Anda di halaman 1dari 10

ARTIKEL ILMIAH

Isolasi Dan Karakterisasi Senyawa Fenolik Dari Tumbuhan Patikan Cina (Euphorbia thymifolia Linn)

Oleh : Fitrie Wulandini A1C108031

PRODI PENDIDIKAN KIMIA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU KEPENDIDIKAN UNIVERSITAS JAMBI Januari 2013

Hilda Amanda:Mahasiswa FKIPUniversitas Jambi

Page 1

Isolasi Dan Karakterisasi Senyawa Fenolik Dari Tumbuhan Patikan Cina (Euphorbia thymifolia Linn) Oleh Hilda Amanda Pembimbing : Afrida, S. Si, M, Si dan Drs Faizar Farid. M, Si Program Studi Pendidikan Kimia Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Fakultas Keguuan dan Ilmu Kependidikan Universitas Jambi ABSTRAK Patikan Cina (Euphorbia Prostrata Linn) masih satu famili dengan Patikan Kerbau, yaitu dalam keluarga Euphorbiaceae yang masih perlu untuk dikembangkan karena memiliki banyak khasiat. Salah satu upaya untuk memanfaatkan tanaman tersebut secara maksimal dapat dilakukan kajian-kajian kandungan senyawa aktif dari tanaman tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengisolasi dan mengkarakterisasi senyawa fenolik dari ekstrak metanol patikan cina. Serbuk patikan Cina sebanyak 400 gram maserasi menggunakan pelarut metanol. ekstrak hasil maserasi kemudian dievaporasi untuk menguapkan pelarut hingga diperoleh ekstrak pekat bebas pelarut. Ekstrak pekat metanol dipartisi dengan metanol : etil asetat (1:1), sehingga diperoleh ekstrak metanol dan etil asetat. Ekstrak etil asetat hasil partisi kemudian dievaporasi diperoleh ekstrak kering etil asetat (10, 02 gram). Ekstrak etil asetat dikromatografi lapis tipis (KLT), kromatografi vakun cair (KVC) dan kromatografi kolom gravitasi (KKG) sehingga diperoleh noda paling sederhana atau noda tunggal. Pemisahan ekstrak pekat etil asetat dengan KVC menggunakan fasa diam silika gel Merck 60 (0.040 0.063 mm) dan fasa gerak n-heksan:etil asetat dari hasil KVC diperoleh 16 fraksi . Fraksi-fraksi tersebut di KLT, kemudian di KKG dengan menggunakan fasa diam silika gel Merck Merck 60 60 (0.2 - 0.5 mm) mesh dan fasa gerak n-heksan : etil asetat menghasilkan 5 fraksi dimana bedasarkan hasil KLT fraksi 3 menunjukkan noda tunggal. Untuk menentukan gugus struktur isolat tersebut dilakukan dengan spektroskopi UV dan IR. Data spektrum UV mempunyai maks 409,01 nm. Data IR menunjukkan adanya gugus O H (asam karboksilat) terdapat pada bilangan gelombang 3521.38, yang terdapat pada bilangan gelombang 2362.37, Sedangkan C - H (alkana) terdapat pada bilangan gelombang 2926.45 dengan diperkuat dengan munculnya 5 serapan C H (alkana) lainnya pada daerah bilangan gelombang 2857.99, 1447.31, 1370.18, 868.774, dan 757.887. Terdapat juga gugus C = O (karbonil) pada daerah bilangan gelombang 1693.19, dan C O (alkohol, eter, asam karboksilat, ester) pada daerah bilangan gelombang 1098.26. Identifikasi struktur berdasarkan data spektrum UV dan IR menunjukkan bahwa isolat tersebut merupakan senyawa fenolik. Kata Kunci : Euphorbia thymifolia Linn, isolasi dan karakterisasi, fenolik.

Hilda Amanda:Mahasiswa FKIPUniversitas Jambi

Page 2

I.

