Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH MANFAAT TANAMAN CIPLUKAN (Physalis angulata L.

)
SEBAGAI OBAT FITOFARMAKA DIABETES MELLITUS

Disusun oleh:

1. Dwi Hartanto (08180100237)


2. Hadi Mardiansyah
3. Badru Salam
4. Henda
5. Eat Sambera

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN INDONESIA MAJU JAKARTA
TAHUN 2020
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penelitian mengenai tanaman obat tradisional terus berkembang,
bahkan akhir-akhir ini jumlahnya meningkat. Meskipun demikian dalam
kenyataannya hingga saat ini baru beberapa penelitian tanaman obat
tradisional ataupun tanaman obat yang digunakan dalam fasilitas pelayanan
kesehatan (Hertanto, 2012).
Jenis obat-obatan fitofarmaka, obat herbal berstandar (OHT) dan jamu,
merupakan alternatif dalam mendukung ketersediaan obat nasional.
Pemanfaatan jenis obat-obatan tersebut juga diharapkan mampu berperan
dalam Jaminan Kesehatan Nasional. Fitofarmaka adalah obat dari bahan
alam yang telah dibuktikan keamanan dan khasiatnya secara ilmiah dengan
uji pra klinik dan uji klinik. Bahan baku dan produk jadinya juga telah di
standardisasi (BPOM 2019).
Penggunaan obat herbal telah menyebar ke seluruh dunia, sejak jaman
dahulu hingga sekarang, banyak orang menggunakan obat herbal atau obat
tradisional baik yang dibuat secara tradisional maupun berteknologi modern
(WHO, 2004).
Obat herbal banyak digunakan oleh masyarakat untuk menjaga
kesehatan dan banyak diminati karena tidak mahal dan ketersediaannya
yang terjangkau bagi masyarakat terutama di desa atau kota kecil yang
jarang terdapat pusat kesehatan. WHO merekomendasikan penggunaan obat
tradisional termasuk herbal untuk pemeliharaan kesehatan, pencegahan dan
pengobatan penyakit (WHO, 2014).
Studi WHO pada tahun 2000 memperkirakan sekitar 177 juta orang di
dunia memiliki penyakit diabetes. Menurut International Diabetes
Federation’s Diabetes Atlas, diperkirakan 194 juta orang menderita diabetes
dan beberapa di antaranya tinggal di negara berkembang. Di Indonesia
prevalensi penderita diabetes melitus berkisar antara 1,5 sampai dengan 2,3
%, kecuali di Manado yang agak tinggi sebesar 6%. Jumlah penyandang
diabetes melitus tipe 2 makin meningkat baik di seluruh dunia terutama di
negara berkembang karena perubahan gaya hidup yang tidak sehat (Suyono,
2011). Diabetes melitus (DM) adalah suatu sindroma klinik yang ditandai
oleh poliuri, polidipsi, dan polifagi disertai dengan peningkatan kadar
glukosa darah atau hiperglikemia (glukosa puasa ≥126 mg/dl atau
postprandial ≥ 200 mg/dl atau glukosa sewaktu ≥ 200 mg/dl) (FK UI, 2011).
Menurut American Diabetes Association (ADA) 2005 , diabetes melitus
merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karateristik
hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin,
atau kedua-duanya. Diabetes melitus diklasifikasikan dalam empat
kelompok yaitu diabetes melitus tipe 1, diabetes melitus tipe 2, diabetes
melitus tipe lain dan diabetes melitus gestasional. Pada gejala klinis,
diabetes melitus tipe 1 sering ditandai dengan keadaan hiperglikemi, poliuri,
polidipsi, dan penurunan berat badan. Sementara diabetes melitus tipe 2
merupakan kombinasi antara resistensi insulin dan sekresi insulin yang tidak
adekuat (Soegondo, 2009).
Indonesia memiliki sekitar 30.000 spesies tanaman dan sekitar 180 jenis
sudah digunakan dan diproduksi sebagai obat. Saat ini Indonesia memiliki
23 Produk fitofarmaka berasal dari tumbuhan dan hewan, yang telah melalui
proses uji klinik ilmiah (BPOM, 2019).
Daun ciplukan telah diketahui mengandung berbagai macam senyawa,
antara lain asam klorogenat, asam alaidat, asam sitrat, asam malat, tannin,
kriptoxantin, physalin, saponin, terpenopid, flavonoid, polifenol, alkaloid
dan steroid (Rohyani et al, 2015).

