Anda di halaman 1dari 21

Review- POTENSI AKTIVITAS ETNOFARMAKOLOGI DAN FITOKIMIA

BUNGA TELANG(Clitoria ternatea) DALAM PENGEMBANGAN INOVASI


NUTRASEUTIKA
FIRA KUSWANDARI
MAHASISWA PASCA SARJANA BIOLOGI
UNIVERSITAS NASIONAL JAKARTA
email : firakuswandari@yahoo.com

Abstrak
Bunga Telang ini memiliki banyak potensi farmakologis antara lain sebagai antioksidan, antimikrobial,
antikanker, anti inflamasi, analgesik, antipiretik, antidiabetik, antisida, dan potensi terhadap susunan
syaraf pusat (Central Nervous System). Komponen bioaktifnya, bersifat lipofilik maupun hidrofilik. Di
antara komponen bioaktif yang dijumpai adalah flavonol glikosida, antosianin, flavon, flavonol, asam
fenolat, senyawa-senyawa terpenoid dan alkaloid, serta senyawa-senyawa peptida siklik atau siklotida.
Ciri bunga telang (Clitoria ternatea) ini tumbuh merambat dan daun berpasangan, bunganya umumnya
berwarna ungu, namun ada juga yang berwarna biru, merah muda (pink) dan putih. Review ini
mengeksplore konstituen kimia dan efek farmakologis dari Clitoria ternatea sebagai sumber potensial
molekul obat untuk pengobatan berbagai penyakit yang dapat dikembangkan dalam inovasi nutraseutika
Keyword : Bunga telang, etnofarmakologi, fitokimia,nutraseutika

PENDAHULUAN
Indonesia terkenal dengan kekayaan flora alamnya terutama tumbuhan yang berkhasiat
sebagai obat. Sesuai dengan kondisi lingkungannya, flora di suatu tempat dapat terdiri dari
beragam jenis yang masing-masing dapat terdiri dari beragam variasi gen yang hidup di beberapa
tipe habitat (tempat hidup). Beberapa kelompok masyarakat di Indonesia masih memanfaatkan
tumbuhan sebagai obat-obatan secara tradisional. Masyarakat Indonesia telah lama memiliki
pengetahuan tentang obat-obatan yang diwariskan secara turun temurun, namun informasi
tentang pemanfaatan tumbuhan ini belum terdokumentasi dengan baik. Sehingga banyak dari
pengetahuan tersebut hilang karena gerusan perkembangan dibidang kedokteran dan pengobatan
modern.
Saat ini bunga telang (Clitora ternatea) sedang populer, khususnya Indonesia. Berbagai sajian,
mulai dari penganan hingga minuman, kini mudah dijumpai di beberapa restoran atau kedai. Bunga, baik
dalam bentuk segar maupun kering, semakin ramai diperjualbelikan. Begitu pula dengan bijinya. Semakin
banyak pula orang yang menanam tanaman merambat ini di pekarangan (Marpaung, 2020) . Bunga
telang (Clitoria ternatea) sudah lama dimanfaatkan sebagai obat tradisional untuk penyembuhan
berbagai penyakit sehingga dijadikan salah satu tanaman obat keluarga (TOGA). Bagian Clitoria
ternatea yang umum dimanfaatkan adalah bunga dan daun. Bunga Clitoria ternatea dapat
mengobati mata merah, mata lelah, tenggorokan, penyakit kulit, gangguan urinaria dan anti racun
(Rokhman 2007; Triyanto 2016)
Potensi farmakologi bunga telang antara lain adalah sebagai antioksidan, antibakteri, anti
inflamasi dan analgesik, antiparasit dan antisida, antidiabetes, anti-kanker, antihistamin,
immunomodulator, dan potensi berperan dalam susunan syaraf pusat, Central Nervous System
(CNS). Bagian lain dari tanaman ini, yaitu daun dan akar juga memiliki potensi tersendiri
(Mukhrejee,2008). Clitoria ternatea memiliki potensi untuk digunakan sebagai nutraceutical dan
farmasi. Quercetin flavonoid telah terbukti mengurangi infeksi saluran pernapasan bagian atas
pada manusia sementara delphinidin dan maldivine yang teridentifikasi pada bunga Clitoria
ternatea dapat menghambat berbagai bentuk kanker (Yadev et al,2015). Dalam sistem
pengobatan Ayurveda India tradisional (Asia), akar, biji dan daun Clitoria ternatea telah lama
digunakan secara luas sebagai peningkatan daya ingat dan kecerdasan (Mukhrejee et al, 2007).
Namun, informasi genetik dan fitokimia keragaman aksesi Clitoria ternatea masih sangat sedikit
(Bishoyi dkk. 2014, Ali et al. 2013). Ali dkk. (2013), melaporkan keragaman kimiawi di antara
ekotipe C. ternatea yang dikumpulkan dari lima kelompok wilayah geografis di India dan
dianalisis hanya berdasarkan satu majemuk sehingga melaporkan variabilitas yang cukup besar.
Konsep pangan fungsional dan nutrasetikal dapat didefinisikan sebagai pangan atau
komponen makanan yang berfungsi untuk meningkatkan kondisi ketahanan tubuh dan
mengurangi resiko terjangkitnya berbagai macam penyakit (Honkanen, 2009; Siro et al.,, 2008),
dengan kata lain, pangan fungsional merupakan substansi bioaktif dari bahan alami yang
difortifikasi ke dalam makanan sehingga makanan tersebut berpotensi untuk memberikan nilai
kesehatan yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan produk makanan bernutrisi pada
umumnya (Siahaan &Pangestuti, 2017)Penggunaan bahan alam, baik sebagai obat maupun
tujuan lain cenderung meningkat terlebih dengan adanya isu back to nature (Dianasari, 2015).
Penggunaan tumbuhan tradisional sebagai nutraseutikal yang dapat menunjang penanganan
penyakit degenaratif yaitu diabetes melitus melalui zat aktif yang terkandung seperti sebagian
besar golongan glikosida, alkaloid, terpenoid, flavonoid (Ferdinad&Lestari,2019). Salah satu
cara yang praktis dan terjangkau, yang juga bisa dilakukan dengan budget terbatas yakni
memaksimalkan keragaman hayati Indonesia menjadi pangan fungsional. Nutraseutika
merupakan produk hasil isolasi (tumbuhan, hewan, dan mikroba) yang mampu memberikan
nutrisi dengan efek meningkatkan kesehatan tubuh (McClements et al., 2015). Pengawasan
ilmiah terhadap potensi terapeutik, sifat biologis, dan keamanannya berguna dalam membuat
keputusan bijak tentang penggunaannya (Al Snafi,2016). Salah satu pendorong popularitas
pangan fungsional dan nutraseutika adalah tren kebiasaan makan sehat yang semakin meluas
(Hilman, 2018). Di masa pandemi COVID-19 seperti saat ini, pangan fungsional dan
nutraseutika juga dinilai dapat membantu untuk meningkatkan sistem imun guna menghindari
infeksi COVID-19. Hal ini memicu peningkatan permintaan terhadap pangan fungsional dan
nutraseutika di beberapa negara, termasuk Indonesia. Di Indonesia, industri ini lebih banyak
dimainkan oleh usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Indonesia sendiri memiliki potensi
yang sangat besar dalam industri pangan fungsional, terutama dari pangan fungsional dan
nutraseutika dengan bahan aktif yang berasal dari bahan baku lokal serta keanekaragaman hayati
yang dimilikinya (Prihadyanti&Sari,2020)
Review dipandang perlu untuk menelaah sebanyak mungkin data sehingga diperoleh
informasi yang benar-benar merujuk kepada potensi bunga telang yang didukung oleh hasil
penelitian ilmiah.