Pendahuluan

Tanaman obat adalah tanaman yang dapat digunakan sebagai obat tradisional untuk mengobati berbagai penyakit. Sejak dahulu, tanaman obat telah digunakan masyarakat Indonesia untuk mengobati berbagai jenis penyakit yang dideritanya, baik bagi masyarakat yang tinggal di perkotaan maupun pedesaan. Tanaman obat tersebut lebih banyak dipilih masyarakat sebagai bahan alternatif pengganti obat-obatan kimia yang relatif mahal harganya. Dalam pengobatan secara tradisional sebagian besar ramuan berasal dari tumbuh-tumbuhan baik berupa akar, kulit batang, kayu, daun, atau bijinya. Agar pengobatan secara tradisional dapat dipertanggung jawabkan maka diperlukan penelitian ilmiah seperti penelitian dibidang farmakologi, toksikologi, identifikasi, dan isolasi zat kimia aktif yang terdapat dalam tumbuhan. Indonesia yang beriklim tropis memiliki persediaan tanaman obat yang cukup melimpah. Banyak sekali tumbuhan yang telah dimanfaatkan sebagai obat untuk menyembuhkan berbagai jenis penyakit, salah satunya adalah tumbuhan Patika Cina (Euphorbia thymifolia Linn). Tanaman ini merupakan genus Eophorbia dari famili Euphorbiaceae dan kingdom plantae (http://id.wikipedia.org/wiki/Euphorbiaceae), dengan ciri terna kecil merayap, kadang-kadang setengah tegak, berambut, terdapat di mana-mana diantara rumput - rumput, pada tempat-tempat yang agak basah sampai ketinggian 1.400 m dari permukaan laut. Batang dan daunnya agak kemerah-merahan, bila dipatahkan mengeluarkan getah. Daunnya bersirip genap, kecil-kecil, bulat telur, berhadapan, baunya wangi. Bunga berwarna merah muda dan tanaman memiliki rasa agak asam.( http://www.iptek.net.id) Keberadaan tanaman tersebut di alam terkesan masih kurang mendapat perhatian dari masyarakat. padahal selain berperan sebagai tanaman liar, tanaman ini juga berpotensi untuk dijadikan sebagai tanaman obat. Masyarakat daerah pedesaan sebagian terbiasa menggunakan seluruh bagian tumbuhan patikan cina untuk Obat disentri basiler, thypus, herpes zoster, enteritis, diare, wasir berdarah, eksim, dan dermatitis( Utami, 2008) Euphorbiaceae yang berpotensi sebagai bahan obat-obatan telah sering diungkapkan, akan tetapi dengan makin bertambahnya penelitian di bidang taksonomi yang mengungkapkan data dasar dari setiap jenis tumbuhan, maka makin bertambah pula informasi jenis-jenis yang belum pernah dilaporkan sebelumnya. ( Djarwaningsih )

II.

Tinjauan Pustaka

Marga Euphorbia merupakan salah satu marga yang mempunyai anggota terbesar dari suku Euphorbiaceae, yaitu sebanyak 1000 jenis dan terbesar hampir di seluruh daerah tropik di dunia. Anggota marga Euphorbia mempunyai bentuk yang bervariasi dari herba, sukulen, perdu dan pohon dimana kegunaan dari tumbuhan inipun bervariasi pula diantaranya sebagai tanaman obat, hias, tanaman pagar meskipun masih banyak juga yang tumbuh meliar (Munawaroh dan Astuti). Patikan Cina (Euphorbia Prostrata Linn) masih satu famili dengan Patikan Kerbau, yaitu dalam keluarga Euphorbiaceae. Patikan cina merupakan terna kecil yang merayap atau kadang-kadang setengah tegak. Batang dan daunnya berwarna agak kemerahan dan jika dipatahkan akan mengeluarkan getah. Daun berbentuk bulat telur, bersirip genap, berukuran kecil, letak berhadapan, dan baunya wangi. Bunga berwarna merah muda (Utami, 2008).
Hilda Amanda:Mahasiswa FKIPUniversitas Jambi Page 3