B. Rumusan Masalah

Indonesia memiliki banyak potensi tanaman Fitofarmaka, salah


satunya adalah tanaman ciplukan (Physalis angulata L.) WHO
merekomendasikan tanaman herbal sebagai alternatif obat farmasi.
C. Tujuan Penelitian
Penelitian bertujuan mengetahui manfaat tanaman ciplukan sebagai
obat fitofarmaka Diabetes Mellitus.

D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat teoritis
Menambah pengetahuan tentang manfaat tanaman ciplukan
2. Manfaat Aplikatif
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dipakai sebagai salah satu
alternatif pengganti obat DM.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Ciplukan (Physalis angulata L.)


1. Klasifikasi Ciplukan (Physalis angulata L.)
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Sub divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonnae
Ordo : Solanales
Famili : Solanaceae
Marga : Physalis (Augustine & Ufuoma, 2012) Gambar
Spesies : Physalis angulata L. 1 Ciplukan (Physalis angulate L.)

(Augustine & Ufuoma, 2012)


2. Morfologi Ciplukan (Physalis angulata L.)
Physalis angulata L. adalah spesies dari Solanaceae, memiliki buah
yang dapat dimakan di beberapa negara wilayah tropis dan subtropis di
dunia sebagai pohon obat dan buah (Hermin, U., Nawangsih. et al.,
2016).
Banyak tumbuh bercabang di semak yang secara tahunan dan bisa
tumbuh mencapai 1,0 m. Bunganya berbentuk lonceng, namun bentuk
yang paling khas adalah kelopak yang berbuah membesar untuk
menutupi buah dan menggantung ke bawah seperti lentera. Setiap buah
memiliki bentuk seperti mutiara berwarna. Daunnya tunggal, bertangkai,
bagian bawah tersebar, kondisi daun yang atas berpasangan, helaian
berbentuk bulat telur-bulat memanjang-lanset dengan ujung runcing,
ujung tidak sama (runcing-tumpul-membulat-meruncing), bertepi
rata atau bergelombang-bergigi, 5-15 x 2,5-10,5 cm. Bunga
tunggal, di ujung daun, simetris dan banyak, tangkai bunga tegak dengan
ujung yang menunduk, ramping, lembayung, 8-23 mm, kemudian
tumbuh sampai 3 cm. Kelopak berbentuk genta, 5 cuping runcing, hijau
dengan rusuk yang lembayung. Mahkota berbentuk lonceng lebar, tinggi
6-10 mm, kuning terang dengan noda coklat atau kuning coklat, tiap noda
terdapat kelompokan rambut-rambut pendek yang berbentuk V. Tangkai
benang sarinya kuning pucat, kepala sari seluruhnya berwarna biru muda.
Putik gundul, kepala putik berbentuk tombol, bakal buah 2 daun buah,
banyak bakal biji. Buah Physalis angulata L. berbentuk telur, panjangnya
sampai 14 mm, hijau sampai kuning jika masak, berurat lembayung,
memiliki kelopak buah (Agrawal, R.P. et al., 2006).
3. Manfaat Ciplukan (Physalis angulata L.)
Physalis angulata L., dikenal di Indonesia sebagai "ciplukan" atau
"Ceplukan". Tanaman ini tersebar luas di seluruh daerah tropis dan
subtropis di dunia. Ciplukan (Physalis angulata L.) memiliki manfaat
sebagai antidiabetik. Pada batang, daun, dan akar dari Physalis angulata
L. telah secara tradisional di Indonesia digunakan sebagai obat
antidiabetes. Di Indonesia sendiri penggunaan ramuan akar sebagai obat
untuk postpartum, nyeri otot dan hepatitis (Rosita, S.M.D., Rostiana, O.,
Pribadi, dan Hernani., 2007).
Menurut Sediarso, Sunaryo H dan Amalia N tahun 2013 Physalis
angulata L. dapat memperbaiki pencernaan, antiinflamasi, desinfektan,
asma, batuk rejan, bronkitis, orkitis, bisul, borok, kanker, tumor,
leukemia dan kencing manis. Famili Solaneceae yang memiliki banyak
efek farmakologi seperti hepatoprotective, immunomodulatory,