KARAKTERISTIK BUNGA TELANG (Clitoria ternatea)
Morfologi :
Tumbuhan ini adalah pemanjat parennial, tinggi, ramping, merambat dengan lima
helai daun, berbunga ungu, dan berakar dalam. Clitoria ternatea ini melakukan penyerbukan
sendiri, namun genotipe pemisah telah diidentifikasi, yang menunjukkan adanya persilangan
sebagian (Yadev et al,2015). Clitoria ternatea merupakan salah satu tumbuhan yang termasuk
dalam keluarga Fabaceae. Fabaceae adalah anggota dari bangsa Fabales yang memiliki ciri-ciri
buah tipe polong yang berasal dari daerah tropis Asia Tenggara (Al-Snafi 2016; Irsyam et al.
2016). Berbunga cantik dan eksotis, berwarna biru cerah keunguan.
Gambar Bunga telang (Clitoria ternatea)
Secara taksonomi, bunga telang termasuk kingdom Plantae atau tanaman. Tergolong
divisi Tracheophyta dengan daun bunga tidak lengkap, memiliki tangkai dan helai daun. Bunga
telang memiliki akar tunggang yang terdiri dari 4 bagian, yaitu leher, batang/utama, ujung, dan
serabut akar. Bentuknya berupa polong-polongan sehingga digolongkan sebagai Fabacea yang
memiliki warna hijau ketika masih mudah dan berwarna hitam ketika setelah tua. Tanaman ini
berasal dari Maluku dan tersebar banyak di Ternate, sehingga nama spesiesnya Clitoria ternatea
(Budiasih, 2017).
Sinonim :
Bengali: Aparajita, English: Butterfly pea, blue pea vine, mussel- shell climber,
pigeon wings, Sanskrit: Sankhapushpi, aparajita, saukarnika, ardrakarni, girikarnika, supuspi,
mohanasini, vishadoshaghni, shwetanama, Vishnukranta, ashwakhura, Hindi: Koyala, Telugu:
Dintena, Malayalam: sangupushpam, Kannada: Nagar hedi, Marathi: Gokarna, Portuguese:
Fulacriqua, (Pendbhaje, 2011).
HUBUNGAN ETNOFARMAKOLOGI DAN PENGOBATAN TRADISIONAL BUNGA
TELANG
Setiap etnis memiliki keanekaragaman dalam hal kearifan lokal, salah satunya
pemanfaatan tumbuhan obat untuk pengobatan tradisional . Pengetahuan tentang suatu kelompok
masyarakat terhadap pemanfaatan tumbuhan yang didapat secara turun temurun, dikenal dengan
etnobotani, dan pengetahuan secara khusus tentang obat dikenal dengan etnofarmakologi (Pitra
et al,2017). Bila dilihat cara pengolahan tanaman obat maka sebagian besar adalah dengan cara
direbus. Untuk pengobatan luar masyarakat memilih cara dengan ditumbuk dan ditempelkan
pada bagian yang sakit. Pemanfaatan tumbuhan tidak hanya untuk kepentingan ekonomi tetapi
juga untuk kepentingan budaya pada suatu kelompok masyarakat lokal. Setiap masyarakat lokal
memiliki pengetahuan yang berbeda dalam kegiatan penggunaan dan pengelolaan sumber daya
alam sesuai dengan adat dan budayanya (Haryanti,2015). Bunga telang merupakan herbal yang
boleh dikata istimewa di dalam pengobatan tradisional. Seluruh bagiannya – mulai dari akar
hingga bunga – dipercaya memiliki efek mengobati dan memperkuat kinerja organ (Mukherjee et
al., 2008). Khasiat tanaman ini diakui di dalam pengobatan tradisional berbagai peradaban,
terutama Asia dan Amerika. Fantz (1991) dan Mukherjee et al. (2008) merangkum khasiat
seluruh bagian telang untuk mengobati berbagai penyakit dalam pengobatan tradisional Asia
(Asia tenggara, Asia selatan, India, Pakistan, Sudan, Filipina, Jawa), Amerika (El Salvador,
Kuba, Karibia) dan Afrika (Ghana). Manjula et al. (2013) secara khusus mengulas khasiat telang
menurut tradisi pengobatan India. Di antaranya disebutkan manfaat telang (i) untuk mengobati
insomnia, epilepsi, disentri, keputihan, gonorrhea, rematik, bronkhitis, asma, maag, tuberkulosis
paru, demam, sakit telinga, penyakit kulit seperti eksim, impetigo, dan prurigo, sendi bengkak,
kolik, sembelit, infeksi kandung kemih, asites (akumulasi kelebihan cairan pada rongga perut)
(ii) untuk memperlancar menstruasi, melawan bisa ular dan sengatan kalajengking, (iii) sebagai
antiperiodik (obat untuk mencegah terulangnya penyakit kambuhan seperti malaria), obat cacing,
pencahar, diuretan, pendingin, pemicu mual dan muntah sehingga membantu mengeluarkan
dahak bronkitis kronis, dan stimulan seksual. Dalam sistem pengobatan kuno India (Ayurveda),
telang tergolong herbal yang penting. Hal ini dapat terlihat pada nama yang diberikan kepada
telang dalam Bahasa Hindi, yaitu aparajita yang berarti ‘yang tak terkalahkan’. Tanaman ini
sekurangkurangnya disebutkan pada dua kitab utama Ayurveda, yaitu Charaka Samhita dan
Sushruta Samhita (Kumar et al., 2016). Peran terpenting telang di dalam Ayurveda adalah
sebagai salah satu bahan dalam Medhya Rasayana, yakni campuran herbal yang dipercaya
berkhasiat untuk meremajakan otak, menyembuhkan gangguan neurologis dan meningkatkan
atau mempertahankan kecerdasan (Lijon et al., 2017). Pada etnis Tigbauan Filipina masih
mempertahankan tentang penggunaan, persiapan dan aplikasi keragaman tanaman obat
dan pengetahuan tradisional.
Sementara itu di Indonesia, khususnya masyarakat Betawi dan Madura bunga telang
digunakan untuk membuat jernih mata bayi seperti yang telah dilaporkan oleh Destryana (2019)
penggunaan tumbuhan ini diremas hingga keluar air kemudian diteteskan pada mata. Sedangkan
masyarakat Kapuas, Kalimantan Barat sebagai obat, hias dan adat (Haryanti et al. 2015),
masyarakat di Gianyar, Bali untuk upacara adat, obat dan hias (Sutara 2016; Paramita et al. 2017;
Defiani & Kriswiyanti 2019), dan masyarakat di Sulawesi Tengah memanfaatkan bunga dan akar
Clitoria ternatea sebagai tanaman obat (Tabeo et al. 2019).
Tidak semua manfaat tersebut telah dibuktikan secara ilmiah, sehingga hanya dapat
dipandang sebagai kearifan masa lalu yang dapat dikembangkan sebagai gagasan penelitian
(Marpaung,2020).