Menurut Handayani (2003) Patikan Cina merupakan tumbuhan liar yang tumbuh di halaman atau tempat lain yang berketinggian 1400m dpl. Di beberapa daerah disebut dengan nama kimules, krokot cina, gelang pasir, kemeniran, ruangkaan gede, useup nana, jalu-jalu tona, dan patekan cina. Semua bagian tumbuhan Patikan Cina berkhasiat sebagi obat disentri basiler, thypus abdominalis, herpes zoster, enteritis, diare, wasir berdarah, eksim, dan dermatitis (Utami, 2008). Daun Patikan Cina dimanfaatkan untuk mengobati disentri, wasir, kurang darah, luka, bengkak, dan darah kotor. Semua bagian tumbuhan dapat dimanfaatkan untuk mengobati mencret dan cacingan akibat cacing gelang (Handayani 2003). Menurut Handayani (2003) daun Patikan Cina mengandung zat asam tanat, alkaloida, dan damar. Selain itu tubuhan patikan cina mengandung miricyl alkohol, taraxerol, tirucalol, kamzuiol, hentriacontane, dan cosmosin ( Utami, 2008), Sedangkan menurut hasil telaah fitokimia herba patikan cina yang dilakukan Evelin dkk di sekolah Farmasi ITB menunjukkan bahwa terdapat kandungan senyawa alkaloid, flavonoid, tanin dan steroid/triterpenoid. Senyawa fenolik meliputi aneka ragam senyawa yang berasal dari tumbuhan yang mempunyai ciri sama, yaitu cincin aromatik yang mengandung satu atau dua gugus OH. Senyawa penolik di alam sangat luas, mempunyai pariasi struktur yang luas, mudah di temukan di semua tanaman, daun, bunga dan buah. Ribuan senyawa fenolik alam telah diketahui strukturnya, antara lain Flavonoid, fenol monosiklik sederhana, fenil fropanoid,polifenol(lignin, melanin, tannin), dan kuinon fenolik. Banyak senyawa fenolik alami mengadung sekurang-kurangnya satu gugus hidroksil dan lebih banyak yang membentuk senyawa eter, ester, atau glioksida dari pada senyawa bebasnya. Dalam keadaan murni, senyawa fenol berupa zat padat yang tidak berwarna, tetapi jika teroksidasi akan berubah menjadi gelap. Kelarutan fenol dalam air akan bertambah, jika gugus hidroksil makin banyak. Senyawa fenolik memiliki aktivitas biologis yang beraneka ragam, dan banyak digunakan dalam reaksi enzimatik oksidasi kopling sebagai substrat donor H. Reaksi oksidasi kopling, selain membutuhkan suatu oksidator juga memerlukan adanya suatu senyawa yang dapat mendonorkan H. Fitokimia atau kadang disebut fitonutrien, dalam arti luas adalah segala jenis zat kimia atau nutrien yang diturunkan dari sumber tumbuhan, termasuk sayuran dan buah-buahan. Dalam penggunaan umum, fitokimia memiliki definisi yang lebih sempit. Fitokimia biasanya digunakan untuk merujuk pada senyawa yang ditemukan pada tumbuhan yang tidak dibutuhkan untuk fungsi normal tubuh, tapi memiliki efek yang menguntungkan bagi kesehatan atau memiliki peran aktif bagi pencegahan penyakit. Karenanya, zat-zat ini berbeda dengan apa yang diistilahkan sebagai nutrien dalam pengertian tradisional, yaitu bahwa mereka bukanlah suatu kebutuhan bagi metabolisme normal, dan ketiadaan zat-zat ini tidak akan mengakibatkan penyakit defisiensi, paling tidak, tidak dalam jangka waktu yang normal untuk defisiensi tersebut (http://id.wikipedia.org/wiki/Fitokimia). Yang dimaksud dengan skrining fitokimia adalah pemeriksaan kimia secara kualitatif terhadap senyawa-senyawa aktif biologis (metabolit sekunder/bahan alam). Oleh karena pada umumnya yang merupakan senyawa aktif tersebut adalah senyawasenyawa organik, maka pemeriksaan skrining fitokimia terutama ditujukan terhadap golongan-golongan senyawa-senyawa organik : alkaloida, steroida/terpenoida, flavonoida, fenolik, kumarin, kuinon, saponin, tannin, ligan dan glikosida, dll(Farnsworth,1966)
Hilda Amanda:Mahasiswa FKIPUniversitas Jambi Page 4