antibacterial, antifungal, anti inflammatory, antitumor, cytotoxic activity,
insect-antifeedant dan insect repellent activities, kandungan tersebut
terdapat pada Physalis yang diisolasi dari akar, batang dan daun
(Kusumaningtyas, R., Laily, N. dan Limandha, P., 2015)
4. Kandungan Ciplukan (Physalis angulata L.)
Ciplukan (Physalis angulata L.) merupakan tanaman yang
mengandung asam sitrat, Physalin terpen/ sterol, saponin, flavonoid dan
alkaloid. Flavonoid, alkaloid dan terpenoid adalah molekul semipolar
yang dapat difraksinasi dengan kloroform dari ekstrak etanol 70%
(Sunaryo, Hadi, Kusmardi dan Wahyu Trianingsih, 2012).
Penelitian pra-klinik fraksi etanol daun Physalis angulata L. pada
mencit putih, menunjukkan bahwa fraksi etanol daun Physalis angulata
L. mempunyai aktivitas antidiabetes pada kisaran dosis antara
10mg/kgBB sampai 100 mg/kgBB Physalis angulata L. telah diketahui
mengandung berbagai macam senyawa, antara lain adalah asam
klorogenat, asam elaidat, asam sitrat, asam malat, tanin, kriptoxantin,
fisalin, saponin, terpenoid, flavonoid, polifenol, alkaloid dan steroid
(Abeeleh, M.A et al., 2009).
Studi fitokimia terhadap Physalis angulata L. mengungkapkan hal
itu telah mengandung flavonoid, alkaloid dan memiliki perbedaan jenis
steroid pada tanaman. Komponen utamanya adalah Physalins adalah
konstituen laktone steroid dari Physalis dan genus lain yang terkait erat,
milik keluarga Solanaceae. Fisiknya menunjukkan biogenetically terkait
dengan withanolides (Chen JX et al., 2009)
Parameter yang dipakai untuk menunjukan aktivitas antioksidan
adalah harga konsentrasi efisien atau Efficient Concentration (EC50)
atau Inhibition Concentration (IC50) yaitu konsentrasi suatu zat
antioksidan yang dapat menyebabkan 50% kehilangan karakter radikal
atau konsentrasi suatu zat antioksidan yang memberikan %
penghambatan sebanyak 50%. Ekstrak total secara signifikan
menghambat produksi Nitric Oxide (NO) sejumlah IC50 = 4.063μg / mL.
Secara konsisten, ini mengurangi peradangan (40%) secara in vivo
dengan peningkatan skor histologi, dan pengurangan aktivitas
Myeloperoxidase (MPO) (29,24%). Sementara pada diklorometana
fraksi yang paling aktif, dapat menghambat peradangan sebesar 61,78%
dan aktivitas MPO sebesar 71,52%. Secara in vitro fraksi ini
menghambat produksi NO (IC50 = 2.48μg / mL) dan mengurangi tingkat
mediator pro-inflamasi prostaglandin (PGE2), Interleukin (IL-1β, IL-6),
Tumour Necrosis Factor alpha (TNF-α) dan Monocytes Chemoattractant
Protein (MCP-1) (IC50 <20μg / mL). Hasil ini mendukung penggunaan
dari Physialis angulata L. yang bermanfaat pada penyakit inflamasi dan
menempatkannya sebagai sumber alternatif farmakologis yang memiliki
potensi baru (Boppana SB et al., 2005).
Pada studi toksisitas akut, fraksi methanol Physalis angulata L.
tidak menunjukkan angka kematian pada 2000 mg/kgBB, jadi fraksinya
aman untuk penelitian in vivo (Mukherjee, A., Rathore, D. dan Shree, S.
2015).
5. Kandungan buah
Kandungan bahan kimia lain yaitu alkaloid, karbohidrat, glikosid,
saponin, tanin, dan kandungan fenolic dari fraksi buah Physalis
angulata L. dapat memberikan efek antidiabetik dengan menghambat
enzim α amylase dan α-glucosidase. Terpenting terdapat juga
Withangulatin-A yang di isolasi dari fraksi buah Physalis angulata L.
juga menunjukkan efek anti diabetik (Raju, P., dan Mamidala, E.,
2015).
Tabel 1 kandungan 100g buah ciplukan
Tabel 2 Analisis Fitokimia Pendahuluan dari Ekstrak Buah Ciplukan
(Physalis angulata L.)