KOMPONEN FITOKIMIA DAN BIOAKTIF BUNGA TELANG (Clitoria ternatea)
Suatu tumbuhan dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya selalu melakukan
metabolisme primer. Hasil metabolisme primer ini berupa metabolit primer seperti karbohidrat,
protein, lemak, vitamin dan mineral. Disamping adanya metabolisme primer, tumbuhan juga
melakukan metabolisme sekunder yang mana metabolit primer sebagai prekursornya.
Metabolisme sekunder dilakukan tumbuhan dalam mempertahankan hidupnya dari serangan
biotik dan abiotik disekitar tumbuhnya. Hasil metabolisme sekunder berupa metabolit sekunder
seperti senyawa – senyawa fenol, penil propanoid, saponin, terpenoid, alkaloid, tanin, steroid dan
flavonoid (Sumartini,2020). Keefektifan metabolit sekunder dalam sistem pertahanan tumbuhan
memberi implikasi bahwa metabolit sekunder mempunyai makna penting farmakologi yang
dapat dimanfaatkan untuk mengobati berbagai penyakit yang menyerang manusia (Mans, 2013).
Mukherjee dalam Meshram, et al., 2013 juga melaporkan bahwa flavonoid berperan penting
dalam aktivitas antidiabetes, yaitu menurunkan kadar glukosa darah secara signifikan.
Kandungan falvonoid tersebut dapat dikembangkan pada berbagai industri pangan. Sehingga
selain meningkatkan atribut mutu terhadap warna juga dapat memberikan efek terhadap
kesehatan (Makasana, et al 2017). Golongan flavonoid, fenolik, alkaloid dan terpenoid
merupakan golongan senyawa yang berpotensi menurunkan kadar glukosa darah. Mekanisme
hipoglikemik diduga disebabkan oleh flavonoid yang dapat menghambat reabsorbsi glukosa dari
ginjal dan dapat meningkatkan kelarutan glukosa darah sehingga mudah diekskresikan melalui
urin (Nublah, 2011). Finotin yang merupakan protein dari isolasi biji Clitoria ternatea
menunjukkan potensi antijamur, antibakteri dan insektisida (Li Jon et al,2017). Kinerja
farmakologis bunga telang merupakan kontribusi dari berbagai komponen aktif, baik yang
berasal dari metabolisme primer maupun sekunder, baik yang bersifat hidrofilik maupun
lipofilik.
Konstituen Kimia
Beberapa penelitian yang telah dilakukan sebelumnya menunjukkan bahwa skrining fitokimia
awal menunjukkan bahwa tumbuhan mengandung tanin, phlobatannin, karbohidrat, saponin,
triterpenoid, fenol, flavanoids, flavonol glikosida, protein, alkaloid, antharaquinone, antosianin,
glikosida jantung, Stigmast-4-ene-3, 6-dione, volatile minyak dan steroid (Mukhreeje, 2007; Jiji
et al,2020). Kandungan asam lemak biji Clitoria ternatea meliputi asam palmitat, stearat, oleat,
linoleat, dan linolenat. Biji mengandung asam sinamat, anthoxanthin glukosida, protein kecil
yang sangat basa bernama finotin, berupa lendir yang larut dalam air, delphinidin 3, 3 ', 5'-
triglukosida dan beta-sitosterol (Kelemu,2004;Al-Snafi,2016). Ekstrak air bunga Clitoria
ternatea (CTE) diteliti untuk menentukan total senyawa fenolik, flavonoid, dan antosianin
dengan uji Folin-Ciocalteu, metode kolorimetri AlCl 3, dan metode diferensial pH. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa kandungan total fenolat, flavonoid dan total antosianin dalam
CTE adalah 53 ± 0,34 mg ekuivalen asam galat / g ekstrak kering, 11,2 ± 0,33 mg ekuivalen
katekin / g ekstrak kering, dan 1,46 ± 0,04 mg sianidin-3-glukosida setara /g ekstrak kering,
masing-masing(Jayakar,2011;Al-Snafi-2016). Bunganya mengandung glikosida flavonol. 3-O-
(2 "-O-alpharhamnosyl- 6” -O-malonyl) -beta-glukosida, 3-O-(6"-O-alpha-rhamnosyl-6" -O-
malonyl) -betaglucoside dan 3-O-(2", 6" -di-O-alpharhamnosyl)-beta-glukosida kaemferol,
quercetin dan myricetin diisolasi dari kelopaknya. Delphinidin glikosida, 3-Ob-glukosida, 3-O-
(2"-Oa-rahmnosyl)-bglucoside, 3-O- (2"-Oa-rahmnosyl-6"-Omalonyl)-b-glukosida delphinidin,
dan delapan antosianin (ternatins C1, C2,C3,C4, C5 dan D3, serta preternatin A3 dan C4) juga
diisolasi dari bunganya(Kogawa,2006;Al-Snafi,2016)
Komponen bioaktif pada bunga telang yang diperkirakan memiliki manfaat fungsional
berasal dari berbagai kelompok senyawa fitokimia, yaitu fenol (flavonoid, asam fenolat, tanin,
dan antrakuinon), terpenoid (triterpenoid, saponin tokoferol, fitosterol), dan alkaloid (Marpaung,
2020). Bagian dari bunga telang yang biasanya digunakan sebagai obat adalah daun, biji, kulit
kayu, buah, kecambah, batang (Alok et al. 2015), bunga (Singh et al. 2017) dan akar (Adelina
2013; Tabeo et al. 2019). Biji bunga telang mengandung asam sinamat, finotin dan beta sitosterol
(Budiasih 2017). Mahkota bunga telang mengandung flavonoid, antosianin, flavanol glikosida,
kaempferol glikosida, quersetin glikosida dan mirisetin glikosida (Kazuma et al. 2003)
Flavonoid
Flavon merupakan molekul dengan berat rendah fitokimia polifenol, berasal dari
metabolisme sekunder tanaman. Flavona dapat diklasifikasikan ke dalam berbagai kelas, yaitu:
Flavonol (Quercetin, Kaempferol, Myricetin, Fisetin), Flavones (Luteolin, Apigenin), Flavanon
(Hesperetin, Naringenin), Glikosida flavonoid (Astragalin, Rutin), Flavonoligans (Sibilinin),
Flavans (Catechin, Epicatechin), Isoflavon (Genistein, Daidzein), Anthocyanidins (Cyanidin,
Delphidin), Aurones (Leptosidin, Aureusidin), Leucoanthocyanidis (Terasacidin), Neoflavonoids
(Coutareagenin, Dalbergin). Semua kelas flavon merupakan pemeran dalam berbagai kegiatan
biologis (Singh, 2014 ). Satu gram ekstrak kering bunga telang mengandung flavonoid rata-rata
11.2 mg ekuivalen katekin (Chayaratanasin et al., 2015). Flavonoid 25,8 mg setara kuersetin per
gram ekstrak (Singh et al, 2018). Komponen flavonoid pada bunga telang adalah flavonol,
antosianidin, flavanol, dan flavon

Gambar Flavonoid
Antosianin
Antosianin adalah kelompok pigmen yang berwarna biru/ungu. Antosianin merupakan
metabolit sekunder yang larut dalam air, memiliki banyak manfaat dan dapat ditemukan pada
berbagai jenis tanaman. Antosianin dapat dijumpai pada bunga, buah-buahan dan sayur. Molekul
antosianin tersusun dari sebuah aglikon (antosianidin) yang teresterifikasi dengan satu atau lebih
glikon (gula) (Effendi, 1991). Antosianin ditemukan di vakuola sel tanaman. Senyawa ini
bersifat sangat reaktif, mudah teroksidasi maupun tereduksi, serta ikatan glikosidanya mudah
terhidrolisis (Hutching, 1999). Aktivitas antioksidan antosianin yang satu berbeda dengan
antosianin yang lain tergantung kepada bergantung kepada jumlah dan susunan gugus hidroksil
dan gula terkonjugasi.
