip sisik mati secara tetap dilepaskan (Fawcett, 2002).

Apabila sel keratinosit berdiferensiasi terus-menerus, maka akan

muncul pada permukaan kulit dan terjadilah penampakan nodul. Penyebab

epitel berproliferasi secara terus-menerus adalah akibat senyawa

karsinogenik (DMBA) diaktivasi terlebih dahulu oleh enzim di dalam tubuh

sehingga menjadi senyawa metabolitnya. Senyawa metabolit ini ada yang


bersifat reaktif, mutagenik maupun berikatan dengan makromolekul dalam

tubuh seperti DNA dengan ikatan ireversibel (Soeripto, 1997).

Metabolisme DMBA berawal dari DMBA berikatan dengan reseptor

AhR. Aktivasi AhR terjadi apabila AhR berikatan dengan ligannya antara

lain senyawa PAH dan ROS, fitoestrogen, asam lemak dan asam lemak tak

jenuh, polifenol, flavonoid, timokuinon, kaemferol dan asam retinoat.

Pengikatan tersebut terjadi di sitoplasma (Akrom, 2012). Setelah terjadi

ikatan antara AhR dengan PAH ini, AhR dan DMBA akan melakukan

fosforilasi dan terjadi perubahan struktural (Androutsopoulos, 2009 dan

Azhar, 2008), sehingga ikatan AhR dengan ligannya tersebut dapat

bertranslokasi ke nukleus dengan cara menembus membran nukleus

melalui suatu nukleoporus (Azhar, 2008). Di dalam nukleus, sitokrom P-450

CYP1B1 mengoksidasi DMBA yang dibawa oleh AhR (Hamid, 2009)

menjadi 3,4-epoxides yang diikuti dengan hidrolisis epoxides oleh mEH

(microsomal epoxide hidrolase) membentuk metabolit proximate

carcinogenic dan DMBA-3,4-diol. Metabolit ini nantinya dioksidasi oleh

CYP1A1 atau CYP1B1 menjadi metabolit ultimate carcinogenic (DMBA-3,4-

diol-1,2 epoxide) (Hatim, 2012). Senyawa diol-epoksida tersebut nantinya

akan berikatan secara kovalen dengan gugus amino eksosiklik

deoksiadenosin (dA) atau deoksiguanosin (dG) pada DNA sehingga

menyebabkan DNA adduct (DNA yang mutasi). Interaksi ini (DNA adduct)

dapat menginduksi mutasi pada gen-gen penting sehingga menyebabkan

iniasi kanker (Hakkak et al, 2005). Kemampuan metabolit DMBA yang


merupakan ultimate carcinogen berikatan dengan DNA salah satunya

menyebabkan mutasi somatik dari onkogen Harvey Ras-1 pada kodon 61

kanker payudara dan kanker kulit (Dandekar et al, 1986).

Indikasi adanya tumor, juga dapat diamati melalui pengamatan

preparat histologi. Berikut ini adalah gambar histologi kulit mencit yang

menandakan bahwa mencit terkena tumor. Gambar tersebut tersaji sebagai

berikut:

(K-) (K+)

(P1) (P2)
(P3)

Berdasarkan gambar histologi di atas, kelompok K+, P1, P2 dan P3

masing-masing terdapat sel yang tumbuh secara abnormal yaitu sel

keratosis dan sel giant. Hal inilah yang mengindikasikan bahwa keempat

kelompok tersebut mengalami displasia. Berbeda dengan kelompok K-,

pada kelompok ini adanya sel keartosis dan sel giant tidak mengindikasikan

adanya sel tumor, melainkan senormal yang mengalami keratinasi, sebab

sel normal juga memerlukan keratinisasi guna memperbaharui lapisan kulit

khususnya epidermis. Displasia inilah yang menunjukkan bahwa kulit

tersebut terkena tumor. Sel-sel displastik (mengalami displasia)

menunjukkan pleomorfisme (variasi bentuk dan ukuran) dan nukleus yang

seringkali tercat lebih gelap (hiperkromatik), dengan ukuran abnormal lebih

besar. Selain itu sel displastik juga terdapat gambaran mitosis yang lebih

banyak dari biasanya. Mitosis sering terjadi ditempat abnormal dalam

epitelium (Sulistyo, 2008).

Aritonang (2006) menyatakan bahwa secara mikroskopis kanker

kulit ditandai dengan adanya penebalan lapisan epidermis disertai oleh

invasi sel tumor kearah dermis, terdapat individual sel keratosis dan sel
giant. Pada kelompok P1 memiliki ketebalan lapisan kulit 717,7μm.

Sedangkan pada kelompok P2 dan P3 secara berturut-turut memiliki

ketebalan lapisan kulit 425,8μm dan 319,9μm.