6. Kandungan Akar
Fungsi lain yaitu antiinflamasi pada Physalin E dari ekstrak akar
ciplukan (Physalis Angulata L) atau Aqueous Extract from roots of
Physalis angulata (AEPa) terbukti memiliki efek sebagai antiinflamasi
melalui berbagai jalur inhibisi. Telah terbukti juga bahwa ekstrak berair
dari akar Physalis angulata L. memiliki antiinflamasi yang kuat dan
imunomodulator dengan cara mengganggu ciclooxygenase, limfosit
proliferasi dan produksi Tumor Growth Factor Beta (TGF-β) (Bastos
etal., 2008). Akar Physalis angulata L. mengandung senyawa
diantaranya yaitu alkaloid, Withanolide, dan flavonoid.

7. Kandungan Daun
Daun Physalis angulata L. mengandung senyawa aktif diantaranya
adalah alkaloid, withanolide, dan flavonoid. Penelitian pada hewan
coba menggunakan daun Physalis angulata L. menunjukkan efek
antidiabet dengan kandungan aktifnya yang mengacu pada kandungan
aktif pada buah, yaitu fisalin A, B, D, F, dan glikosid (Kasali MF et al,
2013).
Penelitian dengan menggunakan seluruh tanaman (herba) Physalis
angulata L. menunjukkan kandungan bahan kimia yaitu saponin, tanin,
flavonoid memiliki efek antidiabetik dengan penurunan glukosa darah
pada tikus diabetik (Abo, K A. dan Lawal I.O, 2013).
8. Kandungan Herba Physalis angulata L.
Kandungan senyawa lain dari herba Physalis angulata L. yaitu
monoterpenoid, triterpenoid, seskuiterpenoid, dan fisalin. Fisalin dapat
meningkatkan enzim Superoksidase Dismutase (SOD) dan catalase
yaitu sebagai antioksidan yang dapat mencegah kerusakan organ (El-
Mehiry, H.F. H. M., Helmy, M. A. A., dan El-Ghany, 2012).
Triterpenoid merupakan komponen aktif yang berefek sebagai
antidiabetes dan untuk menarik senyawa ini dapat dilakukan dengan
cara pengasaman yang kemudian difraksi dengan kloroform (Sunaryo,
Hadi, Kusmardi dan Wahyu Trianingsih, 2012).
Senyawa lain yang terdapat dalam fraksi kloroform tanaman
Physalis angulata L. yaitu alkaloid Nordextromethorphan, asam lemak,
asam heksanoat, 9-octadecenoid acid, dan octadeceoid acid. Asam oleik
(9-Octadecanoid acid) adalah asam lemak tidak jenuh yang bekerja
menghambat produksi glukosa dan bersifat antioksidan yang dapat
menangkal terbentuknya radikal bebas, diketahui juga ada korelasi
antara membran adiposit asam oleik dengan insulin yang memediasi
transpor glukosa. Terdapat juga senyawa aplysteryacetate yang dapat
bekerja dengan menstimulasi keluarnya insulin dari pankreas (Sediarso,
Sunaryo, dan Amalia, 2013)
9. Fungsi Kandungan Aktif Physalis angulata L.
a. Antioksidan
Antioksidan adalah senyawa yang sangat diperlukan tubuh untuk
mengatasi dan mencegah stres oksidatif. Berdasarkan sumbernya,
antioksidan terdiri atas antioksidan endogen dan eksogen.
Antioksidan endogen, yaitu enzim-enzim yang bersifat antioksidan
seperti: Superoksida Dismutase (SOD), Catalase (Cat), dan
Glutathione Peroksidase (Gpx). Antioksidan eksogen adalah yang
berasal dari luar tubuh/makanan. Stres oksidatif adalah suatu kondisi
yang tidak seimbang antara jumlah radikal bebas dengan jumlah
antioksidan di dalam tubuh. Antioksidan bersifat sangat mudah
dioksidasi, sehingga antioksidan akan dioksidasi oleh radikal bebas
yang kemudian melindungi molekul lain dalam sel dari kerusakan
(Werdhasari, A., 2014).