Maserasi merupakan proses penyarian senyawa kimia secara sederhana dengan cara merendam simplisia atau tumbuhan pada suhu kamar dengan menggunakan pelarut yang sesuai sehingga bahan menjadi lunak dan larut. Penyarian zat-zat berkhasiat dari simplisia, baik simplisia dengan zat khasiat yang tidak tahan pemanasan. Sampel biasanya direndam selama 3-5 hari, sambil diaduk sesekali untuk mempercepat proses pelarutan komponen kimia yang terdapat dalam sampel. Maserasi dilakukan dalam botol yang berwarna gelap dan ditempatkan pada tempat yang terlindung cahaya. Ekstraksi dilakukan berulang-ulang kali sehingga sampel terekstraksi secara sempurna yang ditandai dengan pelarut pada sampel berwarna bening. Sampel yang direndam dengan pelarut tadi disaring dengan kertas saring untuk mendapat maseratnya. Ekstraksi cair-cair atau lebih dikenal dengan nama partisi biasa di lakukan dengan menggunakan corong pisah. Pelarut yang digunakan adalah pelarut yang tidak bercampur satu sama lain atau pelarut yang mempunyai kepolaran yang berbeda. Dasar ekstraksi cair-cair adalah solute (zat terlarut) terdistribusi antara dua cairan yang tidak bercampur (Sastrohamidjojo, 1985). Keberhasilan dalam suatu proses ekstraksi bergantung pada kejelian dalam pemilihan pelarut yang tepat. Pemilihan pelarut biasanya disesuaikan dengan sifat kandungan kimia yang akan di isolasi. Ekstraksi untuk masing-masing pelarut lebih baik dilakukan beberapa kali, karena dengan pengekstraksian beberapa kali akan terjadi pengekstraksi lebih sempurna (Ibrahim,1998). Perkolasi adalah cara ekstraksi padat-cair dengan menggunakan alat percolator. Teknik pengerjaanya hampir sama dengan maserasi (Ibrahim,1998). Pemisahan campuran senyawa menjadi senyawa murninya dan mengetahui kuantitasnya merupakan masalah penting dari pekerjaan di laboratorium kimia. Untuk itu, kemurnian bahan atau komposisi campuran dengan kandungan yang berbeda dapat dianalisis dengan benar. Kontrol kualitas, analisis bahan makanan dan lingkungan, tetapi juga kontrol dan optimasi reaksi kimia dan proses berdasarkan penentuan analitik dari kuantitas material. Teknologi yang penting untuk analisis dan pemisahan preparatif pada campuran bahan adalah kromatografi. Kromatografi adalah suatu teknik pemisahan campuran berdasarkan perbedaan kecepatan perambatan komponen dalam medium tertentu. Pada kromatografi komponen komponennya akan dipisahkan antara dua fase yaitu fase diam dan fase gerak. Fase diam akan menahan komponen campuran sedangkan fase gerak akan melarutkan zat komponen campuran. Komponen yang mudah tertahan pada fase diam akan tertinggal. Sedangkan komponen yang mudah larut dalam fase gerak akan bergerak lebih cepat. Kromatografi digunakan untuk memisahkan substansi campuran menjadi komponen komponennya ( Gritter, 1991). III. Prosedur Kerja

3.1 Kromatografi Lapis Tipis Sebelum dilakukan pemisahan, sampel terlebih dahulu dianalisis dengan kromatografi lapis tipis (KLT). KLT ini dilakukan untuk mengetahui eluen yang tepat pada kromatografi kolom vakum dan kromatografi kolom gravitasi. Adapun cara KLT yaitu, sediakan plat KLT lalu totolkan sampel dengan menggunakan pipa kapiler ke atas plat, biarkan beberapa saat, sediakan chember dan isi dengan eluen, lalu masukakn plat tadi ke dalam chember tutup dengan kaca datar. Setelah eluen naik sampai tanda batas, lalu plat dikeluarkan dan diletakkan di bawah sinar UV untuk melihat noda. Agar nodanya lebih jelas, plat ditetesi larutan seriu sulfat dan dibiarkan beberapa saat, setelah itu dipanaskan diatas hot plat, akan terlihat warna
Hilda Amanda:Mahasiswa FKIPUniversitas Jambi