Penurunan ketebalan lapisan epitel yang terjadi pada kelompok P1,

P2 dan P3 ini mungkin diakibatkan sel-sel tumor mengalami apoptosis. Hal

ini dikarenakan benalu teh mengandung senyawa flavonoid dapat

menginduksi apoptosis pada sel tersebut. Sudiana (2008) menyatakan

apoptosis merupakan kematian sel melalui mekanisme genetic

(kerusakan/fragmentasi kromosom atau DNA) .

Kuersetin merupakan salah satu golongan dari flavonoid. Hasil uji

fitokimia dilakukan menunjukkan bahwa ekstrak benalu teh memiliki

akndungan senyawa flavonoid di tandai dengan warna ekstrak berubah

menjadi merah keunguan (Lampiran 3). Senyawa flavonoid dihasilkan dari

ekstraksi dengan metode maserasi menggunakan pelarut metanol. Metanol

digunakan sebagai pelarut karena metanol memiliki struktur molekul kecil

yang mampu menembus semua jaringan tanaman untuk menarik senyawa

aktif keluar. Metanol dapat melarutkan hampir semua senyawa organik baik

senyawa polar maupun non polar. Metanol juga sifatnya mudah menguap

sehingga mudah dipisahkan dari ekstrak (Waji, 2009). Selanjutnya untuk

mengetahui adanya senyawa kuersetin yang merupakan turunan dari

flavonol ekstrak ditambahkan logam Mg dan menghasilkan warnamerah

tua.
Mekanisme kuersetin dalam benalu teh terdapat 2 jalur. Jalur

pertama yaitupada jalur memblokir DMBA sehingga tidak berikatan dengan

AhR. Flavonoid atau polifenol merupakan sumber ligan AhR alamiah dari

makanan. Flavon, flavanol, flavanon dan isoflavon berlaku sebagai agonists

parsial atau antagonis AhR (Akrom, 2012). Artinya bahwa kuersetin yang

merupakan golongan flavonol akan menempel pada bindding site dari AhR,

memblokir ligan lain untuk menempel, karena itu dapat mencegah aktivasi

AhR (Santostefano et al., 1993; Ciolino et al., 1998 ; Khan et al., 2006).

Sedangkan jalur kedua yaitu jalur kuersetin dapat menginduksi apoptosis.

Mekanismenya yaitu kuersetin akan berikatan dengan caspase 2.

Berdasarkan hasil pengamatan kejadian tumor kulit mencit yang

diinduksi DMBA, ada berbagai aktivitas ekstrak metanol benalu teh yang

diberikan pada mencit setelah diinduksi DMBA. Aktivitas tersebut

diantaranya dapat terlihat dengan munculnya nodul, volume nodul, rata-rata

luas luka dan kerontokan bulu. Data terkait aktivitas ekstrak metanol benalu

teh pada kejadian tumor kulit mencit yang diinduksi DMBA dapat dilihat

pada tabel sebagai berikut:

Insidensi Volume Rata-rata


Jumlah Tumor luas
Perlakuan Nodul Keterangan
mencit (%) permukaan
(mm3)
(mm2)
- Kondisi awal :
terjadi
kerontokan
5 ( 83,33
K+ 6 171,31 57,6 bulu
%)
- Kondisi Akhir :
Kerontokanbulu
semkan banyak
- Kondisi awal :
terjadi
kerontokan
bulu
- Kondisi awal :
P1 6 3 (50 %) 65,47 22,7 terjadi
kerontokan
bulu
- Kondisi Akhir :
Bulu mulai
tumbuh
- Kondisi awal :
terjadi
kerontokan
2 (33,33
P2 6 38,25 12,2 bulu
%)
- Kondisi Akhir :
Bulu mulai
tumbuh
- Kondisi awal :
terjadi
kerontokan
2
P3 6 21,14 5,8 bulu
(33,33%)
- Kondisi Akhir :
Hampir semua
bulu tumbuh

Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa ekstrak metanol

benalu teh yang diberikan pada mencit yang sebelumnya telah diinduksi

DMBA memperlihatkan aktivitas yang berbeda. Pada kelompok kontrol, dari

6 mencit yang diinduksi DMBA 5 (83,33%) diantaranya muncul nodul.

Sedangkan pada kelompok P1, P2 dan P3 mencit yang muncul nodul

secara berturut-turut sebanyak 3 ekor (50%), 2 ekor (33,33%) dan 2 ekor

(33,33%) mencit.