Jenis Antioksidan
1. Alkaloid
Alkaloid adalah sebuah golongan senyawa basa bernitrogen yang
sebagian besar heterosiklik dan terdapat di tumbuhan serta hewan.
Hingga saat ini sekitar 10.000 senyawa yang tergolong alkaloid
dengan struktur yang sangat beragam, sehingga tidak ada batasan
yang jelas. Alkaloid bersifat basa tergantung pada pasangan elektron
pada nitrogen yang menyebabkan senyawa tersebut sangat mudah
mengalami dekomposisi terutama oleh panas dan sinar dengan adanya
oksigen. Dekomposisi alkaloid selama atau setelah isolasi dapat
menimbulkan berbagai persoalan jika penyimpanan dalam waktu
lama (Harborne J.B., 2006).
2. Flavonoid
Flavonoid mempunyai cincin piran yang menghubungkan rantai tiga-
karbon dengan cincin benzen. Setiap cincin diberi tanda: A, B dan C;
atom karbon diberi angka dengan angka biasa pada cincin A dan C,
serta angka beraksen untuk cincin B (Soesilo S, Andajaningsih (Eds.),
2014). Tumbuhan ciplukan (Physalis angulata L.) kaya akan zat aktif
flavonoid dengan persentase ekstrak buah 300 μg/ml adalah 84%,
ekstrak buah 200 μg/ml adalah 58% dan dalam 100 μg/ml ekstrak
(Krishna, M., Kumar, A., & Sarma, P. C. R. & K. 2015).
3. Triterpenoid dan Sterol
Triterpenoid adalah senyawa yang kerangka karbonnya berasal dari
enam satuan isoprena dan secara biosintesis dirumuskan dari
hidrokarbon C30 asiklin, yaitu skualena. Uji yang banyak digunakan
adalah reaksi Lieberman-Burchard dengan triterpena dan sterol
memberikan warna hijau-biru. Triterpena dapat dipilih menjadi
sekurang-kurangnya empat golongan senyawa: triterpena sebenarnya,
steroid, saiconon dan glycosida jantung. Kedua golongan terakhir
sebenarnya triterpena atau steroid yang terdapat sebagai glycosida
(Harborne J.B., 2006).

B. Diabetes Melitus
1. Definisi
Diabetes Melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik
dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi
insulin, kinerja insulin atau kedua-duanya (ADA, 2010). Menurut WHO,
Diabetes Melitus (DM) didefinisikan sebagai suatu penyakit atau gangguan
metabolisme kronis dengan multi etiologi yang ditandai dengan tingginya
kadar gula darah disertai dengan gangguan metabolisme karbohidrat, lipid
dan protein sebagai akibat dari insufisiensi fungsi insulin. Insufisiensi
insulin dapat disebabkan oleh gangguan produksi insulin oleh sel-sel beta
Langerhans kelenjar pankreas atau disebabkan oleh kurang responsifnya
sel-sel tubuh terhadap insulin (Depkes, 2008). Berdasarkan Perkeni tahun
2011 Diabetes Mellitus adalah penyakit gangguan metabolisme yang
bersifat kronis dengan karakteristik. hiperglikemia. Berbagai komplikasi
dapat timbul akibat kadar gula darah yang tidak terkontrol, misalnya
neuropati, hipertensi, jantung koroner, retinopati, nefropati, dan gangren.
2. Klasifikasi Diabetes Melitus