Antosianin bunga telang merupakan antosianin terpoliasilasi (memiliki lebih dari dua
gugus asil) Isolasi antosianin bunga telang dilakukan oleh Kondo et al. pada tahun 1985 yang
kemudian dilanjutkan oleh beberapa peneliti Jepang hingga tahun 2003. Oleh karena struktur
molekulnya yang khas, antosianin pada bunga telang diberi nama khusus, yaitu ternatin
Gambar Antosianin

Asam Fenolat
Beberapa peneliti menunjukkan hasil penelitian yang tidak selalu sejalan dengan jenis
asam fenolat apa saja yang terdapat pada bunga telang, hal ini disebabkan oleh perbedaan pelarut
untuk ekstraksi dan prosedur isolasi. Secara keseluruhan, asam hidroksisinamat yang dijumpai
pada bunga telang adalah asam klorogenat, asam galat, asam p-kumarat, asam kafeat, asam
ferulat, sedangkan asam hidroksibenzoat pada bunga telang adalah asam protokatekuat, asam p-
hidroksibenzoat, asam siringat dan asam vanilat (Kaisoon et al., 2011; Siti Azima et al., 2017;
Pengkumsri et al., 2019). Menurut Siti Azima et al. (2017) urutan asam fenolat yang terdapat
paling banyak adalah asam protokatekuat (72 mg/100 g), asam galat (67 mg/100 g) dan asam
klorogenat (54 mg/100 g). Asam protokatekuat dan asam klorogenat merupakan produk akhir
dari degradasi antosianin. Oleh karena itu, ketika antosianin terdegradasi menjadi kedua asam
fenolat sehingga kehilangan warna secara permanen, aktivitas antioksidannya tetap bertahan
(Marpaung,2020)
Terpenoid
Hingga saat ini kelompok senyawa terpenoid yang berhasil ditemukan pada bunga telang
adalah triterpenoid (yang kemudian diidentifikasi sebagai tarakserol), fitosterol, dan tokoferol
(Shyam Kumar & Ishwar Bhat, 2011; Shyam Kumar & Ishwar Bhat, 2012; Suganya et al., 2014;
Shen et al., 2016; Singh et al., 2018; Zakaria et al., 2018).

Gambar Terpenoid
Dalam Marpaung(2020) melaporkan bahwa satu senyawa alkaloid berhasil diisolasi dari
ekstrak kloroform bunga telang dan diidentifikasi sebagai 3-deoxy-3,11-epoxy cephalotaxine
(Manivannan, 2019). Senyawa alkaloid ini menunjukkan aktivitas antibakteri Escherichia coli
dan Staphylococcus aureus serta antikapang Aspergillus flavus dan Candida albicans. Selain itu,
senyawa ini memiliki aktivitas antiinflamasi pada tikus percobaan yang diinduksi dengan
karagenan dengan efektivitas yang sebanding dengan efektivitas Diclofenac sodium
(Manivannan, 2019).
Peptida: Siklotida
Siklotida pada bunga telang pertama kali ditemukan oleh Poth et al. (2011) yang berhasil
mengidentifikasi dua belas jenis siklotida pada biji bunga telang. Tidak lama kemudian, pada
tahun yang sama, berhasil ditemukan lima belas jenis siklotida dengan tiga di antaranya jenis
yang baru pada seluruh bagian bunga telang: daun, batang, akar, biji dan bunga (Nguyen et al.,
2011). Penelitian selanjutnya menunjukkan bahwa bunga telang adalah satu-satunya spesies
keluarga Fabaceae yang mengandung siklotida. Saat ini telah berhasil diidentifikasi 41 jenis
siklotida pada telang, sehingga menjadikannya sebagai salah satu tanaman yang memiliki
kandungan siklotida paling kaya (Nguyen et al., 2016).
KAJIAN FARMAKOLOGI DAN NUTRASEUTIKA BUNGA TELANG (Clitoria ternatea)
Akar Clitoria ternatea Linn memiliki aktivitas antidiabetik yang signifikan, aktivitas anti
oksidan, aktivitas anti inflamasi dan aktivitas neuroprotektif telah dibuktikan dengan ekstrak
Clitoria ternatea Linn dalam penelitian in-vitro. Tumbuhan ini telah digunakan untuk
pengobatan penyakit di seluruh dunia sebelum munculnya obat-obatan klinis modern dan
diketahui mengandung zat yang dapat digunakan untuk tujuan terapeutik atau sebagai prekursor
untuk sintesis obat yang bermanfaat (Yadev et al,2015). Akarnya bersifat toksik, laksatif
(pencahar), diuretik, perangsang muntah, dan pembersih darah. Daunnya bersifat melancarkan
peredaran darah, mencegah keguguran dan mengatur menstruasi (Hariana, 2006)
Aktivitas antioksidan
Antioksidan menghambat reaksi oksidasi akibat radikal bebas (Gutteridge & Halliwell
2000, Pujiastuti & Saputri 2019). Saat ini kebutuhan antioksidan alami diminati karena
antioksidan sintetik memiliki efek samping misalnya alergi, asma, peradangan, sakit kepala,
penurunan kesadaran, gangguan pada mata dan perut (Sharrmila et al. 2016). Senyawa
antioksidan memiliki potensi sebagai antidiabetes yang mampu mencegah terjadinya oksidasi
glukosa dalam darah (Rosiyana, 2012). Keterkaitan antara penurunan kadar glukosa darah
dengan aktivitas antioksidan disebabkan karena aktivitas antioksidan pada senyawa flavonoid
mampu menangkap radikal bebas sehingga mampu memberikan perlindungan pada sel β
pankreas. Proteksi ini berperan penting untuk mencegah kerusakan dan tetap mempertahankan
produksi insulin dalam tubuh (Akhlaghi, 2009; Panjuantiningrum, 2010). Antioksidan dapat
diperoleh dalam bentuk sintesis dan alami Antioksidan sintesis seperti buthylatedhydroxytoluene
(BHT), buthylated hidroksianisol (BHA), dan ters-butylhydroquinone (TBHQ) secara efektif
dapat menghambat oksidasi. Antioksidan sintesis bersifat karsinogenik dalam jangka tertentu
dapat menyebabkan racun dalam tubuh, sehingga dibutuhkan antioksidan alami yang lebih aman.
Antioksidan alami dapat ditemukan pada sayur-sayuran yang mengandung fitokimia, seperti
flavonoid, isoflavin, flavon, antosianin, dan vitamin C (Sumartini et al,2020).
Terdapat tiga cara untuk menakar kemampuan suatu sumber sebagai antioksidan. Cara
pertama, adalah mengukur seberapa banyak (dalam %) senyawa radikal yang dinetralkan oleh
sumber antioksidan pada konsentrasi tertentu. Cara kedua, cara yang lebih umum dan
komparatif, adalah menentukan konsentrasi sumber antioksidan untuk menetralkan 50% senyawa
radikal, atau yang biasa dikenal dengan IC50. Cara ketiga adalah dengan menentukan
konsentrasi efisien untuk mencapai 50% dari respons maksimum dari suatu sumber atau EC50.