Page 5

coklat jika terdapat noda. Pada kromatografi selanjutnya eluen yang digunakan adalah eluen yang menunjukkan pemisahan paling baik pada KLT. 3.2 Kromatografi Vakum cair Hal pertama yang dilakukan pada kromatografi vakum cair yaitu menyediakan alat kolom. Silika gel bertindak sebagai fasa diam. Ketika silika gel dimasukan, pastikan kran dibawah terbuka, sehingga terjadi elusi dan agar silika gel padat serta tidak terdapat gelembung gelembung udara. Hal ini dikarenakan gelembung udara tersebut dapat mempengaruhi elusi dan dapat menyebabkan keretakan pada silika gel. Sampel yang telah diimpregnasi diatas silika gel dimasukan. Impregnasi yaitu praadsorpsi sampel pada fasa diam. Tujuan dilakukan impregnasi adalah meratakan sampel supaya cepat terjadi elusi, pemisahannya bagus dan hasil pemisahan yang turun rata. Pelarut yang digunakan untuk mengelusi adalah n-heksan dan etil asetat. Dimana dilakukan dengan kepolaran yang bertingkat dengan tujuan agar yang keluar terlebih dahulu adalah senyawa yang non polar hingga senyawa yang paling polar. Hasil KVC ini dimasukan kedalam botol pial, kemudain dilakukan KLT dengan tujuan untuk mengelompokan senyawa yang ada dimana yang mirip dapat digabungkan untuk pemisahan selanjutnya. 3.3 Kromatografi Kolom Gravitasi Eluen yang didapat dari KLT digunakan dalam kromatografi kolom gravitasi sebagai fasa geraknyada fasa diamnya adalah silika gel Merc 60 ( 0,2 0,5 mm ). Kolom yang digunakan adalah kolom dengan diameter 2cm dan panjang 18cm. Ekstrak metanol yang telah diperoleh diimpregnasi dengan silika gel Merc 60 ( 0,2 0,5 mm ) dengan pelarut n heksan sampai menjadi bubur. Kemudian dituangkan perlahan-lahan kedalam kolom dan dielusi dengan n heksan untuk mendapatkan fasa diam yang bagus untuk pemisahan. Sampel yang sudah diinpregnasi dimasukan ke dalam kolom dan dielusi dengan eluen yang sudah ditentukan. Zat yang turun dimasukan ke dalam botol pial. 3.4 Spektroskopi UV Spektroskopi UV digunakan untuk menunjukan ada atau tidaknya ikatan rangkap terkonjugasi dan untuk menentuka kromofor yang terdapat dalam senyawa. 3.5 Spektroskopi IR Untuk menentukan jenis gugus gugus fungsional yang terdapat dalam senyawa dioaktif yang telah diisolasi, dapat diamati dari Spektroskopi IR.

IV. Hasil dan Pembahasan 4.1 Hasil Penelitian Skrinning fitokimia Hasil dari skrinning fitokimia dapat dilihat pada tabel 4.1 dibawah ini. Uji Alkaloid Pereaksi Meyer Wagner Dragendroff Hasil + + Ket Terbentuk endapan putih Terbentuk endapan coklat Tidak terbentuk endapan

Hilda Amanda:Mahasiswa FKIPUniversitas Jambi

Page 6

Flavonoid Saponin Fenolik Triterpenoid/steroid

jingga + Warna merah Tidak ada busa + Warna hitam + (Streroid) Warna hijau 5 Tabel 4.1. Hasil uji fitokimia dari tumbuhan patikan Cina Mg/hcl Air Fecl3 L. Burchard