Klasifikasi etiologi Diabetes mellitus menurut American Diabetes


Association, 2010 adalah sebagai berikut:

a. Diabetes tipe 1 (destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi


insulin absolut):

1) Autoimun.

2) Idiopatik.

Pada Diabetes tipe 1 (Diabetes Insulin Dependent), lebih sering ternyata


pada usia remaja. Lebih dari 90% dari selpankreas yang memproduksi
insulin mengalami kerusakan secara permanen. Oleh karena itu, insulin
yang diproduksi sedikit atau tidak langsung dapat diproduksikan.
Hanya sekitar 10% dari semua penderita diabetes melitus menderita tipe
1. Diabetes tipe 1 kebanyakan pada usia dibawah 30 tahun. Para
ilmuwan percaya bahwa factor lingkungan seperti infeksi virus atau
faktor gizi dapat menyebabkan penghancuran sel penghasil insulin di
pankreas (Merck, 2008).

b. Diabetes tipe 2 (bervariasi mulai yang terutama dominan resistensi


insulin disertai defesiensi insulin relatif sampai yang terutama defek
sekresi insulin disertai resistensi insulin). Diabetes tipe 2 (Diabetes
Non-Insulin Dependent) ini tidak ada kerusakan pada pankreasnya dan
dapat terus menghasilkan insulin, bahkan kadang-kadang insulin pada
tingkat tinggi dari normal. Akan tetapi, tubuh manusia resisten
terhadap efek insulin, sehingga tidak ada insulin yang cukup untuk
memenuhi kebutuhan tubuh. Diabetes tipe ini sering terjadi pada
dewasa yang berumur lebih dari 30 tahun dan menjadi lebih umum
dengan peningkatan usia. Obesitas menjadi faktor resiko utama pada
diabetes tipe 2. Sebanyak 80% sampai 90% dari penderita diabetes tipe
2 mengalami obesitas. Obesitas dapat menyebabkan sensitivitas
insulin menurun, maka dari itu orang obesitas memerlukan insulin
yang berjumlah sangat besar untuk mengawali kadar gula darah normal
(Merck, 2008).
c. Diabetes tipe lain.
1) Defek genetik fungsi sel beta :
2) DNA mitokondria.
3) Defek genetik kerja insulin.
4) Penyakit eksokrin pankreas :
5) Endokrinopati.
6) Karena obat/ zat kimia.
7) Pentamidin, asam nikotinat.
8) Glukokortikoid, hormon tiroid
d. Diabetes mellitus Gestasional
Cara diagnosis diabetes melitus dapat dilihat dari peningkatkan kadar
glukosa darahnya. Terdapat beberapa kriteria diagnosis Diabetes
Melitus berdasarkan nilai kadar gula darah, berikut ini 15 adalah
kriteria diagnosis berdasarkan American Diabetes Association tahun
2010
Kriteria Diagnostik Diabetes melitus menurut American Diabetes
Association 2010 :
1. Gejala klasik DM dengan glukosa darah sewaktu ≥ 200 mg/ dl
(11.1 mmol/L). Glukosa darah sewaktu merupakan hasil
pemeriksaan sesaat pada suatu hari tanpa memperhatikan waktu
makan terakhir. Gejala klasik adalah: poliuria, polidipsia dan berat
badan turun tanpa sebab.
2. Kadar glukosa darah puasa ≥ 126 mg/ dl (7.0 mmol/L).Puasa
adalah pasien tak mendapat kalori sedikitnya 8 jam
3. Kadar glukosa darah 2 jam PP ≥ 200 mg/ dl (11,1 mmol/L). Tes
Toleransi Glukosa Oral dilakukan dengan standar WHO,
menggunakan beban glukosa yang setara dengan 75 gr glukosa
anhidrus yang dilarutkan ke dalam air. Apabila hasil pemeriksaan
tidak memenuhi kriteria normal atau DM, maka dapat digolongkan
ke dalam kelompok Toleransi Glukosa Terganggu (TTGO) atau
Glukosa Darah Puasa Terganggu (GDPT) tergantung dari hasil
yang dipeoleh : TGT : glukosa darah plasma 2 jam setelah beban
antara 140- 199 mg/dl (7,8-11,0 mmol/L) GDPT : glukosa darah
puasa antara 100 – 125 mg/dl (5,6-6,9 mmol/L)