Dengan mengetahui IC50 atau EC50 kinerja suatu sumber antioksidan dapat dibandingkan
dengan kinerja sumber antioksidan lain atau dengan kinerja antioksidan standar, biasanya adalah
vitamin C (asam askorbat). Semakin kecil IC50 atau EC50 semakin efektif kerja suatu sumber
sebagai antioksidan (Marpaung,2020). Berdasarkan penelitian Cahyaningsih(2019) bunga telang
(Clitoria ternatea L.) yang tumbuh di Denpasar Barat memiliki aktivitas antioksidan kategori
kuat dengan nilai IC50 sebesar 87,86 ppm, sedangkan penelitian Sumartini (2020) menunjukkan
ekstrak kering bunga telang pada pH 6 dan aktivitas antioksidan dengan 344.37 ppm.
Ekstrak metanol kelopak bunga Clitoria ternatea menunjukkan aktivitas radikal bebas
paling aktif, diikuti oleh ekstrak kloroform dan petroleum eter (Mukhopadhyay,2012). Ekstrak
Clitora ternatea memiliki sifat antioksidan dan dapat berfungsi sebagai penangkal radikal bebas.
Hal ini menunjukkan bahwa ekstrak Clitoria ternatea yang diteliti dapat melindungi hemolisis,
lipid membran, dan oksidasi protein eritrosit karena aktivitasnya dalam membersihkan radikal
bebas. Banyak studi epidemiologi menunjukkan bahwa phyochemical telah terbukti memiliki
aktivitas antioksidan yang signifikan dalam berbagai model in vitro (Malireddy et al,2012).
Pemberian ekstrak Clitoria ternatea secara oral pada tikus diabetes yang diinduksi streptozotocin
telah terbukti efektif dalam mengurangi penipisan di jaringan otak (Talpate et al, 2013).
Sedangkan Kamkaen dan Wilkinson mengevaluasi aktivitas antioksidan dari ekstrak bunga
Clitoria ternatea (Kamkaem,2009). Mereka menemukan bahwa ekstrak air terbukti memiliki
aktivitas antioksidan yang lebih kuat (yang diukur dengan uji DPPH) daripada ekstrak etanol.
Studi in vitro, ekstrak metanol daun Clitoria ternatea juga menunjukkan aktivitas antioksidan
(Nithianantham et al,2011). Dalam berbagai uji in vitro, ekstrak aseton dan metanol Clitoria
ternatea juga menunjukkan aktivitas antioksidan (Jain RA, 2011). Ekstrak air bunga telang
memiliki aktivitas antioksidasi yang lebih baik dibandingkan dengan ekstrak pelarut organik
(Kamkaen & Wilkinson, 2009; Rabeta & An Nabil, 2013). Sementara itu, ekstrak metanol
menghambat oksidasi dengan lebih baik dibandingkan dengan ekstrak etil asetat dan ekstrak
kloroform (Rajamanickam et al., 2015). Hasil-hasil ini mengindikasikan bahwa fraksi hidrofilik
(polar) bunga telang lebih berperan sebagai antioksidan daripada fraksi lipofilik atau
nonpolarnya (Marpaung, 2020).
Antidiabetes
Pengujian aktivitas antidiabetik pada bunga Clitoria ternatea dilakukan kepada tikus
diabetes dan terbukti bahwa secara signifikan dapat menurunkan kadar glukosa serum dan
meningkatkan berat badan tikus tersebut (Rajamanickam et al. 2105). Selain itu ekstrak daun
bunga telang (Clitoria ternatea) dapat menjadi solusi pengobatan herbal bagi penderita diabetes.
Ekstrak daun ini dapat menurunkan kadar gula darah dan meningkatkan kadar insulin pada tubuh
manusia. Aktivitas antidiabetes suatu komponen aktif dapat pula melalui penghambatan
pembentukan produk akhir glikasi lanjut (advanced glycation end products - AGEs). Ekstrak
bunga telang pada konsentrasi 0,25-1,00 mg/ml dilaporkan secara signifikan menghambat
pembentukan AGE, serta mengurangi kadar fruktosamin dan oksidasi protein dengan
mengurangi kandungan karbonil protein dan mencegah penipisan tiol bebas. (Chayaratanasin et
al., 2015).
Antihiperlidemia
Aktivitas anti adipogenesis ekstrak bunga telang baru-baru ini dilaporkan oleh
Chayaratanasin, et al (2019). Potensi suatu bahan aktif sebagai antiobesitas seringkali dipelajari
melalui kemampuannya menghambat adipogenesis (pembentukan jaringan lemak) pada
preadiposit 3T3-L1 (lini sel yang diisolasi dari jaringan embrio tikus Swiss albino). Sementara
itu, dalam rangkaian kajian terhadap aktivitas ekstrak bunga telang melawan diabetes pada tikus
percobaan, peran bunga telang untuk menurunkan trigliserida dan total kolesterol darah dan
meningkatkan kadar kolesterol-HDL telah pula dibuktikan (Daisy et al., 2009; Suganya et al.,
2014; Rajamanickam et al., 2015).
Antiobesitas, Antihiperlipidemik dan Regulasi Kolesterol
Obesitas terkait dengan pembentukan jaringan lemak. Oleh karena itu potensi suatu
bahan aktif sebagai antiobesitas seringkali dipelajari melalui kemampuannya menghambat
adipogenesis (pembentukan jaringan lemak) pada preadiposit 3T3-L1 (lini sel yang diisolasi dari
jaringan embrio tikus Swiss albino). Aktivitas anti adipogenesis ekstrak bunga telang baru-baru
ini dilaporkan oleh Chayaratanasin, et al (2019). Selain itu mampu menurunkan trigliserida dan
total kolesterol darah dan meningkatkan kadar kolesterol-HDL telah pula dibuktikan (Daisy et
al., 2009; Suganya et al., 2014; Rajamanickam et al., 2015
Antimikroba
Aktivitas antimicroba dari ektak metanol dari akar, daun, batang bunga dan biji C.
ternatea telah dilakukan terhadap 12 spesies bakteri, 2 spesies ragi dan 3 spesies jamur dengan
metode difusi agar. Daun dan akar ditemukan memiliki efektifitas yang paling tinggi terhadap
semua obyek uji (p < 0.05). Konsentrasi inhibisi maksimum (MIC, (minimum inhibitory
concentration), MBC (minimum bactericidal concentration) and MFC (minimum fungicidal
activity) dari ektrak C. ternatea extracts berada dalam rentang 0.3 mg/ml hingga 100.00 mg/ml.
Ekstrak C. ternatea juga sudah diskrining untuk tannin, phlobatanin, flavonoid, antraquinon,
alkaloid, saponin, minyak volatil, steroid and terpenoids (Kamila,2009 dalam Al Snafi, 2016).
Efektivitas antimikroorganisme bunga telang dipengaruhi oleh jenis pelarut yang digunakan
dalam ekstraksi. Uma et al. (2009) menyebutkan bahwa ekstrak petroleum eter dan heksana tidak
menunjukkan aktivitas antimikroorganisme, sedangkan aktivitas penghambatan mikroorganisme
ekstrak methanol lebih tinggi dibandingkan dengan ekstrak kloroform dan air. Sementara itu
Mahmad et al. (2018) melaporkan bahwa ekstrak etanol mampu menghambat pertumbuhan
beberapa jenis bakteri dan fungi, tetapi ekstrak air tidak menunjukkan efek antimikroorganisme.