Nodul tersebut adalah massa sel yang memperlihatkan aktivitas

terjadinya proliferasi tinggi. Terbentuknya tumor pada kulit mencit ini

dikarenakan mencit diinduksi dengan senyawa DMBA. DMBA merupakan


senyawa pemicu kanker. Senyawa 7,12-dimetilbenz (α) antrasen (DMBA)

adalah zat kimia yang termasuk dalam polycyclic aromatic hydrocarbon

(PAH) yang dikenal bersifat mutagenik, teratogenik, karsinogenik,

sitotoksik, dan immunosupresif (Budi, 2010). Jika dibandingkan antara

kelompok K+ dan kelompok perlakuan, maka kelompok K+ memiliki jumlah

mencit yang muncul nodul yang paling banyak. Hal ini dikarenakan

kelompok kontrol hanya diindusi DMBA tanpa pemberian ekstrak metanol

benalu teh sehingga proses pemulihan tidak dapat diatasi. Pada tabel juga

menunjukkan bahwa semakin tinggi dosis ekstrak metanol benalu teh,

maka semakin rendah mencit yang muncul nodul. Hal ini juga terjadi pada

parameter volume nodul, kerontokan bulu dan rata-rata luas luka. Artinya

pemberian ekstrak metanol benalu teh dengan berbagai dosis mampu

mengurangi aktivitas DMBA dalam menginduksi terjadinya tumor kulit pada

mencit yang dijadikan hewan coba. Sedangkan pada pengukuran volume

nodul yang tertera pada tabel di atas menujukkan bahwa kelompok kontrol

memiliki volume nodul paling tinggi dibandingkan kelompok perlakuan yakni

171,31mm3. Sedangkan volume nodul pada kelompok perlakuan secara

berturut-turut adalah P1 65,47 mm3; P2 38,25 mm3; dan P3 21,14 mm3.

Berdasarkan tabel di atas dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi

dosis ekstrak metanol benalu teh maka volume nodul semakin kecil. Hal ini

dikarenakan ekstrak metanol benalu teh memiliki senyawa aktif golongan

flavonoid yaitu kuersetin. Kuersetin memiliki efek sitotoksik pada sel kanker,

sehingga sel kanker dapat dihentikan aktivitas proliferasi.


Penelitian Taraphdar (2001) menyatakan bahwa kuersetin memiliki

kemampuan menginduksi apoptosis sel kanker klon Caco-2 dan HT-29

serta sel kanker leukemia HL-60 dengan cara menstimulasi pelepasan

sitokrom c dari mitokondria.

Pada tabel tersaji rata-rata luas area penampakan luka pada kulit

memiliki perbedaan antara kelompok kontrol dan kelompok perlakuan.

Kelompok kontrol memiliki rata-rata luas luka terbesar dibandingkan

kelompok perlakuan yakni 57,8mm2 .Sedangkan pada kelompok perlakuan

rata-rata luas luka semakin mengecil seiring dengan peningkatan dosis.

Rata-rata luas luka yang dimiliki kelompok P1, P2 dan P3 secara berturut-

turut antara lain P1 22,7 mm2; P2 12,2 mm2; dan P3 5,8 mm2. Hal ini

mengindikasikan bahwa ekstrak metanol benalu teh terbukti menurunkan

luas luka pada kulit mencit yang diinduksi DMBA.


BAB V

PENUTUP

V.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat disimpulkan

bahwa :

1. Pengaruh ekstrak methanol benalu teh sebagai antitumor terhadap

histologi kulit mencit yang diinduksi DMBA secara In Vivo mampu

mengurangi sel epitel yang mengalami displasia dan ketebalan

lapisan kulit. Dosis ekstrak benalu teh yang efektif pada penurunan

ketebalan lapisan kulit mencit adalah 750 mg/kgBB.

2. Aktivitas antitumor ekstrak metanol benalu teh pada kejadian tumor

kulit mencit yang diinduksi DMBA secara In Vivo dapat

mempengaruhi insiden tumor dan mengurangi volume tumor.

V.2 Saran

Disarankan untuk melakukan penelitian lebih lanjut untuk lebih

mengetahui aktivitas ekstrak metanol benalu teh.


DAFTAR PUSTAKA

1. Mamlu’atul, A. 2013. “Uji Aktivitas Antitumor Ekstrak Metanol Benalu

Teh (Scurulla atropurpurea) Pada Kulit Mencit (Mus musculus) yang

Diinduksi 7,12-dimetilbenz(α) Antrazen (DMBA) Secara In Vivo”.

Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Maulana Malik

Ibrahim. Malang

2. Ikawati M dan Wibowo A.E. 2008. “Pemanfaatan benalu sebagai

antikanker”. Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

3. Yulianti, Maria. 2015. “Uji Aktivitas Senyawa Bioaktif Kapang Endofit

Benalu Teh Tehadap Kapang (Fusarium oxysporum dan Colletorichum

capsisi ). Universitas Muhammadiyah Purwakerto.

4. Murwani, Retno, dan Simanjuntak. 2002. “Isolasi dan Identifikasi

Senyawa Antitumor Dart Ekstrak Air Benalu Teh (Scrulla oortina).

Universitas Diponegoro. Semarang.

Anda mungkin juga menyukai