3. Patofisiologi Diabetes Melitus


Pankreas adalah kelenjar penghasil insulin yang terletak di belakang
lambung. Di dalamnya terdapat kumpulan sel yang berbentuk seperti
pula dalam peta, sehingga disebut dengan pulau-pulau Langerhans
pankreas. Pulau-pulau ini berisi sel alpha yang menghasilkan hormon
glukagon dan sel beta yang menghasilkan hormon insulin. Kedua
hormon ini bekerja secara berlawanan, glukagon meningkatkan
glukosa darah sedangkan insulin bekerja menurunkan kadar glukosa
darah (Schteingart, 2006). Insulin yang dihasilkan oleh sel beta
pankreas dapat diibaratkan sebagai anak kunci yang dapat membuka
pintu masuknya glukosa ke dalam sel. Dengan bantuan GLUT 4 yang
ada pada membran sel maka insulin dapat menghantarkan glukosa
masuk ke dalam sel. Kemudian di dalam sel tersebut glukosa di
metabolisasikan menjadi ATP atau tenaga. Jika insulin tidak ada atau
berjumlah sedikit, maka glukosa tidak akan masuk ke dalam sel dan
akan terus berada di aliran darah yang akan mengakibatkan keadaan
hiperglikemia (Sugondo, 2009). Pada DM tipe 2 jumlah insulin
berkurang atau dapat normal, namun reseptor di permukaan sel
berkurang. Reseptor insulin ini dapat diibaratkan lubang kunci masuk
pintu ke dalam sel. Meskipun anak kuncinya (insulin) cukup banyak,
namun karena jumlah lubangnya (reseptornya) berkurang maka jumlah
glukosa yang masuk ke dalam sel akan berkurang juga (resistensi
insulin). Sementara produksi glukosa oleh hati terus meningkat,
kondisi ini menyebabkan kadar glukosa meningkat (Schteingart,
2006). Penderita diabetes mellitus sebaiknya melaksanakan 4 pilar
pengelolaan diabetes mellitus yaitu edukasi, terapi gizi medis, latihan
jasmani, dan intervensi farmakologis (ADA, 2010). Latihan jasmani
secara teratur dapat menurunkan kadar gula darah. Latihan jasmani
selain untuk menjaga kebugaran juga dapat menurunkan berat badan
dan memperbaiki sensitivitas insulin, sehingga akan memperbaiki
kendali glukosa darah (Vitahealth, 2006).
4. Glukosa Darah
a. Definisi
Glukosa darah adalah gula yang terdapat dalam darah yang berasal
dari karbohidrat dalam makanan dan dapat disimpan dalam bentuk
glikogen di dalam hati dan otot rangka (Joyce, 2007). Energi
sebagian besar berfungsi untuk kebutuhan sel dan jaringan yang
berasal dari glukosa. Setelah pencernaan makanan yang
mengandung banyak glukosa, secara normal kadar glukosa darah
akan meningkat, namun tidak melebihi 170mg/dl. Banyak hormon
yang berperan dalam mempertahankan glukosa darah. Pengukuran
glukosa darah 19 dapat dilakukan untuk memantau mekanisme
regulatorik ini. Penyimpangan berlebihan kadar glukosa darah dari
normal baik tinggi maupun rendah, maka terjadi gangguan
homeostatis yang dapat berhubungan dengan hormon (Sacher A,
2004).
b. Metabolisme
Metabolisme merupakan segala proses kimiawi yang terjadi di
dalam tubuh. Proses yang lengkap dan komplit sangat terkoordinatif
melibatkan banyak enzim di dalamnya, sehingga terjadi pertukaran
bahan dan energi. Adapun metabolisme yang terjadi dalam tubuh
yang mempengaruhi kadar gula darah, yaitu:
1. Metabolisme Karbohidrat Karbohidrat bertanggung jawab atas
sebagian intake makanan sehari-hari, dan sebagian besar
karbohidrat akan diubah menjadi lemak. Fungsi karbohidrat
dalam metabolisme adalah untuk bahan bakar oksidasi dan
menyediakan energi untuk proses-proses metabolisme lainnya
(Ganong, 2008).
2. Metabolisme gula darah Gula darah setelah diserap oleh dinding
usus akan masuk ke dalam aliran darah masuk ke hati, dan
disintesis menghasilkan glikogen kemudian dioksidasi menjadi
CO2 dan H2O atau dilepaskan untuk dibawa oleh aliran darah
ke dalam sel tubuh yang memerlukannya terutama otak. Kadar
gula darah dikendalikan oleh suatu hormon insulin yang berasal
dari sekresi sel beta pankreas, jika hormon insulin kurang maka
gula darah akan menumpuk dalam sirkulasi darah sehingga
glukosa darah meningkat. Bila kadar glukosa darah meninggi
hingga melebihi ambang batas ginjal, maka glukosa darah akan
keluar bersama dengan urin (glukosuria) (Depkes RI, 2008)
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Abo dan kawan kawan (2013),
ekstrak herba ciplukan (Physalis angulata L.) dengan pelarut metanol mampu
menurunkan kadar glukosa darah pada tikus putih jantan galur wistar pada hari ke-
7 pemberian yang sebelumnya telah diinduksi dengan aloksan.
Penelitian lain tentang efek hipoglikemik ekstrak tanaman herba ciplukan telah
dilakukan oleh Sulistyowati (2013). Hasil penelitian tersebut menyatakan bahwa
ekstrak air herba ciplukan (Physalis angulata L.) dengan sebagai salah satu
antioksidan potensial yang mampu menurunkan kadar gula darah dan profil lipid
yang dilakukan pada tikus putih jantan galur Spargue dawley. Selain itu, menurut
hasil dari Sediarso et al (2011), pada penelitian pra klinik efek antidiabetes dan
identifikasi senyawa dominan fraksi kloroform herba ciplukan (Phsyalis Angulata
L.) pada mencit. Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa herba ciplukan (Physalis
angulata L.) dapat menurunkan kadar glukosa darah pada mencit jantan putih yang
diinduksikan aloksan tetrahidrat.
Penelitian Sunaryo dkk (2012) menyimpulkan bahwa senyawa aktif dari fraksi
kloroform herba ciplukan pada mencit memiliki efek antidiabetes serta dapat
memperbaiki jumlah sel langerhans pankreas sebanding dengan glibenklamid.
Menurut peneliti dan berdasarkan dari penelitian yang sudah ada sejauh ini belum
pernah diteliti efek antidiabetes dengan menggunakan daun ciplukan. Oleh karena
itu, peneliti ingin mengetahui tentang efektivitas ekstrak etanol 70% daun ciplukan
terhadap penurunan glukosa darah pada tikus putih jantan galur Wistar yang
diinduksi aloksan.
Secara empiris, herba ceplukan (Physalis angulata L.) telah digunakan sebagai
gagal ginjal akut, menunjukan bahwa ekstrak air herba ceplukan dapat menurunan
kadar gula darah, kadar kolesterol darah, kadar trigliserida darah, kadar LDL (low
density lipoprotein), meningkatkan kadar HDL (high density lipoprotein) dan
berpengaruh terhadap histopatologi ginjal tikus (Sulistyowati et al., 2013).
BAB IV
KESIMPULAN

Anda mungkin juga menyukai