Secara umum, methanol dan etanol adalah pelarut terbaik untuk ekstraksi komponen bioaktif
bunga telang sebagai antimikroorganisme.
Antikanker
Terdapat empat mekanisme dari suatu komponen zat aktif untuk melawan kanker:
aktivitas antiproliferasi (mencegah atau memperlambat penyebaran sel kanker, penghambatan
angiogenesis (pembentukan pembuluh darah baru), induksi apoptosis (sel kanker melakukan
bunuh diri), pencegahan metastasis (Marpaung, 2020).
Bunga telang juga berpotensi sebagai antikanker karena memiliki flavonoid dengan
kandungan kaempferol yang memiliki potensi tersebut. Dalam pengujian pada sel normal
sebanyak 1.000 mg/ml ekstrak bunga telang diuji coba ke sel T47D. Hasilnya, sel kanker bisa
mati hingga 63,8% karena kandungan flavonoid seperti kaemferol, delphinin dan quercetin. Uji
aktivitas terhadap Dalton limhoma juga menunjukkan hasil yang positif (Jacob and Latha, 2012).
Aktivitas anti-proliferatif ekstrak lipofilik dan hidrofilik bunga telang terhadap lini sel
kanker laring (Hep-2: human epithelial type 2) dilaporkan oleh (Shen et al., 2016) dengan
ekstrak hidrofilik menunjukkan efektifitas yang lebih baik dibandingkan dengan ekstrak lipofilik.
Penelitian ini membawa kepada satu perkiraan bahwa fraksi hidrofilik pada bunga telang
berperan lebih efektif sebagai antikanker dibandingkan dengan fraksi lipofiliknya.
Angiogenesis adalah pembentukan pembuluh darah baru yang dilakukan oleh sel kanker
untuk memperlancar pasokan makanan bagi pertumbuhan sel kanker. Angiogenesis juga
memainkan peran penting dalam transisi tumor dari keadaan tak aktif ke stadium ganas. Vascular
endothelial growth factor (VEGF) adalah protein yang memegang peran kunci di dalam
angiogenesis. Ekstrak metanol bunga telang dilaporkan memiliki aktivitas menekan angiogenesis
pada lini sel EAC (Ehrlich ascites carcinoma) dengan cara meregulasi sekresi VEGF. Ekstrak
metanol bunga telang juga terlihat menekan aktivitas HIF-1α (Hypoxia Inducible Factor-1α)
yang diperkirakan dapat menjadi satu pendekatan baru dalam penghambatan pertumbuhan sel
kanker (Balaji et al., 2016).
Antiinflamasi dan Analgesik
Inflamasi atau peradangan adalah upaya perlindungan tubuh yang bertujuan untuk
menghilangkan rangsangan berbahaya, termasuk sel-sel yang rusak, iritasi, atau patogen dan
memulai proses penyembuhan. Antiinflamasi adalah karakteristik yang dimiliki oleh suatu zat
atau komponen untuk mengurangi peradangan atau peradangan. Bahan antiinflamasi memiliki
kemampuan analgesik yang memengaruhi sistem saraf untuk menghambat sinyal nyeri ke otak.
Anti asma
Salah satu khasiat bunga telang yang dipercaya di dalam pengobatan tradisional India
adalah untuk menyembuhkan asma dan meredakan batuk. Asma merupakan gangguan inflamasi
kronik pada saluran pernapasan yang dapat menyebabkan penderitanya mengalami batuk dan
sesak napas. Serangkaian studi telah dilakukan untuk mengonfirmasi kinerja bunga telang
sebagai antiasma dan pereda batuk (Singh et al., 2018).
POTENSI BUNGA TELANG SEBAGAI DALAM PENGEMBANGAN INOVASI
NUTRASEUTIKA
Suplemen makanan alami dan bentuk lain dari nutraceuticals sebagai bagian dari
peningkatan yang luar biasa untuk mendapatkan manfaat fisiologis atau untuk memberikan
perlindungan terhadap penyakit. Pangan fungsional dan produk nutraceutical merupakan peluang
pertumbuhan nilai tambah baik di dalam negeri maupun internasional. Pengembangan produk
yang berkarakteristik lebih baik dan terbukti dengan penelitian akan membantu meningkatkan
kepercayaan konsumen pada produk makanan nutraceutical dan fungsional di dunia
(Prabu,2012). Yang menjadi pertanyaan “Apakah makanan fungsional dan nutraseutika sama?’
Konsep nutraseutika digambarkan sebagai produk yang diekstrak, dimurnikan atau diproduksi
dari tumbuhan, hewan atau sumber laut (misalnya antioksidan dari blueberry, beludru rusa,
minyak ikan), atau diproduksi dari bahan tanaman yang dikeringkan, menjadi bubuk, atau
diperas dan terbukti memiliki manfaat fisiologis, atau memberi perlindungan terhadap penyakit
kronis (Prabu,2012).
Menurut Marpaung (2020) menyatakan bahwa masih diperlukan perjalanan riset yang
relatif panjang untuk sampai pada aplikasi komersial bunga telang sebagai pangan fungsional
atau nutrasetikal. Dalam hal ini penelitian masih sampai pada uji invivo (hewan coba) dalam
menguji aktivitas antidiabetes. Namun aplikasi ini mampu digunakan sebagai inovasi
nutraseutika dalam mengontrol kadar gula darah bukan sebagai obat diabetes. Bila digunakan
sebagai bahan obat diabetes masih memerlukan uji klinis (clinical trials) dan memakan biaya
yang besar.
Pengembangan produk pangan fungsional dan nutrasetikal dari bunga telang ini sangat
ditentukan oleh pasar dan memerlukan strategi pemasaran yang baik. Pada penelitian
sebelumnya menyebutkan pemanfaatan teknologi informasi dalam sociopreneurship pada era
digital saat ini berfokus pada penggunaan internet dan jejaring sosial (Surniandari et al, 2018).
Perhatian khusus harus diberikan untuk jenis produk dan bentuk yang paling cocok dari produk
tersebut dalam hal kompatibilitas, stabilitas, penerimaan konsumen, dan preferensi daerah.).
Untuk berhasil di pasar, produk juga memerlukan pembuktian ilmiah berbasis bukti klinis

Gambar Produk teh Bunga Telang kemasan(kering)& botol (minuman).


Pengontrol Gula darah
Penelitian Chusak et al. (2018) menunjukkan bahwa bunga telang dapat diolah menjadi
minuman pengatur gula darah melalui proses yang relatif sederhana, yakni dengan maserasi atau
perendaman dalam air sehingga mencapai kepekatan yang setara dengan 2,16 mg delfinidin 3-
glukosida per sajian. Konsentrasi ini dapat diperoleh dengan merendam 10 hingga 15 helai bunga
telang di dalam 250 ml air panas selama 15 hingga 30 menit.
Keistimewaan dari bunga telang adalah warna biru yang dapat diekstraksi dan digunakan
sebagai pewarna alami untuk makanan dan minuman. Warna biru tersebut adalah antosianin,
yang bisa stabil pada suasana asam. Untuk menikmati minuman fungsional bunga telang, dapat
diseduh dari bunga telang segar atau kering dengan penambahan air panas. Bunga yang
dikeringkan menjadi teh bunga telang, yang disimpan di dalam toples dan dapat digunakan setiap
saat. Bunga telang juga bisa langsung dimakan, menjadi bagian dari salad.