Pada uji fenolik memperoleh hasil positif adanya perubahan warna dari hijau menjadi warna hitam 4.2 Hasil Ekstraksi Dari 2,5 L pelarut metanol yang digukan pada tahap maserasi tumbuhan patikan Cina menghasilkan 1,5 L ekstrak metanol. Proses ekstraksi dilakukan dengan metode maserasi karena pada metode ini tidak ada pemanasan, sehingga tidak merusak senyawa yang terdapat dalam tumbuhan. Pada metode maserasi pelarut yang digunakan adalah metanol, hal ini dikarenakan pelarut metanol merupakan pelarut universal yang dapat melarutkan senyawa polar dan non polar, dan metanol memiliki titik didih yang rendah sehingga mudah diuapkan. Selain itu metanol lebih ekonomis. Sebanyak 1,5L Ekstrak metanol dievaporasi untuk menguapkan pelarut agar mendapatkan ekstrak pekat bebas pelarut dan hasil yang diperoleh adalah 27, 93gram. Ekstrak pekat metanol dipartisi dengan etil asetat dengan perbandingan 1 : 1, hasil partisi etil asetat dievaporator dan mendapatkan ekstrak pekat etil asetat sebanyak 10,02gr. 4.3 Kromatografi Lapis Tipis (KLT) Untuk mendapatkan eluen yang tepat pada pemisahan ekstrak metanol dengan kromatografi vakum cair (KVC), terlebih dahulu dilakukan analisis kromatografi lapis tipis (KLT). Setelah menguji beberapa perbandingan eluen, Eluen yang pemisahan pola nodanya sederhana yaitu perbandingan n-heksan:etil asetat (8:2). Untuk fraksi etil asetat, Sebelum dilakukan pemisahan dengan kromatografi vakum cair (KVC), hal pertama yang dilakukan juga mencari eluen yang cocok untuk memisahkan ekstrak tersebut dengan analisis kromatografi lapis tipis (KLT). Eluen yang pemisahan pola nodanya sederhana adalah n-heksan:etil asetat (1:1). 4.4 Pemisahan Senyawa Ekstrak Etil Asetat Dengan Kromatografi vakum Cair (KVC) Pemisahan senyawa ekstrak etil asetat dengan kromatografi vakum cair (KVC) dilakukan menggunakan alat KVC dengan diameter kolom BELUM dan panjang kolom BELUM dimana tinggi fasa diam yaitu BELUM, dan fasa diamnya adalah silika gel Merck 60 (0.040 0.063 mm) yang digunakan sebanyak 25,2gram. Eluen yang digunakan pada KVC berdasarkan teknik peningkatan kepolaran yaitu dimulai dari 100% n-heksan, n-heksan : etil asetat dengan perbandingan (9:1),(8:2),(2:1),(1:1),dan 100% etil asetat. Hasil KVC untuk ekstrak etil asetat diperoleh 16 fraksi dan di KLT menggunakan eluen n-heksan : etil asetat (1:1). Dari hasil KLT terlihat fraksi 10 merupakan pola noda sederhana. Selanjutnya dilakukan pemurnian dengan pemisahan kromatografi kolom gravitasi (KKG) untuk mendapatkan noda tunggal.

Hilda Amanda:Mahasiswa FKIPUniversitas Jambi

Page 7

4.5 Pemisahan Senyawa Ekstrak Etil Asetat Dengan Kromatografi Kolom Grafitasi (KKG) Fraksi 10 dari hasil KVC dipisahkan dengan metode KKG untuk mendapatkan noda yang noda tunggal. KKG dilakukan dengan kolom yang berdiameter 1,5cm3, dan memiliki panjang 23cm. Silika yang digunakan yaitu silika gel Merck 60 60 (0.2 - 0.5 mm) sebanyak 3,5gram, dengan panjang 9cm didalam kolom. Hasil dari KKG memperoleh 5 fraksi, kemudian dilakukan KLT pada 5 fraksi tersebut untuk melihat pola nodanya. Dari hasil KLT diatas terlihat pada fraksi 3 merupakan pola noda paling sederhana atau noda tunggal. Kemudian dilakukan KLT pada fraksi 3 untuk melihat kemurnian noda dengan eluen n-heksan : etil asetat (1:1), (1:2) dan (1:3). Berdasarkan hasil KLT, noda tetap tunggal yang mengindikasikan bahwa fraksi tersebut telah murni. 4.6 Analisis Spektroskopi Ultraviolet Hasil analisis isolat dengan spektroskopi ultraviolet diperoleh spektrum pada gambar 4.1 berikut ini:

Gambar 4.2 Spektrum ultraviolet PC 2

Dari hasil spektrum ultraviolet menunjukkan bahwa pada isolat PC 2 yaitu isolat dari fraksi etil asetat diperoleh puncak serapan panjang gelombang 409,01 nm. 4.7 Analisis Spektroskopi Infrared Hasil analisis isolat dengan spektroskopi infrared diperoleh spektrum pada gambar 4.2 berikut ini:

Gambar 4.3 Spektrum infrared PC 3

Hilda Amanda:Mahasiswa FKIPUniversitas Jambi

Page 8

V.