Keunggulan lain adalah bunga telang sangat sedikit memberikan rasa dan aroma yang
mungkin dapat menurunkan nilai sensoris. Rasa dan aroma tersebut relatif mudah ditutupi
dengan menambahkan perasan jeruk nipis, lemon, nanas, serai, dan lain-lain. Penambahan bahan
lain yang bersifat asam dapat menurunkan pH dan mengubah warna biru bunga telang menjadi
ungu.
Kombinasi Dengan Sumber Antosianin Lain
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa aplikasi bunga telang dalam bentuk campuran
dengan rosela, mulberi dan delima dapat meningkatkan aktivitas fungsionalnya (Adisakwattana
et al., 2012; Borikar et al., 2018). Hasil penelitian ini membuka peluang penelitian untuk
mempelajari efek kombinasi ekstrak bunga telang dengan ekstrak sumber antosianin lain. Bunga
telang menampilkan warna yang pekat pada pH produk pangan, sedangkan kebanyakan sumber
antosianin lain hampir tak berwarna. Sifat yang bertolak belakang ini dapat dimanfaatkan untuk
menghasilkan produk berkadar antosianin lebih tinggi, dengan warna yang tak terlalu pekat
sehingga atraktif secara inderawi (Marpaung,2020).
Senyawa Aktif Bunga Telang Pada Nutraseutika
Dalam penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti dari Jerman menunjukkan bahwa ternatin
adalah antosianin yang unik dan hingga sejauh ini diketahui hanya terdapat pada kelopak bunga
telang. Keunikan pertama adalah adanya gugus malonil-glukosida pada posisi C3 yang terletak
pada cincin C pada kerangka antosianidin. Keunikan kedua, ternatin sekurang-
kurangnyamemiliki satu gugus asil pada posisi C3’ dan C5’ yang terletak pada cincin B.
Konfigurasi ini membuat ternatin pada pH 4 – 6 berada dalam formasi 3 spesies yang berwarna:
kation flaviliumyang berwarna merah, basa kuinonoidal yang berwarna ungu, dan basa
kuinonoidal anionik yang berwarna biru (Marpaung et al., 2018; Marpaung et al., 2019).
Sementara, kebanyakan antosianin lain pada pH tersebut berada dalam bentuk hemiketal yang
tak berwarna. Perbedaan formasi ini mungkin berpengaruh kepada efek fungsionalnya. Yang
ketiga degradasi ternatin selama penyimpanan dapat terjadi melalui proses deasilasi yang
menghasilkan residu kumaroil-glukosida yang juga mungkin memiliki aktivitas fungsional
tertentu (Marpaung,2020). Sedangkan di dalam siklotida terdapat komponen antikanker yang
stabil terhadap panas, bahan kimia, dan enzim. Bunga telang diketahui sebagai salah satu sumber
siklotida yang paling kaya (Nguyen et al., 2016). Kajian terhadap siklotida telang telah
menunjukkan aktivitas positifnya untuk melawan sel kanker paru-paru (Sen et al., 2013) serta
berperan dalam mengatur sistem imun tubuh (Nguyen et al., 2016).
KESIMPULAN
Senyawa bioaktif yang terkandung pada bung telang (Clitoria terantea) berpotensi untuk
dikembangkan sebagai pangan fungsional. Dengan sumber yang melimpah, sehingga dapat
menjamin ketersediaan dari bioaktif yang dibutuhkan. Selain itu bioaktifnya terbentuk secara
alami dan ekstraksinya tidak membutuhkan biaya besar. Dan yang terakhir yang tidak kalah
pentingnya adalah sifat biologi yang dimiliki oleh bioaktif ini yang dapat menghambat berbagai
jenis patogen dan penyakit. Maka dari itu, inovasi teknologi melalui diversifikasi pangan
fungsional dan nutrasetikal berbahan dasar tumbuhan perlu terus di galakkan, guna tercapainya
keberhasilan dalam pemanfaatan senyawa bioaktif sebagai bahan baku pangan fungsional dan
nutrasetika.

DAFTAR PUSTAKA
Al-Snafi, Ali Esmail. A.S. (2016). Medicinal plants with antimicrobial activities (part 2): Plant based
review. Scholars Academic Journal of Pharmacy,5(6), 208-239
Bishoyi A K, Pillai V V, Geetha K A and Maiti S. 2014. Assessment of genetic diversity in Clitoria
ternatea populations from different parts of India by RAPD and ISSR markers. Genetic Resources
and Crop Evolution 61(8): 1 597–1 609
Budiasih, K. S. (2017). Prosiding Seminar Nasional Kimia UNY 2017 Sinergi Penelitian dan
Pembelajaran untuk Mendukung Pengembangan Literasi Kimia pada Era Global Ruang Seminar
FMIPA UNY, 14 Oktober 2017. Jurnal Prosiding, (4), 201–206. Retrieved from http://seminar.-
uny.ac.id/semnaskimia/sites/seminar.uny.ac.id.semnaskimia/files/2017/C-7_Kun_Sri_Budiasih.pdf
Chayaratanasin, P. et al., 2019. Clitoria ternatea Flower Petal Extract Inhibits Adipogenesis and Lipid
Accumulation in 3T3-L1 Preadipocytes by Downregulating Adipogenic Gene Expression. Molecules,
24(10), pp. 1894
Dinasari. D dan Fifteen. A.F. (2015). Uji Aktivitas Antidiabetes Ekstrak Air Kelopak Bunga Rosella
(Hibiscus sabdariffa L) Pada Tikus dengan Metode Induksi Aloksan. Jurnal Farmasi Sains dan
Terapan. Volume 2. Nomor 1. Januari 2015
Ferdinand.M, Lestari.K. 2019. REVIEW : TUMBUHAN TRADISIONAL YANG BERFUNGSI
SEBAGAI NUTRASEUTIKAL ANTIDIABETES. Farmaka Volume 17 Nomor 2
Grand View Research. 2017. Nutraceuticals Market Size Worth $578.23 Billion by 2025. Tersedia di
laman https://www. grandviewresearch.com/press-release/global-nutraceuticalsmarket
Haryanti et al.2015. ETNOBOTANI TUMBUHAN BERGUNA OLEH MASYARAKAT SEKITAR
KAWASAN KPH MODEL KAPUAS HULU (Studi Kasus Desa Tamao Kecamatan Embaloh Hulu
Kalimantan Barat). JURNAL HUTAN LESTARI (2015) Vol. 3 (3) : 434 – 445
Honkanen, P. 2009. Consumer acceptance of (marine) functional food. Marine Functional Food, 1(1):
141–154
Jacob L and Latha MS., 2012, Anticancer activity of Clitoria ternatea Linn, agains Dalton limphoma, Int.
J. Pharm. Phytochem. Res., 4(4)207-212
Jain RA, Shukla SH, Saluja AK.2010.In vitro evaluation of Clitoria ternatea stems extract for antioxidant
property. IJPSR 1: 88-94.
Jayakar B and Suresh B.2011. Hepatoprotective potential of Clitoria ternatea leaf extract against
paracetamol induced damage in mice. Molecules; 16: 10134-10145.
Kamkaem N, Wilkinson JM. 2009.The antioxidant activity of Clitoria ternatea flower petal and eye gel.
Phytother Res 23: 1624-1625.
Kelemu S, Cardona C and Segura G. 2004. Antimicrobial and insecticidal protein isolated from seeds of
Clitoria ternatea, a tropical forage legume. Plant Biochemistry and Physiology; 42: 867-873
Kim JS, Ju JB, Choi CW, dan Kim SC. 2006. Hypoglycemic and Antihyperlipidemic Effect of Korean
Medicinal Plants in Alloxan Induced Diabetic Rats. Am J of Biochemistry and Biotecnology, 2(4)
Kogawa K, Kazuma K, Kato N, Noda N and Suzuki M. 2006.Biosynthesis of malonylated flavonoid
glycosides on the basis of malonyltransferase activity in the petals of Clitoria ternatea. Journal of
Plant Physiology; 2(6): 374-379.
Makasana, J., & Dholakiya, B. Z. (2017). Extractive determination of bioactive flavonoids from butterfly
pea ( Clitoria ternatea Linn .). Research on Chemical Intermediates, 43(2), 783–799.
https://doi.org/10.1007/s11164-016-2664-y
Marpaung, A. M., Andarwulan, N., Hariyadi, P. & Faridah, D. N., 2018. The Wide Variation of Color
Stability of Butterfly Pea (Clitoria ternatea L.) Flower Extract at pH 6-8. Jakarta, Southeast Asian
Food & Agricultural Science & Technology, pp. 283-291.
Marpaung, A. M., Andarwulan, N., Hariyadi, P. & Faridah, D. N., 2019. The Difference in Colour
Shifting of Clitoria ternatea L. Flower Extract at pH 1, 4, and 7 during storage. Current Nutrition and
Food Science, 15(7), pp. 694-699.
Malyreddy et al. 2012. Phytochemical antioxidants modulate mammalian cellular epigenome:
implications in health and disease.Antioxidants and Redox Signaling 17, 327-339
Mans, Dennis R. A. 2013. From Forest to Pharmacy: Plant Based Traditional Medicines as Sources for
Novel Therapeutic Compounds. Academia Journal of Medicinal Plants 1(6):101-110.
Manivannan, R., 2019. Isolation and Characterizations of new alkaloid 3-deoxy- 3, 11-epoxy
cephalotaxine from Clitoria ternatea. Journal of Drug Delivery and Therapeutics, 9(4-A), pp. 458-
462.
Meshram, S. S., P. R. Itankar, A. T. Patil. 2013. To Study Antidiabetic Activity of Stem Bark of Bauhinia
purpurea Linn. Journal of Pharmacognosy and Phytochemistry. Vol.2(1):171-175
McClements, D., F, L. & H, X., 2015. The Nutraceutical Bioavailability Classification Scheme:
Classifying Nutraceuticals According to Factors Limiting their Oral Bioavailability
Mukherjee PK., Kumar V., Kumar NS., Heinrich M., The Ayurvedic medicine Clitoria etrnatea- from
traditioanl use tp scientific assessment, J. Ethnopharm. 120 (3): 291-301.
Mukhopadhyay et al.2012. In vitro free radical scavenging activity of Clitoria ternatea leaf extracts.
Journal of Advanced Pharmaceutical Research 2, 206-209
Nithianantham K, Shyamala M, Chen Y, Latha LY, Jothy SL, et al. 2011. Hepatoprotective potential of
Clitoria ternatea leaf extract against paracetamol induced damage in mice. Molecules 16: 10134-
10145.
Nguyen, K. N. T. et al., 2016. Immunostimulating and Gram-negative-specific antibacterial cyclotides
from the butterfly pea (Clitoria ternatea). The FEBS Journal, 283, pp. 2067–2090.
Nublah. 2011. Identifikasi Golongan Senyawa Penurun Kadar Glukosa Darah Tikus Putih Hiperglikemia
pada Daun Sukun. Tesis. Universitas Gajah Mada
Panjuantiningrum, F. 2010. Pengaruh pemberian buah naga merah (H.Polyrhizus) terhadap kadar glukosa
darah tikus putih yang diinduksi aloksan. Skripsi. Universitas Sebelas Maret, Surakarta
Pitra et al,.2017. STUDI PENGETAHUAN LOKAL MASYARAKAT MOYA TENTANG
PEMANFAATAN TUMBUHAN SEBAGAI OBAT TRADISIONAL. J. Saintifik@ MIPA. Vol 1 (1)
Prabu SL, Prakash TNKS. Kumar CD. Kumar SS. Ragavendran T. 2012. Nutraceuticals: A review. Elixir
Pharmacy 46: 8372-8377.
Prihadyanti,D.,K.Sari.2020. Proses Inovasi Produk Pangan Fungsional: Studi Kasus Perusahaan-
Perusahaan Lokal di Indonesia. Jurnal Manajemen Teknologi, 19(2), 2020,196-220 Available online
at http://journal.sbm.itb.ac.id
Putra.2020. SUBSTANSI NUTRASEUTIKAL SUMBER & MANFAAT KESEHATAN. Ed.1.Sleman,
Yogyakarta
Rosiyana AN. 2012. Skripsi Aktivitas Antioksidan dan Penghambatan .-Glukosidase Ekstrak dan
Nanopartikel Ekstrak Kulit Kayu Mahoni (Swietenia macrophylla King). Institut Pertanian Bogor.
Sen, Z. et al., 2013. Chemosensitizing activities of cyclotides from Clitoria ternatea in paclitaxel-resistant
lung cancer cells.. Oncology Letters, 5, pp. 641-644.
Sumartini et al.2020. ANALISIS BUNGA TELANG ( Clitoria ternatea ) DENGAN VARIASI Ph
METODE LIQUID CHROMATOGRAPH-TANDEM MASS SPECTROMETRY (LC-MS/MS).
Pasundan Food Technology Journal, Volume 7, No.2
Siahaan, E.A., R. Pengestuti. 2017. Pangan fungsional dan nutrasetikal dari laut: Prospek dan
tantangannya. Depik, 6(3): 273-281.
Singh, N. K. et al., 2018. Anti-allergy and antitussive activity of Clitoria ternatea L. in experimental
animals. Journal of Ethnopharmacology, 224, pp. 15-26.
Siró, I., E. Kápolna, B. Kápolna, A. Lugasi. 2008. Functional food. Product development, marketing and
consumer acceptance-a review. Appetite, 51: 456-467.
SurniandariA, et al. 2018. Social Media sebagai Pendukung Inovasi Sociopreneur di Era Disruptif.
Seminar Nasional dan Tren (Prosiding SNIT).
Tabeo et al,.2019. ETNOBOTANI SUKU TOGIAN DI PULAU MALENGE KECAMATAN
TALATAKO, KABUPATEN TOJO UNA-UNA, SULAWESI TENGAH. Biocelebes. Volume 13
Nomor 1
Talpate et al. 2013. Antihyperglycemic and antioxidant activity of Clitoria ternatea Linn.on
Streptozotocin-induced diabetic rats. Ayu 34, 433-439
Triyanto, 2016. Manfaat dan Khasiat Bunga Telang untuk Kesehatan Mata. Diakses dari
https://kabartani.com/manfaatdankhasiat-bunga-telang-untukkesehatan-mata.html
Wild S, Roglic G, Green A, Sicree R, and King H. Global Prevalence of Diabetes Estimates for the year
2000 and projections for 2030. Diabetes Care. 2004; 27(5)
Yadav, M. K., Singh, S. K., & Tripathi, J. S. 2015. Ethnopharmacological activity of Clitoria ternatea
with special reference to Neuroprotective and Antidiabetic effect. Asian Journal of Complementary
and Alternative Medicine (03)11, pp 14-18

Anda mungkin juga menyukai