Kesimpulan dan Saran Kesimpulan Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian yang telah dilakukan adalah sebagai berikut :Pada tumbuhan patikan Cina kemungkinan mengandung senyawa fenolik. Dari spektrum UV diperoleh puncak serapan panjang gelombang 409,01 nm. Dari spektrum IR diduga isolat yang diperoleh mengandung gugus O-H, C-H alifatik, C=O karbonil, C-Oalkohol. Saran Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengidentifikasi isolat aktif dengan menggunakan analisis NMR, dan GC-MS sehingga dapat ditetapkan suatu struktur usulan dari isolat aktif tersebut.

DAFTAR PUSTAKA
Coll JC, Bowden BF. 1986. The Application Vacuum Liquid Chromatography to the Separation of Terpene Mixtures. J Nat Prod 49 : 943 936. Djarwaningsih, Tutie. Jenis-Jenis Euphorbiaceae (Jarak-Jarakan) Yang Berpotensi Sebagai Obat Tradisional. Bogor : LIPI Farnsworth, N.R. (1996). Biological and Phytochemical screening of Plants. Journal of Pharmaceutical Science. Chicago : Rheins Chemical Company. Fessenden dan Fessenden. 1982. Kimia Organik Jilid 1. Jakarta : Erlangga. Fessenden dan Fessenden. 1982. Kimia Organik Jilid 2. Jakarta : Erlangga. Gritter, R J.1991. pengantar Kromatografi. Bandung .ITB Handayani, Lestari. 2003. Tanaman Obat untuk Masa Kehamilan dan Pasca Kehamilan. Jakarta : Agromedia Pustaka. Harbone, JB. 1996. Metode Fitokimia : Penuntun Cara Modern Menganalisa Tumbuhan. Bandung : ITB. Harizon. 2003. Penuntun Pratikum Kimia Organik II. Jambi : UNJA. Hendayana, Sumar. 1994. Kimia Analitik Instrumen. Semarang : IKIP Semarang Press. Hostetman.1986. Preparatitive Chromatography Techniques, Springer Verlag Berlin Heidelberg. Ibrahim. S. 1998. Teknik Laboratorium Kimia Organik. Padang : UNAND. Kantasubrata.J. 1990. Perbedaan Pokok Antara Kromatografi Kolom Dengan Kromatografi Lapis Tipis, disampaikan pada kursus Metode Analisis Kimia Instrumental dan Aplikasi di Bandung, 17-26 september. Lenny, S. 2006. Isolasi dan Uji Bioaktivitas Kandungan Kimia Utama Puding Merah dengan Metode Uji Brine Shrimp. Medan : USU. Lingga, Lenny. 2006. Kastuba Tanaman Penyemarak Hari Raya. Jakarta : Agromedia Pustaka. Munawaroh, Esti dan Astuti, Inggit Puji. UPT balai pengembangan Kebun raya LIPI. Bogor Permadi, Adi. 2006. Tanaman Obat Pelancar Air Seni. Jakarta : Penebar Swadaya. Sastrohamidjojo, Hardjono. 1985. Kromatografi. Yogyakarta : Liberty. Sudjadi. 1986. Metode Pemisahan. Kasinius. Yogyakarta. Supandiman, I., Muchtan dan Sidik., 2000, Keamanan Pemakaian Obat Tradisional dalam Pelayanan Klinik. Prosiding Kongres Nasional Obat Tradisioanl Indonesia (Simposium Penelitian Bahan Obat Alami X). Menuju Pemanfaatan Obat Tradisional dalam Pelayanan Kesehatan. Surabaya. Utami, Prapti. 2008. Buku Pintar Tanaman Obat 431 Jenis Tanaman Penggempur Aneka Penyakit. Jakarta : Agromedia Pustaka.
Hilda Amanda:Mahasiswa FKIPUniversitas Jambi

Page 9

Wijaya. R. 1994. Penuntun Praktikum Kimia Organik I. PMIPA. Jambi.

Hilda Amanda:Mahasiswa FKIPUniversitas Jambi

Page 10

Anda mungkin juga menyukai